38
1 BAB 1 PENDAHULUAN Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua orang dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki Namun dokter tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya. Sindrom Stevens Johnson adalah bentuk penyakit mukokutan dengan tanda dan gejala sistemik yang parah berupa lesi target dengan bentuk yang tidak teratur, disertai macula, vesikel, bula, dan purpura yang tersebar luas terutama pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan epidermis kurang lebih sebesar 10% dari area permukaan tubuh, serta melibatkan membran mukosa dari dua organ atau lebih.(2) Sindrom Stevens- Johnson umumnya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda terutama pria. Tanda-tanda oral sindrom Stevens- Johnson sama dengan eritema multi-forme, perbedaannnya yaitu melibatkan kulit dan membran mukosa yang lebih luas, disertai gejala-gejala umum yang lebih parah, termasuk demam, malaise, sakit kepala, batuk, nyeri dada, diare, muntah dan artralgia 1 .

stven johnson

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: stven johnson

1

BAB 1PENDAHULUAN

Sindrom Stevens-Johnson pertama diketahui pada 1922 oleh dua orang

dokter, dr. Stevens dan dr. Johnson, pada dua pasien anak laki-laki Namun dokter

tersebut tidak dapat menentukan penyebabnya. Sindrom Stevens Johnson adalah

bentuk penyakit mukokutan dengan tanda dan gejala sistemik yang parah berupa

lesi target dengan bentuk yang tidak teratur, disertai macula, vesikel, bula, dan

purpura yang tersebar luas terutama pada rangka tubuh, terjadi pengelupasan

epidermis kurang lebih sebesar 10% dari area permukaan tubuh, serta melibatkan

membran mukosa dari dua organ atau lebih.(2) Sindrom Stevens- Johnson

umumnya terjadi pada anak-anak dan dewasa muda terutama pria. Tanda-tanda

oral sindrom Stevens- Johnson sama dengan eritema multi-forme, perbedaannnya

yaitu melibatkan kulit dan membran mukosa yang lebih luas, disertai gejala-gejala

umum yang lebih parah, termasuk demam, malaise, sakit kepala, batuk, nyeri

dada, diare, muntah dan artralgia1.

Sindrom Stevens-Johnson mempunyai tiga gelaja yang khas yaitu kelainan

pada mata berupa konjung-tivitis, kelainan pada genital berupa balanitis dan

vulvovaginitis, serta kelainan oral berupa stomatitis. Lesi oral didahului oleh

makula dan papula yang segera diikuti vesikel atau bula, kemudian pecah karena

trauma mekanik menjadi erosi dan terjadi ekskoriasi sehingga terbentuk ulkus

yang ditutupi oleh jaringan nekrotik berwarna abu-abu putih atau eksudat abu-abu

kuning menyerupai pseudomembran. Ulkus nekrosis ini mudah mengalami

perdarahan dan menjadi krusta kehitaman. Lesi oral cenderung lebih banyak

terjadi pada bagian anterior mulut termasuk bibir, bagian lain yang sering terlibat

adalah lidah, mukosa pipi, palatum durum, palatum mole, bahkan dapat mencapai

Page 2: stven johnson

2

faring, saluran pernafasan atas dan esofagus, namun lesi jarang terjadi pada gusi.

Lesi oral sedangkan lesi pada saluran pernafasan bagian atas dapat menyebabkan

keluhan sulit bernafas.Penyebab pasti dari Sindrom Stevens-Johnson saat ini

belum diketahui namun ditemukan beberapa hal yang memicu timbulnya seperti

obat-obatan atau infeksi virus. Meka-nisme terjadinya sindroma adalah reaksi

hipersensitif terhadap zat yang memi-cunya. Sindrom Stevens-Johnson mun-cul

biasanya tidak lama setelah obat disuntik atau diminum, dan besarnya kerusakan

yang ditimbulkan kadang tidak berhubungan langsung dengan dosis, namun

sangat ditentukan oleh reaksi tubuh pasien1.

Page 3: stven johnson

3

BAB 2

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Nn. HR

Jenis kelamin : Perempuan

Umur : 3 tahun

Alamat : Gampong Ampeh Kec. Tanah Luas

Suku Bangsa : Aceh

Agama : Islam

No. MR : 07.38.93

Tanggal MRS : Februari 2016

Tanggal Pemeriksaan : Februari 2016

Nama Ayah : Tn. I

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Nama Ibu : Ny. J

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

2.2 Anamnesis

1. Keluhan Utama : Kulit Yang Melepuh

2. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSUD Cut Meutia dengan keluhan utama kulit

yang melepuhyang dirasakan sejak 4 hari yang lalu keluhan ini muncul

setelah meminum obat yang diberikan oleh bidan setempat yaitu bodrexin,

karena ibu OS menyatakan bahwa OS saat itu demam sehingga ia memiliki

Page 4: stven johnson

4

inisiatif untuk membawa OS ke bidan tersebut pada pagi hari. Ibu OS

menyatakan demam yang dialami OS menghilang tetapi timbul keluhan kulit

yang melepuh pada sore harinya dan terasa gatal juga pedih.

