19
RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN RENDAMAN SESAAT ABSTRACT Rice genotypes responses to flash flooding stress. Flood is one of abiotic stress in rice ecosystem especially at rainfed area in wet season. The major constraint cultivating rice in the flood-prone ecosystem is lack of tolerant varieties. The objectives of this research were to evaluate the tolerant level of several genotypes and to study the mechanism of rice to flash flooding stress. Research was conducted at Muara Experimental Farm of Indonesian Center of Rice Research, Bogor in wet season 2011/2012 and dry season 2012. The stress environment was compared to optimum environment. Experimental design was Randomized Complete Block Design with three replications. Two check varieties (FR13A/tolerant and IR42/susceptible) were also included in the experiment. Flash flooding stress, 35-days-old plants of 15 rice genotypes were submerged completely in water for 10 days. The result showed that one genotype which was tolerant to flash flooding stress was B13138-7-MR-2-KA-1. Precentage of recovery after 10-days submergence stress could be developed as early selection indicator to flash flooding stress since it was highly correlated with grain yield (r=0.86**) and easiest to observed. Mechanism of rice tolerance under flash flooding stress (complete submergence) were slower rate of plant height and carbohydrate content on rice stem remain unchange. Percentage of grain yield decrease on tolerant genotypes (B13138-7-MR-2-KA-1) only 20.24%, otherwise on susceptible check varieties (IR42) was reached until 86.48% compared to optimum environment. Key words: flash flooding stress, recovery, rice PENDAHULUAN Lingkungan yang rawan banjir atau cekaman rendaman pada umumnya adalah area pertanaman padi sawah tadah hujan selama musim hujan, terutama yang berada di dekat sumber air. Tanaman padi di lahan sawah tadah hujan sering mengalami penurunan produksi akibat terjadinya rendaman sesaat (flash flooding) pada fase vegetatif. Biasanya pada kondisi ini, tanaman terendam seluruh bagian (complete submergence) selama kurang dari dua minggu diakibatkan curah hujan yang cukup tinggi. Pada musim hujan (MH) 2009/2010, Direktorat Perlindungan Tanaman (2010) melaporkan banjir di Indonesia melanda 12 provinsi, menggenangi 34.220

RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62361/BAB III... · varietas lokal tersebut memiliki kelemahan, ... Pada penelitian ini, genotipe-genotipe

Embed Size (px)

Citation preview

19

RESPON GENOTIPE PADI TERHADAP CEKAMAN

RENDAMAN SESAAT

ABSTRACT

Rice genotypes responses to flash flooding stress. Flood is one of abiotic stress

in rice ecosystem especially at rainfed area in wet season. The major constraint

cultivating rice in the flood-prone ecosystem is lack of tolerant varieties. The

objectives of this research were to evaluate the tolerant level of several genotypes

and to study the mechanism of rice to flash flooding stress. Research was

conducted at Muara Experimental Farm of Indonesian Center of Rice Research,

Bogor in wet season 2011/2012 and dry season 2012. The stress environment was

compared to optimum environment. Experimental design was Randomized

Complete Block Design with three replications. Two check varieties

(FR13A/tolerant and IR42/susceptible) were also included in the experiment.

Flash flooding stress, 35-days-old plants of 15 rice genotypes were submerged

completely in water for 10 days. The result showed that one genotype which was

tolerant to flash flooding stress was B13138-7-MR-2-KA-1. Precentage of

recovery after 10-days submergence stress could be developed as early selection

indicator to flash flooding stress since it was highly correlated with grain yield

(r=0.86**) and easiest to observed. Mechanism of rice tolerance under flash

flooding stress (complete submergence) were slower rate of plant height and

carbohydrate content on rice stem remain unchange. Percentage of grain yield

decrease on tolerant genotypes (B13138-7-MR-2-KA-1) only 20.24%, otherwise

on susceptible check varieties (IR42) was reached until 86.48% compared to

optimum environment.

Key words: flash flooding stress, recovery, rice

PENDAHULUAN

Lingkungan yang rawan banjir atau cekaman rendaman pada umumnya

adalah area pertanaman padi sawah tadah hujan selama musim hujan, terutama

yang berada di dekat sumber air. Tanaman padi di lahan sawah tadah hujan sering

mengalami penurunan produksi akibat terjadinya rendaman sesaat (flash flooding)

pada fase vegetatif. Biasanya pada kondisi ini, tanaman terendam seluruh bagian

(complete submergence) selama kurang dari dua minggu diakibatkan curah hujan

yang cukup tinggi.

Pada musim hujan (MH) 2009/2010, Direktorat Perlindungan Tanaman

(2010) melaporkan banjir di Indonesia melanda 12 provinsi, menggenangi 34.220

20

ha sawah dan 8.577 ha diantaranya terendam sampai gagal panen atau puso. Studi

kasus di Provinsi Jawa Barat menunjukkan kehilangan hasil tertinggi akibat

bencana banjir terjadi pada lahan irigasi pada saat musim hujan, yaitu mencapai

9.6% (Dewandari dan Subagio 2009).

Secara umum tanaman padi tidak toleran jika seluruh bagian tanaman

terendam oleh air selama beberapa hari, namun terdapat beberapa varietas lokal

yang berasal dari daerah Asia Barat dan semenanjung Asia Tenggara yang

teridentifikasi toleran terhadap cekaman rendaman selama beberapa hari, antara

lain FR13A, Kurkaruppan, BKNFR dan Thavalu (Xu et al. 2006). Biasanya

varietas lokal tersebut memiliki kelemahan, yaitu produksinya rendah, rentan

terhadap hama dan penyakit, berumur dalam dan mutu beras tidak baik (Mackill

et al. 1993). IRRI telah berhasil memperoleh sejumlah galur dengan

menggunakan metode pemuliaan konvensional. Galur elit toleran rendaman yang

pertama dilepas oleh IRRI adalah IR49830 yang dikenal di Kamboja dengan nama

varietas Popoul (Mackill et al. 1999). Namun dalam perkembangannya varietas

tersebut mengalami kendala karena memiliki karakteristik mutu beras yang

kurang baik.

Sampai saat ini hanya ada satu varietas yang sangat toleran (skor 1)

terhadap cekaman rendaman, yaitu varietas FR13A. Varietas ini memiliki

toleransi yang tinggi terhadap rendaman lebih dari 14 hari. Respon FR13A

terhadap cekaman rendaman adalah dengan tidak mengalami pemanjangan batang

yang berlebih (Setter dan Laureles 1996). Menurut Mackill et al. (1993) FR13A

merupakan varietas lokal berumur dalam dan berdaya hasil rendah berasal dari

India yang merupakan varietas padi paling toleran yang pernah teridentifikasi

terhadap cekaman rendaman. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk

mendapatkan varietas padi toleran cekaman rendaman yang juga memiliki

karakteristik unggul lainnya, seperti berumur sedang dan berdaya hasil tinggi.

