Upload
shaza-fadila
View
218
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 1/26
BAB I
PENDAHULUAN
Keratitis Herpes simpleks merupakan radang kornea yang disebabkan
oleh infeksi virus Herpes simpleks tipe 1 maupun tipe 2. Dinegara-negara barat
90% dari populasi orang dewasa memiliki antibodi terhadap virus herpes
simpleks. Namun demikian, hanya kurang dari 1% yang mengalami kelainan
pada mata. Sebagian besar bersifat subklinis dan tidak terdiagnosis.
Sekitar 500.000 orang di Amerika Serikat menderita penyakit herpes
simpleks mata. Sekitar 20.000 kasus baru dari keratitis herpes okular terjadisetiap tahunnya di AS, dan lebih dari 28.000 mengalami reaktivasi. Biasanya
hanya mempengaruhi satu mata dan merupakan salah satu penyebab kebutaan
kornea yang paling sering di AS.
Keratitis herpes simpleks dapat merupakan infeksi primer dan bentuk
kambuhan (rekurens). Infeksi primer biasanya terjadi pada orang yang tidak
mempunyai antibodi terhadap virus herpes simpleks, yaitu pada usia 6 bulansampai 5 tahun. Sedangkan infeksi herpes kambuhan terjadi pada seseorang yang
telah mempunyai antibodi terhadap virus herpes simpleks dan dicetuskan oleh
berbagai keadaan seperti demam, daur haid, dan sinar ultraviolet.
Gejala klinis biasanya mirip dengan konjungtivitis sehingga
menyamarkan diagnosis infeksi herpes simpleks. Infeksi dapat sembuh sendiri.
Jika infeksi aktif, dapat mempengaruhi kornea lebih luas, dan gejala yang
ditimbulkan lebih berat. Gejala reaktivasi antara lain mata nyeri, penglihatan
kabur, kemerahan dan fotofobia.
Terapi keratitis herpes simpleks bertujuan untuk menghentikan replikasi
virus di kornea dan mengurangi kerusakan akibat peradangan. Cara efektif
mengobati keratitis dendritik adalah debridement epithelial, karena virus
berlokasi di dalam epitel. Agen antivirus topikal yang sering dipakai yaitu
idoxuridine, trifluridine, vidarabin, dan acyclovir. Terapi bedah keratoplasti
1
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 2/26
penetrans diindikasikan untuk rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai
sikatrik kornea berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah infeksi
non-aktif. Infeksi herpes rekurens pasca bedah timbul akibat trauma bedah dan
penggunaan kortikosteroid topikal yang diperlukan untuk mencegah penolakan
transplantasi kornea.
2
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 3/26
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Gambar 1. Anatomi kornea
Kornea (Latin cornum = seperti tanduk) adalah selaput bening mata,
transparan, tembus cahaya dan menutupi bola mata sebelah depan. Bentuknya hampir
sebagai lingkaran dan sedikit lebih lebar pada arah transversal (12 mm) dibanding
arah vertikal. Batas kornea dan sklera disebut limbus.
Tebal kornea (0.6-1.0) mm terdiri atas lima lapisan, yaitu:
1. Epitel
2. Membran Bowman
3. Stroma
4. Membran Descement
5. Endotel
3
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 4/26
Gambar 2. Penampang melintang kornea
1. Epitel
Epitel kornea merupakan lapisan paling luar kornea dan berbentuk epitel berlapis
gepeng tanpa tanduk. Epitel berasal dari ektoderm permukaan. Bagian terbesar
ujung saraf kornea berakhir pada epitel ini. Setiap gangguan epitel akan
memberikan gangguan sensibilitas kornea berupa rasa sakit atau mengganjal.
Daya regenerasi epitel cukup besar, sehingga apabila terjadi kerusakan epitel,
akan diperbaiki dalam beberapa hari tanpa membentuk jaringan parut.
2. Membran Bowman
Membran Bowman yang terletak dibawah epitel merupakan suatu membran tipis
yang homogen terdiri atas susunan serat kolagen kuat yang mempertahankan
bentuk kornea. Lapisan ini tidak mempunyai daya regenerasi. Apabila terjadikerusakan pada membran Bowman maka akan berakhir dengan terbentuknya
4
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 5/26
jaringan parut.
3. Stroma
Lapisan paling tebal dari kornea dan terdiri atas jaringan kolagen yang tersusun
dalam lamel-lamel dan berjalan sejajar dengan permukaan kornea. Diantara serat-
serat kolagen ini terdapat matriks. Stroma bersifat higroskopis yang menarik air
dari bilik mata depan. Kadar air di dalam stroma relatif tetap sekitar 70% yang
diatur oleh fungsi pompa sel endotel dan penguapan epitel. Apabila fungsi sel
endotel kurang baik, maka akan terjadi kelebihan air sehingga timbul sembab
kornea (edema kornea). Serat di dalam stroma teratur sehingga menampilkan
gambaran kornea yang jernih atau transparan. Bila terjadi gangguan dari serat di
dalam stroma seperti edema kornea dan sikatriks kornea akan mengakibatkan
sinar yang melalui kornea terpecah dan kornea terlihat keruh.
