36
PYLORIC STENOSIS Sachriana Said, Rachmat Saleh, Bachtiar Murtala I. PENDAHULUAN Stenosis pilorus adalah terjadinya hipertrofi otot sirkuler pilorus yang terbatas (jarang berlanjut ke otot gaster) yang menyebabkan obstruksi fungsional gaster. Keadaan ini merupakan penyebab yang paling umum dari obstruksi usus pada bayi. Hal ini menyebabkan penyempitan kanal pilorus oleh kompresi lipatan-lipatan longitudinal dari mukosa dan pemanjangan pilorus. Obstruksi apertura lambung menyebabkan muntah nonbilious dan menyemprot. Keadaan ini biasanya terjadi antara 3 sampai 6 minggu setelah lahir dengan kecenderungan pria : wanita (4:1). Menurut teori, stenosis pilorik hipertrofik disebabkan oleh kegagalan perkembangan atau proses degenerasi ganglion dan serabut saraf. Stenosis pilorus merupakan diagnosa secara klinis, massa pilorus sering dapat teraba walaupun pada kasus yang meragukan diagnosis dapat dibuat dengan melakukan ultrasonografi atau dengan meminum kontras larut air. [1,2,3,4] 1

stenosis pylorus

Embed Size (px)

DESCRIPTION

stenosis pylorus

Citation preview

Page 1: stenosis pylorus

PYLORIC STENOSIS

Sachriana Said, Rachmat Saleh, Bachtiar Murtala

I. PENDAHULUAN

Stenosis pilorus adalah terjadinya hipertrofi otot sirkuler pilorus yang terbatas

(jarang berlanjut ke otot gaster) yang menyebabkan obstruksi fungsional gaster.

Keadaan ini merupakan penyebab yang paling umum dari obstruksi usus pada bayi.

Hal ini menyebabkan penyempitan kanal pilorus oleh kompresi lipatan-lipatan

longitudinal dari mukosa dan pemanjangan pilorus. Obstruksi apertura lambung

menyebabkan muntah nonbilious dan menyemprot. Keadaan ini biasanya terjadi

antara 3 sampai 6 minggu setelah lahir dengan kecenderungan pria : wanita (4:1).

Menurut teori, stenosis pilorik hipertrofik disebabkan oleh kegagalan perkembangan

atau proses degenerasi ganglion dan serabut saraf. Stenosis pilorus merupakan

diagnosa secara klinis, massa pilorus sering dapat teraba walaupun pada kasus yang

meragukan diagnosis dapat dibuat dengan melakukan ultrasonografi atau dengan

meminum kontras larut air. [1,2,3,4]

Teknik pencitraan saat ini, terutama sonografi yang tidak invasif dan akurat

untuk mengidentifikasi stenosis pilorik hipertrofik infantil. Pencitraan yang baik

memberikan gambaran perubahan anatomi yang terjadi pada pasien dengan kondisi

ini sehingga dapat segera dirujuk untuk mendapatkan penanganan bedah yang

sesuai. [5]

Pada orang dewasa, stenosis pilorus merupakan penyakit yang

membingungkan dan jarang ditemukan. Apakah itu berasal dari stenosis pilorus

kongenital atau dari ulkus peptikum masih belum jelas. Kebanyakan pasien dewasa

dengan stenosis pilorus mempunyai temuan radiologik yang sama dengan ulkus

peptikum. [6]

1

Page 2: stenosis pylorus

Gambar 1: Anatomi gaster normal dan pyloric stenosis

(dikutip dari kepustakaan 7)

II. INSIDEN DAN EPIDEMIOLOGI

2

Gambar 2: penyempitan outlet dari perut ke usus kecil (disebut pilorus) yang terjadi pada bayi.

(dikutip dari kepustakaan 8)

Page 3: stenosis pylorus

Stenosis pilorus hipertrofi terjadi pada sekitar 3:1.000 kelahiran hidup di

Amerika serikat, frekuensinya mungkin makin meningkat. Lebih sering terjadi pada

orang kulit putih keturunan Eropa Utara, jarang pada orang kulit hitam dan orang

asia. Laki-laki terutama anak pertama 4 kali lebih sering daripada perempuan.

