23
NEFROTIC SYNDROME 1. Definisi Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema. Sifat khusus penyakit ini adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbul penyulit, baik akibat penyakitnya sendiri maupun oleh karena akibat pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi, gangguan pertumbuhan, hiperlipidemia, anemia (Betz, et al., 2009). Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia (≤ 2,5 gr/dL), edema, serta dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL). (Wirya WIGN,2002) Beberapa batasan pada syndrome nefrotik : 1. Remisi , Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu. 2. Relaps , Apabila proteinuri ≥ 2+ ( >40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut- turut dalam satu minggu. 3. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) , Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi. 4. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) , Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi. 5. Sindrom nefrotik relaps jarang , Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun. 6. Sindrom nefrotik relaps sering , Sindrom nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan sejak respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun.

Resume Kasus 2

Embed Size (px)

DESCRIPTION

r

Citation preview

Page 1: Resume Kasus 2

NEFROTIC SYNDROME

1. Definisi

Sindrom nefrotik adalah keadaan klinis yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas glomerulus

terhadap protein plasma yang menimbulkan proteinuria, hipoalbuminemia, hiperlipidemia dan edema.

Sifat khusus penyakit ini adalah sering kambuh, sering gagalnya pengobatan dan timbul penyulit, baik

akibat penyakitnya sendiri maupun oleh karena akibat pengobatannya. Penyulit yang sering terjadi pada

sindrom nefrotik adalah infeksi, trombosis, gagal ginjal akut, malnutrisi, gangguan pertumbuhan,

hiperlipidemia, anemia (Betz, et al., 2009).

Sindrom Nefrotik (SN) adalah kumpulan gejala yang terdiri dari proteinuria massif (≥ 40 mg/m2

LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 atau dipstick ≥ 2+), hipoalbuminemia (≤ 2,5

gr/dL), edema, serta dapat disertai hiperkolesterolemia (250 mg/uL).(Wirya WIGN,2002)

Beberapa batasan pada syndrome nefrotik :

1. Remisi , Apabila proteinuri negatif atau trace (proteinuria < 4 mg/m2LPB/jam) 3 hari berturut-

turut dalam satu minggu.

2. Relaps , Apabila proteinuri ≥ 2+ ( >40 mg/m2LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin

sewaktu >2 mg/mg) 3 hari berturut-turut dalam satu minggu.

3. Sindrom nefrotik sensitif steroid (SNSS) , Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian

prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu mengalami remisi.

4. Sindrom nefrotik resisten steroid (SNRS) , Sindrom nefrotik yang apabila dengan pemberian

prednison dosis penuh (2mg/kg/hari) selama 4 minggu tidak mengalami remisi.

5. Sindrom nefrotik relaps jarang , Sindrom nefrotik yang mengalami relaps < 2 kali dalam 6 bulan

sejak respons awal atau < 4 kali dalam 1 tahun.

6. Sindrom nefrotik relaps sering , Sindrom nefrotik yang mengalami relaps ≥ 2 kali dalam 6 bulan

sejak respons awal atau ≥ 4 kali dalam 1 tahun.

7. Sindrom nefrotik dependen steroid , Sindrom nefrotik yang mengalami relaps dalam 14 hari

setelah dosis prednison diturunkan menjadi 2/3 dosis penuh atau dihentikan dan terjadi 2 kali

berturut-turut.

2. Etiologi

Sebab pasti belum diketahui; akhir-akhir ini dianggap sebagai suatu penyakit auto imun.

Secaraklinis dibagi menjadi 2:

1. Sindrom nefrotik primer, faktor etiologinya tidak diketahui. Mungkin terjadi akibat kelainan pada

glomerulus itu sendiri tanpa ada penyebab lain. Paling sering dijumpai pada anak,termasuk

dalam sindrom nefrotik kongenital yaitu salah satu jenis sindrom nefrotik yang ditemukan sejak

anak itu lahir atau usia di bawah 1 tahun.

2. Sindrom nefrotik sekunder, timbul sebagai akibat dari suatu penyakit sistemik atau sebagai akibat

dari berbagai sebab yang nyata seperti misalnya efek samping obat. Penyebab yang sering

dijumpai adalah :

a. Penyakit metabolik atau kongenital: diabetes mellitus, amiloidosis, sindrom Alport,

miksedema.

b.  Infeksi : hepatitis B, malaria, schistosomiasis, lepra, sifilis, streptokokus, AIDS.

