1
8 SELASA, 15 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA N USA NTARA FURQON ULYA HIMAWAN M ATA air itu be- rada di lereng Gunung Muria, Kudus. Tepatnya di Dukuh Rejenu, Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Sumber air mengalir di bawah makam seorang ula- ma asal Baghdad, Irak,Syaikh Hasan Sadzali. Untuk sampai ke lokasi ini, perjalanan dilakukan dengan terus mendaki. Pengunjung akan melalui jalan beraspal yang berkelok dengan lebar hanya 1 meter. Dari Japan, desa terakhir, jarak menuju sumber air seki- tar 2 kilometer. Bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau ber- sepeda motor. Di sisi jalan terdapat perke- bunan kopi, tanaman pakis Muria yang lebat, dan palem pegunungan. Keindahan pa- norama daerah ini makin memesona dengan guyuran air terjun montel yang mengalir deras. ‘’Kalau mau naik ke sana, motor harus t karena jalannya naik dan berkelok,’’ kata Fathur Rahman, warga Dawe, yang sering naik ke makamSyaikh Sadzali. Sesampai di lokasi sumber air tiga rasa, pengunjung akan menemukan sejumlah warung. Di warung itu biasanya tempat mereka membeli botol plastik untuk menampung air dari sumber air tiga rasa bila ingin membawanya pulang. Para pemilik warung juga menyediakan minuman ha- ngat dan penganan, teman kala beristirahat karena lelah berjalan. Biasanya, lokasi ini ramai pengunjung pada Jumat dan Minggu, serta hari besar Islam. Mata air tiga rasa danSyaikh Hasan adalah sebuah sejarah yang tidak bisa dipisahkan. ‘’Syekh Hasan Sadzali da- tang ke Gunung Muria untuk menuntut ilmu. Ia datang me- nemui Kanjeng Sunan Muria,” kata penjaga makamSyaikh Hasan Sadzali, Kunardi, akhir pekan lalu. Diceritakan,Syaikh Hasan Sadzali menghadap Kanjeng Sunan Muria atau Raden Umar Said untuk berguru. Ia kemu- dian dianjurkan untuk pergi ke sebelah utara lereng Muria, tepatnya di daerah Rejenu. KehadiranSyaikh Hasan Sadzali yang merupakan se- orang ulama menarik minat banyak santri untuk berguru. Jumlah santri pun terus ber- tambah. Karena itu, sang ulama dan penduduk sekitar berinisiatif membangun musala. Tepat di bawah musala itu terdapat sumber air tiga rasa yang di- jadikan tempat wudu. Istilah air tiga rasa berasal dari pernyataan para musar yang meminum air dari tempat wudu ini. “Para pendatang mengaku tiga sumber air itu mengeluarkan tiga rasa yang berbeda. Yang pertama seper- ti tuak karena keasamannya tinggi, yang kedua seperti air bersoda, dan yang terakhir berasa air biasa, tawar,” lanjut Kunardi. Sejak saat itulah masyarakat sekitar Gunung Muria dan para musar yang singgah menama- kannya sumber air tiga rasa. Tiga rasa ini pun dimitoskan memiliki khasiat yang berbeda. Air dari sumur timur dengan rasa arak dipercaya bisa mem- bawa kesuksesan untuk usaha. Di tengah, air bersoda berkha- siat menyembuhkan penyakit, dan air tawar dari barat ber- faedah meningkatkan kemam- puan berpikir, pertahanan diri, dan kedigdayaan. “Orang banyak yang per- caya. Tapi, itu semua adalah usaha. Yang menentukan ada- lah Allah,” imbuh Kunardi, yang sudah sembilan tahun menjadi penjaga makam. Makam keramat dan mata air tiga rasa biasanya ramai dikun- jungi pada Jumat atau Minggu. Pengunjung makin berlimpah pada 10 Muharam dan pada hari-hari besar Islam. Kurang terurus Tidak seperti wisata ziarah di wilayah lain, saat berkunjung ke sumber air tiga rasa, kita bisa mereguk beberapa ke- nikmatan berwisata sekaligus. Ada pemandangan yang asri di sepanjang perjalanan. Kesejukan udara pegunung- an terus menyapa, membuat lelah cepat hilang. Belum lagi hiburan dendang dari burung gunung dan teriakan berbagai satwa hutan yang terus mene- mani langkah demi langkah. Namun, keriaan perjalanan harus tetap diiringi dengan kehati-hatian. Jalan mendaki yang sempit dan berkelok juga menyimpan bahaya. Saat hujan, jalanan menjadi licin. Beberapa ruas jalan batu itu cepat ditumbuhi lumut. Pengunjung bermotor harus membawa kendaraan yang kondisinya prima. Atau, lebih baik menggunakan jasa para tukang ojek yang sudah biasa membawa tamu naik ke atas gunung. Warga Japan, seperti Fathur Rahman, berharap lokasi ini bisa menjadi tujuan wisata un- ggulan di Kudus. Hanya saja, fasilitas yang ada masih sangat minim. Begitu juga akses yang tergolong masih sulit. “Perhatian pemerintah kabu- paten untuk mengembangkan lokasi ini sebagai objek wisata masih sangat kurang,” tandas Fathur. Kalau mau, pemerintah bisa membangun objek wisata arung jeram, tracking , atau sarana outbound. Yang lain, kawasan mata air tiga rasa juga bisa dikembangkan sebagai kebun biologi alam. Di lokasi ini banyak ekosistem yang bisa dimanfaatkan untuk penelitian. Selain manfaat edukasi, warga sekitar juga bisa kecipratan rezeki. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Hadi Sucipto tidak me- nampik keindahan dan potensi objek mata air tiga rasa. Hanya saja, peran yang bisa dilakukan pemkab sebatas mempromo- sikan. “Objek di lereng Muria itu pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan Makam Syaikh Sadza- li. Mereka yang lebih berhak melakukan pengembangan,” pungkas Hadi. (N-1) [email protected] Air Tiga Rasa dari Lereng Muria Saat mampir ke lidah, air yang sama jernihnya itu berbeda rasa. Ada rasa tuak dan soda, tapi ada juga yang biasa, tawar. Perhatian pemerintah kabupaten untuk mengembangkan lokasi ini sebagai objek wisata masih sangat kurang.” Fathur Rahman Warga FOTO-FOTO MI/FURQON ULYA HIMAWAN PEMANDANGAN INDAH : Keindahan panorama di sepanjang jalan menuju sumber air tiga rasa memesona dengan guyuran air terjun montel yang mengalir deras. MAKAM KERAMAT: Makam seorang ulama asal Baghdad, Irak, Syaikh Hasan Sadzali. di Dukuh Rejenu, Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menjadi salah satu tujuan wisata ziarah terutama pada hari-hari besar Islam. RASA BERBEDA : Tiga sumber air di lereng Gunung Muria mengeluarkan tiga rasa yang berbeda, yaitu seperti tuak karena keasamannya tinggi, seperti air bersoda, dan berasa tawar.

