10
| Tabloid Dwi Mingguan Pemerintah Provinsi Bali Edisi 8 | 16 - 30 April 2013 | Bali Mandara www.baliprov.go.id E-mail: [email protected] Terbit 12 Halaman SOLUSI untuk menjawab gejala keprihatinan atas nasib dan masa depan buah lokal agaknya makin dekat untuk direalisasikan. Bersitan optimistik itu muncul dari forum Seminar Pemantapan Rancangan Peraturan Daerah Perlindungan Buah Lokal yang digelar di Gedung DPRD Bali pada pertengahan Februari 2013 lalu. G G ubernur Bali Made Mangku Pastika saat membuka seminar tersebut menyerukan agar masyarakat mendukung gerakan un- tuk memilih makan buah lokal dari pada memilih buah impor. “Saya sejak menjabat gubernur selalu memilih mengkonsumsi buah lokal. Para tamu pasti saya sug- uhkan buah-buahan dan kue khas Bali,” ungkapnya. Guna mendukung aksi pelestarian dan penyela- matan buah lokal, gubernur juga mengimbau agar pihak hotel ikut berpartisipasi aktif dengan menyuguhkan produk buah lokal bagi tamu. “Saya juga akan mem- buat surat edaran agar para bupati dan jajaran SKPD seluruh Bali memimpin gerakan penyelamatan buah lokal ini,” katanya di sela seminar yang juga dihadiri Ketua Pansus Perda Buah Lokal Nyoman Sugawa Kory, Ketua DPRD Bali AA Ngurah Ratmadi, Kadis Pertanian Tanaman Pangan IB Wisnuardana, Ketua HKTI Prof Dr Nyoman Suparta, dan jajaran instansi terkait itu. Ketua Pansus Nyoman Sugawa Kory menjelaskan, rencana pembuatan Perda ini dilatarbelakangi semakin menurunnya sektor pertanian yang menurut data tera- khir hanya berkontribusi 19% di sektor ekonomi Bali. “Pa- dahal pada 1971, kontribusinya sampai 65 %. Harus ada langkah untuk menyeimbangkannya kembali,” jelasnya. Selain itu, Perda ini juga akan bisa berjalan sei- ring dengan program Bali Mandara yang digulirkan pemprov Bali. “Intinya kita juga ingin melindungi kaum petani, agar pertanian dapat besinergi dengan sektor pariwisata karena budaya kita sangat lekat dengan pertanian dan lingkungan,” tambah Sugawa. Dalam pengarahannya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga mengingatkan, buah-buahan merupakan bidang yang sangat potensial untuk lebih dikembangkan di Bali mengingat begitu banyak ritu- al yang menggunakan buah-buahan apalagi jika bisa mendukung sektor pariwisata. “Buah-buahan Bali itu khas dan punya keunggulan tersendiri bila dibanding- kan dengan buah-buah impor. Hanya sayang selama ini buah impor begitu mendominasi dan menjadi ke- biasaan yang berkembang di masyarakat,” katanya. Selain itu, lanjut Pastika, pengembangan buah lokal sangat mendukung langkah membangun Bali sebagai pulau organik seperti halnya program yang dicanangkan Pemprov. Begitu pula dengan program Simantri yang juga emnyasar ke pengembangan sektor pertanian. ”Jika nantinya produksi buah kita bisa meningkat ditambah bila dibudidayakan dengan konsep organik, maka pari- wisata kita akan bisa dijual lebih mahal,” tegasnya. Pastika menambahkan, selama ini konsumsi buah lokal masyarakat masih rendah hanya 31,56 gram per hari per orang, padahal produksi buah cukup melim- pah sehingga kita kelebihan produksi buah lokal. Banyaknya buah impor juga berpengaruh pada tu- runnya daya saing buah lokal di pasaran. “Untuk itu, Perda ini sangat penting untuk melindungi pertanian kita,” tandas gubernur.” NOERMAN Tentang Buah Lokal, Baca Hal.6-7 Gerakan Makan Buah Lokal Gerakan Makan Buah Lokal KEKHAWATIRAN berb- agai kalangan bahwa pelajaran Bahasa Bali akan dihapus dari daftar mata pelajaran semua jenjang pendidikan di Bali ter- jawab sudah. Mata pelajaran Bahasa Daerah Bali tetap ma- suk ke dalam kurikulum mua- tan lokal (Mulok) tahun ajaran 2013/2014, dengan jumlah jam pelajaran yang akan diberikan pada setiap jenjang pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada Pemda Bali. Kepastian itu disampaikan Wakil Menteri Pendidikan (Wa- mendik) Prof. Muskar Kasim kepada rombongan Pemprov Bali yang mengadakan koordi- nasi ke Jakarta 3 April 2013 lalu, sebagaimana juga diberitakan di web Pemprov Bali. “Koordi- nasi antara rombongan Pem- prov Bali dengan Wamen Pen- didikan Prof. Muskar Karim itu mendapatkan bahwa mata pela- jaran Bahasa Daerah Bali tetap masuk ke dalam kurikulum muatan lokal kita,” jelas Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng, SP, M.Si di Denpasar, awal April 2013. Kepastian itu diberikan Wa- mendik pada pukul 09.00 WIB saat rombongan Pemprov Bali mengadakan pertemuan dengan Wamendik di kantor Kemen- trian Pendidikan RI di Jakarta. Rombongan Pemprov Bali yang melakukan koordinasi dengan Kemendikbud RI yang terdiri atas anggota Komisi IV DPRD Bali (Tjokorda Kertyasa, Kari Subali, dan Utami), Kadisdikpo- ra Bali (Ngurah Sujaya), Kepala LPMP Bali (Made Alit Mariana) dan Ketua Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali dan anggota lainnya. Bersambung hal. 11 Bahasa Bali Tetap Masuk Kurikulum Mulok 2013/2014 Tanggulangi Rabies Pemprov Terima Penghargaan PBB PEMPROV Bali menerima sertifikat penghar- gaan dari Badan PBB, World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) karena prestasinya dalam penanggulangan rabies dan menurunkan kasus rabies di Bali secara signifi- kan. Kabar ini juga dipapar di web Pemprov Bali. Gubernur Bali dalam sambutan yang dibacakan oleh Plt. Sekda Provinsi Bali Gubernur membena- rkan Pemprov Bali telah berupaya semaksimal mungkin mengurangi kasus rabies sejak Agustus 2012. Hingga saat ini sudah tidak ada lagi laporan kasus meninggal karena penyakit rabies. Gubernur juga menekankan agar jajaran Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali lebih fokus merealisasikan secara sistematis dan menyeluruh guna mewujudkan Bali Bebas Rabies pada 2015. Perwakilan WHO, Dr. Graham Staines dan FAO, James Mc.Grane, sangat mengapresiasi keberhasi- lan Pemprov Bali dalam menurunkan kasus rabies pada manusia secara drastis sebesar 90% sejak 2010. Selain penyerahan sertifikat penghargaan, acara juga dirangkaikan dengan Pencanangan Vaksinasi Massal Rabies Tahap IV yang juga di- buka secara langsung oleh Plt. Sekda didampingi oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan He- wan (Disnakkeswan) Propinsi Bali serta Direktur Kesehatan Hewan Dirjen Peternakan dan Kesehat- an Hewan Kementerian Pertanian. Dalam laporannya, Kepala Disnakkeswan Provinsi Bali, I Putu Sumantra menyampaikan bahwa vaksinasi massal ini akan diselenggara- kan selama 3 bulan dari 2 April 2013 hingga Juli 2013 oleh 130 tim vaksinasi dengan jumlah per- sonel sekitar 780 orang serta vaksin untuk He- wan Penular Rabies (HPR) sebanyak 300.000 do- sis dan sebanyak 190.000 dosis masih diproduksi lagi. Sumantra juga menyampaikan agar seluruh lapisan masyarakat ikut serta membantu pen- anggulangan penyakit rabies minimal dengan melaporkan kasus gigitan anjing yang dicurigai terinfeksi rabies agar dapat dilakukan vaksnisasi pada daerah yang terjangkit dan eliminasi he- wan yang terjangkit virus. NOERMAN BaliMandara/pemprovbali TANGGULANGI RABIES: Perwakilan PBB menyerahkan sertifikat penghargaan kepada Pemprov Bali. BaliMandara/sustrawan

Tabloid Bali Mandara Edisi VIII 16 - 30 April 2013

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Tabloid Bali Mandara adalah sebuah wahana yang khusus menjadi bahan informasi program pembangunan daerah, khususnya dalam memantapkan implementasi program-program prioritas dalam pengentasan kemiskinan di daerah Bali. Kehadiran tabloid Bali Mandara, dengan karakteristik fisik dan substansi materi yang berbeda dengan media massa cetak yang telah ada di Bali, diharapkan mampu membawa misi penyampaian informasi pembangunan kepada masyarakat di seluruh pelosok Bali.

Citation preview

Page 1: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

| Tabloid Dwi Mingguan Pemerintah Provinsi BaliEdisi 8 | 16 - 30 April 2013 |

Bali Mandarawww.baliprov.go.id

E-mail: [email protected] Terbit 12 Halaman

Bali MandaraEdisi 8 | 16 - 30 April 2013

12

SOLUSI untuk menjawab gejala keprihatinan atas nasib dan masa depan buah lokal agaknya makin

dekat untuk direalisasikan. Bersitan optimistik itu muncul dari forum Seminar Pemantapan Rancangan

Peraturan Daerah Perlindungan Buah Lokal yang digelar di Gedung DPRD Bali pada pertengahan

Februari 2013 lalu.

GGubernur Bali Made Mangku Pastika saat membuka seminar tersebut menyerukan agar masyarakat mendukung gerakan un-

tuk memilih makan buah lokal dari pada memilih buah impor. “Saya sejak menjabat gubernur selalu memilih mengkonsumsi buah lokal. Para tamu pasti saya sug-uhkan buah-buahan dan kue khas Bali,” ungkapnya.

Guna mendukung aksi pelestarian dan penyela-matan buah lokal, gubernur juga mengimbau agar pihak hotel ikut berpartisipasi aktif dengan menyuguhkan produk buah lokal bagi tamu. “Saya juga akan mem-buat surat edaran agar para bupati dan jajaran SKPD seluruh Bali memimpin gerakan penyelamatan buah lokal ini,” katanya di sela seminar yang juga dihadiri Ketua Pansus Perda Buah Lokal Nyoman Sugawa Kory, Ketua DPRD Bali AA Ngurah Ratmadi, Kadis Pertanian Tanaman Pangan IB Wisnuardana, Ketua HKTI Prof Dr Nyoman Suparta, dan jajaran instansi terkait itu.

Ketua Pansus Nyoman Sugawa Kory menjelaskan, rencana pembuatan Perda ini dilatarbelakangi semakin menurunnya sektor pertanian yang menurut data tera-khir hanya berkontribusi 19% di sektor ekonomi Bali. “Pa-dahal pada 1971, kontribusinya sampai 65 %. Harus ada langkah untuk menyeimbangkannya kembali,” jelasnya.

Selain itu, Perda ini juga akan bisa berjalan sei-

ring dengan program Bali Mandara yang digulirkan pemprov Bali. “Intinya kita juga ingin melindungi kaum petani, agar pertanian dapat besinergi dengan sektor pariwisata karena budaya kita sangat lekat dengan pertanian dan lingkungan,” tambah Sugawa.

Dalam pengarahannya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga mengingatkan, buah-buahan merupakan bidang yang sangat potensial untuk lebih dikembangkan di Bali mengingat begitu banyak ritu-al yang menggunakan buah-buahan apalagi jika bisa mendukung sektor pariwisata. “Buah-buahan Bali itu khas dan punya keunggulan tersendiri bila dibanding-kan dengan buah-buah impor. Hanya sayang selama ini buah impor begitu mendominasi dan menjadi ke-biasaan yang berkembang di masyarakat,” katanya.

Selain itu, lanjut Pastika, pengembangan buah lokal sangat mendukung langkah membangun Bali sebagai pulau organik seperti halnya program yang dicanangkan Pemprov. Begitu pula dengan program Simantri yang juga emnyasar ke pengembangan sektor pertanian. ”Jika nantinya produksi buah kita bisa meningkat ditambah bila dibudidayakan dengan konsep organik, maka pari-wisata kita akan bisa dijual lebih mahal,” tegasnya.

Pastika menambahkan, selama ini konsumsi buah lokal masyarakat masih rendah hanya 31,56 gram per hari per orang, padahal produksi buah cukup melim-pah sehingga kita kelebihan produksi buah lokal. Banyaknya buah impor juga berpengaruh pada tu-runnya daya saing buah lokal di pasaran. “Untuk itu, Perda ini sangat penting untuk melindungi pertanian kita,” tandas gubernur.” NOERMAN

Tentang Buah Lokal,Baca Hal.6-7

Gerakan Makan Buah LokalGerakan Makan Buah Lokal

KEKHAWATIRAN berb-agai kalangan bahwa pelajaran Bahasa Bali akan dihapus dari daftar mata pelajaran semua jenjang pendidikan di Bali ter-jawab sudah. Mata pelajaran Bahasa Daerah Bali tetap ma-suk ke dalam kurikulum mua-tan lokal (Mulok) tahun ajaran 2013/2014, dengan jumlah jam pelajaran yang akan diberikan

pada setiap jenjang pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada Pemda Bali.

Kepastian itu disampaikan Wakil Menteri Pendidikan (Wa-mendik) Prof. Muskar Kasim kepada rombongan Pemprov Bali yang mengadakan koordi-nasi ke Jakarta 3 April 2013 lalu, sebagaimana juga diberitakan di web Pemprov Bali. “Koordi-

nasi antara rombongan Pem-prov Bali dengan Wamen Pen-didikan Prof. Muskar Karim itu mendapatkan bahwa mata pela-jaran Bahasa Daerah Bali tetap masuk ke dalam kurikulum muatan lokal kita,” jelas Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng, SP, M.Si di Denpasar, awal April 2013.

Kepastian itu diberikan Wa-mendik pada pukul 09.00 WIB saat rombongan Pemprov Bali

mengadakan pertemuan dengan Wamendik di kantor Kemen-trian Pendidikan RI di Jakarta.Rombongan Pemprov Bali yang melakukan koordinasi dengan Kemendikbud RI yang terdiri atas anggota Komisi IV DPRD Bali (Tjokorda Kertyasa, Kari Subali, dan Utami), Kadisdikpo-ra Bali (Ngurah Sujaya), Kepala LPMP Bali (Made Alit Mariana) dan Ketua Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali dan anggota lainnya.

Bersambung hal. 11

Bahasa Bali Tetap Masuk Kurikulum Mulok 2013/2014

Tanggulangi Rabies

Pemprov Terima Penghargaan PBB PEMPROV Bali menerima sertifikat penghar-

gaan dari Badan PBB, World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) karena prestasinya dalam penanggulangan rabies dan menurunkan kasus rabies di Bali secara signifi-kan. Kabar ini juga dipapar di web Pemprov Bali.

Gubernur Bali dalam sambutan yang dibacakan oleh Plt. Sekda Provinsi Bali Gubernur membena-rkan Pemprov Bali telah berupaya semaksimal mungkin mengurangi kasus rabies sejak Agustus 2012. Hingga saat ini sudah tidak ada lagi laporan kasus meninggal karena penyakit rabies. Gubernur juga menekankan agar jajaran Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali lebih fokus merealisasikan secara sistematis dan menyeluruh guna mewujudkan Bali Bebas Rabies pada 2015.

Perwakilan WHO, Dr. Graham Staines dan FAO, James Mc.Grane, sangat mengapresiasi keberhasi-lan Pemprov Bali dalam menurunkan kasus rabies pada manusia secara drastis sebesar 90% sejak 2010. Selain penyerahan sertifikat penghargaan, acara juga dirangkaikan dengan Pencanangan Vaksinasi Massal Rabies Tahap IV yang juga di-buka secara langsung oleh Plt. Sekda didampingi oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan He-wan (Disnakkeswan) Propinsi Bali serta Direktur Kesehatan Hewan Dirjen Peternakan dan Kesehat-an Hewan Kementerian Pertanian.

Dalam laporannya, Kepala Disnakkeswan Provinsi Bali, I Putu Sumantra menyampaikan bahwa vaksinasi massal ini akan diselenggara-kan selama 3 bulan dari 2 April 2013 hingga Juli 2013 oleh 130 tim vaksinasi dengan jumlah per-sonel sekitar 780 orang serta vaksin untuk He-wan Penular Rabies (HPR) sebanyak 300.000 do-sis dan sebanyak 190.000 dosis masih diproduksi lagi. Sumantra juga menyampaikan agar seluruh lapisan masyarakat ikut serta membantu pen-anggulangan penyakit rabies minimal dengan melaporkan kasus gigitan anjing yang dicurigai terinfeksi rabies agar dapat dilakukan vaksnisasi pada daerah yang terjangkit dan eliminasi he-wan yang terjangkit virus. NOERMAN

BaliMandara/pemprovbaliTANGGULANGI RABIES: Perwakilan PBB menyerahkan sertifi kat penghargaan kepada Pemprov Bali.

GUBERNUR Bali Made Mangku Pastika didampingi

Ny.Ayu Pastika kembali menginap di rumah penduduk

penerima program bedah rumah Pemprov Bali. Kali ini, Gubernur menginap di rumah

Made Open, warga Banjar Delod Pura Desa Sidatapa,

Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, 13-14 April 2013.

Sebagaimana juga dikabarkan di web Pemprov Bali, hal ini

disampaikan Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Drs.