4. Membran Descement
Merupakan suatu lapisan tipis yang bersifat kenyal, kuat, tidak teratur dan
bening. Terletak di bawah stroma. Lapisan ini merupakan pelindung atau barrier
infeksi dan masuknya pembuluh darah.
5. Endotel
Terdiri atas satu epitel yang merupakan jaringan terpenting untuk
mempertahankan kejernihan kornea. Sel endotel adalah sel yang mengatur cairan
didalam stroma kornea. Endotel tidak mempunyai daya regenerasi sehingga bila
terjadi kerusakan, endotel tidak akan normal lagi. Endotel dapat rusak atau
terganggu fungsinya akibat trauma bedah dan penyakit intraokular. Usia lanjut
akan mengakibatkan jumlah endotel berkurang.
Kornea tidak mengandung pembuluh darah, jernih dan bening. Selain sebagai
dinding, juga berfungsi sebagai media penglihatan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan
oleh kornea yaitu sekitar 40-50 dioptri. Kornea dipersarafi oleh N. V (nervus
trigeminus).
Dalam keadaan normal kornea adalah transparan. Transparansi ini disebabkan
oleh tidak adanya pembulih darah dan jaringan kornea yang strukturnya seragam;
serta berfungsinya mekanisme pompa sel endotel.
5
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 6/26
Gangguan transparansi kornea pada dasarnya disebabkan oleh gangguan pada
tiga hal tersebut diatas, yaitu:
• Tumbuhnya vaskularisasi kedalam jaringan kornea.
•Gangguan pada integritas struktur jaringan kornea. Misalnya oleh adanyakelainan congenital dan herediter, infeksi kornea, ulkus kornea dan
komlikasinya.
• Edema kornea yang pada dasarnya disebabkan oleh disfungsi endotel.
• Penyakit kornea yang serius karena penanganan yang tidak sempurna atau
terlambat akan mengakibatkan gangguan penglihatan permanen berupa
penglihatan yang kabur hingga kebutaan.
HSV adalah anggota virus herpes keluarga, Herpesviridae, yang menginfeksi
manusia. Kedua HSV -1 dan -2 adalah menular. Mereka dapat disebarkan ketika orag
yang terinfeksi adalah memproduksi shedding virus.
Kadang-kadang, virus menyebabkan gejala sangat ringan atau atipikal. Namun,
seperti virus dan neuroinvasive Neurotropik, HSV-1 dan -2 bertahan dalam tubuh
dengan menjadi laten dan bersembunyi dari sistem kekebalan tubuh yaitu dalam sel
tubuh saraf. Setelah atau infeksi awal, beberapa orang yang terinfeksi mengalami
episode reaktivasi virus. Saat itu, virus dalam sel saraf menjadi aktif dan diangkut
melalui saraf akson pada kulit, dimana virus bereplikasi dan menyebabkan luka baru.
2.2 DEFINISI
Keratitis Herpes simpleks adalah peradangan kornea akibat infeksi Herpes
Simpleks Virus (HSV). HSV adalah parasit intraseluler obligat yang menempati
manusia sebagai host. HSV merupakan virus rantai ganda yang termasuk kedalam
famili herpesviridae. Mengandung 3 komponen pembentuk utama. Bagian inti
yang mengandung DNA virus, membran sel dan kapsid. Tegument terletak
diantara kapsid dan selubung serta berbagai protein yang dikirim ke dalam sel
yang terinfeksi selama fusi.
Virus ini termasuk golongan virus herpes yang antara lain
beranggotakan virus varicella zoster, virus sitomegali dan virus Epstein barr.
Ada 2 tipe virus herpes simpleks berdasarkan perbedaan antigen dan
6
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 7/26
sitopatologi yang timbul pada jaringan, yaitu herpes simpleks tipe 1 dan 2.
HSV tipe 1 (HSV-1) infeksinya terutama pada daerah orofasial dan ocular,
sementara HSV tipe 2 (HSV-2) umumnya ditularkan melalui hubungan
seksual dan menyebabkan penyakit genitalia. HSV-2 jarang namun dapat
menginfeksi mata melalui kontak orofasial dengan lesi genitalia dan secara
tidak sengaja ditularkan kepada neonatus ketika neonatus lahir secara normal
pada ibu yang terinfeksi HSV-2.
Gambar 3. Struktur HSV
2.3 EPIDEMIOLOGI
Di negara barat 90% dari populasi orang dewasa dilaporkan rnemiliki antibodi
terbadap herpes simpleks. Namun demikian, hanya kurang dari 1% yang
menimbulkan kelainan pada mata. Sebagian besar bersifat subklinis dan tidak
terdiagnosis Frekuensi keratitis herpes simpleks di Amerika Serikat sebesar 5%
di antara seluruh kasus kelainan mata.
