Upload
bayuaul
View
96
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TB DM
Citation preview
SHORTCASE
TB PARU DENGAN DIABETES MELITUS
Oleh:
Bayu Aulia Riensya
Pembimbing:
Dr. Afdhalun A.Hakim, Sp.JP, FIHA, FAsCC
Dr. Alfian Nurdi, Sp.PD
Dr. Wahyu, Sp. PD
Dr. Oke Viska, Sp.P
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
RUMAH SAKIT OTORITA BATAM
BATAM
2013
1
BAB I
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. B
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 51 tahun
Alamat : Batu besar RT 03 RW 01 Nongsa
Pekerjaan : Karyawan swasta
Status perkawinan : Menikah
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Suku : Melayu
Masuk RS : 23 Januari 2013
ANAMNESIS
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 Januari 2013 pukul 14.00 WIB
Keluhan Utama : Batuk bercampur darah sejak 3 hari SMRS Keluhan Tambahan : Batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu, demam, sakit
kepala bagian belakang, maag. Riwayat Penyakit sekarang
Os datang ke RSAL dr.Mintohardjo dengan keluhan sejak 3 hari yang lalu Os batuk darah. Warna darah merah segar bercampur dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os batuk berdahak sejak 3 bulan yang lalu. Dahak berwarna putih kental. Os mengaku demam, demamnya naik turun tidak beraturan. Os juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di dada kiri, nyeri dirasakan tajam dan kadang menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os mengeluh berkeringat banyak pada pagi dan malam serta sering menggigil jika terlambat makan. Nafsu makan masih baik 3 kali sehari, ada mual, tidak ada muntah,
2
tidak ada nyeri ulu hati, namun terjadi penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir sekitar 14 kg. BAB lancar 1 kali sehari dan sering BAK warna kuning jernih.
Riwayat Penyakit Dahulu- Riwayat pengobatan paru selama 6 bulan disangkal- Riwayat hipertensi disangkal- Riwayat DM sejak 5 tahun yang lalu- Riwayat asma disangkal- Riwayat alergi disangkal- Riwayat penyakit jantung disangkal- Riwayat sakit maag (+)
Riwayat Penyakit Keluarga- Riwayat hipertensi (-)- Riwayat DM (+) Ibu- Riwayat alergi (-)- Riwayat asma (-)- Riwayat penyakit jantung (-)- Riwayat penyakit paru (-)
Riwayat Pribadi dan KebiasaanOs mengaku merokok sejak umur 18 tahun 5 batang/hari. Minum minuman
berakohol dan pemakaian obat-obatan suntik disangkal. Os mengaku jarang berolahraga, makan 3-4 kali/hari, dan suka begadang.
Riwayat LingkunganOs tinggal di kontrakan di daerah Condet bersama keluarga. Lingkungan sekitar
padat namun cukup bersih. Di lingkungan tempat tinggal tidak ada yang menderita batuk-batuk maupun sakit paru. Di lingkungan kerja ada 2 teman os yang sakit batuk.
Riwayat Sosio EkonomiOs bekerja sebagai karyawan di sebuah perusahaan AC dengan gaji 3 juta per
bulan.
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
Kesan sakit : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi
Berat badan : 41 kg
Tinggi badan : 165 cm
IMT : 15,05 kg/m2 (underweight)
3
Tanda vital
Suhu : 36,10 C
Nadi : 76 x/menit
Pernafasan : 24 x/menit, abdominothorakal
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Status Generalis
Kepala : Normocephali, rambut hitam, tidak mudah rontok, distribusi merata
Mata :
Pupil : Isokhor Refleks cahaya : +/+ Konjungtiva : Anemis +/+ Sklera : Ikterik -/-
Hidung :
Septum deviasi : - Sekret : -/- Hiperemis : -/- Hipertrofi : -/-
Telinga :
Bentuk telinga normal kanan dan kiri MT Intak : +/+ Nyeri tekan : -/- Mukosa hiperemis : -/- Serumen : -/- Sekret : -/-
Mulut :
Mukosa bibir normal Oral hygiene baik Faring tidak hiperemis Tonsil T1-T1 tenang
Leher :
4
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening Tidak ada pembesaran kelenjar thyroid Trakea letak di tengah tidak ada deviasi JVP 5+1
Thorax
Paru
Inspeksi :
Normochest Bentuk dada simetris saat statis dan dinamis Tidak ada retraksi dinding dada
Palpasi :
Tidak ada nyeri tekan Vokal fremitus +/+ simetris
Perkusi :
Sonor diseluruh lapang paru Batas paru hepar : linea midclavicularis dekstra ICS 5
Auskultasi :
Vesikular dikedua lapang paru Ronkhi -/- Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Iktus cordis tak tampak
Palpasi : Iktus cordis teraba di linea midclavicularis sinistra ICS 5
Perkusi : Batas jantung kanan linea sternalis dekstra ICS 4,
Batas jantung kiri di linea midclavicularis sinistra ICS 5
Auskultasi : BJ 1 dan BJ 2 reguler, murmur -, gallop -
Abdomen
Inspeksi : Perut tampak datar, simetris, sikatriks(-)
Palpasi :
5
Supel (+) Hepatomegali (-) Splenomegali (-) Nyeri tekan epigastrium (+)
Perkusi : timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus 4x/menit
Ekstremitas Atas : Akral hangat, edema -/-
Ekstremitas Bawah : Akral hangat, edema -/-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Glucotest
Pemeriksaan Hasil Rujukan
Gula darah sewaktu 201* mg% <200
Kimia
SGOT 17 u/l <35
SGPT 14 u/l <41
Ureum 20 mg/dl 20-40
Creatinin 0,8 mg/dl 0,6-1,2
Hematologi
Leukosit 10.800* /mm3 5.000-10.000
Eritrosit 4,93 juta/mm3 4,5-5,5
Hb 11,5* g/dl 14-18
Ht 36* % 43-51
Trombosit 464.000* ribu/mm3 150-400
LED(laju endap darah) 35* mm/jam <10
6
Hitung Jenis
Basofil 0 % 0-1
Eosinofil 0* % 2-4
Batang 0* % 2-6
Segmen 79* % 50-70
Limfosit 14* % 20-40
Monosit 7 % 2-8
Sputum
BTA +/positif -/negatif
Pemeriksaan Foto Thoraks AP
CTR tidak bisa dinilai Jaringan lunak dan tulang-tulang dinding dada baik Sinus costofrenikus paru kanan dan kiri baik Tampak bercak infiltrat lesi luas pada kedua apex paru