SELASA, 15 MARET 2011 | MEDIA INDONESIA Air Tiga Rasa … fileHasan adalah sebuah sejarah yang tidak bisa dipisahkan. ‘’Syekh Hasan Sadzali da-tang ke Gunung Muria untuk menuntut

Embed Size (px)

Citation preview

8 SELASA, 15 MARET 2011 | MEDIA INDONESIANUSANTARA

FURQON ULYA HIMAWAN

MATA air itu be-rada di lereng Gunung Muria, Kudus. Tepatnya

di Dukuh Rejenu, Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.

Sumber air mengalir di bawah makam seorang ula-ma asal Baghdad, Irak,Syaikh Hasan Sadzali.

Untuk sampai ke lokasi ini, perjalanan dilakukan dengan terus mendaki. Pengunjung akan melalui jalan beraspal yang berkelok dengan lebar hanya 1 meter.

Dari Japan, desa terakhir, jarak menuju sumber air seki-tar 2 kilometer. Bisa dilakukan dengan berjalan kaki atau ber-sepeda motor.

Di sisi jalan terdapat perke-bunan kopi, tanaman pakis Muria yang lebat, dan palem pegunungan. Keindahan pa-norama daerah ini makin memesona dengan guyuran air terjun montel yang mengalir deras.

‘’Kalau mau naik ke sana, motor harus fi t karena jalannya naik dan berkelok,’’ kata Fathur Rahman, warga Dawe, yang sering naik ke makamSyaikh Sadzali.

Sesampai di lokasi sumber air tiga rasa, pengunjung akan menemukan sejumlah warung. Di warung itu biasanya tempat mereka membeli botol plastik untuk menampung air dari sumber air tiga rasa bila ingin membawanya pulang.

Para pemilik warung juga menyediakan minuman ha-

ngat dan penganan, teman kala ber is tirahat karena lelah berjalan. Biasanya, lokasi ini ramai pe ngunjung pada Jumat dan Ming gu, serta hari besar Islam.

Mata air tiga rasa danSyaikh Hasan adalah sebuah sejarah yang tidak bisa dipisahkan.

‘’Syekh Hasan Sadzali da-tang ke Gunung Muria untuk menuntut ilmu. Ia datang me-nemui Kanjeng Sunan Muria,” kata penjaga makamSyaikh Hasan Sadzali, Kunardi, akhir pekan lalu.

Diceritakan,Syaikh Hasan Sadzali menghadap Kanjeng Sunan Muria atau Raden Umar Said untuk berguru. Ia kemu-dian dianjurkan untuk pergi ke sebelah utara lereng Muria, tepatnya di daerah Rejenu.

KehadiranSyaikh Hasan

Sadzali yang merupakan se-orang ulama menarik minat banyak santri untuk berguru. Jumlah santri pun terus ber-tambah.

