88
GAMBARAN KONDISI SANITASI WARUNG MAKAN DAN TINGKAT KEPADATAN LALAT PADA WARUNG MAKAN DI PASAR PAGI KOTA TEGAL SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Disusun oleh: Devi Sharaswati NIM 6411414060 JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2019

SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

  • Upload
    others

  • View
    21

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

GAMBARAN KONDISI SANITASI WARUNG MAKAN DAN

TINGKAT KEPADATAN LALAT PADA WARUNG MAKAN

DI PASAR PAGI KOTA TEGAL

SKRIPSI

Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Disusun oleh:

Devi Sharaswati

NIM 6411414060

JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2019

Page 2: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

ii

Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat

Fakultas Ilmu Keolahragaan

Universitas Negeri Semarang

Agustus 2019

ABSTRAK

Devi Sharaswati

Gambaran Kondisi Sanitasi Warung Makan dan Tingkat Kepadatan Lalat pada

Warung Makan di Pasar Pagi Kota Tegal

XIV + 127 halaman + 5 tabel + 15 gambar + 24 lampiran

Persentase kondisi sanitasi tempat pengelolaan makanan (TPM) yang memenuhi

syarat kesehatan di Kota Tegal tahun 2017 yaitu 86,3%, sedangkan pada tahun 2018

menurun menjadi 74,2%. Hasil studi pendahuluan oleh peneliti pada Bulan April 2018

mengenai kondisi sanitasi warung makan di Pasar Pagi Kota Tegal belum memenuhi

syarat kesehatan, sedangkan pengukuran tingkat kepadatan lalat didapatkan hasil 2-15

ekor per blok grill, hal tersebut termasuk dalam populasi cukup padat yang memerlukan

upaya pengendalian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran kondisi

sanitasi warung makan dan tingkat kepadatan lalat pada warung makan di Pasar Pagi

Kota Tegal.

Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif dengan pendekatan cross

sectional. Sampel berjumlah 23 warung makan. Instrumen yang digunakan adalah lembar

observasi, kuesioner dan pengukuran kepadatan lalat. Analisis data dilakukan secara

univariat.

Hasil penelitian menunjukkan kondisi sanitasi dalam kategori tidak memenuhi

syarat kesehatan yaitu tempat penyimpanan bahan makanan 82,6%, tempat sampah

100%, pembuangan air limbah 34,8%, tempat mencuci peralatan 78,3%, ketersediaan

peralatan pencegahan masuknya serangga 100%, tempat penyimpanan makanan jadi

95,7%, tempat penyajian makanan 100%, lokasi warung makan 87%, sedangkan kondisi

sanitasi dalam kategori memenuhi syarat adalah penyediaan air bersih yaitu 100%.

Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%.

Saran penelitian ini adalah untuk meningkatkan fasilitas sanitasi pada warung

makan dan menjaga kebersihan lingkungan.

Kata Kunci: Sanitasi Warung Makan, Kepadatan Lalat

Kepustakaan: 51 (1990-2019)

Page 3: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

iii

Public Health Science Department

Faculty of Sports Science

Universitas Negeri Semarang

August 2019

ABSTRACT

Devi Sharaswati

Description of the Sanitary Conditions of Food Stalls and the Density of Flies in Food

Stalls in the Morning Market Tegal City

XIV + 127 pages + 5 tables + 15 pictures + 24 attachments

The percentage of sanitation conditions of food management places (TPM) that

fulfill health requirements for Tegal City in 2017 is 86.3%, meanwhile in 2018, it is

decreased to 74.2%. The result of a preliminary study by the researcher in April 2018

regarding the sanitation conditions of food stalls in the Pasar Pagi Tegal is not fulfilled

the health requirements, while the result for the measurement of the level of the fly

density is 2-15 tails per grill block, it is included the dense population that need a

control . The purpose of this study is to determine the sanitary conditions of food stalls

and the density of flies in food stalls in the Pasar Pagi Tegal..

The type of the research is quantitative descriptive with cross sectional approach.

The total samples are 23 food stalls. The instruments is used observation sheets,

questionnaires and the fly density measurements. The data analysis is performed by

univariately.

The result of the study showed that sanitation conditions in the category of

unfulfilled health requirements is 82.6% for food storage area, 100% for trash bin,

34.8% for waste water disposal, 78.3% for washing place equipment, the availability of

insect prevention equipment is 100%, 95.7% for finished food storage, 100% for food

serving places, 87% for food stalls, while the sanitation condition in the category of

fulfilled requirement is 100% clean water supply. The level of the fly density in the low

category is 73.9%, the middle category is 21.7% and the high category is 4.3%.

The suggestion of this research is to improve sanitation facilities in food stalls

and maintain environmental sanitation.

Keywords: Food Stall Sanitation, Fly Density.

Literature: 51 (1990-2019)

Page 4: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

iv

PERNYATAAN

Page 5: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

v

PENGESAHAN

Page 6: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

vi

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

❖ Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu; sesungguhnya Allah

bersama orang-orang yang sabar. (Q.S Al-Baqarah: 153)

❖ Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Allah menjadikan

baginya kemudahan dalam urusannya. (Q.S At-Talaq: 4)

❖ Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tidak menyia-nyiakan pahala

orang yang berbuat kebaikan. (Q.S Huud: 115)

PERSEMBAHAN

Dengan penuh rasa syukur kepada Allah

SWT, skripsi ini saya persembahkan kepada:

1. Bapak dan Ibuku tercinta

2. Adikku tersayang

3. Sahabat-sahabatku

4. Almamaterku Universitas Negeri

Semarang, khususnya Jurusan Ilmu

Kesehatan Masyarakat.

Page 7: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

vii

PRAKATA

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat, karunia dan berkahNya sehingga peneliti dapat menyelesaikan

penyusunan Skripsi dengan Judul “Gambaran Kondisi Sanitasi Warung Makan

dan Tingkat Kepadatan Lalat pada Warung Makan di Pasar Pagi Kota Tegal”.

Proses penyusunan skripsi ini tentu tidak luput dari berbagai kesulitan dan

hambatan, maka dari itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada

semua pihak yang telah memberikan doa, motivasi, bantuan, dorongan, serta

bimbingan sehingga terselesainya skripsi ini, ucapan terimakasih ini penulis

ucapkan kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Semarang, Ibu Prof.

Dr. Tandiyo Rahayu, M.Pd atas pemberian izin penelitiannya.

2. Ketua Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Bapak Dr. Iwan Budiono, S.KM,

M.Kes (Epid) yang telah memberikan persetujuan sidang skripsi.

3. Dosen pembimbing, Bapak Eram Tunggul Pawenang, S.KM, M.Kes., atas

bimbingan dan pengarahannya dalam penyusunan skripsi ini.

1. Dosen Penguji I, Ibu Dr. dr. Yuni Wijayanti, M.Kes, atas bimbingan, dan

pengarahannya dalam penyelesaian skripsi ini.

2. Dosen Penguji II, Ibu Prof. Dr. dr. Oktia Woro Kasmini Handayani, M.Kes,

atas bimbingan, dan pengarahannya dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh dosen dan staf Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat atas bekal ilmu,

bimbingan dan bantuannya.

Page 8: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

viii

5. Kepala dan staf Kesbangpol atas izin dalam pengambilan data.

6. Kepala dan staf Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Tegal yang

telah memberikan izin dalam melakukan penelitian.

7. Kepala dan staf Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Perindustrian,

Kepala Dinas Kesehatan Kota Tegal dan Kepala Pasar Pagi yang telah

memberikan izin penelitian.

8. Pedagang di warung makan Pasar Pagi Kota Tegal yang telah mengizinkan

penelitian ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah berkenan

membantu penulis selama menyusun skripsi.

Semoga semua amal baik semua pihak yang telah membantu penulis dalam

menyusun skripsi ini dicatat sebagai amal shalih dan mendapatkan balasan yang

sebaik-baiknya dari Allah SWT. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih

banyak kekurangan dan keterbatasan pengetahuan serta pengalaman dalam

penyusunan skripsi ini, sehingga masukan dan kritikan yang membangun sangat

diharapkan guna penyempurnaan karya selanjutnya.

Semarang, Agustus 2019

Penulis

Page 9: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

ix

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ...................................................................................................................... i

ABSTRAK ................................................................................................................ ii

ABSTRACT .............................................................................................................. iii

PERNYATAAN ........................................................................................................ iv

PENGESAHAN ........................................................................................................ v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................... vi

PRAKATA ................................................................................................................ vii

DAFTAR ISI ............................................................................................................. ix

DAFTAR TABEL .................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii

DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................ xiv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH .............................................................. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .............................................................................. 6

1.2.1 Rumusan Masalah Umum ............................................................................. 6

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus ............................................................................. 6

1.3 TUJUAN PENELITIAN ............................................................................... 7

1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................................. 7

1.3.2 Tujuan Khusus ................................................................................................ 7

1.4 MANFAAT HASIL PENELITIAN .............................................................. 8

1.4.1 Bagi Peneliti.................................................................................................... 8

1.4.2 Bagi Masyarakat ............................................................................................. 8

1.4.3 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tegal .................................................................. 8

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya ................................................................................ 9

1.5 KEASLIAN PENELITIAN ........................................................................... 9

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN ............................................................ 12

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat ................................................................................ 12

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu .................................................................................. 12

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan............................................................................. 12

Page 10: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

x

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 13

2.1 LANDASAN TEORI................................................................................... 13

2.1.1 Sanitasi Warung Makan ................................................................................ 13

2.1.2 Persyaratan Sanitasi Warung Makan Sesuai Standar Kesehatan .................. 14

2.1.3 Manfaat Penerapan Sanitasi Warung Makan ................................................ 27

2.1.4 Lalat Sebagai Vektor Penyakit ..................................................................... 27

2.1.5 Tingkat Kepadatan Lalat............................................................................... 38

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Lalat pada Warung

Makan. .................................................................................................................... 40

2.2 KERANGKA TEORI .................................................................................. 44

BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 45

3.1 ALUR PIKIR ............................................................................................... 45

3.2 FOKUS PENELITIAN ................................................................................ 46

3.3 DEFINISI OPERASIONAL DAN SKALA PENGUKURAN VARIABEL

46

3.4 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN .............................................. 50

3.4.1 Jenis Penelitian ............................................................................................. 50

3.4.2 Rancangan Penelitian.................................................................................... 50

3.5 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN ............................................... 51

3.5.1 Populasi Penelitian........................................................................................ 51

3.5.2 Sampel Penelitian ......................................................................................... 51

3.6 SUMBER DATA ......................................................................................... 51

3.6.1 Data Primer ................................................................................................... 51

3.6.2 Data Sekunder ............................................................................................... 52

3.7 INSTRUMEN PENELITIAN DAN TEKNIK PENGAMBILAN DATA .. 52

3.7.1 Instrumen Penelitian ..................................................................................... 52

3.7.2 Teknik Pengambilan Data............................................................................. 53

3.8 PROSEDUR PENELITIAN ........................................................................ 56

3.8.1 Tahap Awal ................................................................................................... 56

3.8.2 Tahap Penelitian ........................................................................................... 56

3.8.3 Tahap Akhir .................................................................................................. 56

Page 11: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

xi

3.9 TEKNIK ANALISIS DATA ....................................................................... 57

3.9.1 Teknik Pengolahan Data ............................................................................... 57

3.9.2 Teknik Analisis Data .................................................................................... 58

BAB IV HASIL PENELITIAN ........................................................................... 59

4.1 GAMBARAN UMUM ................................................................................ 59

4.2 HASIL PENELITIAN ................................................................................. 60

4.2.1 Hasil Penelitian Sanitasi Warung Makan ..................................................... 60

4.2.2 Hasil Penelitian Tingkat Kepadatan Lalat .................................................... 62

BAB V PEMBAHASAN ...................................................................................... 63

5.1 PEMBAHASAN .......................................................................................... 63

5.1.1 Kondisi Sanitasi Warung Makan .................................................................. 63

5.1.2 Tingkat Kepadatan Lalat............................................................................... 83

5.2 HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN .................................. 84

5.2.1 Hambatan Penelitian ..................................................................................... 84

5.2.2 Kelemahan Penelitian ................................................................................... 85

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 86

6.1 SIMPULAN ................................................................................................. 86

6.2 SARAN ........................................................................................................ 87

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 88

Page 12: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian ..................................................................................... 9

Tabel 1.2 Matriks Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya ................................... 11

Tabel 3.1 Definisi Operasional dan Skala Pengukuran Variabel ............................... 47

Tabel 4.1 Distribusi Kondisi Sanitasi Warung Makan............................................... 60

Tabel 4.2 Distribusi Tingkat Kepadatan Lalat ........................................................... 62

Page 13: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Tempat Sampah yang Sehat ................................................................... 16

Gambar 2.2 Sampah Merupakan Media Utama untuk Lalat Berkembang Biak........ 29

Gambar 2.3 Pembersihan Saluran Air untuk Menghindari Berkembang Biaknya

Lalat dari Sampah yang Menumpuk ...................................................... 30

Gambar 2.4 Tirai pada Pintu Dapat Mencegah Lalat dan Serangga Lain Masuk ...... 31

Gambar 2.5 Perangkap Lampu Elektrik ..................................................................... 32

Gambar 2.6 Manusia Dapat Terinfeksi oleh Makan Makanan yang

Terkontaminasi Lalat............................................................................... 36

Gambar 2.7 Makanan di Pasar pada Siang Hari Lalat Dewasa Dapat Ditemukan

dalam Jumlah Banyak di Meja Makan, Sampah dan Tanah .................. 41

Gambar 2.8 Kerangka Teori ....................................................................................... 44

Gambar 3.1 Alur Pikir ................................................................................................ 45

Gambar 5.1 Tempat Penyediaan Air Bersih .............................................................. 63

Gambar 5.2 Saluran Pembuangan Air Limbah Terbuka ............................................ 65

Gambar 5.3 Saluran Pembuangan Air Limbah Tertutup ........................................... 66

Gambar 5.4 Tempat Sampah Tidak Kedap Air .......................................................... 67

Gambar 5.5 Tempat Sampah yang Terbuka ............................................................... 67

Gambar 5.6 Tempat Mencuci Peralatan ..................................................................... 70

Gambar 5.7 Tempat Mencuci Peralatan ..................................................................... 70

Gambar 5.8 Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Terbuka ................................... 72

Gambar 5.9 Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Tertutup ................................... 72

Gambar 5.10 Tempat Penyimpanan Makanan Jadi ................................................... 74

Gambar 5.11 Tidak Tersedia Peralatan Pencegahan Lalat ......................................... 76

Gambar 5.12 Kondisi Bangunan Terbuka .................................................................. 76

Gambar 5.13 Tempat Penyajian Makanan ................................................................. 78

Gambar 5.14 Lokasi Warung Makan terhadap Sumber Pencemar ............................ 81

Gambar 5.15 Lokasi Warung Makan terhadap Sumber Pencemar ............................ 81

Page 14: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Tugas Pembimbing....................................................................... 93

Lampiran 2. Surat Izin Penelitian dari Fakultas ......................................................... 94

Lampiran 3. Surat Izin Penelitian dari BAPPEDA .................................................... 95

Lampiran 4. Ethical Clearance .................................................................................. 96

Lampiran 5. Surat Keterangan Selesai Penelitian ...................................................... 97

Lampiran 6. Lembar Kuesioner Penelitian ................................................................ 98

Lampiran 7. Lembar Observasi Penelitian ................................................................. 100

Lampiran 8. Lembar Pengukuran Kepadatan Lalat ................................................... 102

Lampiran 9. Lembar Data Responden ....................................................................... 104

Lampiran 10.Lembar Hasil Observasi Penelitian ...................................................... 105

Lampiran 11.Lembar Hasil Kuesioner Penelitian ...................................................... 107

Lampiran 12. Hasil Rekapitulasi Kondisi Penyediaan Air Bersih ............................ 108

Lampiran 13. Hasil Rekapitulasi Kondisi Pembuangan Air Limbah ......................... 109

Lampiran 14. Hasil Rekapitulasi Kondisi Tempat Sampah ....................................... 110

Lampiran 15. Hasil Rekapitulasi Kondisi Tempat Mencuci Peralatan ...................... 111

Lampiran 16. Hasil Rekapitulasi Tempat Penyimpanan Bahan Makanan ................. 112

Lampiran 17. Hasil Rekapitulasi Kondisi Tempat Penyimpanan Makanan Jadi ....... 113

Lampiran 18. Hasil Rekapitulasi Kondisi Tempat Penyajian Makanan .................... 114

Lampiran 19. Hasil Rekapitulasi Peralatan Pencegahan Masuknya Lalat ................. 115

Lampiran 20. Hasil Rekapitulasi Lokasi Warung Makan .......................................... 116

Lampiran 21. Lembar Hasil Pengukuran Tingkat Kepadatan Lalat .......................... 117

Lampiran 22. Analisis Univariat ................................................................................ 118

Lampiran 23. Dokumentasi ........................................................................................ 121

Lampiran 24. Peta Persebaran Warung Makan .......................................................... 122

Page 15: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Sanitasi merupakan suatu pencegahan yang menitikberatkan kegiatan dan

tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dan minuman dari segala

bahaya yang dapat mengganggu dan merusak kesehatan (Mundiatun, 2018).