Page 2: Resume Kasus 2

c.  Toksin dan alergen: logam berat (Hg), penisillamin, probenesid, racun serangga, bisa ular.

d. Penyakit sistemik bermediasi imunologik: lupus eritematosus sistemik, purpura Henoch-

Schönlein, sarkoidosis.

e. Neoplasma : tumor paru, penyakit Hodgkin, tumor gastrointestinal.

3. Manifestasi

Kenaikan berat badan, efusi pleura

Wajah tampak sembab perubahan urin

Pembengkakakn abdomen, pembengkakan labia dan skrotum.

Rentan terhadap infeksi.

4. Komplikasi

Shock akibat sepsis, emboli atau hipovolemia

Thrombosis akibat hiperkoagulabilitas

Infeksi sekunder, terutama infeksi kulit yang disebabkan oleh Streptokokus, Stafilokokus

Hambatan pertumbuhan

Gagal ginjal akut atau kronik

Page 3: Resume Kasus 2

5. Patofisiologi

Page 4: Resume Kasus 2

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan antara lain:

1. Urinalisis dan bila perlu biakan urin

2. Protein urin kuantitatif, dapat berupa urin 24 jam atau rasio protein/kreatinin pada urin pertama

pagi hari

3. Pemeriksaan darah

3.1 Darah tepi lengkap (Hemoglobin, leukosit, hitung jenis, trombosit, hematokrit, LED)

3.2 Kadar albumin dan kolesterol plasma

3.3 Kadar ureum, kreatinin,serta klirens kreatinin dengan cara klasik atau dengan rumus

Schwarzt

3.4 kadar komplemen C3; bila dicurigai lupus eritematosus sistemik pemeriksaan ditambah

dengan komplemen C4, ANA (anti nuclear antibody), dan anti ds-DNA.

7. Penatalaksanaan

Pengobatan kortikosteroid

Terapi inisial

Berdasarkan International Study of Kidney Disease in Children (ISKDC), terapi inisial untuk

anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi steroid adalah prednison dosis

60mg/m2LPB/hari atau 2 mg/kgBB/hari (maksimal 80 mg/hari) dalam dosis terbagi. Terapi

inisial diberikan dengan dosis penuh selama 4 minggu. Apabila dalam empat minggu pertama

telah terjadi remisi, dosis prednison diturunkan menjadi 40 mg/m2LPB/hari atau 1,5

mg/kgBB/hari, diberikan selang satu hari, dan diberikan satu hari sekali setelah makan pagi.

Apabila setelah dilakukan pengobatan dosis penuh tidak juga terjadi remisi, maka pasien

dinyatakan resisten steroid.

A. Sindrom nefrotik serangan pertama

1. Perbaiki keadaan umum penderita

a. Diet tinggi kalori, tinggi protein, rendah garam, rendah lemak. Rujukan ke bagian gizi

diperlukan untuk pengaturan diet terutama pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal.

Batasi asupan natrium sampai ± 1 gram/hari, secara praktis dengan menggunakan garam

secukupnya dalam makanan yang diasinkan. Diet protein 2-3 gram/kgBB/hari.

b. Tingkatkan kadar albumin serum, kalau perlu dengan transfusi plasma atau albumin

konsentrat

c. Berantas infeksi

d. Lakukan work-up untuk diagnostik dan untuk mencari komplikasi

e. Berikan terapi suportif yang diperlukan: Tirah baring bila ada edema anasarka. Diuretik

diberikan bila ada edema anasarka atau mengganggu aktivitas. biasanya furosemid 1

mg/kgBB/kali, bergantung pada beratnya edema dan respons pengobatan. Bila edema

refrakter, dapat digunakan hidroklortiazid (25-50 mg/hari). Selama pengobatan diuretic perlu

dipantau kemungkinan hipokalemia, alkalosis metabolic, atau kehilangan cairan intravascular

berat Jika ada hipertensi, dapat ditambahkan obat antihipertensi.

Page 5: Resume Kasus 2

2. Terapi prednison sebaiknya baru diberikan selambat-lambatnya 14 hari setelah diagnosis sindrom

nefrotik ditegakkan untuk memastikan apakah penderita mengalami remisi spontan atau tidak.

Bila dalam waktu 14 hari terjadi remisi spontan, prednison tidak perlu diberikan, tetapi bila

dalam waktu 14 hari atau kurang terjadi pemburukan keadaan, segera berikan prednison tanpa

menunggu waktu  14 hari

B. Sindrom nefrotik kambuh tidak sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh < 2 kali dalam masa 6 bulan atau < 4 kali dalam masa

12 bulan.