Pada penelitian ini, genotipe-genotipe yang digunakan berasal dari persilangan

padi rawa dengan beberapa varietas unggul nasional yang memiliki keunggulan

yang belum terdapat pada padi rawa. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengevaluasi tingkat toleransi dan respon beberapa genotipe padi terhadap

21

cekaman rendaman sesaat pada fase vegetatif, serta korelasi antar karakter

terhadap daya pulih tanaman dan hasil gabah.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan selama dua musim tanam berturut-turut, yaitu pada

musim hujan (MH) 2011/2012 dan musim kemarau (MK) 2012. Lokasi percobaan

yaitu di Kebun Percobaan Muara, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Bogor.

Analisis kadar glukosa dan pati pada batang padi dilakukan di Laboratorium

Analisis Tanaman dan Kromatografi, Institut Pertanian Bogor (IPB), namun

hanya dilakukan pada satu musim, yaitu MH 2011/2012 pada lingkungan

tercekam rendaman sesaat dan lingkungan optimum.

Pada masing-masing musim tanam terdapat dua lingkungan, yaitu

lingkungan tercekam rendaman sesaat (Gambar 3a) dan lingkungan

optimum/tanpa cekaman rendaman (Gambar 3b). Rancangan yang digunakan

pada tiap lingkungan adalah rancangan acak kelompok (RAK) dengan tiga

ulangan. Total keseluruhan lingkungan percobaan sebanyak empat lingkungan,

yaitu:

Lingkungan 1 (L1) adalah lingkungan tercekam rendaman pada MH 2011/2012

Lingkungan 2 (L2) adalah lingkungan optimum pada MH 2011/2012

Lingkungan 3 (L3) adalah lingkungan tercekam rendaman pada MK 2012

Lingkungan 4 (L4) adalah lingkungan optimum rendaman pada MK 2012

Gambar 3. (a) Lingkungan tercekam rendaman dan (b) Lingkungan optimum

b a

22

Materi genetik yang digunakan terdiri atas 13 genotipe padi rawa dengan

dua varietas pembanding (Tabel 1). Satu genotipe merupakan genotipe padi

mengandung gen Sub1 (G1), enam genotipe dari Balai Besar Penelitian Tanaman

Padi (G2-G7) dan enam genotipe lainnya dari IPB (G8-13). Varietas pembanding

yang digunakan yaitu FR13A (G14) sebagai pembanding toleran dan IR42 (G15)

sebagai pembanding peka. Keseluruhan genotipe yang digunakan pada penelitian

ini merupakan genotipe-genotipe padi yang memang diperuntukkan untuk lahan

rawa. Hal ini terlihat dari asal tetua yang digunakan pada masing-masing genotipe

yang merupakan persilangan antara padi rawa dengan beberapa varietas padi

unggul (G2-G7) dan varietas padi lokal rawa pasang surut dengan varietas unggul

Fatmawati (G8-G13).

Tabel 1. Materi genetik yang digunakan pada percobaan I

Genotipe Asal Tetua

G1 Ciherang Sub1 Ciherang/IR64 Sub1//Ciherang

G2 B11586F-MR-11-2-2 Mesir/IR600-80-23

G3 B13132-8-MR-1-KA-1 Kapuas/IR73571-3B-R-2-2-3-1//IR69502-6-

SKN-UBN-1-B-1-3/CNA2903

G4 B13134-4-MR-1-KA-1 Kapuas/IR73571-3B-R-2-2-3-1 //Dendang /

KAL9418F-MR-2

G5 B13135-1-MR-2-KA-1 Mahsuri/Cimelati//IR69502-6-SKN-UBN-1-

B-1-3/Bondoyudo

G6 B13138-7-MR-2-KA-1 IR69502-6-SKN-UBN-1-B-1-3/KAL9418F

//Pokhali/Angke

G7 B13138-7-MR-2-KA-2 IR69502-6-SKN-UBN-1-B-1-3/KAL9418F

//Pokhali/Angke

G8 IPB107-F-16-2-1 Siam Sapat/Fatmawati

G9 IPB107-F-5-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G10 IPB107-F-60-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G11 IPB107-F-95-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G12 IPB107-F-127-3-1 Siam Sapat/Fatmawati G13 IPB 107-F-13-1-1 Siam Sapat/Fatmawati G14 FR13A Varietas lokal dari Tamil nandu, India

G15 IR42 IR1561-228-1-2/IR1737//CR94-13

Pelaksanaan Percobaan

Benih sebanyak ±50 g per genotipe disemai pada tempat pembibitan

berukuran 1 m2. Setelah bibit berumur 21 hari setelah semai (21 HSS), bibit

dipindah tanam ke kolam percobaan di lapangan. Setiap genotipenya ditanam satu

bibit dalam satu lubang pada jarak tanam rapat 20 cm x 20 cm dengan luasan plot

2 m x 5 m. Jarak tanam rapat merupakan alternatif yang dapat dipilih bila

23

diperkirakan akan terjadi rendaman yang dapat menyebabkan berkurangnya

anakan (Puslitbangtan Pangan 2010). Jumlah tanaman per genotipe per plot

adalah 250 tanaman. Tidak terdapat jarak diantara genotipe dalam satu ulangan

dan diantara ulangan (Lampiran 1).

Semua pupuk diberikan sebagai pupuk dasar adalah urea, SP-36, dan KCl,

masing-masing sebanyak 200 kg/ha, 100 kg/ha, dan 100 kg/ha. Pencegahan

serangan hama pada pertanaman muda dilakukan dengan memberikan

moluscasida bersamaan dengan pupuk dasar dengan dosis 2 kg/ha. Penyulaman

dilakukan seminggu setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan

secara optimal.

Simulasi lingkungan tercekam rendaman dilakukan menggunakan kolam

khusus yang dapat merendam tanaman padi sesuai dengan ketinggian permukaan

air dan durasi rendaman yang diinginkan. Pada penelitian cekaman rendaman

sesaat, seluruh bagian tanaman dipastikan terendam penuh. Perlakuan rendaman

dilakukan pada fase vegetatif, yaitu dua minggu setelah tanam pindah atau 35

HSS, disesuaikan dengan kejadian banjir yang sering terjadi di pesisir pantai utara

Jawa (Pantura). Durasi rendaman yang diberikan kurang dari dua minggu

berdasarkan penampilan varietas pembanding peka (IR42). Skoring dilakukan

berdasarkan perhitungan persentase daya pulih genotipe-genotipe yang diuji

dibandingkan dengan persentase daya pulih pembanding toleran, yaitu sangat

toleran (100%), toleran (95-99%), moderat (75-94%), peka (50-74%) dan sangat

peka (0-49%) (IRRI 1996).

