60
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS DAGING KERBAU (Bubalus bubalis) DENGAN PENAMBAHAN KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE (STPP) SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 JIVENTO SITINDAON

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

  • Upload
    vokien

  • View
    252

  • Download
    12

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS DAGING KERBAU (Bubalus bubalis) DENGAN PENAMBAHAN

KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)

SKRIPSI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

JIVENTO SITINDAON

Page 2: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

RINGKASAN

JIVENTO SITINDAON. D14202064. 2007. Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Frankfurters Daging Kerbau (Bubalus bubalis) dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate (STPP). Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Pembimbing Anggota : Dra. Pipih Suptijah, MBA

Pembuatan sosis frankfurters dari daging kerbau dapat meningkatkan penerimaan masyarakat terhadap produk sosis. Sosis frankfurters dari daging kerbau yang dicincang, dibumbui termasuk pemberian khitosan atau sodium tripolyphosphate (STPP), diberi selongsong berbentuk silinder panjang yang kemudian dimasak (direbus dan diasap). Pembuatan sosis frankfurters ini mengalami pemasakan yaitu perebusan dan pengasapan. Penambahan bahan tambahan makanan dan proses pengasapan dapat bertindak sebagai pemberi rasa dan sebagai antioksidan.

Khitosan adalah bahan alami yang terbuat dari pengolahan limbah udang yang telah mengalami proses demineralisasi dan deproteinasi. Fungsi khitosan menyerupai fungsi sodium tripolyphosphate (STPP) yang dapat mengikat air, mempertahankan flavor dan fungsi lainnya sehingga khitosan kemungkinan dapat menggantikan sodium tripolyphosphate. Larutan khitosan berikatan dengan protein sehingga ikatan khitosan-protein dapat mengikat air dan lemak.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok lengkap dengan taraf berbeda yaitu STPP 0,3% dan khitosan 0,1%; 0,3%; 0,5% dari berat daging kerbau penelitian. Sodium tripolyphosphate digunakan sebagai kontrol. Kelompok adalah periode pembuatan sosis frankfurters yang berbeda dengan tiga kelompok. Peubah yang diamati adalah sifat fisik meliputi rendemen, nilai pH, daya mengikat air, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi dan kekerasan. Sifat organoleptik yang diamati yaitu warna, aroma, tekstur, rasa, kekerasan dan penampakan umum.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sosis frankfurters daging kerbau yang dibuat dengan penambahan khitosan dan sodium tripolyphosphate (STPP) berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap daya mengikat air dan penampakan umum tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap rendemen, nilai pH, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi, kekerasan, warna, aroma, tekstur dan rasa. Nilai penampakan umum sosis frankfurters dengan penambahan khitosan 0,3% tidak berbeda dengan penambahan STPP 0,3%. Khitosan 0,3% dapat menggantikan STPP 0,3% sebagai emulsifier dalam pembuatan sosis frankfurters daging kerbau. Kata-kata kunci: sosis frankfurters, khitosan, sodium tripolyphosphate, sifat fisik dan

organoleptik

Page 3: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

ABSTRACT

The Physical and Sensory Characteristics of Frankfurters Sausage from Buffalo Meat (Bubalus bubalis) Added with Chitosan

as Sodium Tripolyphosphate (STPP) Substitusion

Sitindaon, J., I. I. Arief, P. Suptijah

Buffalo meat is the raw material for frankfurters sausage processing. Sodium tripolyphosphate is used as emulsifier, but it has many disadvantages for human health. Meanwhile, chitosan as a natural material can increase water binding capacity in emulsion product. So, it can be hoped to supplement sodium tripolyphosphate as emulsifier in frankfurters sausage processing. Completely block randomized design was used in this research, with level consentration of chitosan 0,1%; 0,3%; 0,5% and 0,3% sodium tripolyphosphate as treatments. The physical variables which observed in this research were pH value, cooking loss, water holding-capacity, emulsion stability and capacity, hardness and also sensory evaluation of sausage (hardness, color, flavor, texture, taste and general appearance). The result showed that water holding capacity and general appearance of buffalo frankfurters sausage with sodium tripolyphosphate 0,3% were not different with chitosan 0,3% treatments, but different than chitosan 0,1% and 0,5%. All of the treatments were not different on pH value, cooking loss, emulsion stability and capacity also the hardness, color, flavor, texture, and taste by hedonic analysis. Chitosan 0,3% could substitution 0,3% sodium tripolyphosphate on buffalo frankfurters sausage. Key words: frankfurters sausage, chitosan, sodium tripolyphosphate, physical and

sensory characteristics

Page 4: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS DAGING KERBAU (Bubalus bubalis) DENGAN PENAMBAHAN

KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)

JIVENTO SITINDAON

D14202064

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK

FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

Page 5: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS DAGING KERBAU (Bubalus bubalis) DENGAN PENAMBAHAN

KHITOSAN SEBAGAI PENGGANTI SODIUM TRIPOLYPHOSPHATE (STPP)

Oleh:

JIVENTO SITINDAON

D14202064

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 28 Februari 2007

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. Dra. Pipih Suptijah, MBA NIP. 132 243 330 NIP. 131 176 638

Dekan Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Ronny Rachman Noor, M.Rur.Sc. NIP. 131 624 188

Page 6: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 12 September 1983 di Sibualbual, Kabupaten

Samosir, Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketujuh dari delapan bersaudara dari

pasangan Almarhum Bapak M. Sitindaon dan Ibu Resi Samosir.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1996 di SDN 173706 Gonting,

pendidikan lanjutan menengah pertama pada tahun 1999 di SLTP Bakti Mulia Onan

Runggu, Kabupaten Samosir, Sumatera Utara dan pendidikan umum pada tahun

2002 di SMU Negeri 2 Pematang Siantar, Sumatera Utara. Penulis diterima menjadi

mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa

Baru (SPMB) tahun 2002 dan penulis terdaftar sebagai mahasiswa Program Studi

Teknologi Hasil Ternak, Jurusan Ilmu Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut

Pertanian Bogor.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif di Himpunan Mahasiswa Ilmu

Produksi Ternak, Institut Pertanian Bogor (HIMAPROTER-IPB) periode 2003-2004

sebagai pengurus kesekretariatan Animal Breeding Club (ABC), pernah mengikuti

masa pendidikan keanggotaan Perkumpulan Mahasiswa Pecinta Alam, Institut

Pertanian Bogor (LAWALATA-IPB) tahun 2003, aktif di Ikatan Mahasiswa Siantar

Sekitarnya (IKANMASS-IPB) sebagai formatur tahun 2004-2005, dan anggota

Himpunan Mahasiswa Batak (HIMABA-IPB). Penulis juga pernah menjadi panitia

dalam beberapa kegiatan di kampus IPB. Penulis pernah mendapat beasiswa

International Crisis Center (ICC) tahun 2003-2004. Sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Peternakan penulis melakukan penelitian yang berjudul

“Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Frankfurters Daging Kerbau (Bubalus bubalis)

dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate (STPP)”

dibawah bimbingan Irma Isnafia Arief, S.Pt., M.Si. dan Dra. Pipih Suptijah, MBA.

Page 7: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan atas segala nikmat dan

karunia yang telah diberikan-NYA sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian.

Penelitian penulis berjudul “Sifat Fisik dan Organoleptik Sosis Frankfurters Daging

Kerbau (Bubalus bubalis) dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium

Tripolyphosphate (STPP)”.

Skripsi ini berisikan tentang pemanfaatan khitosan sebagai pengganti sodium

tripolyphosphate (STPP) yang tergolong sebagai bahan tambahan makanan pada

produk sosis frankfurters. Daging kerbau mengandung nutrisi sehingga daging

kerbau dapat memenuhi kebutuhan gizi masyarakat dan untuk memanfaatkan daging

kerbau yang sudah tua. Skripsi ini menjelaskan cara-cara pembuatan sosis

frankfurters mulai dari persiapan daging, penambahan khitosan dan sodium

tripolyphosphate, pembuatan adonan sampai pengasapan. Sosis frankfurters yang

terbuat dari daging kerbau diamati sifat fisik dan daya terima panelis (konsumen).

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna. Penulis berharap

skripsi ini memberi manfaat kepada penulis sendiri dan dapat dijadikan sumber

bacaan yang bermanfaat bagi pihak yang berhubungan langsung dalam pembuatan

makanan.

Bogor, Februari 2007

Penulis

Page 8: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR SAMPUL DALAM . ………………………………………... i

RINGKASAN . …………………………………………………………. ii

ABSTRACT . …………………………………………………………….. iii

LEMBAR PERNYATAAN . …………………………………………… iv

LEMBAR PENGESAHAN . …………………………………………… v

RIWAYAT HIDUP ..…………………………………………………… vi

KATA PENGANTAR .…………………………………………………. vii

DAFTAR ISI .. ………………………………………………………….. viii

DAFTAR TABEL . ……………………………………………………... ix

DAFTAR GAMBAR . ………………………………………………….. x

DAFTAR LAMPIRAN . ………………………………………………... xi

PENDAHULUAN .……………………………………………………... 1

Latar Belakang .…………………………………………………. 1 Tujuan .………………………………………………………….. 2

TINJAUAN PUSTAKA .……………………………………………….. 3

Daging Kerbau .…………………………………………………. 3 Sosis Frankfurters . ……………………………………………... 4 Definisi Sosis . ………………………………………….. 4 Emulsi Sosis . …………………………………………… 5 Bahan Pembuatan Sosis Frankfurters . …………………………. 6 Daging . …………………………………………………. 6 Es dan Air Es .…………………………………………... 6 Garam . ………………………………………………….. 7 Lemak .………………………………………………….. 7 Bahan Pengikat dan Pengisi . …………………………… 8 Bumbu-bumbu .…………………………………………. 9 Selongsong Sosis .………………………………………. 9 Sodium Tripolyphosphate .……………………………………… 9 Khitosan .………………………………………………………... 10 Sumber Khitosan . ………………………………………. 10 Fisikokimia Khitosan . ………………………………….. 11 Aplikasi Khitosan .……………………………………… 13 Pengasapan . …………………………………………………….. 14 Sifat Fisik . ……………………………………………………… 14 Rendemen .……………………………………………… 14 Nilai pH . ………………………………………………... 15 Daya Mengikat Air .…………………………………….. 15 Stabilitas Emulsi .……………………………………….. 15

Page 9: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Kapasitas Emulsi . ………………………………………. 16 Kekerasan . ……………………………………………… 16 Sifat Organoleptik . ……………………………………………... 16 Warna . ………………………………………………….. 16 Aroma .………………………………………………….. 17 Tekstur .…………………………………………………. 17 Rasa . ……………………………………………………. 17 Kekerasan (mouthfeel) . ………………………………… 17 Penampakan Umum . …………………………………… 18

METODE …. …………………………………………………………… 19

Lokasi dan Waktu .……………………………………………… 19 Materi . ………………………………………………………….. 19 Rancangan . ……………………………………………………... 19 Perlakuan .………………………………………………. 19 Model . ………………………………………………….. 20 Peubah . …………………………………………………. 20 Analisis Data . …………………………………………... 20 Prosedur .………………………………………………………... 21 Pembuatan Sosis Frankfurters . ………………………… 21 Prosedur Analisis Fisik .………………………………… 22 Prosedur Uji Organoleptik . …………………………….. 24

HASIL DAN PEMBAHASAN .………………………………………... 25

Sifat Fisik . ……………………………………………………… 25 Rendemen .……………………………………………… 25 Nilai pH . ………………………………………………... 26 Daya Mengikat Air .…………………………………….. 27 Stabilitas Emulsi .……………………………………….. 28 Kapasitas Emulsi . ………………………………………. 28 Kekerasan . ……………………………………………… 29 Sifat Organoleptik . ……………………………………………... 29 Warna . ………………………………………………….. 30 Aroma .………………………………………………….. 31 Tekstur .…………………………………………………. 31 Rasa . ……………………………………………………. 32 Kekerasan (mouthfeel) . ………………………………… 32 Penampakan Umum . …………………………………… 33

KESIMPULAN DAN SARAN .………………………………………... 34

Kesimpulan . ……………………………………………………. 34 Saran .…………………………………………………………… 34

UCAPAN TERIMAKASIH . …………………………………………… 35

DAFTAR PUSTAKA . …………………………………………………. 36

LAMPIRAN . …………………………………………………………… 39

Page 10: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Syarat Mutu sosis Daging .………………………......................... 5

2. Syarat Khitosan Komersial .……………………………............... 12

3. Aplikasi Khitosan dan Turunannya dalam Komoditi Pangan . ...... 13

4. Nilai Rata-rata Hasil Uji Sifat Fisik Sosis Frankfurters . ……...... 25

5. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Frankfurters . …………….....…. 30

6. Nilai Modus Uji Hedonik Sosis Frankfurters . ………………...... 30

Page 11: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Struktur Molekul Sodium Tripolyphosphate … ……………......... 10

2. Struktur Molekul Khitin dan Khitosan .………………………..... 12

3. Tahap Pembuatan Sosis Frankfurters Daging Kerbau .………..... 22

Page 12: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Larutan Khitosan dalam Pembuatan Sosis Frankfurters . ………. 40

2. Gambar Bubuk Sodium Tripolyphosphate .……………………… 40

3. Gambar Adonan Sosis Frankfurters Daging Kerbau .…………... 41

4. Gambar Sosis Frankfurters Daging Kerbau .……………........... 41

5. Formulasi Sosis Frankfurters .…………………………............... 42

6. Formulir Uji Hedonik Sosis Frankfurters . ……………………… 43

7. Sidik Ragam Sifat Fisik Sosis Frankfurters .…………………..... 44

8. Uji Krukal-Wallis Sifat Organoleptik Sosis Frankfurters .…….... 46

9. Gambar Potongan Daging Sapi atau Kerbau .………………........ 48

Page 13: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kerbau merupakan ternak ruminansia besar yang dimanfaatkan sebagai

ternak kerja untuk membajak sawah, penghasil susu, daging dan lain-lain.