1.     Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan

dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu

2.     Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 40 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan

dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, prednison dihentikan.

C. Sindrom nefrotik kambuh sering

Adalah sindrom nefrotik yang kambuh > 2 kali dalam masa 6 bulan atau > 4 kali dalam masa

12 bulan

1. Induksi

Prednison dengan dosis 60 mg/m2/hari (2 mg/kg BB/hari) maksimal 80 mg/hari, diberikan

dalam 3 dosis terbagi setiap hari selama 3 minggu

2. Rumatan

Setelah 3 minggu, prednison dengan dosis 60 mg/m2/48 jam, diberikan selang sehari dengan

dosis tunggal pagi hari selama 4 minggu. Setelah 4 minggu, dosis prednison diturunkan

menjadi 40 mg/m2/48 jam diberikan selama 1 minggu, kemudian 30 mg/m2/48 jam selama 1

minggu, kemudian 20 mg/m2/48 jam selama 1 minggu, akhirnya 10 mg/m2/48 jam selama 6

minggu, kemudian prednison dihentikan.

Pada saat prednison mulai diberikan selang sehari, siklofosfamid oral 2-3 mg/kg/hari

diberikan setiap pagi hari selama 8 minggu. Setelah 8 minggu siklofosfamid dihentikan.

Indikasi untuk merujuk ke dokter spesialis nefrologi anak adalah bila pasien tidak respons

terhadap pengobatan awal, relapse frekuen, terdapat komplikasi, terdapat indikasi kontra

steroid,  atau untuk biopsi ginjal.

Terdapat 4 opsi pengobatan SN relaps sering atau dependen steroid :

a. Pemberian steroid jangka panjang

Untuk pengobatan sindrom nefrotik relaps sering atau dependen steroid pada anak,

setelah remisi dengan prednison dosis penuh, pengobatan dilanjutkan dengan pemberian

steroid dosis 1,5 mg/kgBB secara alternating. Dosis lalu diturunkan perlahan atau secara

bertahap 0,2 mg/kgBB setiap 2 minggu hingga dosis terkecil yang tidak menimbulkan relaps

yaitu antara 0,1-0,5 mg/kgBB alternating. Dosis tersebut merupakan dosis threshold dan

dapat dipertahankan selama 6-12 bulan. Setelah pemberian 6-12 bulan, lalu dicoba untuk

dihentikan. Pada anak usia sekolah umumnya dapat menoleransi prednison dengan dosis 0,5

Page 6: Resume Kasus 2

mg/kgBB dan pada anak usia pra sekolah dapat menoleransi hingga dosis 1 mg/kgBB secara

alternating.

Apabila pada prednison dosis 0,1-0,5 mg/kgBB alternating terjadi relaps, terapi

diberikan dengan dosis 1 mg/kgBB dalam dosis terbagi diberikan setiap hari hingga remisi.

Apabila telah remisi dosis prednison diturunkan menjadi 0,8 mg/kgBB secara alternating.

Setiap 2 minggu diturunkan 0,2 mg/kgBB hingga satu tahap (0,2 mg/kgBB) di atas dosis

prednison pada saat terjadi relaps yang sebelumnya.

Apabila pada dosis prednison rumatan > 0,5 mg/kgBB alternating terjadi relaps tetapi

pada dosis < 1,0 mg/kgBB alternating tidak menimbulkan efek samping yang berat maka

dapat diikombinasikan dengan levamisol dengan selang satu hari 2,5 mg/kgBB selama 4-12

bulan atau dapat langsung diberikan siklofosfamid.

Pemberian siklofosamid (2-3 mg/kgBB/hari) selama 8-12 minggu, apabila pada keadaan

berikut :

- Relaps pada dosis rumat > 1 mg/kgBB alternating, atau

- Dosis rumat < 1 mg/kgBB tetapi disertai :

Efek samping steroid yang berat

Pernah relaps dengan gejala yang berat, yaitu hipovolemia, trombosis, dan sepsis.

b. Pemberian levamisol

Peran levamisol sebagai steroid sparing agent terbukti efektif.18 Dosis yang diberikan

yaitu 2,5 mg/kgBB dosis tunggal, dengan selang satu hari dalam waktu 4-12 bulan.