Karakter yang diamati pada fase vegetatif adalah persentase daya pulih

tanaman setelah rendaman, tinggi tanaman, jumlah akar adventif, pembentukan

aerenkima, serta kadar glukosa dan pati pada batang padi menggunakan metode

Anthrone (Waterhouse 2002). Kandungan karbohidrat pada batang diamati pada

saat sebelum dan setelah rendaman. Sampel batang tanaman kurang lebih 3 cm

dari permukaan tanah diambil sepanjang 5 cm, kemudian dioven pada suhu 80oC

selama dua hari. Analisa karbohidrat dilakukan menggunakan metode Anthrone

(Lampiran 3 dan 4). Pengamatan masing-masing karakter tersebut dilakukan pada

saat sebelum cekaman rendaman (35 HSS) dan lima hari sesudah rendaman

dihentikan dan menggunakan tanaman contoh destruktif (Lampiran 2). Karakter

24

yang diamati pada fase generatif adalah tinggi tanaman menjelang panen, jumlah

anakan produktif, umur berbunga 50%, umur panen 80%, jumlah malai, jumlah

gabah isi dan hampa per malai, bobot 1000 butir gabah dan hasil.

Analisis Data

Model linier yang digunakan pada rancangan acak kelompok adalah

persamaan linier:

Yij = μ + i + j+ εij

dimana : Yij = Besarnya nilai pengamatan pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j

μ = Nilai rata-rata umum

i = Pengaruh genotipe ke-i

j = Pengaruh kelompok ke-j

εij = Pengaruh acak genotipe ke-i pada kelompok ke-j

Data yang dianalisis merupakan data rata-rata pada dua musim tanam,

masing-masing pada lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum.

Sebelum dilakukan analisis ragam gabungan, dilakukan uji homogenitas ragam

(Gomez dan Gomez 2007) antara data pada musim hujan (MH) dan musim

kemarau (MK) 2012. Sidik ragam gabungannya tertera pada Tabel 2. Model linier

dalam analisis ragam gabungan adalah sebagai berikut:

Yijk = μ + Gi + j/k + Ek + (GE)ik + εijk

dimana : Yijk = Besarnya nilai pengamatan pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j

μ = Nilai rata-rata umum

i = Pengaruh genotipe ke-i

j/k = Pengaruh kelompok ke-j dalam lingkungan ke-k

Ek = Pengaruh lingkungan ke-k

(GE)ik = Pengaruh interaksi genotipe dengan lingkungan

εijk = Pengaruh acak genotipe ke-i pada kelompok ke-j dan lingkungan

ke-k

Apabila hasil analisis ragam gabungan menunjukkan pengaruh yang nyata,

maka dilanjutkan dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Perbedaan antara lingkungan tercekam rendaman dan lingkungan optimum pada

tiap karakter yang diamati diuji dengan uji-t. Selain itu, dilakukan analisis

korelasi antar karakter yang diamati terhadap daya pulih tanaman dan hasil.

25

Tabel 2. Sidik ragam gabungan untuk rancangan acak kelompok dan estimasi nilai

harapan kuadrat tengah [E(KT)]

Sumber Keragaman db Kuadrat Tengah E (KT) Fhitung

Ulangan/lingkungan

Lingkungan (E)

Genotipe (G)

G x E

Error

Total

(r-1)e

(e-1)

(g-1)

(e-1)(g-1)

e(g-1)(r-1)

ger-1

M5

M4

M 3

M 2

M 1

-

-

σ2

e +r σ2gl+

rlσ2

g

σ2

e + rσ2gl

σ2

e

M5/M1

M4/M1

M3/M1

M2/M1

HASIL DAN PEMBAHASAN

Partisi Ragam Gabungan

Pada penelitian ini terdiri atas empat lingkungan percobaan, namun analisis

ragam gabungan dilakukan masing-masing pada lingkungan tercekam rendaman

sesaat (L1 dan L3) dan lingkungan optimum (L2 dan L4). Hasil analisis ragam

gabungan lingkungan pada lingkungan tercekam rendaman sesaat menunjukkan

bahwa terdapat pengaruh genotipe yang nyata terhadap semua karakter yang

diamati; pengaruh lingkungan yang nyata terhadap karakter tinggi tanaman pada

fase vegetatif, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman menjelang panen,

jumlah gabah isi dan hampa per malai dan hasil gabah; sedangkan interaksi

genotipe dan lingkungan nyata terhadap semua karakter, kecuali untuk karakter

jumlah akar adventif (Lampiran 5). Hasil analisis ragam gabungan lingkungan

pada lingkungan optimum menunjukkan bahwa terdapat pengaruh genotipe dan

interaksi genotipe dengan lingkungan yang nyata terhadap semua karakter yang

diamati, sedangkan pengaruh lingkungan nyata hanya terhadap karakter tinggi

tanaman vegetatif, umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman menjelang panen,

jumlah malai, bobot 1000 butir dan hasil gabah (Lampiran 6).

Berdasarkan hasil analisis ragam gabungan diketahui bahwa perbedaan

karakteristik fenotipe pada karakter yang diamati sangat dipengaruhi oleh

interaksi genotipe dan lingkungannya. Pengaruh interaksi genotipe dan

lingkungan yang nyata menggambarkan terdapat perbedaan respon genotipe pada

lingkungan yang beragam.

26

Respon Genotipe Padi pada Fase Vegetatif

Pada penelitian ini, rendaman dihentikan setelah mencapai durasi 10 hari

karena varietas pembanding peka (IR42) telah menunjukkan kurang lebih 90%

gejala kematian yang diindikasikan dengan daun berwarna cokelat pucat dan tidak

ada tahanan akar ketika tanaman dicabut dari tanah (Gambar 4a). Hal ini berarti

pengamatan sesudah rendaman dilakukan pada 50 HSS, yaitu lima hari sesudah

rendaman dihentikan (IRRI 1996). Gambar 4b menunjukkan perbedaan gejala

tanaman yang toleran dan peka rendaman terlihat jelas pada saat lima hari sesudah

rendaman dihentikan, sehingga memudahkan untuk melakukan skoring. Daya

pulih tanaman akan lebih jelas terlihat pada akhir fase vegetatif (Gambar 4c),

namun tidak terdapat perbedaan hasil skoring, baik yang dilakukan pada saat lima

hari sesudah rendaman dihentikan maupun pada akhir fase vegetatif.