3. Riwayat penyakit dahulu : Pasien pernah mengalami ISPA dan Diare Akut

sebelumnya

4. Riwayat penyakit keluarga : keluarga mengatakan tidak pernah menderita

sakit berat, namun ada sesekali anggota keluarga sakit flu, batuk, demam dll.

5. Riwayat kehamilan dan persalinan

Os merupakan anak kedua. Selama kehamilan ibu pasien tidak

pernah sakit berat/rawat inap di rumah sakit. Riwayat muntah berlebih,

tekanan darah tinggi, kejang, asma, diabetes melitus, infeksi, perdarahan

dan trauma selama kehamilan disangkal. Os lahir secara per vaginam

ditolong oleh bidan. Berat badan saat lahir 2700 gram. Lahir cukup bulan

38 – 40 minggu dan segera menangis.

6. Riwayat Nutrisi

Sejak lahir hingga usia 21 bulan pasien mengkonsumsi ASI. Sejak

usia 7 hari pasien diberikan pisang dan nasi bubur. Sejak usia 5 bulan

pasien diberi makan nasi biasa dan makanan orang dewasa.

7. Riwayat Imunisasi

Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak mendapatkan imunisasi.

8. Riwayat pertumbuhan dan perkembangan

Pasien tengkurap sejak usia 3 bulan

Pasien duduk sejak usia 7 bulan

Pasien merangkak sejak usia 8 bulan

Page 5: stven johnson

5

Pasien mulai mengucapkan kata-kata sejak usia 12 bulan

Pasien mulai bicara lancer sejak usia 15 bulan

Pasien dibantu berjalan sejak usia 15 bulan

Pasien berjalan lancar sejak usia 20 bulan

2.3 Pemeriksaan fisik

A. Status Present

a. Kesan sakit: Ringan -Sedang

b. Kesadaran : Compos mentis

c. Nadi : 95 x/menit

d. Frekuensi pernafasan : 22 x/menit.

e. Suhu: 36,5 °C

f. Tinggi Badan : 85 cm

g. Berat Badan : 12 Kg

B. Status Gizi

BB aktual : 12 Kg

BB Ideal untuk TB aktual (CDC WHO 2000) : 12 Kg

Status Gizi (Waterlow) : 12/12 x100% = 100%

Interpretasi : Gizi Baik (100%)

Page 6: stven johnson

6

C. Status Generalis

a. Kulit

a.Warna : Sawo Matang

b. Sianosis : (-)

c.Ikterus : (-)

d. Edema : (-)

e.Lemak subkutis : (N)

f. Makula Eritema : (+)

g. Krusta : (+)

b. Kepala

a.Rambut :berwarna hitam-kecoklatan, lurus, sepanjang leher.

b. Kulit kepala : terdapat makula eritam dan Krusta

c.Mata : Konjungtiva pucat (-/-), konjungtiva hiperemis (+/+),

ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+)

d. Telinga : Simetris, sekret (+/+), otorrhea (-/-), makula

eritema (+/+), krusta (+/+)

e.Hidung : sekret (-/-), rinorrhea (-/-),makula eritema (+/+), krusta

(+/+)

f. Mulut : terdapat vesikel dan erosi juga krusta

c. Leher

a. Pulsasi Vena Jugularis: tidak terlihat

b. Pembesaran kelenjar: tidak ada

c. Kuduk kaku: tidak ada

d. Makula Eritema dan Krusta (+)

Page 7: stven johnson

7

d. Toraks

a.Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetri, terdapat mekula

eritema dan Krusta

b. Palpasi : tidak dilakukan

c.Perkusi : tidak dilakukan

d. Auskultasi : Vesikuler (+/+), rhonki (-/-), Wheezing (-/-).

e. Jantung

a.Inspeksi : iktus kordis tak tampak

b. Palpasi : iktus kordis teraba pada ICS V, Icm medial lines

midclavicula sinistra

c.Perkusi batas jantung:

Tidak dilakukan

Auskultasi : BJ I> BJ II, reguler, bising (-)

f. Abdomen

a.Inspeksi : bentuk dalam batas normal, pada kulit ditemukan

makula eritema dan krusta

b. Palpasi : organomegali (-)

c.Perkusi : Timpani

d. Auskultasi : bising usus (+) normal

g. Ekstremitas atas : Akral dingin (-),sianosis (-/-), makula eritema dan

krusta (+/+)

h. Ekstremitas bawah : Akral dingin (-),sianosis (-/-),makula eritema

dan krusta (+/-)

Page 8: stven johnson

8

i. Genitalia

Inspeksi :ditemukan ada makula eritema dan krusta pada labia

minora

2.4 Pemeriksaan penunjang

16 Februari 2016

HEMATOLOGI KLINIK

Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

Hb 9,4g% 12-16

LED - <20

Eritrosit 4,4 x 103/mm3 3,8-5,8 x 103/mm3

Leukosit 3,4x 103/mm3 4-11

Hematokrit 32,,8% 37-47

MCV 75 fl 76-96

MCH 21,3 pg 27-32

MCHC 28,7 g% 30-35

RDW 12,5 % 11-15

Trombosit 26 x 103/mm3 150-450

2.5 Diagnosis

a. Diagnosis Banding :

1. Toxic Epidermolysis Necroticans

2. Staphylococcal Scalded Skin Syndrom

b. Diagnosis Kerja : Steven Jhonson Sindrom ec drug eruption (bodrexin)

Page 9: stven johnson

9

2.6 Terapi

a. Non Farmakologi:

Istirahat

Edukasi tentang penyakit dan pilihan pengobatan

Diet makanan biasa

b. Farmakologi:

1. IVFD RL 10 tetes/menit

2. IV Cefotaxim 400 mg/12 jam

3. IV Ranitidin 1/3 amp/12 jam

4. IV Dexametason ½ amp/12 jam

5. CTM 3 X ½ tablet

2.7 Prognosis

o Dubia ad bonam

2.8 STATUS FOLLOW UP

Tanggal S O A & P TerapiSelasa, 16/2/2016

Gatal, perih, lesi pada kulit, nafsu makan baik, bab (+), bak (+)

HR : 68 x/i

RR : 16 x/i

Temp: 35,90C

Lesi pada kulit berupa makula eritema dan krustosa

DD: drug eruption ec bodrexin sirup

Saran Pemeriksaan:Darah rutin, Konsul : dokter kulit

IVFD RL 10 tetes/menit

IV Cefotaxim 250 mg/12 jam

IV Dexamethasone 1/2 amp/12 jam

IV Ranitidin 1/3 Amp/12 jam

CTM 3x ½ tab

Rabu, 17/2/2016

Gatal, perih, lesi pada kulit, nafsu makan baik, bab (+), bak (+)

HR : 120x/i

RR : 16 x/i

DD: steven jhonson et cause bodrexin

IVFD RL 10 tetes/menit

IV Cefotaxim 250

Page 10: stven johnson

10

Temp :36,70C

Lesi pada kulit berupa makula eritema dan krustosa

mg/12 jam

IV Dexamethasone 1/2 amp/12 jam

IV Ranitidin 1/3 Amp/12 jam

CTM 3X ½ tab

Eritromisin 3x3/4 cth

Cetirizin 1x ½ cth

Fuson cream 2 x sehari

Kamis, 18/2/2016

Gatal sudah mulai berkurang, perih juga sudah berkurang lesi sudah mulai mengering

HR : 95x/i

RR : 22x/i

Temp :36,50C

Lesi pada kulit berupa makula eritema dan krustosa

DD: steven jhonson et cause drug eruption bodrexin

IVFD dex 5% NS 0,45% 12 tetes/menit

IV Metilprednisolon 1/2 amp/8 jam

IV Ranitidin 1/3 Amp / 8 jam

Cetirizin 1x ½ cth

Eritromisin 3x3/4 cth

Fuson cream 2 x sehariJumat 19/2/2016

PBJ

Lesi kemerahan (↓), krusta (↓),Gatal sudah mulai berkurang, perih juga sudah berkurang lesi sudah mulai mengering

HR: 84x/i RR: 24x/i Temp : 36,7 0C

DD: steven jhonson et drug eruption cause bodrexin

IVFD dex 5% NS 0,45% 12 tetes/menit

IV Metilprednisolon 1/2 amp/8 jam

IV Ranitidin 1/3 Amp / 8 jam

Cetirizin 1x ½ cth

Eritromisin 3x3/4 cth

Fuson cream 2 x sehari

Page 11: stven johnson

11

BAB 3

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Definisi Steven Jhonson Syndrom

Sindrom Stevens-Johnson didefinisikan sebagai reaksi kumpulan gejala

sistemik dengan karakteristik yang mengenai kulit, mata dan selaput lendir

orifisium. Sindrom Stevens-Johnson merupakan bentuk berat dari eritema

multiforme, sehingga SSJ dikenal juga dengan sebutan eritema multiforme mayor.