Praktik kebersihan dan sanitasi yang buruk dapat menciptakan kondisi yang tidak

sehat dan menyebabkan penyakit seperti disentri, kolera, diare, tipus dan infeksi

parasit usus (UNICEF, 2012).

Pengelolaan makanan merupakan hal yang sangat penting untuk

dilaksanakan sesuai standar kesehatan. Makanan dapat menjadi media penularan

penyakit (Mundiatun, 2018). Peristiwa penularan penyakit melalui media

makanan yang disebabkan oleh lalat dapat bersumber dari tempat pengelolaan

makanan (TPM) khususnya warung makan, jasa boga, makanan jajanan dan

rumah makan yang pengelolaannya tidak memenuhi syarat kesehatan, khususnya

syarat sanitasi (Depkes RI, 2001).

Berdasarkan data yang diperoleh dari Kementerian Kesehatan RI (2019),

persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) di Indonesia yang memenuhi

persyaratan pada tahun 2018 adalah 26,41% dan belum mencapai target.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah

(2018), persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat

Page 16: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

2

kesehatan di Jawa Tengah pada tahun 2017 yaitu 62,87%, sedangkan pada tahun

2018 menurun menjadi 62,09%. Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas

Kesehatan Provinsi Jawa Tengah (2018), persentase Tempat Pengelolaan

Makanan (TPM) yang memenuhi syarat kesehatan di Kota Tegal pada tahun 2017

yaitu 86,3%, sedangkan pada tahun 2018 menurun menjadi 74,2%.

Warung makan merupakan tempat yang digunakan untuk berjualan

makanan dan minuman siap konsumsi yang dipersiapkan dan atau dijual di jalan

atau di tempat-tempat umum lainnya. Faktor yang dapat menimbulkan bahaya

kesehatan di warung makan adalah kondisi fasilitas penyimpanan, pengolahan dan

memasak yang tidak memadai terutama jika persiapan dilakukan pada tempat

penjualan yang memungkinkan dapat diakses oleh hewan pengerat, serangga, dan

hama lainnya serta kurang terpenuhinya fasilitas untuk pembuangan limbah padat

dan limbah cair, oleh karena itu untuk mencegah datangnya hewan pengerat,

serangga dan hama lainnya diperlukan upaya menjaga kualitas makanan dan

minuman dengan cara memelihara sanitasi warung makan karena lalat dapat

menjadi sumber pencemar serta kehadiran dan perilaku lalat di lingkungan

manusia dapat menimbulkan kesan kotor (Mundiatun, 2018).

Lalat merupakan salah satu vektor penular penyakit yang tersebar merata

di dunia. Indonesia sebagai negara yang berada di daerah tropis mempunyai

kondisi suhu yang hangat dengan temperatur antara 23-33oC. Kondisi tersebut

menyebabkan hampir semua serangga dan mikroorganisme penyebab penyakit

bisa berkembang dengan baik. Beberapa agen infeksi penyebab emerging,

reemerging, dan new-emerging diseases dapat ditularkan oleh Musca domestica

Page 17: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

3

secara mekanis dan biologis. Agen penyakit yang termasuk dalam kelompok

emerging diseases antara lain Helicobacter pylori dan Cryptosporidium parvum.

Kelompok re-emerging diseases seperti Giardia lamblia dan Yersinia

psedotuberculosis. Sedangkan agen infeksi dari kelompok new emerging diseases

misalnya virus H5N1 penyebab flu burung (Hastutiek, 2007; Barin, 2010).

Berdasarkan penelitian dari Rudianto & Azizah (2005), dalam jurnal

kesehatan lingkungan menunjukkan hasil penelitian bahwa semakin tinggi tingkat

kepadatan lalat maka semakin tinggi angka kejadian diare. Pada tingkat kepadatan

lalat tinggi jumlah penderita mencapai 13 orang, tingkat kepadatan lalat sedang

jumlah penderita 8 orang, dan tingkat kepadatan lalat rendah jumlah penderita 6

orang, hal tersebut didukung dengan penelitian oleh Adler et al (2015) dalam

jurnal Applied and Enviromental Mircobiology yang menyatakan bahwa

kepadatan lalat yang tinggi bisa menyebabkan diare dengan morbiditas dan

mortalitas yang signifikan pada anak-anak di India dibawah usai 5 tahun.

Penelitian yang telah dilakukan oleh Kasiono dkk (2016) menunjukkan

bahwa terdapat hubungan antara pengelolaan sampah dengan tingkat kepadatan

lalat dan saluran pembuangan air limbah dengan tingkat kepadatan lalat di rumah

makan, karena itu pemilik rumah makan harus memperhatikan fasilitas sanitasi

terutama untuk pengelolaan sampah dan saluran pembuangan air limbah. Selain

itu, penelitian yang dilakukan oleh Sembiring dkk (2013) juga menunjukkan

bahwa terdapat 10 warung makan (58,8%) yang tingkat kepadatan lalatnya

dikategorikan pada interpretasi sedang dan perlu dilakukan pengamatan terhadap

tempat perkembangbiakan lalat.

Page 18: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

4

Data yang diperoleh dari Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan

Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota Tegal tahun 2018 mengenai

jumlah pasar tradisional yang ada di Kota Tegal sebanyak 13 pasar. Data hasil

inspeksi pasar dari Dinas Kesehatan Kota Tegal tahun 2018, Wilayah kerja

Puskesmas Tegal Timur pada tahun 2018 mempunyai status pasar tertinggi

dengan kategori pasar tidak sehat. Pasar Pagi merupakan pasar yang paling

banyak dikunjungi masyarakat, dengan kategori pasar tidak sehat yang terdiri dari

blok A, B, dan C.

Studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada bulan April 2018

diperoleh kondisi bangunan pasar pagi pada blok B dan C belum memenuhi syarat

kesehatan berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No 519 Tahun 2008

tentang pedoman penyelenggaraan pasar sehat. Penataan ruang dagang pada pasar

pagi blok B dan C tidak ada pembagian area sesuai dengan peruntukannya

(zoning), misalnya tempat penjualan makanan matang (warung makan)

mempunyai lokasi dekat dengan tempat penampungan dan pemotongan unggas,

keadaan tersebut dapat memicu terjadinya penularan penyakit pada manusia.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada tiga

warung makan di Pasar Pagi Kota Tegal pada bulan April 2018, kondisi sanitasi

warung makan yang telah dilakukan observasi belum memenuhi syarat kesehatan

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1098/Menkes/SK/

VII/2003. Kondisi tempat penyimpanan makanan jadi pada warung makan dan

cara menyajikan makanan dengan tidak tertutup mudah untuk dihinggapi lalat.

Pada ketiga warung makan tersebut kondisi tempat sampah tidak tertutup, tidak

Page 19: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

5

kedap air dan masih ada yang berserakan dilantai sehingga memicu datangnya

lalat sedangkan kondisi tempat pencucian peralatan hanya menggunakan dua

ember. Pada tiga warung makan terdapat berbagai jenis makanan yaitu ayam,

ikan, telur, sayuran, tempe, tahu dengan berbagai macam hasil olahannya.

Makanan tersebut banyak mengandung karbohidrat dan protein. Protein

dibutuhkan lalat untuk bertelur, maka apabila sanitasi tidak diperhatikan dengan

baik maka dapat menimbulkan datangnya lalat.

Berdasarkan hasil pengukuran kepadatan lalat pada Bulan April 2018 di

sampel pertama, kedua dan ketiga ditemukan kepadatan lalat pada tempat sampah

dengan jumlah 2, 15 dan 3 ekor per blok grill. Menurut Depkes RI (1992) apabila

kepadatan lalat lebih dari 2 ekor per blok grill pada tempat sampah, hal tersebut

termasuk dalam populasi cukup padat yang memerlukan upaya pengendalian.

Vazirianzadeh et al (2008) menyatakan bahwa Lalat yang jumlahnya banyak

dapat menyebabkan gangguan dan berpotensi menimbulkan risiko kesehatan yang

serius sebagai vektor mekanis. Oleh karena itu mereka harus dikontrol dan

kepadatan populasi mereka harus dikurangi dilakukan pendekatan pengendalian

vektor yang berbeda.

Berdasarkan hal di atas diketahui bahwa kondisi sanitasi pada warung

makan dan kepadatan lalat yang cukup padat dapat berdampak pada kesehatan

masyarakat, oleh karena itu penulis akan melakukan penelitian dengan judul

“Gambaran Kondisi Sanitasi Warung Makan dan Tingkat Kepadatan Lalat pada

Warung Makan di Pasar Pagi Kota Tegal”.

Page 20: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

6

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan

masalah penelitian sebagai berikut:

1.2.1 Rumusan Masalah Umum

Bagaimana gambaran kondisi sanitasi warung makan dan tingkat

kepadatan lalat pada warung makan di Pasar Pagi Kota Tegal?

1.2.2 Rumusan Masalah Khusus

1. Bagaimana gambaran kondisi penyediaan air bersih pada warung makan?

2. Bagaimana gambaran kondisi pembuangan air limbah pada warung makan?

3. Bagaimana gambaran kondisi tempat sampah pada warung makan?

4. Bagaimana gambaran kondisi tempat mencuci peralatan pada warung makan?

5. Bagaimana gambaran kondisi tempat penyimpanan bahan makanan pada

warung makan?

6. Bagaimana gambaran kondisi tempat penyimpanan makanan jadi pada

warung makan?

7. Bagaimana gambaran kondisi tempat penyajian makanan pada warung

makan?

8. Bagaimana gambaran kondisi peralatan pencegahan terhadap lalat pada

warung makan?

9. Bagaimana gambaran kondisi lokasi warung makan?

10. Bagaimana angka kepadatan lalat pada warung makan?

Page 21: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

7

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran kondisi

sanitasi warung makan dan tingkat kepadatan lalat pada warung makan di Pasar

Pagi Kota Tegal.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui gambaran kondisi penyediaan air bersih pada warung

makan.

2. Untuk mengetahui gambaran kondisi pembuangan air limbah pada warung

makan.

3. Untuk mengetahui gambaran kondisi tempat sampah pada warung makan.

4. Untuk mengetahui gambaran kondisi tempat mencuci peralatan pada warung

makan.

5. Untuk mengetahui gambaran kondisi tempat penyimpanan bahan makanan

pada warung makan.

6. Untuk mengetahui gambaran kondisi tempat penyimpanan makanan jadi pada

warung makan.

7. Untuk mengetahui gambaran kondisi tempat penyajian makanan pada warung

makan.

8. Untuk mengetahui gambaran kondisi peralatan pencegahan terhadap lalat

pada warung makan.

9. Untuk mengetahui gambaran kondisi lokasi warung makan.

10. Untuk mengetahui angka kepadatan lalat pada warung makan.

Page 22: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

8

1.4 MANFAAT HASIL PENELITIAN

1.4.1 Bagi Peneliti

Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam penelitian mengenai

gambaran kondisi sanitasi warung makan dan tingkat kepadatan lalat pada warung

makan di Pasar Pagi Kota Tegal.

1.4.2 Bagi Masyarakat

Memberikan informasi kepada masyarakat terutama untuk pedagang yang

ada di warung makan mengenai kondisi sanitasi dalam upaya meningkatkan

kesadaran mengenai sanitasi warung makan dan pencegahan lalat pada warung

makan.

1.4.3 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tegal

Memperoleh informasi mengenai kondisi sanitasi warung makan dan

tingkat kepadatan lalat pada warung makan di tempat umum khususnya Pasar

Pagi Kota Tegal. Sebagai tambahan informasi dan masukan untuk upaya

pencegahan, pengendalian dan pemberantasan lalat sebagai vektor penyakit di

tempat pengelolaan makanan.

1.4.4 Bagi Dinas Koperasi, Usaha Kecil dan Menengah dan Perdagangan

Kota Tegal

Memperoleh informasi mengenai kondisi sanitasi yang berkaitan dengan

warung makan dan untuk meningkatkan fasilitas sanitasi yang ada di Pasar Pagi

Kota Tegal.

Page 23: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

9

1.4.5 Bagi Peneliti Selanjutnya

Memberikan informasi khususnya di bidang kesehatan lingkungan,

sehingga dapat menambah pengetahuan serta diharapkan hasil penelitian ini dapat

menjadi bahan literatur dalam mengembangkan penelitian selanjutnya.

1.5 KEASLIAN PENELITIAN

Tabel 1.1: Keaslian Penelitian

No Peneliti Judul Rancangan

Penelitian

Variabel Hasil

Penelitian

1 Yulia Shinta

Nur Kumala

Kondisi

Sanitasi dan

Kepadatan

Lalat Kantin

Sekolah

Dasar

Wilayah

Kerja

Puskesmas

Kedungmund

u

Studi

Deskriptif

dengan

Pendekatan

Cross

Sectional

Tempat

pencucian

peralatan,

Tempat

penyimpanan

bahan

makanan,

Peralatan

pencegahan

lalat, Tempat

penyajian

makanan,

tempat

sampah, dan

tingkat

kepadatan

lalat.

Kondisi

Sanitasi yang

buruk yaitu:

Tempat

pencucian

peralatan 55%,

tempat

penyimpanan

bahan makanan

35%, peralatan

pencegahan

lalat 90%,

tempat

penyajian

makanan 40%,

dan kondisi

tempat sampah

80%, tingkat

kepadatan lalat

rendah 30%,

tinggi 20%.

2

Annisa

Muthmainna

Kasiono

Hubungan

antara

Sanitasi

Dasar dengan

Tingkat

Kepadatan

Lalat di

Rumah

Makan Pasar

Tuminting

Manado

Survei

analitik

dengan

Pendekatan

Cross

Sectional

Pengelolaan

sampah,

sistem

pembuangan

air limbah,

pembuangan

tinja

(jamban) dan

Tingkat

Kepadatan

Lalat

Ada hubungan

antara

pengelolaan

sampah dan

system

pembuangan

air limbah

dengan tingkat

kepadatan lalat,

dan tidak ada

hubungan

Page 24: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

10

antara

pembuangan

tinja (jamban)

dengan tingkat

kepadatan lalat.

3

Nartika

Emelia

Mangoli

Hubungan

Sanitasi

Dasar dengan

Tingkat

Kepadatan

Lalat di

Rumah

Makan Pasar

Pinasungkula

n

Karombasan

Kota Manado

Tahun 2016

Survei

Analitik

dengan

Pendekatan

Cross

sectional

Penyediaan

air bersih,

pengelolaan

sampah,

SPAL,

tempat

mencuci

tangan,

tempat

mencuci

peralatan dan

tingkat

kepadatan

lalat.

Rumah makan

yang tidak

memenuhi

syarat sebanyak

19 (63,3%) dan

yang

memenuhi

syarat sebanyak

11 (36,7%).

Ada Hubungan

antara sanitasi

tempat sampah

dengan tingkat

kepadatan lalat

dan tidak ada

hubungan

antara sanitasi

saluran

pembuangan

air limbah

dengan tingkat

kepadatan lalat.

Tingkat

kepadatan lalat

dengan

kategori tinggi

sebanyak 7

(23,3%) dan

pada kategori

rendah

sebanyak 23

(76,7%).

Keaslian penelitian ini merupakan tabel yang membandingkan antara

nama peneliti, judul penelitian rancangan penelitian dan variabel yang diteliti

dengan membandingkan dua penelitian sebelumnya.

Page 25: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

11

Tabel 1.2 Matriks Perbedaan dengan Penelitian Sebelumnya

No Peneliti Judul Rancangan

Penelitian

Variabel

1 Yulia

Shinta Nur

Kumala

Kondisi Sanitasi

dan Kepadatan

Lalat Kantin

Sekolah Dasar

Wilayah Kerja

Puskesmas

Kedungmundu

Studi

Deskriptif

dengan Cross

Sectional

Tempat Pencucian

Peralatan, Tempat

Penyimpanan Bahan

Makanan, Peralatan

Pencegahan Lalat,

Tempat Penyajian

Makanan, Tempat

Sampah, dan Tingkat

Kepadatan Lalat.