Levamisol mempunyai efek samping antara lain mual, muntah, hepatotoksik, vasculitic rash,

dan neutropenia yang reversibel.

c. Pengobatan dengan sitostatika

d. Pengobatan dengan siklosporin atau mikofenolat mofetil (opsi terakhir)

Perlu dicari pula adanya fokus infeksi seperti tuberkulosis, infeksi di gigi, radang telinga tengah

atau kecacingan.

D. Pengobatan sindrom nefrotik dengan kontraindikasi steroid

Apabila terdapat geajala atau tanda yang menjadi kontraindikasi steroid, seperti tekanan

darah tinggi, peningkatan ureum, dan atau kreatinin, infeksi berat, dapat diberikan sitostatik CPA

oral maupun CPA puls. Pemberian siklofosfamid per oral diberikan dengan dosis 2-3

mg/kgBB/hari dosis tunggal. Untuk pemberian CPA puls dosisnya adalah 500-750 mg/m2LPB,

yang dilarutkan dalam 250 ml larutan NaCl 0,9%, diberikan selama 2 jam. CPA puls diberikan

dalam 7 dosis dengan interval 1 bulan.

E. Pengobatan sindrom nefrotik resisten steroid

Sampai saat ini belum ditemukan pengobatan SN resisten steroid yang memuaskan. Sebelum

dimulai pengobatan pada SN resisten steroid sebaiknya dilakukan biopsi ginjal untuk melihat

gambaran patologi anatomi. Hal ini karena gambaran patologi anatomi akan mempengaruhi

prognosis. Pengobatan pada SNRS adalah:

a. Siklofosfamid (CPA)

Page 7: Resume Kasus 2

b. Siklosporin (CyA)

c. Metilprednisolon puls

F. Tatalaksana komplikasi sindrom nefrotik

1) Infeksi

Adanya teori mengenai peran imunologi pada sindrom nefrotik yang menyebutkan bahwa

terjadi penurunan sistem imun pada pasien dengan sindrom nefrotik sehingga menyebabkan

pasien SN mempunyai kerentanan terhadap infeksi. Apabila telah terbukti adanya komplikasi

berupa infeksi perlu diberikan antibiotik.

Pada pasien SN Infeksi yang sering terjadi adalah selulitis dan peritonitis primer. Penyebab

tersering peritonitis primer adalah kuman gram negatif dan Streptococcus pneumoniae. Untuk

pengobatannya diberikan pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin

generasi ketiga (sefotaksim atau seftriakson) selama 10-14 hari.

Pneumonia dan infeksi saluran napas atas karena virus juga merupakan manifestasi yang

sering terjadi pada anak dengan sindrom nefrotik.

2) Trombosis

Terdapat suatu penelitian prospektif dengan hasil 15% pasien SN relaps terdapat defek

ventilasi-perfusi pada pemeriksaan skintigrafi yang berarti terdapat trombosis pembuluh vaskular

paru yang asimtomatik. Pemeriksaan fisik dan radiologis perlu dilakukan untuk menegakkan

diagnosis trombosis. Apabila telah ada diagnosis trombosis, perlu diberikan heparin secara

subkutan, dilanjutkan dengan warfarin selama 6 bulan atau lebih. Saat ini tidak dianjurkan

pencegahan tromboemboli dengan pemberian aspirin dosis rendah.19

3) Hiperlipidemia

Kadar LDL, VLDL, trigliserida, dan lipoprotein meningkat pada sindrom nefrotik relaps atau

resisten steroid, tetapi kadar HDL menurun atau normal. Kadar kolesterol yang meningkat

tersebut mempunya sifat aterogenik dan trombogenik. Hal ini dapat meningkatkan morbiditas

kardiovaskular dan progresivitas glomerulosklerosis.20 Untuk itu perlu dilakukan diet rendah

lemak jenuh dan mempertahankan berat badan normal. Pemberian obat penurun lipid seperti

HmgCoA reductase inhibitor (contohnya statin) dapat dipertimbangkan.

Peningkatan kadar LDL, VLDL, trigliserida, dan lipoprotein pada sindrom nefrotik sensitif

steroid bersifat sementara sehingga penatalaksanaannya cukup dengan mengurangi diet lemak.

