Resensi Buku Pemberontakan Petani Banten 1888

  • Upload
    roichan

  • View
    381

  • Download
    11

Embed Size (px)

Citation preview

Resensi Buku Pemberontakan Petani Banten 1888

(diambil pada hari senin,06-05-2013)

Buku Pemberontakan Petani Banten 1888 adalah terjemahan dari disertasi Prof. Sartono Kartodirdjo yang berjudul The Peasants Revolt of Banten in 1888. Secara garis besar buku itu memang sangat menarik dan menyuguhkan tema baru dalam dunia historiografi di Indonesia. Terlebih lagi subjek kajian yang diambil Prof. Sartono. Seperti yang kita ketahui bahwa sebelumnya kita mengenal makna sejarah adalah milik orang besar, maka Prof. Sartono mengubah paradigma tersebut. Dalam buku Pemberontakan Petani Banten 1888 subjeknya bukanlah orang besar atau orang yang memiliki kekuasaan, melainkan kaum petani dan para buruh.

Melalui kajian social scientific approaching yang memang pertama kali diperkenalkan oleh Sartono juga, buku ini menggunakan pendekatan ilmu sosial dalam menjelaskan bagaimana peristiwa sejarah terjadi. Seperti yang diungkap Sartono bahwa kejadian-kejadian sosial yang bertemu akan membuat peristiwa sejarah, maka dalam buku ini pula Prof. Sartono menggabungkan beberapa kejadian-kejadian sosial yang terjadi sebelum adanya pemberontakan. Meski buku ini lebih menceritakan peristiwa pemberontakan, namun Prof. Sartono terlihat ingin memberitahukan cara pengaplikasian dari pendekatan ilmu-ilmu sosial dalam ilmu sejarah. Yang selanjutnya Prof. Sartono menerbitkan buku Pendekatan Ilmu Sosial dalam Metodologi Sejarah.

Jika dibandingkan dengan buku sejenis, tema bahasan maupun metodologi yang digunakan sudah cukup jauh berbeda dibanding yang lainnya. Prof. Sartono sudah terang ingin menghapus neerlandosentrism dalam sejarah Indonesia. Misal jika dalam buku Onghokham yang menjadi subjek kajiannya masih disekitaran priyayi dan petani, maka Sartono langsung hanya menjadikan petani sebagai objek. Meskipun dalam bukunya Sartono lebih banyak berhubungan dengan elit agama, yang memang sangat berpengaruh dalam peristiwa pemberontakan petani.

Satu poin yang paling menarik dalam buku ini dan patut diacungi jempol adalah keberanian Sartono dalam mengambil langkah baru dalam historiografi Indonesiasentris. Memang menurutnya historiografi Indonesiasentris dirasakan tidak applicable, maka agar bisa menjadi applicable dilakukanlah pendekatan metodologi sejarah melalui ilmu sosial lainnya. Bukan melalui teori Sartono menjelaskannya, namun melalui contoh karyanya. Buku Pemberontakan Petani Banten 1888 memang seolah-olah memberi contoh bagaimana kita menulis cerita sejarah yang berpandangan Indonesiasentris.

Tak ada gading yang tak retak, terasa pula kekurangan buku ini. Seperti yang sudah termafhum oleh setiap sejarawan, tulisan Sartono seringkali memang sulit untuk dipahami. Dalam versi aslinya The Peasants, Revolt of Banten in 1888, tulisan Sartono cukup sulit dipahami. Begitu pula dalam versi terjemahannya. Seringkali pembaca harus membaca kalimat berulang-ulang agar memahami makna kalimat tersebut. Namun secara keseluruhan penyajian buku ini cukup bagus. Apalagi dalam mempelajari historiografi Indonesiasentris.