Sekitar 500.000 orang di AS menderita penyakit herpes simpleks mata. Sekitar
20.000 kasus baru dari herpes okular terjadi di AS setiap tahunnya, dan lebih dari
28.000 mengalami reaktivasi. Biasanya hanya terjadi pada satu mata dan
merupakan salah satu penyebab kebutaan kornea paling umum di AS.Di Negara-negara berkembang insidensi keratitis herpes simpleks berkisar
7
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 8/26
antara 5,9-20,7 per 100.000 orang tiap tahun. Di Tanzania 35-60% ulkus kornea
disebabkan oleh keratitis herpes simpleks. Keratitis herpes simplek dapat terjadi
sepanjang tahun, kasus pada laki – laki kurang lebih dua kali perempuan, masa
inkubasi 2 hari hingga 2 minggu. Keratitis herpes simpleks didominiasi oleh
kelompok laki-laki pada umur 40 tahun ke atas.
2.4 KLASIFIKASI
Keratitis herpes simpleks berdasarkan mekanisme kerusakannya terbagi atas 2
bentuk, yaitu:
a. Tipe epitelial
Bentuk epitelialnya ialah bentuk dendritik. Terjadi akibat pembelahan
virus di dalam sel epitelial yang mengakibatkan kerusakan epitel dan
membentuk tukak (ulkus) kornea superfisial yang biasanya menetap lebih
dari 1 tahun.
b. Tipe stromal
Terjadi akibat reaksi imunologi tubuh terhadap virus yang menyerang
yaitu terjadi reaksi antigen-antibodi yang menarik sel radang ke dalam
stroma. Sel radang ini mengeluarkan bahan proteolitik untuk merusak
virus tetapi juga untuk merusak jaringan stroma disekitarnya. Bentuk ini
dapat sembuh sendiri setelah beberapa minggu sampai bulan.
Biasanya infeksi herpes simpleks ini berupa campuran antara epitel dan
stroma. Hal ini sangat berkaitan dengan pengobatan dimana pada epithelial
dilakukan terhadap virus dan pembelahan virus, sedangkan pada tipe stromal
ditujukan untuk menyerang virus dan reaksi radangnya.
Keratitis herpes simpleks terdapat dua bentuk, yaitu:
a. Infeksi Primer
Merupakan suatu infeksi pada seseorang yang tidak mempunyai
antibodi terhadap herpes simpleks. Biasanya terdapat pada usia 6 bulan
sampai 6 tahun. Dapat terjadi tanpa gejala klinik atau dengan gejala klinik
yang ringan, dapat pula berupa erupsi kulit atau anogenital. Kelainan
primer di mata berupa:
8
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 9/26
• Vesikel di kelopak mata atau margo pelpebra
• Konjungtivitis folikularis
• Keratitis pungtata superficial yang dapat berkembang menjadi
liniaris, fasikularis dan dendritikus.
• Terdapat pula pembesaran dari kelenjar preauricular
Terjadinya infeksi primer menyebabkan pembentukan antibodi dalam
tubuh. Infeksi primer ini dapat sembuh atau menjadi infeksi laten (carrier
virus), yang sewaktu-waktu dapat kambuh bila terdapat trigger mechanism
seperti demam, haid, terkena sinar ultraviolet, sinar matahari dan stres
psikis.
Adanya antibodi dalam badan tidak mencegah kekambuhan, tapi dapatmengubah manifestasi di kulit dan konjugtiva, tetapi tidak di kornea.
Kalau pada serangan pertama mengenai konjungtiva dan kornea, maka
pada serangan kekambuhan konjugtiva tidak diserang lagi. Setelah infeksi
primer, virus tersembunyi di salah satu tempat di badan, diantaranya di
radix dan ganglion dorsalis.
b. Infeksi Rekuren (kekambuhan)
Merupakan infeksi pada seseorang yang telah mempunyai antibodi
terhadap virus herpes simpleks dan dicetuskan oleh berbagai trigger
mechanism. Kelainannya di mata dapat berupa kelainan epitel dan stromal,
meliputi:
• Ulkus denditikus
• Ulkus geografik
• Keratitis intersisial (termasuk keratitis profunda ulseralis)
•
Keratitis disiformis (termasuk keratitis profunda non ulseralis)
• Uveitis
Dengan adanya pencetus, maka virus yang bersembunyi akan berkembang
baik, menjadi aktif dan menimbulkan serangan kekambuhan. Karateristik
untuk keratitis herpes simpleks adalah bentuk dendrit.
2.5 PATOFISIOLOGI
9
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 10/26
Ketidakseimbangan imunitas penderita dapat menyebabkan terjadinya aktivasi
virus herpes dan selanjutnya dapat menimbulkan keratitis. Kondisi imunosupresi
dapat terjadi akibat penggunaan kortikosteroid sistemik yang menimbulkan
aktivasi keratitis herpes simpleks. Pada infeksi virus mula-mula kadar IgM
meningkat, kemudian kadar IgG dalam darah juga meningkat dan akhimya
tampak antibodi IgA dalam sekresi mukosa. Selanjutnya dikatakan, bahwa
antibodi menghancurkan virus ekstraseluler. Virus yang bergabung dengan
antibodi terutama dengan IgA akan dicegah perlekatannya dengan sel membran
dan menginfeksi jaringan.