I Ketut Teneng,SP, M.Si.

Diuraikan Ketut Teneng, Gubernur Mangku Pastika meluncur ke

Sidatapa setelah pagi harinya menggelar kegiatan Simakra-ma yang dirangkai dengan pe-nyerahan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dan Hibah kepa-da Desa Pakraman, Subak dan

Subak Abian di Gedung Sasana Budaya, Singaraja. Gubernur tiba di Desa Sidatapa pada Sab-tu (13/4) pukul 17.30 Wita, lan-jut meninjau dan meresmikan Toko Serba Ada (Toserba) yang

dibangun dari dana Gerbang-sadu Mandara (GSM).

Selain itu, seperti jug di-beritakan di web Pemprov Bali, Gubernur juga meninjau lokasi longsor di kawasan Sidatapa

lanjut menuju SD 1 Sidatapa B untuk melakukan Simakrama dengan masyarakat setempat. Dalam tatap muka dengan ma-syarakat, Gubernur menyerap berbagai aspirasi yang berkem-bang khususnya terkait pelak-sanaan sejumlah program Bali Mandara di desa itu. Untuk menghibur masyarakat setem-pat, kegiatan Simakrama juga dimeriahkan pementasan Bon-dres.

Selanjutnya, mengawali kegiatan pada 14 April 2013, Gubernur juga meninjau pelaksanaan program bedah rumah, hutan lindung dan Simantri. Guna mendukung upaya pelestarian alam, Gu-bernur melakukan penana-man pohon dan pelepasan burung di kawasan Hutan Lindung Batunggul. Selain itu, Gubernur juga menyerah-kan bantuan berupa 200 buah bibit pohon durian kepada masyarakat setempat. Dalam

bidang kesehatan, digelar lay-anan kesehatan gratis berupa Posyandu, kesehatan dasar dan kesehatan mata. Sebagai wujud apresiasi atas hasil karya masyarakat Sidatapa, Gubernur juga akan menyak-sikan pameran kerajinan yang digelar masyarakat setempat.

Agenda menginap di rumah warga ini, kata Teneng, bertu-juan mengefektifkan program pengentasan kemiskinan yang menjadi fokus perhatian Gu-bernur. Selain itu, melalui ke-giatan ini Gubernur juga ingin makin dekat dan merasakan secara langsung kehidupan rakyatnya. Desa Sidatapa yang berpenduduk 2014 KK meru-pakan salah satu desa yang pada 2012 menerima Program Gerbangsadu. Selain itu, desa yang masyarakatnya seba-gian besar bermata pencarian sebagai petani tersebut juga menerima bantuan Simantri.

NOERMAN

Lagi, Gubernur Menginap di Bedah Rumah

GUNA mendengar aspirasi para sulinggih dalam kedudukannya seb-agai tokoh agama dan sebagai panu-tan masyarakat di dalam menjalankan swadarmaning agama, Pemprov Bali menggelar Dharma Santhi sekaligus Dharma Tula dengan para sulinggih se-Bali. Berita ini juga sebagaimana dimuat di web Pemprov Bali.

“Acara seperti ini betul-betul sangat penting diadakan dan terus dikem-bangkan untuk dijadikan benteng dalam menghadapi berbagai persoalan dalam perkembangan kehidupan ma-syarakat sekarang,” demikian peng-galan sambutan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam acara Dharma Santhi Gubernur Bali dengan para

sulinggih se-Bali di Gedung Ksirarna-wa Taman Budaya Denpasar, 15 April 2013.

Gubernur berharap, kegiatan ini bisa dijadikan sebagai dasar untuk me-ningkatkan keyakinan dalam melak-sanakan tugas dan membawa Bali dalam tantangan global seperti saat ini. Acara Dharma Santhi ini diawali dengan melakukan pemujaan oleh Ida Pedanda Gede Putera. Dharma Santhi ini mengusung tema ‘Melalui Dharma Santhi Para Sulinggih Kita Mantapkan Upaya Pembinaan Umat dalam Mem-bangun Kehidupan Bersama yang Berkualitas Menuju Bali yang Santhi dan Jagadhita”.

Pastika juga menambahkan bahwa

berbagai program Pemprov yang sudah berjalan, sudah termasuk ikut mendu-kung kegiatan dalam meningkatkan pembangunan niskala (spiritual) dan skala utamanya seperti kesejahteraan masyarakat. Dalam kesempatan ini juga Pastika mengajak para sulinggih bersama-sama ikut mendoakan dan ikut membantu suasana Bali agar tetap aman dan kondusif.

Berbagai masukan lantas diberikan oleh sulinggih mengenai pembangu-nan masyarakat Bali. Salah satunya dari Ida Pedanda Gede Mangusta asal Jembrana, yang menyampaikan bahwa pemerintah harus benar-benar bisa menjaga dan menyatukan Parisadha Hindu maupun para sulinggih selu-

ruh Bali demi keajegan Bali. Gubernur menanggapi bahwa pada kesempatan selanjutnya akan kembali memfasili-tasi pertemuan-pertemuan para tokoh agama yang melibatkan PHDI Bali maupun MUDP Bali untuk membi-carakan berbagai persoalan.

Di acara ini, masing-masing dari ka-bupaten hadir 25 sulinggih yang didam-pingi Kandep Agama masing-masing Kabupaten. Sementara Gubernur Bali didampingi Sekda Provinsi Bali Cokor-da Ngurah Pemayun, SH, MH, Kadisbud Ketut Suastika, SH, dan Karo Humas I Ketut Teneng SP, M.Si. Turut juga hadir Ketua PHDI Bali Drs. I Gusti Ngurah Sudiana M.Si dan Ketua MUDP Jero Gede Suwena Putus. SUSTRAWAN

Dharma Santhi Para Sulinggih Se-Bali

DALAM mewujudkan Bali yang Mandara, Pemprov Bali berupaya terus untuk mem-perhatikan kehidupan ma-syarakat terutama bidang kesejahteraannya. Mengin-gat masih banyak masyara-kat yang memerlukan ulu-ran bantuan dari Pemerintah karena keterbatasan mereka. Untuk itu, Badan Koordi-nasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Provinsi Bali bekerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Bali melaku-kan salah satu kegiatan sosial untuk membantu masyarakat Penyandang Masalah Kese-jahteraan Sosial (PMKS).

“Dalam upaya menangani permasalahan sosial BK3S Provinsi Bali yang juga selaku lembaga sosial bekerjasama dengan Pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Provinsi Bali Tahun 2013 memberikan bantuan berupa alat-alat bagi penyandang cacat yaitu kursi

roda bagi masyarakat yang kurang mampu,” demikian arahan Ketua Umum BK3S Ny. Ayu Pastika yang didam-pingi Kadis Sosial Provinsi Bali Drs. I Nyoman Wenten dalam acara penyerahan ban-tuan kursi roda bagi penyan-dang cacat di Kecamatan Manggis, bertempat di Kantor Camat Manggis, Karangasem, pertengahan April 2013.

Seperti pula dikabarkan di web Pemprov Bali, ma-syarakat penyandang cacat yang mendapat bantuan kursi roda sebanyak 6 orang. Ban-tuan 5 kursi roda diberikan dari BK3S Provinsi Bali dan 1 kursi roda bantuan Dinas Sosial Kabupaten Karangas-em. Rata-rata para penerima bantuan mengalami cacat karena musibah. I Ketut Wen-ten, misalnya, yang tidak bisa datang dan hanya diwakili keluarganya mengalami cacat berat karena tertimpa rumah

pada saat hujan disertai angin kencang. Dari 6 orang pener-ima bantuan, 2 di antaranya tak bisa hadir dan hanya di-wakilkan karena kondisinya

kurang memungkinkan.Ayu Pastika menambah-

kan apa yang telah diupay-akan ini merupakan suatu bentuk kepedulian Pemerin-

tah kepada masyarakat yang memiliki keterbatasan, dan diharapkan dengan adanya bantuan ini para penyandang cacat bisa terbantu dan men-gurangi beban hidup karena mulanya tidak bisa berakti-vitas sekarang menjadi bisa beraktivitas. Ayu Pastika juga berjanji ke depan BK3S akan menggandeng lebih banyak lagi keterlibatan pihak lain dalam hal ini pihak swasta dan lembaga-lembaga sosial lainnya untuk bisa memban-tu lebih banyak penyandang cacat.

Sebelumnya, sudah ada yayasan Yakkum yang pernah memberikan berbagai ban-tuan bagi penyandang cacat yang bisa disesuaikan jenis bantuannya sesuai jenis ca-catnya. Dalam kesempatan tersebut hadir juga ketua BK3S Kabupaten Karangas-em Ny. Sujani Gredeg dan Ca-mat Manggis. NITA

NY. Ayu Pastika Serahkan Bantuan Kursi Roda

BaliMandara/pemprovbaliDEKAT RAKYAT: Gubernur Bali Made Mangku Pastika menginap di rumah warga yang dapat program bedah rumah.

BaliMandara/pemprovbaliPERLU BANTUAN: Ketua Umum BK3S Ny. Ayu Pastika yang didampingi Kadis Sosial Provinsi Bali Drs. I Nyoman Wenten dalam acara penyerahan bantuan kursi roda bagi penyandang cacat di Kecamatan Manggis, Karangasem.

BaliMandara/sustraw

an

Page 2: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

Tantangan Menuju Bali Clean & Green (3)

2 PA R U M A N Edisi 8 | 16 - 30 April 2013Bali Mandara

Bali MandaraTabloid Dwi Mingguan Pemerintah Provinsi Bali

Penasihat:Sekretaris Daerah Provinsi BaliPenanggungjawab:Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali

Ketua:Kepala Bagian Penyaringan dan Pengolahan Informasi, Biro Humas Setda Provinsi Bali

Alamat/sekreatriat:Jalan Basuki Rahmat, Niti Mandala, Renon.E-mail : [email protected]

REDAKSI

@BaliProv

Pemprov Bali

11Edisi 8 | 16 - 30 April 2013 F E N O M E N ABali Mandara

S O R O TS O R O T

Perda Buah LokalDPRD Bali sudah memba-

has rancangan peraturan dae-rah (Perda) perlindungan buah lokal. Menurut anggota Komisi II DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry, saat ini pihaknya sedang membuat kajian akademis ter-kait rencana DPRD Bali mem-buat perda inisiatif tersebut.

Dijelaskan, hal tersebut guna mendorong sektor perta-nian karena selama ini peranan-nya semakin menurun dalam struktur ekonomi Bali.Padahal tenaga kerja Bali masih tergan-tung di sektor pertanian. Na-mun di satu sisi produksi tak bisa bersaing dengan produk buah dari luar. Harapannya den-gan diterbitkan Perda itu, maka bisa menyeimbangkan kebutu-han pasokan buah untuk hotel dan restoran.

Dikatakan, dengan adanya persaingan yang sangat ketat dan masuknya buah impor, pemerintah perlu memberi per-lindungan pada produk buah lokal, sehingga petani terlibat di dalamnya. “Kami sedang membuat kajian dengan tim ahli merancang Perda itu. Diharap-kan tahun 2013 ini bisa tereal-isasi,” jelasnya.

Terkait adanya usulan agar penggunaan buah lokal saat upa-cara agama Hindu di Bali masuk dalam bhisama (fatwa Hindu), Sugawa Korry mengatakan ka-lau hal itu diperlukan bisa saja dilakukan. “Bhisama itu ra-nahnya lembaga tertinggi umat, yakni Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Tapi dari segi regulasi tanggungjawab pemer-intah,” katanya.

Tokoh gerakan koperasi asal Buleleng itu menandaskan, DPRD ingin pembelaan terha-dap produk lokal benar-benar ditunjang dengan regulasi dan tidak sebatas retorika atau pi-dato pemerintah. “Tujuannya kembali menggairahkan sektor pertanian dan perkebunan Bali,” katanya.

Inisiatif Perda Perlindungan Buah Lokal tersebut niscaya didukung banyak kalangan ma-syarakat, khususnya pihak ter-kait seperti petani buah, aktivis pembela petani serta komunitas gerakan penyelamatan perta-nian Bali. Mengingat, wacana keprihatinan atas tergusurnya produk buah lokal oleh gem-puran buah impor sudah berta-hun-tahun terjadi.

Namun, sejauh ini nyaris semua pernyataan instansi ter-kait hanya berupa retorika yang sia-sia. Buktinya, arus ragam buah global kian berlimpah, tak pernah surut membanjiri pasar lokal. Adakah realisasi Perda Perlindungan Buah Lokal akan benar-benar muncul sebagai solusi? SUARTHAMA

Oleh : IDPG Rai Anom, S.TP

MEMPERHATIKAN hal-hal tersebut, maka Pemprov Bali bersama Pemkab/

Pemkot serta seluruh komponen masyarakat berkomitmen untuk

mewujudkan Bali Green Province melalui tiga langkah.

Ketiga langkah tersebut yakni (1) Positioning yaitu mengharusu-tamakan pertimbangan peles-

tarian Iingkungan hidup dalam setiap kebijakan pembangunan daerah Bali yang berlandaskan budaya yang dijiwai agama Hindu, (2) Differentiation yaitu mewujudkan pembangunan daerah Bali yang berwawasan Iingkungan hidup guna mencapai masyarakat yang maju, aman, damai, dan sejahtera (Bali Man-dara), dan (3) Branding yaitu menjadi-kan Bali Green Province memiliki nilai jual untuk meningkatkan perekonomian daerah Bali dimotori sektor pariwisata.

Beberapa kegiatan yang sudah dan sedang disiapkan antara lain pengem-bangan sekolah percontohan berwa-wasan lingkungan hidup (eco-school) se-banyak 8 unit, lomba karya tulis tingkat SMA bidang lingkungan hidup dan pengembangan kualitas SDM bidang lingkungan hidup sebanyak 66 orang dalam rangka menuju green culture.

Kemudian pengawasan dan pem-binaan instrumen lingkungan (Amdal, UKL-UPL, DPL, Audit Lingkungan di 64 lokasi, penataan dan pengendalian pencemaran oleh hotel/industri (PKPL) menyasar 54 perusahaan, pengemban-gan energi terbarukan (air, angin, bio-mas dan matahari) sebanyak 20 unit, penataan dan penegakan hukum ling-kungan yang meliputi penataan hukum lingkungan dengan capaian 163 usaha/kegiatan dan 127 kasus, serta pemberian penghargaan lingkungan dengan capa-ian 45 penghargaan. Semua upaya ini

dimaksudkan untuk membentuk green economy.

Upaya SosialisasiGuna menuju clean and green, di-

lakukan 21 di antaranya upaya sos-ialisasi Bali Green Province secara berkelanjutan di sembilan kabupaten/kota, penyusunan Perda Pengelolaan Sampah (sudah terwujud tahun 2012), pengembangan kajian lingkungan hid-up strategis di tiga lokasi, pengendal-ian pemanfaatan ruang dengan sasaran tersusunnya RRTR di dua lokasi serta sembilan kabupaten/kota, pengendalian pelanggaran sempadan di 72 lokasi selu-ruh Bali, pengelolaan sampah domestik ramah lingkungan (WWG) sebanyak 10 unit, dan pengembangan kompos skala rumah tangga sebanyak 623 buah.

Kemudian pengembangan sarana pengelolaan sampah berupa 345 tong sampah ditambah 40 unit pengkom-posan, rehabilitasi/transplantasi terum-bu karang di 15 lokasi, pelestarian tanaman langka di 5 kabupaten/kota, pengembangan Desa Sadar Lingkungan (DSL) sebanyak 27 unit, dan pengemban-gan pos pelayanan pengaduan sengketa lingkungan hidup (P3SLH) di sembilan kabupaten/kota.

Juga pengembangan laboratorium lingkungan di ditingkat provinsi serta sembilam kabupaten/kota, pembangu-nan lubang biopori dan lubang resapan sebanyak 25.000 buah, dan analisis kuali-tas air (sungai, danau, mata air dan air laut) dengan sasaran di tahun 2012 605 sampel dan tahun 2013 424 sampel. Ke-15 upaya ini dimaksudkan untuk menu-ju Bali Clean and Green.

Upaya BerikutUpaya berikutnya adalah penyediaan

bibit tanaman hutan sebanyak 27.862 bibit, penanaman tanaman hutan se-banyak 6.771,5 hektar, pengendalian kebakaran dan kerusakan hutan di 69 lo-kasi, pengembangan kota bersih dalam

bentuk lomba Adipura bagi sembilan kabupaten/kota, pengembangan sekolah berwawasan lingkungan (Lomba Adiwi-yata) menyasar 146 sekolah dan pengem-bangan sistem pertanian terintegrasi (Si-mantri) sebanyak 400 unit.

Upaya-upaya lainnya meliputi pe-nyusunan rencana aksi daerah dalam menghadapi dampak perubahan iklim, penyusunan Road Map (Peta Jalan) Menuju Bali Green Province, pemben-tukan Pokja Bali Green Province, serta gerakan penghijauan pohon bambu.

Lalu gerakan kebersihan sampah plastik di kawasan sekitar danau; pena-naman mangrove; gerakan bersih sam-pah plastik di sepanjang pantai di Bali; pembentukan kelompok pelajar peduli sampah plastik; pemberian penghar-gaan Sad Kertih Awards, Adiwiyata, dan Kalpataru; dan pengembangan kerja sama dengan pengepul sampah plastik.