Gambar 4. (a) Keragaan varietas pembanding peka (IR42) sesudah direndam

keseluruhan bagian tanaman selama 10 hari, (b) perbandingan

keragaan genotipe toleran dan peka pada saat skoring (50 HSS), dan

(c) daya pulih tanaman padi setelah tercekam rendaman sesaat

Daya Pulih Tanaman

Indikator genotipe padi toleran rendaman dapat dievaluasi secara langsung

berdasarkan persentase daya pulih tanaman (recovery) setelah rendaman. Hasil

penelitian menunjukkan terdapat satu genotipe yang toleran rendaman, yaitu

B13138-7-MR-2-KA-1 (G6). Genotipe Ciherang Sub1 (G1) tergolong moderat,

sedangkan genotipe lainnya merupakan genotipe yang peka terhadap cekaman

rendaman dengan persentase daya pulih tanaman berkisar antara 56-68%, namun

masih lebih tinggi dibandingkan varietas IR42 (G15) yang tergolong sangat peka

(Gambar 5).

a b c

27

Gambar 5. Rata-rata persentase daya pulih tanaman padi setelah dicekam

rendaman sesaat selama 10 hari, KP. Muara, MH/MK 2012

Tinggi Tanaman

Genotipe yang toleran rendaman, yaitu B13138-7-MR-2-KA-1 (G6) dan

FR13A (G14) memiliki pertambahan tinggi tanaman terkecil sesudah rendaman,

yaitu masing-masing sebesar 18.50% dan 43.20%, sedangkan pada varietas

pembanding peka IR42 (G15) menunjukkan pertambahan tinggi tanaman

tertinggi, yaitu sebesar 101.70% atau dua kali lipat dibanding sebelum rendaman

(Tabel 3). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Ikhwani et al. (2010) yang

menunjukkan bahwa genotipe IR64 Sub1 yang toleran rendaman mengalami

stagnasi pertumbuhan selama perendaman, diindikasikan dengan rendahnya

pertambahan tinggi tanaman dan laju pemanjangan batang yang lambat.

Pada penelitian ini, selisih masing-masing karakter pada lingkungan

tercekam rendaman dengan lingkungan optimum juga diamati dan perbandingan

antar kedua lingkungan tersebut dapat terlihat dari hasil uji-t (Tabel 3). Genotipe

toleran mengalami penurunan tinggi tanaman yang cukup tinggi pada saat ditanam

di lingkungan tercekam dibandingkan pada saat ditanam di lingkungan optimum,

yaitu sebesar 64.4% (FR13A) dan 30.2% (B13138-7-MR-2-KA-1). Sebaliknya,

varietas pembanding peka (IR42) justru mengalami pertambahan tinggi tanaman

sebesar 81.0% di lingkungan tercekam rendaman. Hasil uji-t menunjukkan tinggi

tanaman di kedua lingkungan tersebut tidak berbeda nyata (p=0.7705).

0

20

40

60

80

100

G1

G2

G3

G4

G5

G6

G7

G8

G9

G10

G11

G12

G13

G14

G15

82

68

56

66 64

95

62 65 6360 62 64 64

99

25

Hasil Skoring:

G1 Moderat

G2 Peka

G3 Peka

G4 Peka

G5 Peka

G6 Toleran

G7 Peka

G8 Peka

G9 Peka

G10 Peka

G11 Peka

G12 Peka

G13 Peka

G14 Toleran

G15 Sangat Peka

28

Tabel 3. Tinggi tanaman dan jumlah akar adventif per rumpun sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe TOL

Tinggi Tanaman Vegetatif (cm) Jumlah Akar Adventif/Rumpun

LR ∆ LO

LR ∆ LO

Sblm Ssdh ∆ Sblm Ssdh ∆

G1 M 37.1 59.0 21.9 bcd 21.5bcde 6 3 -3 bc 17 c

G2 P 36.9 61.2 24.3 b 19.7 cde 6 2 -5 cd 17 c

G3 P 34.6 54.7 20.1 cde 19.7 cde 7 3 -4 bc 19 bc

G4 P 35.0 54.7 19.7 de 20.3 cde 6 3 -3 bc 12 de

G5 P 34.4 56.1 21.7bcde 18.7 de 7 3 -4 c 24 a

G6 T 32.2 46.1 13.9 g 19.9 cde 5 4 -2 b 16 cd

G7 P 34.1 50.3 16.2 fg 22.4 abc 5 2 -3 bc 20 abc

G8 P 33.1 51.9 18.8 ef 21.8abcd 5 3 -3 bc 22 ab

G9 P 34.6 56.1 21.5bcde 22.6 abc 6 2 -3 bc 18 bc

G10 P 32.7 55.7 23.0 bc 20.6 cde 6 2 -4 c 19 abc

G11 P 33.2 56.9 23.6 b 19.5 cde 7 3 -4 c 11 e

G12 P 35.8 58.6 22.8 bc 21.1 cde 7 2 -4 cd 17 c

G13 P 35.3 57.5 22.2 bcd 24.4 ab 7 3 -3 bc 20 abc

G14 T 47.6 56.4 8.8 h 24.7 a 5 7 2 a 18 bc

G15 SP 32.7 66.0 33.3 a 18.4 e 9 3 -6 d 21 abc

Uji BNT 2.97 3.14 1.97 4.76

r DPT

-0.72**

0.60**

r HSL

-0.65**

0.51**

Uji-t 0.7705 <0.0001

Keterangan: LR=Lingkungan Tercekam Rendaman; LO=Lingkungan Optimum; Sblm=sebelum cekaman rendaman (35

HSS); Ssdh=5 hari sesudah cekaman rendaman/saat skoring (50 HSS); ∆=selisih respon genotipe sesudah dan

sebelum rendaman; TOL=Toleransi; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat peka; r DPT=koefisien

korelasi terhadap Daya Pulih Tanaman; r HSL=koefisien korelasi terhadap Hasil; **=berkorelasi sangat nyata.

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata

Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Jumlah Akar Adventif

Pada kondisi tercekam rendaman terjadi peningkatan pembentukan akar

adventif pada tanaman padi (Colmer 2003). Pertambahan dan pemanjangan akar

adventif juga terjadi pada tanaman tomat, dimulai pada bagian hipokotil menuju

permukaan air setelah tercekam rendaman selama tiga hari (Else et al. 2009). Pada

penelitian ini, peningkatan pembentukan akar adventif terjadi pada varietas

pembanding toleran (FR13A) sebesar 40%, sedangkan genotipe toleran (B13138-

7-MR-2-KA-1) mengalami penurunan jumlah akar adventif terkecil dibandingkan

genotipe lainnya yaitu sebesar 34.38%. Penurunan jumlah akar adventif terbesar

terjadi pada varietas pembanding peka (IR42) sebesar 69.81%.

