16
SIPENDIKUM 2018 184 EVALUASI PENTINGNYA PERPU DALAM PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DAN KETATANEGARAAN INDONESIA Encik Muhammad Fauzan 1 Email: [email protected] Novan Mahendra Pratama Email: [email protected] Indah Purbasari Email: [email protected] Abstrak Pemerintah telah beberapa kali mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam beberapa tahun akhir ini dan ada beberapa yang menimbulkan kontroversial karena pembentukannya ada yang berpendapat hanya untuk menujukkan kekuasaan absolut sehingga menghilangkan makna dan tujuan perppu yang sebenarnya. Hal ini menimbulkan persoalan apakah pada era demokrasi saat ini masih relevan jika dilihat dari aspek hukum perundang-undangan dan ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan permasalahan ini, artikel ini menganalisisnya dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan konseptual. Hasil dari kajian ini menemukan bahwa Perppu yang dikeluarkan oleh pemerintah banyak yang tidak mendasarkan pada makna asli kenapa dikeluarkan perppu sehingga seakan-akan keluarnya perppu hanya meligitimasi kekuasaan. Oleh karena itu, berdasarkan hal ini, merekomendasikan untuk tidak memasukkan perppu dalam hirarki peraturan perundang-undangan. Artinya keberadaan perppu dihapuskan dalam peraturan perundang-undangan. Jika pemerintah ingin mengeluarkan kebijakan yang dianggap mendesak cukup melalui jenis peraturan perundang-undangan yang telah ada dibawah undang-undang. Meskipun pada hierarkinya peraturan perundang-undangan yang ada saat ini, undang-undang sejajar dengan Perppu, namun sebenarnya antara kedua peraturan tersebut terdapat perbedaan. Dimana undang-undang dikeluarkan berdasarkan obyektif ketatanegaraan, sedangkan perppu dikeluarkan berdasarkan subjektif Presiden dalam keadaan negara kondisi darurat. Kata Kunci : Pembentukan, kedudukan, materi muatan, subjektif Presiden, darurat. 1 Penulis Pertama dan Ketiga adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura sedangkan penulis kedua adalah Mahasisw Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura konsentrasi HTN-HAN.

SIPENDIKUM - semnas.unikama.ac.id · Kata Kunci : Pembentukan, kedudukan, materi muatan, subjektif Presiden, darurat. 1 Penulis ... 4Vide Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara

Embed Size (px)

Citation preview

SIPENDIKUM 2018

184

EVALUASI PENTINGNYA PERPU DALAM PERATURAN PERUNDANG-

UNDANGAN DAN KETATANEGARAAN INDONESIA

Encik Muhammad Fauzan1

Email: [email protected]

Novan Mahendra Pratama

Email: [email protected]

Indah Purbasari

Email: [email protected]

Abstrak

Pemerintah telah beberapa kali mengeluarkan Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang (Perppu) dalam beberapa tahun akhir ini dan

ada beberapa yang menimbulkan kontroversial karena pembentukannya

ada yang berpendapat hanya untuk menujukkan kekuasaan absolut

sehingga menghilangkan makna dan tujuan perppu yang sebenarnya. Hal

ini menimbulkan persoalan apakah pada era demokrasi saat ini masih

relevan jika dilihat dari aspek hukum perundang-undangan dan

ketatanegaraan Indonesia. Berdasarkan permasalahan ini, artikel ini

menganalisisnya dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan

pendekatan konseptual. Hasil dari kajian ini menemukan bahwa Perppu

yang dikeluarkan oleh pemerintah banyak yang tidak mendasarkan pada

makna asli kenapa dikeluarkan perppu sehingga seakan-akan keluarnya

perppu hanya meligitimasi kekuasaan. Oleh karena itu, berdasarkan hal ini,

merekomendasikan untuk tidak memasukkan perppu dalam hirarki

peraturan perundang-undangan. Artinya keberadaan perppu dihapuskan

dalam peraturan perundang-undangan. Jika pemerintah ingin

mengeluarkan kebijakan yang dianggap mendesak cukup melalui jenis

peraturan perundang-undangan yang telah ada dibawah undang-undang.

Meskipun pada hierarkinya peraturan perundang-undangan yang ada saat

ini, undang-undang sejajar dengan Perppu, namun sebenarnya antara

kedua peraturan tersebut terdapat perbedaan. Dimana undang-undang

dikeluarkan berdasarkan obyektif ketatanegaraan, sedangkan perppu

dikeluarkan berdasarkan subjektif Presiden dalam keadaan negara kondisi

darurat.

Kata Kunci : Pembentukan, kedudukan, materi muatan, subjektif Presiden,

darurat.

1 Penulis Pertama dan Ketiga adalah Dosen Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura sedangkan

penulis kedua adalah Mahasisw Fakultas Hukum Universitas Trunojoyo Madura konsentrasi HTN-HAN.

SIPENDIKUM 2018

185

Pendahuluan

Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 telah menempatkan peraturan pemerintah

pengganti undang-undang (yang selanjutnya disebut Perppu) dalam jenis dan hierarki

peraturan perundang-undangan yang kedudukan sama dengan undang-undang (UU).