Dukungan AnggaranDukungan anggaran yang dialoka-

sikan Pemprov Bali untuk program ini cukup besar, yakni Rp 9,60 milyar pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 12,89 milyar lebih pada tahun anggaran 2012. Bantuan hibah kepada desa pakraman yang pada tahun 2012 besarnya Rp 1,384 milyar lebih salah satunya juga diarah-kan untuk mendukung program ini.

Berdasarkan semua uraian tersebut, kiranya patut dipertanyakan pendapat Wakil Bupati Tabanan bahwa Program Bali Clean and Green terkesan men-gandung kepentingan politik pencitraan dan hanya pemanis bibir. Tidakkah pendapat tersebut malah cerminan yang bersangkutan atau malah Bali Post nara-sumber yang lahir sebagai akibat tidak dipahaminya permasalahan lingkungan yang amat berat yang tengah dialami Bali sehingga menuding orang lain sep-erti dirinya?

* Penulis adalah staf Biro Humas Setda Provinsi Bali.

Tantangan Menuju Bali Clean & Green (3)

Oleh : IDPG Rai Anom, S.TP

OPINI masyarakat soal Taman Hutan Raya (Tahura) sempat mencuat.

Hal itu disebabkan Pemprov Bali mengabulkan permohonan izin

pengusahaan pariwisata alam (PPA) oleh PT Tirta Rahmat Bahari (PT TRB)

dan sengketa informasi antara Walhi Bali dengan Pemprov Bali yang di-back up pemberitaan khusus oleh kelompok

media Bali Post.

BBagaimana sesungguhnya kro-nologi Gubernur Bali Made Mangku Pastika hingga menge-

luarkan izin pengusahaan pariwisata alam (PPA) kepada PT. TRB? Benarkah PT. TRB akan menguasai lahan Tahura sehingga dapat mengkavling-kavling seperti diberitakan media? Apakah benar PT. TRB akan mengeruk hutan mangrove di areal Tahura?

Ada dua substansi opini yang sering diangkat dalam pemberitaan Bali Post, yakni perubahan peruntukan dan fung-si hutan dan penguasaan lahan Tahura. Dalam pemberitaannya itu terkesan bahwa ada perubahan peruntukan dan fungsi Tahura, serta ada perubahan pen-guasaan lahan. Disebutkan antara lain dalam berita itu bahwa investor dapat mengkavling lahan Tahura.

Kedua isu tersebut sesungguhnya sudah terjawab dengan tegas dalam SK Gubernur Bali Made Mangku Pastika Nomor 523.33/873/Dishut-4 tertanggal 29 Juli 2011 tentang pemberian izin kepada PT TRB. Dalam diktum ke-5 SK terse-but dikatakan bahwa pemberian izin PPA di areal Tahura tidak mengubah peruntukan dan fungsi kawasan peles-tarian alam Tahura yang bersangkutan.

Tidak BeralihPenguasaan lahan Tahura juga tidak

beralih ke tangan PT TRB. Penguasaan lahan Tahura masih tetap berada pada Pemerintah Provinsi Bali. Oleh karena itu, dasar hukum yang diacu berkenaan dengan pemberian ijin PPA Tahura Ngu-rah Rai Denpasar bukan PP 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Pe-

runtukan dan Fungsi Kawasan Hutan, melainkan PP 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Dalam ketentuan Pasal 4 PP 10 Ta-hun 2010 – dimana PP ini mengacu pada UU 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan -- ditegaskan bahwa seperti halnya Ta-man Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru, Tahura juga termasuk ka-wasan hutan konservasi yang tidak bo-leh diubah peruntukan dan fungsinya. Hal yang sama berlaku untuk kawasan Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa.

Namun, PP Nomor 36 tahun 2010 – PP ini mengacu pada UU 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya – menyebutkan bah-wa pengusahaan pariwisata alam (PPA) tetap diijinkan di kawasan Tahura, Sua-ka Marga Satwa, Taman Nasional, dan Taman Wisata Alam. Dengan demikian, menjadi sangat menarik untuk didis-kusikan bahwa Gubernur Bali dituntut penjara hingga tiga tahun penjara seb-agaimana diberitakan salah satu media di Bali.

Kronologi IzinTerlepas dari polemik tersebut, kro-

nologi keluarnya izin PPA untuk PT TRB tidak berjalan lancar dan mudah begitu saja. Permohonan ijin diajukan oleh PT TRB pada 27 April tahun 2011. Permohonan tersebut ditujukan kepada Gubernur Bali.

Menindaklanjuti permohonan PT TRB tersebut, telah diadakan rapat den-gan instansi terkait untuk membahas permohonan itu. Mengacu pada keten-tuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Re-publik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, serta ketentuan Pasal 24 Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.48/Men-hut-II/2010 tentang Pengusahaan Pari-wisata Alam di Suaka Marga Satwa, Ta-man Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, maka rapat meny-impulkan bahwa pada prinsipnya, per-mohonan PT TRB dapat disetujui.

Pasal 8 PP 36 2010 pada intinya me-nyebutkan bahwa izin PPA di Tahura diberikan oleh Gubernur. Kemudian Pasal 24 Permenhut P.48 2010 pada inti-nya menyebutkan bahwa permohonan ijin IUPSW di Tahuta diajukan kepada Gubernur.

Selanjutnya tiga instansi teknis yak-ni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, UPT Tahura Ngurah Rai dan Dinas Pariwisata Provinsi Bali mengeluarkan rekomendasi yang pada intinya juga menyetujui permohonan PT TRB. Persetujuan tersebut hanya di-berikan pada blok pemanfaatan Tahura Ngurah Rai. Luas areal yang diizinkan total 102, 22 Ha (seratus dua koma dua puluh dua hektar). Gubernur Bali ke-mudian mengeluarkan surat Nomor 523.33/873/Dishut-4 tertanggal 29 Juli 2011 yang pada intinya memberikan ijin prinsip PPA di Kawasan blok peman-faatan Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 ha tersebut.

Tindak LanjutSebagai tindak lanjut atas telah dike-

luarkannya izin prinsip PPA, PT TRB diwajibkan untuk membuat peta area rencana kegiatan usaha yang disahkan oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), membuat rencana usaha pengusahaan pariwisata alam, melakukan pemberian tanda ba-tas pada areal yang dimohon, dan me-nyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pemantauan Lingkun-gan (UPL).

Semua kewajiban telah dipenuhi PT TRB sehingga perusahaan itu mengaju-kan permohonan Pengesahan Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam di Blok Pemanfaatan Tahura Ngurah Rai Bali kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Permo-honan itu disetujui Dirjen PHKA den-gan dikeluarkannya Surat Keputusan Dirjen PHKA Kemenhut Nomor : sK.77/IV-SET/2012 tertanggal 9 Mei 2012. Pada diktum kesatu SK Dirjen PHKA Kemenhut tersebut disebutkan bahwa Dirjen PHKA Kemenhut mengesahkan Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam (RPPA) PT. Tirta Rahmat Bahari di Blok

Pemanfaatan Tahura Ngurah Rai Bali untuk jangka waktu tahun 2012 s/d 2067 (55 tahun).

Oleh karena RPPA PT TRB telah mendapat pengesahan dari Dirjen PHKA, maka sesuai amanat Undang-undang, Gubernur Bali Made Mangku Pastika memproses perijinan itu den-gan mengeluarkan SK Gubernur Bali Nomor 1.051/03-L/HK/2012 tertanggal 27 Juni 2012 yang pada intinya memberi-kan ijin PPA kepada PT. TRB pada blok pemanfaatan Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 ha. Pemanfaatan blok peman-faatan itu harus memperhatikan azas konservasi, azas kelestarian, dan azas pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistemnya. Dalam SK tersebut, Gu-bernur Made Mangku Pastika mewajib-kan PT. TRB memenuhi 15 kewajiban, dan melarang dua larangan.

Beban KewajibanBeberapa kewajiban yang dibebank-

an adalah merehabilitasi kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan usah-anya dan areal dari kawasan yang perlu direhabilitasi; bertanggungjawab ter-hadap upaya konservasi, perlindungan dan keamanan hutan yang menjadi ar-eal kerja dan sekitarnya serta menjaga keamanan dan ketertiban pengunjung, kebersihan dan sanitasi lingkungan sesuai dengan jenis usahanya; melak-sanakan pengelolaan lingkungan sesuai dengan UKL dan UPL termasuk penge-lolaan limbah; menyisihkan dana mini-mal 5% dari keuntungan setiap tahun untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan, agama dan bu-daya kepada Pemprov Bali; dan mem-bantu kelancaran petugas terkait dalam melakukan pembinaan maupun pemer-iksaan sewaktu-waktu terhadap kinerja pariwisata alam.

Sedangkan larangan yang diberlaku-kan adalah memindahtangankan izin PPA kepada pihak lain tanpa persetu-juan tertulis dari Gubernur Bali, dan menyelenggarakan kegiatan PPA yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi, nilai-nilai agama, budaya bangsa, kesusilaan dan/atau ketertiban umum.

Izin PPA Tak Ubah PeruntukanIzin PPA Tak Ubah Peruntukandan Fungsi Tahuradan Fungsi Tahura

Page 3: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

10 A G A M A & S A S T R A Edisi 8 | 16 - 30 April 2013Bali Mandara 3L I P U TA NEdisi 8 | 16 - 30 April 2013

Bali Mandara

PEMPROV Bali mengucurkan Rp 229.120.000.000 bantuan hibah dan bantuan keuangan

khusus yang diperuntukan bagi penguatan desa pakraman,

subak dan subak abian. Hal ini sebagaimana juga diberitakan

di web Pemprov Bali.

Gubernur Bali yang menyerahkan ban-tuan tersebut untuk

Kabupaten Gianyar di Balai Budaya Gianyar, awal April 2013 berharap, bantuan bagi penguatan desa pakraman, subak dan subak abian ini dapat mengurangi beban desa pakraman yang selama ini se-bagai pilar penyangga adat, bu-daya dan agama Hindu.

Telah DicairkanUntuk tahun 2013 ini, sesuai

dengan Pergub Bali Nomor 13 Tahun 2013, tanggal 25 Maret 2013 tentang Pemberian Hibah kepada Desa Pakraman, Subak dan Subak Abian, pola pembe-rian bantuannya mengalami pe-rubahan. Bagi desa pakraman yang berada di wilayah desa me-lalui pola BKK, sedangkan pola Bantuan Hibah untuk Desa Pak-raman di wilayah kelurahan.

Pada tahun ini, bantuan men-galami peningkatan yaitu untuk desa pakraman yang sebelum-nya sebesar Rp 55 juta menjadi Rp 100 juta. Untuk subak dan subak abian sebelumnya Rp 20 juta menjadi Rp 30 juta. Ban-tuan tersebut diperuntukan bagi 1.482 Desa Pekraman dan 2.707 Subak dan Subak Abian.

Khusus untuk Gianyar ban-tuan diserahkan kepada 272 Desa Pekraman dan 576 Subak dan Subak Abian. Menurut Ke-pala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Ketut Suastika, SH, sam-pai saat ini baru 25 Desa Pekra-man dan 49 Subak dan Subak

Abian yang telah memenuhi persyaratan administrasi serta dananya telah dicairkan. “Desa pakraman lainnya mohon persyaratan administrasinya segera dilengkapi agar proses pencairan dananya segera tere-alisasi,” imbau Suastika.

Pilar UtamaGubernur Bali dalam sambu-

tannya mengatakan bahwa desa pakraman, subak dan subak abian merupakan pilar utama penyangga adat, seni budaya dan agama Hindu Bali yang memiliki peran sangat penting dan strategis. Oleh karenanya, wajib mendapat dukungan se-optimal mungkin dari pemerin-tah sehingga para Jro Bendesa, Pekaseh dan Klian Subak bisa bekerja dengan baik.

“Walaupun bantuan ini se-benarnya belum mencukupi ka-lau dilihat dari kegiatan mereka yang luar biasa yang meliputi sekurang-kurangnya 3 aspek yakni Parahyangan, Pawongan dan Palemahan, apalagi diha-dapkan dengan globalisasi, kita harapkan mereka bisa tetap menjadi benteng adat, budaya dan agama Hindu Bali,” urainya.

Ke depan, kalau kondisi keuangan Pemprov semakin

baik, Gubernur berjanji bantuan bisa ditingkatkan lagi agar benar-benar dapat mendukung pengua-tan desa pakraman tadi. Kepada Perbekel, Jro Bendesa, Pekaseh dan Klian Subak Abian, Guber-nur berpesan agar tetap menjaga keharmonisan, persaudaraan, paras paros menyame braya mu-lai dari keluarga, banjar sampai ke desa pakraman.

Banyak AgendaHal tersebut, imbuh Guber-

nur, karena pada tahun ini ban-yak agenda penting yang dilak-sanakan di Bali yaitu Pilgub pada 15 Mei, Pesta Kesenian Bali (PKB) dibarengi dengan World Hindu Summit II, APEC, Miss World Competition, World Culture Forum dan Bali De-mocracy Forum.

Pada kesempatan terse-but selain dihadiri para Per-bekel, Jro Bendesa, Pekaseh dan Subak Abian se-Kabupat-en Gianyar hadir pula Ketua MUDP Bali Jro Mangku Gde Suwena Putus Upadesa, Asisten Administrasi Pemer-intahan dan Kesra Pemkab Gianyar mewakili Bupati Gianyar, SKPD di lingkungan Pemprov Bali dan undangan lainnya. SUSTRAWAN

Gianyar Terima Kucuran Bantuan Rp 229 M

Untuk Penguatan Desa Pakraman, Subak dan Subak Abian

PADA penyerahan bantuan di Kabupaten Jembrana, Guber-nur Bali Made Mangku Pastika berkesempatan berdialog dengan Majelis Madya Desa Pakraman, Majelis Alit Desa Pakraman, Jro Bendesa Pakraman, Pekaseh, Klian Subak dan Perbekel di sana. Gubernur meminta agar bantuan yang diberikan dapat diman-faatkan dengan sebaik-baiknya untuk menjaga kelestarian adat dan budaya Bali, yang bersumber pada ajaran agama Hindu.

Terkait mekanisme pemberian bantuan untuk tahun ini, se-bagaimana juga dimuat di web Pemprov Bali, diberikan dalam bentuk bantuan khusus keuangan dan hibah. “Untuk itu kita cari formula agar sesuai aturan perundangan dan di belakang hari tidak terjerat kasus penyalahgunaan dana yang menyebab-kan berurusan dengan BPK maupun KPK. Mengingat Bansos di Provinsi Bali jumlahnya sangat besar mencapai 14 % dari APBD, dan pemberiannya berlangsung terus menerus,” urai Gubernur.

Masih menurut Gubernur, bantuan yang dikucurkan di awal tahun dimaksudkan sebagai bentuk penyempurnaan adminis-trasi agar desa pekraman, subak dan subak abian yang menerima bantuan bisa melaksanakan kegiatannya di awal tahun. “Pencai-ran di awal tahun tidak ada hubungannya dengan agenda politik,” demikian ditegaskan Gubernur Pastika.

Memenuhi SyaratMenurut laporan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud)

Provinsi Bali I Ketut Suastika, SH., bahwa di Kabupaten Jem-brana dari 64 Desa Pekraman, 217 Subak dan Subak Abian yang menerima bantuan yang telah memenuhi persyaratan adminis-trasi serta telah cair dananya sebanyak 7 desa pakraman, 16 subak dan subak abian.

Pihaknya sangat berharap kepada Desa Pakraman, Subak dan Subak Abian lainnya untuk segera melengkapi persyaratan admin-istrasi sesuai ketentuan petunjuk teknis yang telah dibagikan se-hingga dalam waktu dekat anggaran semuanya bisa direalisasikan.

Pada bagian lain Gubernur Mangku Pastika menekankan pent-ingnya menjaga ketertiban, keamanan, ketentraman, semangat menyama braya di antara krama mengingat Bali menjadi tuan rumah sejumlah agenda besar di tahun ini. “Oleh karenanya ini tanggung jawab kita semua, tanggung jawab saya, tanggung jawab para Bupati/Walikota, tanggung jawab para Jero Bendesa, Pekas-eh dan semuanya sehingga dengan demikian kita nantinya akan mampu mencapai kesukertaan sekala niskala,” ujar Gubernur.

Gubernur berharap apabila APBD Provinsi Bali semakin ba-gus, tahun 2015 bantuan bagi desa pakraman bisa ditingkatkan lagi menjadi Rp 200 juta. Hadir pada kesempatan tersebut Ang-gota DPRD Bali Dapil Jembrana I Nengah Tamba, Bupati Jembra-na I Putu Artha beserta Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hermawan, Ketua MUDP Bali Jro Gde Suena Putus Upadesa, SKPD terkait di lingkungan Pemrov Bali. NOERMAN

Di Jembrana, Dibantu 64 Desa Pakraman, 217 Subak dan Subak Abian

BaliMandara/pemprovbaliKUCURKAN BANTUAN: Gubernur Bali made mangku Pastika di sela acara penyerahan bantuan hibah dan bantuan keuangan khusus bagi penguatan desa pakraman, subak dan subak abian di Balai Budaya Gianyar.

BaliMandara/pemprovbaliUNTUK JEMBRANA: Gubernur Bali Made Mangku Pastika berkesempatan berdialog dengan masyarakat dan pemuka Kabupaten Jembrana serangkaian penyerahan bantuan kepada desa pakraman, subak dan subak abian se-Kabupaten Jembrana.