Reaksi hipersensitivitas tipe II (sitotoksik) yang ditingkatkan oleh IgG
antibodi memudahkan fagositosis dan netralisasi virus. Virus herpes simpleks
yang stromal disertai oleh reaksi tipe IV dapat terjadi pada penderita yang
rnengalami depresi sistem imun akibat penggunaan kortikosteroid, karena usia
lanjut, atau karena penyakit sistemik. Keratitis disciformis dapat merupakan hasil
reaksi tipe IV terhadap antigen virus herpes.
2.6 MANIFESTASI KLINIK
Herpes simpleks primer pada mata jarang ditemukan, bermanifestasi sebagai
blefarokonjugtivitis vesikular, kadang-kadang mengenai kornea dan umumnya
terdapat pada anak-anak muda. Bentuk ini umumnya dapat sembuh sendiri, tanpa
menimbulkan kerusakan yang berarti.
Serangan keratitis herpes jenis rekurens umumnya dipicu oleh demam,
pajanan sinar yang berlebihan terhadap cahaya sinar UV, trauma, stress psikis,
awal menstruasi, atau keadaan imunosupresi lokal atau sistemik lainnya.
Umumnya unilateral, namun lesi bilateral dapat terjadi pada 4-6% kasus dan
paling sering pada kasus atopik.
1. Gejala
Gejala utama umumnya iritasi, fotofobia, mata berair. Bila kornea
bagian sentral terkena akan terjadi sedikit gangguan penglihatan. Karena
anastesi kornea umumnya timbul pada awal infeksi, gejalanya minimal dan
pasien tidak datang berobat. Sering ada riwayat lepuh-lepuh demam atau
10
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 11/26
infeksi herpes lain, tetapi ulkus kornea terkadang merupakan satu-satunya
gejala pada infeksi herpes rekurens.
2. Lesi
Lesi kornea dapat digolongkan menjadi 5 jenis, yaitu:
a. Ulserasi dendritik
Paling khas, yang ditandai oleh percabangan linear khas dengan tepian
kabur, dan memiliki bulbus-bulbus terminalis pada ujungnya, yang akan
terwarnai oleh fluoresin dan berkurangnya sensasi kornea.
a
11
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 12/26
b
Gambar 4. a) Keratitis Dendritik tanpa flourescin; b) Keratitis
Dendritik yang diwarnai dengan fluoresin
b. Ulserasi geografik (ameboid)
Bentuk ulkus dendritik kronik dengan lesi dendritik halus yang bentuknya
lebih lebar. Tepian ulkus tidak terlalu kabur. Sensasi kornea menurun
seperti pada penyakit kornea lainnya. Keadaan ini terutama terjadi pada
mata yang diobati dengan steroid topikal secara kurang hati-hati.
Gambar 5. Ulkus geografik
c. Keratitis trofik
Terjadi jika ulkus geografik tidak mengalami penyembuhan epitel.
d. Keratitis disiformis
Terjadi karena hipersensitivitas terhadap virus herpes yang ditandai
dengan penebalan stroma pada zona sentral dan edema epitel yang disertai
iritis dan presipitat keratik.
12
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 13/26
Gambar 6. Keratitis Disiformis
e. Keratitis nekrotik (infiltratif)
Bentuk ini jarang terjadi, tetapi sangat serius karena dapat menimbulkan
perforasi dan pembentukan parut kornea. Stroma kornea menjadi seperti
keju dan keruh akibat infiltrasi aktif dan destruksi.
2.7 PEMERIKSAAN
Pemeriksaan pada Kornea :
1. Uji Fluoresein
Uji untuk melihat adanya defek pada epitel kornea. Caranya kertas
fluoresein dibasahi terlebih dahulu dengan garam fisiologis kemudian
diletakkan pada saccus konjungtiva inferior setelah terlebih dahulu
penderita diberi anestesi lokal. Penderita diminta menutup matanya selama
20 detik, kemudian kertas diangkat. Defek kornea akan terlihat berwarna
hijau sebagai uji fluoresein positif.
2. Uji Fistel
Uji untuk mengetahui letak dan adanya kebocoran kornea. Pada
13
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 14/26
konjungtiva inferior ditaruh kertas fluoresein. Bila terdapat fistel kornea
akan terlihat pengaliran cairan mata berwarna hijau.
3. Uji Placido
Untuk melihat kelengkungan kornea. Caranya dengan memakai papan
plasido yaitu papan dengan gambaran lingkaran konsentris putih hitam
yang menghadap pada sumber cahaya, sedang pasien berdiri
membelakangi sumber cahaya. Melalui lubang di tengah dilihat gambaran
bayangan plasido pada kornea. Normal bayangan plasido pada kornea
berupa lingkaran konsentris.
