Upload
indah-triayu-irianti
View
677
Download
16
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Stenosis duodenum merupakan penyempitan pada duodenum yangmenyebabkan obstruksi pada duodenum. Stenosis duodenum dipercayaiterjadi akibat kegagalan dalam proses pembentukan embriologi strukturbilier dan pankreas selama masa fetus
Citation preview
STENOSIS DUODENUM
Nur Sepdyanti, Sudarman,Try Enos O, Cathrina Desiere Moniaga, Indah
Triayu Irianti, Karlina Budiman, Asyuddin, Farid Nur Mantu.
Bagian Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran Universitas Hasannuddin
Makassar
A. ABSTRAK
Stenosis duodenum merupakan penyempitan pada duodenum yang
menyebabkan obstruksi pada duodenum. Stenosis duodenum dipercayai
terjadi akibat kegagalan dalam proses pembentukan embriologi struktur
bilier dan pankreas selama masa fetus. Side to side duodenoduodenostomy
adalah terapi operatif perbaikan standar pada stenosis duodenum, pada
beberapa kasus, duodenojejunostomy dapat menjadi pilihan jenis operasi
yang lain dengan perbaikan yang lebih mudah dengan pembedahan yang
minimal.
Berdasarkan penemuan kasus di RSUD dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar, bulan November 2012, dilaporkan seorang anak perempuan
berusia 7 bulan 5 hari dengan perut kembung yang dialami sejak 16 jam
sebelum masuk Rumah Sakit dan didiagnosis menderita ileus obstruktif
parsial et causa stenosis duodenum.
Kata kunci : Stenosis duodenum, duodenoduodenostomy,
duodenojejunostomy
ABSTRACT
Duodenal stenosis is a stricture on duodenal that can cause duodenal
obstruction. They are believed to result from a developmental error during
early foetal life within the area of intense embryological activity involved in
the creation of the biliary and pancreatic structures. A side-to-side
duodenoduodenostomy is the standard repair for duodenal stenosis. In some
cases, duodenojejunostomy can be an alternative and may afford an easier
repair with minimal dissection.
1
According to case found in RSUD Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar on November 2012, reported of a 7 months 5 days age old baby
girl present with distended abdomen suffered since age of 16 hours before
hospitalized and been diagnosed with partial obstructive ileus caused by
duodenal stenosis.
Keyword : Stenosis duodenal, duodenoduodenostomy, duodenojejunostomy
B. PENDAHULUAN
Walaupun insidens obstruksi duodenum cukup jarang, diestimasi
insidennya bervariasi antara1 dari 10.000 hingga 1 dari 40.000 kelahiran.
Kebanyakan diperoleh perbandingan antara atresia dan stenosis adalah 3:2
atau 2:2. Atresia duodenum dan stenosis adalah penyebab tersering dari
obstruksi intestinum pada bayi yang baru lahir.
Ada berbagai jenis tipe obstruksi duodenum, obstruksi dapat parsial
maupun komplit, ekstrinsik atau instrinsik, atau bahkan kedua-duanya.
Atresia dan stenosis duodenum termasuk dalam obstruksi instrinsik.
Obstruksi duodenum berkaitan dengan prematuritas (46%) dan
polyhidramnions maternal (33%). Sebagai tambahan, terdapat angka
kejadian yang tinggi hubungan antara obstruksi duodenum dan sejumlah
anomali, yaitu down syndrome (>30%), malrotasi (>20%), kelainan jantung
bawaan (20%).
Gejala klinis yang paling sering muncul adalah muntah bilious dan
intoleransi makanan. Dari pemeriksaan fisis, tdak ada temuan yang spesifik
untuk menegakkan diagnosis, namun mungkin kita akan menemukan
distensi pada perut bagian atas.
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan foto polos
abdomen. Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran udara
double bubble yang merupakan patognomonis gambaran pada obstruksi
duodenum.
Duodenuduodenostomy atau duodenotomy dengan reseksi membran
merupakan pilihan tindakan operatif pilihan dengan hasil cukup bagus dan
memiliki riwayat morbiditas post operatif yang minimal
2
C. LAPORAN KASUS
Bayi perempuan berumur 7 bulan 5 hari masuk dengan keluhan utama
perut kembung sejak 16 jam sebelum dibawa ke RS. Muntah (+) kurang
lebih 3 jam sebelum masuk RS, frekuensi 2x, tidak menyemprot, isi sisa
makanan dan susu. Anak malas makan dan minum, demam (+) dialami
sejak 1 hari sebelum masuk RS, kejang (-), Batuk (+), lendir (+) sejak 1 hari
sebelum masuk RS. BAB: belum selama 3 hari, riwayat BAB sebelumnya:
padat, frekuensi 1x perhari, warna kuning, BAK:kesan normal. Riwayat
berobat ke dokter anak kurang lebih 18 jam sebelum masuk RS dengan
keluhan perut kembung, mendapat obat muntah (sirup) dan obat kembung
(puyer), pasien dianjurkan berobat ke RS bila kembung belum berkurang.