Sambungan hal 1

Usai bertemu Wamendik Prof. Muskar Kasim, pada pukul 10.00 WIB rombongan Pemprov Bali mengadakan pertemuan den-gan Kepala Pusat Pengemban-gan Program Pendidikan yang diwakili Dian dan Suharmo. Dari pertemuan ini diperoleh penegasan bahwa Uji Kompe-tensi Guru (UKG) saat ini masih memerlukan banyak penataan, khususnya yang terkait dengan muatan lokal termasuk bahasa daerah di seluruh Indonesia.

Dari pertemuan itu juga di-peroleh penegasan bahwa untuk mendapatkan nomor kode UKG dan selanjutnya dapat mengikuti sertifikasi guru Bahasa Daerah Bali, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi daerah yak-ni (1) harus ada data semua guru Bahasa Daerah Bali dengan pen-didikan minimal berpendidikan D.IV/S1, (2) harus ada kejelasan dokumen termasuk kurikulum yang meliputi Standar Kompe-tensi Lulusannya, standar isi, dan bahasa ajar pada setiap jenjang dan kelas, (3) harus ada dasar

hukum yang mengatur (Pergub atau Perda), dan (4) selanjutnya diusulkan kepada Mendikbud dengan tembusan kepada BPSD-MPK dan PMP.

Teneng menambahkan bah-wa perwakilan Kepala Pusat Pengembangan Program Pen-didikan menyampaikan bahwa mengingat tenaga atau tim yang memiliki kemampuan di bidang Bahasa Daerah Bali dan Mulok Seni Budaya relatif kurang di Ke-mentrian, kemungkinan hal itu akan ditugaskan kepada daerah yang bersangkutan untuk melak-

sanakan UKG.Berdasarkan hasil koordinasi

ke Jakarta tersebut, Pemprov Bali kini mempersiapkan Per-aturan Gubernur (Pergub) Bali untuk mengatur materi pengaja-ran Bahasa Daerah Bali di semua jenjang pendidikan di Bali. Pros-es persiapan Pergub Bali ini ten-gah dilakukan oleh Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali dan Disdikpora Provinsi Bali serta instansi dan pihak terkait termausk Kepala LPMP Bali dan Ketua Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali. Persiapan Pergub

ini merupakan tindaklanjut atas hasil koordinasi yang telah di-laksanakan dengan Kemendik-bud di Jakarta.

Bagaimana nasib mata pela-jaran Bahasa Daerah sebelum terbitnya Pergub yang baru, Te-neng mengatakan, hal itu telah dibahas oleh pihak terkait di Bali. “Apapun yang akan dilaksanakan dalam waktu yang sangat mende-sak saat ini, hal itu merupakan hasil pembahasan yang dilaku-kan antara Disdikpora Provinsi Bali dan pihak terkait tersebut,” pungkasnya. MARTIN

Bahasa Bali...

BaliMandara/sustrawanSARANA BANTEN: Bali tak pernah sepi dari upacara yang memerlukan sarana buah, daun, dan sebagainya. Dalam pembuatan gebogan dan bentuk banten lainnya, keperluan akan sarana tersebut sangat tampak.

BALI tidak bisa dilepaskan dari beragam ritual, sesajian dan upacara

yang dilakukan masyarakatnya sehari-hari. Jamak dijumpai di berbagai sudut

Pulau Dewata, warga masyarakat yang menghaturkan sesajian yang

lingkupnya sesaji untuk sehari-hari hingga yang ternasuk upacara besar

ataupun piodalan.

Seperti disebutkan dalam berbagai sumber, sarana upakara di Bali (Hindu)

terdiri dari air, daun, bunga, buah dan api. Selain unsur api dan air, selebih-nya adalah merupakan unsur tanaman. Bagian tanaman yang paling banyak dipakai sebagai kelengkapan dalam upakara adalah bunga, kemudian buah dan daun. Bunga bukan hanya semata bermakna keindahan, juga umumnya berbau harum, sehingga dapat memberi pengaruh kesucian dan membantu pe-musatan pikiran menuju Tuhan.

Bahan-bahan untuk upakara yang ber-asal dari bagian tanaman tersebut datang-nya dari alam karena pada dasarnya adat di Bali berpijak pada prinsip palemahan, yakni menjaga hubungan selaras dengan alam. Ambil saja contoh sederhana, yakni canang, banten yang paling kecil tingka-tannya. Sebuah canang saja memerlu-kan bahan lebih dari 5 macam tanaman, yaitu pohon kelapa, bunga berbagai war-na, gambir, pohon majegau, bambu, dan daun sirih.

Belum lagi jenis banten yang lebih be-sar tingkatannya serta beragam jenisnya. Jika direnungkan kembali, orang Bali sangat memerlukan banyak tanaman se-bagai pemenuh kebutuhan ritual di Bali yang tak pernah mati. Permasalahannya, kini lahan di Bali makin lama makin me-nyusut karena akibat dari makin pesat-nya pertumbuhan jumlah penduduk serta arus globalisasi. Keberadaan tana-man-tanaman yang dipakai untuk keper-luan upacara di Bali pun makin tergerus.

Upaya PendokumentasianBelakangan, kondisi ini mulai ban-

yak mendapat perhatian dari kalangan pemuka agama serta para akademisi yang merasa prihatin. Berbagai upaya pun dilakukan antara lain tercatat pada tahun 1970-an Pemda Bali menggiatkan

penyuluhan tradisi upacara kepada ma-syarakat. Para penyuluh agama dan tradi-si datang ke berbagai komunitas di desa-desa dan kampung-kampung. Jenis-jenis tanaman upacara pun didokumentasikan.

Agar tidak keburu punah, dibuatlah kebun-kebun koleksi tanaman upacara. Salah satunya ada di Kebun Raya Eka Karya, Bedugul, Candikuning, Tabanan. Di area koleksi Pancha Yadnya itu, 225 dari 300 jenis tanaman upacara Bali dita-nam. Sementara itu, halaman Pura Dalem Renon, Denpasar, sejak beberapa waktu lalu pun semarak dengan Taman Gumi Banten yang berisi 500 tanaman upacara.

Konsep Taman Gumi Banten (TGB) merupakan suatu pemikiran baru berkai-tan dengan upaya membenahi taman kota di Denpasar. Gumi berarti Bumi dan banten merupakan sarana upacara di Bali. Konsep TGB ini memiliki keunikan tersendiri jika benar-benar dijalankan karena membuat taman kota Denpasar berbeda dengan taman kota di daerah yang lain. Jika konsep TGB benar-benar direalisasikan, maka jangan heran bila wisatawan terpukau melihat keanek-aragaman taru premana. Wisatawan akan tahu kalau tanaman majegau, pule, dap-dap merah, gambir, daun sugih, dan taru premana lainnya sangat akrab dengan ke-hidupan orang Bali. Ini akan membekas di memori siapa saja yang melihat taman kota di Denpasar dengan konsep TGB, ka-lau lingkungan di Bali penuh kesakralan.

Dalam Teks KunoWalaupun disebut sebagai konsep

‘baru’, sebenarnya taman yang di dalam-nya berisi beraneka ragam tanaman un-tuk keperluan upacara sebenarnya telah disusun di dalam kitab-kitab suci maupun oleh para leluhur orang Bali di dalam be-berapa teks kuno. Contohnya, pengaturan

penempatan atau penanaman tanaman disesuaikan dengan pengider bhuana (putaran bumi) terutama dilihat dari segi warna bunga atau buahnya. Tanaman me-dori putih, misalnya, sebaiknya ditanam di timur atau purwa karena sebagai per-lambang dari Sang Hyang Iswara.

Lalu tanaman jambe atau pinang terdiri dari beberapa jenis, seperti buah pinang sari, buah gangga, dan jenis buah pinang lainnya akan lebih baik ditanam di bagian selatan atau daksina karena sebagai perlambang dari Sang Hyang Brahma. Tanaman siulan sebaiknya di-tanam di bagian barat atau pascima, ban-yak dipakai dalam sara upacara kwangen dan sesajen lainnya. Tanaman teleng biru akan lebih baik kalau ditanam di bagian utara atau uttara, digunakan dalam se-tiap sesaji. Tanaman tunjung atau teratai yang terdiri dari berbagai macam warna, yang dipakai di berbagai keperluan upa-kara dewa-dewi, penempatannya di peka-rangan mengikuti warnanya yaitu biru di utara, putih di timur, merah di selatan dan kuning di barat.

Pun dengan jenis tanam-tanaman lainnya seperti kelapa yang merupakan unsur terpenting dari berbagai jenis ke-lengkapan upakara seperti dalam padu-dusan, pecaruan Rsi Gana, labuh gentuh dan pecaruan besar lainnya. Kelapa gad-ing (kuning) di barat untuk Dewa Ma-hadewa, kelapa bulan (putih) di timur untuk Dewa Iswara, kelapa hijau di utara untuk Dewa Wisnu, kelapa udang (merah) di selatan untuk Dewa Brahma, dan kela-pa sudamala (campuran keempat warna) di tengah untuk Dewa Siwa. Jenis kelapa yang lain dan juga digunakan dalam ke-lengkapan upakara adalah kelapa bojog, rangda, mulung, dan julit. Penanaman-nya di luar natah, dapat di sekitar dapur, areal pekarangan, dan tegalan.

Hubungan HarmonisDengan adanya persembahan dan sa-

rana sesajen dalam upakara Dewa Yad-nya, yaitu persembahan kepada Dewa Nawa Sanga (sembilan dewa) adalah Dewa Wisnu di utara dipersembahkan go-dem atau jawaras, manggis, pangi daun poh atau mangga. Ke hadapan Dewa Brahma di selatan dipersembahkan ja-gung, salak, pinang, dan daun manggis. Dewa Iswara di timur dipersembahkan kemiri, cereme, dan daun durian. Dewa Mahadewa di barat dipersembahkan ke-lapa, jagung, dan daun duku. Dewa Siwa di tengah dipersembahkan beras, jali, dan nanas.

Demikian pula jenis bunga yang digunakan dalam persembahyangan disesuaikan dengan warna yang dipi-lih sesuai dengan Asta Dala dan baun-ya harum. Beberapa jenis bunga yang baik dipakai dalam persembahyangan masing-masing Dewa yang dipuja. Un-tuk Dewa Wisnu adalah bunga kenanga atau teleng, Dewa Brahma adalah bunga mawar merah, teratai biru, bunga soka, kenyeri, kembang kertas merah, Dewa Iswara adalah bunga teratai putih, jepun atau kamboja putih, cempaka putih, dan Dewa Mahadewa adalah bunga teratai kuning, cempaka kuning, kembang kun-ing atau alamanda.

Melihat paparan di atas, kita memiliki gambaran jenis-jenis tanaman apa saja yang selayaknya ditanam, apalagi jika kita masih memiliki pekarangan rumah yang cukup luas. Minimal, dengan mena-nam sendiri, kita akan turut menjalank-an prinsip palemahan yakni menjalin hubungan yang harmonis dengan alam sekaligus mengurangi ketergantungan akan bahan-bahan yang didatangkan dari luar Pulau Bali. NOERMAN

Sarana Upakara di Bali (1)

Taman Aneka Sarana Banten, Seperti Apa?

BaliMandara/sustrawan

Page 4: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

4 WA WA N C A R A K H U S U S Edisi 8 | 16 - 30 April 2013Bali Mandara 9Edisi 8 | 16 - 30 April 2013 B U D A YABali Mandara

PERTUNJUKAN dengan mengenakan topeng

merupakan seni pentas tertua di jagat ini. Hampir setiap

bangsa di berbagai pelosok dunia mempunyai benda seni

penutup wajah dalam berbagai wujud dan watak. Kiranya

hingga kini pun topeng-topeng itu masih menjadi bagian

tradisi atau ekspresi estetik masyarakat manusia.

Hal tersebut dikatakan dosen ISI Denpasar yang juga pengamat

seni Kadek Suartaya, SSKar., MSi. “Bahkan pada masyara-kat yang masih lekat dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, topeng bukan han-ya dipandang sebagai sekadar penutup wajah, namun diang-gap memiliki kekuatan magis. Sedangkan keberadaan topeng pada masyarakat modern selain tetap diusung sebagai benda seni, juga dikembangkan seb-agai bentuk seni pertunjukan tari atau teater,” imbuhnya.

Dikatakan Suartaya, to-peng sebagai seni pertunjukan berkembang subur di Jawa dan Bali. Di Jawa, tari dengan mengenakan topeng sudah dikenal sejak zaman Majapahit.

Raja Brawijaya masyur seb-agai penari topeng yang piawai. Demikian pula di Bali, tari atau teater dengan mengenakan to-peng sudah berkembang pada abad ke-16, pada zaman kejay-aan kerajaan Bali.

Sejumlah catatan tua berupa prasasti atau lontar juga telah menyinggung tentang adanya tari topeng atau kelompok pe-main topeng. Batu bertulis Jaha yang ditemukan di Jawa pada tahun 840 Masehi menyebutkan tentang atapukan yang artinya topeng. Di Bali, prasasti Bebetin 896 Masehi juga menyebutkan adanya patapukan yang artinya perkumpulan penari topeng.

Bentuk SeniMasyarakat Bali memiliki

beberapa bentuk seni pertun-jukan bertopeng. Namun yang lazim disebut topeng adalah adalah seni pentas ritual To-peng Pajegan. “Pertunju-kan topeng yang umumnya dibawakan secara solo oleh seorang penari ini tidak hanya hadir dalam prosesi keagamaan di halaman utama pura, namun juga berfungsi dalam upacara perkawinan, potong gigi, hing-ga ritus ngaben.

Tema-tema kisah yang dib-awakan bersumber dari babad, cerita semi sejarah, dengan

puncak penampilan figur to-peng berkarakter angker yang disebut Sidakarya,” papar Su-artaya seraya merinci, seni per-tunjukan Wayang Wong, Bar-ong Kedingkling, dan Barong Berutuk misalnya, juga me-makai tapel tapi tak pernah disebut sebagai topeng.

Wayang Wong yang berangkat dari sumber epos Ramayana se-luruh pemerannya memakai ta-pel atau topeng. Barong Keding-kling yang biasanya hadir dalam tradisi ngelawang mempergu-nakan tapel figur-figur penting Ramayana. Pun Barong Berutuk yang disakralkan di Desa Tru-nyan, Bangli, semua perannya menggunakan topeng bernuansa primitif. Namun ketiganya tak disebut seni pertunjukan topeng. Rangda dan tari Jauk juga tidak digolongkan genre topeng.

Menari SendiriPertunjukan topeng di-

duga merupakan kreativitas seniman Bali, bukan pengaruh dari kesenian Majapahit. Se-bab, menurut Suartaya, pada mulanya kesenian ini muncul pada era kejayaan Gelgel, akhir abad ke-17. Disebutkan, I Gusti Pering Jelantik membawakan drama tari seorang diri dengan memakai topeng rampasan le-luhurnya, Patih Jelantik, ketika

Gelgel menaklukkan Blamban-gan. “Saat konflik politik meng-guncang Gelgel, topeng-topeng itu diboyong ke Desa Blahbatuh sekitar tahun 1879 yang hinggi kini dikeramatkan di Pura Pe-nataran Topeng,” jelasnya.

Pada tahun-tahun berikut-nya, setelah pementasan di Puri Gelgel itu, penampilan ala I Gusti Pering Jelantik – yang kemudian menjadi To-

peng Pajegan itu -- kemudian menjadi kebiasaan di tengah-tengah masyarakat Bali, teru-tama ditradisikan saat prosesi keagamaan, odalan misalnya. “Dalam perkembangannya, muncul Topeng Panca, drama tari topeng yang dibawakan oleh lima penari yang lebih mengarah sebagai seni pentas tontonan nonritual,” ujar Su-artaya. MARTIN

Seni Pertunjukan Topeng

Tradisi, Ekspresi Estetik, sampai Kekuatan Magis

SEBAGAIMANA kabupaten lain di Bali, Kabupaten Bule-leng juga tremasuk salah satu wilayah penting dalam sejarah perkembangan topeng di Bali. Sebutlah Desa Tejakula di Ke-camatan Tejakula bagian timur Kabupaten Buleleng.

Menurut jurnalis, sastrawan, yang juga pengamat seni Made Adnyana, di Tejakula terdapat sekitar 180 topeng atau tapel yang biasa digunakan oleh sekaa Wayang Wong di desa itu untuk memainkan kisah-kisah Rama-yana. Jumlah itu belum termasuk topeng duplikat yang digunakan untuk memainkan Wayang Wong pada arena yang lebih sekuler.

Dua PedagangSejumlah pemerhati topeng

menyebut seni topeng di Tanah Air dipercaya berkembang mu-lai abad ke-17. Namun Adnyana menyebut, warga di Tejakula jus-tru memperkirakan seni Wayang Wong yang menggunakan topeng khas di desa itu sudah hidup sekitar abad ke-16. Awal perkem-bangan Wayang Wong di Tejakula dimulai ketika dua pengalu (peda-

gang) datang ke desa itu untuk berdagang, Sangsibatan dari Ban-gli dan Jelantik dari Klungkung.

“Mereka memutuskan ting-gal di Tejakula. Dua orang itulah kemudian punya inisiatif meran-

cang kesenian Gambuh. Satu dari mereka menjadi penari Par-wa dan satu lagi menjadi penari Gambuh. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua seniman pedagang itu membentuk sekaa

Wayang Wong,” papar Adnyana.Warga Tejakula pun meng-

umpulkan kayu untuk dijadikan bahan tapel. Konon, setelah kayu dipotong-potong, lalu ditinggalkan di sebuah tempat untuk dikering-kan, ajaib, kayu-kayu yang sudah terpotong itu membentuk seperti wajah. Ada wajah seperti Anoman, ada seperti raksasa dan tokoh lain yang kerap dikenal dalam cerita-cerita Ramayana. Melihat ke-ajaiban itu, semangat warga untuk membentuk sekaa Wayang Wong makin berkobar. Maka warga lalu tinggal hanya membentuk dan mereka-reka wajah secara lebih jelas dan lebih rinci.