Keturunan ibu dan pada tingkat yang lebih sedikit dari keturunan bapak yang

menderita stenosis pilorus berisiko lebih tinggi untuk mengalami stenosis pilorus.

Stenosis akan terjadi pada sekitar 20% laki-laki dan 10% perempuan keturunan ibu

yang menderita stenosis pilorus. Insidens stenosis pilorus terlihat meningkat pada

bayi dengan golongan darah B dan O. stenosis pilorus disertai dengan kelainan

bawaan lain seperti fistula trakeoesofagus. [ 9]

III. ETIOLOGI

Penyebab stenosis pilorus belum diketahui secara pasti tetapi berbagai macam

faktor telah dicurigai terlibat. Stenosis pilorus biasanya tidak tampak pada saat lahir

dan lebih konkordans pada kembar monozigot dari pada dizigot. Innervasi otot yang

tidak normal, menyusui, dan stress pada ibu kehamilan trimester III telah diketahui

ikut terlibat. Lagipula, peningkatan prostaglandin serum, penurunan kadar nitrat

oksida sintase di pilorus, dan hipergastrinemia pada bayi telah ditemukan tetapi

kemungkinan merupakan fenomena sekunder yang disebabkan statis dan distensi

lambung. Pemberian prostaglandin E eksogen untuk mempertahankan patensi duktus

arteriosus telah dihubungkan dengan stenosis pilorus; dan juga dengan gastroenteritis

eosinofilia dan trisomi 18, sindrom Turner, sindrom Smith-lemli Opitz dan sindrom

Cornelia de Lange . [9]

IV. ANATOMI DAN FISIOLOGI LAMBUNG

Secara embriologi Lambung tampak sebagai suatu pelebaran usus depan

berbentuk fusiformis pada perkembangan minggu keempat. Pada minggu-minggu

3

Page 4: stenosis pylorus

berikutnya, bentuk dan kedudukannya banyak berubah akibat perbedaan kecepatan

pertumbuhan pada berbagai bagian dindingnya, dan perubahan kedudukan alat-alat di

sekitarnya. Perubahan kedudukan lambung paling mudah dijelaskan dengan

menganggap bahwa organ ini berputar mengelilingi sebuah sumbu panjang dan

sumbu anteroposterior. Pada sumbu memanjangnya, lambung melakukan putaran 90°

searah dengan jarum jam sehingga sisi kirinya menghadap ke depan dan sisi

kanannya menghadap ke belakang. Oleh karena itu, nervus vagus kiri, yang semula

mempersarafi sisi kiri lambung, sekarang mempersarafi dinding depan, demikian pula

nervus vagus kanan mempersarafi dinding belakang. Selama perputaran ini, bagian

dinding lambung aslinya di belakang, tumbuh lebih cepat daripada bagian depan, dan

hal ini menghasilkan pembentukan kurvatura mayor dan minor. [10]

Ujung sefalik dan kaudal lambung pada mulanya terletak di garis tengah,

tetapi pada pertumbuhan selanjutnya lambung berputar mengelilingi sumbu

anteroposterior, sehingga bagian kaudal atau bagian pilorus bergerak ke kanan dan ke

atas, dan bagian sefalik atau bagian kardia ke kiri dan sedikit ke bawah. Dengan

demikian, lambung mencapai kedudukannya yang terakhir, dan sumbu panjangnya

berjalan dari kiri atas ke kanan bawah. [10]

Karena lambung menempel di dinding tubuh dorsal melalui mesogastrium

dorsal dan ke dinding ventral tubuh melalui mesogastrium ventral, rotasi serta

pertumbuhannya yang tidak proposional mengubah kedudukan mesentrium-

mesentrium ini. Dengan demikian, rotasi mengelilingi sumbu longitudinal menarik

mesogastrium dorsal ke kiri, sehingga menciptakan sebuah ruang, yang disebut

dengan bursa omentalis (sakus peritonealis minor), di belakang lambung. Rotasi ini

juga menarik mesogastrium ventral ke kanan. Ketika proses ini berlanjut pada

minggu ke-5 perkembangan, primordium limpa terbentuk sebagai proliferasi

mesoderm di antara dua lembaran mesogastrium dorsal. Dengan berlanjutnya rotasi

lambung, mesogastrium dorsal memanjang, dan bagian yang berada di antara limpa

dan garis tengah bagian dorsal membelok ke kiri dan menyatu dengan peritoneum

dinding abdomen posterior. Lembaran posterior mesogastrium dorsal dan peritoneum

4

Page 5: stenosis pylorus

di sepanjang garis penyatuan ini berdegenerasi. Limpa, yang selalu mempertahankan