Kesan : TB paru lesi luas kasus baru
7
RINGKASAN
Pasien laki-laki usia 51 tahun pekerjaan karyawan perusahaan AC datang ke IGD
RSAL dengan keluhan batuk darah sejak 3 hari yang lalu. Warna darah merah segar
bercampur dengan dahak ± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat
istirahat. Os mengaku demam, demamnya naik turun tidak beraturan. Os juga mengaku
setiap batuk timbul nyeri di dada kiri, nyeri dirasakan tajam dan kadang menjalar
sampai ke punggung, nyeri hilang saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak
terutama saat batuk dan berbaring, sesak tanpa bunyi “ngik”. Os mengeluh berkeringat
banyak pada pagi dan malam serta sering menggigil jika terlambat makan. Nafsu
makan masih baik 3 kali sehari, ada mual, tidak ada muntah, tidak ada nyeri ulu hati,
namun terjadi penurunan berat badan selama 6 bulan terakhir sekitar 14 kg. BAB
lancar 1 kali sehari dan sering BAK warna kuning jernih. Di lingkungan kerja ada 2
teman os yang sakit batuk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan underweight IMT (18,3
kg/m2), pernafasan 24x/menit (meningkat). Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
Gula Darah Sewaktu 221 mg% (meningkat), Leukosit 10.800/mm3 (meningkat),
Hemoglobin 11,5 g/dl (menurun), Hematokrit 36% (menurun), Trombosit 464.000
ribu/mm3 (meningkat), LED 35 mm/jam (meningkat), Eosinofil 0% (menurun), Batang
0% (menurun), Segmen 79% (meningkat), Limfosit 14% (menurun), BTA (+). Pada
pemeriksaan foto thoraks kesan : TB paru kanan BTA (+) lesi luas.
DAFTAR MASALAH
1. Hemoptisis ec TB paru BTA (+)
2. Diabetes Melitus
ASSESMENT
1. Hemoptisis ec TB paru BTA (-)
Berdasarkan anamnesis :
Batuk darah sejak 3 hari yang lalu, warna darah merah segar bercampur dengan dahak
± 1 sendok makan, batuk lebih sering terjadi pada saat istirahat. Os mengaku demam,
demamnya naik turun tidak beraturan. Os juga mengaku setiap batuk timbul nyeri di
dada kiri, nyeri dirasakan tajam dan kadang menjalar sampai ke punggung, nyeri hilang
8
saat tidak batuk. Kadang-kadang disertai sesak terutama saat batuk dan berbaring,
sesak tanpa bunyi “ngik”. Os mengeluh berkeringat banyak pada pagi dan malam serta
sering menggigil jika terlambat makan. Nafsu makan masih baik 3 kali sehari, ada
mual, tidak ada muntah, tidak ada nyeri ulu hati, namun terjadi penurunan berat badan
selama 6 bulan terakhir sekitar 14 kg. BAB lancar 1 kali sehari dan sering BAK warna
kuning jernih. Di lingkungan kerja ada 2 teman os yang sakit batuk.
Berdasarkan pemeriksaan fisik :
IMT 18,3 (underweight)
Pernafasan 24x/menit (meningkat)
Berdasarkan pemeriksaan penunjang :
Foto thorax:
Kesan : Tuberkulosis paru lesi luas kasus baru
Pemeriksaan laboratorium :
o LED 35 mm/jam (meningkat)
o Leukosit 10.800 mm3 (meningkat), dengan neutrofil segmen meningkat dan
limfosit menurun
Tatalaksana :
Vit K 3x1 amp
Kalnex 3x1 amp
OAT 4FDC 1x3 tab
2. Diabetes Melitus
Berdasarkan anamnesis :
Os menggigil bila terlambat makan, terjadi penurunan berat badan selama 6 bulan
terakhir sekitar 14 kg. Os mengeluh sering BAK warna kuning jernih. Riwayat DM
sejak 5 tahun yang lalu.
Berdasarkan pemeriksaan fisik :
IMT 18,3 (underweight)
Berdasarkan pemeriksaan penunjang:
GDS: 201 mg%
Tatalaksana :
9
- Diet DM 2100 kal
- Lantus 1 x 10 unit 22.00
- Novorapid 3 x 4 unit a.c
- Periksa GD2PP
PROGNOSIS
AD VITAM : ad bonam
AD SANATIONAM : dubia ad bonam
AD FUNGSIONAM : dubia ad bonam
FOLLOW UP SOAP
Tanggal 23 /0 9 /2012, pukul 05.35
S Batuk darah (+), demam, nyeri dada, sesak pada malam hari, keringat (+).O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 130/70 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 37,60 C, Pernafasan : 21x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-GDS: 201 mg%
A - TB paru- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 20 tpm + Adona 1 amp/kolf- Ceftriaxone injeksi 2x1 gram- Ranitidin 2x1 amp- Vit K 3x1 amp- Kalnex 3x1 amp- Diet DM 2100 kal- Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- Cek BTA
Tanggal 24 /0 9 /2012, pukul 06. 00
S Batuk kering (+) blood streak, nyeri dada berkurang, sesak (-), demam (-), keringat (-).
O KU : TSS, Kesadaran : compos mentisTD : 120/70 mmHg, Nadi : 70x/menit, Suhu : 36,10 C, Pernafasan : 16x/menit
10
Kepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh+/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-BTA sputum (+)
A - TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru dengan hemoptisis- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 20 tpm + Adona 1 amp/kolf- Ceftriaxone injeksi 2x1 gram- Ranitidin 2x1 amp- Vit K 3x1 amp- Kalnex 3x1 amp- Diet DM 2100 kal- Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- OAT 4FDC 3x1 tab- Cek GD 2 jam pp
Tanggal 25 /0 9 /2012, pukul 0 5 . 40
S Batuk darah (-), nyeri dada, sesak pada malam hari, keringat (+).O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
TD : 120/70 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 37,90 C, Pernafasan : 21x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-GD2PP: 140 mg/dl/2jam
A - TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 20 tpm + Adona 1 amp/kolf- Ceftriaxone injeksi 2x1 gram- Ranitidin 2x1 amp- Vit K 3x1 amp- Kalnex 3x1 amp- Diet DM 1800 kal- Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- OAT 4FDC 3x1 tab
Tanggal 26 /0 9 /2012, pukul 0 5 . 50
S Batuk berdahak pada malam hari, batuk darah (-), nyeri dada, sesak pada malam hari, keringat (+).