Akar adventif terbentuk juga pada tanaman padi di lingkungan optimum,

bahkan mengalami peningkatan pada umur tanaman 50 HSS, namun tidak

29

berbeda nyata antar genotipe toleran dan peka. Hasil uji-t menunjukkan jumlah

akar adventif antara kedua lingkungan berbeda sangat nyata (p<0.0001) antar

kedua lingkungan. Rata-rata penurunan pembentukan akar adventif di lingkungan

tercekam rendaman untuk genotipe toleran lebih kecil dibandingkan genotipe

yang tidak toleran.

Pembentukan Aerenkima

Pada akar tanaman padi, struktur yang memfasilitasi difusi gas seperti O2

dan etilen pada lingkungan tercekam rendaman adalah aerenkima. Menurut

Jackson et al. (1985) rendaman selama tujuh hari pada fase vegetatif

menyebabkan 70% bagian korteks dari akar adventif tanaman padi terdegradasi

dan memicu terbentuknya aerenkima. Pada penelitian ini, sulit untuk

mendapatkan gambar penampang melintang akar dari genotipe yang peka karena

kondisi akarnya sudah rusak/busuk, sehingga tidak dapat membandingkan

pembentukan struktur aerenkima antara genotipe toleran dan peka rendaman.

Perbandingan struktur aerenkima dapat jelas terlihat antara penampang melintang

akar tanaman padi yang tercekam rendaman dan pada lingkungan optimum. Pada

Gambar 6 tampak bahwa pembentukan aerenkima terjadi sesudah tanaman padi

tercekam rendaman, sedangkan pada umur tanaman yang sama di lingkungan

optimum belum terlihat pembentukan aerenkima. Menurut Jackson et al (1985)

pembentukan aerenkima pada akar tanaman padi hanya membutuhkan sedikit

etilen atau bahkan tidak sama sekali, sehingga pada lingkungan optimum terjadi

juga pembentukan aerenkima, sedangkan pada akar tanaman jagung diperlukan

etilen untuk pembentukan struktur aerenkima selama kondisi hipoksia.

Gambar 6. Penampang melintang akar tanaman padi genotipe toleran (B13138-7-

MR-2-KA-1) umur 50 HSS dengan perbesaran mikroskop 40x, (a)

pada lingkungan tercekam rendaman sesaat selama 10 hari dan (b)

pada lingkungan optimum

a b

aerenkima cortical

parenchyma

cortical

fiber

eksodermis

30

Aerenkima tidak hanya memfasilitasi difusi gas pada tanaman, namun dapat

mengkonservasi oksigen dengan mengurangi laju respirasi. Selain itu, aerenkima

juga memfasilitasi hilangnya CO2, etilen dan senyawa volatil lainnya yang

kemungkinan berbahaya bagi tanaman. Pada cekaman rendaman keseluruhan

maupun sebagian (parsial), struktur aerenkima diperlukan untuk suplai oksigen

(O2) karena O2 ditransfer dari air ke bagian tajuk tanaman, walaupun laju difusi

gas di dalam air lebih lambat dibanding di udara (Perata et al. 2011). Hasil

penelitian Pierik et al. (2009) menunjukkan adanya hubungan antara pembentukan

aerenkima dengan laju pemanjangan batang pada kondisi cekaman rendaman

keseluruhan. Laju pemanjangan batang yang cepat memerlukan pembentukan

struktur aerenkima untuk aerasi bagian tanaman yang masih terendam ketika

ujung daun teratas mulai menyentuh permukaan air.

Kandungan Karbohidrat pada Batang Padi

Salah satu strategi adaptasi tanaman padi pada kondisi terendam

keseluruhan adalah dengan menyimpan cadangan energi selama terendam dan

tumbuh kembali setelah air surut (Almeida et al. 2003). Pemanjangan batang tidak

diinginkan pada kondisi cekaman rendaman keseluruhan karena dapat

mengakibatkan diremobilisasinya karbohidrat yang tersimpan (Nugraha et al.

2011). Ketika air surut, tanaman yang menggunakan cadangan energi untuk

pemanjangan batang sudah tidak memiliki energi yang cukup untuk melakukan

pemulihan.

Genotipe yang tergolong toleran, selain memiliki pertambahan tinggi

tanaman terkecil, juga memiliki penurunan kadar glukosa terendah sesudah

rendaman (Tabel 4). Genotipe toleran (B13138-7-MR-2-KA-1 dan FR13A) hanya

mengalami penurunan kadar glukosa sebesar 12.32% dan 18.30%. Genotipe

moderat (Ciherang Sub1) mengalami penurunan kadar glukosa yang lebih tinggi

yaitu 26.94%, dan varietas pembanding peka (IR42) mengalami penurunan kadar

glukosa hingga 50.69%. Selisih kadar pati pada batang antara sebelum dan

sesudah rendaman pun memiliki kecenderungan yang sama dengan kadar glukosa.

Penurunan kadar pati terendah terjadi pada genotipe toleran (B13138-7-MR-2-

KA-1 dan FR13A) sebesar 11.27% dan 15.90%, serta genotipe moderat (Ciherang

Sub1) sebesar 16.37%.

31

Tabel 4. Kadar glukosa dan pati pada batang padi sebelum dan sesudah cekaman rendaman sesaat, KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe TOL

Kadar Glukosa (mg/g Bobot Kering) Kadar Pati (mg/g Bobot Kering)