kedudukannya intraperitoneal, kemudian dihubungkan dengan dinding tubuh di

daerah ginjal kiri oleh ligamentum lienorenalis dan ke lambung oleh ligamentum

gastrolienalis. Pemanjangan dan bersatunya mesogastrium dorsal ke dinding posterior

tubuh juga menentukan posisi akhir pankreas. Mula-mula organ ini tumbuh ke dalam

mesoduodenum dorsal, tetapi akhirnya kaudanya memanjang ke mesogastrium

dorsal. Karena bagian mesogastrium dorsal ini menyatu dengan dinding tubuh dorsal,

kauda pankreas terletak di daerah ini. Begitu lembaran posterior mesogastrium dorsal

dan peritoneum dinding tubuh posterior berdegenerasi di sepanjang garis penyatuan

ini, kauda pankreas dibungkus posterior berdegenerasi di sepanjang garis penyatuan

ini, kauda pankreas dibungkus oleh peritoneum hanya pada permukaan anteriornya

dan karena itu terletak di posisi retroperitoneal. (Organ-organ, semacam pankreas,

yang mula-mula dibungkus oleh peritoneum tetapi kemudian menyatu dengan

dinding tubuh posterior sehingga menjadi retroperitoneal disebut sebagai

retroperitoneal sekunder. [10]

Pada umumnya berbentuk huruf “ L “ terbalik, huruf “ J “ atau berbentuk

silinder. Bagian-bagian dari Gaster adalah cardia, fundus, corpus, dan pylorus. Antara

bagian yang satu dengan yang lainnya tidak ada batas yang tegas secara makroskopis.

Pembagian ini lebih bersifat mikroskopis, yaitu keadaan mukosa dan kelenjar. Cardia

adalah bagian dari gaster di mana oesophagus bermuara. Fundus ventriculi

merupakan bagian sesudah cardia, yang menonjol dan terletak lebih tinggi dari cardia.

Bagian yang terbesar adalah corpus ventriculi, yang merupakan lanjutan dari fundus

ventriculi. Bagian paling caudal disebut pylorus, yang melanjutkan diri menjadi

duodenum. Batas antara corpus ventriculi dengan pylorus disebut antrum pyloricum.

Ujung distal dari pylorus berbentuk kecil, disebut canalis pyloricum. Muara pilorus

ke dalam duodenum disebut orificium pyloricum, dilengkapi oleh sphincter

pyloricum, yang dibentuk oleh penebalan stratum circulare pars muscularis. Antara

corpus dan pylorus terbentuk suatu lekukan di bagian kanan, disebut incisura

angularis. [11]

5

Page 6: stenosis pylorus

Sfingter pada kedua ujung lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan

makanan yang terjadi. Sfingter kardia atau sfingter esophagus bawah, mengalirkan

makanan masuk kedalam lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki

esophagus kembali. Daerah lambung tempat pembukaan sfingter kardia dikenal

dengan nama daerah kardia. Disaat sfingter pilorikum terminal berelaksasi, makanan

masuk kedalam duodenum, dan ketika berkontraksi sfingter ini akan mencegah

terjadinya aliran balik isi usus kedalam lambung. [12]

Lambung tersusun atas lapisan serosa, lapisan otot longitudinal, lapisan otot

sirkular, lapisan submukosa, dan lapisan mukosa. Selain itu terdapat berkas tipis

serabut-serabut otot polos yaitu otot mukosa, yang terletak di lapisan paling dalam

dari mukosa.[14]

6

Gambar 3: Anatomi gaster

(dikutip dari kepustakaan 13)

Page 7: stenosis pylorus

LOKALISASI

Holotopi : gaster terletak dalam regio hypochondrium sinister dan regio

epigastrium. Lokalisasi ini tergantung dari berbagai faktor, seperti

bentuk gaster, isi gaster, konstitusi tubuh dan sikap tubuh.