Masyarakat memperoleh daging kerbau adalah daging kerbau yang sudah tua karena

kerbau dipotong apabila ternak sudah tua atau tidak dapat dimanfaatkan lagi.

Produksi daging kerbau tahun 2004 sebesar 40.237 ton dan tahun 2005 (angka

sementara) sebesar 40.751 ton sedangkan produksi daging sapi tahun 2004 sebesar

447.819 ton dan tahun 2005 sebesar 463.819 ton (Direktorat Jenderal Peternakan,

2005), yang menunjukkan bahwa pemanfaatan daging kerbau untuk dikonsumsi

merupakan peluang pengembangan daging kerbau. Pembuatan sosis frankfurters dari

daging kerbau merupakan salah satu cara untuk mengolah daging kerbau tua dan

untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat.

Sosis merupakan salah satu jenis makanan yang berbentuk emulsi padat dan

terbuat dari campuran daging cincang dan daging giling dengan bahan tambahan

makanan lainnya. Frankfurters merupakan salah satu jenis produk makanan yang

berbentuk sosis. Proses pembuatan sosis frankfurters dapat ditambahkan bahan

tambahan makanan untuk meningkatkan kualitas dan memperbaiki penampakannya

seperti garam, sodium tripolyphosphate (STPP), khitosan dan berbagai bahan

tambahan lainnya. Sosis frankfurters mempunyai kandungan protein hewani, mineral

dan vitamin yang dibutuhkan oleh tubuh.

Khitosan merupakan hasil proses deasetilasi khitin yang diperoleh dari

pengolahan limbah udang dan mempunyai sifat unik. Bahan ini mempunyai

keunggulan sebagai penstabil, pengikat, bahan pengental dan memperbaiki tekstur

produk pangan. Selain fungsi diatas, khitosan juga berguna sebagai penghambat

pertumbuhan mikroba sehingga dapat memperpanjang umur simpan sosis

frankfurters daging kerbau atau produk pangan lainnya. Khitosan termasuk bahan

organik yang dalam produk pangan mempunyai fungsi hampir sama dengan sodium

tripolyphosphate (STPP), sehingga khitosan mempunyai potensi besar untuk

menggantikannya.

Penambahan bumbu-bumbu terhadap sosis frankfurters dapat membantu

dalam memperbaiki tekstur dan penampakan sosis frankfurters. Pembuatan sosis

Page 14: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

frankfurters dari daging kerbau, diharapkan masyarakat mau menerima karena

penampakan dan rasanya yang telah mengalami modifikasi. Produk sosis

frankfurters dengan penambahan bahan tambahan seperti khitosan merupakan salah

satu cara untuk membentuk tekstur yang baik dan memperpanjang umur simpan

produk pangan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sifat fisik dan sifat organoleptik

sosis frankfurters daging kerbau yang dibuat dengan menggunakan khitosan yang

dibandingkan dengan sosis frankfurters yang menggunakan sodium tripolyphosphate

(STPP).

Page 15: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

TINJAUAN PUSTAKA

Daging Kerbau

Ternak kerbau umumnya digunakan sebagai ternak kerja dan disembelih

apabila sudah tua atau tidak dapat dimanfaatkan lagi, tetapi sebagian masyarakat

ternak kerbau dapat digunakan untuk keperluan adat, tabungan dan dagingnya juga

dapat dimakan. Daging kerbau mempunyai kandungan nutrisi yang hampir sama

dengan ternak ruminansia besar lainnya sehingga daging kerbau dapat dikonsumsi.

Menurut Muchtadi dan Sugiono (1992), daging adalah urat daging (otot) yang

melekat pada kerangka kecuali urat daging bibir, hidung dan telinga yang berasal

dari hewan setelah dipotong. Daging tersusun atas serabut-serabut otot yang sejajar

dan terikat bersama-sama oleh suatu jaringan ikat. Daging kerbau pada umumnya

lebih keras dan tingkat keempukannya (tenderness) jauh berbeda dengan sapi.

Bertambahnya umur hewan akan menyebabkan jaringan ikat dalam setiap

otot lebih kuat terutama karena kolagennya lebih bertautan dan warnanya akan lebih

gelap. Secara fisik, daging kerbau berwarna lebih gelap dibandingkan daging sapi

karena mioglobin daging kerbau lebih tinggi (Comission on International Relations

National Research Council, 1981). Pigmen daging terutama tersusun atas dua macam

protein yaitu hemoglobin dan mioglobin. Daging yang baik mempunyai kadar

mioglobin lebih besar dari kadar hemoglobin, yaitu 80-90 % dari total pigmen. Kadar

mioglobin bervariasi jumlahnya tergantung spesies, umur, jenis kelamin dan aktivitas

hewan yang bersangkutan. Warna daging muda lebih cerah daripada daging tua dan

daging hewan jantan lebih gelap daripada hewan betina, perbedaan ini disebabkan

kandungan mioglobin (Muchtadi dan Sugiono, 1992).

Daging kerbau yang baik berwarna merah tua, seratnya lebih kasar

dibandingkan serat daging sapi, sedangkan lemaknya berwarna kuning dan keras.

Umumnya tekstur daging kerbau lebih liat dari daging ternak lainnya karena

disembelih pada umur tua (Arintawati, 2005). Soeparno (1994) mengatakan kualitas

daging dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu faktor sebelum pemotongan dan

setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas

daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan

bahan aditif (antibiotik, hormon dan mineral) serta keadaan stress. Faktor setelah

pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode

Page 16: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

pemasakan, tingkat keasaman daging (pH), bahan tambahan (termasuk enzim

pengempuk daging), lemak intramuskuler (marbling), metode penyimpanan dan

pengawetan. Usaha peningkatan satu komponen dalam daging akan mengakibatkan

penurunan komponen lainnya. Kandungan terbesar dalam daging berdasarkan bahan

kering adalah protein sedangkan kandungan gizi terkecil adalah karbohidrat (kurang

dari 1 %).

Komposisi kimia daging tergantung dari spesies hewan, jenis daging karkas,

proses pengawetan, penyimpanan dan metode pengepakan (Muchtadi dan Sugiono,

1992). Menurut NRC (1981), komposisi kimia daging kerbau adalah protein 19 %,

lemak intramuskuler 2-3 %, kadar abu 1 %, bahan ekstrak tanpa nitrogen 3,20 %,

kadar air 76 % dan mioglobin 4,10 %. Soeparno (1994) menyatakan semakin besar

kandungan mioglobin daging, maka semakin tinggi daya mengikat airnya dan tekstur

semakin lekat. Daging tersusun dari banyak ikatan serabut otot dan di dalam serabut

itu terdapat sitoplasma menjadi sarkoplasma yang mengandung air sebanyak

75-80 %. Pemasakan menyebabkan perubahan daya mengikat air karena adanya

solubilitas protein daging. Temperatur yang tinggi meningkatkan denaturasi protein

dan menurunkan daya mengikat air.

Sosis Frankfurters

Definisi Sosis

Menurut Dewan Standar Nasional dalam SNI 01-3820-1995, sosis daging

adalah produk makanan yang diperoleh dari campuran daging halus (mengandung

daging tidak kurang dari 75 %) dengan tepung atau tanpa penambahan bumbu dan

bahan tambahan makanan lain yang diizinkan dan dimasukkan ke dalam selongsong

sosis. Frankfurters adalah emulsi kompleks yang terdiri atas droplet lemak (phase

diskontiniutas) dan protein myofibrilar (pelarut garam) merupakan phase kontiniutas

dan lapisan droplet lemak (Sams, 2001).

Klasifikasi tipe sosis dapat digolongkan dalam enam kelas, yaitu sosis segar,

sosis kering dan semi kering, sosis masak, sosis masak dan diasap, sosis tidak

dimasak dan diasap, dan sosis spesialitas daging masak. Sosis masak dan diasap

dibuat dari daging yang digarami yaitu dengan pemotongan kecil-kecil, dibumbui,

dimasukkan dalam selongsong dan dimasak penuh (tidak membutuhkan pemasakan

lanjutan tetapi ada beberapa pemanasan untuk penyajian) seperti Frankfurters,

Page 17: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Bologna dan Cotto salami (Price dan Schweigert, 1986). Standar mutu sosis menurut

SNI 01-3820-1995 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Syarat Mutu Sosis Daging (SNI 01-3820-1995)

Jenis Analisis Syarat Mutu (% b/b)

Bau Normal

Rasa Normal

Warna Normal

Kadar air Maksimal 67,0

Kadar abu Maksimal 3,0

Kadar protein Minimal 13,0

Kadar lemak Maksimal 25,0

Kadar karbohidrat Maksimal 8,0 Sumber: Dewan Standar Nasional (1995)

Emulsi Sosis

Emulsi adalah suatu dispersi atau suspensi suatu cairan dalam cairan lain,

yang molekul-molekul kedua cairan tersebut tidak saling berbaur tetapi saling

antagonistik. Tiga bagian utama dalam emulsi yaitu bagian terdispersi yang terdiri

dari butir-butir yang biasanya terdiri dari lemak, bagian kedua disebut media

pendispersi (continuous phase) yang biasanya terdiri dari air, dan bagian ketiga

adalah emulsifier yang berfungsi menjaga agar butir minyak tetap tersuspensi dalam

air (Winarno, 2002). Emulsi daging (sosis) adalah emulsi lemak dalam air (o/w)

dimana phase kontinious adalah sistem koloid komplek dari gelatin, protein, mineral

dan vitamin dan phase terdispersi adalah globula lemak. Kualitas emulsi dipengaruhi

oleh perbandingan daging terhadap es atau air dan lemak yang digunakan, kedua

adalah penggunaan polyphosphate untuk mengikat air dan ketiga yaitu waktu,

temperatur, dan kecepatan homogenisasi (Fellows, 1992).

Suatu emulsi dikatakan stabil apabila partikel-partikel yang terdispersi tidak

atau sedikit mempunyai kecenderungan untuk bersatu lagi sehingga terbentuk lapisan

yang terpisah (Wilson et al., 1981). Stabilitas emulsi menunjukkan kestabilan suatu

bahan dalam sistem emulsi atau terdapat keseragaman molekul fase pendispersi dan

fase terdispersi dalam kondisi baik. Stabilitas emulsi yang maksimum diperoleh

dengan pencacahan dan pelumatan pada temperatur 3-11 oC (Soeparno, 1994).

Page 18: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Protein-protein daging yang terlarut bertindak sebagai pengemulsi dengan

membungkus atau menyelimuti semua permukaan partikel yang terdispersi. Miosin

merupakan emulsifier protein utama dalam dispersi daging yang diekstraksi dari sel

serabut otot, sedangkan protein kolagen berperan sebagai emulsifier tambahan.

Selama emulsifikasi protein yang larut akan berdifusi dan terserap pada permukaan

partikel yang terdispersi dimana kelompok nonpolar (Hydrophobic) akan melekat

pada lemak dan kelompok polar akan tersebar ke dalam fase yang mengandung air

(Winarno, 1997).

Bahan-bahan Pembuatan Sosis Frankfurters

Bahan baku sosis umumnya terdiri atas bahan utama dan bahan tambahan.

Bahan utama yaitu daging, es atau air es, garam dan lemak, sedangkan bahan

tambahan yaitu bahan pengisi dan bahan pengikat, bumbu-bumbu, bahan penyedap

dan bahan makanan lain yang diizinkan. Pembuatan sosis pada umumnya terdiri atas

beberapa tahap yaitu untuk mengurangi ukuran partikel daging dan lemak meliputi

penggilingan daging, penghalusan daging, pencacahan dan serpihan daging,

pencampuran dengan bumbu-bumbu, pengisian kedalam selongsong sosis,

penghubungan untuk memperoleh spesifik yang lebih jauh dan terakhir adalah

pengemasan (Xiong dan Mikel, 2001).

Daging

Daging yang umumnya digunakan dalam pembuatan sosis adalah daging

yang kurang nilai ekonomisnya atau bermutu rendah seperti daging skeletal, daging

leher, daging rusuk, daging dada serta daging-daging sisa atau tetelan. Hasil emulsi

yang baik dapat diperoleh dengan cara mencacah atau melumatkan daging prerigor

bersama-sama dengan es, garam dan bumbu lainnya. Daging prerigor adalah

superior terhadap daging postrigor (Soeparno, 1994).