Karena itu, sang ulama dan penduduk sekitar berinisiatif membangun musala. Tepat di bawah musala itu terdapat sumber air tiga rasa yang di-jadikan tempat wudu.

Istilah air tiga rasa berasal dari pernyataan para musafi r yang meminum air dari tempat wudu ini. “Para pendatang mengaku tiga sumber air itu mengeluarkan tiga rasa yang berbeda. Yang pertama seper-ti tuak karena keasamannya tinggi, yang kedua seperti air bersoda, dan yang terakhir berasa air biasa, tawar,” lanjut Kunardi.

Sejak saat itulah masyarakat sekitar Gunung Muria dan para musafi r yang singgah menama-kannya sumber air tiga rasa.

Tiga rasa ini pun dimitoskan memiliki khasiat yang berbeda. Air dari sumur timur de ngan rasa arak dipercaya bisa mem-bawa kesuksesan untuk usaha. Di tengah, air bersoda berkha-siat menyembuhkan penyakit, dan air tawar dari barat ber-faedah meningkatkan kemam-puan berpikir, pertahanan diri, dan kedigdayaan.

“Orang banyak yang per-caya. Tapi, itu semua adalah usaha. Yang menentukan ada-lah Allah,” imbuh Kunardi,

yang sudah sembilan tahun menjadi penjaga makam.

Makam keramat dan mata air tiga rasa biasanya ramai dikun-jungi pada Jumat atau Minggu. Pengunjung makin berlimpah pada 10 Muharam dan pada hari-hari besar Islam.

Kurang terurusTidak seperti wisata ziarah di

wilayah lain, saat berkunjung ke sumber air tiga rasa, kita bisa mereguk beberapa ke-nikmatan berwisata sekaligus. Ada pemandangan yang asri di sepanjang perjalanan.

Kesejukan udara pegunung-an terus menyapa, membuat lelah cepat hilang. Belum lagi hiburan dendang dari burung gunung dan teriakan berbagai satwa hutan yang terus mene-mani langkah demi langkah.

Namun, keriaan perjalanan harus tetap diiringi dengan kehati-hatian. Jalan mendaki yang sempit dan berkelok juga menyimpan bahaya. Saat hujan, jalanan menjadi licin. Beberapa ruas jalan batu itu cepat ditumbuhi lumut.

Pengunjung bermotor harus membawa kendaraan yang kondisinya prima. Atau, lebih baik menggunakan jasa para tukang ojek yang sudah biasa membawa tamu naik ke atas gunung.

Warga Japan, seperti Fathur Rahman, berharap lokasi ini bisa menjadi tujuan wisata un-ggulan di Kudus. Hanya saja, fasilitas yang ada masih sangat minim. Begitu juga akses yang tergolong masih sulit.

“Perhatian pemerintah kabu-paten untuk mengembangkan lokasi ini sebagai objek wisata masih sangat kurang,” tandas Fathur.

Kalau mau, pemerintah bisa membangun objek wisata arung jeram, tracking, atau sarana outbound. Yang lain, kawasan mata air tiga rasa juga bisa dikembangkan sebagai kebun biologi alam. Di lokasi ini banyak ekosistem yang bisa dimanfaatkan untuk penelitian. Selain manfaat edukasi, warga sekitar juga bisa kecipratan rezeki.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Kudus Hadi Sucipto tidak me-nampik keindahan dan potensi objek mata air tiga rasa. Hanya saja, peran yang bisa dilakukan pemkab sebatas mempromo-sikan.

“Objek di lereng Muria itu pengelolaannya dilakukan oleh Yayasan Makam Syaikh Sadza-li. Mereka yang lebih berhak melakukan pengembangan,” pungkas Hadi. (N-1)

[email protected]

Air Tiga Rasa dari Lereng MuriaSaat mampir ke lidah, air yang sama jernihnya itu berbeda rasa. Ada rasa tuak dan soda, tapi ada

juga yang biasa, tawar.

Perhatian pemerintah

kabupaten untuk mengembangkan lokasi ini sebagai objek wisata masih sangat kurang.”

Fathur RahmanWarga

FOTO-FOTO MI/FURQON ULYA HIMAWAN PEMANDANGAN INDAH : Keindahan pa norama di sepanjang jalan menuju sumber air tiga rasa memesona dengan guyuran air terjun montel yang mengalir deras.

MAKAM KERAMAT: Makam seorang ulama asal Baghdad, Irak, Syaikh Hasan Sadzali. di Dukuh Rejenu, Desa Japan, Kecamatan Dawe, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, menjadi salah satu tujuan wisata ziarah terutama pada hari-hari besar Islam.

RASA BERBEDA : Tiga sumber air di lereng Gunung Muria mengeluarkan tiga rasa yang berbeda, yaitu seper ti tuak karena keasamannya tinggi, seperti air bersoda, dan berasa tawar.