O KU : TSS, Kesadaran : compos mentis
11
TD : 120/70 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 37,10 C, Pernafasan : 21x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-GD2PP: 140 mg/dl/2jam
A - TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru- Diabetes Mellitus tipe II
P - Infus RL 20 tpm + Adona 1 amp/kolf- Ceftriaxone injeksi 2x1 gram- Ranitidin 2x1 amp- Vit K 3x1 amp- Kalnex 3x1 amp- Diet DM 1800 kal- Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- OAT 4FDC 3x1 tab
Tanggal 27 /0 9 /2012, pukul 0 5 . 35
S Batuk berdahak pada malam hari ↓, batuk darah (-).O KU : TSR, Kesadaran : compos mentis
TD : 110/70 mmHg, Nadi : 88x/menit, Suhu : 36,50 C, Pernafasan : 20x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-
A - TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru- Diabetes Mellitus tipe II
P - Diet DM 1800 kal- Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- FDC 3 tab 22.00
Tanggal 28 /0 9 /2012, pukul 0 5 . 55
S Batuk ↓O KU : TSR, Kesadaran : compos mentis
TD : 110/80 mmHg, Nadi : 84x/menit, Suhu : 36,20 C, Pernafasan : 22x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-
12
Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-A - TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru
- Diabetes Mellitus tipe IIP - Diet DM 1800 kal
- Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- FDC 3 tab 22.00- Vit. B6 1x1 tab
Tanggal 29 /0 9 /2012, pukul 0 7.00
S Batuk ↓, tadi malam muntah cairan 1x.O KU : TSR, Kesadaran : compos mentis
TD : 120/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,00 C, Pernafasan : 21x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-
A - TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru- Diabetes Mellitus tipe II
P - Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- FDC 3 tab 22.00- Ondancentron 3x1 tab- Vit. B6 1x1 tab- Vit. B1 3x1 tab
Tanggal 30 /0 9 /2012, pukul 0 6.00
S Batuk (-), demam (-), nyeri dada sebelah kiri jika berbaring ke arah kiriO KU : TSR, Kesadaran : compos mentis
TD : 120/70 mmHg, Nadi : 84x/menit, Suhu : 36,40 C, Pernafasan : 21x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-
A - TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru- Diabetes Mellitus tipe II
P - Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- FDC 3 tab 22.00- Ondancentron 3x1 tab- Vit. B6 1x1 tab- Vit. B1 3x1 tab
13
Tanggal 01 / 10 /2012, pukul 0 5.30
S Batuk (-), demam (-)O KU : TSR, Kesadaran : compos mentis
TD : 110/80 mmHg, Nadi : 80x/menit, Suhu : 36,10 C, Pernafasan : 20x/menitKepala : normochepali, Mata : CA-/-, SI-/-, Mulut : tidak ada kelainanLeher : KGB tidak membesarThoraks : P : SN vesikuler, Rh-/-, Wh -/-, C : BJ I-II reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : datar, supel, BU(+) N, NT(-), H/L tak teraba membesarEkstremitas atas : akral hangat +/+, edema -/-Ekstremitas bawah : akral hangat +/+, edema -/-
A - TB paru BTA (+) lesi luas kasus baru- Diabetes Mellitus tipe II
P - Lantus 1x10 unit 22.00- Novorapid 3x5 unit a.c- FDC 3 tab 22.00- Ondancentron 3x1 tab- Vit. B6 1x1 tab- Vit. B1 3x1 tab
ANALISA KASUS
Hiperglikemia berbahaya terhadap berbagai sel dan sistem organ karena
pengaruhnya terhadap sistem imun, dapat bertindak sebagai mediator inflamasi,
mengakibatkan respon vaskular, dan respon sel otak. Pada keadaan hiperglikemia mudah
terjadi infeksi karena adanya disfungsi fagosit. Dari kasus Tn.O, dengan kadar gula lebih
dari normal di dalam darah memudahkan bakteri untuk berkembang biak dikarenakan
banyak glukosa sebagai bahan makanan bakteri.
14
BAB II
PEMBAHASAN
A. HEMOPTISIS
Definisi
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah atau dahak yang mengandung bercak
darah dan berasal dari saluran napas di bawah glotis atau perdarahan yang keluar
melalui saluran napas bawah glotis. Volume darah yang dibatukkan bervariasi dan
dahak bercampur darah dalam jumlah minimal hingga masif, tergantung laju
perdarahan dan lokasi perdarahan. Batuk darah masif dapat diklasifikasikan
berdasarkan volume darah yang dikeluarkan pada periode tertentu. Batuk darah masif
adalah batuk darah antara >100 sampai>600 mL dalam waktu 24 jam. Batuk darah
masif memerlukan penanganan segera karena dapat mengganggu pertukaran gas di
paru dan dapat mengganggun kestabilan hemodinamik penderita sehingga bila tidak
ditangani dengan baik dapat mengancam jiwa.
Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sputum. Umumnya pada bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya pada
kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas laring) atau
dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan buatan (factitious).
Pada pasien ditemukan batuk darah yang bercampur dengan dahak, warna darah
merah segar, muncul setiap kali batuk, jumlahnya 1 sendok makan, pasien sudah
mengalami hemoptisis tetapi belum termasuk batuk darah masif, akan tetapi tetap harus
ditangani denggan baik agar tidak semakin memburuk.
15
Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis
Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah
(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada batuk
darah akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Batuk darah Muntah darah
1. Didahului batuk keras yang tidak
tertahankan.
2. Terdengar adanya gelembung-
gelembung udara bercampur darah di
dalam saluran napas.
3. Terasa asin / darah dan gatal di
tenggorokan.
4. Warna darah yang dibatukkan merah
segar bercampur buih, beberapa hari
kemudian warna menjadi lebih tua atau
kehitaman.
5. pH alkalis.