4. Uji Sensibilitas Kornea
Uji untuk menilai fungsi saraf trigeminus kornea. Caranya dengan
meminta penderita melihat jauh ke depan, kemudian dirangsang dengan
kapas basah dari bagian lateral kornea. Bila terdapat refleks mengedip,
rasa sakit atau mata berair berarti fungsi saraf trigeminus dan fasial baik.
Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis keratitis herpes simpleks kadang-kadang sulit dibedakan
dengan kelainan kornea yang lain. Dalam hal ini pemeriksaan laboratorium
perlu dilakukan untuk membedakan dengan keratitis lain, misalnya keratitis
bakteri, jamur, dan trauma kimia. Virus herpes dapat ditemukan pada vesikel
dan dapat dibiakkan. Pada keadaan tidak terdapat lesi dapat diperiksa antibodi
HSV. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pusat-pusat penelitian
adalah :
1. Mikroskop cahaya
Sampel berasal dari sel-sel di dasar lesi, atau apusan pada permukaanmukosa, atau dari biopsi, mungkin ditemukan intranuklear inklusi
(Lipshutz inclusion bodies). Sel-sel yang terinfeksi dapat menunjukkan sel
yang membesar menyerupai balon (balloning) dan ditemukan fusi.
2. Kultur virus
Sampel berasal dari cairan vesikel pada lesi (+) untuk HSV adalah cara
yang paling baik karena paling sensitif dan spesifik dibanding dengan
cara-cara lain. HSV dapat berkembang dalam 2-3 hari. Jika tes ini (+),
14
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 15/26
hampir 100% akurat, khususnya jika cairan virus dalam sel ditunjukkan
dengan terjadinya granulasi sitoplasmik, degenerasi balon dan sel raksasa
berinti banyak. Sejak virus sulit untuk berkembang, hasil tesnya sering (-).
Namun cara ini memiliki kekurangan karena waktu pemeriksaan yang
lama dan biaya yang mahal.
3. Mikroskop elektron
Mikroskop elektron tidak sensitif mendeteksi HSV, kecuali pada kasus
dengan cairan pada vesikel mengandung 108 atau lebih partikel per
millimeter.
4. Pemeriksaan antigen langsung
Sel-sel dari spesimen dimasukkan dalam aseton yang dibekukan. Tapi
yang lebih sensitif adalah dengan menggunakan cahay elektron (90%
sensitif, 90% spesifik) tetapi tidak dapat dicocokkan dengan kultur virus.
5. Serologi
Menggunakan Enzyme-Linked Immunosorbent Assays (ELISAs) dan HSV-
II serologic assay, immunofluoresensi, immunoperoksidasi dapat
mendeteksi antibodi yang melawan virus. Tes ini dilakukan secara
imunologik memakai antibodi poliklonal atau monoklonal. Deteksi antigen
secara langsung dari spesimen sangat potensial, cepat dan dapat
merupakan deteksi paling awal pada infeksi HSV. Pemeriksaan
imunoperoksidase tak langsung dan imunofluoresensi langsung memakai
antibodi poliklonal memberikan kemungkinan hasil positif palsu dan
negatif palsu. Dengan memakai antibodi monoklonal pada pemeriksaan
imunofluoresensi, dapat ditentukan tipe virus. Pemeriksaan antibodi
monoklonal dengan cara mikroskopik imunofluoresein tidak langsung dai
kerokan lesi, sensitifitasnya 78% - 88%. Pemeriksaan dengan cara ELISA
adalah pemeriksaan untuk menemukan antigen HSV. Pemeriksaan ini
sensitifitasnya 95% dan sangat spesifik, tapi dapat berkurang jika
spesimen tidak segera diperiksa. Tes ini memerlukan waktu 4,5 jam. Tes
ini juga dapat dipakai untuk mendeteksi antibodi terhadap HSV dalam
serum penderita. Tes ELISA ini merupakan tes alternatif yang terbaik di
15
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 16/26
samping kultur karena mempunyai beberapa keuntungan seperti hasilnya
cepat dibaca, dan tidak memerlukan tenaga ahli.
6. Deteksi DNA HSV
Menggunakan PCR dari cairan vesikel. Cairan vesikel mengandung sel
manusia dan partikel virus. PCR adalah teknik yang mendeteksi jumlah
kecil dari DNA dan dapat menginformasikan bahwa virus herpes terdapat
pada vesikel.
7. Kultur Virus
Pada percobaabn Tzank dengan pewarnaan Giemsa atau Wright, dapat
ditemukan sel datia berinti banyak dan badan inklusi intranuklear. Tes
Tzank dari lesi kulit dapat menunjukkan hasil yang konsisten dengan
infeksi herpes virus.