Es atau Air Es

Air merupakan salah satu bahan yang ditambahkan dalam pembuatan sosis

untuk membantu mendistribusikan bahan bukan daging dan meningkatkan produk

akhir (Xiong dan Mikel, 2001). Menurut Soeparno (1994), jumlah air yang umumnya

ditambahkan dalam pembuatan sosis adalah 20-30 % dari berat daging dan pada

umumnya air yang ditambahkan dalam bentuk es. Penambahan air dalam bentuk es

Page 19: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

bertujuan untuk (1) melarutkan garam dan mendistribusikannya secara merata

keseluruh bagian massa daging, (2) memudahkan ekstraksi protein serabut otot,

(3) membantu pembentukan emulsi dan (4) mempertahankan suhu daging agar tetap

rendah selama penggilingan dan pembuatan adonan. Peningkatan suhu selama proses

pelumatan daging akibat panas yang ditimbulkan akan digunakan untuk mencairkan

es, sehingga suhu daging atau adonan dapat dipertahankan. Suhu daging lebih dari

15-20 oC dapat menyebabkan kerusakan emulsi. Peningkatan suhu pada umumnya

disebabkan oleh jenis alat yang digunakan.

Garam

Garam memiliki tiga fungsi penting, yaitu meningkatkan citarasa produk,

pengekstraksi protein dan pengawet (Romans et al., 1994). Penambahan garam

meningkatkan kelarutan protein myofibrilar, garam memberi flavor dan sebagai

pengawet. Protein myofibrilar memberi kontribusi nyata pada tekstur dari produk

daging yang terlarut dalam larutan garam (Schmidt, 1988).

Menurut Xiong dan Mikel (2001), umumnya sosis komersial mengandung

1,5-2,5 % garam yang ditambahkan. Garam yang digunakan dalam pembuatan sosis

adalah sodium klorida yang berfungsi melarutkan dan ekstraksi protein myofibrilar

untuk membentuk suatu ikatan selama pemasakan. Jumlah garam yang ditambahkan

bergantung dari industri pengolahan daging tertentu. Penggunaan untuk produk sosis

masak mengandung 2-3 % (Schmidt, 1988).

Garam beriodium dapat digunakan untuk menaikkan asupan iodin (Gamman

dan Sherington, 1992). Kestabilan emulsi juga dapat dipengaruhi oleh penambahan

garam karena semakin tinggi konsentrasi NaCl yang ditambahkan maka kemampuan

protein yang larut dalam air untuk membentuk emulsi akan semakin meningkat

(Soeparno, 1994).

Lemak

Lemak mempunyai peranan penting terhadap palatabilitas sosis (Price dan

Schweigert, 1986). Penggunaan lemak cair (minyak) pada produk daging olahan

dapat menghasilkan emulsi daging yang lebih stabil daripada minyak padat. Lemak

dengan kandungan asam lemak poli-tidak jenuh dianjurkan karena lemak dengan

kandungan asam lemak tidak jenuhnya dapat mengakibatkan terjadi oksidasi warna

sehingga lemak yang mencair menyebabkan permukaan produk keruh. Akibat lain

Page 20: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

yang ditimbulkan dari penggunaan asam lemak tidak jenuh adalah timbulnya bau

tengik (Xiong dan Mikel, 2001). Menurut Dewan Standardisasi Nasional dalam

SNI 01-3820-1995 kandungan lemak sosis maksimal 25 % b/b, sedangkan menurut

Xiong dan Mikel (2001), penambahan air yang diizinkan untuk substitusi lemak

dalam sosis masak mengandung lemak maksimum 30 % .

Minyak jagung merupakan trigliserida yang disusun oleh gliserol dan asam-

asam lemak, baik asam lemak jenuh maupun asam lemak tak jenuh dengan

persentase trigliserida sekitar 98,6 %, sedangkan sisanya merupakan bahan bukan

minyak seperti abu, zat warna atau lilin. Minyak jagung mempunyai nilai energi

yang tinggi yaitu sekitar 250 kkal/ons. Disamping itu, bahan ini mengandung

sitosterol yang dapat mencegah atherosclerosis atau pengendapan pada pembuluh

darah yang mengakibatkan terjadinya kompleks antara sitosterol dan Ca++ dalam

darah (Ketaren, 1986). Minyak jagung mengandung asam lemak dengan satu ikatan

rangkap sehingga lebih mudah diemulsikan daripada lemak yang mengandung asam

lemak dengan dua ikatan rangkap (Soeparno, 1994).

Bahan Pengikat dan Bahan Pengisi

Bahan pengikat mengandung protein yang tinggi dibandingkan bahan pengisi,

sedangkan bahan pengisi umumnya hanya terdiri dari karbohidrat. Bahan pengisi dan

pengikat yang umum digunakan adalah tepung jagung, tepung beras, tapioka, terigu,

tepung ubi jalar, tepung kentang, susu skim dan tepung kedelai (Soeparno, 1994).

Salah satu jenis bahan pengikat yang dapat membantu stabilitas emulsi produk

adalah susu skim. Susu skim dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam

pembuatan sosis karena susu skim bersifat adhesive dan dapat menambah nilai gizi

sosis frankfurters (Wilson et al., 1981).

Tapioka memiliki sifat amilopektin karena sebagian besar mengandung

amilopektin. Sifat-sifat amilopektin adalah (1) amilopektin dalam bentuk pasta

menunjukkan penampakan yang sangat jernih sehingga dapat meningkatkan mutu

penampilan produk akhir, (2) pasta dari amilopektin pada suhu normal tidak mudah

menggumpal dan kembali menjadi keras serta (3) memiliki daya perekat yang tinggi

sehingga pemakaian pati dapat dihemat penggunaannya (Tjokroadikosoemo, 1986).

Menurut Winarno (1997), Semakin besar kandungan amilopektin atau semakin kecil

kandungan amilosa bahan yang digunakan, semakin lekat produk olahannya.

Page 21: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Bumbu-bumbu

Dua pertimbangan penting standar mutu yang diatur adalah kebersihan dan

kualitas aroma (Xiong dan Mikel, 2001). Penambahan bumbu selain berguna sebagai

pembentuk citarasa juga sebagai komponen pengawet (antimikroba dan antioksidan).

Penambahan bumbu-bumbu dimaksudkan untuk menambah atau meningkatkan

flavor dan berfungsi sebagai antioksidan (Soeparno, 1994).

Selongsong Sosis

Pemberian selongsong sosis frankfurters bertujuan untuk membentuk dan

menjaga stabilitas sosis serta melindungi dari kerusakan kimia seperti oksidasi,

mikroba atau kerusakan fisik seperti kekeringan. Menurut Soeparno (1994),

selongsong sosis ada dua tipe yaitu selongsong alami dan selongsong buatan.

Selongsong alami mudah mengalami kerusakan oleh mikroorganisme, sehingga perlu

dilakukan penggaraman yang diikuti dengan pembilasan (Xiong dan Mikel, 2001).

Selongsong buatan terdiri dari empat kelompok yaitu selulosa, kolagen dapat

dimakan, kolagen tidak layak dimakan dan plastik. Keunggulan selongsong buatan

adalah penyimpanan dan pengisiannya yang mudah, dapat disimpan pada suhu tinggi

atau suhu kamar tanpa mengalami kerusakan, tahan lama, diameter bervariasi,

bentuknya seragam dan kemungkinan kontaminasi yang rendah. Selongsong sosis

yang terbuat dari kolagen memiliki sifat mudah mengkerut, tembus air dan udara

serta tetap menempel pada bahan (Soeparno, 1994).

Sodium Tripolyphosphate (STPP)

Salah satu bahan yang sering ditambahkan pada bahan makanan adalah

sodium tripolyphosphate (STPP). Kegunaan alkali phosphat (sodium atau potassium

tripolyphosphate) adalah (1) meningkatkan daya mengikat air protein otot,

memelihara juiciness dan meningkatkan produk akhir, (2) membantu dalam ekstraksi

garam-protein terlarut yang mempunyai sifat sinergis dengan garam untuk mengikat

bahan dari potongan daging ketika dimasak, (3) memelihara warna dari produk yang

digarami, (4) meningkatkan flavor daging, (5) menghambat oksidasi yang tidak

diinginkan, (6) mengurangi pengeluaran cairan atau gas (pembersih) dalam produk

yang dikemas vakum (Sams, 2001).

Menurut SNI 01-0222-1995, penggunaan bahan tambahan makanan seperti

STPP pada pembuatan produk daging olahan adalah 3 gram per kilogram (anhidrat).

Page 22: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Sams (2001), mengatakan bahwa penggunaan alkali phosphat sekitar 0,5% dapat

menyebabkan rasa sabun dan licin dalam produk, menurunkan warna dalam diameter

produk yang kecil dengan rata-rata pemasakan yang cepat dan menghasilkan tekstur

alami dalam produk tanpa lemak. Formulasi yang dimasukkan kebanyakan 0,3-0,4 %

phosphat dalam produk.

Penambahan alkalin phosphat dalam kombinasi dengan garam untuk

membantu melarutkan protein myofibrilar, khususnya myosin. Mekanisme aksi

alkalin phosphat digunakan untuk mengikat antara myosin dan aktin dengan

myofibrilar. Alkalin phosphat mempengaruhi hidrasi protein dengan meningkatkan

nilai pH dan kekuatan ion. Perubahan nilai pH daging meningkat dalam muatan

negatif protein myofibrilar. Muatan negatif dalam myofilamen saling berinteraksi

satu dengan lainnya, diikuti permukaan air menjadi struktur gel (Cross dan Overby,

1988).

Menurut Kerry et al. (2002), nilai pH optimum untuk sodium

tripolyphosphate adalah 5,6. Bahan alkalin phosphat umumnya mempunyai nilai pH

antara 9 dan 10. Alkalin phosphat yang ditambahkan dalam produk sosis mempunyai

kemampuan untuk mengikat air dan lemak dari pemasakan akhir. Phosphat

kemungkinan meningkatkan kemampuan protein myosin yang merupakan hasil dari

resolusi aktomyosin dalam myosin dan aktin (Cross dan Overby, 1988). Struktur

molekul kimia sodium tripolyphosphate dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Molekul Sodium Tripolyphosphate (Na5P3O10) Sumber : http://www.chemicalland21.com/index.html.

Khitosan

Sumber Khitosan

Menurut Suptijah et al. (1992), bahan baku utama yang umum digunakan

untuk menghasilkan khitin adalah limbah udang. Limbah udang dikategorikan

menjadi 3 jenis berdasarkan jenis pengolahannya yaitu:

Page 23: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

a) Kepala udang yang biasanya hasil samping dari industri pembekuan udang

tanpa kepala.

b) Kulit udang yang biasanya merupakan hasil samping dari industri pembekuan

udang atau industri pengalengan udang.

c) Campuran keduanya yang biasanya berasal dari industri pengalengan udang.

Bahan khitosan adalah produk hasil proses deasetilasi khitin yang memiliki sifat unik

(Angka dan Suhartono, 2000). Perbedaan khitosan dengan khitin adalah derajat

deasetilasi, perbedaan berat molekul dan perbedaan viskositas (Shahidi et al., 1999).

Fisikokimia Khitosan

Menurut Angka dan Suhartono (2000), khitin yang diperoleh dari berbagai

sumber memiliki struktur yang sama, kecuali ikatannya dengan protein dan kalsium

karbonat yang merupakan komponen lain pada kulit udang. Jenis sumber asal khitin

(bahan baku) menentukan karakteristik khitosan dan turunannya yang dihasilkan.

Struktur fisik dan kimia khitin dan khitosan sangat bervariasi, antara lain tergantung

pada posisi rantai N-asetilglukosamin, derajat deasetilasi dan ikatan silang komponen

struktural dengan komponen lain seperti protein dan gukan (Svitil et al., 1997 dalam

Oktavia et al., 2005). Molekul khitin merupakan turunan selulosa berantai lurus

panjang tersusun oleh monomer 2-asetamida-2-deoksi-D-glukosa, yang terangkai

oleh ikatan glikosidik pada posisi β 1-4 (Angka dan Suhartono, 2000).

Unit penyusun khitosan merupakan disakarida (1-4)-2-amino-2-deoksi-α-D-

glukosa yang saling berikatan beta. Khitin dan khitosan merupakan senyawa kimia

yang mudah menyesuaikan diri, hidrofilik, memiliki reaktivitas kimia yang tinggi

(karena mengandung gugus OH dan gugus NH2 untuk ligan yang bervariasi).

Khitosan berbentuk spesifik dan mengandung gugus amino dalam rantai karbonnya.

Hal ini menyebabkan khitosan bermuatan positif yang berlawanan dengan

polisakarida lainnya (Ornum, 1992). Ditambahkan lagi dalam Damodaran (1997),

khitosan mempunyai banyak muatan positif yang akan mempengaruhi sifat biologi

dan sifat fungsional dari ikatan protein-khitosan.

Molekul khitosan di dalam larutan asam encer pada kekuatan ion rendah

bersifat lebih kompak dibandingkan dengan larutan polisakarida lainnya. Hal ini

mungkin disebabkan oleh densitas muatan yang tinggi. Di dalam larutan berkekuatan

ionik tinggi atau bila ditambahkan urea, ikatan hidrogen dan gaya elektrostatik pada

Page 24: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

molekul khitosan terganggu sehingga konpirmasinya menjadi bentuk acak (random

coil) (Angka dan Suhartono, 2000). Bahan-bahan seperti protein, anion polisakarida,

asam nukleat yang bermuatan negatif akan berinteraksi kuat dengan khitosan

membentuk ion netral (Sanford, 1989). Struktur molekul khitin dan khitosan dapat

dilihat pada Gambar 2. Khitin Khitosan

Gambar 2. Struktur Molekul Khitin dan Khitosan Sumber: www.bioline.co.th/en/product/chitin/chitosan.php

Pelarut yang umumnya digunakan untuk melarutkan khitosan adalah asam

asetat dengan konsentrasi 1-2 % (Knorr, 1982). Bahan ini larut dalam beberapa

larutan asam organik atau larut dalam asam hidroklorik dan asam sitrat pada

konsentrasi 0,15-1,1 % dan tidak larut pada konsentrasi 10 % tetapi tidak larut dalam

pelarut organik dan pada larutan yang mengandung konsentrasi ion hydrogen di atas

pH 6,5. Khitosan juga tidak larut dalam asam ortofosfat dengan konsentrasi 0,5 %.