2

3

Annisa

Muthmainn

a Kasiono

Nartika

Emelia

Mangoli

Hubungan antara

Sanitasi Dasar

dengan Tingkat

Kepadatan Lalat

di Rumah Makan

Pasar Tuminting

Manado

Hubungan

Sanitasi Dasar

dengan Tingkat

Kepadatan Lalat

di Rumah Makan

Pasar

Pinasungkulan

Karombasan

Kota Manado

Tahun 2016

Survey

Analitik

dengan Cross

Sectional

Survei Analitik

dengan

Pendekatan

Cross

sectional

Pengelolaan Sampah,

Sistem Pembuangan Air

Limbah, Pembuangan

Tinja (Jamban) dan

Tingkat Kepadatan Lalat.

Penyediaan Air Bersih,

Pengelolaan Sampah,

SPAL, Tempat Mencuci

Tangan, Tempat

Mencuci Peralatan dan

Tingkat Kepadatan Lalat.

4 Devi

Sharaswati

Gambaran

Kondisi Sanitasi

Warung Makan

dan Tingkat

Kepadatan Lalat

pada Warung

Makan di Pasar

Pagi Kota Tegal

Studi

Deskriptif

dengan Cross

sectional

Penyediaan Air Bersih,

Sistem Pembuangan Air

Limbah, Tempat

Sampah, Tempat

Pencucian Peralatan,

Lokasi, Tempat

Penyimpanan Bahan

Makanan, Tempat

Penyimpanan Makanan,

Tempat Penyajian

Makanan, Peralatan

Pencegahan Terhadap

Lalat, dan Tingkat

Kepadatan Lalat.

Page 26: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

12

Beberapa hal yang membedakan penelitian ini dengan penelitian-penelitian

sebelumnya adalah sebagai berikut:

1. Lokasi dan waktu penelitian berbeda dengan penelitian sebelumnya,

penelitian dengan judul yang sama belum pernah dilakukan di Kota Tegal.

2. Adanya variabel yang belum diteliti pada penelitian sebelumnya yaitu

variabel lokasi warung makan terhadap sumber pencemar.

1.6 RUANG LINGKUP PENELITIAN

Ruang lingkup dalam penelitian ini mencakup ruang lingkup tempat, ruang

lingkup waktu, dan ruang lingkup keilmuan.

1.6.1 Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan pada warung makan di Pasar Pagi Kota Tegal

1.6.2 Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada tahun 2019.

1.6.3 Ruang Lingkup Keilmuan

Bidang studi ilmu kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang

kesehatan lingkungan karena lebih mengarah pada sanitasi warung makan dan

tingkat kepadatan lalat.

Page 27: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LANDASAN TEORI

2.1.1 Sanitasi Warung Makan

Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan

kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Ruang

lingkup sanitasi meliputi aspek penyediaan air bersih, pengolahan sampah,

pengolahan makanan dan minuman, pengawasan/pengendalian serangga atau

binatang pengerat (Rejeki, 2015). Definisi lain dari sanitasi adalah upaya

kesehatan dengan cara memelihara dan melindungi kebersihan lingkungan,

misalnya menyediakan air bersih, menyediakan tempat sampah dan lain-lain

(Sabarguna, 2011).

Warung makan adalah tempat yang digunakan untuk berjualan makanan

dan minuman siap konsumsi yang dipersiapkan dan atau dijual di jalan atau

ditempat-tempat umum lainnya (Mundiatun, 2018). Definisi lain dari rumah

makan adalah setiap usaha komersial yang ruang lingkup kegiatannya

menyediakan makanan dan minuman untuk umum di tempat usahanya

(Kepmenkes RI, 2003).

Page 28: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

14

2.1.2 Persyaratan Sanitasi Warung Makan Sesuai Standar Kesehatan

2.1.2.1 Penyediaan air bersih

Air bersih cukup memadai untuk seluruh kegiatan dan tersedia pada setiap

tempat kegiatan serta memiliki syarat fisik air bersih, yaitu tidak berasa, tidak

berbau dan tidak berwarna. Apabila penyediaan air bersih kurang memadai dan

tidak memenuhi syarat fisik air bersih maka dapat menjadi masalah yaitu kondisi

sanitasi air yang buruk (Kepmenkes RI, 2003).

Penelitian dari Julhija dkk (2015), yang meneliti tentang sanitasi dasar

kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik menyebutkan bahwa sumber air bersih

seluruh kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik telah memenuhi syarat.

Berdasarkan kualitas fisik air, air tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna

serta jumlahnya mencukupi.

Penelitian dari Putri & Dewi (2017), menjelaskan bahwa air bersih yang

digunakan untuk pengelolaan makanan pada warung pecel tumpang di Kota

Kediri memenuhi syarat kualitas fisik seperti tidak berwarna, tidak berbau, dan

tidak berasa, namun untuk kualitas kimia dari air bersih yang digunakan belum

dapat diketahui karena penelitian ini tidak melakukan pemeriksaan tersebut.

Penelitian dari Hasyim et al (2014) menjelaskan bahwa sanitasi air bersih

pada 11 (100%) warung makan yang ada dikampus Universitas Sriwijaya

memenuhi syarat fisik kesehatan. Selain itu, penelitian dari Masyudi (2018),

tentang pengaruh sanitasi dasar terhadap kepadatan lalat pada warung nasi dan

kantin di Kecamatan Tangan-Tangan Kabupaten Aceh Barat Daya, menyebutkan

Page 29: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

15

bahwa penyediaan air bersih pada warung nasi dan kantin tidak ada pengaruh

dengan kepadatan lalat.

Pemenuhan kebutuhan akan air bersih, air bersih harus memenuhi syarat

yaitu: 1) Kuantitas: tersedia air bersih yang dibutuhkan minimal 60

liter/orang/hari. 2) Kualitas: tersedia air bersih yang memenuhi syarat kesehatan

fisik. 3) Kontinuitas: tersedia air bersih secara berkesinambungan di setiap

kegiatan (Kepmenkes RI,1990).

2.1.2.2 Sistem pembuangan air limbah

Pembuangan air limbah yang tidak baik merupakan sumber pencemaran,

serta menimbulkan bau tidak sedap dan dapat menjadi tempat berkembangbiaknya

lalat. Persayaratan pembuangan air limbah pada rumah makan yaitu sistem

pembuangan air limbah harus baik, saluran terbuat dari bahan kedap air, tidak

merupakan sumber pencemaran, misalnya memakai saluran tertutup, septik tank

dan riol (Kepmenkes RI, 2003).

Penelitian dari Julhija dkk (2015), yang meneliti tentang sanitasi dasar

kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik menyebutkan bahwa sarana pembuangan

air limbah (SPAL) di Kecamatan Sidamanik belum memenuhi syarat kesehatan.

SPAL kantin dengan konstruksi saluran kedap air hanya 34,1%, saluran tertutup

hanya 4,5% dan seluruh SPAL kantin tidak memiliki perangkap lemak (grease

trap). Selain itu, penelitian dari Kasiono (2016), yang meneliti hubungan antara

sanitasi dasar dengan tingkat kepadatan lalat di rumah makan Pasar Tuminting

Kota Manado menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara SPAL dengan

tingkat kepadatan lalat.

Page 30: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

16

2.1.2.3 Penyediaan tempat sampah

Sampah adalah segala sesuatu yang tidak diinginkan orang lagi. Jika

sampah tidak dibuang dengan benar maka akan menjadi masalah kesehatan

lingkungan. Sampah menimbulkan bau paling tidak menyenangkan, dapat

menyebabkan cedera dan membantu dalam penyebaran penyakit (Rejeki, 2015).

Tempat sampah merupakan tempat yang disenangi oleh lalat dan menjadi

tempat berkembangbiak, karena sampah memberikan media untuk kehidupan lalat

(Depkes RI, 2001). Tempat sampah yang terbuka, lembab, dan sampah yang

didalamnya menumpuk akan disenangi lalat. Tempat yang disenangi adalah

tempat yang basah seperti sampah basah, tumbuh-tumbuhan busuk, kotoran yang

menumpuk secara kumulatif dan lalat berkembang biak pada habitat diluar hunian

manusia yang telah membusuk dan penuh dengan bakteri dan organisme patogen

lainnya, kotoran hewan, sampah dan sejenisnya (Sembel, 2009).

Gambar 2.1 Tempat Sampah yang Sehat.

Sumber: Kementerian Kesehatan (2016)

Page 31: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

17

Persyaratan tempat sampah yang memenuhi syarat kesehatan yaitu terbuat

dari bahan kedap air, dan tidak mudah berkarat. Mempunyai tutup dan memakai

kantong plastik khusus untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang

cepat membusuk. Jumlah dan volume tempat sampah disesuaikan dengan produk

sampah yang dihasilkan pada setiap tempat kegiatan. Sampah sudah harus

dibuang dalam waktu 24 jam dari rumah makan dan restoran (Kepmenkes RI,

2003).

Penelitian dari Kumala dan Pawenang (2017) tentang kondisi sanitasi

kantin di Sekolah Dasar Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu menjelaskan

bahwa pada kantin masih terdapat kondisi tempat sampah yang buruk. Kondisi ini

dikarenakan tidak memisahkan antara sampah basah dan sampah kering, tempat

sampah tidak memakai kantong plastik, tidak mempunyai tutup dan tidak tersedia

pada tempat yang berpotensi menimbulkan sampah.

Putri dan Dewi (2017), juga menjelaskan bahwa kondisi tempat

pembuangan sampah pada 20 warung pecel tumpang meunjukkan sebanyak 12

(60%) warung mempunyai kondisi tempat pembuangan sampah yang buruk.

Sebagian besar sampah berasal dari sisa-sisa makanan. Tempat sampah yang

dimiliki penjual tidak memiliki tutup, tidak ada pemisahan jenis sampah, serta ada

juga yang menggunakan kantong plastik untuk tempat sampah. Kantong plastik

dipilih karena menurut responden dianggap paling praktis dan tidak memakan

tempat serta pengeluaran biaya untuk membeli tempat sampah. Tempat sampah

yang terbuka akan lebih mudah dihinggapi lalat maupun serangga lainnya, selain

itu juga akan menimbulkan bau yang mengganggu manusia disekitarnya.

Page 32: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

18

Penelitian dari Mangoli dkk (2016), tentang hubungan sanitasi dasar

dengan tingkat kepadatan lalat di rumah makan Pasar Pinasungkulan Karombasan

Kota Manado, menyebutkan bahwa terdapat rumah makan yang tidak memenuhi

syarat kesehatan. Kondisi sarana sanitasi yang tidak memenuhi syarat seperti

tempat sampah yang terbuka, tidak menggunakan kantong plastik untuk sisa-sisa

makanan, sampah yang tidak dibuang dalam waktu 24 jam berhubungan dengan

tingkat kepadatan lalat. Tingkat pada kategori tinggi sebanyak 20 warung makan,

dan pada kategori rendah sebanyak 10 rumah makan.

2.1.2.4 Tempat mencuci peralatan

Lalat dapat hinggap di tempat pencucian peralatan yang kotor, dan

terdapat sisa-sisa makanan yang tercecer. Persyaratan tempat mencuci peralatan

yang memenuhi syarat kesehatan yaitu terbuat dari bahan yang kuat, aman, tidak

berkarat dan mudah dibersihkan. Air untuk keperluan pencucian dilengkapi

dengan air hangat. Tempat pencucian peralatan dihubungkan dengan saluran

pembuangan air limbah. Bak pencucian sedikitnya terdiri dari 3 (tiga) bilik/bak

pencuci yaitu untuk mengguyur, menyabun dan membilas (Kepmenkes RI, 2003).

Penelitian dari Kumala dan Pawenang (2017), tentang kondisi sanitasi

kantin di Sekolah Dasar Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu menyebutkan

bahwa tempat pencucian peralatan masih dalam keadaan buruk. Kondisi ini

dikarenakan masih terdapat ceceran makanan dan genangan air, tidak terdiri dari 3

bak/bilik dan bak tidak terbuat dari bahan yang kuat. Ceceran makanan berasal

dari sisa makanan yang menempel pada peralatan memasak dan wadah makanan,

sehingga sisa makanan akan dibuang disekitar tempat pencucian peralatan.

Page 33: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

19

2.1.2.5 Peralatan pencegahan masuknya serangga dan tikus

Persyaratan tentang peralatan pencegahan masuknya serangga dan tikus

yang memenuhi syarat kesehatan pada rumah makan yaitu tempat penyimpanan

air bersih harus tertutup sehingga dapat menahan masuknya serangga seperti lalat

dan nyamuk. Setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat

mencegah masuknya serangga (kawat kassa berukuran 32 mata per inchi), serta

persilangan pipa dan dinding harus rapat sehingga tidak dapat dimasuki serangga

(Kepmenkes RI, 2003).

Penelitian dari Hasyim et al (2014), menjelaskan bahwa pada semua

warung makan yang ada dikampus Universitas Sriwijaya tidak mempunyai

peralatan pencegahan masuknya seranga dan tikus. Meskipun kondisi fisik terlihat

bersih, tetapi kondisi ini sangat rentan terhadap kontaminasi oleh lalat, tikus dan

kucing.

2.1.2.6 Tempat penyimpanan bahan makanan

Semua jenis bahan makanan perlu mendapat perhatian secara fisik serta

kesegarannya terjamin, terutama bahan-bahan makanan yang mudah membusuk

atau rusak seperti daging, ikan, susu, telor, makanan dalam kaleng, buah dan

sebagainya (Mundiatun, 2018). Tempat penyimpanan bahan makanan yang tidak

bersih dan tidak teratur akan menarik lalat untuk mengerumuni bahan makanan

yang akan dimasak. Timbunan sayuran yang sudah membusuk akan menjadi

tempat perindukan untuk lalat (Depkes RI, 2001).

Persyaratan tempat penyimpanan bahan makanan yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu tempat penyimpanan bahan makanan selalu terpelihara dan dalam

Page 34: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

20

keadaan bersih. Penempatan bahan makanan terpisah dengan makanan jadi.

Penyimpanan bahan makanan diperlukan untuk setiap jenis bahan makanan yaitu

dalam suhu yang sesuai. Ketebalan bahan makanan padat tidak lebih dari 10 cm.

Cara penyimpannannya tidak menempel pada dinding, atau langit-langit dengan

ketentuan jarak makanan dengan lantai 15 cm, jarak makanan dengan dinding 5

cm, dan jarak makanan dengan langit-langit 60 cm. Bahan makanan disimpan

dalam aturan sejenis dan disusun dalam rak-rak sedemikian rupa sehingga tidak

mengakibatkan rusaknya bahan makanan. Bahan makanan yang masuknya lebih

dahulu dikeluarkan lebih dulu sedangkan bahan makanan yang masuk belakangan

dikeluarkan belakangan (First In First Out) (Kepmenkes RI, 2003).

Penyimpanan pada suhu rendah dapat berupa lemari pendingin. Lemari

pendingin yang mampu mencapai suhu 100C-150C untuk penyimpanan sayuran,

minuman dan buah. Lemari es (kulkas) yang mampu mencapai suhu 10C-40C bisa

digunakan untuk minuman, makanan siap santap dan telor. Lemari es (freezer)

yang dapat mencapai suhu -50C dapat digunakan untuk penyimpanan daging,

unggas, ikan, dengan waktu tidak lebih dari 3 hari (Mundiatun, 2018).

Penyimpanan pada suhu kamar untuk makanan kering dan makanan olah

yang disimpan dalam suhu kamar, maka rak penyimpanan harus diatur. Makanan

diletakkan dalam rak-rak yang tidak menempel pada dinding, lantai, dan langit-

langit karena untuk sirkulasi udara agar udara segar dapat segera masuk ke

seluruh ruangan, mencegah kemungkinan jamahan dan tempat persembunyian

tikus, untuk mempermudah membersihkan lantai dan stok. Setiap makanan

ditempatkan dalam kelompoknya dan tidak bercampur baur, untuk bahan yang

Page 35: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

21

mudah tercecer seperti gula dan tepung, ditempatkan dalam wadah penampungan

sehingga tidak mengotori lantai (Mundiatun, 2018).

Penelitian Wiji dan Gunawan (2016), menyebutkan bahwa penyimpanan

bahan makanan yang ditemukan pada dua pedagang bakso tidak memenuhi syarat.

Hal tersebut terjadi karena pedagang tidak memperhatikan tempat dan suhu

penyimpanan bahan makanan. Selain itu, penelitian dari Aristin dkk (2014) yang

meneliti tentang penyimpanan bahan makanan pada pedagang lalapan ditemukan

dari 15 pedagang, 10 pedagang mempunyai tempat penyimpanan bahan makanan

yang tidak memenuhi syarat karena bahan makanan diletakkan pada wadah yang

terbuka sehingga dapat terkontaminasi.