Pada pemeriksaan fisis, keadaan umum:sakit sedang/gizi
kurang/composmentis, mata cekung (+), bibir kering (+), turgor menurun,
ditemukan tanda vital didapatkan nadi 142 x/menit, Pernapasan 42x/menit,
dan suhu 36,80 C.. Pada regio abdomen, dari inspeksi:tampak sedikit
cembung, ikut gerak napas; auskultasi:peristaltik (+) kesan
meningkat;palpasi:nyeri tekan (-), masssa tumor (-), hepar/lien:tidak
teraba;Perkusi:timpani. Rectal Toucher : Spinchter mencekik, mucosa
licin, massa feces (+), handschoen : darah (-), lendir (-), feces (+)
Hasil pemeriksaan laboratorium pada tanggal 15/11/2012: WBC
10,57x 103, RBC 4,13 x 106, Hb 10,4, HCT 33,1, PLT 149x106, GDS 108,
Na 136, K 5,3, Cl 105.
Pada pemeriksaan USG abdomen (11/11/2012), kesan:distended
gaster, foto polos abdomen 3 posisi (12/11/2012) kesan: ileus paralitik, foto
BNO (15/11/2012) kesan:suspect obstruksi parsial duodenum.
Foto klinis pasien (26/11/2012) setelah dikompresi dengan NGT :
3
Foto polos abdomen 3 posisi (12/11/2012)
kesan: ileus paralitik
4
Foto BNO (15/11/2012)
kesan:suspect obstruksi parsial duodenum
D. PEMBAHASAN
Dari anamnesis didapatkan keluhan perut kembung yang diperhatikan
mulai membesar sejak 16 jam sebelum dibawa ke RS, dimana hal ini sesuai
dengan kepustakaan yang menyebutkan bahwa salah satu gejala stenosis
duodenum adalah adanya distensi pada abdomen bagian atas. Selain itu,
pasien juga muntah (+) kurang lebih 3 jam sebelum masuk RS dengan
frekuensi 2x, tidak menyemprot, berisi sisa makanan dan susu. Berdasarkan
kepustakaan, gejala klinis yang paling sering dari stenosis duodenum adalah
muntah bilious, namun apabila obstruksi terjadi pada daerah supra ampular,
maka pasien akan mengalami muntah non bilious yang berulang.
Pada pemeriksaan fisis, keadaan umum:sakit sedang/gizi
kurang/composmentis, mata cekung (+), bibir kering (+), turgor menurun,
ditemukan tanda vital didapatkan nadi 142 x/menit, Pernapasan 42x/menit,
dan suhu 36,80 C, sehingga didapatkan skor dehidrasi berdasarkan WHO
5
modifikasi UNHAS pada pasien ini adalah 12, pasien dikategorikan dalam
kondisi dehidrasi ringan-sedang. Hal tersebut sesuai kepustakaan yang
menyebutkan bahwa pada penderita stenosis duodenum akan didapatkan
kondisi dehidrasi apabila kondisi pasien tidak cepat ditangani.
Pada pemeriksaan fisis regio abdomen didapatkan, inspeksi:tampak
sedikit cembung, ikut gerak napas; auskultasi:peristaltik (+) kesan
meningkat;palpasi:nyeri tekan (-), masssa tumor (-), hepar/lien:tidak
teraba;Perkusi:timpani. Berdasarkan kepustakaan, tidak ada hasil
pemeriksaan fisis yang spesifik untuk menegakkan diagnosis stenosis
duodenum, namun mungkin dapat ditemukan distensi pada abdomen bagian
atas.
Berdasarkan pemeriksaan penunjang, dari pemeriksaan laboratorium
darah rutin, kimia darah, dan elektrolit semua dalam batas normal,
berdasarkan kepustakaan, pada stenosis duodenum tidak ada hasil
laboratorium tertentu yang patognomonis untuk menegakkan diagnosis
stenosis duodenum.
Dari pemeriksaan radiologi foto BNO 3 posisi (12/11/2012)
didapatkan gambaran double bubble appearence dan kesan: suspect
obstruksi parsial duodenum. Hal ini sesuai dengan kepustakaan yang
menyebutkan bahwa pada stenosis duodenum, foto polos abdomen adalah
metode kunci untuk menegakkan diagnosis, pada foto polos abdomen
tersebut akan didapatkan gambaran bayangan udara double bubble.
Gelembung pertama mengacu pada lambung, dan gelembung kedua
mengacu pada loop duodenal postpilorik dan prestenotik yang terdilatasi.