Seperti kita ketahui bersama, bahwa UU merupakan produk hukum dari Dewan

Perwakilan Rakyat (selanjutnya disebut DPR) dengan Presiden. Sedangkan Perppu

merupakan noodverordeningrecht2 Presiden, karena pada saat itu Presiden beranggapan

bahwa negara dalam keadaan bahaya. Jadinya Perppu itu merupakan produk hukum

subjektif Presiden. Perppu pada dasarnya dikonsepsikan sama dengan UU pada

umumnya, akan tetapi karena adanya kegentingan yang memaksa, maka ditetapkan

dalam bentuk peraturan pemerintah.3 Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945

menyebutkan bahwa ”Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak

menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang”4. Perppu merupakan

peraturan pemerintah, namu berfungsi sebagai undang-undang. Jadi, Perppu merupakan

salah satu produk hukum yang dapat ditetapkan Presiden tanpa membutuhkan

keterlibatan DPR.

Perppu dibentuk dan dilaksanakan oleh Pemerintah bukan tanpa peranan DPR

sama sekali. Peran DPR dapat dilihat dalam Pasal 22 ayat (2) UUD NRI Tahun 1945

menyebutkan bahwa “peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan

Perwakilan Rakyat dalam persidangan berikut” dan “jika tidak mendapatkan

persetujuan maka peraturan pemerintah itu harus dicabut”5. Dalam hal seperti ini,

peranan DPR melakukan prinsip check and balances dalam sistem ketatanegaraan

Negara Indonesia. Namun fakta menunjukkan bahwa dikeluarkannya Perppu oleh

Presiden hanya jalan melegitimasi kebijakan sesaat agar kebijakan yang dibuat Presiden

dapat dijalankan secepat mungkin. Akan tetapi Perppu yang telah ada pun banyak

menghilangkan makna pentingnya sebuah Perppu yang dapat dibuat atau dikeluarkan

Presiden jika negara dalam keadaan darurat sehingga memaksa perlu Perppu. Istilah “

dalam hal ihkwal kegentingan memaksa” sering menimbulkan banyak penafsiran dari

berbagai sudut pandang yang berbeda. Hal ini menimbulkan kesia-siaan keberadaan

perppu dan membuat DPR hanya bisa menjadi alat pengesah saja jika mayoritas

anggota DPR adalah pendukung Presiden. Sebaliknya akan menjadi pembahasan

menarik jika mayoritas DPR dikuasai oleh oposisi pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dalam artikel ini memunculkan

permasalahan yaitu apakah masih diperlukan keberadaan peraturan pemerintah

pengganti undang-undang tersebut pada saat ini?. Meninggat sistem hirarki perundang-

undangan di Indonesia telah memberikan banyak jenis regulasi yang dapat digunakan

oleh pemerintah dalam menerapkan kebijakannya.

2Hak Presiden untuk mengatur kegentingan yang memaksa.

3Jimly Asshiddiqie, Hukum Tata Negara Darurat Edisi Ke-1, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,

2007), hlm. 3. 4Vide Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

5Pasal 22 ayat (2) juncto ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

SIPENDIKUM 2018

186

Metode Penelitian

Penelitian dalam penulisan artikel ini merupakan penelitian doktrinal dengan

menggunakan jenis pendekatan penelitian hukum kritis dan analitis (Analytical and

Critical Studies). Penelitian doktrinal merupakan penelitian merujuk kepada teori-teori

hukum, peraturan perundang-undangan, sistem hukum yang menggunakan bahan

kepustakaan sebagai bahan utama dalam mengkajinya.6 Oleh karena itu, pembahasan

dalam artikel ini menggunakan teori hukum perundang-undangan dan teori hukum

ketatanegaraan sebagai dasar dalam menganalisis dalam mengevaluasi pentingnya

peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Selain itu, pendekatan yang digunakan adalah menggunakan pendekatan

penelitian hukum kritis dan analitis dimana pendekatan penelitian hukum kritis

merupakan pendekatan dengan menguji atau menilai sesuatu yang menjadi

permasalahannya yaitu dalam hal ini keberadaan peraturan pemerintah pengganti

undang-undang. Sedangkan pendekatan penelitian hukum analitis merupakan

pendekatan yang dengan cara menguji dan mengevaluasi untuk memahami atau

menjelaskan terhadap permasalahan yang dibahas. 7Penggunaan pendekatan ini

bertujuan untuk memberikan gambaran dan mengevaluasi seberapa penting lagi adanya

peraturan pemerintah pengganti undang-undang.

Hasil dan Pembahasan

Dasar Pembentukan Perppu

Kewenangan Presiden dalam mengeluarkan perppu didasarkan pada Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) sebagai

konstitusi Indonesia tepatnya pada pasal 22 yang menyatakan bahwa:

(1) Dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan

peraturan pemerintah sebagai pengganti undang-undang.

(2) Peraturan pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan

Rakyat dalam persidangan yang berikut.

(3) Jika tidak mendapat persetujuan, maka peraturan pemerintah itu harus

dicabut.