Penyakit ini disebabkan oleh reaksi hipersensitif (alergi) terhadap obat; infeksi

HIV, penyakit jaringan ikat dan kanker merupakan faktor risiko penyakit ini.kasus

berhubungan dengan infeksi Mycoplasmapneumonia, kasus lainnya idiopatik atau

tidak diketahui penyebabnya2

Sindrom Steven-Johnson (SSJ) merupakan suatu kumpulan gejala klinis

erupsi mukokutaneus yang ditandai oleh trias kelainan pada kulit vesikulobulosa,

mukosa orifisium serta mata disertai gejala umum berat.Sinonimnya antara lain :

sindrom de Friessinger-Rendu, eritema eksudativum multiform mayor, eritema

poliform bulosa, sindrom muko-kutaneo-okular, dermatostomatitis, dll. Istilah

eritema multiforme yang sering dipakai sebetulnya hanya merujuk pada kelainan

kulitnya saja.2

Bentuk klinis SSJ berat jarang terdapat pada bayi, anak kecil atau orang

tua. Lelaki dilaporkan lebih sering menderita SSJ daripada perempuan.Tidak

terdapat kecenderungan rasial terhadap SSJ walaupun terdapat laporan yang

menghubungkan kekerapan yang lebih tinggi pada jenis HLA tertentu.3

Page 12: stven johnson

12

3.2 Etiologi

Etiologi SSJ sukar ditentukan dengan pasti karena dapat disebabkan oleh

berbagai faktor, walaupun pada umumnya sering dikaitkan dengan respons

imun terhadap obat.3

1. Beberapa faktor penyebab timbulnya SSJ diantaranya : infeksi (virus,

jamur, bakteri, parasit),

2. obat (salisilat, sulfa, penisilin, etambutol, tegretol, tetrasiklin, digitalis,

kontraseptif),

3. makanan (coklat),

4. fisik (udara dingin, sinar matahari, sinar X),

5. lain-lain (penyakit polagen, keganasan, kehamilan).

Faktor penyebab timbulnya Sindrom Stevens-Johnson4

Infeksi

virusjamurbakteriparasit

Herpes simpleks, Mycoplasma pneumoniae,

vaksiniakoksidioidomikosis,

histoplasmastreptokokus,Staphylococcs haemolyticus,

Mycobacterium tuberculosis,salmonelamalaria

Obat salisilat, sulfa, penisilin,

etambutol,tegretol, tetrasiklin,

digitalis, kontraseptif,

klorpromazin, karbamazepin,

kinin, analgetik/antipiretik

Makanan Coklat

Fisik udara dingin, sinar matahari, sinar X

Page 13: stven johnson

13

Lain-lain penyakit kolagen, keganasan, kehamilan

Keterlibatan kausal obat tersebut ditujukan terhadap obat yang diberikan

sebelum masa awitan setiap gejala klinis yang dicurigai (dapat sampai 21

hari). Bila pemberian obat diteruskan dan geja]a klinis membaik maka

hubungan kausal dinyatakan negatif. Bila obat yang diberikan lebih dari satu

macam maka semua obat tersebut harus dicurigai mempunyai hubungan

kausal.

Obat tersering yang dilaporkan sebagai penyebab adalah golongan salisilat,

sulfa, penisilin, antikonvulsan dan obat antiinflamasi non-steroid.

Sindrom ini dapat muncul dengan episode tunggal namun dapat terjadi

berulang dengan keadaan yang lebih buruk setelah paparan ulang terhadap

obat-obatan penyebab.

3.3 Epidemiologi

Sindrom steven johnson saat ini kejadiannya relatif meningkat. Salah satu

penyebab dari sindrom ini adalah alergi obat (50%) sementara masa sekarang

obat-obatan semakin mudah diperoleh secara bebas. Obat-obatan yang paling

sering diduga sebagai pencetus alergi adalah analgetik/antipiretik (45%),

Page 14: stven johnson

14

karbamazepin (20%), dan jamu (13,3%). Sebagian besar jamu dibubuhi oleh obat.

