refrat_radiologi_2

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    1/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    I.1 LATAR BELAKANG

    Appendisitis merupakan penyakit bedah mayor yang sering terjadi. Appendisitis paling

    sering terjadi pada usia remaja dan dewasa muda. Insidens appendisitis akut di negara maju

    lebih tinggi daripada negara berkembang, namun pada tiga empat dasawarsa ini menurun

    secara bermakna. Kejadian ini disebabkan oleh meningkatnya penggunaan makanan berserat

    dalam menu sehari-hari.

    Apendiks disebut juga umbai cacing, sedangkan appendisitis merupakan peradangan

    pada apendiks yang berlokasi dekat katub iileosekal. Peradangan dimulai oleh obstruksi dari

    fekalit (suatu massa seperti batu yang terbentuk dari feses), atau infeksi bakterial supuratif.

    Sebagian kecil apendiks dapat menjadi membengkak atau nekrosis mengenai seluruh

    apendiks. Bila ditemukan appendisitis maka dilakukan operasi apendiktomi.

    Gejala dan tanda-tanda lokal dari serangan adalah sakit perut yang sering kambuh,

    mual-muntah, nyeri tekan (terutama di perut kanan bawah), leukosit PMN meningkat,

    konstipasi, kaki kanan fleksi karena nyeri. Jika apendiks ini mengalami perforasi paling

    tinggi pada orang lanjut usia komplikasi utama adalah sepsis luka. Bila appendisitis tidak

    mendapatkan pengobatan yang baik tidak menuntut kemungkinan muncul komplikasi antara

    lain : abses, sumbatan usus akut, ileus dan peritonitis. Oleh karena itu sangat perlunya

    penegakkan diagnosis yang tepat sehingga dapat mencapai penatalaksanaan yang tepat dan

    cepat juga. Hal ini dapat diketahui melalui anamnesa serta pemeriksaan fisik, dan terkadang

    diperlukannya juga pemeriksaan penunjang diantara lain foto polos abdomen,appendicogram, USG serta Ct Scan. Dalam refrat ini akan menjelaskan tentang teknik dan

    gambaran appendicogram untuk membantu diagnosis appendisitis secara lebih terperinci dan

    beberapa pemeriksaan radiologis lainnya yang bisa dilakukan untuk membantu diagnosis

    appendisitis.

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    2/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 2

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    II.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

    Apendiks merupakan organ berbentuk tabung, panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-

    15), dan berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian

    distal. Namun demikian, pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan

    menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insidens

    apendisitis pada usia itu. Menurut Helmut (1988) posisi apendiks sangat bervariasi, sehingga

    kemungkinan sulit untuk menentukan posisi normal apendiks. Macam-macam posisiapendiks:

    1. Posisi retrocecal (kira-kira 65%)2. Posisi pelvic/apendiks tergantung menyilang linea terminal masuk ke pelvis minor, tipe

    desenden 31%

    3. Posisi paracolica/apendiks terletak horizontal dibelakang sekum (2%)4. Posisi preileal/apendiks di depan ujung akhir ileum (1%)5. Posisi post ileal/appendiks di belakang ujung akhir ileum (1%)

    Gambar 1 Lokasi Apendiks

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    3/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 3

    Gambar 2 anatomi sistem pencernaan

    Secara histologi, struktur appendiks sama dengan usus besar. Kelenjar submukosa dan

    mukosa dipisahkan dari lamina muskularis. Diantaranya berjalan pembuluh darah dan

    kelenjar limfe. Bagian paling luar apendiks ditutupi oleh lamina serosa yang berjalan

    pembuluh darah besar yang berlanjut ke dalam mesoapendiks. Bila letak apendiks retrosekal,

    maka tidak tertutup oleh peritoneum viserale.

    Persarafan parasimpatis berasal dari cabang n.vagus yang mengikuti a.mesenterika

    superior dan a.apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari n.torakalis X. Oleh

    karena itu, nyeri viseral pada apendisitis bermula di sekitar umbilikus. Perdarahan apendiks

    berasal dari a.apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat,

    misalnya karena thrombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangrene.