2.1.2.7 Tempat penyimpanan makanan jadi

Cara penyimpanan makanan setelah dimasak merupakan hal yang sangat

penting. Hal ini dikarenakan dapat mempengaruhi kualitas bakteriologis.

penyimpanan makanan masak dapat digolongkan pada suhu biasa dan suhu

dingin. Cara penyimpanan makanan yang baik antara lain: makanan yang

disimpan diberi tutup, lantai atau meja tempat meletakkan makanan harus bersih,

makanan tidak boleh disimpan dekat saluran air limbah dan makanan jangan

disimpan dekat dengan air/tempat basah (Mundiatun, 2018).

Penelitian dari Butler et al (2010), menjelaskan bahwa bakteri dari lalat

rumah menjadi pathogen pada manusia dapat terkontaminasi pada tempat

penyimpanan makanan jadi. Bakteri yang terdapat pada lalat rumah dekat dengan

area dimana proses memasak dapat berpotensi menimbulkan risiko kesehatan

Page 36: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

22

pada manusia jika lalat rumah masuk dan tidak ada pencegahan dari tempat

penyim panan makanan jadi.

Persyaratan tempat penyimpanan makanan jadi yang memenuhi syarat

kesehatan yaitu tempat penyimpanan makanan jadi harus tertutup. Hal ini

dilakukan agar makanan terlindung dari debu, bahan berbahaya, serangga, tikus

dan hewan lainnya. Suhu dan waktu penyimpanan sesuai dengan jenis makanan

(Kepmenkes RI, 2003).

2.1.2.8 Tempat penyajian makanan

Penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan

terhindar dari pencemaran (Mundiatun, 2018). Penelitian dari Ramadhani dkk

(2017), menjelaskan bahwa 96,43% kantin belum memenuhi syarat sanitasi

penyajian makanan. Menjajakan makanan dalam keadaan terbuka dapat

meningkatkan risiko tercemarnya makanan oleh lingkungan, baik melalui udara,

debu, dan asap kendaraan yang berterbangan. Terdapat juga penutup makanan

yang tidak bersih dan dapat mencemari makanan, serta mengangkut makanan

dengan wadah yang tidak tertutup. Makanan yang akan diangkut seharusnya

menggunakan wadah bersih dan tertutup sehingga terhindar dari debu dan

pencemaran. Hal tersebut juga di dukung oleh penelitian dari Muinde dan Kuria

(2011), menunjukkan bahwa dalam penyajian makanan, pedagang menyimpan

dan menyajikan makanan pada suhu sekitar. Makanan tidak dipanaskan pada suhu

tinggi sebelum disajikan. Makanan untuk dimakan mentah seperti salad buah

tidak disimpan di bawah suhu dingin; sebagai gantinya, salad buah disimpan

dalam mangkuk plastik dan di letakkan di tempat terbuka.

Page 37: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

23

Persyaratan tempat penyajian makanan pada rumah makan yang

memenuhi syarat kesehatan yaitu harus terhindar dari pencemaran, seperti debu,

dan serangga. Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan harus terjaga

kebersihannya. Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan

peralatan yang bersih. Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, tomato sauce,

kecap, sambal dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut-mulutnya.

Penyajian makanan harus ditempat yang bersih, meja dimana makanan disajikan

harus tertutup kain/plastic berwarna menarik kecuali bila meja di buat dari

formica (Kepmenkes RI, 2003).

Penelitian dari Hatta dkk (2018), menjelaskan bahwa penyajian makanan

kepada konsumen masih dianggap bisa terkontaminasi terhadap bakteri atau virus

yang berada pada daerah tersebut di karenakan makanan yang disajikan tidak

menggunakan penutup, menggunakan peralatan untuk penyajian yang terjaga

kebersihannya, diwadahi dan dijamah dengan peralatan yang bersih, penyajian

dilakukan dengan perilaku yang sehat dan pakaian yang bersih dari penjamah

makanan.

Penelitian dari Islamy dkk (2018) menjelaskan bahwa penutup jajanan

yang terbuka dengan kertas minyak atau plastik menyebabkan makanan tidak

tertutup dengan sempurna dan kontaminasi makanan mungkin terjadi melalui

celah yang terbuka dari penutup kertas minyak. Penggunaan wadah seharusnya

tertutup saat penyajian makanan yang bertujuan untuk menghindarkan makanan

dari kontaminasi udara maupun vector yang biasa terdapat disekitar makanan

seperti lalat.

Page 38: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

24

Beberapa hal harus diperhatikan dalam penyajian makanan sesuai dengan

prinsip sanitasi makanan adalah sebagai berikut:

1) Prinsip wadah artinya setiap jenis makanan ditempatkan dalam wadah

terpisah dan diusahakan tertutup. Tujuannya adalah makanan tidak

terkontaminasi silang, bila satu tercecer yang lain dapat diamankan,

memperpanjang masa saji makanan sesuai dengan tingkat kerawanan

makanan.

2) Prinsip kadar air artinya penempatan makanan yang mengandung kadar air

tinggi (kuah, susu) baru dicampur pada saat menjelang dihidangkan untuk

mencegah makanan cepat rusak. Makanan yang disiapkan dalam kadar air

tinggi lebih mudah mejadi rusak (basi).

3) Prinsip edible part artinya setiap bahan yang disajikan dalam penyajian

adalah merupakan bahan makanan yang dapat dimakan. Hindari pemakaian

bahan yang membahayakan kesehatan seperti steples.

4) Prinsip pemisahan artinya makanan yang tidak ditempatkan dalam wadah

seperti makanan dalam kotak (dus) atau rantang harus dipisahkan setiap jenis

makanan agar tidak saling bercampur. Tujuannya adalah agar tidak

terkontaminasi silang.

5) Prinsip panas yaitu setiap penyajian yang disajikan panas, diusahakan tetap

dalam keadaan panas seperti sop, gulai dan sebagainya.

6) Prinsip alat bersih artinya setiap peralatan yang digunakan seperti wadah dan

tutupnya, dus, piring, gelas, mangkuk harus bersih dan dalam kondisi baik.

Page 39: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

25

Tujuannya untuk mencegah penularan penyakit dan memberikan penampilan

yang estetis.

7) Prinsip handling artinya setiap penanganan makanan maupun alat makan

tidak kontak langsung dengan angota tubuh terutama tangan dan bibir.

Tujuannya adalah mencegah pencemaran dari tubuh, dan memberi

penampilan yang sopan, baik dan rapi (Mundiatun, 2018).

2.1.2.9 Lokasi warung makan

Sumber pencemar seperti tempat pembuangan sampah, toilet dan saluran

pembuangan air limbah merupakan tempat yang disenangi lalat dan menjadi

tempat perkembangbiakkan lalat (Depkes RI, 2001). Menurut Barreiro et al

(2013), dalam jurnal ISRN Microbiology menyatakan bahwa penularan pathogen

bawaan makanan dan penyakit potensial, serta beberapa faktor virulensi oleh lalat

lebih tinggi di area dekat dengan keberadaan hewan dan di area dapur rumah.

Sanitasi yang baik akan mengurangi populasi lalat.

Persyaratan lokasi warung makan yang memenuhi syarat kesehatan yaitu

tidak berada pada arah angin dari sumber pencemaran debu, asap, bau dan

cemaran lainnya. Tidak berada pada jarak < 100 meter dari sumber pencemaran

yang diakibatkan antara lain oleh debu, asap, serangga dan tikus dan cemaran

lainnya (Kepmenkes RI, 2003).

Penelitian dari Rachmatina (2018), menjelaskan bahwa (100%) lokasi

rumah makan di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta berada

pada arah angin dari sumber pencemaran debu, asap, bau dan lokasi tidak

memenuhi syarat dan berlokasi tidak pada jarak < 100 meter dari sumber

Page 40: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

26

pencemaran debu, asap, dan bau karena lokasi semua rumah makan terlalu dekat

dengan jalan raya dan selokan. Selain itu, penelitian dari Muinde dan Kuria

(2005) menjelaskan tentang sanitasi pada warung makan di Nairobi, Kenya bahwa

dari hasil observasi sekitar 85% dari pedagang yang diwawancarai menyiapkan

makanan dalam kondisi tidak higienis karena sampah dan limbah kotor sangat

dekat dengan warung. 92% pedagang membuang limbah air tepat di samping

warung membuat lingkungan di sekitar restoran cukup kotor. Hal tersebut juga

didukung oleh Rane (2011) yang menjelaskan bahwa beberapa pedagang

berkumpul di daerah padat, yang biasanya menyediakan akses terbatas ke fasilitas

sanitasi dasar. Oleh karena itu, kontaminasi street food dikaitkan dengan limbah

yang dihasilkan oleh pengolahan makanan, yang biasanya dibuang di dekat lokasi

penjualan. Kurangnya fasilitas untuk limbah cair dan pembuangan sampah

mendorong limbah dan sampah untuk dibuang pada selokan terdekat. Area

tersebut bertindak sebagai habitat tikus, tempat berkembang biaknya lalat, dan

media pertumbuhan mikroorganisme.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 519 Tahun 2008

tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat, lokasi tempat penjualan makanan

matang/siap saji harus bebas vektor penular penyakit dan tempat perindukannya.

Penataan ruang dagang harus membagi area sesuai dengan peruntukannya

(zoning) misalnya los makanan siap saji dan bahan pangan harus bebas dari lalat,

kecoa dan tikus dan area parkir ada pemisah yang jelas dengan batas wilayah

pasar.

Page 41: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

27

2.1.3 Manfaat Penerapan Sanitasi Warung Makan

Beberapa manfaat penerapan sanitasi pada warung makan antara lain:

1) Menyediakan makanan yang sehat dan aman untuk dikonsumsi.

2) Mencegah penyakit menular.

3) Mencegah timbulnya bau tidak sedap.

4) Menghindari pencemaran.

5) Mengurangi jumlah (presentase) sakit.

6) Lingkungan menjadi bersih, sehat, dan nyaman (Rejeki, 2015).

2.1.4 Lalat Sebagai Vektor Penyakit

Lalat pengganggu kesehatan tergolong ke dalam ordo Diptera, subordo

Cyclorhapha, dan anggotanya terdiri atas lebih dari 116.000 spesies di seluruh

dunia. Berbagai jenis famili yang penting di permukiman antara lain adalah

Muscidae (berbagai jenis lalat rumah), Calliphoridae (berbagai jenis lalat hijau)

dan Sarcophagidae (berbagai jenis lalat daging) (Sucipto, 2011).

2.1.4.1 Jenis lalat

1. Lalat rumah

Lalat rumah (Musca domestica) merupakan lalat yang paling umum

dikenal orang karena lalat ini biasanya hidup berasosiasi dengan manusia dan

aktivitas-aktivitas manusia serta jenis yang sangat penting dilihat dari segi

kesehatan masyarakat. Lalat ini berukuran medium, yaitu panjang 6-9 mm,

berwarna abu-abu, dan mempunyai empat pita yang berupa garis memanjang pada

permukaan torak. Lalat rumah dapat menularkan sekitar 100 jenis patogen yang

dapat mengakibatkan penyakit pada manusia atau hewan. Diantaranya adalah

Page 42: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

28

tipoid, kolera, disentri, tuberkulosis, antraks berbagai jenis cacing, dan pathogen

penyakit lainnya (Sembel, 2009).

2. Lalat hijau

Lalat hijau termasuk ke dalam family Calliphoridae. Lalat hijau yang

banyak dipermukiman misalnya Chrysoma megacephala, Ciri-cirinya berwarna

hijau, abu-abu, perak mengkilat atau abdomen gelap. Berkembang biak di bahan

yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan, termasuk daging, ikan, daging

busuk, bangkai, sampah penyembelihan, sampah ikan, sampah dan tanah yang

mengandung kotoran hewan (Sucipto, 2011).

Lalat ini sering terbang dalam rumah dengan bunyi yang khas. Selain

dapat mengganggu ketentraman lalat ini juga dapat menularkan pathogen penyakit

pada manusia karena sering masuk ke dalam rumah (Sembel, 2009).

3. Lalat daging

Lalat ini termasuk dalam family Sarcophagidae. Ciri-cirinya berwarna

abu-abu tua, berukuran sedang sampai besar, 6-14 mm panjangnya. Mempunyai

tiga garis gelap pada bagian dorsal torak, dan perutnya mempunyai corak seperti

papan catur. Bersifat viviparous dan mengeluarkan larva hidup pada tempat

perkembangbiakannya. Lalat ini umumnya ditemukan di pasar dan warung

terbuka, pada daging, sampah dan kotoran (Sucipto, 2011).

2.1.4.2 Tempat berkembang biak lalat

Lalat betina meletakkan telurnya pada bahan organik yang busuk, proses

fermentasi atau bahan organik dari hewan atau sayuran yang membusuk.

Misalnya kotoran, sampah dan limbah dari pengolahan makanan dan saluran

Page 43: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

29

pembuangan limbah. Tumpukan kotoran hewan adalah salah satu tempat

berkembang biak yang paling utama bagi lalat. Kesesuaian kotoran untuk

berkembang biak tergantung pada kelembabannya (tidak terlalu basah), tekstur

(tidak terlalu padat) dan kesegaran (biasanya dalam seminggu setelah mengendap)

(WHO, 1991).

Gambar 2.2 Sampah Merupakan Media Utama untuk Lalat Berkembang

Biak

Sumber: WHO (1991).

Sampah dan limbah dari pengolahan makanan sebagai media utama untuk

berkembang biak lalat. Sampah dan limbah yang terkait dengan persiapan,

memasak dan menyajikan makanan di rumah dan di tempat-tempat umum, dan

dengan penanganan, penyimpanan, dan penjualan makanan, termasuk sampah

buah dan sampah sayur di pasar. Lalat rumah juga berkembang biak pada saluran

pembuangan limbah dan sampah organik yang padat di pembuangan sampah,

tangki septik dan limbah yang terbuka (WHO, 1991).

2.1.4.3 Cara pengendalian lalat

2.1.4.3.1 Metode meningkatkan sanitasi dan kebersihan lingkungan.

Metode pertama dengan pengurangan atau eliminasi tempat berkembang

biak. Penelitian dari Sarwar (2015) dalam International Jurnal Bioinformatics and

Page 44: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

30

Biomedical Engineering menjelaskan bahwa sanitasi lingkungan bertujuan untuk

mengurangi populasi lalat rumah dengan meminimalkan habitat larva mereka,

yaitu dengan pengurangan sumber. Misalnya, sampah rumah tangga dan sampah

harus ditempatkan di dalam kantong plastik yang kuat dengan bukaan tertutup

rapat, atau di tempat sampah dengan tutup yang rapat. Pengumpulan sampah

secara teratur membantu mencegah telur bertelur di atas sampah. Tempat

pembuangan sampah yang tidak higienis menyediakan tempat berkembang biak

yang ideal, dan harus dihilangkan. Wadah sampah yang baik dengan tutup yang

rapat dapat membantu mengurangi berkembang biaknya lalat.

Metode ke dua dengan pengurangan sumber yang menarik lalat dari area

lain. Misalnya membersihkan saluran air secara teratur untuk menghindari

berkembang biaknya lalat.

Gambar 2.3 Pembersihan saluran air untuk menghindari berkembang

biaknya lalat dari sampah yang menumpuk.

Sumber: WHO (1991)

Perlindungan makanan, peralatan makan dan orang-orang dari kontak

dengan lalat. Makanan dan peralatan makan dapat ditempatkan dalam wadah,

lemari, bahan pembungkus yang kedap udara dan lain-lain. Gorden dapat

digunkana pada jendela dan lubang lainnya. Pintu dapat dilengkapi dengan tirai

Page 45: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

31

anti lalat. Kipas listrik dapat membuat penghalang udara melintasi pintu masuk

atau koridor yang harus tetap terbuka (WHO, 1991).

Gambar 2.4 Tirai pada Pintu Dapat Mencegah Lalat dan Serangga Lain

Masuk.

Sumber: WHO (1991)

2.1.4.3.2 Metode membunuh lalat secara langsung

Metode yang dapat digunakan untuk membunuh lalat secara langsung

yaitu pengendalian metode fisik dan kimia.

1. Pengendalian metode fisik

Pengendalian ini mudah digunakan dan menghindari masalah resistensi

insektisida, tetapi tidak efektif ketika kepadatan lalat tinggi. Metode ini sangat

cocok untuk penggunaan skala kecil di rumah sakit, kantor, hotel, supermarket

dan toko-toko lain yang menjual daging, sayuran, dan buah-buahan.