7

Gambar 4: Potongan melintang dari dinding usus

(Dikutip dari kepustakaan 15)

Page 8: stenosis pylorus

Skeletopi : tepi cranialis dari cardia terletak setinggi costa 7 dan vertebra

thoracalis 9. Tepi cranialis fundus ventriculi terletak setinggi costa 5.

Letak pylorus dalam keadaan kosong setinggi vertebra lumbalis 1.

Syntopi : facies ventralis langsung berhadapan dengan dinding ventral abdomen

dan diaphragma thoracis, dan berada di sebelah kiri dari hepar;

sebagian dari gaster berada di bagian caudo-posterior hepar. Facies

dorsalis letak berbatasan dengan ;

Corpus pancreaticus, a.lienalis ;

Ujung ren sinister, gld.suprarenalis sinister ;

Di sebelah dorso-lateral terdapat lien.

Di sebelah caudal terdapat colon transversum.[11]

V. PATOFISIOLOGI

Stenosis pilorus terjadi karena adanya hipertrofi dua lapisan otot pilorus (otot

longitudinal dan sirkuler yang menyebabkan penyempitan antrum gaster. Kanalis

pilorus menjadi panjang, dan dinding otot pilorus mengalami penebalan, diikuti

8

Gambar 5: Lokalisasi gaster (dikutip dari kepustakaan 16)

Page 9: stenosis pylorus

dengan penebalan dan edema dari mukosa. Pada kasus lanjut, lambung dapat menjadi

dilatasi dan menyebabkan obstruksi komplit dari lambung. Penyebab dari stenosis

pilorus hipertrofi dapat bersifat multifaktorial. Faktor lingkungan dan herediter

dipercaya sebagai kontribusi utama penyebab terjadinya stenosis pilorus hipertrofi.

Faktor etiologik yang memungkinkan yaitu defisiensi dari Nitrit Oksida Sintase

(NOS), innervasi abnormal dari plexus myenterikus, hipergastrinemia infantile, dan

paparan dari penggunaan antibiotik seperti obat golongan makrolid. [2]

Nitrit Oksida Sintase (NOS) diduga menyebabkan stenosis pilorus hipertrofi

karena memediasi relaksasi otot polos non kolinergik non adrenergik sepanjang usus

yang menyebabkan lapisan otot sirkuler dari lambung dan pilorus menjadi hipertrofi

sehingga menyebabkan disfungsi lambung.[2]

Stenosis pilorus menyebabkan gangguan pengosongan isi gaster ke duodenum.

Semua makanan yang dicerna dan disekresi oleh gaster akan dimuntahkan kembali.

Makanan yang dimuntahkan tidak mengandung cairan empedu karena makanan

hanya tertampung dalam gaster saja dan tidak sampai ke duodenum. Hal ini

menyebabkan hilangnya asam lambung dan akhirnya menyebabkan terjadinya

hipokloremia yang mengganggu kemampuan kerja lambung untuk mensekresikan

bikarbonat.[1]

VI. DIAGNOSIS

A. Gejala Klinis

Muntah tanpa empedu merupakan gejala awal stenosis pilorus. Muntah bisa

menyembur atau tidak pada awalnya, tetapi biasanya progresif dan segera setelah

makan. Muntah bisa setiap kali setelah makan atau intermitten. Muntah biasanya

mulai setelah umur 3 minggu, tetapi gejala muncul paling awal paling awal pada

umur 1 minggu dan paling lambat pada umur 5 bulan. Setelah muntah, bayi akan

merasa lapar dan ingin makan lagi. Karena muntah terus menerus terjadilah

kehilangan cairan, ion hydrogen dan klorida secara progresif, sehingga menyebabkan

9

Page 10: stenosis pylorus

alkalosis metabolik, hiperkloremik. Ikterus yang disertai dengan penurunan kadar

glukoronil transferase terlihat pada sekitar 5% bayi. Ikterus ini biasanya segera

membaik setelah obstruksinya sembuh.[9]

Tiga gejala pokok yang penting:

1. Muntah proyektil dimulai pada umur 2-3 minggu, muntah dapat bercampur

darah hingga dapat berwarna kecoklatan akibat perdarahan-perdarahan kecil

karena gastritis dan pecahnya pembuluh darah kapiler lambung.