    Apendiks menghasilkan lendir

    1-2 ml per hari. Lendir itu

    normalnya dicurahkan ke dalam

    lumen dan selanjutnya mengalir

    ke sekum. Hambatan aliran

    lendir di muara apendiks

    tampaknya berperan pada

    patogenesis apendisitis.

    Imunoglobulin sekreator yang

    dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran

    cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat efektif sebagai pelindung

    terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi sistem imun

    tubuh karena jumlah jaringan limfe di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya

    di saluran cerna dan di seluruh tubuh.

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    4/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 4

    II.2 APPENDISITIS

    II.2.1 Definisi

    Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Apendisitis akut adalah

    penyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,

    penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Apendisitis adalah kondisi dimana

    infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi

    banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.

    Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok ketika

    umbai cacing yang terinfeksi hancur.

    II.2.2 Epidemiologi

    Insiden apendisitis pada laki-laki dan perempuan umumnya sama, kecuali pada umur

    20-30 tahun laki-laki lebih sering. Apendisitis dapat mengenai semua umur tapi insiden pada

    anak kuran dari satu tahun jarang dilaporkan sedangkan insiden tertinggi ditemukan pada

    umur 20-30 tahun.

    II.2.3 Klasifikasi

    Apendisitis akut , dibagi atas: Apendisitis akut fokalis atau segmentalis, yaitu setelah

    sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis purulenta difusi yaitu sudah bertumpuk nanah

    (Docstoc, 2010). Apendisitis kronis, dibagi atas: Apendisitis kronis fokalis atau parsial,

    setelah sembuh akan timbul striktur lokal. Apendisitis kronis obl iterit iva yaitu apendiks

    miring, biasanya ditemukan pada usia tua.

    II.2.4 Etiologi

    Apendisitis akut merupakan infeksi bakteria. Berbagai hal berperan sebagai faktor

    pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor

    pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris

    dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan

    apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.

    Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat

    dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    5/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 5

    intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya

    pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya

    apendisitis akut.

    II.2.5 Patofisiologi

    Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hiperplasia

    folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya,

    atau neoplasma. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami

    bendungan. Makin lama mukus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding apendiks

    mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intraluminal. Tekanan

    yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe, yang mengakibatkan edema,

    diapedesis bakteri, dan ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang

    ditandai oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus

    meningkat, sehingga menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan

    menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritonium setempat

    sehingga menimbulkan nyeri di daerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis

    supuratif akut.

    Bila kemudian aliran arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti

    dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding yang telah

    rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi. Bila semua proses ini berjalan lambat,

    omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga timbul suatu

    masa lokal yang disebut infiltrat apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi

    abses atau menghilang.

    II.2.6 Gejala Klinis

    Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh radang mendadak

    umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai maupun tidak disertai rangsang

    peritoneum lokal. Gejala klasik apendisitis ialah nyeri samar-samar dan tumpul yang

    merupakan nyeri viseral di daerah epigastrium di sekitar umbilikus. Keluhan ini sering

    disertai mual dan kadang ada muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam

    nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik Mc. Burney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam

    dan lebih jelas letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat. Kadang tidak ada nyeri

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    6/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 6

    epigastrium, tetapi terdapat konstipasi sehingga penderita merasa memerlukan obat pencahar.

    Tindakan itu dianggap berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.

    Bila letak apendiks retrosekal retroperitoneal, karena letaknya terlindung oleh sekum, tanda

    nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri

    lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas

    mayor yang menegang dari dorsal.

    Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda

    rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltis meningkat, pengosongan rektum akan

    menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih,

    dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing karena rangsangan dindingnya.

    II.2.7 Diagnosis

    Pada anamnesis penderita akan mengeluhkan nyeri atau sakit perut. Ini terjadi karena

    hiperperistaltik untuk mengatasi obstruksi dan terjadi pada seluruh saluran cerna, sehingga

    nyeri viseral dirasakan pada seluruh perut. Muntah atau rangsangan viseral akibat aktivasi

    n.vagus. Obstipasi karena penderita takut untuk mengejan. Panas akibat infeksi akut jika

    timbul komplikasi. Gejala lain adalah demam yang tidak terlalu tinggi, antara 37,5 -38,50C.