Obat lain yang diduga juga mencetuskan alergi antara lain amoksisilin,

kotrimoksasol, dilantin, klorokuin, seftriakson, dan adiktif. SSJ dapat berakibat

fatal sehingga tatalaksana segera perlu dilakukan.5

Pada SSJ, terjadi hipersensitivitas tipe II atau sitolitik. Sasaran utama pada

sindrom ini ialah kulit berupa destruksi keratosit. Terjadi aktivitas sel T (termasuk

CD4 dan CD8), IL-5 dan sitokin lain meningkat. CD4 terutama berada pada

dermis sedangkan CD8 pada epidermis. Keratinosit epidermal mengekspresi

ICAM-1, ICAM-2 dan MHC II. Sel langerhans tidak ada atau sedikit. TNF gama

di epidermis meningkat. Anak-anak di bawah usia 3 tahun belum memiliki

imunitas yang berkembang sehingga jarang dijumpai SSJ.5

3.4 Patofisiologi

Stevens-Johnson Syndrome merupakan penyakit hipersensitivitas yang

diperantarai oleh kompleks imun yang mungkin disebabkan oleh beberapa jenis

obat, infeksi virus, dan keganasan. Kokain saat ini ditambahkan dalam daftar obat

yang mampu menyebabkan sindroma ini.Hingga sebagian kasus yang terdeteksi,

tidak terdapat etiologi spesifik yang dapat diidentifikasi.8

Di Asia Timur, sindroma yang disebabkan carbamazepine dan fenitoin

dihubungkan erat dengan (alel B*1502 dari HLA-B). Sebuah studi di Eropa

menemukan bahwa petanda gen hanya relevan untuk Asia Timur. Berdasarkan

dari temuan di Asia, dilakukan penelitian serupa di Eropa, 61% SJS/TEN yang

diinduksi allopurinol membawa HLA-B58 (alel B*5801 – frekuensi fenotif di

Page 15: stven johnson

15

Eropa umumnya 3%), mengindikasikan bahwa resiko alel berbeda antar

suku/etnik, lokus HLA-B berhubungan erat dengan gen yang berhubungan.8

Patogenesisnya belum jelas, disangka disebabkan oleh reaksi hipersensitif

tipe III dan IV.Reaksi tipe III terjadi akibat terbentuknya komplek antigen

antibodi yang membentuk mikro-presitipasi sehingga terjadi aktifitas sistem

komplemen.Akibatnya terjadi akumulasi neutrofil yang kemudian melepaskan

lisozim dan menyebabkan kerusakan jaringan pada organ sasaran (target organ).

Reaksi hipersentifitas tipe IV terjadi akibat limfosit T yang tersintesisasi

berkontak kembali dengan antigen yang sama kemudian limfokin dilepaskan

sehingga terjadi reaksi radang.

Reaksi Hipersensitif tipe IIIHal ini terjadi sewaktu komplek antigen

antibodi yang bersirkulasi dalam darah mengendap didalam pembuluh darah atau

jaringan sebelah hilir.Antibodi tidak ditujukan kepada jaringan tersebut, tetapi

terperangkap dalam jaringan kapilernya.Pada beberapa kasus antigen asing dapat

melekat ke jaringan menyebabkan terbentuknya kompleks antigen antibodi

ditempat tersebut.Reaksi tipe III mengaktifkan komplemen dan degranulasi sel

mast sehingga terjadi kerusakan jaringan atau kapiler ditempat terjadinya rekasi

tersebut.Neutrofil tertarik ke daerah tersebut dan mulai memfagositosis sel-sel

yang rusak sehingga terjadi pelepasan enzim-enzim sel serta penimbunan sisa sel.

Hal ini menyebabkan siklus peradangan berlanjut 8

Reaksi Hipersensitif Tipe IVPada reaksi ini diperantarai oleh sel T, terjadi

pengaktifan sel T penghasil Limfokin atau sitotoksik oleh suatu antigen sehingga

terjadi penghancuran sel-sel yang bersangkutan. Reaksi yang diperantarai oleh sel

Page 16: stven johnson

16

ini bersifat lambat (delayed) memerlukan waktu 14 jam sampai 27 jam untuk

terbentuknya.

3.5 Gejala Klinis

gejala prodormal berkisar antara 1-14 hari berupa demam, lesu, batuk,

pilek, nyeri menelan, nyeri dada, muntah, pegal otot dan atralgia yang sangat

bervariasi dalam derajat berat dan kombinasi gejala tersebut. Setelah itu akan

timbul lesi di 6:

1. kulit : berupa eritema, papul, vesikel, atau bula secara simetris pada

hampir seluruh tubuh. Lesi yang spesifik berupa lesi target, nila bula

kurang dari 10% disebut SJS, 10-30% disebut SJS-TEN, lebih dari 30%

TEN. Sekitar 80% penyebab TEN adalah obat

Page 17: stven johnson

17

2. mukosa (mullut, tenggorokan, dan genitalia) : berupa vesikel, bula, erosi,

eksoriasi, perdarahan dan krusta berwarna merah.