Pengendalian dengan metode fisik menggunakan pemasangan perangkap

lalat. Metode ini dapat dilakukan dengan memanfaatkan media air, gelombang

elektromagnetik, elektrik, cahaya, dan peralatan mekanik. Selain itu pemasangan

perangkap juga dapat menggunakan umpan dan/atau bahan yang bersifat penarik

(attractant) (Permenkes RI, 2017). Fly trap yang berbentuk kubus paling disukai

Page 46: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

32

lalat dengan umpan yang paling banyak masuk ke dalam perangkap lalat adalah

insang ikan dan sangat efektif dalam pengendalian lalat (Tanjung, 2016).

Penelitian dari Waheed Iqbal et al (2014), menjelaskan bahwa

pengendalian di dalam ruangan utamanya adalah pada pencahayaan dan

perangkap lalat. Sebagai contoh penggunaan zat penarik lalat menggunakan

perangkap lampu ultraviolet dalam rumah untuk menarik lalat dan kemudian

mereka jatuh ke bawah dan tertampung dalam suatu cairan yang mengandung

insektisida (Sembel, 2009).

Penelitian dari Puspitarani dkk (2017), juga menyebutkan bahwa jumlah

lalat rumah yang paling banyak terperangkap menggunakan perangkap lampu UV

daripada perangkap tanpa lampu UV, dengan perangkap tipe tertutup paling

banyak menangkap lalat rumah jika ditempatkan pada jarak <1 m dari target di

dalam ruangan.

Gambar 2.5 Perangkap Lampu Elektrik

Sumber: WHO (1991)

Pengendalian metode fisik dengan menggunakan raket listrik dan kawat

kassa. Raket listrik digunakan untuk pengendalian serangga terbang. Pengendalian

ini dengan cara memukulkan raket yang mengandung aliran listrik ke serangga.

Page 47: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

33

Pengendalian metode fisik dengan menggunakan kawat kassa. Penggunaan kawat

kassa bertujuan untuk mencegah kontak antara manusia dengan vektor dan

binatang pembawa penyakit. Penggunaan kawat kassa pada pintu dan jendela

rumah, dapat mengurangi masuknya lalat ke dalam rumah (Permenkes RI, 2017;

Sembel, 2019).

Pengendalian metode fisik dengan menggunakan Sticky tapes. Tersedia

secara komersial, perangkap lalat yang menarik karena terdapat kandungan gula.

Lalat yang mendarat di Sticky tapes terjebak dalam lem. Sticky tapes bertahan

selama beberapa minggu, jika tidak tertutup debu atau lalat yang terperangkap

(WHO, 1991).

Pengendalian metode fisik dengan menggunakan kipas angin. Kipas angin

elektrik dapat membuat udara menghalangi lalat masuk pada tempat yang

dibiarkan terbuka, lalat sangat aktif mencari makanan pada angin yang tenang dan

sepoi-sepoi menurut skala Beufort dengan satuan meter per detik yaitu berkisar

0,3-1,5 m/d, tetapi lalat dewasa akan mengurangi aktivitasnya pada angin

kencang. Angin juga akan mempengaruhi istirahat lalat, lalat akan menghindar

dari tempat-tempat angin kencang (WHO, 1991; Depkes RI, 1992).

2. Pengendalian metode kimia

Penggunaan insektisida aerosol seperti “Baygon”,” Mortin”, dan

penyemprotan dengan permethrin. Pada tempat-tempat pembuangan sampah dapat

menggunakan asam borat. Penyemprotan langsung menggunakan senyawa

organofosfat dan Insect Growth Regulators (IGRs) dapat mematikan lalat dan

larva lalat. Insektisida dapat diaplikasikan dengan thermal fogging, penyemprotan

Page 48: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

34

ruangan, penyemprotan permukaan dinding, pengecatan permukaan dinding,

granula, dan umpan beracun (Sembel, 2009; Sucipto, 2011).

Pengendalian melalui metode kimia dengan menggunakan bahan kimia

untuk menurunkan populasi vektor secara cepat dalam situasi atau kondisi tertentu

(Kepmenkes RI, 2017). Penelitian dari Zafar et al (2014), menunjukkan bahwa

untuk pengendalian lalat rumah pada 74 responden menggunakan insektisida.

Pengendalian secara kimia merupakan metode utama untuk mematikan lalat

secara cepat.

2.1.4.4 Lalat sebagai vektor pembawa penyakit pada manusia

Lalat adalah insekta yang lebih banyak bergerak dengan menggunakan

sayap. berbagai jenis family yang penting di permukiman adalah Muscidae,

Calliphoridae, dan Sarcophagidae. Lalat pengganggu kesehatan tergolong ke

dalam ordo Diptera dan anggotanya terdiri atas lebih dari 116.000 spesies di

seluruh dunia.

Menurut Iqbal et al (2014) dalam Journal of Entomology and Zoology

Studies menyatakan bahwa lalat adalah agen penyebab penyebaran beberapa

penyakit seperti tifoid, disentri, parasit difteri, lepra, tuberculosis dan usus di

Indonesia. Lalat rumah memainkan perannya sebagai vektor penyakit pada

manusia, unggas dan ternak dimana lalat menyebar pada aktivitas manusia.

Penelitian dari Butler et al (2010), menunjukkan bahwa lalat tertarik pada

manusia dan sumber makanan. Sebelum lalat rumah menularkan penyakit, lalat

mencairkan makanannya sebelum ditelan dan mengeluarkan air liur yang dapat

Page 49: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

35

mencairkan makanan sebelum masuk ke sistem pencernaannya kemudian pada

saat terbang atau istirahat lalat baru mengeluarkan fesenya.

Lalat dapat menularkan penyakit melalui bagian luar tubuh lalat seperti

badan lalat, kaki, dan bagian tubuh lainnya (Sucipto, 2011). Hal ini didukung

dengan penelitian dari Barin et al (2010) yang menjelaskan bukti yang kuat bahwa

virus terdeteksi pada saluran gastrointestinal lalat selama 72 jam setelah terpapar,

dimana sebelum dilakukan perlakuan lalat dalam kondisi negatif virus.

Penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh vektor lalat pada manusia yaitu

disentri, diare, tifoid, kolera, kecacingan dan miasis. Penyakit disentri dengan

gejala sakit pada bagian perut, lemas karena terhambat peredaran darah dan pada

kotoran terdapat lendir. Penyakit diare dengan gejala sakit pada bagian perut,

lemas dan pencernaan terganggu. Menurut Adler et al (2015), dalam jurnal

Applied and Environmental Microbiology menyatakan bahwa diare menyebabkan

morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada anak-anak India dibawah usia 5

tahun. Hal tersebut disebabkan karena infeksi penyakit bawaan makanan oleh

vektor lalat. Persentase lalat yang positif pathogen yang terdapat di Vellore, India

sebanyak 72% dengan rincian norovirus (50%), Salmonella spp (46,7%), rotavirus

(6,7%), dan E.coli (6,7%) sebanyak 72%. Pembuangan sampah di dekat rumah

merupakan faktor risiko yang signifikan untuk kepadatan lalat yang tinggi.

Penyakit thypoid dengan gejala sakit pada bagian perut, lemas dan pencernaan

terganggu, penyebabnya adalah Salmonella spp. Penyakit Cholera dengan gejala

muntah-muntah, demam, dehidrasi, penyebabnya adalah Vibrio cholera.

Page 50: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

36

Menurut Yap et al (2008), dalam penelitiannya menunjukkan bahwa sayap

dari lalat rumah (Musca domestica) penting sebagai transmisi mekanik dari Vibrio

cholera. Penyakit cacingan pada manusia dan hewan banyak ditularkan oleh lalat

rumah, lalat hijau dan Sarcophaga spp. Misal cacing kremi (Enterobius

vermicularis), cacing gilig (Ascaris lumbricoides), cacing pita (Taenia,

Dypilidium caninum), dan cacing cambuk (Trichuris trichiuria). Penyakit miasis

dengan Belatung lalat Musca domestica, dan Sarcophaga dapat menyerang

jaringan luka pada manusia dan hewan.

Gambar 2.6 Manusia Dapat Terinfeksi Oleh Makan Makanan yang

Terkontaminasi Lalat.

Sumber: WHO (1991)

2.1.4.5 Lalat sebagai vektor pembawa penyakit pada hewan

Pada famili Chloropidae terdapat lalat penggores atau penusuk mata (eye

gnats). Jenis lalat ini tertarik pada hewan terutama sapi dan kuda. Lalat tersebut

hidup dari menghisap cairan mata atau darah hewan. Lalat mata sangat

mengganggu ketentraman meskipun sudah diusir, lalat itu akan kembali. Mereka

tertarik pada darah hewan yang mengalir dari luka akibat gigitan serangga lain.

Page 51: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

37

Jenis lalat ini juga dapat mengganggu ketentraman dan menularkan berbagai jenis

penyakit hewan (Sembel, 2009).

Penyakit yang ditimbulkan lalat pada hewan adalah miasis. Miasis adalah

istilah yang digunakan untuk adanya infeksi pada organ atau jaringan tubuh

manusia atau hewan oleh larva-larva lalat (maggot). Miasis banyak ditemukan

pada hewan, tetapi sangat jarang pada manusia. Infestasi larva lalat pada manusia

dapat terjadi bila menelan buah atau makanan yang kebetulan mengandung telur

atau larva lalat atau juga dapat terjadi pada orang-orang yang hidup di daerah

kumuh dan kotor, dalam hal ini akan terjadi miasis pencernaan (enteric miasis)

yang dapat ditunjukkan dengan gejala kesakitan seperti muntah, mual, pusing,

sakit perut, diare dan lain-lain (Sembel, 2009).

2.1.4.6 Lalat Menyukai Warna Kuning

Lalat merupakan salah satu serangga yang memiliki mata majemuk yang

dapat berkontraksi terhadap warna. Warna kuning merupakan warna yang

dianggap paling terang dan paling cerah apabila dibandingkan dengan warna-

warna yang lainya. Lalat sangat menyukai warna kuning tua. Sehingga warna

kuning tua yang menarik perhatian lalat sering dijadikan alat perangkap lalat atau

alat untuk mengukur kepadatan lalat (Wulandari dkk, 2015).

Serangga lebih tertarik pada spektrum warna kuning-hijau dengan panjang

gelombang 500-600 nm. Serangga hanya mampu memberikan respon terhadap

cahaya dengan panjang gelombang antara 300-400 nm (warna mendekati ultra

violet) sampai 600-650 nm (warna jingga). Ketertarikan lalat terhadap warna

Page 52: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

38

kuning tua dikarenakan lalat memang lebih cenderung mempunyai ketertarikan

terhadap warna yang lebih cerah dan pekat (Wulandari dkk, 2015).

2.1.5 Tingkat Kepadatan Lalat

Indeks populasi lalat adalah angka rata-rata populasi lalat pada suatu lokasi

yang diukur dengan menggunakan flygrill. Bahan flygrill dapat menggunakan

kayu jati, dimensi alat adalah 80 x 80 cm (panjang x lebar), dimensi bilah/balok

adalah 2 x 2 x 80 cm, jarak antar bilah 2 cm, dan finishing menggunakan cat kayu

berwarna kuning.

2.1.4.1 Alat dan bahan

Pengukuran angka kepadatan lalat dengan menggunakan flygrill, pencatat

waktu, alat penghitung dan lembar pengukuran kepadatan lalat.

2.1.4.2 Cara kerja

Menentukan tempat yang akan diukur angka kepadatan lalatnya, pasang

flygrill pada lokasi yang akan diukur. Dihitung dengan cara melakukan

pengamatan selama 30 detik dan pengulangan sebanyak 10 kali pada setiap titik

pengamatan. Dari 10 kali pengamatan diambil 5 nilai tertinggi, lalu kelima nilai

tersebut dirata-ratakan. Pengukuran indeks populasi lalat dapat menggunakan

lebih dari satu flygrill. Standar baku mutu untuk vektor lalat adalah <2

(Permenkes RI, 2017).

Sebagai interpretasi pengukuran, indeks populasi lalat yang berguna untuk

menentukan rencana tindakan pengendalian yang akan dilakukan . indeks populasi

terbagi menjadi empat, antara lain:

1. 0-2 ekor : rendah/tidak ada masalah.

Page 53: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

39

2. 3-5 ekor : sedang/perlu tindakan pengamanan terhadap tempat

perkembangbiakan lalat.

3. 6-20 ekor : tinggi/populasi cukup padat dan perlu pengamanan terhadap

tempat-tempat berbiaknya lalat dan bila mungkin direncanakan upaya

pengendalian.

4. >21 ekor : sangat tinggi atau populasinya padat dan perlu dilakukan

penanganan terhadap tempat-tempat berbiaknya dan tindakan pengendalian

lalat.

2.1.4.3 Penentuan lokasi pengukuran

Kepentingan pengendalian lalat berhubungan dengan kesehatan manusia,

maka sasaran yang akan diukur kepadatan lalatnya adalah yang berdekatan

dengan kehidupan/kegiatan manusia. Sasaran/lokasi yang akan diukur tingkat

kepadatan lalatnya antara lain:

1. Permukiman Penduduk

2. Tempat umum (hotel/losmen, restaurant, dan rumah makan/kantin).

Pengukuran kepadatan lalat dilakukan pada bagian-bagian dapur, ruang

makan, ruang yang berdekatan dengan tempat sampah.

3. Lokasi sekitar tempat pengumpulan sampah sementara yang berdekatan

dengan pemukiman.

4. Lokasi sekitar tempat pembuangan akhir sampah yang berdekatan dengan

permukiman.

Page 54: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

40

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kepadatan Lalat pada

Warung Makan.

2.1.5.1 Kondisi fisik lingkungan warung makan.

Kondisi fisik lingkungan warung makan yang mempengaruhi tingkat

kepadatan lalat antara lain: pencahayaan, temperature, kelembaban, cuaca,

ketersediaan tempat berkembang biak.

1. Pencahayaan

Lalat merupakan serangga yang bersifat fototropik yaitu menyukai cahaya.

Pada malam hari tidak aktif, namun bisa aktif dengan adanya sinar buatan. Efek

sinar pada lalat tergantung sepenuhnya pada temperatur dan kelembaban (Sucipto,

2011).

Pada siang hari bila lalat tidak makan, mereka akan beristirahat pada

lantai, dinding, langit-langit, jemuran pakaian, rumput-rumput, kawat listrik dan

lain-lain serta sangat disukai tempat-tempat dengan tepi tajam yang

permukaannya vertikal. Biasanya menyukai tempat yang berdekatan dengan

makanan dan tempat berbiaknya, serta terlindung dari angin dan matahari yang

terik. Tempat hinggap lalat biasanya pada ketinggian tidak lebih dari 5 meter

(Sucipto, 2011).

2. Temperatur

Pada siang hari, lalat terutama berkumpul di sekitar tempat makan dan

berkembang biak, serta istirahat. Lalat beristirahat pada suhu 35oC-40 oC.

Aktivitas lalat terhenti pada suhu < 15oC. Jumlah lalat akan meningkat pada suhu

Page 55: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

41

20 oC-25 oC dan akan berkurang jumlahnya pada suhu <10 oC - >49 oC (Sucipto,

2011).

Suhu udara mempengaruhi daya tahan hidup (survival rate) dan periode

perkembangan (longevity) pradewasa lalat rumah. Suhu tinggi dan rendah dapat

mengakibatkan daya tahan hidup lalat rumah rendah. Suhu optimum untuk daya

tahan hidup dan laju perkembangan pradewasa (perkembangan telur sampai

dewasa) lalat rumah sebesar 28 ºC dengan suhu letal rendah dan tinggi masing-

masing sebesar 16 ºC dan 42 ºC (Ihsan dkk, 2016).

Gambar 2.7 Makanan di Pasar. Pada Siang Hari Lalat Dewasa Dapat

Ditemukan dalam Jumlah Banyak di Meja Makan, Sampah

dan Tanah.

Sumber: WHO (1991)

3. Cuaca dan Kelembaban

Cuaca dan kelembaban dapat mempengaruhi tingkat kepadatan lalat. Pada

musim hujan, suhu yang rendah dapat mempercepat berkembang biaknya

serangga vektor seperti lalat (WHO, 2003).

Lalat menyukai tempat dengan kelembaban 90% (Sucipto, 2011). Pada

musim hujan kondisi kelembaban tinggi sehingga dapat mempengaruhi tingkat

kepadatan lalat.

Page 56: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

42

4. Ketersediaan tempat berkembang biak

Lalat dewasa dapat hinggap dari makanan yang satu ke makanan yang

lain. Lalat tertarik pada makanan yang dimakan manusia sehari-hari, seperti gula,

susu, dan makanan lainnya, kotoran manusia serta darah. Protein diperlukan untuk

bertelur. Sehubungan dengan bentuk mulutnya, lalat hanya makan dalam

bentuk/cair makanan yang basah, sedang makanan yang kering dibasahi oleh

ludahnya terlebih dahulu, baru dihisap. Air merupakan hal yang penting dalam

kehidupan lalat dewasa. Tanpa air lalat hanya bisa hidup tidak lebih dari 48jam

(Depkes RI, 1992).