Pasal tersebut memberikan hak kepada Presiden dalam mengeluarkan perppu dengan

syarat kondisi kegentingan yang memaksa. Pengaturan dalam konsitusi ini

mencerminkan betapa pentingnya Perppu tersebut dalam sebuah negara dimana

konstitusi merupakan hukum dasar suatu negara untuk memberlakukan sistem

ketatanegaraan. Encik Muhammad Fauzan berpendapat bahwa konstitusi juga

mempunyai dua fungsi yaitu fungsi normatif dan fungsi sosiologis. Fungsi normatif ini

6 Anwarul Yakin, Legal Research and Writing, (Malaysia : Malayan Law Journal Sdn. Bhd. Lexis Nexis

Group, 2007). hlm. 10 7 Ibid, hlm 16

SIPENDIKUM 2018

187

menjadikan konstitusi sebagai rujukan utama dan pertama bagi penyusunan norma-

norma dibawahnya. Sedangkan fungsi sosiologi artinya bahwa konstitusi ini

mempunyai peran yang sangat penting dalam menjaga dan melindungi masyarakat

akan tindakan kesewenang-wenangan pemerintah.8

Konstitusi juga telah digambarkan oleh Brian Thompson sebagai “a constitution

is a document which contains the rules for the operation of an organization”.9 Pendapat

ini bermakna bahwa konstitusi sebagai sebuah dokumen yang didalamnya mengatur

mengenai fungsi-fungsi dari suatu organisasi. Selain itu, Sri Soemantri berpendapat

konstitusi merupakan sebuah dokumen formal yang berisi:10

1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;

2. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu

sekarang, maupun untuk masa yang akan datang;

3. Suatu keinginan (kehendak), dengan mana perkembangan kehidupan

ketatanegaraan bangsa hendak dipimpin;

4. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.

Pendapat ini mendefinisikan mengenai arti formil dari sebuah konstitusi yang

dewasa ini dirasa sangat penting untuk suatu negara, agar negara tersebut tetap berada di

lajurnya. Konstitusi bagi suatu negara menjadi dasar dan acuan untuk semua peraturan

perundang-undangan yang berada di bawah undang-undang dasar. Dibalik keluarnya

suatu produk hukum tidak terlepas dari konfigurasi politik yang dapat mempengaruhi

produk hukum. Mahfud MD berpendapat mengenai konstitusi:11

1. Ia dimaksudkan sebagai keharusan bagi politik hukum nasional untuk selalu

mengawal dan mengalirkan hukum-hukum yang sesuai dengan dan dalam rangka

menegakkan konstitusi;

2. Ia dimaksudkan sebagai cara mengawal pembangunan politik hukum itu sendiri

agar tidak ke luar dari aliran konstitusi dan sumber nilai yang mendasarinya.

Berkaitan dengan hal ini, bahwa UUD NRI Tahun 1945 sebagai Konstitusi

Indonesia merupakan bentuk peraturan perundang-undangan yang utama dan pertama

dalam hierarki peraturan perudang-undangan. UUD NRI Tahun 1945 hanya menyebut

bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan yaitu Ketetapan MPR, Undang-Undang,

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang/Perppu, Peraturan Pemerintah dan

Peraturan Daerah.

Kelima jenis bentuk peraturan perundang-undangan tersebut diatur lebih lanjut

dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

8 Encik Muhammad Fauzan, Jurnal Masalah Masalah Hukum, Fungsi Sosiologis Undang-Undang Dasar

Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Memenuhi Hak-Hak Masyarakat (Fakultas Hukum

Universitas Diponegoro : Jilid 42 Nomor 3 Juli 2013), hlm. 348-349 9Ahmad Sukarja dalam Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme, (Jakarta : Sekretariat

Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005), hlm. 15. 10

Sri Soemantri, Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan, (Bandung : PT Remaja

Rosdakarya, 2015), hlm. 9. 11

Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, (Jakarta : PT Raja Grafindo

Persada, 2012), hlm. 9.

SIPENDIKUM 2018

188

Perundang-undangan. Kedudukan perppu dalam hierarki peraturan perundang-undangan

juga mengalami dinamika yang dapat dilihat sebagai berikut:

Tap MPRS Nomor

XX/MPRS/1966

Tap MPR Nomor

III/MPR/2000

UU Nomor 10

Tahun 2004

UU Nomor 12

Tahun 2011

1. UUD RI 1945

2. Ketetapan

MPRS/ MPR

3. UU / Perpu

4. PP

5. Keppres

6. Peraruran-

peraturan

Pelaksanaan

Lainnya, seperti

:

- Peraturan

Menteri

- Instruksi

Menteri

- dan Lain -

lainnya.

1. UUD 1945

2. Ketetapan

MPR

3. UU

4. Perpu

5. PP

6. Keppres

7. Perda

1. UUD Negara

RI Tahun 1945

2. UU / Perpu

3. PP

4. Perpres

5. Perda

1. UUD NRI

Tahun 1945

2. Ketetapan

MPR

3. UU/Perpu

4. Peraturan

Pemerintah

5. Peraturan

Presiden

6. Peraturan

Daerah

Provinsi

7. Peraturan

Daerah

Kabupaten/

Kota

Tabel 1: Regulasi yang pernah mengatur hierarki peraturan perundang-

undangan12

Tabel diatas menunjukkan bahwa Perppu selalu menjadi bagian dari jenis dan

hierarki peraturan perundang-undangan. Namun kedudukan Perppu dalam hierarki

pernah mengalami perubahan tidak sejajar dengan undang-undang melainkan dibawah

undang-undang jika dilihat dalam ketetapan MPR/III/MPR/2000. Namun seiring

perjalanan ketatanegaraan di Indonesia, kedudukan Perppu dikembalikan lagi sejajar

dengan undang-undang. Dinamika pengaturan peraturan perundang-undangan

menunjukkan hal ini merupakan suatu yang sangat penting dalam menjalankan negara

dan pemerintahan.

