3

Click here to load reader

serologi.docx

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tugas Serologi

Citation preview

1.Reaksi Tuberkulin

Reaksi tuberkulin merupakan reaksi hipersensitivitas tipe lambat atau delayed-type hipersensitivity (DTH) berupa indurasi di tempat suntikan pada pejamu yang tersensitisasi. Reaksi tuberculin adalah reaksi dermal dan terjadi 20 jam setelah terpajan dengan antigen. Reaksi terdiri atas infiltrasi sel mononuklier (50% limfosit dan sisanya monosit). Setelah 48 jam timbul infiltrasi limfosit dalam jumlah besar di sekitar pembuluh darah yang merusak hubungan serat-serat kolagen kulit. Pajanan pertama antigen tidak menyebabkan timbulnya reaksi DTH.Urutan kejadian pada reaksi tuberkullin :a. dimulai dengan pajanan pertama individu terhadap basil tuberkel.b. Limfosit CD4+ mengenali antigen peptida dari basil tuberkel dan juga antigen kelas II dari permukaan monosit atau sel dendrit yang telah memproses antigen mikobakterium tersebut. c. Proses ini membentuk sel CD4+ tipe TH1 yang tersensitisasi yang tetap berada di dalam sirkulasi selama bertahun-tahun. d. Saat dilakukan injeksi kutan tuberkullin berikutnya pada individu tersebut, sel memori memberikan respon terhadap antigen yang telah diproses oleh APC dan akan diaktivasi, disertai dengan sekresi sitokin TH1. Sitokin TH1 inilah yang akhirnya akan bertanggung jawab untuk mengendalikan perkebangan respons DTH.Apabila reaksi menetap, reaksi tuberculin akan berlanjut menimbulkan kavitas atau granuloma.Individu yang pernah terpajan kuman Mycobacterium tuberculosis (M.tb) atau pernah menerima vaksinasi BCG akan terbentuk reaksi indurasi eritematous yang khas pada kulit apabila disuntikkan secara intrakutan sejumlah kecil PPD tuberkulin. Individu yang belum pernah terpajan M.tb atau tuberkulin tidak akan memberikan reaksi meskipun disuntikkan secara lokal PPD dengan dosis tinggi.Ini memberi kesan bahwa DTH adalah respons sekunder.

2.Reaksi GranulomaReaksi granuloma merupakan reaksi tipe IV yang dianggap paling penting karena menimbulkan banyak efek patologis. Hal tersebut terjadi oleh karena adanya antigen yang persisten didalam makrofag yang biasanya berupa mikroorganisme yang tidak dapat dihancurkan atau kompleks imun yang menetap misalnya pada alveolitis alergik.Reaksi granuloma terjadi sebagai usaha tubuh untuk memmbatasi kehadiran antigen yang persisiten didalam tubuh. Reaksi ini dapat terjadi akibat sensitasi terhadap antigen mikroorganisme, misalnya M tuberkulosiss dan M lepra. Granuloma terjadi pula pada hipersensitivitas terhadap zerkonium sarkoidosis dan rangsangan bahan non-antigenik seperti bedak (talcum). Dalam hal ini makrofag tidak dapat memusnahkan benda inorganic tersebut. Granuloma nonimunologis tidak mengandung limfosit, sedangkan granuloma imunologis mengandung limfosit.Dalam reaksi granuloma ditemukan sel epiteloid yang diduga berasal dari sel-sel makrofag. Sel-sel raksasa yang memiliki banyak nucleus disebut sel raksasa langhans. Sel tersebut mempunyai beberapa nucleus yang tersebar di bagian perifer sel dan oleh karena itu diduga sel tersebut merupakan hasil diferensiasi terminal sel monosit/makrofag.Granuloma adalah bentuk khusus DTH yang terjadi pada saat antigen bersifat persisten dan / tidak dapat didegradasi. Infiltrate awal sel T CD4+ perivaskular secara progresif digantikan oleh makrofag dalam waktu 2 hingga 3 minggu, makrofag yang terakumulasi secara khusus menunjukkan bukti morfologis adanya aktivasi, yaitu semakin membesar, memipih dan eosinofilik (disebut juga sebagai sel epiteloid). Sel epiteloid kadang-kadang bergabung dibawah pengaruh sitokin tertentu (misalnya, IFN-) untuk membentuk sel raksasa (giant sel) berinti banyak. Suatu agregat mikroskopis sel epiteloid seara khusus dikelilingi oleh suatu lingkaran limfosit yang disebut granuloma dan polanya disebut inflamasi granuloma.