4) Hipokalsemia

Hipokalsemia pada sindrom nefrotik dapat terjadi karena :

- Penggunaan steroid jangka panjang yang menimbulkan osteoporosis dan osteopenia

- Kebocoran metabolit vitamin D

Untuk menjaga keseimbangan jumlah kalsium maka pada pasien SN dengan terapi steroid

jangka lama (lebih dari 3 bulan) sebaiknya diberikan suplementasi kalsium 250-500 mg/hari

dan vitamin D (125-250 IU).22 Apabila telah ada tetani perlu diberikan kalsium glukonas

10% sebanyak 0,5 ml/kgBB intravena.

Page 8: Resume Kasus 2

5) Hipovolemia

Hipovolemia dapat terjadi akibat pemberian diuretik yang berlebihan atau pasien dengan

keadaan SN relaps. Gejala-gejalanya antara lain hipotensi, takikardia, ekstremitas dingin, dan

sering juga disertai sakit perut. Penanganannya pasien diberi infus NaCl fisiologis dengan

cepat sebanyak 15-20 mL/kgBB dalam 20-30 menit, dan disusul dengan albumin 1 g/kgBB

atau plasma 20 mL/kgBB (tetesan lambat 10 tetes per menit). Pada kasus hipovolemia yang

telah teratasi tetapi pasien tetap oliguria, perlu diberikan furosemid 1-2 mg/kgBB intravena.

6) Hipertensi

Hipertensi dapat ditemukan pada awitan penyakit atau dalam perjalanan penyakit SN

akibat dari toksisitas steroid. Untuk pengobatanya diawali dengan ACE (angiotensin

converting enzyme) inhibitor, ARB (angiotensin receptor blocker), calcium chanel blockers,

atau antagonis β adrenergik, hingga tekanan darah di bawah persentil 90.23 .

Indikasi biopsi ginjal

Keadaan di bawah ini merupakan indikasi untuk melakukan biposi ginjal:

1) Pada presentasi awal

a. Sindrom nefrotik terjadi pertama kali pada usia < 1 tahun atau lebih dari 16 tahun

b. Pada pemeriksaan terdapat tanda hematuria nyata

2) Setelah pengobatan inisial

a. Sindrom nefrotik resisten steroid

b. Sebelum memulai terapi siklosporin

Diitetik

Pemberian diit tinggi protein tidak diperlukan bahkan sekarang dianggap kontra indikasi

karena akan menambah beban glomerulus untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein

(hiperfiltrasi) dan menyebabkan terjadinya sclerosis glomerulus. Jadi cukup diberikan diit protein

normal sesuai dengan RDA (recommended daily allowances) yaitu 2 g/kgBB/hari. Diit rendah

protein akan menyebabkan malnutrisi energi protein (MEP) dan hambatan pertumbuhan anak.

Diit rendah garam (1-2 g/hari) hanya diperlukan selama anak menderita edema.

Diuretik

Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat. Biasanya diberikan loop diuretic seperti

furosemid 1-2 mg/kgBB/hari, bila perlu dikombinasikan dengan spironolakton (antagonis

aldosteron, diuretik hemat kalium) 2-3 mg/kgBB/hari. Pada pemakaian diuretik lebih lama dari

1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit darah (kalium dan natrium). Bila pemberian

diuretik tidak berhasil mengurangi edema (edema refrakter), biasanya disebabkan oleh

hipovolemia atau hipoalbuminemia berat (kadar albumin ≤ 1 g/dL), dapat diberikan infus

albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgBB selama 4 jam untuk menarik cairan dari jaringan

interstisial, dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgBB. Bila pasien tidak

mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma sebanyak 20 ml/kgBB/hari secara perlahan-lahan

Page 9: Resume Kasus 2

10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi jantung. Bila diperlukan,

albumin atau plasma dapat diberikan selang-sehari untuk memberikan kesempatan pergeseran

cairan dan mencegah overload cairan. Pemberian plasma berpotensi menyebabkan penularan

infeksi hepatitis, HIV, dan lain lain. Bila asites sedemikian berat sehingga mengganggu

pernapasan dapat dilakukan pungsi asites berulang.

Antibiotik profilaksis

Di beberapa negara, pasien SN dengan edema dan asites diberikan antibiotic profilaksis

dengan penisilin oral 125-250 mg, 2 kali sehari, sampai edema berkurang.5 Di Indonesia tidak

dianjurkan pemberian antibiotik profilaksis, tetapi perlu dipantau secara berkala, dan bila

ditemukan tanda-tanda infeksi segera diberikan antibiotik. Biasanya diberikan antibiotik jenis

amoksisilin, eritromisin, atau sefaleksin.