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru
1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah
waktu muntah.
2. Suara napas tidak ada gangguan.
3. Didahului rasa mual / tidak enak
di epigastrium.
4. Darah berwarna merah kehitaman,
bergumpal-gumpal bercampur sisa
makanan.
5. pH asam.
6. Frekuensi muntah darah tidak
sekerap hemoptoe.
7. Penyebabnya : sirosis hati,
gastritis.
Penyebab batuk darah sangat beragam antara lain :
1. Infeksi : tuberkulosis, staphylococcus, klebsiella, legionella), jamur, virus
2. Kelainan paru seperti bronchitis, bronkiektasis, emboli paru, kistik fibrosis, emfisema
bulosa
3. Neoplasma : kanker paru, adenoma bronchial, tumor metastasis
4. Kelainan hematologi : disfungsi trombosit, trombositopenia, disseminated intravascular
coagulation (DIC)
5. Kelainan jantung : mitral stenosis, endokarditis tricuspid
6. Kelainan pembuluh darah : hipertensi pulmoner, malformasi arterivena, aneurisma
aorta
7. Trauma : jejas toraks, rupture bronkus, emboli lemak
16
8. Iatrogenik : akibat tindakan bronkoskopi, biopsi paru, kateterisasi swan-ganz,
limfangiografi
9. Kelainan sistemik : sindrom goodpasture, idiopathic pulmonary hemosiderosis,
systemic lupus erytematosus, vaskulitis (granulomatosis wagener, purpura henoch
schoenlein, sindrom chrug-strauss)
10. Obat / toksin : aspirin, antikoagulan, penisilamin, kokain
11. Lain-lain : endometriosis, bronkiolitiasis, fistula bronkopleura, benda asing, hemoptisis
kriptogenik, amiloidosis
Patofisiologi Hemoptisis
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi dari
cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi pada jaringan
paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan fungsinya untuk
pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna tuberkulosis yang
merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih diragukan. Teori terjadinya
perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen ini telah lama dianut, akan tetapi
beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa terdapatnya hipervaskularisasi bronkus
yang merupakan percabangan dari arteri bronkialis lebih banyak merupakan asal dari
perdarahan pada hemoptoe.
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah menjadi
rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk menimbulkan batuk
darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada pembuluh
darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar seperti pada
dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat adanya reaksi antibodi terhadap membran, seperti padaGoodpasture’s syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
17
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal dengan aneurisma
Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari cabang pembuluh darah
bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang
bronkial. Diduga hal ini terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah
bronkial dan pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan
hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami transudasi ke dalam
alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk darah.
Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap warna darah
untuk membedakannya dengan hematemesis, lamanya perdarahan, terjadinya mengi
(wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi, serta keadaan umum pasien, tekanan darah,
nadi, respirasi dan tingkat kesadaran.
Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk mencegah aspirasi
darah ke paru yang sehat.
Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.
Batuk secara perlahan – lahan untuk mengeluarkan darah di dalam saluran saluran
napas untuk mencegah bahaya sufokasi.
Dada dikompres dengan es – kap, hal ini biasanya menenangkan penderita.
Pemberian obat – obat penghenti perdarahan (obat – obat hemostasis), misalnya
vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.
Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.
Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan yang terjadi.
Pemberian oksigen
Tindakan selanjutnya bila mungkin :
Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi
18
Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan
bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.
2. Terapi pembedahan
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :
a) Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b) Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada
perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan
operasi.
c) Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptoe yang
berulang dapat dicegah.
Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan oleh
tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat menimbulkan
renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke dalam
jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
B. TB PARU
DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks
Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan
termasuk dalam ordo Actinomycetales. Kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M.
tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks
tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama
untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru (90%)
dibandingkan bagian lain tubuh manusia.
19
TBC merupakan salah satu penyakit menular yang masih menjadi masalah
kesehatan di Indonesia. Penularan kuman tuberculosis pada orang sehat dan risiko
kematian pada penderita yaitu salah satu masalah yang perlu ditangani oleh segenap
lapisan masyarakat dan petugas kesehatan.
Mycobacterium tuberculosis
ETIOLOGI
Penyebab tuberculosis adalah Mycobacterium tuberculosis, sejenis kuman
berbentuk batang dengan ukuran panjang 1-4/um dan tebal 0,3-0,6/um. Yang tergolong
dalam kuman Mycobacterium tuberculosae complex adalah: 1. M. tuberculosae, 2. Varian
Asian, 3. Varian African I, 4. Varian African II, 5. M. bovis. Pembagian tersebut
berdasarkan perbedaan secara epidemiologi.
Sebagian besar dinding kuman terdiri atas asam lemak (lipid), kemudian
peptidoglikan dan arabinomannan. Lipid inilah yang membuat kuman lebih tahan terhadap
asam (asam alcohol) sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih tahan
terhadap gangguan kimia dan fisis. Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun
dalam keadaan dingin (dapat bertahan bertahun-tahun dalam lemari es). Hal ini terjadi
karena kuman berada dalam sifat dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit
kembali dan menjadikan penyakit tuberculosis aktif lagi.
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraselular yakni dalam sitoplasma
makrofag. Makrofag yang semula memfagositasi malah kemudian disenanginya karena
banyak mengandung lipid.
20
Sifat lain kuman ini adalah aerob. Sifat ini menunjukkan bahwa kuman menyenangi
jaringan yang tinggi kandungan oksigennya. Dalam hal ini tekanan oksigen pada bagian
apical paru-paru lebih tinggi dari bagian lain, sehingga bagian apical ini merupakan tempat
predileksi penyakit tuberculosis.
PATOFISIOLOGI
Pada tuberculosis, basil tuberculosis menyebabkan suatu reaksi jaringan
yang aneh di dalam paru-paru meliputi : penyerbuan daerah terinfeksi oleh makrofag,
pembentukan dinding di sekitar lesi oleh jaringan fibrosa untuk membentuk apa yang
disebut dengan tuberkel. Banyaknya area fibrosis menyebabkan meningkatnya usaha otot
pernafasan untuk ventilasi paru dan oleh karena itu menurunkan kapasitas vital,
berkurangnya luas total permukaan membrane respirasi yang menyebabkan penurunan
kapasitas difusi paru secara progresif, dan rasio ventilasi-perfusi yang abnormal di dalam
paru-paru dapat mengurangi oksigenasi darah.