Lalat tertarik oleh bau CO2, amoniak, dan bau dari bahan yang sedang

membusuk. Pada waktu hinggap, lalat mengeluarkan ludah dan feses yang

membentuk titik hitam. Tanda-tanda ini merupakan hal yang penting untuk

mengenal tempat lalat istirahat. Jarak terbang lalat tidak lebih dari 50 meter dari

tempat perindukannya. Selain ketersediaan makanan, kelembaban dan adanya

tempat bertelur yang aman, kecepatan angin, bau dan cahaya juga mempengaruhi

daya terbang lalat (Sucipto, 2011).

Lalat dapat membawa kuman dari sampah atau kotorannya kepada

makanan dan menimbulkan penyakit bawaan makanan. Lalat membawa bakteri

pada tubuh dan kakinya. Sewaktu lalat makan, lalat akan mencemari makanan

melalui cairan/air liur yang dikeluarkannya dan membuang kotoran diatas

makanan, hal ini dapat menyebarkan kuman penyakit (Sucipto, 2011).

Page 57: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

43

2.1.5.2 Kondisi sanitasi warung makan

Pada warung makan terdapat berbagai makanan. Lalat mendapatkan

makanan dari segala macam makanan manusia, selain itu karena lalat tertarik pada

pangan berkarbohidrat seperti halnya protein. Protein ini dibutuhkan untuk

produksi telur. Di warung makan biasanya lalat mengerumuni tempat sampah,

saluran pembuangan limbah, hinggap pada lantai kotor, tempat pencucian

peralatan dan mengerumuni bahan makanan yang akan dimasak (Depkes RI,

2001).

Kondisi sanitasi warung makan perlu diperhatikan dan dijaga

kebersihannya karena kondisi sanitasi yang buruk merupakan sumber penularan

penyakit yang dapat disebarkan melalui vektor serangga seperti lalat. Hal-hal yang

perlu diperhatikan terkait dengan kondisi fasilitas sanitasi pada warung makan

yaitu penyediaan air bersih, pembuangan air limbah, tempat sampah, tempat

mencuci peralatan, tempat penyimpanan bahan makanan, tempat penyimpanan

makanan jadi, tempat penyajian makanan, peralatan pencegahan masuknya lalat,

serta lokasi warung makan terhadap sumber pencemar (Kepmenkes RI, 2003).

Zafar et al (2014) menyatakan bahwa dapur merupakan lokasi yang paling

disukai oleh lalat dan aktivitas lalat banyak ditemukan sebelum siang hari. Banyak

orang yang mengalami gangguan akibat lalat rumah antara lain kontaminasi pada

makanan. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Vazirianzadeh et al (2008), bahwa

lalat berpotensi menjadi resiko kesehatan yang serius dan populasi lalat rumah

harus di kontrol.

Page 58: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

44

2.2 KERANGKA TEORI

Berdasarkan uraian dalam landasan teori, maka disusun kerangka teori

mengenai hubungan antara kondisi sanitasi warung makan dengan tingkat

kepadatan lalat sebagai berikut:

Gambar 2.8 Kerangka Teori

Sumber: Kepmenkes RI (2003) dan Depkes RI (2001).

Kondisi Lingkungan Fisik

Warung Makan:

1. Pencahayaan

2. Temperatur

3. Cuaca dan Kelembaban

4. Ketersediaan tempat

berkembang biak

Kondisi Sanitasi Warung Makan:

1. Penyediaaan Air Bersih

2. Pembuangan Air Limbah

3. Tempat Sampah

4. Tempat Mencuci Peralatan

5. Peralatan Pencegahan

Masuknya Serangga dan Tikus

6. Tempat Penyimpanan Bahan

Makanan

7. Tempat Penyimpanan

Makanan jadi

8. Tempat Penyajian Makanan

9. Lokasi Warung Makan

Tingkat Kepadatan Lalat

pada warung makan

Page 59: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

63

BAB V

PEMBAHASAN

5.1 PEMBAHASAN

5.1.1 Kondisi Sanitasi Warung Makan

5.1.1.1 Kondisi penyediaan air bersih

Berdasarkan hasil observasi, terdapat warung makan yang menggunakan

bak tangki air dengan penutup seperti pada gambar 5.1 sebagai berikut:

Gambar 5.1 Tempat Penyediaan Air Bersih

Berdasarkan hasil penelitian dalam variabel penyediaan air bersih, terdapat

23 warung makan telah menggunakan air bersih yang bersumber dari PDAM

untuk memenuhi kegiatan mengolah makanan. Hal tersebut sesuai dengan

Kepmenkes RI (2003) tentang penyediaan air bersih di rumah makan yang

memenuhi syarat kesehatan. Penyediaan air bersih yang memenuhi syarat

Page 60: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

64

kesehatan yaitu sumber air dari PDAM, jumlah mencukupi untuk kegiatan

mengolah makanan, tidak berbau dan berasa serta tidak berwarna.

Tempat penyimpanan air bersih pada penelitian ini menggunakan drem

bak tangki air lengkap dengan penutup dengan ukuran bervariasi mulai dari

kapasitas 100 - 200 liter air. Pengelola warung makan membeli air bersih. Kondisi

fisik air saat dilakukan observasi tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna.

Hal ini sesuai dengan Kepmenkes RI (1990) yang menyatakan bahwa pemenuhan

air bersih mempunyai kuantitas tersedia air bersih minimal 60 liter, secara kualitas

tersedia air bersih yang memenuhi syarat kesehatan fisik serta kontinuitas tersedia

air bersih secara berkesinambungan di setiap kegiatan. Penyediaan air bersih di

warung makan ini dari segi kualitas dan kuantitas harus diperhatikan supaya tetap

memenuhi standar kesehatan.

Penelitian dari Hasyim et al (2014) juga menjelaskan bahwa sanitasi air

bersih pada 11 warung makan (100%) yang ada dikampus Universitas Sriwijaya

memenuhi syarat fisik kesehatan sesuai dengan peraturan menteri kesehatan. Hal

ini didukung juga dengan penelitian dari Putri dan Dewi (2017) bahwa air bersih

yang digunakan untuk pengelolaan makanan pada warung pecel tumpang di Kota

Kediri memenuhi syarat kualitas fisik seperti tidak berwarna, tidak berbau, dan

tidak berasa, namun untuk kualitas kimia dari air bersih yang digunakan belum

dapat diketahui karena penelitian ini tidak melakukan pemeriksaan tersebut.

Page 61: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

65

Penelitian dari Julhija dkk (2015), yang meneliti tentang sanitasi dasar

kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik menyebutkan bahwa sumber air bersih

seluruh kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik telah memenuhi syarat

berdasarkan kualitas fisik air, kondisi air tidak berbau, tidak berasa dan tidak

berwarna serta jumlahnya mencukupi. Selain itu, penelitian dari Masyudi (2018),

menyebutkan bahwa penyediaan air bersih pada warung nasi dan kantin tidak ada

pengaruh dengan kepadatan lalat.

5.1.1.2 Kondisi saluran pembuangan air limbah

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 6 warung makan yang mempunyai

kondisi saluran pembuangan air limbah, dimana air limbahnya tidak mengalir, dan

saluran masih dalam keadaan terbuka. Kondisi saluran pembuangan air limbah

pada warung makan dalam kondisi terbuka dapat dilihat pada gambar 5.2.

Gambar 5.2 Saluran Pembuangan Air Limbah Terbuka

Kondisi saluran pembuangan air limbah tersebut hanya menggunakan

pengaman yang terdiri dari besi berlubang-lubang. Pada gambar tersebut terlihat

bahwa air limbah menggenang serta dapat menjadi tempat berkembang biaknya

vektor penyakit seperti lalat. Hal tersebut tidak sesuai dengan persyaratan yang

Page 62: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

66

memenuhi syarat kesehatan bahwa sistem pembuangan air limbah harus baik,

yaitu saluran terbuat dari bahan kedap air, tidak merupakan sumber pencemaran,

misalnya memakai saluran yang tertutup (Kepmenkes RI, 2003).

Berdasarkan hasil observasi didapatkan saluran pembuangan air limbah

pada warung makan dalam kondisi tertutup dapat dilihat pada gambar 5.3.

Gambar 5.3 Saluran Pembuangan Air Limbah Tertutup

Penelitian dari Julhija dkk (2015), yang meneliti tentang sanitasi dasar

kantin sekolah di Kecamatan Sidamanik menyebutkan bahwa sarana pembuangan

air limbah (SPAL) di Kecamatan Sidamanik belum memenuhi syarat kesehatan.

SPAL kantin dengan konstruksi saluran kedap air hanya 34,1%, saluran tertutup

hanya 4,5% dan seluruh SPAL kantin tidak memiliki perangkap lemak (grease

trap). Selain itu, penelitian dari Kasiono (2016), yang meneliti hubungan antara

sanitasi dasar dengan tingkat kepadatan lalat di rumah makan Pasar Tuminting

Kota Manado menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara SPAL dengan

tingkat kepadatan lalat.

Aspek yang belum memenuhi syarat pada 6 warung makan sebaiknya

diperbaiki seperti memberi tutup pada saluran pembuangan air limbah, dan

Page 63: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

67

melakukan perbaikan saluran pembuangan air limbah dengan memperhatikan

kemiringan saluran agar air limbah mengalir dengan lancar (Kepmenkes RI,

2003). Pengurangan sumber yang menarik lalat antara lain membersihkan saluran

air secara teratur untuk menghindari berkembang biaknya lalat (WHO, 1991).

5.1.1.3 Kondisi Tempat Sampah

Berdasarkan hasil penelitian, kondisi tempat sampah pada warung makan

yang tidak memenuhi syarat kesehatan dapat dilihat pada gambar 5.4 dan gambar

5.5.

Gambar 5.4 Tempat Sampah Tidak Kedap Air

Gambar 5.5 Tempat Sampah yang Terbuka

Page 64: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

68

Berdasarkan hasil penelitian, tempat sampah yang terdapat pada 4 warung

makan di Pasar Pagi tidak kedap air. Hal ini disebabkan karena tempat sampah

menggunakan bahan yang terbuat dari anyaman bambu. Tempat sampah ini

mudah rapuh jika dalam kondisi lembab atau basah.

Pada 22 warung makan tidak menggunakan kantong plastik khusus untuk

sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk serta tidak

tertutup. Pengelola warung makan beralasan bahwa tempat sampah jumlahnya

terbatas dan mudah untuk langsung dibuang secara bersamaan. Tempat sampah

pada saat dilakukan penelitian dalam kondisi tidak tertutup serta tempat sampah

yang tidak tertutup memudahkan untuk langsung membuang sampah tanpa

menyentuh tempat sampah. Hal ini sejalan dengan penelitian dari Putri dan Dewi

(2017), bahwa pada 12 warung pecel tumpang di Kota Kediri mempunyai kondisi

tempat sampah yang buruk karena tempat sampah yang dimiliki penjual tidak

memiliki tutup, tidak ada pemisahan jenis sampah, serta ada juga yang

menggunakan kantong plastik untuk tempat sampah. Tempat sampah yang

terbuka akan lebih mudah dihinggapi lalat maupun serangga lainnya, selain itu

juga akan menimbulkan bau yang mengganggu manusia disekitarnya.

Tempat sampah pada 19 warung makan tidak memisahkan antara sampah

basah dan sampah kering. Pengelola warung makan beralasan karena mudah

untuk membuang sampah secara bersamaan. Jenis sampah basah yang dihasilkan

pada warung makan yaitu sampah sayuran/bahan makanan yang tidak dipakai dan

sisa makanan, sedangkan sampah kering yang dihasilkan seperti plastik bungkus

makanan. Hal tersebut tidak sesuai dengan persyaratan rumah makan yang

Page 65: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

69

memenuhi syarat kesehatan bahwa tempat sampah harus dibuat dari bahan kedap

air, tidak mudah berkarat, mempunyai tutup dan memakai kantong plastik khusus

untuk sisa-sisa bahan makanan dan makanan jadi yang cepat membusuk dan

dipisahkan antara sampah basah dan sampah kering (Kepmenkes RI, 2003).

Tempat sampah yang tidak tertutup dapat memudahkan vektor serangga

seperti lalat, dan lainnya datang dan menjadi tempat untuk berkembang biak

(Sembel, 2009). Begitu pula penelitian dari Sarwar (2015), dalam International

Jurnal Bioinformatics and Biomedical Engineering menjelaskan bahwa sanitasi

lingkungan bertujuan untuk mengurangi populasi lalat rumah dengan

meminimalkan habitat larva, yaitu dengan pengurangan sumber. Seperti contoh

sampah rumah tangga harus ditempatkan di dalam kantong plastik yang kuat

dengan bukaan tertutup rapat, atau di tempat sampah dengan tutup yang rapat.

Pengumpulan sampah secara teratur membantu mencegah telur bertelur di atas

sampah. Tempat pembuangan sampah yang tidak higienis menyediakan tempat

berkembang biak yang ideal, dan harus dihilangkan. Wadah sampah yang baik

dengan tutup yang rapat dapat membantu mengurangi berkembang biaknya lalat.

Aspek yang belum memenuhi syarat kesehatan sebaiknya segera

diperbaiki seperti menggunakan tempat sampah yang tertutup, sampah basah dan

sampah kering dipisahkan serta menggunakan kantong plastik khusus untuk sisa

bahan makanan (Kepmenkes RI, 2003).

Page 66: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

70

5.1.1.4 Kondisi tempat mencuci peralatan

Berdasarkan hasil observasi, dapat dilihat kondisi tempat mencuci

peralatan pada warung makan di Pasar Pagi Kota Tegal pada gambar 5.6 dan

gambar 5.7.

Gambar 5.6 Tempat Mencuci Peralatan

Gambar 5.7 Tempat Mencuci Peralatan

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 7 warung makan yang mempunyai

tempat mencuci peralatan terbuat dari bahan yang tidak kuat. Hal ini disebabkan

karena sudah lama tidak mengganti bak cuci dengan tempat yang baru dan bak

cuci dalam kondisi yang sedikit rusak. Bak cuci yang sudah lama dipakai dan

Page 67: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

71

sering digunakan untuk menampung air semakin lama tingkat kekuatannya akan

menurun sehingga mudah rapuh.

Tempat mencuci peralatan pada 16 warung makan mempunyai bak

pencucian yang hanya terdiri dari dua bak. Bak tersebut digunakan untuk

mengguyur dan membilas. Tempat sabun untuk mencuci tidak menggunakan bak,

melainkan tempat kecil untuk menempatkan sabun cuci. Pada saat dilakukan

observasi, bak tempat pencucian peralatan terlihat kotor dan air dalam bak terlihat

keruh, sedikit berminyak dipermukaan air karena menggunakan bak yang sudah

lama. Hal tersebut tidak sesuai dengan syarat kesehatan. Persyaratan rumah makan

yang memenuhi syarat kesehatan yaitu tempat mencuci peralatan terbuat dari

bahan yang kuat, aman, tidak berkarat dan mudah dibersihkan serta bak pencucian

sedikitnya terdiri dari 3 bak pencuci yaitu untuk mengguyur, menyabun dan

membilas (Kepmenkes RI, 2003).

Penelitian dari Kumala dan Pawenang (2017), juga membuktikan bahwa

tempat pencucian peralatan pada kantin sekolah di Wilayah Kerja Puskesmas

Kedungmundu masih dalam keadaan buruk karena terdapat ceceran makanan dan

genangan air, tidak terdiri dari 3 bak/bilik dan bak tidak terbuat dari bahan yang

kuat. Ceceran makanan berasal dari sisa makanan yang menempel pada peralatan

memasak dan wadah makanan, sehingga sisa makanan akan dibuang disekitar

tempat pencucian peralatan. Aspek yang belum memenuhi syarat sebaiknya segera

diperbaiki seperti mengganti air dalam bak jika sudah terlihat kotor (keruh) dan

bak mulai rapuh / pecah (Kepmenkes RI, 2003).

Page 68: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

72

5.1.1.5 Kondisi tempat penyimpanan bahan makanan

Berdasarkan hasil observasi, kondisi tempat penyimpanan bahan makanan

pada warung makan di Pasar Pagi Kota Tegal yang terbuka dapat dilihat pada

gambar 5.8 dan tempat penyimpanan bahan makanan dalam kondisi tertutup pada

gambar 5.9.