2. Kegagalan pertumbuhan dan kehilangan berat badan, hal ini disebabkan karena

masukan yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan karena banyak muntah.

3. Obstipasi, mungkin sekali lagi hal ini juga disebabkan oleh masukan yang

kurang.[4]

Dua tanda yang ditemukan pada pemeriksaan fisik:

1. Kontour dan peristalsis lambung terlihat di abdomen bagian atas

2. Teraba “tumor” di daerah epigastrium atau hipokondrium kanan.[4]

Diagnosis ditegakkan dengan palpasi massa di pilorus. Massa ini kenyal, bisa

digerakkan, panjangnya sekitar 2 cm, berbentuk seperti buah zaitun, keras, paling

baik diraba dari sisi kiri, dan terletak di atas dan kanan umbilikus di midepigastrium

di bawah tepi hati. Pada bayi yang sehat, makan dapat membantu diagnosis. Setelah

makan, mungkin ada gelombang peristaltik lambung yang terlihat berjalan menyilang

perut. Setelah bayi muntah, otot perut lebih relaks dan bentuk seperti “buah zaitun”

lebih mudah diraba. Sedasi bisa digunakan untuk mempermudah pemeriksaan, tetapi

biasanya tidak diperlukan. [9]

10

Page 11: stenosis pylorus

B. Aspek fisik dan Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah rutin

Terdapat gambaran anemi, gambaran gangguan elektrolit terutama pada tukak

duodeni, yang disebabkan seringnya vomitus dan menyebabkan kehilangan garam-

garam Na, K, Cl, dan alkalosis. Gangguan fungsi ginjal yang berat mungkin sebagai

akibat stenosis pilorus, dan pada dehidrasi akan didapatkan kenaikan kadar ureum

dalam darah, oleh karena itu perlu pemeriksaan kadar ureum. [17]

2.Histopatologi

11

Gambar 6: Manifestasi klinik stenosis pylorus

(dikutip dari kepustakaan 9)

Page 12: stenosis pylorus

Gambaran histopatologi pada beberapa bayi dengan IHPS (Infantile

Hypertrophic Pyloric Stenosis) akan terlihat jika tedapat penebalan yang sangat

berlebih pada mukosa. Biasanya gambaran yang didapatkan hipertrofi yang menonjol

ke dalam antrum dari lambung, penebalan dan pembengkakan pada mukosa. [5]

C.Pemeriksaan Radiologi

1.Foto polos abdomen

Pada Radiografi abdomen bisa menunjukkan perut berisi cairan atau udara,

pada perut yang membesar, dapat menandakan adanya obstruksi lambung. Adanya

tanda pembesaran perut dengan incisura yang melebar (caterpillar sign) dapat dilihat,

dan dapat juga menandakan adanya peningkatan peristaltik lambung pada pasien.

Jika pasien baru muntah atau terdapat nasogastric tube di dalam perut, perut

didekompresi dan hasil radiografi ditemukan normal. [18]

12

Gambar 7: Gambaran histopatologik pada IHPS (Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis)

(Dikutip dari kepustakaan 5)

Page 13: stenosis pylorus

2 . Foto MD (Maag Duodenum)

atau Barium Meal

13

Gambar 8: posisi supine pada bayi yang muntah menunjukkan

caterpillar sign dari hirperistalsis lambung yang aktif

(Dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 9: Abdominal roentgenogram dari stenosis pylorus hipertrofi

(Dikutip dari kepustakaan 19)

Page 14: stenosis pylorus

Berdasarkan penelitian MD atau barium meal dianggap sebagai salah satu

pemeriksaan radiologi untuk hipertrofi stenosis pilorik. Pada temuan radiografi dari

foto MD dengan kontras didapatkan hasil : .[18]

1. Waktu pengosongan lambung merupakan tanda yang dapat dipercaya untuk

memastikan dari obstruksi gastric outlet oleh karena hipertrofi stenosis

pilorus. [5,18]

2. Elongasi pylorus. [18]

3. String sign. Terdapat sebuah garis tunggal dan panjang dari kontras barium

yang melapisi kanalis pylorus.[5,18]