Festival Topeng

Generasi penerus sekaa Wayang Wong Tejakula ini kini mengempon sekitar 180 topeng. Topeng itu sungguh sakral dan dis-tanakan di Pura Maksan. Topeng itu sangat beragam. Selain topeng berupa tokoh-tokoh penting dalam cerita Ramayana juga terdapat ber-bagai topeng dengan tokoh pendu-kung dalam cerita klasik itu.

“Selain bentuk topeng, per-bedaan Wayang Wong Tejakula

dengan wayang wong lain di Bali adalah stilisasi gerakan penarin-ya. Yang lebih khas, semua pe-main dalam Wayang Wong Te-jakula menggunakan topeng, termasuk Dewi Sita,” tutur Ad-nyana serya menambahkan, kini generasi muda Tejakula sudah punya jiwa besar untuk menyam-bung regenerasi sekaa.

Dengan hanya melihat Way-ang Wong Tejakula saja sesung-guhnya Buleleng bisa dimasuk-kan dalam salah satu daerah penting dalam sejarah topeng di Nusantara maupun di dunia. Se-hingga tidak salah Internasional Marsk Arts and Culture Organi-zation (IMACO) mempercayakan Buleleng menjadi tuan rumah Festival Topeng Internasional yang digelar pada tiap November.

IMACO Conference 2011 di Singaraja tentu menjadi mo-men penting bagi seniman topeng di Buleleng dan Bali umumnya. “Wayang Wong Te-jakula bisa ditunjukkan kepada dunia sebagai salah satu acuan dalam melacak kembali kela-hiran seni topeng di dunia,” pungkas Adnyana. MARTIN

Seni Topeng, dari Tejakula ke Forum Dunia

SOSOK I Gusti Ngurah Gede Pemecutan ini memang dikenal gigih berjuang dalam kesenian. Dedikasinya terhadap seni ia tunjukkan dari puluhan hasil

karyanya berupa lukisan dengan sidik jari. Bahkan, pada 4 Juli 1993 putra dari Anak Agung Gede Lanang Pemecutan, yang tak lain merupakan keturunan pejuang I Gusti Ngurah Rai dengan Jero Tunjung, ini mendirikan Museum

Lukisan Sidik Jari.

Museum ini dibuka untuk umum pada 1995 ini, hingga kini telah memi-liki 200 koleksi lukisan dan kerajinan lainnya. Uniknya, 98 di antaranya merupakan lukisan sidik jari karya I Gusti Ngurah Gede Pemecutan.

Mungkin teknik lukis menggunakan sidik jari ini bisa dibilang langka dan satu-sat-unya di dunia, ditemukannya tanpa sengaja pada 9 April 1967.

Konsistensi berkarya I Gusti Ngurah Gede Pemecutan melukis dengan sidik jari mengantarkannya menerima Penghargaan Museum Record Dunia Indonesia (Muri) sebagai “Pelopor Teknik Melukis dengan Sidik Jari dan Kolektor Sidik Jari Terban-yak”. Ia melukis dengan menggunakan sidik jari pribadi dan sekaligus menjadi kolektor sidik jari terbanyak 1.507700 yang dibuat dalam bentuk lukisan. Berikut petikan wawancara Bali Mandara dengan suami Anak Agung Sayu Alit Puspitawati, di Museum Lukisan Sidik Jari, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar.

Bagaimana awal perjalanan karir Anda sampai saat ini menjadi pelukis?Memang sejak kecil saya suka melukis, dan sejak kecil juga sering sakit-sakitan.

Pada zaman saya belum ada SMA di Denpasar, saya sekolah di Malang. Tamat SMA ingin melanjutkan ke Kedokteran tidak diterima karena sering sakit dan terlam-bat mendaftar. Lalu berpikir kembali melanjutkan pendidikan di ASRI Yogyakarta. Karena terlambat tidak diterima juga. Akhirnya saya melanjutkan ke Fakultas Bi-ologi, belum ada 3 bulan sudah jenuh, lebih baik saya berhenti. Akhirnya tahun 1960 saya memutuskan untuk pulang dan bekerja.

Kerja apa Anda waktu itu?Zaman itu sangat gampang mencari pekerjaan, saya bekerja di Bali-

tex, awalnya saya senang karena belajar tentang teknik pewarnaan. Tapi ternyata di sana semua sudah tertata, jadi tidak belajar semua dikerjakan oleh mesin. Saya berhenti lalu melamar lagi di perusahaan dagang milik Belanda. Saya pegawai pertama saat itu, saya jadi tu-kang sapu, bersih-bersih kantor. Kebetulan lokasi tempat kerja san-gat dekat dengan rumah saya (Puri Pemecutan). Karena berdekatan dengan rumah dan malu jika dilihat keluarga, saya punya akal yakni nyapu pagi-pagi jam 5.30 sambil pakai topi klangsah. Orang-orang ti-dak tahu kalau saya paginya jadi pekerja kasar, tapi sampai rumah su-dah dandan bagus.

Anda berkeja sambil melukis?Begini, saya kemudian pindah kerja lagi menjual barang klon-

tongan ke pasar-pasar di desa-desa. Dari situ saya kenal para pematung sampai penjual kain kanvas. Dari sana juga saya kenal pelukis-pelukis senior, di antaranya Wayan Kaya yang saya anggap sebagai pembimbing. Sambil kerja, saya melukis. Pada waktu itu tahun 1960-an saya sering nongkrong di Yayasan Kerajinan Bali (sekarang Museum Bali). Dulu ada galeri, jadi saya sering di sana dan bertemu dengan seniman lainnya. Karena banyak kenal den-gan pemahat dan pelukis, akhirnya saya dim-inta bantuan mengurus pameran-pameran di Istana Tampak Siring. Para tamu ke-pala negara pada zaman Soekarno sering datang dan mampir ke Bali dan saya seb-agai petugasnya.

Apa yang membuat Anda ingin mendalami seni lukis?

Dulu di depan rumah (seka-rang toko buku Toga Mas) itu bekas rumah pelukis Bambang Sugeng dari Lawang Jawa Timur. Pada zaman itu pelu-kis-pelukis seberang sering ngumpul seperti Affandi, Rusli Tua dan banyak lagi. Pada waktu itu saya masih muda, jadi sering men-dengarkan mereka saling gergeran (bercan-da), saling kritik, ngobrol, dan melukis di sana. Nah, di obrolan itu, saya dengar bah-wa seniman harus punya komitmen dan di antara mereka tidak boleh saling tiru, harus punya jati diri. Kata-kata itu yang memotivasi, bagaimana saya harus tidak sama dengan pelukis lainnya. Saya harus punya jati diri.

Kapan Anda menekuni teknik me-lukis dengan sidik jari?

Dulu saya sudah punya studio lukis di Kuta. Suatu saat ada seorang kawan sering datang membawa lukisan dan sket, dia mengaku pelukis. Akhirnya setelah dicek, ternyata ia bukan pelukis dilihat dari hasil coretannya. Saya merasa dibohongi dan kecewa. Lalu saya pulang ke studio dan kembali melukis, maunya menunjukkan kepada dia bahwa saya lebih pintar darinya. Saya lalu melukis tari Baris, tapi gagal terus, mungkin karena emosi dan kecewa. Kuas dan semua peralatan lukis saya ting-gal. Akhirnya mengikuti gaya Affandi, saya melukis pakai tangan dan itu maksud-nya untuk merusak. Saya berhenti dan istirahat sejenak memandangi lukisan terse-but. Dari banyaknya sentuhan jari, timbul efek indah. Muncullah pikiran saya kalau seluruhnya pakai tangan barangkali jadi juga lukisan ini. Itu awalnya, berangkat dari ketidaksengajaan. Sejak itu saya paksakan mengurangi pemakaian kuas dan memperbanyak pakai jari tangan.

Anda sudah pernah mengikuti pameran di mana saja?Di luar negeri, Jepang dan Jerman. Di dalam negeri saya tak pernah pameran,

sekali pameran tunggal di Surabaya. Setelah pameran dua minggu, ada orang dari Italia terkesan dengan lukisan saya dan ia berpesan untuk terus mengembangkan teknik ini. Menurutnya, belum ada teknik seperti ini. Dua bulan kemudian dia men-girimkan saya buku tentang lukisan mozaik mirip tapi dalam bentuk kotak, bahkan dikirimkan cat, kuas dan permen coklat dari Italia. Tahun 1988 saya pameran ber-sama di Jakarta dengan Sanggar Kamboja.

Sudah berapa karya Anda dan temanya apa saja?Seluruhnya karya sidik jari yang masih sampai sekarang 98 lukisan, dan masih

banyak lukisan lainnya putih hitam dan macam-macam. Bisa dilihat dari tulisan po-jok kiri setiap lukisan saya, jadi sekarang sudah sampai 666 lukisan. Semua yang sudah selesai saya kasih nomer biar tahu jumlah lukisan yang selesai. Soal tema

atau inspirasi, datang eksidental, datang begitu saja seperti lukisan lukisan kapal udara, mobil, sepeda, upacara, landscape dan apa yang ada di Bali.

Apakah Anda sudah menyiapkan generasi penerus untuk

teknik lukisan sidik jari ini?Memang ada orang dari Kanada, mereka datang khusus

mempelajari lukis sidik jari sekadar teori saja dan nantinya dia yang akan mengembangkan sendiri. Untuk orang lokal, dulu saya pernah mendidik beberapa orang tahun 2008 selama dela-pan bulan, tapi belum jadi.

Bagaimana tentang Museum Lukisan Sidik Jari yang Anda bangun?

Dulu saya berpikir, kalau dewasa mau jadi apa. Kalau toh nanti jatuhnya jadi pelukis, saya harus punya museum. Jadi,

sejak SMA saya sudah punya cita-cita punya museum. Saya dulu terpengaruh oleh Museum Le Mayeur, Sanur. Visi dan misi mu-

seum saya arahkan ke pendidikan karena image masyarakat tentang museum sampai saat ini dianggap menyimpan

barang-barang antik. Nah, bagaimana agar masyara-kat berminat berkunjung ke museum, saya bikin

museum ini ada kursusnya seperti tari Bali, me-lukis, tabuh, bahasa Bali, dan bahasa Jepang.

Dengan demikian orang tua atau keluarga yang mengantarkan anaknya, secara tidak langsung masuk ke museum dan akhirnya mencari tahu tentang museum.

Selain melukis, ada kegiatan lain?Saya juga senang menulis seperti

puisi. Apa yang saya rancang dari dulu sampai sekarang ini tujuannya adalah museum sebagai sarana pendidikan dan museum keluarga. Keluarga itu ada bapak, ibu, anak, cucu. Saya am-bil empat pilar dan dibuatkan obyek masing-masing. Kalau bapak ter-tarik pada lukisan, ibu pasti senang bunga, makanya saya tanami bunga yang tidak ada di pasar. Sedangkan anak atau remaja banyak yang ter-tarik dengan sastra, jadi saya buat-kan puisi dalam bentuk buku dan

prasasti yang kemudian diletak-kan sebagai penghias taman. Sementara cucu, saya buatkan akuarium dengan berbagai jenis ikan.

Apa rencana ke depan Anda ?Saya mau memantapkan museum

dan semuanya ini. Karena kondisi baru dalam tahap penyembuhan, sekarang saya baru mulai belajar menulis. Semo-ga saya bisa cepat sembuh dan kembali melukis lagi. CANDRA

I Gusti Ngurah Gede Pemecutan, Pelukis Sidik Jari

Gagal Melukis Baris, Temukan Teknik Baru

W

ubddktwaycammtmj

WmTti

BaliMandara/istKEKUATAN MAGIS : Tarian Topeng Sidakarya.

BaliMandara/candra

Page 5: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

8 PA R I W I S ATA Edisi 8 | 16 - 30 April 2013Bali Mandara 5Edisi 8 | 16 - 30 April 2013 K R E AT I V I TA SBali Mandara

SEBAGAI salah satu kawasan wisata andalan Bali, Sanur

tidak hanya dikenal akan keindahan alam pantainya

yang selalu dijubeli pengunjung, namun juga

memiliki warisan karya-karya seni dalam bentuk lukisan.

Untuk menikmati hasil karya seni nan indah di kawasan

Sanur tersebut, Museum Le Mayeur menjadi sebuah tujuan

yang tidak bisa dilewatkan.

Nama Le Mayeur diam-bil dari nama seorang pelukis bernama An-

drien Jean Le Mayeur De Mer-pres yang merupakan pelukis kelahiran Belgia. Le Mayeur yang datang pada tahun 1932 san-gat tertarik dengan budaya Bali hingga akhirnya memutuskan menetap dan bahkan menikahi seorang gadis Bali bernama Ni Nyoman Pollok.

Jalur PariwisataSejak 28 Agustus 1957, Le

Mayeur dan Ni Pollok meny-erahkan rumah beserta isinya ke Pemerintah RI untuk dijadi-kan museum. Museum Le May-eur pun tetap berdiri dan lestari hingga saat ini dengan dikelola di bawah naungan Dinas Pendi-dikan Pemprov Bali. Museum Le Mayeur terletak di Jalan Hang Tuah, tepi Pantai Sanur yang ter-masuk dalam wilayah Banjar Pe-kandelan, Sanur Kaja.

Lokasinya dapat dengan mu-dah dicapai karena berada dalam jalur pariwisata. Bangunannya sangat terkesan tradisional Bali. Dari pondasi yang terbuat dari batu karang laut, tiang bangunan serta jendela penuh dengan uki-ran. Tiga ruang utama bangunan ini adalah ruang tamu yang dihi-asi lukisan, meja dan perabotan-perabotan berukiran antik.

Ruang keluarga, penuh den-gan lukisan-lukisan kecil ala Ero-pa. Ruang utamanya merupakan studio tempat Le Mayeur me-

lukis, paling luas dan dipenuhi lukisan-lukisan berukuran besar. Selain itu terdapat pula ruang baca, dan paling ujung adalah ruang tidur pasangan ini serta ruang hias dan ruang mandi Ni Pollok.

Koleksi Utama

Koleksi utama Museum Le Mayeur berupa 88 lukisan karya maestro terkenal berkebangsaan Belgia -- Andrien Jean Le Mayeur de Merpres – itu dengan aliran atau gaya impresionis. Dari 88 lukisan tersebut, 4 buah dibuat pada tahun 1921, 4 buah dibuat pada 1927, 3 buah dibuat pada 1928, 28 buah dibuat pada 1929, 3 buah dibuat pada 1930, 14 buah

dibuat pada 1938, 23 buah dibuat pada 1942, dan 10 buah dibuat pada 1957.

Sejumlah 47 lukisan men-gambil tema Bali, sedangkan bahan yang digunakan antara di atas kanvas, hand board tripleks, kertas dan bagor atau kain goni. Media lukis kain goni, misalnya, digunakan oleh Le Mayeur pada masa penjajahan Jepang karena kesulitan mendapatkan kiriman kanvas dari Belgia. Sebagian be-sar lukisan di museum ini mer-ekam kenangan sang empunya dengan perempuan (Ni Pollok) adalah mayoritas obyeknya. Den-gan latar kebun bunga, atribut perempuan Bali dengan tengku-luk dan busana kain setengah

dada sedang beraktivitas.Sedangkan di bangunan lain,

tersimpan beberapa koleksi sep-erti bokor, hiasan pakaian tari Ni Pollok dan lainnya. Terdapat pula benda-benda bersejarah peninggalan Le Mayeur lainnya. Sosok Le Mayeur dan Ni Pollok

diabadikan dalam patung yang terdapat di antara dua bangunan tadi. Beda usia di antara mereka 37 tahun. Le Mayeur meninggal di Belgia karena sakit pada 31 Mei 1958, sedangkan Ni Pollok meninggal di Kelandis, Denpasar, pada 21 Juli 1985. NOERMAN

Ke Sanur, Ingat Museum Le Mayeur

IDE awal menggunakan rumah kediaman Le Mayeur-Ni Pollok sebagai museum timbul pada tahun 1956 saat Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI yaitu Bahder Djohan berkunjung ke rumah Le Mayeur. Bahder sangat terkesan dengan karya seni Le Mayeur, dan mence-tuskan gagasan untuk menjadikan rumah tinggal Le May-eur sebagai museum agar karya seninya dapat dilestarikan. Gagasan ini disambut baik oleh Le Mayeur.

Kini sepeninggal pemiliknya, maka kediaman pasan-gan ini termasuk koleksi seni lukis yang ditinggalkannya sepenuhnya milik Pemerintah Indonesia yang dikelola oleh Pemda Propinsi Bali. Saat ini Museum Le Mayeur dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Bagian Proyek Pembinaan Permu-seuman Bali. Pemeliharaan daya tarik wisata Museum Le Mayeur ini rutin dilakukan oleh pegawai-pegawai museum setempat seperti melakukan pembersihan gedung dan ben-da-benda yang dipamerkan secara berkala.