Peraturan perundang-undangan merupakan perwujudan nyata dari

perkembangan hukum modern yang bersifat tertulis. Pernyataan tersebut memperkuat

suatu pernyataan, bahwa peraturan perundang-undangan bersifat tertulis memberikan

kepastian hukum yang lebih nyata dibandingkan dengan hukum tidak tertulis. Kaidah

hukum bisa terbentuk, salah satunya melalui pembentukan peraturan perundang-

undangan. Peraturan perundang-undangan oleh Bagir Manan didefinisikan sebagai

12

Diolah dari berbagai sumber oleh penulis dan peraturan yang dipakai saat ini adalah Undang-undang

Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

SIPENDIKUM 2018

189

“setiap keputusan tertulis yang dikeluarkan pejabat atau lingkungan jabatan yang

berwenang yang berisi aturan tingkah laku yang bersifat atau mengikat secara umum”.13

Dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan dijelaskan juga pengertian peraturan perundang-undangan yaitu “peraturan

tertulis yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum dan dibentuk

atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang berwenang melalui prosedur

yang ditetapkan dalam Peraturan Perundang-undangan”.14

Peraturan perundang-

undangan tersebut diatur dalam Undang-Undang meliputi “Undang-Undang dan

peraturan di bawahnya”.15

Perbedaan Undang-Undang dan Perppu

A. Hamid S. Attamimi menyatakan bahwa mengenai materi muatan undang-

undang dapat dilakukan melalui 3 (tiga) cara, yakni :16

1. Ketentuan dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945;

2. Berdasarkan Wawasan Negara berdasar atas hukum (rechtstaat);

3. Berdasarkan Wawasan Pemerintahan berdasarkan sistem konstitusi.

Sementara dalam Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan

bahwa materi muatan undang-undang adalah:17

a. Pengaturan lebih lanjut mengenai ketentuan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945;

b. Perintah suatu Undang-Undang untuk diatur dengan Undang-Undang;

c. Pengesahan perjanjian internasional tertentu;

d. Tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;Dan/atau

e. Pemenuhan kebutuhan hukum dalam masyarakat.

Materi muatan undang-undang tersebut harus dibahas dalam DPR sebagai

pemegang kekuasaan pembentuk undang-undang. Adapun proses pembentukan

undang-undang adalah sebagai berikut:

1. DPR memang memegang kekuasaan membentuk UU, akan tetapi dalam setiap

pembuatan dan pengundangan UU membutuhkan persetujuan bersama dengan

Presiden.

13

Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia, (Bandung :

Alumni, 1997), hlm. 123.

14Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5234). 15

Pasal 4 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan

(Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara Republik

Indonesia Nomor 5234). 16

Maria Farida Indrati Soeprapto, Buku 1 op. cit., hlm. 246. 17

Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011, Tambahan Lembaran Negara

Republik Indonesia Nomor 5234).

SIPENDIKUM 2018

190

2. Sebelum UU disahkan dan diundangkan, ada yang namanya RUU. RUU inilah

cikal bakal calon UU untuk diundangkan. Dalam RUU inilah membutuhkan

persetujuan bersama antara Presiden dengan DPR.

3. Apabila RUU tersebut tidak disetujui bersama, maka RUU tersebut tidak boleh

dibahas dalam sidang DPR masa itu. Akan tetapi jika RUU tersebut disetujui

bersama, maka RUU tersebut akan disahkan Presiden untuk menjadi UU.

4. Dalam suatu hal RUU yang sudah disetujui bersama tidak disahkan Presiden

dalam waktu 30 (tiga puluh) hari semenjak RUU tersebut disetujui, maka RUU

tersebut telah sah menjadi UU dan wajib untuk diundangkan.

5. Mengenai bentuk dari UU yakni merupakan produk hukum “kompromi”18

antara

Presiden dengan DPR. Meskipun UU produk hukum kerjasama antara Presiden

dengan DPR, namun produk hukum tersebut mengikat seluruh lapisan masyarakat

di Negara Indonesia.

Jadi, UU dalam arti formil merupakan UU yang berbetuk tertulis yang melewati

prosedural tertentu dalam proses pembuatannya, yakni melalui Presiden dan DPR.

Kemudian UU tersebut wajib diundangkan dan dimuat dalam Lembaran Negara, UU

tersebut mulai berlaku dan mengikat berdasarkan tanggal yang telah ditentukan didalam

UU tersebut. Sedangkan UU dalam arti materiil ialah UU yang memiliki substansi

mengenai suatu hal tertentu yang diatur didalam UU tersebut. Materi muatan yang

diatur didalam UU mengacu kepada Pasal 10 UU No. 12 Tahun 2011. Didalam materi

muatan tersebut ialah kondisi obyektif dari permasalahan tertentu maupun dalam rangka

pemenuhan hukum didalam negara, agar tidak terjadi kekososngan hukum (vacum of

norm).

Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945 lebih menitikberatkan pada aspek kebutuhan

hukum yang bersifat mendesak yang terkait dengan waktu yang terbatas. Setidaknya

terdapat 3 (tiga) unsur penting yang dapat menimbulkan suatu “kegentingan yang

memaksa”, yakni :19

a. Unsur ancaman yang membahayakan (dangerous threat);

b. Unsur kebutuhan yang mengharuskan (reasonable necessity); dan/atau

c. Unsur keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia.