4. Double track sign. Mukosa dari canalis pyloricum berada di lipatan sentral.

Ketika kontras melewati pilorus maka kontras akan mengisi mukosa bagian atas

14

Gambar 10: Gambaran string sign pada hypertrophic stenosis pyloric

(dikutip dari kepustakaan 18)

Page 15: stenosis pylorus

maupun bagian bawah yang mengalami hipertrofi, sehingga dapat terlihat

gambaran dua garis yang paralel di area pilorus.[5,18]

5. Shoulder sign memberikan gambaran saluran pilorus yang memanjang,

penonjolan otot pilorus kedalam antrum. [18]

6. Beak sign,

Pada awal pemeriksaan,barium kontras dapat mengisi hanya di pintu masuk

dari canalis piloricum.[18,19]

7. Mushroom sign. Indentasi dari duodemal bulb. Dasar dari mukosa duodenum

cembung mengikuti otot pylorus yang menebal.[18]

15

Gambar 11: Gambaran double track sign pada hypertrophic stenosis pyloric

(dikutip dari kepustakaan 18)

Page 16: stenosis pylorus

3. Pemeriksaan ultrasonografi

Ultrasonografi abdomen telah menggantikan pemeriksaan barium dalam

menegakkan diagnosis pada kasus yang sulit. [9]

Ketika seseorang di suspect dengan HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis)

tetapi tidak tampak massa berbentuk olive pada daerah hipokondrium kanan, maka

ultrasound digunakan untuk melihat penebalan dari otot pilorus, dan mempunyai

predictive value sampai 90%. Ultrasonografi dilakukan dengan transduser 7,5 - 13,5

MHz-linear dengan posisi supine pada anak. Ketika massa berbentuk olive telah

teridentifikasi dan ditemukan panjang canalis pyloricum lebih besar dari 17 mm dan

tebal dinding otot lebih besar dari 4 mm maka dapat dipastikan bahwa diagnostiknya

adalah HPS (Hypertrophic Pyloric Stenosis).[18,20]

Gambaran ultrasonografi pada stenosis pilorik hipertrofik adalah :

16

Gambar 12: Hypertrophic pyloric stenosis yang memberikan gambaran “mushroom sign”.

(Dikutip dari kepustakaan 19)

Page 17: stenosis pylorus

1. Target sign pada potongan transversal dari pylorus [18]

2. Antral nipple sign

sebuah prolaps mukosa kedalam antrum, yang menyebabkan pseudomass.

17

Gambar 13: Gambaran ultrasonografi potongan Transversal pada pasien dengan stenosis pilorik hipertrofik menunjukkan target sign

dan lapisan otot yang heterogen .

(Dikutip dari kepustakaan 18)

Page 18: stenosis pylorus

4. CT- SCAN abdomen

18

Gambar 14: Gambaran ultrasonografi potongan longitudinal pada pasien dengan stenosis pilorik hipertrofik menunjukkan penebalan

mukosa yang memberikan gambaran antral nipple sign.

(Dikutip dari kepustakaan 18)

Page 19: stenosis pylorus

VII.DIAGNOSIS BANDING

Adapun diagnosis banding dari hipertrofi stenosis pylorus adalah:

19

Gambar 16: CT-scan abdomen dengan kontras potongan koronal, tampak penebalan fokal pylorus dan antrum bagian distal

(Dikutip dari kepustakaan 21)

Gambar 15: CT-Scan abdomen dengan kontras potongan axial pada pasien yang mengalami penebalan pada pylorus dan

antrum bagian distal (tanda panah).

(Dikutip dari kepustakaan 21)

Page 20: stenosis pylorus

1. Spasme pylorus

2. Reflux gastro-esofagus

3. Trauma serebral-meningitis

4. Infeksi, seperti septikemi dan kelainan traktus urogenitalis.

Untuk memastikan diagnosis palpasi untuk meraba “tumor” yang merupakan

pylorus yang hipertrofi. Bila tumor sulit diraba pemeriksaan dengan barium meal

memastikan memberikan informasi yang konklusif. [4]

Bayi yang sangat reaktif terhadap rangsang dari luar, yang diberi makan oleh

perawat yang tidak berpengalaman, akan mengalami muntah pada minggu-minggu

pertama sehingga gejalanya mirip dengan stenosis pilorus. Akalasia esophagus atau

hernia hiatus biasanya menimbulkan muntah pada minggu pertama setelah lahir dan

dapat dibedakan dengan stenosis pilorus dengan palpasi dan gambaran foto roentgen.