    Tetapi jika suhu lebih tinggi, diduga sudah terjadi perforasi.

    Pada pemeriksaan fisik yaitu pada inspeksi, penderita berjalan membungkuk sambil

    memegangi perutnya yang sakit, kembung bila terjadi perforasi, dan penonjolan perut bagian

    kanan bawah terlihat pada apendikuler abses.

    Pada palpasi, abdomen biasanya tampak datar atau sedikit kembung. Palpasi dinding

    abdomen dengan ringan dan hati-hati dengan sedikit tekanan, dimulai dari tempat yang jauh

    dari lokasi nyeri. Status lokalis abdomen kuadran kanan bawah:

    Nyeri tekan (+) Mc. Burney. Pada palpasi didapatkan titik nyeri tekan kuadran kanan

    bawah atau titik Mc. Burney dan ini merupakan tanda kunci diagnosis.

    Nyeri lepas (+) karena rangsangan peritoneum. Rebound tenderness (nyeri lepas tekan)

    adalah nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah saat tekanan secara tiba-tiba dilepaskan

    setelah sebelumnya dilakukan penekanan perlahan dan dalam di titik Mc. Burney.

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    7/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 7

    Defens muskuler (+) karena rangsangan m. Rektus abdominis. Defence muscular adalah

    nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum

    parietale.

    Rovsing sign (+). Rovsing sign adalah nyeri abdomen di kuadran kanan bawah apabila

    dilakukan penekanan pada abdomen bagian kiri bawah, hal ini diakibatkan oleh adanya nyeri

    lepas yang dijalarkan karena iritasi peritoneal pada sisi yang berlawanan.

    Psoas sign (+). Psoas sign terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh

    peradangan yang terjadi pada apendiks.

    Obturator sign (+). Obturator sign adalah rasa nyeri yang terjadi bila panggul dan lutut

    difleksikan kemudian dirotasikan ke arah dalam dan luar secara pasif, hal tersebut

    menunjukkan peradangan apendiks terletak pada daerah hipogastrium.

    Pada perkusi akan terdapat nyeri ketok. Auskultasi akan terdapat peristaltik normal,

    peristaltik tidak ada pada illeus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis

    perforata. Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi

    kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik usus. Pada pemeriksaan

    colok dubur (Rectal Toucher) akan terdapat nyeri pada jam 9-12.

    Selain itu, untuk mendiagnosis apendisitis juga dapat digunakan skor Alvarado, yaitu:

    Tabel 2.1. Skor Alvarado

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    8/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 8

    II.2.8 Pemeriksaan Penunjang

    Pada pemeriksaan laboratorium darah, biasanya didapati peningkatan jumlah leukosit

    (sel darah putih). Urinalisa diperlukan untuk menyingkirkan penyakit lainnya berupa

    peradangan saluran kemih. Pada pasien wanita, pemeriksaan dokter kebidanan dan

    kandungan diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis kelainan peradangan saluran

    telur/kista indung telur kanan atau KET (kehamilan diluar kandungan).

    Pemeriksaan radiologi berupa foto barium usus buntu (Appendicogram) dapat

    membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) didalam lumen usus

    buntu. Pemeriksaan USG (Ultrasonografi) dan CT scan bisa membantu dakam menegakkan

    adanya peradangan akut usus buntu atau penyakit lainnya di daerah rongga panggul. Namun

    dari semua pemeriksaan pembantu ini, yang menentukan diagnosis apendisitis akut adalah

    pemeriksaan secara klinis. Pemeriksaan CT scan hanya dipakai bila didapat keraguan dalam

    menegakkan diagnosis. Pada anak-anak dan orang tua penegakan diagnosis apendisitis lebih

    sulit dan dokter bedah biasanya lebih agresif dalam bertindak (Sanyoto, 2007). Berikut

    adalah pemeriksaan radiologis yang dilakukan pada kasus appendisitis dengan keadaan klinis

    tidak jelas atau menampilkan komplikasi.