21
Individu dengan penyakit TBC
Paru-paru terinfeksi
Jaringan paru
di invasi makrofag
Membentuk jaringan
fibrosa
Resiko infeksi
Metabolisme
meningkat
Berkurangnya luas total
permukaan membran
Batuk dan nyeri dada Pola nafas tidak efektifPenurunan kapasitas
difusi paru
Gangguan nutrisi
kurang dari kebutuhan
cemas
Gangguan keseimbangan cairan
kurang dari kebutuhan
Berkurangnya
oksigenasi darah
Iritasi jaringan paru
Kurang perawatan diri
Intoleransi
aktivitas
Gangguan pertukaran gas
malasie
Tempat masuk kuman M. tuberculosis adalah saluran pernapasan, saluran
pencernaan dan luka terbuka pada kulit. Kebanyakan infeksi tuberculosis terjadi melalui
udara (airborne), yaitu melalui inhalasi droplet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel, kuman ini tidak menghasilkan toksin yang di kenal. Dalam tetesan droplet yang
terhirup dan mencapai alveoli. Penyakit timbul akibat menetapnya dan berproliferasinya
kuman tersebut dan adanya interaksi dari tuan rumah, misalnya basil tidak virulen yang di
suntikan contoh BCG hanya dapat hidup selama beberapa bulan atau tahun pada tuan
rumah normal. Resistensi dan hipersensitivitas tuan rumah sangat mempengaruhi
perkembangan penyakit.
Penyakit ini dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel, sel efektornya adalah
makrofag, sedangkan limfosit biasanya sel T adalah sel imunoresponsinya. Tipe imuniitas
seperti ini biasanya lokal, melibatkan makrofag yang di aktifkan ditempat infeksi oleh
limfosit dan limfokinnya.Respon ini disebut sebagai reaksi hipersensitivitas atau reaksi
lambat.
Pembentukan dan perkembangan lesi-lesi dan penyembuhannya atau progresifnya
terutama ditentukan oleh:
1. Jumlah kuman yang masuk dan perkembangbiakan selanjutnya.
2. Resistensi dan hipersensivitas dari hospes.
Saat masuk ke tubuh manusia kuman mycobacterium tuberculosis akan membentuk
dua tipe lesi utama:
1. Tipe eksudatif, ini terdiri dari reaksi peradangan akut, lekosit polimorfonuklir dan
kemudian, monosit sekitar basil tuberkel. Tipe ini terlihat pada jaringan paru-paru,
dimana lesi ini mirip dengan pnemonia bakterie, tipe ini dapat sembuh dengan
resolusi sehingga seluruh eksudat di absorpsi sehingga mengakibatkan nekrosis
massif dari jaringan atau dapat berkembang menjadi tipe produktif, selama fase ini
tes tuberculin positif.
2. Tipe produktif, bila berkembang maksimal lesi ini akan menjadi suatu granuloma
menahun yang terdiri dari 3 daerah:
Daerah sentral yang luas, yang mempunyai sel sel inti banyak yang
mengandung basil tuberkel.
22
Batuk darah
Peningkatan sekresi Bersihan jalan nafas tidak efektif
Daerah tengah terdiri dari sel-sel epiteloid pucat.
Derah perifer yang terdiri dari fibroblas, limfosit dan monosit kemudian
terbentuk jaringan fibrosa perifer dan daerah sentral mengalami nekrosis dan
membentuk kaverne, selanjutnya lesi ini sembuh dengan fibrosis atau
kalsifikasi.
Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional,
basil dapat menyebar lebih lanjut dan mencapai aliran darah yang selanjutnya menyebar
ke seluruh organ, tetapi kuman ini mutlak hidup ditempat yang memiliki kandungan
oksigen yang tinggi oleh karena itu lokasi utama penyakit ini adalah di paru.
Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan bersatu sehingga
membentuk sel tuberkel epiteloid yang di kelilingi oleh limfosit, reaksi ini membutuhkan
waktu 10 sampai 20 hari. Nekrosis bagian sentral lesi memberikan gambaran yang relatif
padat dan seperti keju, lesi seperti ini disebut dengan nekrosis kaseosa.
Lesi primer paru–paru dinamakan fokus Ghon dan gabungan terserangnya kelenjar
getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Ini dapat dilihat pada
orang sehat yang selalu menjalani pemeriksaan radiologi.
Cara penularan kuman mycobacterium tuberculosis:
1. Kuman dibatukkan atau dibersinkan oleh penderita TB menjadi droplet nuclei
(partikel kecil yang merupakan gabungan antara sel tubuh dan sel yang sudah
terinfeksi. Setiap kali penderita TB batuk akan dikeluarkan 3000 droplet yang infektif
(memiliki kemampuan menginfeksi), partikel infeksi ini dapat hidup pada udara bebas
selama 1-2 jam, tergantung ada tidaknya sinar ultra violet, ventilasi yang baik dan
kelembaban. Dalam suasana lembab kuman dapat hidup berhari-hari.
2. Kuman yang terhirup dapat menghindari pertahanan mekanik saluran napas bagian
atas dan akan menuju alveoli dimana infeksi awal terjadi, kuman ini akan membentuk
sarang primer dan di ikuti pembesaran kelenjar getah bening yang disebut komplek
primer.
3. Komplek primer selanjutnya mengalami perjalanan penyakit tergantung virulensi,
jumlah kuman, dan ketahanan tubuh penderita. Ini dapat sembuh sama sekali tanpa
cacat, sembuh dengan meninggalkan sedikit jaringan paru atau berkomplikasi dan
menyebar baik secara hematogen atau limfatogen.
23
Tidak semua orang yang menghirup kuman TBC akan tertular penyakit tersebut.
Pada orang yang sehat, biasanya kuman tersebut menjadi tidak aktif dan orang itu tetap
sehat tetapi kuman tersebut akan jadi aktif bila:
Kekurangan gizi
Kondisi fisik yang lemah
Terkena penyakit tertentu sepeti HIVdan Diabetes melitus
Pecandu obat-obat terlarang
Menggunakan hormon steroid
Perokok berat
MANIFESTASI KLINIS
Penderita TB paru akan mengalami berbagai gangguan kesehatan, seperti batuk
berdahak kronis, demam subfebril, berkeringat tanpa sebab di malam hari, sesak napas,
nyeri dada, dan penurunan nafsu makan. Semuanya itu dapat menurunkan produktivitas
penderita bahkan kematian.