Mengenai materi muatan yang diatur dengan Perppu ialah sama dengan UU. Hal

ini terdapat pada Pasal 11 UU No. 12 Tahun 2011 yang berbunyi “Materi muatan

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang sama dengan materi muatan Undang-

Undang”. Hal ini berarti menunjukkan secara substansial materi Perppu sama dengan

materi UU dan dari pasal tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan materi muatan

antara Perppu dan UU. Namun pada Pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011

menegaskan materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam :

a. Undang-Undang;

18

Kompromi ialah dari kerjasama. 19

J. Ronalad Mawuntu, “Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undag-Undang Dalam Sistem Norma

Hukum Indonesia”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, Volume XIX Nomor 5,

(Manado : Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, 2011), hlm. 122-123.

SIPENDIKUM 2018

191

b. Peraturan Daerah Provinsi; atau

c. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Mengenai bentuk formil dari Perppu ialah berbeda dengan UU. Jika dalam UU

melalaui proses yang lama dan harus mendapat persetujuan bersma antara Presiden

dengan DPR, maka dikeluarkannya Perppu tidak melalui mekanisme yang lama. Perppu

dapat langsung dikeluarkan jika atas dasar subyektifitas Presiden memandang suatu

permasalahn yang dpat membuat negara ini dalam keadaan kegentingan yang memaksa,

maka Presidn dapat dngan langsung mengelaurkan Perppu karena itu mengenai

noodverordeningrecht seorang Presiden. Jadi Perppu merupakan produk hukum yang

dikeluarkan oleh Presiden.

Mengenai materiil dari Perppu ialah sama dengan UU, hanya saja dalam

ketentuan Pasal 15 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 menegaskan hanya UU saja yang

dapat mengatur mengenai materi ketentuan pidana, sedangkan pada pasal dan ayat

tersebut tidak ada ketentuan yang mengatur Perppu dapat mengatur materi ketentuan

pidana. Hal ini menunjukkan Perppu tidak dapat mengatur materi mengenai ketentuan

pidana..

Penjelasan mengenai Perppu dan UU dari aspek formil dan materiil sudah

dijelaskan di atas, maka untuk lebih mempermudahnya akan disajikan dalam Tabel 2

sebagaimana dibawah ini:

No. Pembeda UU Perppu

1. Materiil a. Perintah suatu Undang-

Undang untuk diatur dengan

Undang-Undang;

b. Pengesahan perjanjian

internasional tertentu;

c. Tindak lanjut atas putusan

Mahkamah Konstitusi;

dan/atau

d. Pemenuhan kebutuhan

hukum dalam masyrakat.

Sama dengan UU

2. Formil Melalui serangkaian mekanisme

tertentu dan proses yang lama

serta harus mendapatkan

persetujuan bersama antara

Presidn dengan DPR

Tanpa melalui proses

yang lama dan tidak

membutuhkan

persetujuan bersama

antara Presiden dan

DPR. Karena Perppu

itu mengenai

noodverordeningrecht

Presiden.

3. Jangka waktu

berlaku

Ada yang ditentukan jangka

waktu berlakunya. Ada juga

yang tidak ditentukan jangka

Sampai persidangan

DPR selanjutnya. Jika

tidak mendapat

SIPENDIKUM 2018

192

waktu berlakunya sampai ada

UU baru yang menyatakan UU

yang lama dicabut dan

dinyatakan tidak berlaku lagi.

persetujuan maka

harus dicabut.

4. Ketentuan

Pidana

Memuat materi mengenai

ketentuan pidana.

Tidak memuat materi

mengenai ketentuan

pidana.

5. Kondisi negara

pada saat

dikeluarkannya

Dalam kondisi yang normal. Dalam kondisi yang

abnormal.

6. Dasar

dikeluarkannya

aturan tersebut

Untuk mengisi kebutuhan

hukum di negara tersebut agar

tidak terjai kekosongan hukum

(vacum of norm).

Karena kegentingan

yang memaksa yang

didasarkan kepada

subyektifitas

Presiden.

7. Lembaga

negara yag

mengeluarkan

Hasil persetujuan bersama antara

Presiden dan DPR

Presiden

Tabel 2 : Perbedaan Perppu dengan UU

Pelaksanaan Perppu

Dinamika peraturan perundang-undangan di Indonesia menunjukkan bahwa latar

belakang dikeluarkannya Perppu oleh Presiden umunya berbeda-beda. Hal ini dilatar

belakangi oleh “kegentingan yang memaksa” yang selalu bersifat multitafsir dan juga

turut andil juga yaitu subyektifitas Presiden dalam melakukan penafsiran frasa

“kegentingan yang memaksa” sebagai dasar dikeluarkannya Perppu.

Sebagaimana yang telah dijelaskan diatas, maka materi muatan undang-undang

dengan peraturan pemerintah pengganti undang-undang tetaplah berbeda. Namun

keberadaan Perppu ini dapat dijadikan alat untuk memaksakan kekuasaan melalui

legitimasi Perppu. Aspek lain dalam pembentukan Perppu juga menimbulkan

kontroversial mengenai parameter “kegentingan yang memaksa”. Bahkan seringkali

muncul di masyarakat mengenai Perppu itu umumnya dibuat bukan karena adanya

kegentingan yang memaksa, akan tetapi karena “kepentingan yang memaksa”.