2.8 DIAGNOSIS BANDING
Tabel 1. Perbedaan antara Keratitis Herpes Simpleks dan Herpes Varisella Zoster
Herpes Simpleks Virus Herpes Zoster Virus
Distribusi dermatom Lengkap Lengkap
Sakit Sedang Parah
Morfologi dendrit Ulserasi sentral dengan
lampu terminal; geografis
dihadapan kortikosteroid
Kecil tanpa ulserasi pusat
atau lampu terminal; plak
lendir dendritiform terjadi
kemudian
16
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 17/26
Kulit bekas luka Tidak ada Umum
Post herpetic neuralgia Tidak ada Umum
Atrofi iris Setengah-setengah sektoral
Keterlibatan bilateral Luar biasa Tidak ada
Keratitis epitel berulang Umum Jarang
Hipostesia kornea Sektoral atau menyebar Bisa berat
2.9 PENATALAKSANAAN
Terapi keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi virus
didalam kornea, sambil memperkecil replikasi efek merusak akibat respon radang.
1. Debridement
Cara efektif mengobati keratitis dendritik adalah debridement epitelial,
karena virus berlokasi di dalam epitel. Debridement juga mengurangi beban
antigenik virus pada stroma kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea,
namun epitel terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan
aplikator berujung kapas khusus. Yodium atau eter topikal tidak banyak
manfaat dan dapat menimbulkan keratitis kimiawi.
Obat siklopegik seperti atropi 1 % atau homatropin5% diteteskan
kedalam sakus konjugtiva, dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien hars
diperiksa setiap hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh
umumnyadala 72 jam. Pengobatan tabahan dengan anti virus tpikal
mempercepat pemulihan epitel. Terapi obat topikal tanpa debridement epitel
pada keratitis epitel memberi keuntungan karena tidak perlu ditutup, namun
ada kemungkinan pasien menghadapi berbagai keracunan obat.
2. Terapi obat
A. Anti virus topikal
• Idoxuridine
Sering digunakan untuk infeksi pada epitel kornea. Infeksi yangditandai dengan timbulnya gambaran dendritik lebih memberikan
17
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 18/26
respon yang baik dengan menggunakan obat ini daripada infeksi pada
stroma. Idoxuridine merupakan analog dari thymidine. Obat ini
menghambat sintesis DNA virus dan manusia, sehingga toksik untuk
epitel normal dan tidak boleh digunakan lebih dari 2 minggu. Terdapat
dalam larutan1% dan diberikan setiap jam. Salep 0,5% diberikan setiap
4 jam. Resistensi terhadap obat ini dilaporkan terdapat pada 1,5 – 4%
kasus. Obat ini sering menimbulkan efek samping antara lain keratitis
pungtata, dermatitis kontakta, konjungtivitis folikularis, dan oklusi
pungtum lakrimalis.
• Vidarabine
Suatu turunan dari adenin yang cara kerjanya dengan menghambat
sintesis DNA virus pada tahap awal. Hanya terdapat dalam bentuk
salep 3% yang diberikan lima kali sehari. Apabila tidak ada tanda
perbaikan setelah 7 hari pemakaian atau dalam 21 hari proses
reepitelisasi tidak sempurna maka pertimbangkan untuk memakai obat
lain.
• Trifluridine
Merupakan analog dari thymidine, menghambat DNA polymerase
virus. Trifluridine dapat berpenetrasi dengan baik melalui kornea dan
lebih manjur ( tingkat kesembuhan 95% dibandingkan dengan obat
topikal yang lain. Obat ini jauh lebih efektif untuk penyakit stroma
daripada yang lain. Terdapat dalam larutan 1% diberikan setiap 4 jam.
Apabila tidak ada respon setelah 7 – 14 hari pemakaian obat ini makadapat dipertimbangkan untuk menggunakan obat lain. Seperti
Idoxuridine, obat ini sering menimbulkan reaksi toksik.
• Acyclovir
Obat ini merupakan derivat guanin. Di dalam sel yang terinfeksi
virus herpes, acyclovir mengalami fosforilasi menjadi bentuk aktif acyclovir – trifosfat, 30 – 100 kali lebih cepat dari pada di dalam sel
18
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 19/26
yang tidak terinfeksi. Acyclovir trifosfat bekerja sebagai penghambat
dan sebagai substrat dari herpes secified DNA polymerase sehigga
mencegah sintesis DNA dari virus lebih lanjut tapa mempengaruhi
proses sel yang normal.
Acyclovir oral ada manfaatnya utuk pengobatan penyakit herpes
mata berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap
penyakit herpes mata dan kulit agresif ( aczema herpeticum ). Terdapat
dalam betuk tablet 400mg 5x/hari per oral, dan topikal dalam bentuk
salep 3 % yang diberikan tiap 4jam. Sama efektifnya dengan antivirus
lain akan tetapi dengan efek samping yang minimal.