Secara keseluruhan, Museum Le Mayeur memang layak untuk dikunjungi dengan karya yang bernilai seni tinggi dan unik pada puluhan tahun yang lalu. Selain itu, keberadaan Le Mayeur di Bali mempengaruhi perkembangan kesenian di Bali khususnya seni lukis hingga saat ini. NOERMAN

Dari Sebuah Rumah Tinggal

BaliMandara/noermanLEGENDA SANUR : Sebuah kolam yang menyambut pengunjung ketika memasuki bagian dalam Museum Le Mayeur (kiri), berbagai koleksi lukisan karya Le Mayeur selama menghabiskan hidupnya di Bali.

PADA tanggal 18 Juni 2013 ini, kelompok Teater Mini Badung (TMB)

pimpinan IB Anom Ranuara genap berusia 34 tahun. Masyarakat Bali,

terutama pemirsa TV, umumnya pada era 1980-an hingga 1990-an

sudah tak asing lagi dengan tayangan drama klasik di TVRI Denpasar

(sekarang TVRI Bali). Drama klasik ala TMB tersebut, pada zamannya,

sudah menjadi tontonan favorit atau unggulan, tidak saja ditayangkan

TVRI Denpasar, juga TVRI Pusat pada momen-momen tertentu.

Setelah menjalani masa vakum begitu lama, kini TVRI Bali mu-lai menghidupkan lagi drama

klasik yang sudah menjadi salah satu genre seni pertunjukan Bali ini. Meski tak sesering dan sepadat dulu jadwal tayangannya, setidaknya iktikad mem-bangkitkan lagi drama klasik di TV ini merupakan kabar baik bagi upaya pemberian tayangan berkualitas bagi pemirsa Bali. Secara implisit, upaya ini setidaknya juga menjembatani kes-inambungan drama klasik ala Teater Mini Badung (TMB) tetap ada, berjalan, dan berkreasi.

Tekad untuk beraktivitas kembali ini, setidaknya sudah dicetuskan pada acara temu kangen sesama anggota TMB pada awal tahun 2013 ini di ke-diaman IB Anom Ranuara, di kawasan Umadawa, Pejeng Kangin, Tampaksir-ing, Gianyar. Dua anggota TMB – IB Purwasila dan Putri Suastini – mewakili

sejumlah anggota lainnya, misalnya, mengatakan memang selalu saja ada rasa rindu dari pihaknya untuk tetap bisa bermain drama klasik. Namun, para anggota TMB banyak yang bekerja sehingga sulit dikumpulkan.

Kini, anggota TMB memang sudah tak lagi mini alias kecil, tetapi sudah be-rumur rata-rata 50-an tahun lebih. Arti-nya, harus ada ada generasi yang mau melanjutkannya. TMB sudah banyak melahirkan para profesional. ‘Alumnus’ TMB ada yang terus sebagai pemain teater, sinetron, model iklan dan banyak

pula yang jadi pengajar, pejabat pemer-intahan, pengusaha dan profesional lainnya.

Bermula Anak-anakMenurut ke belakang, sebagaimana

secara lengkap dimuat dalam buku Tri Dasa Warsa Teater Mini Badung yang mengupas perihal jeroan TMB, per-jalanan TMB sangatlah panjang dan fenomenal. Buku yang ditulis Jiwa At-maja, dosen Faksas Universitas Uday-ana yang juga pengamat dan kritikus, ini juga mencatat bagaimana perjala-nan kreatif Anom Ranuara dalam jagat kesenian di Bali. Menurut Jiwa, TMB telah turut membangun dunia perteat-eran di Bali.

TMB adalah teater yang tampak modern karena antara lain menggu-nakan naskah atau script, namun tidak meninggalkan tradisi, bahkan men-golahnya sedemikian rupa sehingga menjadi tontonan teater yang menarik dan diminati masyarakat Bali, tanpa mengabaikan kualitas. TMB terben-tuk berawal dari gagasan Anom Ranu-ara mengumpulkan anak-anak yang suka bermain drama pada 1970-an. Anak-anak itu umumnya berasal dari daerah Panjer sampai Sesetan, Den-pasar. Agar perkumpulan anak-anak ini menjadi organisasi teater, Anom Ranuara kemudian memberinya nama Teater Mini.

Pada perkembangannya, Teater Mini pun beranggotakan banyak orang dewasa dan menerima tawaran untuk mengisi acara di stasiun TVRI Den-pasar dalam tayangan Bhineka Tunggal Ika yang disiarkan secara sentral dari Jakarta. Dari situ, muncullah garapan drama Jayaprana. Peristiwa ini pula yang kemudian memberikan inspirasi dan semangat baru Anom Ranuara un-tuk membuat nama Teater Mini Badung pada 18 Juni 1979. Imbuhan Badung muncul secara sederhana berhubungan dengan faktor wilayah, karena aktivitas Teater Mini kala itu di wilayah Pemkab Badung.

Dengan makin meningkatnya akti-vitas TMB, berefek pula terhadap per-ekrutan anggota yang tidak lagi beras-al dari daerah Badung, namun sudah merambah ke daerah lainnya, bahkan dari seluruh Bali. Keberhasilan TMB dalam menggarap drama Jayaprana

akhirnya mengundang sejumlah per-mintaan berbagai pihak, terutama dari TVRI Denpasar, untuk mengo-lah cerita-cerita tradisional lainnya. Untuk itu, Anom Ranuara mencoba mengangkat dunia pewayangan yang bersumber dari Mahabharata dan Ra-mayana.

Cerita WayangPentas yang ditampilkan TMB

terutama di TV, dalam perbendaha-raan seni pertunjukan di Bali, populer disebut drama klasik. Apa pasalnya? Ternyata, istilah ini muncul ketika Anom Ranuara – pendiri, penulis naslah, dan sutradara TMB -- mencoba mengangkat dunia pewayangan yang bersumber dari Mahabharata dan Ra-mayana. Ceritanya, setelah dua kali penayangan di televisi, Anom Ranuara lalu ditanyai oleh bagian penyiaran TVRI mengenai apa nama drama yang ditayangkan itu.

Ada alternatif istilah ketika itu yang disodorkan: drama tradisional, drama modern, atau drama wayang. Dari situ-lah lalu Anom Ranuara menyebut gara-pannya sebagai drama klasik karena ia mementaskan atau menampilkan ceri-ta-cerita klasik yang bersumber pada Itihasa, yakni cerita Ramayana dan Ma-habharata. Drama klasik yang dimak-sud Ranuara tak sebatas memainkan cerita pewayangan, namun juga dikem-bangkan dengan menampilkan cerita-cerita rakyat yang mengisahkan peris-tiwa sekitar abad ke-10 sampai ke-14, yang digolongkannya ke dalam kisah-kisah klasik.

Sebagaimana diketahui, drama kla-sik yang ditayangakan TVRI Denpasar (kini TVRI Bali) pada 1980-an meru-pakan tontonan yang sangat ditunggu-tunggu pemirsa. Namun, dalam per-jalanannya, TMB sempat mengalami fase vakum. Fase ini terjadi ketika TVRI Denpasar yang notabene ‘milik’ pemerintah berubah status ke Perjan. Perubahan status ini berdampak besar bagi perjalanan Anom Ranuara dan TMB-nya karena kesempatan mengisi acara di stasiun televisi itu terputus. Namun kini, di TVRI Bali, drama klasik ala TMB ini tayang lagi secara periodik. Inilah cerita tentang legenda kelompok yang mempopulerkan genre seni drama klasik. MARTIN

Teater Mini Badung

Legenda Kelompok yang Populerkan Drama Klasik

BaliMandara/istKISAH ASMARA : Le Mayeur bersama istrinya Ni Pollok.

BaliMandata/istABADIKAN ISTRI : Le Mayuer kerap kali menjadikan Ni Pollok istrinya sebagai obyek lukisan.

BaliMandara/martinGALI KREATIVITAS : Pertemuan sebagian kecil para anggota Teater Mini Badung.

BaliMandara/martinIB Anom Ranuara

BaliMandara/martinDRAMA KLASIK: Penampilan Teater Mini Badung di TVRI Bali dalam drama yang berjudul ‘Gugurnya Kumbakarna‘

Page 6: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

8 PA R I W I S ATA Edisi 8 | 16 - 30 April 2013Bali Mandara 5Edisi 8 | 16 - 30 April 2013 K R E AT I V I TA SBali Mandara

SEBAGAI salah satu kawasan wisata andalan Bali, Sanur

tidak hanya dikenal akan keindahan alam pantainya

yang selalu dijubeli pengunjung, namun juga

memiliki warisan karya-karya seni dalam bentuk lukisan.

Untuk menikmati hasil karya seni nan indah di kawasan

Sanur tersebut, Museum Le Mayeur menjadi sebuah tujuan

yang tidak bisa dilewatkan.

Nama Le Mayeur diam-bil dari nama seorang pelukis bernama An-

drien Jean Le Mayeur De Mer-pres yang merupakan pelukis kelahiran Belgia. Le Mayeur yang datang pada tahun 1932 san-gat tertarik dengan budaya Bali hingga akhirnya memutuskan menetap dan bahkan menikahi seorang gadis Bali bernama Ni Nyoman Pollok.

Jalur PariwisataSejak 28 Agustus 1957, Le

Mayeur dan Ni Pollok meny-erahkan rumah beserta isinya ke Pemerintah RI untuk dijadi-kan museum. Museum Le May-eur pun tetap berdiri dan lestari hingga saat ini dengan dikelola di bawah naungan Dinas Pendi-dikan Pemprov Bali. Museum Le Mayeur terletak di Jalan Hang Tuah, tepi Pantai Sanur yang ter-masuk dalam wilayah Banjar Pe-kandelan, Sanur Kaja.

Lokasinya dapat dengan mu-dah dicapai karena berada dalam jalur pariwisata. Bangunannya sangat terkesan tradisional Bali. Dari pondasi yang terbuat dari batu karang laut, tiang bangunan serta jendela penuh dengan uki-ran. Tiga ruang utama bangunan ini adalah ruang tamu yang dihi-asi lukisan, meja dan perabotan-perabotan berukiran antik.

Ruang keluarga, penuh den-gan lukisan-lukisan kecil ala Ero-pa. Ruang utamanya merupakan studio tempat Le Mayeur me-

lukis, paling luas dan dipenuhi lukisan-lukisan berukuran besar. Selain itu terdapat pula ruang baca, dan paling ujung adalah ruang tidur pasangan ini serta ruang hias dan ruang mandi Ni Pollok.

Koleksi Utama

Koleksi utama Museum Le Mayeur berupa 88 lukisan karya maestro terkenal berkebangsaan Belgia -- Andrien Jean Le Mayeur de Merpres – itu dengan aliran atau gaya impresionis. Dari 88 lukisan tersebut, 4 buah dibuat pada tahun 1921, 4 buah dibuat pada 1927, 3 buah dibuat pada 1928, 28 buah dibuat pada 1929, 3 buah dibuat pada 1930, 14 buah

dibuat pada 1938, 23 buah dibuat pada 1942, dan 10 buah dibuat pada 1957.

Sejumlah 47 lukisan men-gambil tema Bali, sedangkan bahan yang digunakan antara di atas kanvas, hand board tripleks, kertas dan bagor atau kain goni. Media lukis kain goni, misalnya, digunakan oleh Le Mayeur pada masa penjajahan Jepang karena kesulitan mendapatkan kiriman kanvas dari Belgia. Sebagian be-sar lukisan di museum ini mer-ekam kenangan sang empunya dengan perempuan (Ni Pollok) adalah mayoritas obyeknya. Den-gan latar kebun bunga, atribut perempuan Bali dengan tengku-luk dan busana kain setengah

dada sedang beraktivitas.Sedangkan di bangunan lain,

tersimpan beberapa koleksi sep-erti bokor, hiasan pakaian tari Ni Pollok dan lainnya. Terdapat pula benda-benda bersejarah peninggalan Le Mayeur lainnya. Sosok Le Mayeur dan Ni Pollok

diabadikan dalam patung yang terdapat di antara dua bangunan tadi. Beda usia di antara mereka 37 tahun. Le Mayeur meninggal di Belgia karena sakit pada 31 Mei 1958, sedangkan Ni Pollok meninggal di Kelandis, Denpasar, pada 21 Juli 1985. NOERMAN

Ke Sanur, Ingat Museum Le Mayeur

IDE awal menggunakan rumah kediaman Le Mayeur-Ni Pollok sebagai museum timbul pada tahun 1956 saat Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan RI yaitu Bahder Djohan berkunjung ke rumah Le Mayeur. Bahder sangat terkesan dengan karya seni Le Mayeur, dan mence-tuskan gagasan untuk menjadikan rumah tinggal Le May-eur sebagai museum agar karya seninya dapat dilestarikan. Gagasan ini disambut baik oleh Le Mayeur.

Kini sepeninggal pemiliknya, maka kediaman pasan-gan ini termasuk koleksi seni lukis yang ditinggalkannya sepenuhnya milik Pemerintah Indonesia yang dikelola oleh Pemda Propinsi Bali. Saat ini Museum Le Mayeur dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan, Bagian Proyek Pembinaan Permu-seuman Bali. Pemeliharaan daya tarik wisata Museum Le Mayeur ini rutin dilakukan oleh pegawai-pegawai museum setempat seperti melakukan pembersihan gedung dan ben-da-benda yang dipamerkan secara berkala.

Secara keseluruhan, Museum Le Mayeur memang layak untuk dikunjungi dengan karya yang bernilai seni tinggi dan unik pada puluhan tahun yang lalu. Selain itu, keberadaan Le Mayeur di Bali mempengaruhi perkembangan kesenian di Bali khususnya seni lukis hingga saat ini. NOERMAN

Dari Sebuah Rumah Tinggal

BaliMandara/noermanLEGENDA SANUR : Sebuah kolam yang menyambut pengunjung ketika memasuki bagian dalam Museum Le Mayeur (kiri), berbagai koleksi lukisan karya Le Mayeur selama menghabiskan hidupnya di Bali.

PADA tanggal 18 Juni 2013 ini, kelompok Teater Mini Badung (TMB)

pimpinan IB Anom Ranuara genap berusia 34 tahun. Masyarakat Bali,

terutama pemirsa TV, umumnya pada era 1980-an hingga 1990-an

sudah tak asing lagi dengan tayangan drama klasik di TVRI Denpasar

(sekarang TVRI Bali). Drama klasik ala TMB tersebut, pada zamannya,

sudah menjadi tontonan favorit atau unggulan, tidak saja ditayangkan

TVRI Denpasar, juga TVRI Pusat pada momen-momen tertentu.

Setelah menjalani masa vakum begitu lama, kini TVRI Bali mu-lai menghidupkan lagi drama

klasik yang sudah menjadi salah satu genre seni pertunjukan Bali ini. Meski tak sesering dan sepadat dulu jadwal tayangannya, setidaknya iktikad mem-bangkitkan lagi drama klasik di TV ini merupakan kabar baik bagi upaya pemberian tayangan berkualitas bagi pemirsa Bali. Secara implisit, upaya ini setidaknya juga menjembatani kes-inambungan drama klasik ala Teater Mini Badung (TMB) tetap ada, berjalan, dan berkreasi.

Tekad untuk beraktivitas kembali ini, setidaknya sudah dicetuskan pada acara temu kangen sesama anggota TMB pada awal tahun 2013 ini di ke-diaman IB Anom Ranuara, di kawasan Umadawa, Pejeng Kangin, Tampaksir-ing, Gianyar. Dua anggota TMB – IB Purwasila dan Putri Suastini – mewakili

sejumlah anggota lainnya, misalnya, mengatakan memang selalu saja ada rasa rindu dari pihaknya untuk tetap bisa bermain drama klasik. Namun, para anggota TMB banyak yang bekerja sehingga sulit dikumpulkan.

Kini, anggota TMB memang sudah tak lagi mini alias kecil, tetapi sudah be-rumur rata-rata 50-an tahun lebih. Arti-nya, harus ada ada generasi yang mau melanjutkannya. TMB sudah banyak melahirkan para profesional. ‘Alumnus’ TMB ada yang terus sebagai pemain teater, sinetron, model iklan dan banyak

pula yang jadi pengajar, pejabat pemer-intahan, pengusaha dan profesional lainnya.

Bermula Anak-anakMenurut ke belakang, sebagaimana

secara lengkap dimuat dalam buku Tri Dasa Warsa Teater Mini Badung yang mengupas perihal jeroan TMB, per-jalanan TMB sangatlah panjang dan fenomenal. Buku yang ditulis Jiwa At-maja, dosen Faksas Universitas Uday-ana yang juga pengamat dan kritikus, ini juga mencatat bagaimana perjala-nan kreatif Anom Ranuara dalam jagat kesenian di Bali. Menurut Jiwa, TMB telah turut membangun dunia perteat-eran di Bali.

TMB adalah teater yang tampak modern karena antara lain menggu-nakan naskah atau script, namun tidak meninggalkan tradisi, bahkan men-golahnya sedemikian rupa sehingga menjadi tontonan teater yang menarik dan diminati masyarakat Bali, tanpa mengabaikan kualitas. TMB terben-tuk berawal dari gagasan Anom Ranu-ara mengumpulkan anak-anak yang suka bermain drama pada 1970-an. Anak-anak itu umumnya berasal dari daerah Panjer sampai Sesetan, Den-pasar. Agar perkumpulan anak-anak ini menjadi organisasi teater, Anom Ranuara kemudian memberinya nama Teater Mini.