Insufisiensi adrenal bisa menyerupai stenosis pilorus, tetapi tidak adanya tumor yang

bisa diraba, asidosis metabolik, serta peninggian kalium serum dan kadar natrium urin

pada insufisiensi adrenal membantu dalam diferensiasi. Kesalahan metabolisme

kongenital (inborn errors of metabolism) bisa menyebabkan muntah berulang dengan

alkalosis (siklus urea) atau asidosis (asidemia organic) dan letargi, koma, atau kejang.

Muntah dengan diare mmemberi kesan gastroenteritis, tetapi kadang-kadang

penderita dengan stenosis pilorus juga menderita diare. Meskipun jarang, refluks

gastro-esofagus, dengan atau tanpa hernia hiatus, dapat terancukan dengan stenosis

pilorus. Sangat jarang membran pilorus atau duplikasi pilorus bisa menyebabkan

muntah proyektil yang bisa terlihat dan pada kasus duplikasi suatu massa yang bisa

diraba. Stenosis pada duodenum proksimal sampai ampula Vateri menyebabkan

gambaran klinis yang sama dengan stenosis pilorus tetapi mungkin tidak ada massa

yang bisa diraba. [9]

VIII.PENATALAKSANAAN

1. Perbaikan keadaan umum:

20

Page 21: stenosis pylorus

1. Lambung dibilas dengan larutan NaCl untuk mengeluarkan sisa barium bila

bayi dilakukan foto barium-meal

2. Koreksi untuk keadaan dehidrasi, hipokalemi, hipokloremi, dan alkalosisnya.

Transfusi darah dan atau plasma/albumin bila terdapat anemia atau defisiensi

protein serum.[4]

Pengobatan prabedah ditujukan langsung pada koreksi cairan, asam basa, dan

kehilangan elektrolit. Pemberian cairan intravena dimulai dengan 0,45-0,9% NaCl,

dalam 5-10% dekstrosa, dengan penambahan kalium klorida dengan kadar 30-50

mEq/L. Terapi cairan harus dilanjutkan sampai bayi mengalami rehidrasi dan kadar

bikarbonat serum kurang dari 30 mEq/L, yang menyatakan bahwa alkalosis sudah

terkoreksi. Koreksi terhadap alkalosis sangat penting untuk mencegah apnea

pascabedah, yang mungkin merupakan akibat dari anastesi. Kebanyakan bayi bisa

berhasil rehidrasi dalam waktu 24 jam. Muntah biasanya berhenti bila lambung

kosong, dan kadang-kadang saja bayi membutuhkan pengisapan nasogastrik.[9]

2 . Pembedahan

Prosedur bedah pilihan adalah piloromiotomi Ramstedt. Prosedur ini dilakukan

melalui insisi pendek melintang atau dengan laparaskopi. Massa pilorus di bawah

mukosa dipotong tanpa memotong mukosa dan irisan ditutup kembali.[9]

21

Page 22: stenosis pylorus

Muntah pasca bedah bisa terjadi pada 50% bayi dan diduga edema pilorus

tempat insisi. Namun pada kebanyakan bayi, makanan dapat dimulai dalam 12-24

jam sesudah pembedahan dan diteruskan sampai makanan oral rumatan dalam 36-48

jam sesudah pembedahan. Muntah yang menetap menunjukkan suatu piloromiotomi

yang tidak sempurna, gastritis, hernia hiatus, kalasia, atau penyebab obstruksi lain. [9]

Pengobatan bedah stenosis pilorus adalah kuratif, dengan mortalitas

pembedahan antara 0 dan 0,5%. Terapai medik konservatif (dengan memberikan

makanan sedikit-sedikit, atropine) pernah dilakukan pada masa lalu tetapi

perbaikannnya lambat dengan mortalitas yang lebih tinggi. Dilatasi dengan endoskopi

balon cukup berhasil, laporan ini perlu diperkuat sebelum praktek ini diterima sebagai

terapi. [9]

22

Gambar 17: Piloromiotomi Ramstedt

(Dikutip dari kepustakaan 5)

Page 23: stenosis pylorus

IX. PROGNOSIS

Setelah pembedahan bayi masih sekali-sekali muntah, sembuh sempurna

setelah 2-3 hari pasca bedah.[4]

DAFTAR PUSTAKA

1. Kusumadewi, Anny dkk. Congenital Hypertrophic Pyloric Stenosis.

Department of Pediatric Surgery, Faculty of Medicine Hasanuddin University:

Makassar. 2008.