Trifluridine dan acyclovir jauh lebih efektif untuk penyakit stroma dari
pada yang lain. Idoxuridine dan trifluridine sering kali menimbulkan reaksi
toxik. Acyclovir oral ada manfaatnya untuk pengobatan penyakit herpes mata
berat, khususnya pada orang atopik yang rentan terhadap penyakit herpes mata
dan kulit agresif (eczema herpeticum). Study multicenter terhadap efektivitas
acyclovir untuk pengobatan keratouveitis herpes simpleks dan pencegahan
penyakit rekurens kini sedang dilaksanakan (herpes eye disease study).
B. KORTIKOSTEROID
Replikasi virus dalam pasien imunokompeten, khususnya bila
terbatas pada epitel kornea, umumnya sembuh sendiri dan pembentukan
parut minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal tidak perlu,
bahkan berpotensi sangat merusak. Kortikosteroid topikal dapat juga
mempermudah perlunakan kornea, yang meningkatkan risiko perporasi
kornea. Jika memang perlu memakai kortikosteroid topikal karena hebatnya
respon peradangan, penting sekali ditambahkan obat anti virus
secuukupnya untuk mengendalikan replikasi virus.
3. Bedah
Keratoplasti penetrans mungkin diindentifikasi untuk rehabilitasi
penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea berat, namun hendaknya
dilakukan beberapa bulan setelah penyakit herpes non aktif. Pasca bedah,
19
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 20/26
infeksi herpes rekurens dapat timbul karena trauma bedah dan kortikosteroid
topikal yang diperlukanuntuk mencegah penolakantransplantasi kornea. Juga
sulit dibedakan penolakan transplantasi kornea dari penyakit stroma rekurens.
Perforasi kornea akibat penyakit herpes stroma atau superinfeksi
bakteri atau fungi mungkin memerlukan keratoplasti penetrans darurat.
Pelekat jaringan sianokrilat dapat dipakai secara efektif untuk menutup perfosi
kecil dan graft “petak” lamelar berhasil baik pada kasus tertentu. Keratoplasi
lamelar memiliki keuntungan dibanding keratoplasti penetrans karena lebih
kecil kemungkinan terjadi penilakan transparant. Lensa kontak lunak untuk
terapi atau mungkin diperlukan untuk pemulihan defek epitel yang terdapat
pada keratitis herpes simplek.
4. Pengendalian infeksi keratitis herpes simpleks berulang
Infeksi HSV rekurens pada mata banyak dijumpai kira – kira sepertiga
kasus dalam 2 tahun serangan pertama. Sering dapat ditemukan mekanisme
pemicunya. Setelah dengan teliti mewawancarai pasien. Begitu ditemukan,
pemicu itu dapat dihindari. Aspirin dapat dipakai untuk mencegah demam,
pajanan berlebihan terhadap sinar matahari atau sinar UV dapat dihindari.
Keadaan – keadaan yang dapat menimbulkan strea psikis dapat dikurangi. Dan
aspirin dapat diminum sebelum menstruasi.
2.10 KOMPLIKASI
HSV mempengaruhi semua lapisan kornea. Epitelisasi dipengaruhi
oleh pengobatan antiviral topikal yang berkepanjangan, dan tingkat keparahan
dan durasi secara langsung berkaitan dengan durasi penggunaan antivirus.
Toksisitas topikal antivirus paling sering muncul sebagai diffuse punctata
dengan injeksi konjugtiva. Keratopati neurotropic dapat berkembang pada
pasien dengan infeksi herpes sebelumnya. Erosi punctata epitelial, tampak
pada pewarnaan flouresin, pada keadaan yang lebih kronis tampak pula
generasi epitel dan ulkus neurotropik yang merupakan ciri keratopatineurotropik. Ulkus ini dapat dibedakan dari keratitis epitel herpetik dan
20
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 21/26
relative tidak berubah dengan pewarnaan. Ulkus neurotropik biasanya bulat
atau oval dan terletak di kornea pusat atau lebih rendah.
Keratitis disiform berat atau lama dapat mengakibatkan keratopati
bulosa persisten. Peradangan stroma pada umumnya, apakah intersisial atau
nekrosis, umumnya mengarah ke jaringan parut kornea permanen dan
astigmatisme irregular. Baik jaringan parut dan astigmatisme dapat diperbaiki
dengan berjalannya waktu pada beberapa pasien. Pemakaian lensa kontak
biasanya meningkatkan ketajaman penglihatan.
2.11 PROGNOSIS
Bila diobati sedini mungkin dan dengan pengobatan yang baik maka
prognosisnya akan baik. Penyakit ini dapat kambuh kembali, bila terdapat
bermacam-macam trigger mechanism seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya. Antibodi yang terbentuk dalam tubuh tidak mencegah adanya
kekambuhan, hanya mengubah manifestasi di kulit dan konjugtiva, namun
tidak dikornea. Tidak ada obat yang dapat mematikan virus dengan tuntas,
sehingga kekambuhan dapat terjadi berulang-ulang.