Pada perkembangannya, Teater Mini pun beranggotakan banyak orang dewasa dan menerima tawaran untuk mengisi acara di stasiun TVRI Den-pasar dalam tayangan Bhineka Tunggal Ika yang disiarkan secara sentral dari Jakarta. Dari situ, muncullah garapan drama Jayaprana. Peristiwa ini pula yang kemudian memberikan inspirasi dan semangat baru Anom Ranuara un-tuk membuat nama Teater Mini Badung pada 18 Juni 1979. Imbuhan Badung muncul secara sederhana berhubungan dengan faktor wilayah, karena aktivitas Teater Mini kala itu di wilayah Pemkab Badung.

Dengan makin meningkatnya akti-vitas TMB, berefek pula terhadap per-ekrutan anggota yang tidak lagi beras-al dari daerah Badung, namun sudah merambah ke daerah lainnya, bahkan dari seluruh Bali. Keberhasilan TMB dalam menggarap drama Jayaprana

akhirnya mengundang sejumlah per-mintaan berbagai pihak, terutama dari TVRI Denpasar, untuk mengo-lah cerita-cerita tradisional lainnya. Untuk itu, Anom Ranuara mencoba mengangkat dunia pewayangan yang bersumber dari Mahabharata dan Ra-mayana.

Cerita WayangPentas yang ditampilkan TMB

terutama di TV, dalam perbendaha-raan seni pertunjukan di Bali, populer disebut drama klasik. Apa pasalnya? Ternyata, istilah ini muncul ketika Anom Ranuara – pendiri, penulis naslah, dan sutradara TMB -- mencoba mengangkat dunia pewayangan yang bersumber dari Mahabharata dan Ra-mayana. Ceritanya, setelah dua kali penayangan di televisi, Anom Ranuara lalu ditanyai oleh bagian penyiaran TVRI mengenai apa nama drama yang ditayangkan itu.

Ada alternatif istilah ketika itu yang disodorkan: drama tradisional, drama modern, atau drama wayang. Dari situ-lah lalu Anom Ranuara menyebut gara-pannya sebagai drama klasik karena ia mementaskan atau menampilkan ceri-ta-cerita klasik yang bersumber pada Itihasa, yakni cerita Ramayana dan Ma-habharata. Drama klasik yang dimak-sud Ranuara tak sebatas memainkan cerita pewayangan, namun juga dikem-bangkan dengan menampilkan cerita-cerita rakyat yang mengisahkan peris-tiwa sekitar abad ke-10 sampai ke-14, yang digolongkannya ke dalam kisah-kisah klasik.

Sebagaimana diketahui, drama kla-sik yang ditayangakan TVRI Denpasar (kini TVRI Bali) pada 1980-an meru-pakan tontonan yang sangat ditunggu-tunggu pemirsa. Namun, dalam per-jalanannya, TMB sempat mengalami fase vakum. Fase ini terjadi ketika TVRI Denpasar yang notabene ‘milik’ pemerintah berubah status ke Perjan. Perubahan status ini berdampak besar bagi perjalanan Anom Ranuara dan TMB-nya karena kesempatan mengisi acara di stasiun televisi itu terputus. Namun kini, di TVRI Bali, drama klasik ala TMB ini tayang lagi secara periodik. Inilah cerita tentang legenda kelompok yang mempopulerkan genre seni drama klasik. MARTIN

Teater Mini Badung

Legenda Kelompok yang Populerkan Drama Klasik

BaliMandara/istKISAH ASMARA : Le Mayeur bersama istrinya Ni Pollok.

BaliMandata/istABADIKAN ISTRI : Le Mayuer kerap kali menjadikan Ni Pollok istrinya sebagai obyek lukisan.

BaliMandara/martinGALI KREATIVITAS : Pertemuan sebagian kecil para anggota Teater Mini Badung.

BaliMandara/martinIB Anom Ranuara

BaliMandara/martinDRAMA KLASIK: Penampilan Teater Mini Badung di TVRI Bali dalam drama yang berjudul ‘Gugurnya Kumbakarna‘

Page 7: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

4 WA WA N C A R A K H U S U S Edisi 8 | 16 - 30 April 2013Bali Mandara 9Edisi 8 | 16 - 30 April 2013 B U D A YABali Mandara

PERTUNJUKAN dengan mengenakan topeng

merupakan seni pentas tertua di jagat ini. Hampir setiap

bangsa di berbagai pelosok dunia mempunyai benda seni

penutup wajah dalam berbagai wujud dan watak. Kiranya

hingga kini pun topeng-topeng itu masih menjadi bagian

tradisi atau ekspresi estetik masyarakat manusia.

Hal tersebut dikatakan dosen ISI Denpasar yang juga pengamat

seni Kadek Suartaya, SSKar., MSi. “Bahkan pada masyara-kat yang masih lekat dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, topeng bukan han-ya dipandang sebagai sekadar penutup wajah, namun diang-gap memiliki kekuatan magis. Sedangkan keberadaan topeng pada masyarakat modern selain tetap diusung sebagai benda seni, juga dikembangkan seb-agai bentuk seni pertunjukan tari atau teater,” imbuhnya.

Dikatakan Suartaya, to-peng sebagai seni pertunjukan berkembang subur di Jawa dan Bali. Di Jawa, tari dengan mengenakan topeng sudah dikenal sejak zaman Majapahit.

Raja Brawijaya masyur seb-agai penari topeng yang piawai. Demikian pula di Bali, tari atau teater dengan mengenakan to-peng sudah berkembang pada abad ke-16, pada zaman kejay-aan kerajaan Bali.

Sejumlah catatan tua berupa prasasti atau lontar juga telah menyinggung tentang adanya tari topeng atau kelompok pe-main topeng. Batu bertulis Jaha yang ditemukan di Jawa pada tahun 840 Masehi menyebutkan tentang atapukan yang artinya topeng. Di Bali, prasasti Bebetin 896 Masehi juga menyebutkan adanya patapukan yang artinya perkumpulan penari topeng.

Bentuk SeniMasyarakat Bali memiliki

beberapa bentuk seni pertun-jukan bertopeng. Namun yang lazim disebut topeng adalah adalah seni pentas ritual To-peng Pajegan. “Pertunju-kan topeng yang umumnya dibawakan secara solo oleh seorang penari ini tidak hanya hadir dalam prosesi keagamaan di halaman utama pura, namun juga berfungsi dalam upacara perkawinan, potong gigi, hing-ga ritus ngaben.

Tema-tema kisah yang dib-awakan bersumber dari babad, cerita semi sejarah, dengan

puncak penampilan figur to-peng berkarakter angker yang disebut Sidakarya,” papar Su-artaya seraya merinci, seni per-tunjukan Wayang Wong, Bar-ong Kedingkling, dan Barong Berutuk misalnya, juga me-makai tapel tapi tak pernah disebut sebagai topeng.

Wayang Wong yang berangkat dari sumber epos Ramayana se-luruh pemerannya memakai ta-pel atau topeng. Barong Keding-kling yang biasanya hadir dalam tradisi ngelawang mempergu-nakan tapel figur-figur penting Ramayana. Pun Barong Berutuk yang disakralkan di Desa Tru-nyan, Bangli, semua perannya menggunakan topeng bernuansa primitif. Namun ketiganya tak disebut seni pertunjukan topeng. Rangda dan tari Jauk juga tidak digolongkan genre topeng.

Menari SendiriPertunjukan topeng di-

duga merupakan kreativitas seniman Bali, bukan pengaruh dari kesenian Majapahit. Se-bab, menurut Suartaya, pada mulanya kesenian ini muncul pada era kejayaan Gelgel, akhir abad ke-17. Disebutkan, I Gusti Pering Jelantik membawakan drama tari seorang diri dengan memakai topeng rampasan le-luhurnya, Patih Jelantik, ketika

Gelgel menaklukkan Blamban-gan. “Saat konflik politik meng-guncang Gelgel, topeng-topeng itu diboyong ke Desa Blahbatuh sekitar tahun 1879 yang hinggi kini dikeramatkan di Pura Pe-nataran Topeng,” jelasnya.

Pada tahun-tahun berikut-nya, setelah pementasan di Puri Gelgel itu, penampilan ala I Gusti Pering Jelantik – yang kemudian menjadi To-

peng Pajegan itu -- kemudian menjadi kebiasaan di tengah-tengah masyarakat Bali, teru-tama ditradisikan saat prosesi keagamaan, odalan misalnya. “Dalam perkembangannya, muncul Topeng Panca, drama tari topeng yang dibawakan oleh lima penari yang lebih mengarah sebagai seni pentas tontonan nonritual,” ujar Su-artaya. MARTIN

Seni Pertunjukan Topeng

Tradisi, Ekspresi Estetik, sampai Kekuatan Magis

SEBAGAIMANA kabupaten lain di Bali, Kabupaten Bule-leng juga tremasuk salah satu wilayah penting dalam sejarah perkembangan topeng di Bali. Sebutlah Desa Tejakula di Ke-camatan Tejakula bagian timur Kabupaten Buleleng.

Menurut jurnalis, sastrawan, yang juga pengamat seni Made Adnyana, di Tejakula terdapat sekitar 180 topeng atau tapel yang biasa digunakan oleh sekaa Wayang Wong di desa itu untuk memainkan kisah-kisah Rama-yana. Jumlah itu belum termasuk topeng duplikat yang digunakan untuk memainkan Wayang Wong pada arena yang lebih sekuler.

Dua PedagangSejumlah pemerhati topeng

menyebut seni topeng di Tanah Air dipercaya berkembang mu-lai abad ke-17. Namun Adnyana menyebut, warga di Tejakula jus-tru memperkirakan seni Wayang Wong yang menggunakan topeng khas di desa itu sudah hidup sekitar abad ke-16. Awal perkem-bangan Wayang Wong di Tejakula dimulai ketika dua pengalu (peda-

gang) datang ke desa itu untuk berdagang, Sangsibatan dari Ban-gli dan Jelantik dari Klungkung.

“Mereka memutuskan ting-gal di Tejakula. Dua orang itulah kemudian punya inisiatif meran-

cang kesenian Gambuh. Satu dari mereka menjadi penari Par-wa dan satu lagi menjadi penari Gambuh. Dalam perkembangan selanjutnya, kedua seniman pedagang itu membentuk sekaa

Wayang Wong,” papar Adnyana.Warga Tejakula pun meng-

umpulkan kayu untuk dijadikan bahan tapel. Konon, setelah kayu dipotong-potong, lalu ditinggalkan di sebuah tempat untuk dikering-kan, ajaib, kayu-kayu yang sudah terpotong itu membentuk seperti wajah. Ada wajah seperti Anoman, ada seperti raksasa dan tokoh lain yang kerap dikenal dalam cerita-cerita Ramayana. Melihat ke-ajaiban itu, semangat warga untuk membentuk sekaa Wayang Wong makin berkobar. Maka warga lalu tinggal hanya membentuk dan mereka-reka wajah secara lebih jelas dan lebih rinci.

Festival Topeng

Generasi penerus sekaa Wayang Wong Tejakula ini kini mengempon sekitar 180 topeng. Topeng itu sungguh sakral dan dis-tanakan di Pura Maksan. Topeng itu sangat beragam. Selain topeng berupa tokoh-tokoh penting dalam cerita Ramayana juga terdapat ber-bagai topeng dengan tokoh pendu-kung dalam cerita klasik itu.

“Selain bentuk topeng, per-bedaan Wayang Wong Tejakula

dengan wayang wong lain di Bali adalah stilisasi gerakan penarin-ya. Yang lebih khas, semua pe-main dalam Wayang Wong Te-jakula menggunakan topeng, termasuk Dewi Sita,” tutur Ad-nyana serya menambahkan, kini generasi muda Tejakula sudah punya jiwa besar untuk menyam-bung regenerasi sekaa.

Dengan hanya melihat Way-ang Wong Tejakula saja sesung-guhnya Buleleng bisa dimasuk-kan dalam salah satu daerah penting dalam sejarah topeng di Nusantara maupun di dunia. Se-hingga tidak salah Internasional Marsk Arts and Culture Organi-zation (IMACO) mempercayakan Buleleng menjadi tuan rumah Festival Topeng Internasional yang digelar pada tiap November.

IMACO Conference 2011 di Singaraja tentu menjadi mo-men penting bagi seniman topeng di Buleleng dan Bali umumnya. “Wayang Wong Te-jakula bisa ditunjukkan kepada dunia sebagai salah satu acuan dalam melacak kembali kela-hiran seni topeng di dunia,” pungkas Adnyana. MARTIN

Seni Topeng, dari Tejakula ke Forum Dunia

SOSOK I Gusti Ngurah Gede Pemecutan ini memang dikenal gigih berjuang dalam kesenian. Dedikasinya terhadap seni ia tunjukkan dari puluhan hasil

karyanya berupa lukisan dengan sidik jari. Bahkan, pada 4 Juli 1993 putra dari Anak Agung Gede Lanang Pemecutan, yang tak lain merupakan keturunan pejuang I Gusti Ngurah Rai dengan Jero Tunjung, ini mendirikan Museum

Lukisan Sidik Jari.

Museum ini dibuka untuk umum pada 1995 ini, hingga kini telah memi-liki 200 koleksi lukisan dan kerajinan lainnya. Uniknya, 98 di antaranya merupakan lukisan sidik jari karya I Gusti Ngurah Gede Pemecutan.

Mungkin teknik lukis menggunakan sidik jari ini bisa dibilang langka dan satu-sat-unya di dunia, ditemukannya tanpa sengaja pada 9 April 1967.

Konsistensi berkarya I Gusti Ngurah Gede Pemecutan melukis dengan sidik jari mengantarkannya menerima Penghargaan Museum Record Dunia Indonesia (Muri) sebagai “Pelopor Teknik Melukis dengan Sidik Jari dan Kolektor Sidik Jari Terban-yak”. Ia melukis dengan menggunakan sidik jari pribadi dan sekaligus menjadi kolektor sidik jari terbanyak 1.507700 yang dibuat dalam bentuk lukisan. Berikut petikan wawancara Bali Mandara dengan suami Anak Agung Sayu Alit Puspitawati, di Museum Lukisan Sidik Jari, Jalan Hayam Wuruk, Denpasar.

Bagaimana awal perjalanan karir Anda sampai saat ini menjadi pelukis?Memang sejak kecil saya suka melukis, dan sejak kecil juga sering sakit-sakitan.

Pada zaman saya belum ada SMA di Denpasar, saya sekolah di Malang. Tamat SMA ingin melanjutkan ke Kedokteran tidak diterima karena sering sakit dan terlam-bat mendaftar. Lalu berpikir kembali melanjutkan pendidikan di ASRI Yogyakarta. Karena terlambat tidak diterima juga. Akhirnya saya melanjutkan ke Fakultas Bi-ologi, belum ada 3 bulan sudah jenuh, lebih baik saya berhenti. Akhirnya tahun 1960 saya memutuskan untuk pulang dan bekerja.

Kerja apa Anda waktu itu?Zaman itu sangat gampang mencari pekerjaan, saya bekerja di Bali-

tex, awalnya saya senang karena belajar tentang teknik pewarnaan. Tapi ternyata di sana semua sudah tertata, jadi tidak belajar semua dikerjakan oleh mesin. Saya berhenti lalu melamar lagi di perusahaan dagang milik Belanda. Saya pegawai pertama saat itu, saya jadi tu-kang sapu, bersih-bersih kantor. Kebetulan lokasi tempat kerja san-gat dekat dengan rumah saya (Puri Pemecutan). Karena berdekatan dengan rumah dan malu jika dilihat keluarga, saya punya akal yakni nyapu pagi-pagi jam 5.30 sambil pakai topi klangsah. Orang-orang ti-dak tahu kalau saya paginya jadi pekerja kasar, tapi sampai rumah su-dah dandan bagus.

Anda berkeja sambil melukis?Begini, saya kemudian pindah kerja lagi menjual barang klon-

tongan ke pasar-pasar di desa-desa. Dari situ saya kenal para pematung sampai penjual kain kanvas. Dari sana juga saya kenal pelukis-pelukis senior, di antaranya Wayan Kaya yang saya anggap sebagai pembimbing. Sambil kerja, saya melukis. Pada waktu itu tahun 1960-an saya sering nongkrong di Yayasan Kerajinan Bali (sekarang Museum Bali). Dulu ada galeri, jadi saya sering di sana dan bertemu dengan seniman lainnya. Karena banyak kenal den-gan pemahat dan pelukis, akhirnya saya dim-inta bantuan mengurus pameran-pameran di Istana Tampak Siring. Para tamu ke-pala negara pada zaman Soekarno sering datang dan mampir ke Bali dan saya seb-agai petugasnya.

Apa yang membuat Anda ingin mendalami seni lukis?

Dulu di depan rumah (seka-rang toko buku Toga Mas) itu bekas rumah pelukis Bambang Sugeng dari Lawang Jawa Timur. Pada zaman itu pelu-kis-pelukis seberang sering ngumpul seperti Affandi, Rusli Tua dan banyak lagi. Pada waktu itu saya masih muda, jadi sering men-dengarkan mereka saling gergeran (bercan-da), saling kritik, ngobrol, dan melukis di sana. Nah, di obrolan itu, saya dengar bah-wa seniman harus punya komitmen dan di antara mereka tidak boleh saling tiru, harus punya jati diri. Kata-kata itu yang memotivasi, bagaimana saya harus tidak sama dengan pelukis lainnya. Saya harus punya jati diri.

Kapan Anda menekuni teknik me-lukis dengan sidik jari?