Gambar 5.8 Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Terbuka

Gambar 5.9 Tempat Penyimpanan Bahan Makanan Tertutup

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 19 warung makan tidak

memperhatikan tempat penyimpanan bahan makanan. Hal tersebut disebabkan

karena tempat penyimpanan bahan makan dalam kondisi terbuka dan tidak

Page 69: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

73

terlindung dari serangga. Tempat penyimpanan bahan makanan terbuat dari kayu

atau triplek yang masih terdapat lubang dan tidak memiliki tutup sehingga

berpotensi untuk serangga atau hewan lain dapat masuk.

Tempat penyimpanan bahan makanan pada 2 warung makan, tidak

memisahkan antara bahan makanan dengan makanan jadi. Bahan makanan yang

baru dibeli oleh pengelola warung makan tidak langsung dimasukkan kedalam

tempat penyimpanan bahan makanan tetapi diletakkan didekat makanan jadi.

Pengelola beralasan bahwa bahan makanan akan segera diolah sehingga tidak

memperhatikan peletakkan bahan makanan.

Kebersihan tempat penyimpanan bahan makanan tidak dijaga dengan baik.

Hal tersebut disebabkan karena tidak dibersihkan secara teratur. Jika tidak

dibersihkan secara teratur, makan bahan makanan yang tercecer akan

menumpuk/menempel dalam tempat penyimpanan bahan makanan sehingga dapat

terjadi pembusukan. Hal ini sejalan dengan penelitian Wiji dan Gunawan (2016),

yang membuktikan bahwa tempat penyimpanan bahan makanan pada 2 pedagang

bakso tidak memenuhi syarat, karena tidak memperhatikan tempat dan suhu

penyimpanan bahan makanan.

Penelitian dari Aristin dkk (2014), juga menjelaskan bahwa pengukuran

terhadap penyimpanan bahan makanan dilakukan pada 15 pedagang lalapan, 10

pedagang mempunyai kondisi peyimpanan bahan makanan yang tidak memenuhi

syarat. Hal tersebut disebabkan karena bahan makanan diletakkan pada wadah

yang terbuka sehingga dapat terkontaminasi. Tempat penyimpanan bahan

makanan yang tidak bersih dan tidak teratur akan menarik lalat untuk

Page 70: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

74

mengerumuni bahan makanan yang akan dimasak. Timbunan sayuran yang sudah

membusuk akan menjadi tempat perindukan untuk lalat (Depkes RI, 2001).

Persyaratan yang harus dipenuhi adalah penempatan bahan makanan dan

makanan jadi terpisah dan tempat penyimpanan bahan makanan dalam keadaan

bersih. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya-upaya perbaikan seperti tempat

penyimpanan bahan makanan selalu dibersihkan secara rutin sehingga dalam

keadaan bersih, untuk bahan yang mudah tercecer seperti gula pasir dan tepung

ditempatkan dalam wadah penampungan sehingga tidak mengotori lantai

(Kepmenkes RI, 2003; Mundiatun, 2018).

5.1.1.6 Kondisi tempat penyimpanan makanan jadi

Berdasarkan hasil observasi, kondisi tempat penyimpanan makanan jadi

pada warung makan di Pasar Pagi Kota Tegal yang terbuka dapat dilihat pada

gambar 5.10.

Gambar 5.10 Tempat Penyimpanan Makanan Jadi dengan Kondisi Terbuka

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 23 warung makan yang mempunyai

cara menyimpan makanan jadi dengan terbuka. Hal tersebut disebabkan karena

penempatan makanan jadi diletakkan diatas meja dan dilemari makan tetapi tidak

Page 71: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

75

menggunakan penutup. Tempat penyimpanan makanan jadi dalam keadaan tidak

terlindung dari debu dan serangga dapat terjadi pencemaran pada makanan.

Adapun cara penyimpanan makanan setelah dimasak merupakan hal yang sangat

penting karena hal ini mempengaruhi kualitas bakteriologis, antara lain: makanan

yang disimpan diberi tutup, lantai atau meja tempat meletakkan makanan harus

bersih, makanan tidak boleh disimpan dekat saluran air limbah dan makanan

jangan disimpan dekat dengan air atau tempat basah (Mundiatun, 2018).

Penelitian dari Butler et al (2010), membuktikan bahwa bakteri dari lalat

rumah menjadi pathogen pada manusia dapat terkontaminasi pada tempat

penyimpanan makanan jadi. Bakteri yang terdapat pada lalat rumah dekat dengan

area dimana proses memasak dapat berpotensi menimbulkan risiko kesehatan

pada manusia jika lalat rumah masuk dan tidak ada pencegahan dari tempat

penyimpanan makanan jadi.

Kondisi tempat penyimpanan makanan jadi yang ada diwarung makan

Pasar Pagi tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor

1098/Menkes/SK/VII/2003. Kondisi tempat penyimpanan makanan jadi harus

tertutup sehingga terlindung dari debu, bahan berbahaya, serangga, tikus dan

hewan lainnya. Suhu dan waktu penyimpanan sesuai dengan jenis makanan

(Kepmenkes RI, 2003). Oleh karena itu, aspek yang belum memenuhi syarat

kesehatan sebaiknya diperbaiki oleh pengelola warung makan seperti

menyediakan tempat penyimpanan makanan jadi yang tertutup sehingga

terlindung dari debu dan serangga.

Page 72: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

76

5.1.1.7 Ketersediaan peralatan pencegahan lalat

Berdasarkan hasil observasi, kondisi ketersediaan peralatan pencegahan

lalat pada warung makan dapat dilihat pada gambar 5.11 dan kondisi bangunan

warung makan bersifat terbuka pada gambar 5.12.

Gambar 5.11 Tidak tersedia peralatan pencegahan lalat

Gambar 5.12 Kondisi Bangunan Terbuka

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 23 warung makan tidak

menggunakan kawat kassa serangga. Pemasangan kawat kassa tidak dilakukan

karena bangunan warung makan bersifat terbuka sehingga tidak memungkinkan

Page 73: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

77

pemasangan kawat kassa. Penggunaan kawat kassa bertujuan untuk mencegah

kontak antara manusia dengan vektor dan binatang pembawa penyakit

(Permenkes RI, 2017). Penggunaan kawat kassa pada pintu dan jendela rumah,

dapat mengurangi masuknya lalat ke dalam rumah (Sembel, 2009).

Penelitian dari Hasyim et al (2014), juga menjelaskan seluruh warung

makan yang ada di kampus Universitas Sriwijaya tidak mempunyai peralatan

pencegahan masuknya serangga. Berdasarkan hal tersebut, perlu adanya upaya

perbaikan seperti setiap lubang pada bangunan harus dipasang alat yang dapat

mencegah masuknya serangga. Perangkap lain seperti sticky tapes juga

merupakan perangkap lalat yang menarik karena terdapat kandungan gula. Lalat

yang mendarat di Sticky tapes terjebak dalam lem. Sticky tapes bertahan selama

beberapa minggu, jika tidak tertutup debu atau lalat yang terperangkap (WHO,

1991).

Kipas angin elektrik dapat membuat udara menghalangi lalat masuk pada

tempat yang dibiarkan terbuka, lalat sangat aktif mencari makanan pada angin

yang tenang dan sepoi-sepoi menurut skala Beufort dengan satuan meter per detik

yaitu berkisar 0,3-1,5 m/d, tetapi lalat dewasa akan mengurangi aktivitasnya pada

angin kencang. Angin juga akan mempengaruhi istirahat lalat, lalat akan

menghindar dari tempat-tempat angin kencang (WHO, 1991; Depkes RI, 1992).

Penelitian dari Iqbal et al (2014), menjelaskan bahwa pengendalian di

dalam ruangan utamanya adalah pada pencahayaan dan perangkap lalat. Sebagai

contoh penggunaan zat penarik lalat menggunakan perangkap lampu ultraviolet

dalam rumah untuk menarik lalat dan kemudian mereka jatuh ke bawah dan

Page 74: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

78

tertampung dalam suatu cairan yang mengandung insektisida (Sembel, 2009).

Jumlah lalat rumah yang paling banyak terperangkap menggunakan perangkap

lampu UV daripada perangkap tanpa lampu UV (Puspitarani dkk, 2017).

5.1.1.8 Kondisi tempat penyajian makanan

Berdasarkan hasil observasi, kondisi tempat penyajian makanan di warung

makan Pasar Pagi Kota Tegal dapat dilihat pada gambar 5.13.

Gambar 5.13 Tempat Penyajian Makanan

Penyajian makanan yang perlu diperhatikan adalah agar makanan

terhindar dari pencemaran (Mundiatun, 2018). Berdasarkan hasil penelitian,

terdapat 23 warung makan dalam cara membawa dan menyajikan makanan dapat

berpotensi mencemari makanan. Hal tersebut disebabkan karena pada saat

menyajikan makanan dalam kondisi tidak tertutup.

Penelitian dari Ramadhani dkk (2017), menjelaskan bahwa 96,43% kantin

belum memenuhi syarat sanitasi penyajian makanan. Menjajakan makanan dalam

keadaan terbuka dapat meningkatkan risiko tercemarnya makanan oleh

lingkungan, baik melalui udara, debu, dan asap kendaraan yang berterbangan.

Page 75: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

79

Terdapat juga penutup makanan yang tidak bersih dan dapat mencemari makanan,

serta mengangkut makanan dengan wadah yang tidak tertutup. Makanan yang

akan diangkut seharusnya menggunakan wadah bersih dan tertutup sehingga

terhindar dari debu dan pencemaran. Hal ini didukung penelitian dari Hatta dkk.

(2018), menjelaskan bahwa penyajian makanan kepada konsumen masih dianggap

bisa terkontaminasi terhadap bakteri atau virus yang berada pada daerah tersebut

di karenakan makanan yang disajikan tidak menggunakan penutup, menggunakan

peralatan untuk penyajian yang terjaga kebersihannya, diwadahi dan dijamah

dengan peralatan yang bersih, penyajian dilakukan dengan perilaku yang sehat

dan pakaian yang bersih dari penajamah makanan.

Tempat penyajian makanan pada 8 warung makan, menggunakan meja

penyajian makanan yang tidak dilapisi dengan plastik. Hal tersebut tidak sesuai

persyaratan rumah makan yang memenuhi syarat kesehatan yaitu tempat

penyajian makanan pada rumah makan harus terhindar dari pencemaran, seperti

debu, dan serangga (Kepmenkes RI, 2003).

Peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan harus terjaga

kebersihannya. Makanan jadi yang disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan

peralatan yang bersih. Tempat-tempat bumbu/merica, garam, cuka, tomato sauce,

kecap, sambal dan lain-lain perlu dijaga kebersihannya terutama mulut-mulutnya.

Penyajian makanan harus ditempat yang bersih, meja dimana makanan disajikan

harus tertutup kain/plastic berwarna menarik kecuali bila meja di buat dari

formica (Kepmenkes RI, 2003).

Page 76: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

80

Penelitian dari Islamy dkk. (2018) menjelaskan bahwa penutup jajanan

yang terbuka dengan kertas minyak atau plastik menyebabkan makanan tidak

tertutup dengan sempurna dan kontaminasi makanan mungkin terjadi melalui

celah yang terbuka dari penutup kertas minyak. Penggunaan wadah seharusnya

tertutup saat penyajian makanan yang bertujuan untuk menghindarkan makanan

dari kontaminasi udara maupun vector yang biasa terdapat disekitar makanan

seperti lalat. Hal tersebut juga di dukung oleh penelitian dari Muinde dan Kuria

(2011), menunjukkan bahwa dalam penyajian makanan, pedagang menyimpan

dan menyajikan makanan pada suhu sekitar. Makanan tidak dipanaskan pada suhu

tinggi sebelum disajikan. Makanan untuk dimakan mentah seperti salad buah

tidak disimpan di bawah suhu dingin; sebagai gantinya, salad buah disimpan

dalam mangkuk plastik dan di letakkan di tempat terbuka.

Upaya yang harus dilakukan oleh pengelola warung makan adalah cara

membawa makanan diusahakan tertutup dan memiliki ventilasi untuk makanan

yang panas, serta selalu menjaga kebersihan pada tempat penyajian makanan

seperti membersihkan meja setelah digunakan, supaya tidak ada sisa makanan

yang tercecer (Mundiatun, 2018).

5.1.1.9 Lokasi warung makan

Berdasarkan hasil observasi, kondisi lokasi warung makan terhadap

sumber pencemar di Pasar Pagi Kota Tegal dapat dilihat pada gambar 5.14 dan

gambar 5.15.

Page 77: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

81

Gambar 5.14 Lokasi Warung Makan Terhadap Sumber Pencemar

Gambar 5.15 Lokasi Warung Makan Terhadap Sumber Pencemar

Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 20 warung makan yang ada di Pasar

Pagi mempunyai lokasi warung makan yang tidak memenuhi syarat kesehatan.

Pada gambar 5.14 menggambarkan lokasi warung makan berada pada arah angin

dari sumber pencemaran debu karena dekat dengan tempat parkir kendaraan. Pada

gambar 5.15 menggambarkan lokasi warung makan berada dekat dengan rumah

pemotongan unggas dan tempat penjualan unggas. Lokasi warung makan yang

lain juga berada pada arah angin dari sumber pencemaran debu, dan cemaran

Page 78: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

82

lainnya seperti toilet, tempat penampungan sampah sementara. Hal tersebut dapat

menyebabkan makanan dapat tercemar oleh debu, asap dan cemaran lainnya.

Penelitian dari Rachmatina (2018), juga membuktikan bahwa (100%)

lokasi rumah makan di sekitar kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta

berada pada arah angin dari sumber pencemaran debu, asap, bau dan lokasi tidak

memenuhi syarat dan berlokasi tidak pada jarak < 100 meter dari sumber

pencemaran debu, asap, dan bau karena lokasi semua rumah makan terlalu dekat

dengan jalan raya dan selokan. Selain itu, penelitian dari Muinde dan Kuria

(2005) menjelaskan tentang sanitasi pada warung makan di Nairobi, Kenya bahwa

dari hasil observasi sekitar 85% dari pedagang yang diwawancarai menyiapkan

makanan dalam kondisi tidak higienis karena sampah dan limbah kotor sangat

dekat dengan warung. 92% pedagang membuang limbah air tepat di samping

warung membuat lingkungan di sekitar restoran cukup kotor. Hal tersebut juga

didukung oleh Rane (2011) yang menjelaskan bahwa beberapa pedagang

berkumpul di daerah padat, yang biasanya menyediakan akses terbatas ke fasilitas

sanitasi dasar. Oleh karena itu, kontaminasi street food dikaitkan dengan limbah

yang dihasilkan oleh pengolahan makanan, yang biasanya dibuang di dekat lokasi

penjualan. Kurangnya fasilitas untuk limbah cair dan pembuangan sampah

mendorong limbah dan sampah untuk dibuang pada selokan terdekat. Area

tersebut bertindak sebagai habitat tikus, tempat berkembang biaknya lalat, dan

media pertumbuhan mikroorganisme.

Berdasarkan hasil penelitian, lokasi warung makan yang ada di Pasar Pagi

tidak memenuhi syarat kesehatan sesuai dengan Kepmenkes RI Nomor

Page 79: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

83

1098/Menkes/SK/VII/2003. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh warung makan

adalah lokasi warung makan tidak berada pada arah angin dari sumber

pencemaran debu, asap, bau dan cemaran lain serta tidak berada pada jarak <100

meter dari sumber pencemaran. Berdasarkan kondisi tersebut harus dilakukan

upaya perbaikan sehingga lokasi warung makan memenuhi syarat.

Adapun cara yang perlu dilakukan menurut Kepmenkes RI No

519/Menkes/SK/VI/2008 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat adalah

bangunan pasar dalam hal penataan ruang dagang dilakukan dengan membagi

area sesuai dengan peruntukannya (zoning). Pada area parkir terdapat pemisah

yang jelas dengan batas wilayah pasar.

5.1.2 Tingkat Kepadatan Lalat

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada warung makan di

Pasar Pagi Kota Tegal tahun 2019, diperoleh hasil bahwa tingkat kepadatan lalat

pada warung makan terbanyak pada kategori rendah yaitu 17 warung makan

(73,9%). Tingkat kepadatan lalat dalam penelitian ini diambil dari rata-rata indeks

populasi lalat pada 3 titik perhitungan yaitu dari dapur, tempat penyajian makanan

dan tempat yang berdekatan dengan tempat sampah.

Pada warung makan yang termasuk dalam kategori tingkat kepadatan lalat

rendah terjadi karena sebagian warung makan berada dalam ketinggian lebih dari

10 meter, hal tersebut sesuai dengan teori dari Sucipto (2011) yang menjelaskan

bahwa tempat hinggap lalat pada ketinggian tidak lebih dari 5 meter. Pembuangan

sampah pada warung makan dilakukan setiap hari secara kumulatif dan dalam

waktu kurang dari 24 jam oleh petugas pasar yang menangani sampah.