BAB III
KESIMPULAN
Keratitis Herpes Simpleks adalah peradangan kornea akibat infeksi Herpes
Simpleks Virus (HSV). Ada dua tipe virus herpes simpleks berdasarkan perbedaan
antigenik dan perbedaan sitopatologi yang timbul pada jaringan, yaitu HSV tipe 1
(HSV-1) dan HSV tipe 2 (HSV-2). Infeksi HSV pada kornea lebih banyak disebabkan
oleh HSV-1 (penyebab herpes labialis), tetapi beberapa kasus pada bayi dan dewasa
disebabkan oleh HSV-2. Keratitis herpes simpleks berdasarkan mekanisme kerjanya
dibagi dalam 2 bentuk yaitu epitelial dan stromal. Sedangkan berdasarkan akibat
21
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 22/26
infeksinya dapat dibedakan atas 2 bentuk, yaitu infeksi primer dan infeksi rekuren
(kekambuhan).
Gejala klinis yang dapat ditimbulkan pada herpes simplek primer yaitu
blefarokonjungtivitis vesicular (jarang) dan biasa terjadi pada anak-anak yang dapat
sembuh sendiri. Serangan keratitis herpes jenis rekurens umumnya dipicu oleh
demam, pajanan sinar yang berlebihan terhadap cahaya sinar UV, trauma, stress
psikis, awal menstruasi, atau keadaan imunosupresi lokal atau sistemik lainnya.
Umumnya unilateral, namun lesi bilateral dapat terjadi dengan gejala iritasi, fotofobia,
mata berair. Bila kornea bagian sentral terkena akan terjadi sedikit gangguan
penglihatan. Lesi yang khas pada keratitis herpes simpleks yaitu ulkus dendritik.
Selain itu juga terdapat lesi yang lain berupa ulkus geografik, keratits trofik, keratitis
disiformis dan keratitis nekrotik (infiltratif).
Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu dengan uji flouresin dan uji sensibilitas
kornea. Sedangkan pemeriksaan penunjangnya dengan menggunakan kultur virus dan
PCR. Penatalaksanaan keratitis HSV hendaknya bertujuan menghentikan replikasi
virus didalam kornea, serta memperkecil replikasi efek merusak akibat respon radang.
Terapinya mencakup debridemenet, obat (antivirus dan kortikosteroid), bedah dan
pengendalian infeksi keratitis herpes simpleks berulang. Komplikasi dari keratitis
herpes simpleks dapat berupa keratopati neurotropik, keratopati bulosa persisten,
jaringan parut kornea permanen dan astigmatisme irregular. Bila diobati sedini
mungkin maka prognosis yang dihasilkan akan baik. Penyakit ini dapat kambuh
kembali jika terdapat trigger mechanism. Tidak ada obat yang dapat mematikan virus
secara tuntas, sehingga kekambuhan dapat terjadi. Antibodi yang telah terbentuk tidak
mencegah kekambuhan yang ada.
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi Ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. Hal 150-151.
2. James, Bruce, et al. 2003. Lecture Note On Ophtalmology, 9th Edition. USA:
Blackwell Publishing. Page 71-74.
3. Jay, Woody Robert. Eye Herpes (Herpes Simplex Keratitis). American
Academy Of Ophtalmology. Available at October 15 2011.
http://www.emedicinehealth.com/eyeherpes/article em.htm
22
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 23/26
4. Vaughan & Asbury. General Ophtalmology, 17 th Edition. Mc Graw-Hill.
London: 2007.
5. Melvin, I Roat MD. Herpes Simplex Keratitis. Available at October 15 2011.
http//www.merckmanuals.com/professional/sec09/ch102d.html6. Vaughan, Daniel G, Asbury Tylor, dkk. 2000. Oftalmologi Umum, Edisi 14.
Jakarta: Widya Medika. Hal: 131-134.
7. Ilyas, Sidarta. 2008. Sari Ilmu Penyakit Mata, Edisi keempat . Jakarta: Balai
Penerbit FKUI. Hal: 46-48.
8. Douglas J Coster. 2002. Fundamental of Clinical Ophtalmology- Cornea. BMJ
Books. Tavistock Square, London. Page 102-107.
9. Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media
Aesculapius FKUI. Hal: 56
10. American Academy of Ophthalmology. Externa disease and cornea, San
Fransisco 2006-2007 : 8-12, 157-60.
11. Ilyas, Sidarta. 2003. Dasar Teknik Pemeriksaan Dalam Penyakit Mata.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
REFERAT
23
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 24/26
Pembimbing :
Dr. Wawin Wilman, Sp.M
Dr. Juniani
Disusun Oleh :
Shaza Fadhilah
1102005242
KEPANITERAAN ILMU KESEHATAN MATA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH ARJAWINANGUN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI
PERIODE 17 OKTOBER 2011 – 19 NOVEMBER 2011
24
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 25/26
25
5/11/2018 REFRAT mata shaza - slidepdf.com
http://slidepdf.com/reader/full/refrat-mata-shaza 26/26
26