Kegentingan yang memaksa dapat digambarakan sebagai suatu kondisi abnormal yang

membutuhkan upaya di luar kebiasaan untuk sesegera mungkin mengakhiri kondisi

tersebut.

Dalam konsdisi abnormal tersebut membutuhkan adanya norma hukum yang

bersifat khusus, baik dari segi formil maupun materiil. Sehingga dalam kondisi yang

demikian tersebut Perppu menjadi alternatif sebagai suatu instrumen hukum laksana UU

yang berlaku dan mempunyai kekuatan mengikat kepada masyarakat. “Kegentingan

yang memaksa” sebagai dasar dikeluarkannya Perppu tidaklah sama dengan pengertian

SIPENDIKUM 2018

193

“keadaan bahaya”20

dalam Pasal 12 UUD NRI Tahun 1945, meskipun kedua hal

tersebut merupakan penjabaran yang lebih konkret dari kondisi darurat pada suatu

sistem ketatanegaraan tertentu.

Penentuan syarat-syarat dan akibat “keadaan bahaya” pada Pasal 12 UUD NRI

Tahun 1945 jelas membutuhkan keterlibatan DPR untuk dapat ditetapkan dengan UU,

sedangkan “kegentingan yang memaksa” pada Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945

bergantung kepada subyektifitas Presiden dalam menilai suatu kondisi yang

dianggpanya sebagai suatu kegentingan yang memaksa, walaupun pada akhirnya nanti

tergantung juga kepada persetujuan para wakil rakyat di DPR. Apabila meninjau dari

Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945, dapat diketahui mengenai Perppu mempunyai hierarki,

fungsi dan materi yang sama dengan UU, hanya saja di dalam pembentukannya yang

berbeda dengan UU.21

Dalam mengeluarkan Perppu, ada beberapa dasar pertimbangan penetapan

Perppu. Terdapat 3 (tiga) peristilahan yang diatur dalam ketentuan UUD NRI Tahun

1945. Ketiga dasar tersebut yakni :22

a. Negara Dalam Keadaan Bahaya (state is being dangerous).

Dapat dilihat bunyi ketentuan UUD NRI Tahun 1945, yakni dalam Pasal 12 UUD

NRI Tahun 1945 yang berbunyi “Presiden menyatakan keadaan bahaya. Syarat-

syarat dan akibatnya keadaan bahaya ditetapkan dengan undang-undang”.

b. Keadaan-Keadaan Yang Mendesak (emergency situation).

Dalam Konstitusi Republik Indonesia Serikat pasal 139 ayat (1) menyatakan

bahwa pemerintah berhak atas kuasa dn tanggung jawab sendiri menetapkan

undang-undang darurat untuk mengatur hal-hal penyelenggaraan federal yang

karena keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur dengan segera, ayat (2)

“Undang-undang darurat mempunyai kekuasaan dan kuasa Undang-undang

Federasi, ketentuan ini tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang

berikut”. Undang -Undang Dasar Sementara 1950 dalam Pasal 96 paragrap (1)

“Pemerintah berhak atas kuasa dan tanggung jawab sendiri menetapkan undang-

undang darurat untuk hal-hal penyelenggaraan pemerintahan yang karena

keadaan-keadaan yang mendesak perlu diatur segera”, paragraph (2) “Undang-

undang darurat mempunyai kekuasaan dan derajat undang-undang, ketentuan ini

tidak mengurangi yang ditetapkan dalam pasal yang berikut”. Dilihat dari

ketentuan tersebut di atas dapat disebutkan bahwa ada beberapa istilah yang dapat

dihubungkan dengan dasar pertimbangan ditetapkannya perppu yaitu i)negara

20

Lihat Pasal 12 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 21

Maria Farida Indrati Soeprapto, (Buku 2) Ilmu Perundang-Undangan : Proses dan Teknik

Pembentukannya, (Yogyakarta : Kanisius, 2007), hlm. 80. 22

Yoyon M. Darmawan, “Kedudukan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Perppu) di

Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dihubungkan Dengan Diterbitkannya Peraturan Pemerintahan

Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan

Walikota”, Jurnal Surya Kencana Dua (Dinamika Masalah Hukum & Keadilan, Volume 2 Nomor 2,

(Tangerang Selatan : Magister Hukum, 2015), hlm. 17-18.

SIPENDIKUM 2018

194

dalam keadaan bahaya, (ii)negara keadaankeadaan yang mendesak dan iii)hal

ikhwal kegentingan yang memaksa.

c. Hal Ikhwal Kegentingan Yang Memaksa (state is being emergency-force

meujeur).

Dapat dilihat dalam Pasal 22 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 yang berbunyi

“Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan

peraturan pemerintah pengganti undang-undang”, dalam ayat (2) Peraturan

Pemerintah itu harus mendapat persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat dalam

persidangan yang berikut, kemudian ayat (3) Jika tidak mendapat persetujuan,

maka peraturan pemerintah itu harus dicabut.