Mutu khitosan ditentukan oleh beberapa faktor parameter yaitu bobot molekul, kadar

air, kadar abu, kelarutan warna dan derajat deasetilasi (Ornum, 1992). Syarat-syarat

khitosan komersial dibuat dalam Tabel 2.

Tabel 2. Syarat-syarat Khitosan Komersial

Parameter Nilai Ukuran partikel Serpihan sampai serbuk

Kadar air ≤ 10 %

Kadar abu ≤ 2 %

Warna larutan jernih

Derajat deasetilasi (%) ≥ 70 %

Viskositas (cps) : - rendah < 200 cps - sedang 200 – 799 cps - tinggi 800 – 2000 cps - ekstra tinggi > 2000 cps

Sumber: Protan Laboratories diacu dalam Suptijah et al. (1992)

Page 25: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Aplikasi Khitosan

Sifat fleksibilitas khitosan membantu daya gunanya di dalam berbagai

produk. Sifat reologis ini juga menjadikannya sensitif terhadap perubahan pH dan

kekuatan ion (Angka dan Suhartono, 2000). Aplikasi khitosan dalam bidang pangan

yaitu sebagai pengawet, stabilisator dalam pangan, memberi flavor dan rasa, anti

kolesterol, pengikat lemak, sebagai agen untuk memperbaiki tekstur dan bahan

tambahan pakan ternak. Penggunaan khitosan sebagai sumber nutrisi dalam tubuh

adalah sebagai suplement serat, penurun kolesterol, sumber serat, membantu

penderita lactose intolerance, menurunkan berat badan, anti bisul dan aplikasi dalam

bidang kesehatan adalah sebagai agen anti tumor, penghambat AIDS dan agen dalam

penggumpalan darah (Dalwoo, 2002).

Aplikasi dalam bidang pangan dapat dilihat dalam Tabel 3. Penggunaan

khitosan diterapkan diberbagai bidang seperti dalam makanan, bidang kesehatan dan

kosmetik. Khitosan dan oligomernya mempunyai fungsi sebagai anti bakteri dan

menghambat aktivitas tumor (Yamasaki et al., 1992).

Tabel 3. Aplikasi Khitosan dan Turunannya dalam Industri Pangan

Aplikasi Contoh Antimikroba Sebagai bakterisidal, fungisidal, pengukur kontaminasi

jamur pada komoditi pertanian.

Industri edible film Mengatur perpindahan uap antara makanan dan lingkungan sekitar, menahan pelepasan zat-zat antimikroba, antioksidan, nutrisi, flavor, dan obat, mereduksi tekanan parsial oksigen, pengatur suhu, menahan kegiatan browning enzimatis pada buah.

Bahan aditif Mempertahankan flavor alami, bahan pengontrol tekstur, bahan pengemulsi, bahan pengental, stabilizer, dan penstabil warna.

Sifat nutrisi Sebagai serat diet, penurun kolesterol, persediaan dan tambahan makanan ikan, mereduksi penyerapan lemak, memproduksi protein sel tunggal, bahan anti grastitis (radang lambung), dan sebagai bahan makanan bayi.

Pengolahan limbah Flokulan dan pemecah agar makanan padat

Pemurnian air Memisahkan ion-ion logam, pestisida, dan penjernihan

Aplikasi lainnya Enzim immobilasi dan chromatography Sumber : Shahidi et al. (1999)

Page 26: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Pengasapan

Pengasapan diaplikasikan pada produk sosis untuk menghasilkan warna,

flavor dan pengawet. Asam organik dalam asap membantu dalam mengkoagulasi

protein dan membantu penyediaan pembentukan permukaan produk (Price dan

Schweigert, 1986). Kualitas dan kuantitas unsur kimia asap tergantung pada jenis

bahan pengasap yang digunakan. Bahan pengasap yang baik untuk pengasapan bahan

makanan adalah bahan pengasap yang mengandung banyak zat yang mudah terbakar.

Menurut Xiong dan Mikel (2001), kayu lunak memberikan warna yang baik tetapi

resin yang dihasilkan dapat menurunkan flavor produk.

Asap banyak mempengaruhi warna karena adanya senyawa karbonil.

Senyawa karbonil bergabung dengan asam amino protein daging untuk membentuk

senyawa furfural menghasilkan warna coklat. Senyawa phenol dan karbonil memberi

flavor asap. Operasi pemasakan atau pengasapan pada produk sosis biasanya

dipanaskan pada temperatur 49oC (120oF) sampai 60oC (140oF). Kelebihan

kondensasi kelembaban yang berlebihan dalam permukaan produk harus dihindari

yang akan membuat emulsi tidak stabil. Tahap pemanasan kedua biasanya

dimasukkan dalam pengasapan pada temperatur 60oC (140oF) sampai 74oC (165oC).

Nilai itu penting untuk keseimbangan kelembaban dalam ruang pengasapan yang

dapat mengendap pada permukaan produk tanpa mengubah dari kelembaban berlebih

dan menjadi kelembaban minimum dan penguapan (Price dan Schweigert, 1986).

Kelembaban relatif ruang yang tinggi akan mempermudah endapan asap.

Kelembaban permukaan daging juga mempengaruhi penetrasi asap kedalam produk.

Permukaan yang cukup lembab akan mempermudah penetrasi asap, sebaliknya

permukaan daging yang terlalu kering akan mempersulit proses penetrasi asap

ke dalam produk daging (sosis frankfurters) yang diasap (Xiong dan Mikel 2001).

Sifat Fisik

Rendemen

Menurut Ockerman (1978), semakin banyak air yang ditahan oleh protein

semakin sedikit air yang keluar sehingga rendemen bertambah. Rendemen

dipengaruhi oleh hilangnya air selama pemasakan. Pemasakan yang relatif lama akan

menurunkan pengaruh panjang serabut otot terhadap susut masak. Susut masak

menurun secara linier dengan bertambahnya umur ternak. Susut masak umumnya

Page 27: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

bervariasi antara 1,5-54,5 % dengan kisaran 15-40 %. Daging dengan susut masak

yang lebih rendah mempunyai kualitas yang relatif lebih baik daripada daging

dengan susut masak yang lebih besar, karena kehilangan nutrisi selama pemasakan

akan lebih sedikit (Soeparno, 1998).

Nilai pH

Nilai pH adalah sebuah indikator penting kualitas daging dengan

memperhatikan kualitas teknologi dan pengaruh kualitas daging segar. Produk akhir

yang mengalami pemasakan dan penggaraman bergantung pada pH daging

(Kerry et al., 2002). Kemampuan ekstraksi protein myofibrilar dipengaruhi oleh

nilai pH otot, nilai pH ultimat yang dipelihara tinggi terhadap kemampuan ekstraksi

yang lebih besar (Lawrie, 1998).

Daya Mengikat Air

Daya ikat air oleh protein daging atau water-holding capacity adalah

kemampuan daging untuk mengikat airnya atau air yang ditambahkan selama ada

pengaruh kekuatan dari luar, misalnya pemotongan daging, pemanasan, penggilingan

dan tekanan. Absorpsi air atau kapasitas gel adalah kemampuan daging menyerap air

secara spontan dari lingkungan yang mengandung cairan (Soeparno, 1998).

Menurut Sams (2001), dua faktor yang mempengaruhi daya mengikat air dan

kemampuan mengikat dari jaringan otot adalah nilai pH akhir setelah rigormortis dan

kontraksi jaringan ikat (steric effect). Protein otot pada pH 5,1 mempunyai muatan

netral dan sedikit menahan air. Bumbu dan perlakuan terhadap daging dapat

meningkatkan pH daging dan meningkatkan daya mengikat air. Pengikatan air

diperbaiki oleh peningkatan muatan negatif dengan meningkatnya nilai pH diatas

nilai isoelektrik (Price dan Schweigert, 1986).

Stabilitas Emulsi

Emulsi daging adalah sistem dua phase yang terdiri dari partikel lemak dalam

acuan garam-protein terlarut dan air (phase cair) (Price dan Schweigert, 1986).

Stabilitas emulsi ditentukan oleh tipe dan jumlah agen emulsifier, ukuran globula

dalam phase terdispersi, tekanan permukaan dari globula, viskositas dari phase

kontinious dan perbedaan antara densitas dari phase kontinious dan terdispersi

(Fellows, 1992). Menurut Pomeranz (1991), emulsi akan stabil jika lemak telah

Page 28: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

diselubungi oleh protein, pemanasan emulsi akan mengkoagulasi protein sehingga

protein akan mengikat lemak dalam suspensi dan menstabilkan emulsi.

Kapasitas Emulsi

Kapasitas emulsi adalah kemampuan protein dan air mengikat globula-

globula atau partikel-partkel lemak di dalam suatu emulsi. Penurunan ukuran partikel

lemak akan meningkatkan total area permukaan partikel lemak sampai kira-kira lima

kali lipat, sehingga protein yang terlarut harus lebih banyak untuk menyelubungi

permukaan-permukaan partikel lemak yan lebih kecil. Jika kapasitas emulsi dari

protein yang terlarut terlampaui, area permukaan partikel lemak yang tidak

terselubung protein menjadi lebih besar dan stabilitas emulsi akan menurun atau

emulsi yang stabil tidak akan terbentuk (Soeparno, 1998).

Kekerasan

Komponen utama yang mempengaruhi kekerasan adalah kelompok jaringan

ikat, kelompok serat daging dan kelompok lemak yang berhubungan dengan otot

(Aberle et al., 2001). Kekerasan meningkat lebih keras ketika pH sosis mencapai 5,4

dan meningkat lebih lanjut berangsur-angsur sampai pH 4,9 (Rodel, 1985 dalam

Cross dan Overby, 1988). Kekerasan merupakan salah satu faktor penentu dari

tekstur suatu bahan pangan.

Sifat Organoleptik

Uji organoleptik merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk

menentukan mutu sosis frankfurters yang dihasilkan. Penilaian warna, rasa, tekstur,

aroma, kekerasan dan penampakan umum sosis frankfurters memegang peranan

penting dalam menentukan daya terima sosis frankfurters. Uji hedonik atau uji

kesukaan merupakan salah satu jenis penerimaan (Rahayu, 1998). Menurut Fellows

(1992), perbedaan pilihan individu untuk produk tertentu dan kecil perbedaan antara

merek dari produk yang sama yang dapat berpengaruh banyak dalam penerimaan

konsumen. Atribut penting sebuah pangan bagi konsumen adalah karakteristik

sensorik pangan seperti tekstur, flavor, aroma, kekerasan dan warna.

Warna

Menurut Fellows (1992), perubahan warna dapat ditentukan oleh

penambahan bahan kimia dan perombakan enzim menjadi pigmen, perubahan dari

Page 29: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

pigmen brown oleh aktivitas proteolitik dan produksi pigmen oleh mikroorganisme.

Warna pada sosis dapat berasal dari bahan utamanya yaitu daging, bahan pengisi dan

bahan pengikat serta bahan-bahan yang ditambahkan (Soeparno, 1994). Menurut

Winarno (2002), penerimaan warna suatu bahan berbeda-beda tergantung dari faktor

alam, geografis dan aspek sosial masyarakat penerima.

Aroma

Aroma produk daging dapat dipengaruhi oleh jenis, lama, dan temperatur

pemasakan, selain itu aroma produk olahan daging juga dapat dipengaruhi oleh

bahan-bahan yang ditambahkan selama pembuatan dan pemasakan produk olahan

daging terutama bumbunya (Winarno, 1997). Keseimbangan flavor dikaitkan dengan

interaksi rasa lainnya dan waktu yang dapat membedakan fungsi dari penciuman

(orthonasal pada reseptor olfaktori), lain pada isapan (retronasal) (Lawless dan

Heymann, 1999).

Tekstur

Tekstur pangan kebanyakan ditentukan oleh kandungan air dan lemak, tipe

dan jumlah struktur karbohidrat dan protein. Perubahan tekstur diakibatkan oleh

kehilangan air atau lemak, pembentukan atau kerusakan dari emulsi, hidrolisis dari

polimer karbohidrat, koagulasi atau hidrolisis protein. Tingkat dan temperatur

pengeringan mempengaruhi tekstur pangan (Fellows, 1992).

Rasa

Faktor yang mempengaruhi rasa yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan

interaksi dengan komponen rasa yang lain. Rasa makanan dapat dikenali dan

dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada papila yaitu noda merah

jingga pada lidah (Winarno, 2002). Ditambahkan lagi oleh Fellows (1992), rasa

terdiri dari rasa asin, manis, pahit dan asam. Atribut ini banyak ditentukan oleh

formulasi yang digunakan dan kebanyakan tidak dipengaruhi oleh pengolahan.