Selain pemeriksaan penunjang yang telah dilakukan, pada kasus ini
sebenarnya masih dapat dilakukan pemeriksaan penunjang tambahan untuk
mengkonfirmasi adanya stenosis, yaitu pemeriksaan radiologi dengan
menggunakan kontras. Namun, pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada
kasus obstruksi inkomplit.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan, pasien ini didiagnosis ileus obstruktif
parsial et causa suspek stenosis duodenum.
6
Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan
elektrolit dan cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan
dekompresi, mengatasi peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan
obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan fungsi usus kembali
normal. Pemberian obat-obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan
sebagai profilaksis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk
mencegah sepsis sekunder.Operasi diawali dengan laparotomi kemudian
disusul dengan teknik bedah yang disesuaikandengan hasil eksplorasi
selama laparotomi
Secara umum semua bentuk obstruksi duodenal indikasi untuk
dilakukan tindakan pembedahan. Prosedur operatif standar pada stenosis
duodenum pada saat ini berupa duodenoduodenostomi melalui insisi pada
kuadran kanan atas, meskipun dengan perkembangan yang ada telah
dimungkinkan untuk melakukan koreksi atresia duodenum dengan cara
yang minimal invasive. Atau dapat dilakukan tindakan pembedahan
anastomosis duodenoyeyunostomi.
Angka bertahan hidup bayi ,bila ditangani dengan baik, adalah 90-95
%. Peningkatan angka bertahan hidup dapat dihubungkan dengan perawatan
respirasi, hiperelementasi, anestesi pediatrik yang meningkat hasilnya,
peningkatan kewaspadaan dan terapi anomali lain yang mengikuti.
E. KESIMPULAN
Stenosis duodenum adalah penyempitan atau striktura lumen
duodenum yang abnormal menyebabkan obstruksi yang tidak lengkap.
Bedakan dengan atresia yang menyebabkan obstruksi lengkap Stenosis dan
atresia duodenum umumnya terdapat pada bagian pertama dan kedua
duodenum, kebanyakan pada daerah sekitar papilla Vater.
Insidens stenosis duodenum 1/5000-10.000 kasus. Rasio atresia dan
stenosis adalah 3:2 atau 2:2.
Anamnesis : Bila lumen sangat kecil, gejala menyerupai atresia Bila
lumen agak longgar : gejala muncul saat berumur beberapa bulan/tahun
7
Gejala : Muntah, bilious dan non bilious Bisa timbul saat dewasa : refluks
gastroesofageal, ulserasi peptic, atau obstruksi duodenum proksimal. Pada
pemeriksaan fisis tidak ditemukan adanya tanda khas untuk mendiagnosa
stenosis duodenum selain adanya distensi pada abdomen bagian atas.
Pada pemeriksaan penunjang dapat dilakukan pemeriksaan foto polos
abdomen. Pada foto polos abdomen akan didapatkan gambaran udara
double bubble yang merupakan patognomonis gambaran pada obstruksi
duodenum.
Prinsip penatalaksanaan ileus obstruktif parsial et causa suspek
stenosis duodenum pada dasarnya berupa balance cairan dan elektrolit,
dekompresi, mengatasi syok dan keadaan emergensi (jika ada), dan
hilangkan obstruksi. Dapat dipertimbangkan untuk pemberian antibiotik
spektrum luas. Duodenuduodenostomy atau duodenotomy dengan reseksi
membran merupakan pilihan tindakan operatif pilihan.
8
DAFTAR PUSTAKA
Puri P, Hollwarth M. Duodenal obstruction. In: Sweed Y,editors.Pediatric
surgery. Germany:Springer;2006.p.203-212
Kaddah, SN et al. Congenital duodenal obstruction. Annals of pediatric
surgery. 2006:130 -5
Laura K, Vecchia D, Grosfeld JL, West KW et al. Intestinal Atresia
andStenosis: A 25─Year Experience With 277 Cases. Arch Surg J,
1998;133:490─497
Karrer F, Potter D, Calkins C. Duodenal Atresia. Available
athttp://emedicine.medscape.com/article/932917-print. Updated: Mar 3,
2009.Diakses pada tanggal 26 November2012.
Mandell G, Karan J. Imaging in Duodenal Atresia. Tersedia
padahttp://emedicine.medscape.com/article/408582-
overview#showall.Diaksespada tanggal 26 November 2012.
Traubici J. The Double Bubble Sign. Radiology 2001; 220:463– 464.
Sjamsuhidajat, R. dan De Jong, Wim. 2003. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGC. Hal: 623.
Wilson LM, Lester LB. Usus kecil dan usus besar. Dalam : Price SA, Wilson
LM,editor.Patofisiologi konsep klinis proses- proses penyakit. Alih bahasa:
dr.Peter Anugerah. Jakarta:EGC;1995. Hal.389–412.
9
10