Pasal 22 UUD NRI Tahun 1945 lebih menitikberatkan pada aspek kebutuhan

hukum yang bersifat mendesak yang terkait dengan waktu yang terbatas. Setidaknya

terdapat 3 (tiga) unsur penting yang dapat menimbulkan suatu “kegentingan yang

memaksa”, yakni :23

a. Unsur ancaman yang membahayakan (dangerous threat);

b. Unsur kebutuhan yang mengharuskan (reasonable necessity); dan/atau

c. Unsur keterbatasan waktu (limited time) yang tersedia.

Oleh karena itu, dikeluarkannya UU karena negara dalam keadaan normal,

sedangkan dikeluarkannya Perppu disebabkan negara dalam kondisi abnormal

berdasarkan subyektifitas Presiden. Maka berdasarkan Perppu yang telah dikeluarkan

oleh Presiden dapat dicermati apakah Perppu-perppu tersebut layak dikeluarkan dan

negara dalam kegentingan memaksa?. Tabel 3 dan tabel 4 dibawah ini menggambarkan

Perpu yang telah dikeluaran oleh Presiden dari tahun 2007 sampai tahun 2017.

Nomor Tahun Nomor dan judul perppu

1 2017 Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi

Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan,

Lembaran Negara Nomor 95 tahun 2017 dan

Tambahan Lembaran Negara 6051

2 2017 Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang

Organisasi Kemasyarakatan, Lembaran Negara

Nomor 138 tahun 2017 dan Tambahan Lembaran

Negara 6084

3 2016 Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua

Atas Undangundang Nomor 23 Tahun 2002

Tentang Perlindungan Anak Lembaran negara

nomor 99 tahun 2016 dan Tambahan Lembaran

Negara 5882

4 2015 Nomor 1 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas

23

J. Ronalad Mawuntu, “Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undag-Undang Dalam Sistem Norma

Hukum Indonesia”, Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado, Volume XIX Nomor 5,

(Manado : Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi, 2011), hlm. 122-123.

SIPENDIKUM 2018

195

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Lembaran negara nomor 31 tahun 2015 dan

Tambahan Lembaran Negara 5661

5 2014 Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur,

Bupati dan Walikota, Lembaran negara nomor 245

tahun 2014 dan Tambahan Lembaran Negara 5588

6 2014 Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah, Lembaran negara nomor 246

tahun 2014 dan Tambahan Lembaran Negara 5589

7 2013 Nomor 1 Tahun 2013 tentang Peraturan Pemerintah

Pengganti Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua

Atas Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003

tentang Mahkamah Konstitusi, Lembaran negara

nomor 167 tahun 2013 dan Tambahan Lembaran

Negara 5456

Tabel 3 : Daftar Perppu yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah tahun 2013-

2017

Perppu sebagaimana pada tabel 3 dari tahun 2013 – 2017 tidak menggabarkan

bahwa negara memerlukan Perppu dimana keluarnya Perppu ini dikarena dalam

keadaan memaksa. Hal demikian juga terjadi Perppu yang telah dikeluarkan oleh

Presiden pada tahun 2007-2009 sebagaimana dijelaskan pada tabel 4 dibawah ini:

Nomor Tahun Nomor dan judul perppu

1 2009 Nomor 1 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang

Pemilihan Umum Anggota Dewan Perwakilan

Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan

Perwakilan Rakyat DaerahLembaran negara nomor

41 tahun 2009 dan Tambahan Lembaran Negara

4986

2 2009 Nomor 2 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji Lembaran negara

nomor 110 tahun 2009 dan Tambahan Lembaran

Negara 5036

3 2009 Nomor 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992 tentang

Keimigrasian Lembaran negara nomor 111 tahun

SIPENDIKUM 2018

196

2009 dan Tambahan Lembaran Negara 5037

4 2009 Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002

Tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana

Korupsi Lembaran negara nomor 132 tahun 2009

dan Tambahan Lembaran Negara 5051

5 2008 Nomor 1 Tahun 2008 Tentang Perubahan UU 21-

2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi

Papua Lembaran negara nomor 57 tahun 2008 dan

Tambahan Lembaran Negara 4842

6 2008 Nomor 2 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua

UU 23-1999 tentang Bank Indonesia Lembaran

negara nomor 142 tahun 2008 dan Tambahan

Lembaran Negara 4901

7 2008 Nomor 3 Tahun 2008 Tentang Perubahan UU 24-

2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan

Lembaran negara nomor 143 tahun 2008 dan

Tambahan Lembaran Negara 4902

8 2008 Nomor 4 Tahun 2008 Tentang Jaring Pengaman

Sistem Keuangan Lembaran negara nomor 149

tahun 2008 dan Tambahan Lembaran Negara 4907

9 2008 Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat

Uu 6-1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata

Cara Perpajakan Lembaran negara nomor 211 tahun

2008 dan Tambahan Lembaran Negara 4953

10 2007 Nomor 1 Tahun 2007 Tentang Perubahan UU 36-

2000 Tentang Penetapan Perpu 1-2000 Tentang

Kawasan Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas

Menjadi UU Lembaran negara nomor 72 tahun

2007 dan Tambahan Lembaran Negara 4729

11 2007 Nomor 2 Tahun 2007 Tentang Penanganan

Permasalahan Hukum Dalam Rangka Rehabilitasi

dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan

Masyarakat Di Provinsi Nagroe Aceh Darussalam

dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara

SIPENDIKUM 2018

197

Lembaran negara nomor 119 tahun 2007 dan

Tambahan Lembaran Negara 4765

Tabel 4 : Daftar Perppu yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah tahun 2007-