Kekerasan

Perbedaan antara gaya tekan potong dengan sensorik kekerasan mungkin

diatributkan pada perbedaan alat dan evaluasi sensorik. Tingkat kekerasan

menunjukkan tekstur yang berhubungan dengan tekstur daging dan jumlah air dalam

produk pangan. Nilai kekerasan adalah besarnya gaya tekan untuk menggigit sampel

Page 30: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

secara lengkap diantara geraham gigi. Konsentrasi garam yang ditambahkan

melibatkan peningkatan kekerasan frankfurters (Matulis et al., 1995).

Penampakan Umum

Menurut Soekarto (1981), penampakan umum merupakan kesimpulan dari

beberapa faktor yang saling mempengaruhi dan sulit dipisahkan satu sama lain,

seperti warna, tekstur, aroma dan rasa. Banyak karakteristik permukaan dari produk

pangan tidak hanya mempengaruhi penerimaan penampakan produk tetapi juga

mempengaruhi penglihatan tekstur produk. Penampakan dan warna produk

merupakan indikasi dasar dari kualitas penerimaan (Lawless dan Heymann, 1999).

Page 31: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

METODE

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Ruminansia Besar,

Bagian Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi

Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium

Kesehatan Masyarakat Veteriner, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian

Bogor serta Laboratorium Pengolahan Pangan, Departemen Ilmu dan Teknologi

Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

dilaksanakan mulai dari bulan Mei sampai bulan Juli 2006.

Materi

Penelitian ini menggunakan bahan baku daging kerbau bagian paha belakang

(topside) umur tiga, lima dan enam tahun yang diperoleh dari pasar Leuwiliang,

Kabupaten Bogor. Bahan pendukung lainnya adalah minyak jagung, tepung tapioka,

susu skim, es batu, garam, STPP dan khitosan serta bumbu-bumbu (lada putih,

bawang putih, bubuk jahe, ketumbar, pala dan gula pasir). Bahan pengasap yaitu

campuran serbuk kayu kamper, meranti dan lain-lain yang diperoleh dari

Laboratorium Industri Kayu, Fakultas Kehutanan IPB.

Alat-alat yang digunakan dalam membuat sosis frankfurters adalah pisau,

baskom, timbangan digital, grinder, food processor, stuffer, thermometer, sendok

dan kompor gas, selongsong dapat dimakan (casing) serta ruang asap. Alat untuk

analisis fisik adalah gelas ukur, corver press, planimeter, pH-meter, blender, dan

Instron UTM 5542 type Warner Bratzler meat shear. Alat yang digunakan untuk uji

organoleptik adalah kertas format uji hedonik, piring kertas, pulpen dan air minum.

Rancangan

Perlakuan

Khitosan 1 gram dilarutkan dalam 5 ml asam asetat 1,5% sampai berbentuk

gel kemudian dijadikan 100 ml dengan aquades. Perlakuan dilakukan menggunakan

STPP dan khitosan yang telah dilarutkan dalam asam asetat 1,5%

(khitooligosakarida) dengan empat taraf perlakuan yaitu STPP 0,3 % sebagai kontrol

dan 0,1 %, 0,3 %, 0,5 % khitosan dari berat daging kerbau pada pembuatan sosis

frankfurters. Kelompok adalah periode pembuatan sosis frankfurters yang berbeda.

Page 32: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Model

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok Lengkap.

Model matematika menurut Matjik dan Sumertajaya (2002), adalah:

Yij = µ + τi + βj + εij

Keterangan:

Yij = nilai pengamatan sosis frankfurters daging kerbau ke-i dan kelompok ke-j

μ = nilai rataan umum

τi = pengaruh perlakuan khitosan ke-i (i = 1, 2, 3 dan 4)

ßj = pengaruh perlakuan dari kelompok ke-j (j = 1, 2, dan 3)

εij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

Peubah

Peubah yang diamati dalam penelitian ini yaitu sifat fisik dan sifat

organoleptik produk sosis frankfurters. Sifat fisik yang diamati adalah rendemen,

nilai pH, daya mengikat air, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi dan nilai kekerasan

sosis frankfurters. Sifat organoleptik yang diamati adalah warna, aroma, rasa, tekstur,

kekerasan dan penampakan umum sosis frankfurters.

Analisis Data

Data sifat fisik yang diperoleh dianalisis dengan analysis of variance

(ANOVA) dan apabila menunjukkan pengaruh perlakuan, maka dilanjutkan dengan

uji lanjut Duncan Multiple Range Test (DMRT) (Mattjik dan Sumertajaya, 2002).

Data non parametrik hasil uji hedonik dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis, apabila

hasilnya berbeda nyata maka dilanjutkan dengan uji banding rataan ranking

(Multiple Comparison of Means Ranks) (Gibbons, 1985), dengan rumus:

RjRi − ≤ Z [k (N+1)/ 6]0,5

Keterangan: k = jumlah level dalam perlakuan

N = jumlah total pengamatan dari semua level perlakuan

Ri = rataan rangking untuk level perlakuan ke-i

Rj = rataan rangking untuk level perlakuan ke-j

Z = nilai z untuk perbandingan lebih dari dua rata-rata

Jika RjRi − ≥ Z [k (N + 1)/6]0,5 , maka perbedaan Ri dan Rj adalah nyata pada taraf α (0,05) dengan selang kepercayaan 95 %.

Page 33: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Prosedur

Pembuatan Sosis Frankfurters Daging Kerbau Penelitian

Pembuatan sosis frankfurters dimulai dari penyiapan daging kerbau segar dan

dilakukan deboning (pemisahan daging dari sisa tulang) dan pemisahan dari lemak

(trimming). Daging kerbau dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam grinder

bersama bahan es sehingga memudahkan dalam penghancuran daging dan menjaga

suhu daging kerbau sehingga stabilitas emulsi tidak rusak kemudian ditimbang dan

dimasukkan ke freezer.

Penggilingan dilakukan dengan menggunakan food processor dan dibagi

menjadi dua tahap, tahap pertama yaitu daging kerbau, 10 % minyak jagung, 20 % es

batu dan 2,5 % garam dan khitosan (0,1%; 0,3%; 0,5%) serta STPP 0,3 % sebagai

kontrol selama 2 menit. Tahap kedua adalah penambahan 10 % cacahan es batu, 5 %

tepung tapioka, 10 % susu skim, 2 % bawang putih, 0,5 % lada putih, 0,5 % bubuk

jahe, 0,5 % ketumbar, 0,5 % pala dan gula pasir 1,2 % yang digiling selama 4 menit.

Proses penggilingan dilakukan dua kali bertujuan agar adonan yang

dihasilkan lebih homogen. Adonan dimasukkan ke dalam stuffer untuk diisikan ke

dalam selongsong (casing) kemudian direbus selama 60 menit pada suhu 60-65 oC.

Proses pengasapan dilakukan selama 2 jam pada suhu 50oC. Tahapan proses

pembuatan sosis frankfurters dapat dilihat pada Gambar 3.

Page 34: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Gambar 3. Tahapan Pembuatan Sosis Frankfurters Daging Kerbau Penelitian

(modifikasi Bimateja, 2003) Prosedur Analisis Fisik

Bahan baku daging kerbau ditimbang beratnya, hasil yang diperoleh setelah

menjadi sosis frankfurters ditimbang lagi (AOAC, 1995), kemudian rendemen

dapat dihitung dengan rumus:

Rendemen (%) = )(ker

)(grambaudagingbakubahanBerat

gramrsfrankfurtesosisBerat x 100 %

Alat pH meter dikalibrasi terlebih dahulu sebelum pengukuran dengan

menggunakan buffer pH 4 dan buffer pH 7. Sampel sosis frankfurters dicacah

Minyak jagung 10 % Es batu 20 % Garam 2,5 % Khitosan (0,1; 0,3; dan 0,5%)

STPP 0,3 % 10 % es batu 5 % tepung tapioka 10 % susu skim 2 % bawang putih 0,5 % lada putih 0,5 % bubuk jahe 0,5 % ketumbar 0,5 % pala 1,5 % gula pasir

Daging kerbau

Uji fisik: - Rendemen - Nilai pH - Daya Mengikat Air - Stabilitas Emulsi - Kapasitas Emulsi - Kekerasan

Penggilingan I (2 menit)

Penggilingan II (4 menit)

Pengisisan casing

Perebusan (60 menit pada 60-65oC)

Pengasapan (2 jam pada 50oC)

Sosis Frankfurters

Daging di grinder

Uji Organoleptik: - Aroma - Rasa - Tekstur - Warna - Kekerasan - Penampakan Umum

Dipotong kecil-kecil

Page 35: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

sampai halus dan diambil sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam gelas ukur, lalu

dilarutkan dengan aquades sampai volume 50 ml kemudian dihomogenkan

dengan blender selama 1 menit, lalu dituangkan dalam beker glass. Nilai pH

diukur dengan menempatkan elektroda pada sampel dan nilai pH dapat dilihat

pada layar (AOAC, 1995).

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode Hamm yaitu dengan

membebani atau mengepres 0,3 gram sampel sosis frankfurters dengan beban 35

kg pada suatu kertas saring diantara dua plat selama 5 menit. Daerah tertutup

sampel sosis frankfurters dan daerah basah disekitarnya ditandai dan diukur

dengan planimeter setelah 15 menit. Daerah basah adalah luas daerah penyerapan

air pada kertas saring dikurangi dengan daerah tertutup sampel sosis frankfurters.

Daya mengikat air ditunjukkan oleh persentase mg H2O yaitu semakin kecil

persentase mg H2O maka daya mengikat airnya semakin tinggi (Soeparno, 1994).

Persentase H2O sosis frankfurters yang terlepas dapat dihitung dengan

menggunakan rumus:

mg H2O = −0948,0

)( 2cmbasahDaerah 8,0

% H2O = xOHmg300

2 100 %

Sampel sosis frankfurters hasil pengasapan dihancurkan, lalu ditimbang sebanyak

5 gram dan dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45oC selama satu jam,

kemudian dimasukkan dalam pendingin bersuhu dibawah 0oC selama satu jam.

Sampel dimasukkan lagi kedalam oven pada suhu 45oC selama satu jam dan

dibiarkan sampai beratnya konstan. Pengamatan dilakukan terhadap

kemungkinan terjadinya pemisahan air dari emulsi. Bila terjadi pemisahan,

emulsi dikatakan tidak stabil dan tingkat kestabilannya dihitung berdasarkan

persentase fase terpisah terhadap emulsi keseluruhan (Acton dan Saffle, 1970

dalam Hambali et al., 2002). Stabilitas emulsi dapat dihitung berdasarkan rumus

berikut:

Stabilitas Emulsi (%) = 100×emulsibahantotalBerattersisayangfaseBerat %

Page 36: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Keterangan:

Berat fase yang tersisa = berat emulsi pengovenan kedua + cawan – berat cawan

Berat total bahan emulsi = berat bahan emulsi + cawan – berat cawan

Sebanyak 2 gram sampel diencerkan dalam labu takar dengan aquades sampai

volumenya 200 ml, lalu diblender sambil ditambah dengan minyak jagung

sampai minyak tidak teremulsikan. Jumlah minyak yang ditambahkan dinyatakan

sebagai kapasitas emulsi (ml/g) (Buechat, 1977 dalam Hambali et al., 2002).

Alat yang digunakan adalah Instron UTM 5542 type Warner Bratzler meat shear.

Pengukuran kekerasan menggunakan shear dengan kecepatan 250 mm/menit

dengan skala penuh grafik 10 kg jarak kekuatan. Grafik dihasilkan setelah sampel

sosis frankfurters ditekan dengan shear sampai putus dan akan menghasilkan

grafik pada kertas grafik yang telah disiapkan yaitu sumbu vertikal menunjukkan

gaya (kg) dan sumbu horizontal menunjukkan jarak (cm) yang bersesuaian

dengan waktu pemotongan (detik). Nilai kekerasan dinyatakan dengan satuan

kilogram per cm2 (Kg/cm2) (Wirakartakusumah, 1998).

Prosedur Uji Organoleptik

Sifat organoleptik dari produk sosis frankfurters dianalisis dengan

menggunakan uji hedonik. Pengujian uji hedonik dilakukan untuk mengetahui

tingkat penerimaan kesukaan atau ketidaksukaan panelis. Sampel sosis frankfurters

diambil dari lemari es kemudian didiamkan dalam suhu ruang dan dipotong dengan

diameter 2,2 cm dan tebal 1 cm untuk diuji panelis. Kondisi penyajian sosis

frankfurters disesuaikan dengan penyajian produk sosis lainnya.

Panelis yang digunakan adalah panelis tidak terlatih sebanyak 80 orang

mahasiswa Institut Pertanian Bogor. Sampel dinilai oleh panelis, kemudian dinilai

tingkat kesukaannya terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, kekerasan dan

penampakan umum sosis frankfurters dengan menggunakan tujuh skala numerik

yaitu (1) sangat suka, (2) suka, (3) agak suka, (4) netral (5) agak tidak suka (6) tidak

suka dan (7) sangat tidak suka (Rahayu, 1998).