Page 80: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

84

Pada warung makan yang mempunyai tingkat kepadatan lalat dengan

kategori sedang dan tinggi terjadi karena kondisi warung makan berada pada

ketinggian tidak lebih dari 10 meter, serta dengan kelembapan 90%. Warung

makan dengan kategori tinggi dekat dengan tempat pemotongan unggas dan

tempat penjualan unggas. Oleh karena itu perlu menambahkan alat untuk

mengurangi jumlah lalat yaitu dengan memberi Sticky tapes pada tempat yang

rawan didatangi lalat di sekitar warung makan.

Zafar et al (2014) menyatakan bahwa dapur merupakan lokasi yang paling

disukai oleh lalat dan aktivitas lalat banyak ditemukan sebelum siang hari. Banyak

orang yang mengalami gangguan akibat lalat rumah antara lain kontaminasi pada

makanan. Vazirianzadeh et al (2008), dalam penelitannya menunjukkan bahwa

lalat berpotensi menjadi resiko kesehatan yang serius dan populasi lalat rumah

harus di kontrol.

5.2 HAMBATAN DAN KELEMAHAN PENELITIAN

5.2.1 Hambatan Penelitian

1. Sebelum melakukan penelitian, data responden yang diperoleh dari data

sekunder sedikit berbeda, sehingga peneliti melakukan pendataan ulang pada

responden.

2. Pada saat dilakukan penelitian, sebagian kondisi warung makan dalam

keadaan ramai pengunjung sehingga pada saat dilakukan wawancara,

pedagang yang ada diwarung makan langsung melayani pembeli dan

wawancara dilakukan secara bertahap.

Page 81: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

85

5.2.2 Kelemahan Penelitian

1. Pada saat melakukan pengukuran tingkat kepadatan lalat, banyak orang yang

berlalu lalang didekat lokasi pengukuran karena sebagian warung makan

berada ditengah pusat perbelanjaan.

Page 82: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

86

BAB VI

SIMPULAN DAN SARAN

6.1 SIMPULAN

1. Persentase kondisi sanitasi dalam kategori tidak memenuhi syarat antara

lain: Kondisi pembuangan air limbah 34,8%, kondisi tempat sampah

100%, tempat mencuci peralatan 78,3%, tempat penyimpanan bahan

makanan 82,6%, tempat penyimpanan makanan jadi 95,7%, tempat

penyajian makanan 100%, ketersediaan peralatan pencegahan masuknya

serangga 100%, dan lokasi warung makan terhadap sumber pencemar

87%.

2. Persentase kondisi sanitasi dalam kategori memenuhi syarat antara lain:

Kondisi penyediaan air bersih 100%, kondisi pembuangan air limbah

17,4%, tempat mencuci peralatan 21,7%, tempat penyimpanan bahan

makanan 17,4%, tempat penyimpanan makanan jadi 4,3%, lokasi warung

makan terhadap sumber pencemar 13%.

3. Angka kepadatan lalat pada warung makan dengan kepadatan lalat rendah

(0-2 ekor per blok grill) sebanyak 17 warung makan (73,9%), kepadatan

lalat sedang (3-5 ekor per blok grill) sebanyak 5 warung makan (21,7%)

dan kepadatan lalat tinggi (6-20 ekor per blok grill) sebanyak 1 warung

makan (4,3%).

Page 83: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

87

6.2 SARAN

Bagi pedagang di warung makan, diharapkan dapat meningkatkan fasilitas

sanitasi pada warung makan. misalnya menyediakan tempat sampah yang

tertutup, tidak berkarat, kedap air dan dilapisi kantong plastik, memisahkan antara

sampah basah dan sampah kering, menempatkan bahan makanan ditempat yang

terpisah dengan makanan jadi dan terlindung dari masuknya serangga,

menyediakan tempat pencucian peralatan yang memenuhi syarat kesehatan yaitu

terdiri dari 3 bak cuci dan sering mengganti air apabila sudah terlihat kotor /

keruh, tempat penyimpanan makanan jadi harus tertutup serta terlindung dari debu

dan serangga, meja untuk meletakkan makanan harus tertutup dengan plastik serta

selalu membersihkan meja setiap setelah digunakan serta cara membawa dan

menyajikan makanan dengan tertutup sehingga tidak terjadi kontaminasi.

Tingkat kepadatan lalat pada warung makan yang termasuk kategori

sedang dan tinggi perlu dilakukan upaya pengendalian lalat antara lain

menyediakan peralatan pencegahan masuknya lalat dengan alat perangkap lalat

seperti sticky tapes dan harus menjaga kebersihan lingkungan yang menjadi

sarana untuk tempat perkembangbiakkan lalat.

Page 84: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

88

DAFTAR PUSTAKA

Adler, S.C., Babji, S., Francis, M., Kattula, D., Premkumar, P. S., Sarkar, R.,

Mohan, V. R., Ward, H., Kang, G., Bairaj, V., Naumova, E. N. (2015).

Environmental Factors Associated with High Fly Densities and Diarrhea in

Vellore, India. Journal Applied and Environmental Microbiology. 81(17):

6053-6058.

Aristin, N. I. P., Mahayana, I. M. B., Aryasih, I.G. A. M. (2014). Hubungan

Penyimpanan Bahan Makanan dan Pencucian Alat Makan dengan Kualitas

Bakteriologis Lalapan di Wilayah Kerja Puskesmas III Denpasar Selatan.

Jurnal Kesehatan Lingkungan. 4(1): 40-44

Barin, A., Arabkhazaeli, F., Rahbart, S., Madani, S. A. (2010). The housefly,

Musca domestica, as a possible mechanical vector of Newcastle disease

virus in the laboratory and field. Jurnal Medical and Veterinary

Entomology, 24: 88-90.

Barreiro, C., Albano, H., Silva, J., Teixeira, P. (2013). Role of Flies as Vectors of

Foodborne Pathogens in Rural Areas. Journal ISRN Microbiology

Hindawi Publishing Corporation, 1-7.

Butler, J. F., Maruniak, A. G., Meek, F., Maruniak, J. E. (2010). Wild Florida

House Flies (Musca domestica) as carriers of Pathogenic Bacteria. Journal

Florida Entomologist. 93(2): 218-222.

Depkes RI. (1992). Petunjuk Teknis Tentang Pemberantasan Lalat. Ditjen PPM &

PL.Jakarta: Depkes RI.

Depkes RI. (2001). Pedoman Teknis Tentang Pemberantasan Lalat. Ditjen PPM

& PL.Jakarta: Depkes RI.

Dinas Kesehatan Kota Tegal. (2017). Profil Dinas Kesehatan Kota Tegal Tahun

2016. Tegal: DKK

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2018). Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2017. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah. (2019). Profil Kesehatan Provinsi Jawa

Tengah Tahun 2018. Semarang: Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah.

Dinas Koperasi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Perindustrian dan

Perdagangan Kota Tegal. (2014). Rencana Strategis Dinas Koperasi,

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah Kota Tegal. Tegal: Dinas Koperasi

Page 85: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

89

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, Perindustrian dan Perdagangan Kota

Tegal.

Hastutiek, P., Fitri, L. E. (2007). Potensi Musca domestica Linn. Sebagai Vektor

Penyakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya. 23(3): 125-135.

Hasyim, H., Widjajanti, H., Febry, F. (2014). Analysis Of Personal Hygiene And

Sanitation Facilities In The Implementation Of Food Stalls Serving On

Campus. International Journal of Research in Health Science. 2(4):1072-

1078.

Hatta, M., Erwindah., Marahena, A. (2018). Gambaran Hygiene Sanitasi

Pengelolaan Makanan Di Reastoran Madura Kota Masohi Kabupaten

Maluku Tengah. Jurnal Mitra Sehat. 8(2): 201-208.

Ihsan, L.M., Hidayati, R., Hadi, U. K. (2016). Pengaruh Suhu Udara terhadap

Fekunditas Dan Perkembangan Pra Dewasa Lalat Rumah (Musca

domestica). Jurnal Teknologi Lingkungan. 17 (2): 100-107.

Iqbal, W., Malik, M. F., Sarwar, M. K., Azam, I., Iram, N., Rasda, A. (2014).

Role of Housefly (Musca domestica, Diptera: Muscidae) as a disease

vector; a review. Journal of Entomology and Zoology Studies. 2(2): 159-

163.

Islamy, G.P., Sumarmi. S., Farapti. (2018). Analisis Higiene Sanitasi dan

Keamanan Makanan Jajanan di Pasar Besar Kota Malang. Jurnal Amerta

Nutrition. 2(1): 29-36.

Julhija., Marsaulina, I., Nurmaini. (2015). Higiene Sanitasi Dasar serta

Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penjual terhadap Kepadatan Lalat pada

Kantin Sekolah di Kecamatan Sidamanik. Jurnal Kesehatan Lingkungan

dan Keselamatan Kerja. 4 (2): 1-7.

Kasiono, A.M., Umboh, J. M. L., Boky, H. (2016). Hubungan Antara Sanitasi

Dasar dengan Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan Pasar Tuminting

Kota Manado. Jurnal Kesehatan Masyarakat. 1(3): 1-7.

Keiding J. The housefly-biology and control. Training and information guiede

(advanced level). Geneva, World Health Organization, 1991. Website:

https://apps.who.int/iris/handle/10665/60254.

Kementerian Republik Indonesia. (1990). Peraturan Menteri Kesehatan RI

Nomor 416/Menkes/Per/1990 tentang Syarat-syarat dan Pengawasan

Kualitas Air. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Page 86: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

90

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2003). Kepmenkes RI Nomor

1098/MENKES/SK/VII/2003 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Rumah

Makan dan Restoran. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2008). Kepmenkes RI Nomor

519/MENKES/SK/VI/2008 tentan Pedoman Penyelenggaraan Pasar Sehat.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2017). Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 50 Tahun 2017 tentang Standar Baku Mutu

Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan Kesehatan untuk Vektor dan

Binatang Pembawa Penyakit serta Pengendaliannya. Jakarta:

Kementerian Kesehatan RI

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2019). Data dan Informasi Profil

Kesehatan Indonesia Tahun 2018. Jakarta: Kementerian Kesehatan

Republik Indonesia.

Kumala, Y. S. N., Pawenang, E.T. (2017). Kondisi Sanitasi dan Kepadatan Lalat

Kandin Sekolah Dasar Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu. Journal

of Health Education, 2(1): 99-105.

Mangoli, N.E., Pinontoan, O. R., Boky, H. (2016). Hubungan Sanitasi Dasar

dengan Tingkat Kepadatan Lalat di Rumah Makan Pasar Pinasungkulan

Krombasan Kota Manado. Jurnal Ilmu Kesehatan Masyarakat. 1(3): 1-7.

Masyudi. (2018). Pengaruh Sanitasi Dasar terhadap Kepadatan Lalat pada

Warung Nasi dan Kantin (Studi Kasus Di Kecamatan Tangan-Tangan

Kabupaten Aceh Barat Daya. Majalah Kesehatan Masyarakat Aceh

(MaKMa). 1(1): 27-33.

Muinde, O.K., Kuria, E. (2005). Hygienic And Sanitary Practices Of Vendors Of

Street Foods In Nairobi, Kenya. African Journal of Food Agriculture

Nutrition and Development. 5(1):1-14

Mundiatun, D. (2018). Sanitasi Lingkungan (Pendidikan Lingkungan Hidup).

Yogyakarta: Gava Media.

Puspitarani, F., Sukendra, D. M., Siwiendrayanti, A. (2017). Penerapan Lampu

Ultraviolet pada Alat Perangkap Lalat terhadap Jumlah Lalat Rumah

Terperangkap. Higeia Journal Of Public Health Research and

Development. 1(3): 151-161.

Page 87: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

91

Putri, G. G., Dewi, Y. I .K. (2017). Praktik Higiene Perorangan dan Sanitasi

Warung Pecel Tumpang di Kota Kediri. Jurnal Ilmu Kesehatan

Masyarakat.13(2): 155-162.

Rachmatina, L.D. (2018). Analisis Hygiene Sanitasi Rumah Makan Di Sekitar

Kampus Universitas Muhammadiyah Surakarta. Skripsi. Surakarta:

Universitas Negeri Surakarta.

Ramadani, E. R., G, F. N., H, A. M. (2017). Higiene dan Sanitasi Makanan

Jajanan di Kantin Sekolah Dasar di Kecamatan Buke Kabupaten Konawe

Selatan Tahun 2016. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kesehatan Masyarakat.

2(6): 1-12.

Rane, S. (2011). Street Vended Food in Developing World: Hazard Analyses.

Indian J Microbiol. 51(1):100-106.

Rejeki, S. (2015). Sanitasi, Hygiene dan Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3).

Bandung: Rekayasa Sains.

Rudianto, H., Azizah, R. (2005). Studi Tentang Perbedaan Jarak Perumahan Ke

Tpa Sampah Open Dumping Dengan Indikator Tingkat Kepadatan Lalat

Dan Kejadian Diare (Studi Di Desa Kenep Kecamatan Beji Kabupaten

Pasuruan). Jurnal Kesehatan Lingkungan. 1(2): 152-159.

Sabarguna, B.S., A. K. (2011). Sanitasi Makanan dan Minuman Menuju

Peningkatan Mutu Efisiensi Rumah Sakit. Jakarta: Salemba Medika.

Sarwar Muhammad. (2015). Insect Vectors Involving in Mechanical Transmission

of Human Pathogens for Serious Diseases. International Journal of

Bioinformatics and Biomedical Engineering. 1(3) 300-306.

Sembel, D. T. (2009). Entomologi Kedokteran. Yogyakarta: Andi Offset.

Sembiring, D. J., Ashar, T., Hasan, W. (2014). Higiene dan Sanitasi Pengelolaan

Makanan dan Kepadatan Lalat pada Warung Makan di Pasar Tradisional

Pasar Horas Pematang Siantar Tahun 2013. Jurnal Kesehatan Lingkungan

dan Keselamatan Kerja. 3(1): 1-6.

Soekidjo Notoatmojo. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka

Cipta.

Stafford K.C. (2008). Fly Management Handbook A Guide to Biology, Dispersal,

and Management of the House Fly and Related Flies for Farmers,

Municipalities, and Public Health Official. New Heaven: The Connecticut

Agricultural Experiment Station.

Page 88: SKRIPSI - lib.unnes.ac.idlib.unnes.ac.id/35747/1/6411414060_Optimized.pdf · Tingkat kepadatan lalat dalam kategori rendah 73,9%, sedang 21,7% dan tinggi 4,3%. Saran penelitian ini

92

Sucipto, C. D. (2011). Vektor Penyakit Tropis. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Tanjung Neslon. (2016). Efektifitas Berbagai Bentuk Fly Trap dan Umpan dalam

Pengendalian Kepadatan Lalat pada Pembuangan Sampah Jalan Budi

Luhur Medan Tahun 2016. Jurnal Ilmiah PANMED. 11 (3): 217-222.

UNICEF, B. P. (2012). Ringkasan Kajian: Air Bersih, Sanitasi & Kebersihan.

Jakarta: UNICEF Indonesia.

Vazirianzadeh, B., Solary, S. S., Rahdar, M., Hajhossien, R., Mehdinejad, M.

(2008). Identification of bacteria which possible transmitted by Musca

domestica (Diptera: Muscidae) in the region of Ahvaz, SW Iran .

Jundishapur Journal of Microbiology, 1(1): 28-31.

Wiji, B. R., Gunawan, A. T. (2016). Studi Hygiene Sanitasi Pengolahan Makanan

dan Kandungan Salmonella sp pada Bakso yang di Jual di Jalan Jenderal

Sudirman Sokaraja Tahun 2016. Buletin Kesehatan Lingkungan

Masyarakat. 36(1): 13-18.

Wulandari, D. A., Saraswati, L. D., Martini. (2015). Pengaruh Variasi Warna

Kuning Pada Fly Grill Terhadap Kepadatan Lalat (Studi Di Tempat

Pelelangan Ikan Tambak Lorok Kota Semarang). Jurnal Kesehatan

Masyarakat. 3(3): 130-139.

Yap, K.L., Kalpana, M., and Lee, H.L. (2008). Wings of The Common House Fly

(Musca domestica L.):Importance in Mechanical Transmission of Vibria

cholera. Tropical Biomedicine Journal, 25(1): 1-8.

Zafar, J., Naqqash, M. N., Saeed, S., Zaka, S. M., Jaleel, W., Idrees, N.,

Bakhtawar, M., Rehman, S., Saeed, Q., Bukhari, A., Latif, A. (2014). Pest

status of housefly (Musca domestica L.) According to the opinion of

community of Southern Punjab, Pakistan. International Journal of

Agriculture and Crop Sciences. 7 (13): 1332-1338.