LR ∆ LO

LR ∆ LO

Sblm Ssdh ∆ Sblm Ssdh ∆

G1 M 35.42 25.88 -9.54 b 28.09 cd 462.75 387.00 -75.75 a 77.25 cd

G2 P 45.74 24.97 -20.77 d 33.88 b 515.25 403.50 -111.75 bc 36.42 ij

G3 P 24.71 11.16 -13.55 c 18.31 g 450.00 285.00 -165.00 e 50.00 fgh

G4 P 31.28 22.04 -9.23 b 25.11 de 442.50 279.00 -163.50 e 40.83 hi

G5 P 29.74 20.08 -9.66 b 23.34 ef 458.25 265.50 -192.75 f 40.08 hi

G6 T 39.32 32.12 -7.20 ab 29.59 c 407.25 330.82 -76.43 a 60.75 ef

G7 P 55.69 24.18 -31.50 f 22.52 ef 502.50 255.82 -246.68 g 45.00 ghi

G8 P 43.61 17.79 -25.83 e 28.56 cd 520.50 372.38 -148.13 de 76.38 cd

G9 P 42.34 15.72 -26.62 e 27.5 cd 472.50 273.75 -198.75 f 27.92 j

G10 P 41.47 15.79 -25.68 e 12.94 h 480.75 251.59 -229.16 g 86.39 bc

G11 P 41.81 12.16 -29.66 f 27.49 cd 405.00 273.75 -131.25 cd 95.42 b

G12 P 42.07 15.25 -26.82 e 27.27 cd 473.18 363.00 -110.18 bc 66.82 de

G13 P 25.44 11.43 -14.02 c 40.75 a 514.38 320.59 -193.79 f 47.62 ghi

G14 T 49.47 43.38 -6.10 a 34.87 b 565.50 501.75 -63.75 a 53.25 fg

G15 SP 37.17 18.33 -18.84 d 20.25 fg 380.25 276.00 -104.25 b 113.25 a

Uji BNT 2.72 3.57 21.74 11.46

r DPT

0.47*

0.41*

r HSL

0.39*

0.30*

Uji-t <0.0001 <0.0001

Keterangan: LR=Lingkungan Tercekam Rendaman; LO=Lingkungan Optimum; Sblm=sebelum cekaman rendaman (35

HSS); Ssdh=5 hari sesudah cekaman rendaman/saat skoring (50 HSS); ∆=selisih respon genotipe sesudah dan

sebelum rendaman; TOL=Toleransi; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat peka; r DPT=koefisien

korelasi terhadap Daya Pulih Tanaman; r HSL=koefisien korelasi terhadap Hasil; *=berkorelasi nyata dan

BK=Bobot Kering. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Persentase selisih kadar glukosa dan pati antara lingkungan tercekam

rendaman dan lingkungan optimum menunjukkan bahwa pada genotipe toleran

mengalami penurunan kadar glukosa terendah, yaitu sebesar 117.48% (FR13A)

dan 124.32% (B13138-7-MR-2-KA-1), sedangkan varietas pembanding peka

(IR42) mengalami penurunan kadar glukosa pada batang hingga 193.06%.

Begitupula halnya dengan kadar pati, genotipe toleran mengalami penurunan

kadar pati terendah, yaitu sebesar 219.72% (FR13A) dan 225.81% (B13138-7-

MR-2-KA-1), sedangkan varietas pembanding peka (IR42) mengalami penurunan

kadar pati pada batang hanya sebesar 192.05%. Hal ini disebabkan kadar pati pada

batang IR42 di lingkungan optimum jauh lebih tinggi dibandingkan genotipe

lainnya. Penurunan kadar glukosa dan pati yang rendah pada genotipe toleran

menunjukkan bahwa genotipe toleran mengalami remobilisasi karbohidrat batang

32

yang lambat pada lingkungan tercekam rendaman, sehingga menekan laju

pertumbuhan tanaman selama tercekam. Apabila air surut, maka energi yang

tersimpan tersebut akan digunakan untuk pemulihan tanaman.

Korelasi terhadap Hasil

Korelasi antara karakter yang diamati pada fase vegetatif terhadap daya

pulih tanaman dan hasil ternyata menunjukkan kecenderungan yang sama, yaitu

yang berkorelasi positif nyata adalah jumlah akar adventif (r=0.60**), kadar

glukosa batang (r=0.47*) dan kadar pati batang (r=0.41*). Karakter pertambahan

tinggi tanaman sesudah cekaman rendaman memiliki korelasi yang tinggi namun

bernilai negatif terhadap daya pulih tanaman (r=-0.72**) maupun hasil gabah

(r=-0.65**). Hal ini sesuai dengan strategi tanaman padi terhadap cekaman

rendaman sesaat, yaitu dengan memperlambat laju pertambahan tinggi tanaman

dan penurunan kadar karbohidrat pada batang padi.

Respon Genotipe Padi pada Fase Generatif

Karakter Agronomi

Tinggi tanaman padi menjelang panen pada lingkungan tercekam rendaman

(Tabel 5) tidak memiliki respon yang sama dengan tinggi tanaman yang diukur

pada fase vegetatif (Tabel 3). Pada fase ini, tidak dapat dibedakan antara genotipe

toleran dan peka. Begitupula dengan jumlah anakan produktif, umur berbunga

maupun umur panen. Hal ini disebabkan ketika tanaman pulih setelah tercekam

rendaman, maka mekanisme pertumbuhan tanaman berjalan normal kembali.

Hasil uji-t menunjukkan bahwa untuk semua karakter agronomi yang

diamati di lingkungan tercekam rendaman dengan di lingkungan optimum

berbeda sangat nyata (p<0.0001) dan berbeda nyata untuk karakter jumlah anakan

produktif (p=0.0076). Selisih masing-masing karakter antara kedua lingkungan

menunjukkan bahwa cekaman rendaman menyebabkan rata-rata peningkatan

tinggi tanaman sebesar 11.56%. Menurut Reddy et al. (1985) sesudah air surut,

asimilat untuk pembentukan malai digunakan untuk pembentukan anakan

(recovery) terlebih dahulu, sehingga pembentukan malai membutuhkan waktu

satu bulan lebih lama dibandingkan pada lingkungan tanpa cekaman rendaman.

Pada penelitian ini, rata-rata umur berbunga dan umur panen menjadi kurang lebih

33

20 hari lebih lama dibandingkan pada lingkungan optimum atau dua kali dari

durasi cekaman rendaman yang diberikan. Padahal menurut hasil penelitian

Manzanilla et al. (2011) dengan menggunakan metode Participatory Varietal

Selection (PVS) dan analisis preferensi, petani menginginkan kultivar padi toleran

rendaman yang memiliki umur panen sedang, selain juga tahan terhadap hama

penyakit dan kerebahan.