Page 37: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik

Sifat fisik yang diamati dalam penelitian ini adalah peubah yang meliputi

nilai pH, daya mengikat air, stabilitas emulsi, kapasitas emulsi, kekerasan, dan

rendemen. Data hasil pengujian sifat fisik sosis frankfurters daging kerbau dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai Rata-rata Hasil Pengujian Sifat Fisik Sosis Frankfurters

Peubah Perlakuan

STPP 0,3 % Khitosan 0,1 % Khitosan 0,3 % Khitosan 0,5 %Rendemen (%) 66,38 ± 7,31 69,48 ± 1,50 70,55 ± 1,14 70,67 ± 2,94

pH adonan 5,18 ± 0,10 5,36 ± 0,18 5,28 ± 0,09 5,22 ± 0,12

pH akhir 5,30 ± 0,15 5,16 ± 0,26 5,24 ± 0,30 5,10 ± 0,41

DMA * 41,48 ± 3,17b 45,37 ± 0,89a 42,24 ± 0,20b 43,59 ± 1,93ab

(% mg H2O)

Stabilitas Emulsi 79,18 ± 4,85 78,43 ± 4,07 80,96 ± 2,65 80,65 ± 6,75 (%)

Kapasitas Emulsi 1,43 ± 0,34 1,04 ± 0,03 1,08 ± 0,05 0,92 ± 0,08 (ml/g)

Kekerasan 1,13 ± 0,26 1,17 ± 0,13 1,24 ± 0,35 1,32 ± 0,31 (Kg/cm2)

Keterangan : * superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P< 0,05)

Rendemen

Rendemen produk pangan dipengaruhi oleh temperatur dan lama pemasakan.

Pemasakan yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu perebusan

pada suhu 60-65 oC selama 60 menit dan pengasapan pada suhu 50oC selama 2 jam.

Proses pemasakan ini bertujuan untuk mendapatkan produk yang dinginkan seperti

flavor asap dan warna tertentu. Rendemen yang dihasilkan dalam penelitian ini

tergolong tinggi yaitu 66,38% sampai 70,67% (Tabel 4), hal ini menunjukkan bahwa

nilai rendemen tersebut termasuk baik karena air dapat diikat oleh bahan tambahan

makanan seperti protein, sodium tripolyphosphate dan khitosan.

Penambahan konsentrasi khitosan dapat meningkatkan persentase rendemen

karena meningkatnya rendeman kemungkinan disebabkan oleh banyaknya jumlah

gugus asetil dari asam asetat yang mensubstitusi ion H+ pada OH- dan amida

Page 38: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

khitosan yang mempengaruhi sosis frankfurters. Nilai rendemen bertambah dengan

adanya pengikatan molekul air oleh protein sehingga air yang keluar sedikit.

Persentase susut masak berbeda dengan rendemen, susut masak yang rendah

(1,5-54,5 %) menunjukkan produk tersebut lebih baik dari susut masak yang besar.

Susut masak diatas 54,5 % menunjukkan produk tersebut tidak baik.

Rendemen dengan penambahan sodium tripolyphosphate tidak berbeda

dibandingkan dengan penggunaan khitosan sebagai bahan tambahan sosis

frankfurters. Khitosan mempunyai kemampuan mengikat air karena khitosan

mempunyai muatan positif yang akan mempengaruhi sifat biologi dan sifat

fungsional dari ikatan protein-khitosan. Ikatan protein-kitosan mampu berinteraksi

sehingga dapat mengikat air dan rendemen bertambah. Nilai pH daging dan bahan

tambahan yang digunakan juga mempengaruhi produk akhir yang dihasilkan.

Nilai pH

Secara umum nilai pH adonan lebih tinggi yaitu 5,18 sampai 5,36 dari pH

akhir (berkisar 5,10 sampai 5,30) dengan penambahan khitosan dan sodium

tripolyphosphate pada sosis frankfurters daging kerbau disebabkan adanya tahap

pengasapan yang memberi rasa asap (asam organik). Nilai pH menunjukkan suatu

produk bersifat asam, netral atau basa. Bahan sodium tripolyphosphate yang

digunakan dalam penelitian ini mempunyai pH 9,70 atau basa dan khitosan

mempunyai pH 5,20 (asam) yang dapat mempengaruhi pH sosis frankfurters. Nilai

pH sosis frankfurters yang diberi khitosan tidak berbeda dengan sosis frankfurters

yang ditambahkan sodium tripolyphosphate. Sodium tripolyphosphate dapat

mempengaruhi nilai pH karena sodium tripolyphosphate bersifat basa yang

mengakibatkan peningkatan nilai pH adonan. Bahan sodium tripolyphosphate dapat

menahan air dalam produk sehingga pH dalam adonan menjadi lebih rendah. Nilai

pH adonan yang berada diantara nilai pH isoelektrik mengakibatkan interaksi

khitosan dengan protein kurang kuat karena pH pada pH isoelektrik tidak bermuatan

dan kelarutan daging berkurang.

Khitosan dapat mempengaruhi nilai pH dengan mengikat air oleh gugus H+

(polar) sehingga daya mengikat air meningkat. Daya mengikat air yang meningkat

dapat membuat nilai pH rendah. Kualitas sosis frankfurters dapat dipengaruhi oleh

nilai pH seperti interaksi protein dan air yang pada akhirnya mempengaruhi stabilitas

Page 39: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

emulsi sosis frankfurters. Pemotongan ternak yang dilakukan dapat menyebabkan

nilai pH menurun karena adanya penimbunan asam laktat dalam otot.

Daya Mengikat Air

Penambahan khitosan sebagai pengganti sodium tripolyphosphate

mempengaruhi daya mengikat air sosis frankfurters. Penggunaan khitosan 0,3%

mempunyai nilai tidak berbeda dengan sodium tripolyphosphate 0,3% dibandingkan

dengan konsentrasi khitosan lainnya (Tabel 4). Konsentrasi khitosan 0,1%

mempunyai persentase mg H2O yang tinggi sehingga daya ikat air rendah

(45,37% mg H2O). Rendahnya daya ikat air dapat dimungkinkan rendahnya

konsentrasi khitosan dan kurang berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan.

Selain itu, lemak intramuskular atau marbling daging dapat mempengaruhi ketegaran

daging yang berpengaruh terhadap daya mengikat air.

Khitosan yang ditingkatkan konsentrasinya hingga 0,5% menunjukkan daya

mengikat air yang rendah (43,59% mg H2O). Hal ini dapat disebabkan faktor

perebusan dan pengasapan yang dapat membuat denaturasi protein sehingga daya

mengikat air rendah. Peningkatan konsentrasi khitosan 0,5% seharusnya dapat

mengikat air lebih banyak karena adanya proses pemasakan pada saat pengolahan

yang mengakibatkan pemotongan rantai polimer khitosan sehingga rantainya lebih

pendek. Rantai polimer yang pendek akan mengakibatkan reaktifitas khitosan

menjadi kuat sehingga khitosan dapat berinteraksi dengan protein daging dalam

adonan produk. Khitosan 0,3% dapat menggantikan sodium tripolyphosphate 0,3%

karena khitosan mengandung gugus OH- dan gugus NH2 sebagai ligan yang

bervariasi yang menyebabkan khitosan bermuatan positif. Muatan positif khitosan

akan berinteraksi dengan protein yang bermuatan negatif sehingga khitosan

memperbaiki fungsi protein untuk mengikat air dan lemak.

Jenis serbuk kayu yang digunakan dalam pengasapan merupakan serbuk kayu

campuran beberapa kayu sehingga asap yang dihasilkan kurang dapat bereaksi

dengan khitosan karena khitosan dapat larut dalam beberapa asam organik (asap).

Penggunaan bahan tambahan seperti garam dan bahan lainnya dapat mempengaruhi

daya ikat air sosis frankfurters. Sodium tripolyphosphate mempunyai muatan negatif

yang menyebabkan protein menjadi lebih negatif akibatnya terjadi daya tolak-

menolak antara muatan. Daya tolak-menolak antar muatan mengakibatkan ruang

Page 40: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

antar filamen protein menjadi lebih luas sehingga air dapat ditahan dan daya

mengikat air dapat ditingkatkan sehingga dapat memperbaiki tekstur produk sosis.

Stabilitas Emulsi

Penambahan khitosan sebagai pengemulsi untuk menggantikan sodium

tripolyphosphate tidak berpengaruh nyata terhadap stabilitas emulsi sosis

frankfurters karena dipengaruhi berbagai faktor seperti proses pembuatan produk,

jenis daging dan jumlah lemak yang ditambahkan seperti minyak jagung.

Konsentrasi khitosan lebih tinggi (>0,1%) mengakibatkan jumlah lemak yang keluar

dari sampel pengujian semakin sedikit (Tabel 4). Khitosan memiliki gugus polar (H+)

yang mampu mengikat air dan gugus nonpolar (NH2) yang dapat berikatan dengan

lemak. Kemampuan khitosan mengikat air dan lemak dapat menstabilkan emulsi.

Khitosan mempunyai fungsi yang sama dengan protein sebagai emulsifier. Sodium

tripolyphosphate dapat membantu mengekstrak dan melarutkan protein terutama

myosin. Pengikatan lemak dalam sosis frankfurters dengan penambahan sodium

tripolyphosphate 0,3% kemungkinan besar dilakukan oleh protein myofibrilar dan

bahan tambahan lainnya.

Khitosan dan protein daging akan membentuk suatu ikatan protein-khitosan

terikat yang dapat meningkatkan kemampuan protein untuk menyelimuti lemak

(terdispersi). Sodium tripolyphosphate juga dapat membantu dalam ekstraksi garam-

protein terlarut yang mempunyai sifat sinergis dengan garam untuk mengikat bahan

seperti protein dari potongan daging ketika dimasak. Kemampuan khitosan untuk

berinteraksi langsung dengan protein membuatnya lebih efektif dalam pengikatan

lemak oleh protein.

Kapasitas Emulsi

Penggantian sodium tripolyphosphate dengan khitosan menunjukkan

pengaruh tidak nyata terhadap kapasitas emulsi sosis frankfurters daging kerbau.

Jumlah lemak yang ditambahkan semakin sedikit menunjukkan kapasitas emulsi

sosis frankfurters semakin baik.

Khitosan dapat mengikat partikel-partikel kecil lemak sehingga tidak terjadi

pembentukan globula lemak yang besar karena dapat mengakibatkan ketidakstabilan

pada emulsi sosis frankfurters. Ikatan protein-khitosan yang lebih banyak akan

mampu mengikat (menyelimuti) lemak dengan baik sehingga emulsi yang stabil

Page 41: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

dapat diperoleh. Pengikatan lemak dalam sosis frankfurters dilakukan oleh gugus

amida dari khitosan. Mekanisme pengikatan lemak oleh khitosan sama dengan

mekanisme pengikatan lemak oleh sodium tripolyphosphate. Sodium tripolyhosphate

0,3% mampu untuk menyelimuti partikel lemak karena sodium tripolyphosphate

berikatan dengan garam-protein (sinergis).

Kekerasan

Uji kekerasan yang dilakukan dalam pengujian harus mempunyai ukuran

diameter sama antara sosis frankfurters satu dengan lainnya. Penambahan khitosan

sebagai pengganti sodium tripolyphosphate tidak berpengaruh nyata terhadap

kekerasan sosis frankfurters. Kekerasan disebabkan oleh faktor suhu lingkungan

selama pemasakan yaitu dengan perebusan dan pengasapan. Proses pemanasan

mengakibatkan rantai polimer khitosan menjadi pendek sehingga reaktivitas rantai

khitosan yang berikatan menjadi kuat untuk mengikat air dan lemak sehingga

mempengaruhi kekerasan sosis frankfurters. Khitosan mempunyai pengaruh yang

sama dengan sodium tripolyphosphate dalam memberikan sifat kekerasan pada sosis

frankfurters.

Bahan tambahan makanan seperti tepung tapioka, susu skim dan bahan

lainnya juga mempengaruhi kekerasan produk. Daging kerbau dan bumbu yang

digunakan juga mempengaruhi kekerasan produk akhir. Daging kerbau yang

berumur tua mempunyai serat otot lebih kasar dibandingkan daging kerbau muda

sehingga daging lebih tua lebih banyak mengikat air yang dapat mempengaruhi

tekstur sosis frankfurters. Daging yang digunakan dalam penelitian ini adalah daging

kerbau segar bagian topside atau penutup karena aktivitas biologis sebelum ternak

dipotong akan mempengaruhi daya mengikat air setelah digunakan dalam pembuatan

produk sosis frankfurters. Daging tersebut tergolong daging prerigor yang membantu

dalam peningkatan daya mengikat air.

Uji Organoleptik

Uji hedonik atau uji kesukaan yang dilakukan dengan menggunakan panelis

tidak terlatih sebanyak 80 orang. Panelis menilai produk untuk mengetahui

penerimaan panelis atau konsumen terhadap warna, aroma, tekstur, rasa, kekerasan

dan penampakan umum sosis frankfurters. Pengujian menggunakan skala numerik

tujuh yaitu sangat suka, suka, agak suka, netral, agak tidak suka, tidak suka dan

Page 42: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

sangat tidak suka. Hasil uji nilai rataan dan nilai modus uji hedonik sosis frankfurters

daging kerbau dapat dilihat pada Tabel 5 dan Tabel 6.