Imunisasi

Pasien SN yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid atau dalam 6 minggu setelah steroid

dihentikan, hanya boleh mendapatkan vaksin mati. Setelah lebih dari 6 minggu penghentian

steroid, dapat diberikan vaksin hidup. Pemberian imunisasi terhadap Streptococcus pneumoniae

pada beberapa negara dianjurkan,7 tetapi karena belum ada laporan efektivitasnya yang jelas, di

Indonesia belum dianjurkan. Pada orangtua dipesankan untuk menghindari kontak dengan pasien

varisela. Bila terjadi kontak dengan penderita varisela, diberikan profilaksis dengan

imunoglobulin varicella-zoster, dalam waktu kurang dari 72 jam. Bila tidak memungkinkan

dapat diberikan suntikan dosis tunggal imunoglobulin intravena. Bila sudah terjadi infeksi perlu

diberikan obat asiklovir dan pengobatan steroid sebaiknya dihentikan sementara.

Penderita Rawat jalan

- Pemfis dan ttv

- Pemeriksaan penunjang yang harus dievaluasi adalah urin rutin, darah tepi, kadar urin seta

kreatinin darah 3-6 bulan sekali tergantung pada situasi.

Terapi yang dilakukan pada penderita rawat jalan antara lain remisi total (tanpa terapi),

remisi parsial/ rest protein 1+ tanpa obat, proteinuria +/++ tanpa edema dan disertai gejala

infeksi, berikan antibiotika (ampisilin atau amoksilin) 3-5 hari. Bila tetap tidak ada proteinuria

maka dianggap sebagai relaps

Pengobatan tambahan

a. Mengatasi edema anasarka dengan memberikan dieuretik, furosemide 1-2 mg/kgBB/kali, 2

kali sehari peroral.

b. Odem menetap, berikan albumin (IVFD) 0,5-1 g/KgBB atau plasma 10-20 ml/kgBB/hari,

dilanjutkan dengan furosemide iv 1mg/kgBB/kali.

c. Mengatasi renjatan yang diduga karena hipoalbuminemia (1,5gr/dl) berikan albumin atau

plasma.

8. Prognosis

Page 10: Resume Kasus 2

Prognosis umumnya baik, kecuali pada keadaan-keadaan sebagai berikut :

1. Menderita untuk pertamakalinya pada umur di bawah 2 tahun atau di atas 6 tahun.

2. Jenis kelamin laki-laki.

3. Disertai oleh hipertensi.

4. Disertai hematuria

5. Termasuk jenis sindrom nefrotik sekunder

6. Gambaran histopatologik bukan kelainan minimal

7. Pengobatan yang terlambat, diberikan setelah 6 bulan dari timbulnyaa gambaran klinis

Pada umumnya sebagian besar (+ 80%) sindrom nefrotik primer memberi respons yang baik

terhadap pengobatan awal dengan steroid, tetapi kira-kira 50% di antaranya akan relapse berulang

dan sekitar 10%  tidak memberi respons lagi dengan pengobatan steroid.

9. ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN NEFROTIK SYNDROME

I. IDENTITAS

Nama : -

Umur : 4 tahun

Jenis Kelamin : laki-laki

Alamat : -

Suku : -

Agama : -

MSR : -

Tanggal Pemeriksaan : -

Umumnya 90 % dijumpai pada kasus anak. Enam (6) kasus pertahun setiap 100.000 anak terjadi

pada usia kurang dari 14 tahun. Rasio laki-laki dan perempuan yaitu 2 :1.

II. ANAMNESA

a. Keluhan utama : Bengkang seluruh tubuh sampai dengan kelopak mata

b. Riwayat penyakit sekarang :Bengkak seluruh badan,muka sembab, mengeluh pusing,frekuensi dan jumlah berkemih berkurang.ascietas +, TD 130/90 mmhg, HR 112x/mnit, RR 30x/mnit, rasio inspirasi:ekspirasi 1:1 suhu 36C lingkar perut 68 antropometri BB 32,5 kg TB 121,5cm, hipoalbuminemia (2,1), hiperkolestrlemia (345)

c. Riwayat penyakit dahulu :(Edema masa neonatus, malaria, riwayat GNA dan GNK, terpapar bahan kimia).

d. Riwayat pengobatan :Klien pernah dibawa ke RS Majalaya dan dinyatakan bocor ginjal. Setelah klien control selama 3 bulan dan tidak ada perbaikan, klien dibawa ke Al-Ichsan . Sejak 2012 klien diberi obat tablet hijau 3x2 selama 2 bulan.Selanjutnya 4 tablet / hari selang sehari

e. Riwayat kesehatan keluarga :(Karena kelainan gen autosom resesif. Kelainan ini tidak dapat ditangani dengan terapi biasa dan bayi biasanya mati pada tahun pertama atau dua tahun setelah kelahiran).