Tabel 5. Karakter agronomi genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman

(LR) dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe TOL TT (cm) JAP/rumpun UB (HSS) UP (HSS)

LR LO LR LO LR LO LR LO

G1 M 113.6 e 104.1 h 11 efg 12 cde 97 m 91 f 142 b 124cd

G2 P 121.8 c 113.1 b 12 bcd 11 fg 106 g 90 g 142 b 124cd

G3 P 111.6 f 102.6 h 12 bcd 12 b 99 l 91 fg 142 b 125 c

G4 P 119.6 d 105.4 fg 12 bc 11 de 110 d 92 e 154 a 130 b

G5 P 126.2 b 111.0 c 11 cdef 12 b 102 j 88 h 142 b 124 d

G6 T 110.6 f 106.2 ef 10 g 11 ef 99 l 84 j 142 b 124 d

G7 P 121.4 c 108.8 d 12 b 12 bc 104 h 92 d 142 b 124 d

G8 P 113.4 e 103.7 h 11 fg 9 hi 101 k 85 i 142 b 124 d

G9 P 110.4 f 100.6 i 9 h 9 h 111 c 91 fg 142 b 124cd

G10 P 119.2 d 103.0 h 12 bcde 9 hi 110 e 91 fg 142 b 124 d

G11 P 122.9 c 107.8 de 12 bcde 10 g 112 b 98 b 142 b 124 d

G12 P 119.0 d 105.6 fg 10 g 8 i 106 f 91 fg 142 b 124cd

G13 P 122.5 c 106.4 ef 11 fg 9 hi 106 f 90 g 142 b 124cd

G14 T 142.1 a 128.5 a 11 defg 12 bcd 102 i 96 c 154 a 130 b

G15 SP 110.0 f 93.4 j 15 a 14 a 113 a 104 a 154 a 132 a

Uji BNT 1.65 1.68 0.89 0.75 0.21 0.55 0 0.3

r DPT 0.31*

-0.50** -0.31* -0.08

r HSL 0.26*

-0.33* -0.36* -0.08

Uji-t <0.0001 0.0076 <0.0001 <0.0001

Keterangan: TOL=Toleransi; DPT=Daya Pulih Tanaman; HSL=Hasil; TT=Tinggi Tanaman; JAP=Jumlah Anakan

Produktif; UB50%=Umur Berbunga 50%; UP=Umur Panen 80%; T=toleran; M=moderat; P=peka; SP=sangat

peka; r DPT=koefisien korelasi terhadap DPT; dan r HSL=koefisien korelasi terhadap HSL; *=berkorelasi

nyata dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak

berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Komponen Hasil dan Hasil

Jumlah malai pada lingkungan tercekam rendaman dan bobot 1000 butir

gabah tidak dapat membedakan genotipe yang toleran atau peka. Adapun karakter

yang mampu menggambarkan genotipe toleran atau peka adalah jumlah gabah isi

per malai apabila dibandingkan dengan jumlah gabah hampa per malai. Genotipe

yang toleran rendaman memiliki jumlah gabah isi yang tinggi dengan jumlah

gabah hampa yang rendah.

Hasil uji-t menunjukkan bahwa untuk semua karakter yang diamati di

lingkungan tercekam rendaman dengan di lingkungan optimum berbeda nyata

34

untuk karakter jumlah malai dan jumlah gabah hampa, berbeda sangat nyata untuk

karakter jumlah gabah isi dan tidak berbeda nyata untuk karakter bobot 1000 butir

gabah. Selisih masing-masing karakter antara kedua lingkungan menunjukkan

bahwa cekaman rendaman menyebabkan rata-rata peningkatan jumlah malai

sebesar 12.96% dan jumlah gabah hampa per malai sebesar 37.25%. Penurunan

akibat cekaman rendaman terjadi pada karakter jumlah gabah isi per malai sebesar

26.87% dan bobot 1000 butir gabah sebesar 1.46% (Tabel 6).

Tabel 6. Komponen hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR)

dan lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe TOL JM/rumpun GI/malai GH/malai B1000 (g)

LR LO LR LO LR LO LR LO

G1 M 10 def 10 def 73 efg 99 d 78 c 42 de 27.61bc 27.65cd

G2 P 12 bc 12 abc 66 gh 98 d 95 b 68abc 27.2cd 27.42de

G3 P 17 a 12 abc 68 fgh 95 d 55 de 64 bc 27.86 b 28.36 b

G4 P 10 def 11 bcd 90 c 69 f 75 c 64 bc 25.67 f 26.67 g

G5 P 17 a 13 a 62 h 82 e 47 ef 45 d 27.79 b 28.11bc

G6 T 9 def 9 fgh 131 a 146 b 40 f 46 d 26.97 d 27.02efg

G7 P 10 def 9 efg 105 b 99 d 75 c 79 ab 26.39 e 26.90 fg

G8 P 9 ef 9 fgh 90 c 133 c 60 d 77 ab 25.93 f 26.61g

G9 P 9 ef 9 fgh 70 fg 127 c 91 b 78 ab 26.88 d 27.29def

G10 P 9 def 8 fgh 91 c 125 c 89 b 83 a 27.79 b 28.34 b

G11 P 8 f 8 gh 102 b 130 c 72 c 76 ab 25.66 f 25.69 h

G12 P 11 cde 8 h 79 def 156ab 95 b 72 ab 23.87 g 24.16 i

G13 P 10 cde 8 h 75 def 161 a 63 d 55 cd 26.89 d 27.7cd

G14 T 13 b 12 ab 81 d 77 ef 16 g 26 f 30.67 a 31.19 a

G15 SP 11 bcd 10 cde 7 i 128 c 152 a 28 ef 23.05 h 23.12 j

Uji BNT 2.13 1.47 7.31 10.65 9.49 15.24 0.43 0.47

r DPT -0.07

0.63**

-0.73**

0.66**

r HSL -0.03

0.64**

-0.61**

0.55**

Uji-t 0.0027 <0.0001 0.0017 0.1457

Keterangan: JM=Jumlah Malai; GI=Jumlah Gabah Isi per Malai; GH=Jumlah Gabah Hampa per Malai; B1000=Bobot

1000 Butir Gabah; T=toleran; M=moderat; P=peka; dan SP=sangat peka; r DPT=koefisien korelasi terhadap

DPT; dan r HSL=koefisien korelasi terhadap HSL; *=berkorelasi nyata dan **=berkorelasi sangat nyata.

Angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata

Terkecil (BNT) pada taraf 5%.

Hasil gabah akibat cekaman rendaman merupakan fungsi dari kemampuan

tanaman padi untuk membentuk kapasitas lumbung (sink), diantaranya jumlah

anakan produktif, ukuran malai dan persentase gabah isi malai (Mallik et al.

2004). Pada Tabel 7 tampak bahwa cekaman rendaman menyebabkan penurunan

hasil gabah apabila dibandingkan dengan hasil pada lingkungan optimum. Rata-

rata penurunan hasil akibat cekaman rendaman sesaat selama 10 hari pada fase

vegetatif adalah sebesar 40.75%. Penurunan hasil paling tinggi terjadi pada

varietas pembanding peka (IR42) yaitu mencapai 86.48%, sedangkan pada

35

varietas pembanding toleran (FR13A) hanya mengalami penurunan hasil sebesar

5.06%. Pada genotipe moderat (Ciherang Sub1) ternyata mengalami penurunan

hasil yang lebih rendah dibandingkan genotipe toleran (B13138-7-MR-2-KA-1)

yang disebabkan hasil gabah Ciherang Sub1 pada lingkungan optimum tidak

terlalu tinggi, sehingga selisihnya dengan hasil gabah pada lingkungan tercekam

rendaman menjadi rendah.