Tabel 5. Nilai Rataan Uji Hedonik Sosis Frankfurters Daging Kerbau

Peubah Perlakuan

STPP 0,3 % Khitosan 0,1 % Khitosan 0,3 % Khitosan 0,5 % Warna 3,0 3,5 3,2 3,1

Aroma 3,8 3,7 3,7 3,6

Tekstur 3,1 3,5 2,7 3,0

Rasa 3,7 3,4 3,2 3,0

Kekerasan 3,4 3,4 3,2 3,0

Penampakan Umum* 2,9 3,5 3,0 3,2

Tabel 6. Nilai Modus Uji Hedonik Sosis Frankfurters Daging Kerbau

Peubah Perlakuan

STPP 0,3 % Khitosan 0,1 % Khitosan 0,3 % Khitosan 0,5 % Warna 2 2 2 2

Aroma 5 3 3 3

Tekstur 2 3 2 3

Rasa 5 3 3 2

Kekerasan 2 2 2 2

Penampakan Umum* 2 3 3 2 dan 3

Keterangan : 1-<2 = sangat suka, 2-<3 = suka, 3-<4 = agak suka, 4-<5 = netral, 5-<6 = agak tidak suka, 6-<7 = tidak suka, ≥7 = sangat tidak suka * superscript menunjukkan perlakuan berpengaruh nyata terhadap penampakan umum

sosis frankfurters

Warna

Warna produk dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti warna daging kerbau,

pengaruh lingkungan, pengaruh penambahan bahan tambahan makanan seperti

bumbu dan pengaruh perlakuan pengolahan lainnya. Pemasakan yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah perebusan dan pengasapan. Proses pemasakan ini dapat

menimbulkan perubahan warna dari perebusan warnanya cokelat ke abu-abuan

(Lampiran 4), setelah diasap warnanya berubah menjadi agak kecoklatan. Perubahan

warna ini diakibatkan asap melekat pada produk sosis frankfurters. Faktor lain yang

Page 43: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

menyebabkan warna kecoklatan adalah reaksi maillard atau pencoklatan pada produk

sosis frankfurters.

Kualitas dan kuantitas unsur kimia asap tergantung pada jenis bahan

pengasap yang digunakan. Jenis kayu yang digunakan tergolong kayu keras karena

kayu kayu keras lebih baik dari kayu lunak. Suhu pengasapan pada saat pemasakan

adalah 50oC selama 2 jam. Warna produk ukuran berbeda dapat menunjukkan

perbedaan warna karena asap meresap lebih banyak pada permukaan yang lebih

besar. Penambahan khitosan sebagai pengganti sodium tripolyphosphate tidak

mempengaruhi penilaian panelis. Hasil penilaian panelis menyukai sosis frankfurters

dengan nilai rataan dan nilai modus yang terdapat pada Tabel 5 dan 6.

Aroma

Uji hedonik yang dilakukan menunjukkan penambahan khitosan sebagai

pengganti sodium tripolyphosphate tidak mempengaruhi panelis dalam menilai

aroma sosis frankfurters. Pemakaian khitosan pada sosis frankfurters lebih disukai

dan pemakaian sodium tripolyphosphate cenderung tidak disukai (Tabel 5 dan 6).

Sosis frankfurters dengan penambahan sodium tripolyphosphate mempunyai aroma

yang sama dengan aroma sosis frankfurters yang ditambahkan khitosan dengan nilai

rataan dari agak suka sampai netral.

Khitosan dapat berfungsi sebagai agen untuk mempertahankan aroma pada

produk sehingga sosis frankfurters memberi aroma yang khas. Pengaruh pengasapan

juga memberi bau khas asap pada produk. Kekuatan aroma asap yang terasa pada

sosis frankfurters diakibatkan oleh lama pengasapan selama 2 jam dan jenis kayu

yang digunakan pada saat pengasapan. Aroma yang berasal dari daging kurang terasa

karena asap yang meresap dalam produk lebih banyak. Penambahan bahan tambahan

seperti lemak dan bahan lainnya juga mempengaruhi flavor produk sosis frankfurters

daging kerbau. Gabungan senyawa yang berasal dari asap, senyawa volatil dan bahan

lainnya memberikan aroma khas pada sosis frankfurters. Penilaian panelis juga

dipengaruhi oleh ketajaman penciuman dari panelis.

Tekstur

Penambahan bahan tambahan makanan seperti sodium tripolyphosphate juga

mempengaruhi sifat-sifat sosis frankfurters, begitu juga khitosan dapat memberi

pengaruh terhadap produk. Panelis yang menguji produk dalam penelitian ini tidak

Page 44: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

dipengaruhi oleh penambahan khitosan dan sodium tripolyphosphate karena

penilaian panelis bergantung pada kebiasaanya dalam mengamati berbagai makanan

yang dikonsumsinya.

Daya mengikat air produk akan mempengaruhi tekstur produk, apabila

jumlah air yang terikat tinggi dalam produk akan membuat produk lebih lembek.

Penambahan khitosan maupun sodium tripolyphosphate 0,3% dapat mempengaruhi

tekstur sosis frankfurters yang lembut. Apabila konsentrasi khitosan ditingkatkan

lagi maka daya mengikat air juga akan tinggi sehingga berpengaruh pada tekstur

sosis frankfurters. Suhu pemasakan juga mempengaruhi tekstur produk. Lemak

daging kerbau yang digunakan dalam penelitian juga berpengaruh terhadap daya

mengikat air sehingga berpengaruh juga pada tekstur produk. Kesegaran daging

kerbau akan memperbaiki tekstur produk menjadi lebih lembut.

Rasa

Pemakaian khitosan sebagai pengganti sodium tripolyphosphate tidak

memberi pengaruh nyata terhadap rasa sosis frankfurters yang dinilai oleh panelis.

Nilai modus pada pemakaian sodium tripolyphosphate 0,3% menunjukkan produk

tidak disukai karena dimungkinkan adanya rasa pahit yang ditimbulkan oleh bahan

tersebut. Khitosan menunjukkan kemampuan berikatan dengan lemak sehingga

flavor yang diperoleh lebih banyak. Faktor pemasakan seperti pengasapan memberi

rasa khas asap pada sosis frankfurters. Jumlah bahan tambahan yang ditambahkan

pada produk juga mempengaruhi produk akhir seperti pemakaian pala, jahe,

ketumbar dan lain-lain.

Kekerasan

Perlakuan khitosan sebagai pengganti sodium tripolyphosphate tidak

memberi pengaruh nyata terhadap kekerasan sosis frankfurters yang dinilai oleh

panelis. Nilai rataan khitosan dan sodium tripolyphosphate 0,3% mempunyai nilai

agak suka sampai netral, hal ini menunjukkan kesamaan perlakuan khitosan dan

sodium tripolyphosphate seperti yang ditunjukkan dengan nilai modus suka.

Khitosan dapat berikatan dengan lemak lebih banyak sehingga kekerasan produk

lebih empuk. Pengaruh suhu selama pemanasan, penambahan garam dan air juga

mempengaruhi kekerasan produk akhir. Faktor lain yang mempengaruhi penilaian

panelis adalah kondisi penyajian sosis frankfurters pada saat pengujian hedonik.

Page 45: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Penampakan Umum

Penambahan khitosan sebagai pengganti sodium tripolyphosphate memberi

pengaruh nyata terhadap penampakan umum sosis frankfurters. Khitosan 0,1%

kurang dapat mempengaruhi produk sosis frankfurters sehingga panelis kurang

menyukai. Konsentrasi khitosan 0,3% lebih mendekati tingkat kesukaan panelis

terhadap sosis frankfurters yang ditambahkan sodium tripolyphosphate 0,3% karena

pada konsentrasi tersebut khitosan 0,3% lebih dapat bereaksi dengan bahan yang ada

selama pembuatan sosis frankfurters.

Penambahan konsentrasi khitosan 0,5% mengakibatkan penilaian panelis

berkurang, yang seharusnya memberikan penampakan lebih baik. Hal ini

dimungkinkan pengaruh pemanasan dalam ruang asap kurang merata ketika

pemeriksaan suhu (50oC). Suhu dapat mempengaruhi struktur rantai khitosan, apabila

suhu tinggi akan memotong rantai polimer khitosan sehingga reaktivitas khitosan

menjadi kuat. Reaktivitas khitosan yang kuat mengakibatkan khitosan dapat

berinteraksi dengan zat yang terdapat dalam produk seperti protein, lemak, air dan

bahan lainnya sehingga mempengaruhi penampakan umum sosis frankfurters. Nilai

modus dan rataan tingkat kesukaan terhadap penampakan umum disukai panelis

secara keseluruhan (Tabel 5 dan 6).

Page 46: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Penggunaan khitosan 0,1%; 0,3%; 0,5% dan sodium tripolyphosphate 0,3%

memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap nilai rendemen, pH, stabilitas

emulsi, kapasitas emulsi, kekerasan, warna, aroma, tekstur dan rasa namun

berpengaruh nyata terhadap daya mengikat air dan penampakan umum sosis

frankfurters daging kerbau. Sosis frankfurters dengan penambahan khitosan 0,3%

memberikan nilai daya mengikat air yang sama dengan sosis frankfurters dengan

penambahan sodium tripolyphosphate 0,3%. Nilai penampakan umum sosis

frankfurters dengan penambahan khitosan 0,3% juga tidak berbeda dengan

penambahan STPP 0,3%. Oleh karena itu, khitosan dapat menggantikan sodium

tripolyphosphate (STPP) sebagai bahan emulsifier dalam pembuatan sosis

frankfurters dengan dosis yang terbaik sebesar 0,3%.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut penggunaan khitosan pada produk

olahan daging lainnya yang kemungkinan besar dapat menggantikan sodium

tripolyphosphate. Selain itu, perlu diteliti analisis produksi khitosan agar masyarakat

dapat memperoleh khitosan dengan mudah dan biaya murah.

Page 47: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan karunia yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Irma Isnafia Arief, SPt. MSi. dan ibu Dra. Pipih Suptijah, MBA. atas

segala bimbingan yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas

akhir ini.

2. Ibu Dr. Ir. Henny Nuraini, MSi. dan bapak Dr. Ir. Kartiarso, MSc. sebagai

dosen penguji yang memberi banyak masukan sehingga tugas akhir ini

selesai.

3. Bapak Dr. Ir. Pollung Hasiholan Siagian, MS. sebagai pembimbing akademik

yang membimbing penulis selama penulis kuliah.

4. Keluarga besar Sitindaon terutama Almarhum bapak M. Sitindaon dan

ibu Resi Samosir serta abang dan kakak (Keluarga Lifton, keluarga Jimson,

keluarga Sara, keluarga Fier, Ferdinand, Elrida) dan adik (Ropenda).

5. Bapak Prof. Suroso, atas nasihat dan pesan-pesan moralnya yang menggugah

hati penulis untuk lebih baik.

6. Semua dosen yang ada di lingkungan Institut Pertanian Bogor terutama dosen

Fakultas Peternakan yang memberi segudang ilmu kepada penulis.

7. Teman-teman THT 39 dan TPT 39 atas kebersamaannya dalam menghadapi

suka duka selama perkuliahan. Arif Wahyudin dan C.H. Karyadinata yang

membantu penulis dalam mengolah data serta teman lainnya yang tidak bisa

penulis tuliskan satu persatu.

8. Teman kos (willy, edgar, gunawan, haris, wayan, step, deky, fredy dan

nenggo) yang selalu memberi kegembiraan kepada penulis.

Penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang memberi semangat

dan saran kepada penulis selama kuliah. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat

bagi masyarakat yang memerlukannya.

Bogor, Februari 2007

Penulis

Page 48: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

DAFTAR PUSTAKA

Aberle, E. D., J. C. Forrest, D. E. Gerard, E. W. Mills, H. B. Hedrick, M. D. Judge dan R. A. Merkel. 2001. Principle of Meat Science 4th Edition. Kendal/Hunt Publ. co., lowa.

Angka S. L. dan Suhartono M. T. 2000. Bioteknologi Hasil Laut Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Arintawati M. 2005. Memilih Daging Sehat dan Halal. LP Pengawasan Obat dan Makanan MUI. http://www.republika.co.id. [11-10-2006]

Association of Official Analitical Chemistry (AOAC). 1995. Official Methods of Analysis. 16th edition. Arlington, Virginia: Association of Official Analitical Chemist Inc.

Bannawach. 2007. Product: Chitin dan Chitosan. Bannawach Bio-Line Co.,Ltd. Thailand. www.bioline.co.th/en/product/chitin/chitosan.php. [01-07-2007]

Bimateja, A. 2003. Karakteristik fisikokimia dan sensori sosis frankfurters dari kombinasi daging kelinci dan daging sapi bagian rusuk. Skripsi. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Chemicalland21. 2006. Sodium Tripolyphosphate. Korea. www.chemicalland21.com/index.html. [30-03-2006]

Commission on International Relations National Research Council. 1981. The Water Buffalo New Prosfects for an Underutilized Animal. National Academy Press. Washington DC.

Cross. H. R. dan A. J. Overby. 1988. Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Sci. Publ., B. V. Amsterdam.

Dalwoo. 2002. Chitin, Chithosan and Chitosan Oligomer from Crab Shell. http://www.dalwo.com/chitosan/oligosa.html.[25-01-2006].

Damodaran, S. 1997. Food Proteins and Lipids. Plenum Press. New York and London.

Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Bahan Tambahan Makanan. 01-0222-1995. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.

Dewan Standardisasi Nasional. 1995. Sosis Daging. 01-3820-1995. Standar Nasional Indonesia, Jakarta.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2005. Produksi Daging Kerbau Menurut Provinsi, 2001-2005.http://deptan.go.id/infoeksekutif/nak/2005/prod-daging-kerbau-sapi.html.[22-09-2006].