Page 11: Resume Kasus 2

f. Riwayat kehamilan dan persalinan : Tidak ada hubungan.

g. Riwayat kesehatan lingkungan : Endemic malaia sering terjadi pada kasus SN

h. Riwayat imunisasi : tidak ada hubungan

i. Riwayat nutrisi :Usia pre school nutrisi seperti makanan yang dihidangkan dalam keluarga. Status gizinya adalah

dihitung dengan rumus (BB terukur dibagi BB standar) X 100 %,

(32,5 : 18,3 ) x 100% = 170%

dengan interpretasi : < 60 % (gizi buruk), < 30 % (gizi sedang) dan > 80 % (gizi baik) .

j. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan : Pertumbuhan :

Berat badan standar anaklaki-laki usia 4 tahun menurut WHO yaitu12,7kg-21,7 kg.

Berat badan standar anaklaki-laki usia 4 tahun menurut Buzzle yaitu 15,87 kg- 16,78 kg

Z-score

IMT pasien menurut tinggi badan = BB/TB2 = 32,5 /1,2152 = 22 >3sd gemuk

BB pasien menurut usia = 32,5 >3sd gizi lebih

TB pasien menurut usia 121,5>2sd tinggi

Perkembangan psikoseksual : anak berada pada fase oedipal/falik dengan ciri meraba-raba dan

merasakan kenikmatan dari beberapa daerah erogennya, senang bermain dengan anak berjenis

kelamin beda, oedipus kompleks untuk anak laki-laki lebih dekat dengan ibu, elektra kompleks

untuk anak perempuan lebih dekat dengan ayah.

Perkembangan psikososial : anak berada pada fase pre school (inisiative vs rasa bersalah) yaitu

memiliki inisiatif untuk belajar mencari pengalaman baru. Jika usahanya diomeli atau dicela anak

akan merasa bersalah dan menjadi anak peragu.

Perkembangan kognitif : masuk tahap pre operasional yaitu mulai mempresentasekan dunia

dengan bahasa, bermain dan meniru, menggunakan alat-alat sederhana.

Perkembangan fisik dan mental : melompat, menari, menggambar orang dengan kepala, lengan

dan badan, segiempat, segitiga, menghitung jari-jarinya, menyebut hari dalam seminggu, protes

bila dilarang, mengenal empat warna, membedakan besar dan kecil, meniru aktivitas orang

dewasa.

Respon hospitalisasi : sedih, perasaan berduka, gangguan tidur, kecemasan, keterbatasan dalam

bermain, rewel, gelisah, regresi, perasaan berpisah dari orang tua, teman.

k. Pengkajian persistem.

Sistem pernapasan.

Frekuensi pernapasan 15 – 32 X/menit, rata-rata 18 X/menit, efusi pleura karena distensi

abdomen. Pada kasus 30x/mnit.

Sistem kardiovaskuler.

Hr 112x/mnit, dan TD 130/90 mmhg.

Sistem persarafan.

Dalam batas normal.

Page 12: Resume Kasus 2

Sistem perkemihan.

Urine/24 jam 600-700 ml, hematuri, proteinuria, oliguri.

Sistem pencernaan.

Diare, napsu makan menurun, anoreksia, hepatomegali, nyeri daerah perut, malnutrisi berat,

hernia umbilikalis, prolaps anii dapat terjadi pada klien dengan SN.

Sistem muskuloskeletal.

Dalam batas normal.

Sistem integumen.

Edema periorbital, ascites.

Sistem endokrin

Dalam batas normal

Sistem reproduksi

Dalam batas normal.

10. Analisa data

No Data Etiologi Masalah Keperawatan1 - DS : Pasien

datang ke RS dg keluhan tidak bisa buang air kecil.

- Keluhan dirasakan sejak 2 bulan lalu dan semakin parah sejak 1 minggu lalu.