3. Mata : berupa konjungtivitis kataralis, blefarokonjungtivitis, iritis,

iridosiklitis, kelopak mata edema dan sulit dibuka. Pada kasus berat terjadi

erosi dan perforasi kornea

3.6 Diagnosis

Diagnosis sindroma steven jhonson 80% ditegakkan berdasrakan klini.

Jika disebabkan oleh obat, ada korelasi antara pemberian obat dengan timbulnya

gejala. Diagnosis ditujukan terhadap manifestasi yang seseuai dengan tria

kelainan kulit, mukosa, mata, serta hubungannya dengan faktor penyebab yang

secara klinis terdapat lesi terbentuk target, iris atau mata sapi, kelainan pada

mukosa, demam. Selain itu didukung pemeriksaan laboratorium

3.7 Diagnosis diferensial

Ada 2 penyakit yang sangat mirip dengan sindroma steven jhonson

1. toxic epidermolysys necroticans. Sindroma steven jhonson sangat dekat

dengan TEN. SSJ dengan bula lebih dari 30% disebut TEN

2. staphylococcal scalded skin syndrom (Ritter Disease). Pada penyakit ini

lesi kulit ditandai dengan krusta yang mengelupas pada seluruh kulit.

Biasanya mukosa tidak terkena

Page 18: stven johnson

18

3.8 Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk mencari hubungan dengan

faktor penyebab serta untuk penatalaksanaan secara umum. Pemeriksaan

yang rutin dilakukan diantaranya adalah pemeriksaan darah tepi

(hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis, hitung eosinofil total,

LED), pemeriksaan imunologik (kadar imunoglobulin, komplemen C3 dan

C4, kompleks imun), biakan kuman serta uji resistensi dari darah dan

tempat lesi, serta pemeriksaan histopatologik biopsi kulit.

2. Hasil biopsi dapat menunjukkan adanya nekrosis epidermis dengan

keterlibatan kelenjar keringat, folikel rambut dan perubahan dermis.

3. Anemia dapat dijumpai pada kasus berat yang menunjukkan gejala

perdarahan.

4. Leukosit biasanya normal atau sedikit meninggi, dan pada hitung jenis

terdapat peninggian eosinofil.

5. Kadar IgG dan IgM dapat meninggi, C3 dan C4 normal atau sedikit

menurun, dan dapat dideteksi adanya kompleks imun yang beredar.

6. Pemeriksaan histopatologik dapat ditemukan gambaran nekrosis di

epidermis sebagian atau menyeluruh, edema intrasel di daerah epidermis,

pembengkakan endotel, serta eritrosit yang keluar dari pembuluh darah

dermis superfisial.

7. Pemeriksaan imunofluoresen dapat memperlihatkan endapan IgM, IgA,

C3, dan fibrin. Untuk mendapat hasil pemeriksaan imunofluoresen yang

baik maka bahan biopsi kulit harus diambil dari lesi baru yang berumur

kurang dari 24 jam.8

Page 19: stven johnson

19

3.9 Terapi

Penatalaksanaan utama adalah menghentikan obat yang diduga sebagai

penyebab SSJ, sementara itu kemungkinan infeksi herpes simplex dan

Mycoplasma Pneumonia harus disingkirkan. Selanjutnya perawatan bersifat

simtomatik. 8

1. antihistamin dianjurkan untuk mengatasi gejala pruritus/ gatal bisa dipakai

Feniramin hidrogen maleat (Avil) dapat diberikan dengan dosis untuk usia

1-3 tahun 7,5 mg/dosis, untuk usia 3-12 tahun 15 mg/dosis, diberikan 3 x

sehari, sedangkan untuk setirizin dapat diberikan dosis untuk usia anak 2-5

tahun : 2.5 mg/dosis 1xsehari, lbh > 6 tahun : 5-10 mg/dosis, 1xsehari.

2. Bister kulit bisa dikompres basah dengan larutan burowi

3. Papula dan makula pada kulit baik intak diberikan steroid topikal, kecuali

kulit yang terbuka

4. Pengobatan infeksi kulit dengan antibiotika. Antibiotika yang paling

berisisko tinggi adalah lactam dan sulfa jangan digunakan. Untuk terapi

awal dapat diberikan antibiotika sprektum luas, selanjutnya berdasarkan

hasil biakan dan uji resistensi kuman dari sediaan leesi kulit dan darah.

Terapi infeksi sekunder menggunakan antibiotika yang jarang

menimbulkan alergi, bersprektrum luas, bersifat bakterisidial dan tidak

bersifat nefrotoksik, misalnya klindamisin 8-16 mg/kgBB/hari secara

intravena, diberikan 2x/hari.