2. Singh, Jagvir. Pediatric Pyloric Stenosis. [ Cited on January 2013]. Available

from: http://emedicine.medscape.com/

3. Patel, Pradip. Pyloric Stenosis. In: Lecturer Notes Radiology. 2nd Edition.

Penerbit Erlangga: Jakarta. 2009.Hal.240-241

4. Staf pengajar FKUI. Stenosis Pilorik Hipertrofi. Dalam: Kumpulan Kuliah

Ilmu Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta. 2008.

Hal.102–104.

23

Gambar 18: Diagram lambung normal, lambung dengan pyloric stenosis pra bedah dan pasca bedah

(Dikuti dari kepustakaan 22)

Page 24: stenosis pylorus

5. Hernanz Marta and Schulman. Infantile Hypertrophic Pyloric Stenosis. In:

Upper Gastrointestinal Examination. Department of Radiology and

Radiological Sciences, Vanderbilt University Medical Center; 2003.p.319-331

6. Halpert, Robert. Pyloric Stenosis. In: Gastrointestinal Imaging 3rd Edition.

Elsevier: Philadelphia. 2006.p.54

7. Anonym. [Cited On Januari 2013]. Available from: http://pedsurg.ucsf.edu/

8. Kaneshiro Neil K. Pyloric stenosis, Congenital hypertrophic pyloric stenosis;

Hypertrophic pyloric stenosis; Gastric outlet obstruction. [Cited On Januari

2013]. Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/

9. Wyllie, Robert. Stenosis pilorus dan Anomaly Lambung Konginital Lain.

Dalam : Nelson Ilmu Kesahatan Anak Edisi 15 Vol.2. EGC : Jakarta. 2000.

Hal: 1305 – 1307.

10. Sadle, T.W. Stomach. In: Langman’s Medical Embryology, 8th Edition.

Montana.2000.p292-297

11. Datuk, Razak. Diktat Abdomen. Makassar: Bagian Anatomi Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin. 2004. Hal:8-9

12. Price, Sylvia and Wilson, Lorraine. Gangguan Lambung dan Duodenum.

Dalam: Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit 6th Edition. EGC:

Jakarta.2005. Hal: 417-418

13. Anonym. Anatomy. Dalam : Stomach. University of Tennessee Medical

Center in Knoxville.

14. Guyton, Arthur. General Principle of Gastrointestinal Function- Motility,

Nervous Control, and Blood Circulation. In: Texbook of Medical Physiology

11th Edition. Elsevier Saunders: Philadelphia. 2006.p.771-772

15. Anonym. Gastrointestinal System. [ Cited on January 2013]. Available from :

http://www.virtualmedicalcentre.com/

16. Brant, William. Abdomen and Pelvis. In: Fundamental of Diagnostic

Radiology, 3rd Edition. Lippincott: California.2007

24

Page 25: stenosis pylorus

17. Hadi, Sujono. Stenosis Pilorus. Dalam : Gastroenterologi. PT.Alumni:

Bandung.2002. Hal: 232-234

18. R Reid, Janet. Imaging in hiperthropic pyloric stenosis. [ Cited on January

2013]. Available from: http://emedicine.medscape.com/

19. Weerakkody, Yuranga Dr. Amini Behrang Dr. Pyloric Stenosis. [Cited On

Januari 2013]. Available from: http://radiopaedia.org/

20. Frankel, Heidi.Hypertrophic Pyloric Stenosis (HPS). In: Ultrasound for

Surgeons. Landes Bioscience: USA.2004.p: 70-71

21. Horton, Karen. Current Role of CT In Imaging of The Stomach. [Cited On

Januari 2012]. Available from: radiographics.rsna.org/

22. Anonym. Texas Pediatric Surgical Associates. [Cited On Januari 2013].

Available from: www.pedisurg.com/ptewc/pyloric-stenosis.htm

25