Tabel 7. Hasil genotipe padi pada lingkungan tercekam rendaman (LR) dan

lingkungan optimum (LO), KP. Muara, MH/MK 2012

Genotipe Tingkat

Toleransi

Hasil (t/ha) Penurunan

Hasil (%) LR LO Selisih LR

dan LO

G1 Moderat 3.69 b 4.42 g -0.73 -16.52

G2 Peka 2.92 d 5.14 cd -2.22 -43.19

G3 Peka 2.57 g 5.06 cde -2.49 -49.21

G4 Peka 3.36 c 4.78 f -1.42 -29.71

G5 Peka 2.69 efg 5.82 a -3.13 -53.78

G6 Toleran 4.73 a 5.93 a -1.20 -20.24

G7 Peka 3.61 b 5.36 b -1.75 -32.65

G8 Peka 2.13 h 5.23 bc -3.10 -59.27

G9 Peka 2.23 h 4.98 def -2.75 -55.22

G10 Peka 2.81 def 5.13 cde -2.32 -45.22

G11 Peka 2.61 fg 4.21 h -1.60 -38.00

G12 Peka 3.30 c 4.85 f -1.55 -31.96

G13 Peka 2.88 de 5.23 bc -2.35 -44.93

G14 Toleran 4.69 a 4.94 ef -0.25 -5.06

G15 Sangat Peka 0.78 i 5.77 a -4.99 -86.48

Uji BNT 0.23 0.21

r DPT 0.86**

Uji-t <0.0001

Keterangan: r DPT=koefisien korelasi terhadap daya pulih tanaman; dan **=berkorelasi sangat nyata. Angka yang diikuti

huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada

taraf 5%.

Korelasi terhadap Hasil

Pemahaman mengenai kontribusi tiap karakter, baik karakter agronomi

maupun komponen hasil, terhadap hasil akan bermanfaat untuk membantu

pemulia tanaman melakukan seleksi tidak langsung pada generasi awal (Samonte

et al. 1998). Hasil analisis korelasi menunjukkan koefisien korelasi yang positif

nyata terhadap hasil adalah pada jumlah gabah isi per malai (r=0.64**) dan bobot

1000 butir gabah (r=0.55**). Hal ini memberikan indikasi bahwa genotipe yang

jumlah gabah isi per malai dan bobot 1000 butir gabahnya tinggi cenderung

memberikan hasil tinggi pada lingkungan tercekam rendaman.

36

Hasil penelitian Hairmansis et al. (2010) menunjukkan bahwa pada lahan

rawa, komponen hasil tanaman padi yang berkontribusi paling tinggi terhadap

hasil adalah jumlah gabah isi per malai. Namun pada penelitian ini, apabila dilihat

jumlah gabah isinya, genotipe IPB107-F-127-3-1 dan IPB107-F-13-1-1 tidak

berbeda nyata dengan varietas pembanding toleran. Hanya saja pada kedua

genotipe tersebut jumlah gabah hampanya pun terbilang cukup tinggi. Oleh

karena itu, perlu diperhatikan juga jumlah gabah hampa per malainya yang

rendah. Koefisien korelasi jumlah gabah hampa dengan hasil cukup tinggi namun

bernilai negatif (r=-0.61**). Berarti genotipe yang memiliki hasil yang tinggi

pada lingkungan tercekam rendaman adalah yang memiliki jumlah gabah isi

tinggi dengan jumlah gabah hampa rendah, namun menurut Sumarno dan Zuraida

(2006) pada populasi tanaman yang tidak optimal terjadi sifat kompensatif antar

karakter agronomi atau antar komponen hasil yang menyebabkan peran peubah

yang diamati menjadi tidak konsisten.

Secara keseluruhan, karakter yang berkorelasi positif nyata paling tinggi

terhadap hasil adalah persentase daya pulih tanaman (r=0.86**). Hal ini

memberikan informasi bahwa karakter yang paling tepat dijadikan indikator awal

seleksi tanaman padi terhadap cekaman rendaman adalah persentase daya pulih

tanaman karena berkorelasi paling tinggi terhadap hasil dan paling mudah

diamati.

SIMPULAN

Terdapat satu genotipe yang toleran terhadap cekaman rendaman sesaat,

yaitu B13138-7-MR-2-KA-1 dan satu genotipe moderat, yaitu Ciherang Sub1.

Persentase daya pulih tanaman dapat dijadikan sebagai indikator seleksi awal

toleransi terhadap cekaman rendaman sesaat. Mekanisme toleransi tanaman padi

terhadap cekaman rendaman sesaat adalah dengan memperlambat laju

pertambahan tinggi tanaman dan laju penurunan kadar gula dan pati pada batang

padi selama tercekam rendaman.

SARAN

Pada penelitian ini sulit diperoleh dokumentasi pengamatan yang baik

terhadap jaringan tanaman, seperti untuk pengamatan struktur aerenkima pada

akar dan stomata pada daun, terutama pada genotipe peka karena kondisi

37

jaringannya sudah rusak/busuk akibat cekaman rendaman. Oleh karena itu,

diperlukan teknik yang tepat untuk pengambilan contoh jaringan, misalnya

dengan pengambilan contoh jaringan secara berkala (time series) pada tiga hari

sesudah rendaman, seminggu sesudah rendaman, sesaat sesudah rendaman dan

lima hari sesudah rendaman dihentikan (saat skoring). Diharapkan dengan cara

seperti ini diperoleh perbandingan contoh jaringan antara genotipe padi toleran,

moderat dan peka rendaman.

Genotipe yang toleran terhadap cekaman rendaman dan memiliki hasil yang

tinggi pada lingkungan tercekam rendaman (B13138-7-MR-2-KA-1) sangat

potensial untuk dikembangkan pada lahan sawah rawan banjir atau diperlukan

upaya perbaikan tingkat toleransi untuk durasi rendaman yang lebih lama dari 10

hari, sedangkan untuk genotipe yang moderat atau peka namun memiliki hasil

yang cukup tinggi di lingkungan tercekam rendaman (Ciherang Sub1 dan

B13138-7-MR-2-KA-2) diperlukan upaya perbaikan (crop improvement) melalui

program pemuliaan tanaman, baik secara konvensional (persilangan) atau

bioteknologi (introgresi gen Sub1) maupun kombinasi keduanya (Marker Assisted

Backcrossing).