Gejala klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan:
Gejala Respiratorik Gejala Sistemik
Batuk lebih dari 3 minggu
Dahak (sputum)
Batuk darah
Sesak nafas
Nyeri dada
Wheezing
Demam dan menggigil
Penurunan berat badan
Rasa lelah dan lemah (Malaise)
Berkeringat banyak terutama di
malam hari
Tidak ada nafsu makan
(Anoreksia)
Sakit-sakit pada otot (Mialgia)
KLASIFIKASI TUBERKULOSIS PARU
Penentuan klasifikasi penyakit dan tipe pasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi
kasus” yang meliputi empat hal, yaitu :
1) Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru
2) Bakteriologi ; hasil pemeriksaan mikroskopis : BTA positif dan BTA negatif
3) Tingkat keparahan penyakit : ringan atau berat
4) Riwayat pengobatan TB sebelumnya : baru atau sudah pernah diobati
Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah
24
1. Menentukan paduan pengobatan yang sesuai
2. Registrasi kasus secara benar
3. Menentukan prioritas pengobatan TB BTA positif
4. Analisis kohort hasil pengobatan
Kesesuaian paduan dan dosis pengobatan dengan kategori diagnostik sangat diperlukan
untuk:
1. Menghindari terapi yang tidak adekuat (undertreatment) sehingga
2. Mencegah timbulnya resistensi,
3. Menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment) sehingga
4. Meningkatkan pemakaian sumber-daya lebih biaya efektif (cost-effective)
5. Mengurangi efek samping.
Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1) Tuberkulosis paru. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan
(parenkim) paru. Tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2) Tuberkulosis ekstra paru. Tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain
paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe,
tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan BTA sputum
a. Tuberkulosis paru BTA ( + ) adalah :
i. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil
BTA positif
ii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan hasil BTA
positif dan kelainan radiologi menunjukkan ganbaran tuberculosis
aktif
iii. Hasil pemeriksaan satu specimen dahak menunjukkan BTA positif
dan biakan positif
b. Tuberkulosis paru BTA (-)
i. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif,
gambaran klinis dan radiologis menunjukkan tuberkulosis aktif
ii. Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif dan
biakan Myccobacterium tuberculosis positif
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
25
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya dibagi menjadi beberapa
tipe pasien, yaitu:
1) Kasus baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah
menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kasus kambuh (Relaps)
Adalah pasien tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap
didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Kasus setelah putus berobat (Default )
Adalah pasien yang telah menjalani pengobatan minimal 1 bulan dan putus
berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif atau BTA negatif.
4) Kasus setelah gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali
menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Kasus Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari UPK yang memiliki register TB lain
untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Kasus lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam
kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil
pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan.
Sedangkan WHO membagi penderita TB atas 4 kategori:
1. Kategori I: kasus baru dengan dahak (+) dan penderita dengan keadaan berat
seperti meningitis, TB milier, perikarditis, peritonitis, spondilitis
dengan gangguan neurologik dan lain-lain.
2. Kategori II: kasus kambuh atau gagal dengan dahak yang tetap (+).
3. Kategori III: kasus dengan dahak (-), tetapi kelainan paru tidak luas dan kasus TB
diluar paru selain kategori I.
4. Kategori IV: tuberkulosis kronik.4
PENATALAKSANAAN MEDIS
26
Tujuan PengobatanPengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap OAT.
Prinsip pengobatanPengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
• OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT-Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih menguntungkan dan sangat dianjurkan.
• Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).
• Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif)• Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara
langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.• Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien
menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.• Sebagian besar pasien TB BTA positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2
bulan.•
Tahap Lanjutan• Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam jangka
waktu yang lebih lama. • Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah
terjadinya kekambuhan
Paduan OAT yang digunakan di Indonesia Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Penanggulangan
Tuberkulosis di Indonesia: Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
27
Kategori 2 : 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3E3. Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE)
Kategori Anak: 2HRZ/4HRPaduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT), sedangkan kategori anak sementara ini disediakan dalam bentuk OAT kombipak.Tablet OAT KDT ini terdiri dari kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.
Paket Kombipak.Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping OAT KDT.
Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket, dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan (kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam satu (1) masa pengobatan.KDT mempunyai beberapa keuntungan dalam pengobatan TB:
1) Dosis obat dapat disesuaikan dengan berat badan sehingga menjamin efektifitas obat dan mengurangi efek samping.
2) Mencegah penggunaan obat tunggal sehinga menurunkan resiko terjadinya resistensi obat ganda dan mengurangi kesalahan penulisan.
3) Jumlah tablet yang ditelan jauh lebih sedikit sehingga pemberian obatmenjadi sederhana dan meningkatkan kepatuhan pasien
Paduan OAT dan peruntukannya.a. Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:• Pasien baru TB paru BTA positif.• Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif• Pasien TB ekstra paru
28
b. Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobatisebelumnya:• Pasien kambuh• Pasien gagal• Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat (default)
29
c. OAT Sisipan (HRZE)Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Penggunaan OAT lapis kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien, baru tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada OAT lapis pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko resistensi pada OAT lapis kedua.
30
EFEK SAMPING OAT DAN PENATALAKSANAANNYATabel berikut, menjelaskan efek samping ringan maupun berat dengan pendekatan gejala.
PROGNOSIS
1. Jika berobat teratur sembuh total (95%). 2. Jika dalam 2 tahun penyakit tidak aktif, hanya sekitar 1 % yang mungkin relaps.
KOMPLIKASI
Menurut Depkes RI (2002), merupakan komplikasi yang dapat terjadi pada penderita tuberculosis paru stadium lanjut yaitu :
1. Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran napas bawah) yang dapat mengakibatkan kematian karena syok hipovolemik atau karena tersumbatnya jalan napas.