    1. Foto Polos AbdomenSaat ini foto polos abdomen dianggap tidak spesifik dan tidak direkomendasikan

    kecuali ada kelainan yang membutuhkan pemeriksaan foto polos abdomen (seperti

    perforasi, obstruksi usus, atau batu ureter). Kurang dari 50% pasien dengan appendisitis

    akan menampakkan tanda spesifik apendisitis pada foto polos abdomen. Temuan spesifik

    pada foto polos abdomen adalah adanya apendikolith. Apendikolith terkalsifikasi tercatat

    pada + 1/5 sampai 1/3 pada anak-anak dan kurang lebih 10% pada dewasa. Apendikolith

    tampak soliter, oval, densitas kalsifikasi pada kuadran bawah kanan, ukurannya dapatmencapai 2 cm, terkadang dapat berbentukshell likeatau laminated. Temuan lain adalah

    ketidakjelasan otot psoas kanan, colon cut off sign, distensi/dilatasi terisolasi pada loop

    terminal ileum sekum, dan kolon asenden (kurang sering) dengan air fluid level. Apabila

    terjadi perforasi apendiks atau perisekal abses dapat terlihat gambaran gelembung udara

    atau kumpulan gelembung udara.

    Tanda dari apendisitis akut:

    Kalsifikasi apendiks(0,5-6cm) Sentinel loop pelebaran ileum atonik berisi air fluid level

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    9/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 9

    Dilatasi sekum Preperitoneal fat line yang melebar dan /kabur Kaburnya region kanan bawah, mengacu pada cairan dan edema Skolisis konkaf ke kanan Massa kuadran bawah kanan yang mendesak sekum Kaburnya batas muskulus psoas kanan (tidak khas) Udara pada apendiks (tidak khas)

    Gambar 3. Plain radiographic image of the abdomen revealing an appendicolith (arrow) in the

    right lower quadrant.

    2. Appendicogram2.1Definisi

    Appendicogram adalah suatu teknik radiografi untuk menunjukkan anatomi

    apendiks dengan menggunakan media kontras positif barium sulfat yang dapat

    membantu melihat terjadinya sumbatan atau adanya kotoran (skibala) di dalam

    lumen usus buntu. Dapat dilakukan secara oral dan anal.

    2.2Tujuan1)Melihat lumen dan mukosa apendiks2)Penebalan dinding mukosa apendiks

    http://bp3.blogger.com/_AKkLjBlqn0c/RnzAbBYV5UI/AAAAAAAAAAM/dRgYK-px5rA/s1600-h/app1.jpg
  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    10/23

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    11/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 11

    Proyeksi AP/PA

    Posisi pasien:

    Supine/prone diatas meja pemeriksaan dengan bantal di kepala.MSP tubuh berada pada garis tengah meja pemeriksaan.Kedua kaki lurus, dibawah knee diberi pengganjal.Kedua tangan diletakkan di samping badan.

    Posisi obyek:

    Abdomen true AP/PAPastikan tidak ada rotasi.Processus xympoideus dan simpisis pubis masuk.Central Ray : Arah sinar tegak lurus kaset.FFD : 90-100 cm.Central Point : setinggi crista illiaca.Ekspirasi tahan nafas.Luas lapangan penyinaran secukupnya.

    Gambar 4 Posisi PA/AP

    http://1.bp.blogspot.com/_EibTHldYDRU/S2JmmLqn7II/AAAAAAAAANU/GB8X11iFPUo/s1600-h/2.jpg
  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    12/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 12

    Gambar 5

    Struktur yang tampak:

    Colon bagian transversum harus diutamakan terisi barium padaposisi PA dan terisi udara pada posisi AP dengan teknik double

    contrast.

    Seluruh luas usus harus nampak termasuk flexure olic kiri.RPO (Right Posterior Oblique)

    Posisi pasien:

    Supine diatas meja pemeriksaan. MSP tubuh berada pada garis tengah meja. Kaki kanan dilipat, kaki kiri lurus. Tubuh pasien agak miring dengan sebelah kanan tubuh menempel

    pada meja pemeriksaan dengan sudut 35-450.

    Posisi obyek:

    Letakkan bantal di atas kepala. Fleksikan siku dan letakkan di depan tubuh. Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdomen bagian

    kiri dan kanan sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan.