Fellows, P. J. 1992. Food Processing Technology; Principles and Practice. Ellis Horwood Limited, England.

Gaman, P. M. dan K. B. Sherrington. 1992. Ilmu Pangan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Gibbons, J. 1985. Non Parametric Method for Quantitative Analysis. Elsevier Co., Alabama University.

Page 49: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Kerry, J. J. Kerry dan D. Ledward. 2002. Meat Processing; Improving Quality. CRC Press, Woodhead publ. limited. Cambridge England.

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Press. Jakarta.

Knorr D. 1982. Functional properties chitin and chitosan. Journal of Food Science 47: 593- 595.

Lawless, H. R. dan H. Heymann. 1999. Sensory Evaluation of Food: Principles and Practices. Univ. of Missouri.

Lawrie, R. A. 1998. Meat Science. 6th Edition. Woodhead Publ. Limited. Cambridge England.

Matulis, R. J., F. K. McKeith, J. W. Sutherland dan M. S. Brewer. 1995. Sensory Characteristics of Frankfurters as Affected by Fat, Salt and pH. Journal of Food Science. 60: 1.

Mattjik, A. A., dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. Jilid 1. Edisi Kedua. Institut Pertanian Bogor.

Muchtadi, T. R. dan Sugiono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jendral Perguruan Tinggi, Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Ockerman, H. W. 1987. Source Book for Food Scientist. The AVI Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Oktavia, D. A., S. Wibowo dan Y. N. Fawzia. 2005. Pengaruh monokloro asetat terhadap karakteristik karboksimetil khitosan dari khitosan cangkang dan kaki rajungan. Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan. J. Penelitian Perikanan Indonesia. 11: 4.

Ornum J. U. 1992. Shrimp waste must it be wasted? Infofish 6: 48-51.

Price, J. F. dan B. S. Schweigert. 1986. The Science of Meat and Meat Product. 3rd Edition. ABC Resarch Co., Florida.

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. Academic Press Inc., Jakarta.

Rahayu, W. P. 1998. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Romans, J. R., W. J. Costello, C. W. Carlson, M. L. Greaser dan K.W. Jones. 1994. The Meat We Eat. 13th Edition. Interstate Publishers Inc., Illinois.

Sams, A. R. 2001. Poultry Meat Processing. CRC Press, Boca Raton London New York Washington, D. C.

Sanford P. A. 1989. Chitosan uses and potential applications. Dalam: Sanford P., Thorllef A, Gudmun, editor. Chitin and Chitosan, Chemistry, Biochemistry, Physycal Properties, and Aplications. New York: Elsevier Sci. Publ. Co. Inc.

Schmidt, G. R. 1988. Processing. In: H. R. Cross dan A. J. Overby. Meat Science, Milk Science and Technology. Elsevier Sci. Publ., B. V. Amsterdam.

Page 50: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Shahidi F., Arachi J. K. V., Jeon Y. J. 1999. Food application of chitin and chitosan. Trends in Food Science and Technology 10: 37- 51.

Soekarto, S. T. dan M. Hubies. 1981. Metode Penelitian Indrawi (Petunjuk Laboratorium). Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor.

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging. Penerbit Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Suptijah P., Salamah E., Sumaryanto H., Purwaningsih S., Santoso J. 1992. Pengaruh berbagai isolasi khitin kulit udang terhadap mutunya. Laporan Penelitian Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan.Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.

Svitil, A. L., Nichadain, S. N., Moore, J. A. and kicrhman, D. L. 1997. Chitin degradation proteins produced by the marine bacterium vibrio harveyii growing on different forms of chitin. Appl. Environ. Microbiol. 63(2): 408-413.

Tjokroadikoesoema, P. S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. PT. Gramedia, Jakarta.

Wilson, N. R. P., E. J. Dyett, R. W. Hughes and C. R. V. Jones. 1981. Meat and Meat Products. Aplied Science Publisher. London.

Winarno, F. G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Winarno, F. G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirakartakusumah, M. A. 1998. Aplikasi Instron UTM- 5542. Pusat Pengembangan Teknologi Pangan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Xiong, Y. L., dan W. B. Mikel. 2001. Meat and Meat Products, Dalam: Hui, Y. H., W. K. Nip, R. W. Rogers, dan O. A. Young. Meat Science and Applications. Marcel Dekker Inc., USA.

Yamasaki, Y., Fukomoto, I., Kumagi, N., Ohta, Y., Nakagawa, T., Kawamukai, M., and Matsuda, H. 1992. Continuous chitosan hydrolyzate production by immobilizet chitosanolytic enzyme from enterobacter sp. G-1, Biosci. Biotechem. 56: 1546.

Page 51: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

LAMPIRAN

Page 52: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Lampiran 1. Larutan Khitosan dalam Pembuatan Sosis Frankfurters Daging Kerbau

Lampiran 2. Gambar Sodium Tripolyphosphate dalam Pembuatan Sosis

Frankfurters Daging Kerbau

Page 53: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Lampiran 3. Gambar Adonsn Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Perlakuan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Lampiran 4. Gambar Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Perlakuan

Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Page 54: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Lampiran 5. Gambar Adonan Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Perlakuan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Sosis Frankfurters

Perlakuan STPP ………….Khitosan……………

A (0,3%) B (0,1%) C (0,3%) D (0,5%)

Bahan Baku: …………………(gram)………………….

Daging Kerbau 260 260 260 260

Bahan Pendukung:

Minyak Jagung (10%) 26 26 26 26 Tepung Tapioka (5%) 13 13 13 13 Susu Skim (10%) 26 26 26 26 Bawang Putih (2%) 5,2 5,2 5,2 5.2 Lada Putih (0,5%) 1,3 1,3 1,3 1,3 Bubuk Jahe (0,5%) 1,3 1,3 1,3 1,3 Ketumbar (0,5%) 1,3 1,3 1,3 1,3 Pala (0,5%) 1,3 1,3 1,3 1,3 Gula Pasir (1,5%) 3,9 3,9 3,9 3,9 Garam (2,5%) 6,5 6,5 6,5 6,5 Khitosan - 0,26 0,78 1,3 STPP 0,78 - - - Es Batu (30%) 78 78 78 78 Total Adonan 424,58 424,06 424,58 424,93

Keterangan : Persentase Bahan Tambahan Berdasarkan Berat Daging Kerbau

Page 55: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Lampiran 6. Formulir Uji Hedonik Sosis Frankfurters dengan Perlakuan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Nama panelis : Tanggal Pengujian : 06-07-2006 Jenis Contoh : Sosis frankfurters Daging Kerbau Instruksi : Nyatakan penilaian anda dan berikan angka 1─ 7

pada pernyataan yang sesuai dengan penilaian saudara.

PENILAIAN

KODE BAHAN

657

516

102

809

Warna Aroma Tekstur Rasa Kekerasan Penampakan Umum Keterangan : 1. Sangat suka 5. Agak Tidak Suka 2. Suka 6. Tidak Suka 3. Agak Suka 7. Sangat Tidak Suka 4. Netral

Page 56: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Lampiran 7. Analisis Sidik Ragam Sifat Fisik Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

A. Hasil Sidik Ragam Rendemen Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan

Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

SK DB JK KT F value Pr > F Perlakuan 3 35.99049167 11.99683056 0.65 0.6111 Kelompok 2 20.68061667 10.34030833 0.56 0.5982 Error 6 110.68878333 18.44813056 Total 11 167.35989167

B. Hasil Sidik Ragam pH Adonan Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan

Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

SK DB JK KT F value Pr > F Perlakuan 3 0.05362500 0.01787500 4.75 0.0502 Kelompok 2 0.11180000 0.05590000 14.84 0.0048 Error 6 0.02260000 0.00376667 Total 11 0.18802500

C. Hasil Sidik Ragam pH Akhir Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan

Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

SK DB JK KT F value Pr > F Perlakuan 3 0.06762500 0.02254167 1.57 0.2913 Kelompok 2 0.62015000 0.31007500 21.62 0.0018 Error 6 0.08605000 0.01434167 Total 11 0.77382500

D. Hasil Sidik Ragam Daya Mengikat Air Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

SK DB JK KT F value Pr > F Perlakuan 3 26.13446667 8.71148889 5.31 0.0399 Kelompok 2 22.17005000 11.08502500 6.76 Error 6 9.84568333 1.64094722 Total 11 58.15020000

Page 57: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Uji Lanjut Duncan Daya Mengikat Air Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Perlakuan N Rataan Uji Duncan STPP 0.3 % 3 41.483 B Khitosan 0.1 % 3 45.367 A Khitosan 0.3 % 3 42.240 B Khitosan 0.5 % 3 43.590 AB

E. Hasil Sidik Ragam Stabilitas Emulsi Sosis Frankfurters Daging Kerbau

dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

SK DB JK KT F value Pr > F Perlakuan 3 13.03368958 4.34456319 0.36 0.7854 Kelompok 2 112.73082917 56.36541458 4.65 0.0602 Error 6 72.69065417 12.11510903 Total 11 198.45517292

F. Hasil Sidik Ragam Kapasitas Emulsi Sosis Frankfurters Daging Kerbau

dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

SK DB JK KT F value Pr > F Perlakuan 3 0.43360325 0.14453442 4.92 0.0466 Kelompok 2 0.07302981 0.03651491 1.24 0.3532 Error 6 0.17609361 0.02934893 Total 11 0.68272667

G. Hasil Sidik Ragam Kekerasan Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan

Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

SK DB JK KT F value Pr > F Perlakuan 3 0.06353958 0.02117986 1.62 0.2811 Kelompok 2 0.52940417 0.26470208 20.25 0.0021 Error 6 0.07842917 0.01307153 Total 11 0.67137292

Page 58: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Lampiran 8. Uji Kruskal-Wallis Sifat Organoleptik Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

A. Uji Kruskal-Wallis Warna Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan

Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Perlakuan N Median Ave Rank Z STPP 0,3 % 80 3.000 149.7 -1.21 Khitosan 0.1 % 80 3.000 179.7 2.14 Khitosan 0.3 % 80 3.000 158.3 -0.25 Khitosan 0.5 % 80 3.000 154.4 -0.68 Overall 320 160.5

H = 5.23 DF = 3 P = 0.155

B. Uji Kruskal-Wallis Aroma Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Perlakuan N Median Ave Rank Z STPP 0,3 % 80 4.000 168.0 0.84 Khitosan 0.1 % 80 3.500 158.8 -0.19 Khitosan 0.3 % 80 3.000 162.0 0.17 Khitosan 0.5 % 80 3.000 153.2 -0.81 Overall 320 160.5

H = 1.12 DF = 3 P = 0.772

C. Uji Kruskal-Wallis Tekstur Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Perlakuan N Median Ave Rank Z STPP 0,3 % 80 3.000 158.2 -0.26 Khitosan 0.1 % 80 3.000 182.9 2.51 Khitosan 0.3 % 80 3.000 146.5 -1.56 Khitosan 0.5 % 80 3.000 154.4 -0.68 Overall 320 160.5

H = 7.40 DF = 3 P = 0.060

Page 59: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

D. Uji Kruskal-Wallis Rasa Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Perlakuan N Median Ave Rank Z STPP 0,3 % 80 3.500 163.8 0.36 Khitosan 0.1 % 80 3.000 160.9 0.04 Khitosan 0.3 % 80 4.000 171.5 1.23 Khitosan 0.5 % 80 3.000 145.8 -1.64 Overall 320 160.5

H = 3.37 DF = 3 P = 0.338

E. Uji Kruskal-Wallis Kekerasan Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan

Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Perlakuan N Median Ave Rank Z STPP 0,3 % 80 3.000 166.6 0.68 Khitosan 0.1 % 80 3.000 168.8 0.92 Khitosan 0.3 % 80 3.000 158.1 -0.27 Khitosan 0.5 % 80 3.000 148.6 -1.33 Overall 320 160.5

H = 2.50 DF = 3 P = 0.476

F. Uji Kruskal-Wallis Penampakan Umum Sosis Frankfurters Daging Kerbau dengan Penambahan Khitosan sebagai Pengganti Sodium Tripolyphosphate

Perlakuan N Median Ave Rank Z STPP 0,3 % 80 3.000 143.7 -1.88 Khitosan 0.1 % 80 3.000 184.8 2.71 Khitosan 0.3 % 80 3.000 147.4 -1.46 Khitosan 0.5 % 80 3.000 166.2 0.63 Overall 320 160.5

H = 10.72 DF = 3 P = 0.013 Uji lanjut Multiple Range Penampakan Umum Sosis Frankfurters [Ri-Rj] [Ri-Rj] ≤ Z[K(N+1)/6]0.5 R1-R2 -41.1 ≤ 38.59 R1-R3 -3.7 ≤ 38.59 R1-R4 -22.5 ≤ 38.59 R2-R3 37.4 ≤ 38.59 R2-R4 18.6 ≤ 38.59 R3-R4 -18.8 ≤ 38.59 ∑ perlakuan = 4 dan Z = 2.638 pada taraf α = 0.05

Page 60: SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK SOSIS FRANKFURTERS

Lampiran 9. Gambar Potongan Daging komersial (wholesale) Sapi atau Kerbau. Daging yang dipakai pada penelitian ini adalah bagian topside (penutup).

Sumber: http\\www.ausmeat.com.au.[14-11-2006]