2. Atelektasis (paru mengembang kurang sempurna) atau kolaps dari lobus akibat retraksi bronchial.
3. Bronkiektasis (pelebaran broncus setempat) dan fibrosis (pembentukan jaringan ikat pada proses pemulihan atau reaktif) pada paru
4. Penyebaran infeksi ke organ lain seperti otak, tulang, persendian, dan ginjal.5
31
C. DIABETES MELITUS
Latar Belakang
Diabetes merupakan penyebab kematian terbanyak nomer 7 dari penyakit-penyakit
lain di Amerika Serikat. Setiap tahun rata-rata 130.000 orang meninggal langsung
karena diabetes dan sebagian meninggal karena komplikasi penyakit ini(Center of
Disease Control, 1988). 5,5 juta orang di amerika serikat menderita diabetes dan
ditaksir sejumlah orang yang sama juga menderita diabetes namun mereka tidak
mengetahuinya(American Diabetes Association, 1986).
Demikian halnya yeng terjadi di Indonesia. Apalagi di negara berkembang seperti
indonesia, lebih banyak orang yang tidak mengetahui dirinya menderita diabetes.
Diabetes akan sangat berbahaya jika tidak didiagnosis secepatnya. Makalah ini
membahas tentang ciri-ciri umum penyakit diabetes, tipe-tipe diabetes, dan juga
penatalaksanaan diabetes sehingga lebih banyak orang paham tentang diabetes dan
dampak buruk diabetes dapat dikurangi seoptimal mungkin.
Pembahasan
1. Definisi
Diabetes adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kadar glokosa yang sangat
tinggi di dalam darah. Diabetes terjadi ketika tubuh tidak membuat cukup insulin
atau krtika sel tidak dapat menggunakan insulin yang tersedia. Seorang penderita
diabetes mempunyai beberapa ciri-ciri awal, yaitu: nafsu makan besar namun berat
badan menurun, sering merasa haus setiap waktu, dan juga sering sekali buang air
kecil.
2. Klasifikasi dan Patofisiologi
a. Tipe 1 (diabetes melitus tergantung insulin)
Penyakit ini jarang terjadi, hanya sekitar 10% dari jumlah pendrita diabetes
dan gejalanya timbul pada usia < 30 tahun. Penderita tipe ini membutuhkan
suntikan insulin untuk bertahan hidup. Pada diabetes tipe 1 terjadi kerusakan sel
yang memproduksi insulin. Insulin diproduksi oleh sel beta di pankreas.
Gambaran klinis: pada umumnya penderita terlihat kurus, penurunan berat
badan, cepat lelah, dan terdapat infeksi (abses, infeksi jamur, misalnya
kandidiasis). Ketoasidosis dapat terjadi, disertai gejala mual, muntah,
mengantuk, dan takipnea. Penderita membutuhkan insulin.
b. Tipe 2 (diabetes melitus tidak tergantung insulin)
32
Penyakit ini sering ditemukan pada usia menengah dan manula. Penyakit ini
terutama disebabkan oleh resistensi terhadap kerja insulin di jaringan perifer.
Walaupun pada tahap lanjut defisiensi insulin dapat terjadi, namun tidak
ditemukan defisiensi absolut insulin. Penyakit ini juga dipengaruhi faktor
genetik. Pada kembar identik tingkat kesamaannya adalah 90%, namun tidak ada
kaitannya dengan antigen leukosit manusia (human leukocyte antigen [HLA]).
Gambaran klinis: 80% kelebihan berat badan; 20% datang dengan komplikasi
(penyakit jantung iskemik, penyakit serebrovaskular, gagal ginjal, ulkus pada
kaki, gangguan penglihatan). Penderita dapat juga mengalami poliuria dan
polidipsia yang timbul perlahan-lahan. Banyak penderita yang dapat ditangani
dengan pengaturan diet dan obat hipoglikemik oral, walaupun beberapa
membutuhkan insulin.
Bentuk lain diabetes adalah:
a. Kegagalan pankreas eksokrin: pankreatitis, pankreatektomi, kerusakan
(karsinoma, fibrosis kistik, hemokromatosis).
b. Penyakit endokrin: sindrom Cushing, akromegali, glukagonoma,
feokromositoma.
c. Diabetes pada kehamilan, yang biasanya terjadi pada trimester terakhir
kehamilan dan memiliki patofisiologi yang mirip dengan diabetes tipe 2.
d. Diabetes melitus akibat malnutrisi: ditemukan pada negara berkembang.
e. Penyebab genetik: semuanya jarang ditemukan. Diabetes pada usia muda
(maturity onset diabetes of the young [MODY]) berkaitan dengan gangguan
fungsi sel β pankreas, misalnya MODY 1faktor nukleus hepatosit abnormal
HNF-4α; MODY 2 defek glukokinase; MODY 3HNF-1α abnormal.
3. Penatalaksanaan Diabetes Melitus
a. Edukasi penderita: penting untuk mempunyai perawat pribadi, edukasi mandiri,
dan lain-lain.
b. Penilaian klinis: setelah menegakkan diagnosis diabetes melitus, lakukan terapi
komplikasi metabolik akut dan terapi hipoglikemik seumur hidup, pemeriksaan
untuk mencari kerusakan end-organ setiap 6-12 bulanpenglihatan (retinopati
dan katarak), sistem kardiovaskular (denyut nadi perifer, tanda-tanda gagal
jantung, hipertensi), sistem saraf (neuropati sistem saraf otonom dan/ atau saraf
sensoris perifer) dan kaki (ulkus, gangren, dan infeksi). Funsi ginjal (kreatinin
dan albuminuria) harus diperiksa.
33
4. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi, dan harus
memungkinkan si penderita menjalani hidup normal. Hal ini membutuhkan edukasi
dan dukungan kepada si penderita. Terapi spesifik diabetes melitus
a. Sarankan perubahan pola makan: usahakan mencapai berat badan ideal (karena
obesitas dapat meningkatkan resistensi terhadap insulin, dan pengurangan berat
badan dapat mengurangi resistensi pada diabetes tipe 2). Batasi asupan
karbohidrat olahan dan perbanyak asupan karbohidrat kompleks. Kurangi asupan
lemak jenuh. Hindari konsumsi alkohol yang berlebihan.
b. Obat hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila diet saja tidak
cukup mengontrol metabolisme.