    Central Ray:

    Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi crista illiaca dan sekitar2,5 cm lateral menuju MSP.

    FFD : 90-100 cm. Central Point: umbilikus atau setinggi lumbal 3-4.

    http://2.bp.blogspot.com/_EibTHldYDRU/S2Jm5gsBBBI/AAAAAAAAANY/8eJlbiXIBSQ/s1600-h/3.jpg
  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    13/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 13

    Eksposi: Ekspirasi tahan nafas. Luas lapangan penyinaran secukupnya.

    Gambar 6 Posisi (Right Posterior Oblique)

    Struktur yang tampak:

    Colicflexure kiri dan descending portions harus terlihat terbukatanpa superimposition yang significant.

    LPO (Left Posterior Oblique)Posisi pasien:

    Supine di atas meja pemeriksaan. MSP tubuh berada pada garis tengah meja. Kaki kiri dilipat, kaki kanan lurus.

    http://4.bp.blogspot.com/_EibTHldYDRU/S2JnjKJHKLI/AAAAAAAAANg/1Y8qkuuiyGA/s1600-h/4.jpghttp://4.bp.blogspot.com/_EibTHldYDRU/S2JnjKJHKLI/AAAAAAAAANg/1Y8qkuuiyGA/s1600-h/4.jpg
  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    14/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 14

    Tubuh pasien agak miring dengan sebelah kiri tubuh menempelpada meja pemeriksaan dengan sudut 35-450.

    Posisi pasien:

    Letakkan bantal di atas kepala.

    Fleksikan siku dan letakkan di depan tubuh. Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdomen bagian

    kanan dan kiri sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan.

    Central Ray:

    Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi crista illiaca dan sekitar2,5 cm lateral menuju MSP.

    FFD : 90-100 cm.

    Central Point : umbilikus atau setinggi lumbal 3-4.Eksposi:

    Ekspirasi tahan nafas. Luas lapangan penyinaran secukupnya. Setelah foto lanjutan pasien boleh makan (diet ringan). Tidak diperlukan foto post evakuasi.

    Gambar 7 Posisi LPO (Left Posterior Oblique)

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    15/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 15

    Non-fillingapendiks merupakan tanda non spesifik karena apendiks yang tidak

    terisi kontras dapat terjadi pada +10-20% pada orang normal. Keuntungan dari

    pemeriksaan ini dapat menegakkan diagnosis penyakit lain yang menyerupai

    appendisitis. Kerugian pemeriksaan ini adalah tingginya hasil non diagnostik,

    eksposi radiasi, sensitivitas yang tidak tinggi, pemeriksaan ini tidak cocok untuk

    pasien gawat darurat. Pemeriksaan appendicogram sekarang jarang dilakukan

    dalam kasus appendisitis pada era sonografi dan CT Scan.

    2.5Gambaran RadiologisAppendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram)

    merupakan apendisitis akut. Appendicogram dengan partial filling (parsial

    appendicogram) diduga sebagai apendisitis dan appendicogram dengan kontras

    yang mengisi apendiks secara total (positif appendicogram) merupakan apendiks

    yang normal.

    Appendicogram sangat berguna dalam diagnosis apendisitis akut, karena

    merupakan pemeriksaan yang sederhana dan dapat memperlihatkan visualisasi dari

    apendiks dengan derajat akurasi yang tinggi.

    Temuan appendicogram pada appendisitis: Non fillingappendiks. Irregularitas nodularitas dari appendiks yang memberikan gambaran edema

    mukosa yang disebabkan oleh karena inflamasi akut.

    Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

    Gambar 8 Normal appendix; barium enema radiographic examination. A complete contrast-filledappendix is observed (arrows), which effectively excludes the diagnosis of appendicitis.

    http://refimgshow%287%29/
  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    16/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 16

    Gambar 9 Pengisian penuh dengan kontras pada apendiks, apendiks normal

    Gambar 10.Appendisitis, apendiks tampak kecil dengan dinding irreguler

    3. USGTanda appendisitis akut pada USG:

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    17/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 17

    Struktur tubuler dengan ujung buntu pada titik nyeri Non-kompresible Diameter 6 mm atau lebih Tidak adanya peristaltic Appendikolith dengan bayangan akustik Ekogenesitas tinggi non-kompersible di sekitar lemak Cairan di sekitar lesi atau abses Edema pada ujung sekum

    Gambar 11 Apendiks normal

    Pada gambar 11 Struktur kompresible usus buntu berbentuk tabung dengan diameter luar kurang dari 6 mm

    Gambal 12 Appendisitis dengan penebalan dari dinding apendiks (> 6 mm)

    http://refimgshow%2818%29/http://refimgshow%2818%29/http://refimgshow%2818%29/
  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    18/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 18

    Gambar 13 Appendisitis dengan gambaran apendikolith (jarang terlihat dengan USG)

    4. CT-ScanPemeriksaan CT scan pada appendisitis mungkin dilakukan dengan memberikan

    kontras oral, rectal dan intravena atau tidak salah satu di atas. Biasanya pada pasien dengan

    lemak intra abdomen yang cukup, apendiks yang mengalami distensi dan inflamasi dari

    lemak peri apendiks dapat diidentifikasikan dengan mudah. Walaupun demikian, pada pasien

    kurus, diagnosis ini lebih sulit. Kenyataannya, ketiadaan lemak intra abdomen memberikanalasan yang paling sering terjadinya negatif palsu pada diagnosis appendisitis. Kegunaan

    kontras enteral menjadi paling penting pada pasien dengan lemak tubuh yang sedikit.

    Opasitas dari usus halus dengan pemberian kontras peroral memungkinkan untuk

    membedakan loop usus halus dari apendiks yang distensi, khususnya jika adanya perubahan

    inflamasi peri apendiks minimal. Sebagai tambahan, jika media kontras intravena diberikan

    maka penyangatan abnormal dari mukosa apendiks memberikan tanda diagnosis yang tepat.

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    19/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 19

    Picture 14 CT scan of a normal app endix in the right lower abdomen. The appendix normally connects

    with the right colon and contains air (this appears black on the scan)

    Gambar 15 CT scan tampak apendiks terinflamasi dengan appendikolith

    II.2.9 Diagnosis Banding

    Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis

    banding, seperti:

    Gastroenteritis

    Pada gastroenteritis, mual, muntah, dan diare mendahului rasa sakit. Sakit perut lebih ringan

    dan tidak berbatas tegas. Hiperperistaltis sering ditemukan. Panas dan leukositosis kurang

    menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    20/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 20

    Kelainan ovulasi

    Folikel ovarium yang pecah (ovulasi) mungkin memberikan nyeri perut kanan bawah pada

    pertengahan siklus menstruasi.

    Infeksi panggul

    Salpingitis akut kanan sering dikacaukan dengan apendisitis akut. Suhu biasanya lebih tinggi

    daripada apendisitis dan nyeri perut bagian bawah perut lebih difus.

    Kehamilan di luar kandungan

    Hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang tidak menentu. Jika ada

    ruptur tuba atau abortus kehamilan di luar rahim dengan pendarahan, akan timbul nyeri yangmendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.

    Kista ovarium terpuntir

    Timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa dalam rongga pelvis

    pada pemeriksaan perut, colok vaginal, atau colok rektal.

    Endometriosis ovarium eksterna

    Endometrium di luar rahim akan memberikan keluhan nyeri di tempat endometriosis berada,

    dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.

    Urolitiasis pielum/ ureter kanan

    Adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut menjalar ke inguinal kanan merupakan

    gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan.

    Penyakit saluran cerna lainnya

    Penyakit lain yang perlu diperhatikan adalah peradangan di perut, seperti divertikulitis

    Meckel, perforasi tukak duodenum atau lambung, kolesistitis akut, pankreatitis, divertikulitis

    kolon, obstruksi usus awal, perforasi kolon, demam tifoid abdominalis, karsinoid, dan

    mukokel apendiks.

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    21/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 21

    II.2.10 Penatalaksanaan

    Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang/apendisitis akut

    adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Alternatif lain operasi

    pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah laparoskopi., luka operasi lebih kecil,

    biasanya antara satu dan setengah sentimeter sehingga secara kosmetik lebih baik.