2009

Sementara pada tahun 2010 sampai tahun 2012 tidak ada Perppu yang

dikeluarkan oleh Presiden sehingga pada tahun-tahun tersebut dapat dikatakan negara

dalam keadaan stabil atau normal. Perppu-perppu yang telah dikeluarkan oleh Presiden

sebagaiamana tabel 3 dan tabel 4 pada dasarnya adalah kebijakan yang dapat dituangkan

dalam jenis peraturan perundang-undangan lainnya selain Perppu seperti peraturan

pemerintah, peraturan presiden atau lainnya. Hal ini untuk menghidari legitimasi

kekuasaan Presiden yang absolut sehingga dalam mengeluarkan kebijakan dapat

terkontrol walaupun jika dikeluarkan melalui Perppu tetap akan di bahas dalam DPR.

Namun terdapat masa waktu dimana kebijakan melalui Perppu dapat dipaksakan tetap

dijalankan terlebih dahulu sebelum dibahas di DPR.

Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan hal tersebut diatas, maka keberadaan Perppu dapat

disimpulkan sebagai berikut:

1. Keberadaan Perppu telah menimbulkan konflik dalam aspek perundang-undangan

yaitu kedudukan yang sama dengan Undang-Undang dan materi muatan yang

dapat sama dengan Undang-Undang.

2. Perppu merupakan produk hukum buatan Presiden karena berdasarkan penafsiran

Presiden terkait kegentingan yang memaksa yang diikuti dengan subyektifitas dari

Presiden, sedangkan Undang-Undang merupakan produk hukum kerjasama yang

baik antara Presiden dengan DPR yang didasarkan pada kebutuhan pemenuhan

hukum untuk negara agar tidak terjadi kekosongan hukum dan hal-hal lain yang

dirasa perlu untuk dikeluarkannya Undang-Undang.

3. Keberadaan Perppu tidak terlalu penting dalam ketatanegaraan karena dapat

menimbulkan kekuasaan absolut dimana ada masa waktu Perppu tetap sah

dilaksanakan sebelum pembahasan di DPR.

Oleh karena itu, saran yang dapat disampaikan dalam artikel ini adalah:

1. Mempertegas kedudukan peraturan perundang-undangan selain Perppu dengan

menghilangkan Perppu dalam jenis dan hierarki peraturan perundang-undangan.

2. Jika negara tetap membutuhkan suatu peraturan perundang-undangan maka dapat

dibentuk melalui kebijakan undang-undang darurat atau jenis peraturan

perundang-undangan lainnya. Hal ini dimaksudkan agar ketika negara dalam

kondisi darurat dan memaksa adanya suatu kebijakan tetap dalam pengawasan

oleh DPR atau peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan dapat di uji

materi

SIPENDIKUM 2018

198

Daftar Pustaka

Dasril Rajab. Hukum Tata Negara Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta, 2005.

Bagir Manan dan Kuntana Manan. Beberapa Masalah Hukum Tata Negara Indonesia.

Bandung : Alumni, 1997.

Jimly Asshiddiqie. Konstitusi dan Konstitusionalisme. Jakarta : Sekretariat Jenderal

dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, 2005.

________________. Hukum Tata Negara Darurat Edisi Ke-1,. Jakarta : PT. Raja

Grafindo Persada, 2007.

Maria Farida Indrati Soeprapto. (Buku 1) Ilmu Perundang-Undangan : Jenis, Fungsi

dan Materi Muatan. Yogyakarta : Kanisius, 2007.

______________________________. (Buku 2) Ilmu Perundang-Undangan : Proses

dan Teknik Pembentukannya. Yogyakarta : Kanisius, 2007.

Moh. Mahfud MD. Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi. Jakarta : PT

Raja Grafindo Persada, 2012.

Sri Soemantri. Hukum Tata Negara Indonesia Pemikiran dan Pandangan. Bandung :

PT Remaja Rosdakarya, 2015.

Sudikno Mertokusumo. Teori Hukum. Yogyakarta : Universitas Atma Jaya, 2011.

Undang-Undang :

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

Undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2011,

Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234).

Jurnal :

Encik Muhammad Fauzan, Jurnal Masalah Masalah Hukum, Fungsi Sosiologis

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Memenuhi

Hak-Hak Masyarakat, Jilid 42 Nomor 3 Juli 2013 Fakultas Hukum Universitas

Diponegoro, 2013

J. Ronalad Mawuntu. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado,

“Eksistensi Peraturan Pemerintah Pengganti Undag-Undang Dalam Sistem Norma

SIPENDIKUM 2018

199

Hukum Indonesia”. Volume XIX Nomor 5. Manado : Fakultas Hukum

Universitas Sam Ratulangi, 2011.

Yoyon M. Darmawan. Jurnal Surya Kencana Dua (Dinamika Masalah Hukum &

Keadilan), “Kedudukan Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang

(Perppu) di Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia Dihubungkan Dengan

Diterbitkannya Peraturan Pemerintahan Pengganti Undang-Undang (Perppu)

Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota”.

Volume 2 Nomor 2. Tangerang Selatan: Magister Hukum, 2015.