5. Kortikosteroid: dexametason dosis awal 1 mg/kgbb bolus intravena,

kemudian dilanjutkann 0,2-0,5 mg/kgbb intravena tiap 6 jam. Penggunaan

steroid sistemik masih kontroversi. Beberapa peneliti menyetujui

Page 20: stven johnson

20

pemberian kortikosteroid akan menurunkan beratnya penyakit,

mempercepat konvalesensi, mencegah komplikasi berat, menghentikan

progresivitas penyakit dan mencegah kekambuhan. Beberapa literatur

menyatakan pemberian kortikosteroid sistemik dapat mengurangu

inflamasi dengan cara memperbaiki integritas kapiler, memacu sintesa

lipokortin, menekan ekspresi molekul adesi. Selain itu kortikosteroid dapat

meregulasi respon imun melalui down regulation ekspresi gen sitokin.

Mereka yang tidak setuju pemberian kortikosteroid akan menghambat

penyembuhan luka, meningkatkan resiko infeksi, menutupi tanda awal

sepsis, perdarahan gastrointestinal dan meningkatkan mortalitas. Faktor

lain yang harus dipertimbangkan yaitu harus tappering off 1-3 minggu.

Bila tidak ada perbaikan dalam 3-5 hari, maka sebaiknya pemberian

kortikoteroid dihentikan. Lesi mulut diberi kenalog in orabase.

6. Intravena imunoglobulin. Dosis awal dengan 0.5 mg/kgbb pada harri

1,2,3,4dan 6 masuk rumah sakit. Pemberian IVIG akan menghambat

reseptor FAS dalam proses kematian keratinosit yang dimediasi FAS.

7. Diet rendah garam dan tinggi protein merupakan pola diet yang dianjurkan

kepada penderita. Akibat penggunaan preparat kortikosteroid dalam

jangka waktu lama, penderita mengalami retensi natrium dan kehilangan

protein, dengan diet rendah garam dan tinggi protein diharapkan kon-

sentrasi garam dan protein penderita dapat kembali normal. Penderita

selain menjalani diet rendah garam dan tinggi protein, dapat juga diberikan

makanan yang lunak atau cair, terutama pada penderita yang sukar

menelan.

Page 21: stven johnson

21

8. Vitamin yang diberikan berupa vitamin B kompleks dan vitamin C.

Vitamin B kompleks diduga dapat memperpendek durasi penyakit.

Vitamin C diberikan dengan dosis 500 mg atau 1000 mg sehari dan

ditujukan terutama pada penderita dengan kasus purpura yang luas

sehingga pemberian vitamin dapat membantu mengurangi per-meabilitas

kapiler

Perawatan konservatif ditujukan untuk:

1. Perawatan lesi kulit yang terbuka, seperti perawatan luka bakar.

Koordinasi dengan unit luka bakar sangat dierlukan.

2. Terapi cairan dan elektorlit. Lesi yang terbuka seringkali disertai

pengeluaran cairan disertai elektrolit.

3. Alimentasi kalori dan protein secara parenteral. Lesi pada saluran cerna

menyebabkan kesulitan asupan makanan dan minuman.

4. Pengendalian nyeri. Penggunaan NSAID beresiko paling tinggi sebaiknya

tidak digunakan untuk mengatasi nyeri.

Perawatan pada Kulit

Lesi kulit tidak memerlukan pengobatan spesifik, kebanyakan penderita

merasa lebih nyaman jika lesi kulit diolesi dengan ointment berupa

vaselin, polisporin, basitrasin. Rasa nyeri seringkali timbul pada lesi kulit

dikarenakan lesi seringkali melekat pada tempat tidur. Lesi kulit yang

erosive dapat diatasi dengan memberikan sofratulle atau krim sulfadiazine

perak, larutan salin 0,9% atau burow. Kompres dengan asam salisilat 0,1%

dapat diberikan untuk perawatan lesi pada kulit. Kerjasama antara dokter

gigi dan dokter spesialis ilmu penyakit kulit dan kelamin sangat diperlukan

Page 22: stven johnson

22

Perawatan pada Mata

Perawatan pada mata memerlukan kebersihan mata yang baik,kompres

dengan larutan salin serta lubrikasi mata dengan air mata artificial dan

ointment. Pada kasus yang kronis,suplemen air mata seringkali digunakan

untuk mencegah terjadinya corneal epithelial breakdown. Antibiotik

topikal dapat digunakan untuk menghindari terjadinya infeksi sekunder.