    II.2.11 Komplikasi dan Prognosis

    Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas

    maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami perdindingan sehingga berupa massa

    yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan letak usus halus.

    Kebanyakan pasien setelah operasi appendektomi sembuh spontan tanpa penyulit, namun

    komplikasi dapat terjadi apabila pengobatan tertunda atau telah terjadi peritonitis/peradangan

    di dalam rongga perut. Cepat dan lambatnya penyembuhan setelah operasi usus buntu

    tergantung dari usia pasien, kondisi, keadaan umum pasien, penyakit penyerta misalnya

    diabetes mellitus, komplikasi dan keadaan lainya yang biasanya sembuh antara 10 sampai 28

    hari.

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    22/23

    Fakultas Kedokteran

    Universitas Kristen Indonesia Page 22

    BAB IV

    KESIMPULAN

    Appendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis. Appendisitis akut adalahpenyebab paling umum inflamasi akut pada kuadran kanan bawah rongga abdomen,

    penyebab paling umum untuk bedah abdomen darurat. Appendisitis adalah kondisi dimana

    infeksi terjadi di umbai cacing. Dalam kasus ringan dapat sembuh tanpa perawatan, tetapi

    banyak kasus memerlukan laparotomi dengan penyingkiran umbai cacing yang terinfeksi.

    Bila tidak terawat, angka kematian cukup tinggi dikarenakan oleh peritonitis dan syok

    ketika umbai cacing yang terinfeksi hancur.

    Pemeriksaan radiologi yang dapat dilakukan untuk membantu mendiagnosis appendisitisantara lain foto polos abdomen, appendicogram, USG dan CT-Scan.

    Appendicogram dengan non-filling apendiks (negatif appendicogram) merupakanappendisitis akut. Appendicogramdengan partial filling (parsial appendicogram) diduga

    sebagai appendisitis dan appendicogram dengan kontras yang mengisi apendiks secara

    total (positif appendicogram) merupakan apendiks yang normal.

    Temuan appendicogrampada appendisitis:

    Non-filling apendiks Irregularitas nodularitas dari apendiks yang memberikan gambaran edema mukosa

    yang disebabkan oleh karena inflamasi akut

    Efek massa pada sekum serta usus halus yang berdekatan.

  • 8/13/2019 refrat_radiologi_2

    23/23

    Fakultas Kedokteran

    U i i K i I d i P 23

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Kartoleksono. Traktus Digestivus dan Biliaris dalam Radiologi Diagnostik. Edisi 2. Balai

    Penerbit FKUI:Jakarta. 2000. Hal 277-30

    2. Sutton, David. Textbook of Radiology and Imaging. 7thedition. Elsevier: London. 2003.

    Page 293-95

    3. Sibuea, W.H. Kegunaan Appendikogram Barium per Oral dalam Menegakkan Diagnosis

    Apendisitis Akut.http://perpustakaan.litbang.depkes.go.id/otomasi/index.php?p= show-

    detail&id=1409 (Accesed 11 June 2013)

    4. Lutfi Incesu, Lutfi. Appendicitis Imaging. www,medscape.com. (Accesed 11 June 2013)

    5. Artawijaya. Teknik pemeriksaan radiologis pada kasus appendisitis.

    http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/teknik-pemeriksaan-radiologi-pada-kasus.html.

    (Accesed 10 June 2013)

    6. Sjamsuhidajat, R., De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. EGC:Jakarta.2004. Hal 639-

    45

    7. Schwartz, Shires. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. EGC:Jakarta. 2000.Hal 437

    http://perpustakaan.litbang.depkes.go.id/otomasi/index.php?phttp://perpustakaan.litbang.depkes.go.id/otomasi/index.php?phttp://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/teknik-pemeriksaan-radiologi-pada-kasus.htmlhttp://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/teknik-pemeriksaan-radiologi-pada-kasus.htmlhttp://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/teknik-pemeriksaan-radiologi-pada-kasus.htmlhttp://perpustakaan.litbang.depkes.go.id/otomasi/index.php?p