5. Insulin diberikan melalui subkutan dan digunakan pada semua pasien dengan
diabetes tipe 1 dan sebagian pasien dengan diabetes tipe 2. Ada beberapa jenis
insulin. Insulin rekombinan manusia adalah yang paling sering digunakan,
walaupun beberapa pasien lebih memilih menggunakan insulin sapi atau babi.
Sediaan yang berbeda memiliki onset dan lama kerja yang bervariasi (pendek,
menengah, atau panjang). Sediaan dengan kombinasi berbeda antara lama kerja
pendek dengan menengah/panjang sering digunakan.
6. Pemantauan kontrol glikemik pada penderita diabetes
Kontrol glikemik yang ketat meningkatkan keberhasilan dan dapat dipantau dari
kadar glukosa darah. Mereka yang sedang dalam terapi dengan obat oral harus
memantau glukosa darah puasa, sedangkan mereka yang sedang dalam terapi
insulin harus lebih sering memeriksa kadar glukosa sewaktu mereka, misalnya
sebelum makan. Pemantauan harus dilakukan lebih sering apabila pasien dalam
34
keadaan tidak sehat. Beberapa penderita penyakit ini merasa bahwa pemantauan
darah sulit dilakukan, sehingga yang digunakan adalah kadar glukosa urin,
walaupun hasilnya tidak seakurat pemantauan darah karena ambang batas untuk
pendeteksian glukosa dalam urin adalah antara 7 dan 12 mmol/L. Hemoglobin yang
mengikat glukosa merupakan parameter yang dapat digunakan untuk memantau
kontrol glikemik selama beberapa minggu.
Komplikasi diabetes terjadi akibat gangguan metabolik akut (hipo- atau
hiperglikemia) atau pada tahap lanjut, akibat kerusakan mikro- dan makrovaskular,
di mana risikonya tergantung pada kontrol terhadap kadar glukosa dan faktor risiko
vaskular konvensional.
7. Komplikasi makrovaskuler dan mikrovaskular pada diabetes
Komplikasi makrovaskuler adalah komplikasi yang mengenai pembuluh darah
arteri yang lebih besar, sehingga menyebabkan atherosklerosis. Akibat
atherosklerosis antara lain timbul penyakit jantung koroner, hipertensi, stroke, dan
gangren pada kaki. Penyakit pembuluh darah kecil merupakan tanda utama diabetes
melitus dan membutuhkan waktu 10 tahun atau lebih untuk dapat terjadi.
Komplikasi mikrovaskular pada diabetes antara lain:
1. Penyakit mata (retinopati)
Retinopati terjadi akibat penebalan membran basal kapiler, yang menyebabkan
pembuluh darah mudah bocor (perdarahan dan eksudat padat), pembuluh darah
tertutup (iskemia retina dan pembuluh darah baru), dan edema makula.
Penatalaksanaan: pemeriksaan mata tahunan.
2. Nefropati
Lesi awalnya adalah hiperfiltrasi glomerulus (peningkatan laju filtrasi
glomerulus) yang menyebabkan penebalan difus pada membran basal
glomerulus, bermanifestasi sebagai mikroalbuminuria (albumin dalam urin 30-
300 mg/hari), merupakan tanda yang sangat akurat terhadap kerusakan
vaskular secara umum dan menjadi prediktor kematian akibat penyakit
kardiovaskular. Penatalaksanaan: terapi antihipertensi dengan inhibitor ACE
sebagai terapi pilihan utama.
3. Neuropati
Keadaan ini terjadi melalui beberapa mekanisme, termasuk kerusakan pada
pembuluh darah kecil yang memberi nutrisi pada saraf perifer, dan
metabolisme gula yang abnormal. Ada beberapa manifestasi antara lain:
35
neuropati sensoris perifer, mononeuropati, amiotropi, neuropati autonom.
Penatalaksanaan: terapi biasanya tidak memuaskan dan bersifat suportif saja.
Kesimpulan
1. Diabetes adalah penyakit kronis yang disebabkan oleh kadar glokosa yang sangat
tinggi di dalam darah. Diabetes terjadi ketika tubuh tidak membuat cukup insulin
atau krtika sel tidak dapat menggunakan insulin yang tersedia. Seorang penderita
diabetes mempunyai beberapa ciri-ciri awal, yaitu: nafsu makan besar namun berat
badan menurun, sering merasa haus setiap waktu, dan juga sering sekali buang air
kecil.
2. Terapi diabetes melitus: disarankan untuk melakukan perubahan pola makan, Obat
hipoglikemik oral diindikasikan pada diabetes tipe 2 apabila diet tidak cukup
mengontrol metabolisme.
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru W. Sedoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Jakarta: Pusat Penerbitan
Penyakit Dalam FKUI.2006
36
2. Stead WW, Betes JH. Tuberculosis, in Harrison’s Principles of Internal Medicine, Mc Graw-
Hill Kogakusha Ltd., Tokyo 1980 700-7 10.
3. Departemen Kesehatan RI. Petunjuk Paduan Obat Anti Tuberkulosa (OAT). 2008.
4. Rasmin Rasjid. Patofisiologi dan Diagnostik Tuberkulosis Paru. Tuberkulosis Paru. FKUI
Jakarta, 1985.
5. Hadiarto M. .Pedoman diagnosis dan pengelolaan TB Paru. Pedoman Diagnostikdan Terapi.
FKUI Jakarta, 1989.
6. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis
di Indonesia. 2006
7. Eddy JB. Clinical assesment and management of massive hemoptysis. Crit Care Med 2000 ;
28 (5) : 1642 – 7 6.http//www.pulmonologychannel. com/hemoptysis /treatment/shtml
7.http//www. endonurse.com/articles/07/aprfeat5.html
8. Jacob LB, Robert WP. Hemoptysis: Diagnosis and Management. Available at :
http://www.aafp.org/afp/2005/1001/p1253.html. accessed July 13, 2012.
9. Rasmin M. Hemoptisis editorial- Jurnal Respirologi Indonesia. available at :
jurnalrespirologi.org/jurnal/April09/HEMOPTISIS%20editorial.pdf. accessed July 13, 2012
10. Rab T. Prinsip Gawat Paru. ed.2. EGC. Jakarta. 1996. p. 185 – 201
11. Woodley M. Whelan A. Pedoman Pengobatan. (Manual of Medical Therapeutics).
Andi offset. Yogyakarta. 1995. p. 326 – 327
37