- Pasien mengatakan 12 jam yang lalu ingin berkemih tapi tak keluar urin

DO : Saat dipalpasi, terasa tegang di area subrapubik

Riwayat penggunaan kateter

Cedera uretral↓

Jaringan parut↓

Total tersumbat↓

Obstruksi saluran kemih yang bermuara ke vesika

urinaria↓

Meningkatnya tekanan vesika urinaria

↓Penebalan dinding vesika

urinaria↓

Sulit berkemih

Perubahan pola eliminasi

2. -

11. Diagnosa dan rencana keperawatan

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan kehilangan protein sekunder terhadap peningkatan

permiabilitas glomerulus.

Page 13: Resume Kasus 2

Tujuan volume cairan tubuh akan seimbang dengan kriteria hasil penurunan edema, ascites,

kadar protein darah meningkat, output urine adekuat 600 – 700 ml/hari, tekanan darah dan nadi

dalam batas normal.

Intervensi Rasional

1. Catat intake dan output secara akurat

2. Kaji dan catat tekanan darah, pembesaran

abdomen, BJ urine

3. Timbang berat badan tiap hari dalam skala

yang sama

4. Berikan cairan secara hati-hati dan diet rendah

garam.

5. Diet protein 1-2 gr/kg BB/hari.

Evaluasi harian keberhasilan terapi dan dasar

penentuan tindakan

Tekanan darah dan BJ urine dapat menjadi

indikator regimen terapi

Estimasi penurunan edema tubuh dan

mengkaji retensi urin

Mencegah edema bertambah berat

Pembatasan protein bertujuan untuk

meringankan beban kerja hepar dan

mencegah bertamabah rusaknya hemdinamik

ginjal.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan

Tujuan : Anak dapat melakukan aktifitas sesuai dengan kemampuan dan mendapatkan istirahat

dan tidur yang adekuat.

Kriteria hasil : Klien mampu melakukan aktivitas dan latihan secara mandiri

Intervensi Rasional

1.Pertahankan tirah baring awal bila terjadi edema

hebat

2. Seimbangkan istirahat dan aktivitas bila

ambulasi

3. Rencanakan dan berikan aktivitas tenang

4. Instruksiksn istirahat bila anak mulai merasa

lelah

5.Berikan periode istirahat tanpa gangguan

Tirah baring yang sesuai gaya gravitasi

dapat menurunkan edema

Ambulasi menyebabkan kelelehan

Aktivitas yang tenang mengurangi

penggunaan energi

yang dapat menyebabkan kelelahan

Mengadekuatkan fase istirahat anak

Anak dapat menikmati masa istirahatnya

Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan edema

Tujuan :Kulit anak tidak menunjukan adanya kerusakan integritas : kemerahan/iritasi

Kriteria hasil : Tidak ada kemerahan, lecet dan tidak terjadi tenderness bila disentuh .

Page 14: Resume Kasus 2

Intervensi Rasional

1.Berikan perawatan kulit

2.Hindari pakaian ketat

3.Bersihkan dan bedaki area kulit beberapa kali

sehari

4.Ubah posisi dengan sering dan Gunakan

penghilang tekanan atau matras atau tempat

tidur penurun tekanan sesuai kebutuhan

Menjaga kulit agar tetap lembab dapat

mencegah kerusakan pada kulit edema

Penggunaan pakaian ketat dapat

memberikan tekanan pada area yang

menonjol

Tetap jaga kebersihan badan untuk

mencegah infeksi kuman.

Penekanan pada suatu area yang edema

dalam waktu yang panjang dapat

menyebabkan dekubitus

Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan imunitas tubuh yang menurun.

Tujuan tidak terjadi infeksi

kriteria hasil : tanda-tanda infeksi tidak ada, tanda vital dalam batas normal, ada perubahan

perilaku keluarga dalam melakukan perawatan.

Intervensi Rasional

a. Lindungi anak dari orang-orang yang terkena

infeksi melalui pembatasan pengunjung.

b. Tempatkan anak di ruangan non infeksi

c. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan

d. Jaga agar anak tetap hangat dan kering

e. Ajari orang tua tentang tanda dan gejala infesi

Meminimalkan masuknya organisme

Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

Mencegah terjadinya infeksi nosokomial

Membatasi masuknya bakteri ke dalam

tubuh. Deteksi dini adanya infeksi dapat

mencegah sepsis.

Suhu yang lembab dan dingin meningkatkan

perkembangbiakan bakteri.

memberi pengetahuan dasar tentang tanda dan gejala infeksi

Daftar Pustaka

Page 15: Resume Kasus 2
Page 16: Resume Kasus 2