Perawatan pada genital

salin dan petroleum berbentuk gel sering digunakan pada area genital

penderita. Penderita sindrom Stevens-Johnson yang seringkali mengalami

gangguan buang air kecil akibat uretritis, balanitis, atau vulvovaginitis,

maka kateterisasi sangat diperlukan untuk memperlancar buang air kecil.

Perawatan pada Oral

Rasa nyeri yang disebabkan lesi oral dapat dihilangkan dengan pemberian

anastetik topical dalam bentuk larutan atau salep yang mengandung

lidokain 2%. Campuran 50% air dan hydrogen peroksida dapat digunakan

untuk menyembuhkan jaringan nekrosis pada mukosa pipi. Antijamur dan

antibiotik dapat digunakan untuk mencegah superin-feksi. Lesi pada

mukosa bibir yang parah dapat diberikan perawatan berupa kompres asam

borat 3%. Lesi oral pada bibir diobati dengan boraks-gliserin atau

penggunaan triamsinolon asetonid. Triamsinolon asetonid merupakan

preparat kortikosteroid topical. Kortikosteroid yang biasa digunakan pada

lesi oral adalah bentuk pasta. Pemakaian pasta dianjurkan saat sebelum

Page 23: stven johnson

23

tidur karena lebih efektif. Sebelum dioleskan, daerah sekitar lesi harus

dibersihkan terlebih dahulu

3.10 Prognosis

Prognosis kasus yang tidak berat, prognosis baik, dan penyembuhan

terjadi dalam waktu 2-3 minggu. Kematian berkisar antara 5-15% pada kasus

berat dengan berbagai komplikasi atau pengobatan terlambat dan tidak memadai.

Prognosis lebih berat bila terjadi purpura yang lebih luas. Kematian biasanya

disebabkan oleh gangguan kesimbangan cairan dan elektrolit, bronkopneumonia,

serta sepsis.

Page 24: stven johnson

24

BAB 4

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Sindrom Stevens-Johnson adalah penyakit mukokutan akut dengan tiga

gejala yang khas, yaitu kelainan pada mata berupa konjungtivitis, kelainan pada

oral berupa stomatitis, serta kelainan pada genital berupa balanitis dan

vulvovaginitis. Mani-festasi oral hampir sepenuhnya terjadi pada penderita

Sindrom Stevens-Johnson. Pada seluruh permukaan oral dapat terjadi lesi seperti

mukosa bibir, lidah, palatum mole, palatum durum, mukosa pipi sedangkan lesi

jarang terdapat pada gusi. Perawatan pada penderita sindrom Stevens-Johnson

lebih ditekankan pada perawatan simtomatik dan suportif karena etiologinya

belum diketahui secara pasti.

Page 25: stven johnson

25

DAFTAR PUSTAKA

1. Swapnil S Deore, Rishikesh C Dandekar, Aarti M Mahajan, Vaishali V

Shiledar, Drug Induced - Stevens Johnson Syndrome, International

Journal of Scientific Study, vol 2, no.2, 2014

2. Jeanclauderoujeau, m.d., Judithp. kelly, m.s., Luiginaldi,m.d., Bertholdr zany,

m.d.,Robert s. s tern, m.d., Heresa anderson, r.n., Arianea uquier, m.s., s,

Medication use and the risk of stevens–johnson syndrome or

toxicepidermal necrolysis, the new england journal of medicine, vol 333

no.24 1995

3. Satyanand Tyagi, Sachin Kumar, Amit Kumar, Mohit Singla and Abhishek

Singh, Stevens-johnson syndrome-A life threatening skin disorder, Journal

of Chemical and Pharmaceutical Research, vol 2 no.2 2010

4. Danish Qureshi, Lokendra Dave1, Ramakant Dixit, Stevens Johnson syndrome

due to nevirapine, Indian Journal of Allergy, vol 28, no 1, 2014

5. Syed Ahmad Ali Gardezi, Atif Hasnain Kazmi, Shahbaz Aman, Muhammad

Nadeem,Muhammad Salim Khan, Masood Sohail, A clinicoetiological

study of Stevens-Johnsonsyndrome and toxic epidermal necrolysis, Journal

of Pakistan Association of Dermatologists, vol 23, no.1, 2013

6. Jaafer m. kurmanji, Manal m. younus, Maytham h. a. al-amiry, Steven johnson

syndrome, International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical

Sciences, vol 4, no 4, 2012

7. Matthew Smelik, MD, Stevens-Johnson Syndrome, The Permanente Journal

vol 6 no. 1, 2012

Page 26: stven johnson

26

8. Ariyanto harsono, Sindroma steven jhonson diagnosis dan penatalaksanaan,

Artikel, Surabaya, 2006.