Dulu saya sudah punya studio lukis di Kuta. Suatu saat ada seorang kawan sering datang membawa lukisan dan sket, dia mengaku pelukis. Akhirnya setelah dicek, ternyata ia bukan pelukis dilihat dari hasil coretannya. Saya merasa dibohongi dan kecewa. Lalu saya pulang ke studio dan kembali melukis, maunya menunjukkan kepada dia bahwa saya lebih pintar darinya. Saya lalu melukis tari Baris, tapi gagal terus, mungkin karena emosi dan kecewa. Kuas dan semua peralatan lukis saya ting-gal. Akhirnya mengikuti gaya Affandi, saya melukis pakai tangan dan itu maksud-nya untuk merusak. Saya berhenti dan istirahat sejenak memandangi lukisan terse-but. Dari banyaknya sentuhan jari, timbul efek indah. Muncullah pikiran saya kalau seluruhnya pakai tangan barangkali jadi juga lukisan ini. Itu awalnya, berangkat dari ketidaksengajaan. Sejak itu saya paksakan mengurangi pemakaian kuas dan memperbanyak pakai jari tangan.

Anda sudah pernah mengikuti pameran di mana saja?Di luar negeri, Jepang dan Jerman. Di dalam negeri saya tak pernah pameran,

sekali pameran tunggal di Surabaya. Setelah pameran dua minggu, ada orang dari Italia terkesan dengan lukisan saya dan ia berpesan untuk terus mengembangkan teknik ini. Menurutnya, belum ada teknik seperti ini. Dua bulan kemudian dia men-girimkan saya buku tentang lukisan mozaik mirip tapi dalam bentuk kotak, bahkan dikirimkan cat, kuas dan permen coklat dari Italia. Tahun 1988 saya pameran ber-sama di Jakarta dengan Sanggar Kamboja.

Sudah berapa karya Anda dan temanya apa saja?Seluruhnya karya sidik jari yang masih sampai sekarang 98 lukisan, dan masih

banyak lukisan lainnya putih hitam dan macam-macam. Bisa dilihat dari tulisan po-jok kiri setiap lukisan saya, jadi sekarang sudah sampai 666 lukisan. Semua yang sudah selesai saya kasih nomer biar tahu jumlah lukisan yang selesai. Soal tema

atau inspirasi, datang eksidental, datang begitu saja seperti lukisan lukisan kapal udara, mobil, sepeda, upacara, landscape dan apa yang ada di Bali.

Apakah Anda sudah menyiapkan generasi penerus untuk

teknik lukisan sidik jari ini?Memang ada orang dari Kanada, mereka datang khusus

mempelajari lukis sidik jari sekadar teori saja dan nantinya dia yang akan mengembangkan sendiri. Untuk orang lokal, dulu saya pernah mendidik beberapa orang tahun 2008 selama dela-pan bulan, tapi belum jadi.

Bagaimana tentang Museum Lukisan Sidik Jari yang Anda bangun?

Dulu saya berpikir, kalau dewasa mau jadi apa. Kalau toh nanti jatuhnya jadi pelukis, saya harus punya museum. Jadi,

sejak SMA saya sudah punya cita-cita punya museum. Saya dulu terpengaruh oleh Museum Le Mayeur, Sanur. Visi dan misi mu-

seum saya arahkan ke pendidikan karena image masyarakat tentang museum sampai saat ini dianggap menyimpan

barang-barang antik. Nah, bagaimana agar masyara-kat berminat berkunjung ke museum, saya bikin

museum ini ada kursusnya seperti tari Bali, me-lukis, tabuh, bahasa Bali, dan bahasa Jepang.

Dengan demikian orang tua atau keluarga yang mengantarkan anaknya, secara tidak langsung masuk ke museum dan akhirnya mencari tahu tentang museum.

Selain melukis, ada kegiatan lain?Saya juga senang menulis seperti

puisi. Apa yang saya rancang dari dulu sampai sekarang ini tujuannya adalah museum sebagai sarana pendidikan dan museum keluarga. Keluarga itu ada bapak, ibu, anak, cucu. Saya am-bil empat pilar dan dibuatkan obyek masing-masing. Kalau bapak ter-tarik pada lukisan, ibu pasti senang bunga, makanya saya tanami bunga yang tidak ada di pasar. Sedangkan anak atau remaja banyak yang ter-tarik dengan sastra, jadi saya buat-kan puisi dalam bentuk buku dan

prasasti yang kemudian diletak-kan sebagai penghias taman. Sementara cucu, saya buatkan akuarium dengan berbagai jenis ikan.

Apa rencana ke depan Anda ?Saya mau memantapkan museum

dan semuanya ini. Karena kondisi baru dalam tahap penyembuhan, sekarang saya baru mulai belajar menulis. Semo-ga saya bisa cepat sembuh dan kembali melukis lagi. CANDRA

I Gusti Ngurah Gede Pemecutan, Pelukis Sidik Jari

Gagal Melukis Baris, Temukan Teknik Baru

W

ubddktwaycammtmj

WmTti

BaliMandara/istKEKUATAN MAGIS : Tarian Topeng Sidakarya.

BaliMandara/candra

Page 8: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

10 A G A M A & S A S T R A Edisi 8 | 16 - 30 April 2013Bali Mandara 3L I P U TA NEdisi 8 | 16 - 30 April 2013

Bali Mandara

PEMPROV Bali mengucurkan Rp 229.120.000.000 bantuan hibah dan bantuan keuangan

khusus yang diperuntukan bagi penguatan desa pakraman,

subak dan subak abian. Hal ini sebagaimana juga diberitakan

di web Pemprov Bali.

Gubernur Bali yang menyerahkan ban-tuan tersebut untuk

Kabupaten Gianyar di Balai Budaya Gianyar, awal April 2013 berharap, bantuan bagi penguatan desa pakraman, subak dan subak abian ini dapat mengurangi beban desa pakraman yang selama ini se-bagai pilar penyangga adat, bu-daya dan agama Hindu.

Telah DicairkanUntuk tahun 2013 ini, sesuai

dengan Pergub Bali Nomor 13 Tahun 2013, tanggal 25 Maret 2013 tentang Pemberian Hibah kepada Desa Pakraman, Subak dan Subak Abian, pola pembe-rian bantuannya mengalami pe-rubahan. Bagi desa pakraman yang berada di wilayah desa me-lalui pola BKK, sedangkan pola Bantuan Hibah untuk Desa Pak-raman di wilayah kelurahan.

Pada tahun ini, bantuan men-galami peningkatan yaitu untuk desa pakraman yang sebelum-nya sebesar Rp 55 juta menjadi Rp 100 juta. Untuk subak dan subak abian sebelumnya Rp 20 juta menjadi Rp 30 juta. Ban-tuan tersebut diperuntukan bagi 1.482 Desa Pekraman dan 2.707 Subak dan Subak Abian.

Khusus untuk Gianyar ban-tuan diserahkan kepada 272 Desa Pekraman dan 576 Subak dan Subak Abian. Menurut Ke-pala Dinas Kebudayaan Provinsi Bali I Ketut Suastika, SH, sam-pai saat ini baru 25 Desa Pekra-man dan 49 Subak dan Subak

Abian yang telah memenuhi persyaratan administrasi serta dananya telah dicairkan. “Desa pakraman lainnya mohon persyaratan administrasinya segera dilengkapi agar proses pencairan dananya segera tere-alisasi,” imbau Suastika.

Pilar UtamaGubernur Bali dalam sambu-

tannya mengatakan bahwa desa pakraman, subak dan subak abian merupakan pilar utama penyangga adat, seni budaya dan agama Hindu Bali yang memiliki peran sangat penting dan strategis. Oleh karenanya, wajib mendapat dukungan se-optimal mungkin dari pemerin-tah sehingga para Jro Bendesa, Pekaseh dan Klian Subak bisa bekerja dengan baik.

“Walaupun bantuan ini se-benarnya belum mencukupi ka-lau dilihat dari kegiatan mereka yang luar biasa yang meliputi sekurang-kurangnya 3 aspek yakni Parahyangan, Pawongan dan Palemahan, apalagi diha-dapkan dengan globalisasi, kita harapkan mereka bisa tetap menjadi benteng adat, budaya dan agama Hindu Bali,” urainya.

Ke depan, kalau kondisi keuangan Pemprov semakin

baik, Gubernur berjanji bantuan bisa ditingkatkan lagi agar benar-benar dapat mendukung pengua-tan desa pakraman tadi. Kepada Perbekel, Jro Bendesa, Pekaseh dan Klian Subak Abian, Guber-nur berpesan agar tetap menjaga keharmonisan, persaudaraan, paras paros menyame braya mu-lai dari keluarga, banjar sampai ke desa pakraman.

Banyak AgendaHal tersebut, imbuh Guber-

nur, karena pada tahun ini ban-yak agenda penting yang dilak-sanakan di Bali yaitu Pilgub pada 15 Mei, Pesta Kesenian Bali (PKB) dibarengi dengan World Hindu Summit II, APEC, Miss World Competition, World Culture Forum dan Bali De-mocracy Forum.

Pada kesempatan terse-but selain dihadiri para Per-bekel, Jro Bendesa, Pekaseh dan Subak Abian se-Kabupat-en Gianyar hadir pula Ketua MUDP Bali Jro Mangku Gde Suwena Putus Upadesa, Asisten Administrasi Pemer-intahan dan Kesra Pemkab Gianyar mewakili Bupati Gianyar, SKPD di lingkungan Pemprov Bali dan undangan lainnya. SUSTRAWAN

Gianyar Terima Kucuran Bantuan Rp 229 M

Untuk Penguatan Desa Pakraman, Subak dan Subak Abian

PADA penyerahan bantuan di Kabupaten Jembrana, Guber-nur Bali Made Mangku Pastika berkesempatan berdialog dengan Majelis Madya Desa Pakraman, Majelis Alit Desa Pakraman, Jro Bendesa Pakraman, Pekaseh, Klian Subak dan Perbekel di sana. Gubernur meminta agar bantuan yang diberikan dapat diman-faatkan dengan sebaik-baiknya untuk menjaga kelestarian adat dan budaya Bali, yang bersumber pada ajaran agama Hindu.

Terkait mekanisme pemberian bantuan untuk tahun ini, se-bagaimana juga dimuat di web Pemprov Bali, diberikan dalam bentuk bantuan khusus keuangan dan hibah. “Untuk itu kita cari formula agar sesuai aturan perundangan dan di belakang hari tidak terjerat kasus penyalahgunaan dana yang menyebab-kan berurusan dengan BPK maupun KPK. Mengingat Bansos di Provinsi Bali jumlahnya sangat besar mencapai 14 % dari APBD, dan pemberiannya berlangsung terus menerus,” urai Gubernur.

Masih menurut Gubernur, bantuan yang dikucurkan di awal tahun dimaksudkan sebagai bentuk penyempurnaan adminis-trasi agar desa pekraman, subak dan subak abian yang menerima bantuan bisa melaksanakan kegiatannya di awal tahun. “Pencai-ran di awal tahun tidak ada hubungannya dengan agenda politik,” demikian ditegaskan Gubernur Pastika.

Memenuhi SyaratMenurut laporan Kepala Dinas Kebudayaan (Kadisbud)

Provinsi Bali I Ketut Suastika, SH., bahwa di Kabupaten Jem-brana dari 64 Desa Pekraman, 217 Subak dan Subak Abian yang menerima bantuan yang telah memenuhi persyaratan adminis-trasi serta telah cair dananya sebanyak 7 desa pakraman, 16 subak dan subak abian.

Pihaknya sangat berharap kepada Desa Pakraman, Subak dan Subak Abian lainnya untuk segera melengkapi persyaratan admin-istrasi sesuai ketentuan petunjuk teknis yang telah dibagikan se-hingga dalam waktu dekat anggaran semuanya bisa direalisasikan.

Pada bagian lain Gubernur Mangku Pastika menekankan pent-ingnya menjaga ketertiban, keamanan, ketentraman, semangat menyama braya di antara krama mengingat Bali menjadi tuan rumah sejumlah agenda besar di tahun ini. “Oleh karenanya ini tanggung jawab kita semua, tanggung jawab saya, tanggung jawab para Bupati/Walikota, tanggung jawab para Jero Bendesa, Pekas-eh dan semuanya sehingga dengan demikian kita nantinya akan mampu mencapai kesukertaan sekala niskala,” ujar Gubernur.

Gubernur berharap apabila APBD Provinsi Bali semakin ba-gus, tahun 2015 bantuan bagi desa pakraman bisa ditingkatkan lagi menjadi Rp 200 juta. Hadir pada kesempatan tersebut Ang-gota DPRD Bali Dapil Jembrana I Nengah Tamba, Bupati Jembra-na I Putu Artha beserta Wakil Bupati Jembrana I Made Kembang Hermawan, Ketua MUDP Bali Jro Gde Suena Putus Upadesa, SKPD terkait di lingkungan Pemrov Bali. NOERMAN

Di Jembrana, Dibantu 64 Desa Pakraman, 217 Subak dan Subak Abian

BaliMandara/pemprovbaliKUCURKAN BANTUAN: Gubernur Bali made mangku Pastika di sela acara penyerahan bantuan hibah dan bantuan keuangan khusus bagi penguatan desa pakraman, subak dan subak abian di Balai Budaya Gianyar.

BaliMandara/pemprovbaliUNTUK JEMBRANA: Gubernur Bali Made Mangku Pastika berkesempatan berdialog dengan masyarakat dan pemuka Kabupaten Jembrana serangkaian penyerahan bantuan kepada desa pakraman, subak dan subak abian se-Kabupaten Jembrana.

Sambungan hal 1

Usai bertemu Wamendik Prof. Muskar Kasim, pada pukul 10.00 WIB rombongan Pemprov Bali mengadakan pertemuan den-gan Kepala Pusat Pengemban-gan Program Pendidikan yang diwakili Dian dan Suharmo. Dari pertemuan ini diperoleh penegasan bahwa Uji Kompe-tensi Guru (UKG) saat ini masih memerlukan banyak penataan, khususnya yang terkait dengan muatan lokal termasuk bahasa daerah di seluruh Indonesia.

Dari pertemuan itu juga di-peroleh penegasan bahwa untuk mendapatkan nomor kode UKG dan selanjutnya dapat mengikuti sertifikasi guru Bahasa Daerah Bali, ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi daerah yak-ni (1) harus ada data semua guru Bahasa Daerah Bali dengan pen-didikan minimal berpendidikan D.IV/S1, (2) harus ada kejelasan dokumen termasuk kurikulum yang meliputi Standar Kompe-tensi Lulusannya, standar isi, dan bahasa ajar pada setiap jenjang dan kelas, (3) harus ada dasar

hukum yang mengatur (Pergub atau Perda), dan (4) selanjutnya diusulkan kepada Mendikbud dengan tembusan kepada BPSD-MPK dan PMP.

Teneng menambahkan bah-wa perwakilan Kepala Pusat Pengembangan Program Pen-didikan menyampaikan bahwa mengingat tenaga atau tim yang memiliki kemampuan di bidang Bahasa Daerah Bali dan Mulok Seni Budaya relatif kurang di Ke-mentrian, kemungkinan hal itu akan ditugaskan kepada daerah yang bersangkutan untuk melak-

sanakan UKG.Berdasarkan hasil koordinasi

ke Jakarta tersebut, Pemprov Bali kini mempersiapkan Per-aturan Gubernur (Pergub) Bali untuk mengatur materi pengaja-ran Bahasa Daerah Bali di semua jenjang pendidikan di Bali. Pros-es persiapan Pergub Bali ini ten-gah dilakukan oleh Biro Hukum dan HAM Setda Provinsi Bali dan Disdikpora Provinsi Bali serta instansi dan pihak terkait termausk Kepala LPMP Bali dan Ketua Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali. Persiapan Pergub

ini merupakan tindaklanjut atas hasil koordinasi yang telah di-laksanakan dengan Kemendik-bud di Jakarta.

Bagaimana nasib mata pela-jaran Bahasa Daerah sebelum terbitnya Pergub yang baru, Te-neng mengatakan, hal itu telah dibahas oleh pihak terkait di Bali. “Apapun yang akan dilaksanakan dalam waktu yang sangat mende-sak saat ini, hal itu merupakan hasil pembahasan yang dilaku-kan antara Disdikpora Provinsi Bali dan pihak terkait tersebut,” pungkasnya. MARTIN

Bahasa Bali...

BaliMandara/sustrawanSARANA BANTEN: Bali tak pernah sepi dari upacara yang memerlukan sarana buah, daun, dan sebagainya. Dalam pembuatan gebogan dan bentuk banten lainnya, keperluan akan sarana tersebut sangat tampak.

BALI tidak bisa dilepaskan dari beragam ritual, sesajian dan upacara

yang dilakukan masyarakatnya sehari-hari. Jamak dijumpai di berbagai sudut

Pulau Dewata, warga masyarakat yang menghaturkan sesajian yang

lingkupnya sesaji untuk sehari-hari hingga yang ternasuk upacara besar

ataupun piodalan.

Seperti disebutkan dalam berbagai sumber, sarana upakara di Bali (Hindu)

terdiri dari air, daun, bunga, buah dan api. Selain unsur api dan air, selebih-nya adalah merupakan unsur tanaman. Bagian tanaman yang paling banyak dipakai sebagai kelengkapan dalam upakara adalah bunga, kemudian buah dan daun. Bunga bukan hanya semata bermakna keindahan, juga umumnya berbau harum, sehingga dapat memberi pengaruh kesucian dan membantu pe-musatan pikiran menuju Tuhan.

Bahan-bahan untuk upakara yang ber-asal dari bagian tanaman tersebut datang-nya dari alam karena pada dasarnya adat di Bali berpijak pada prinsip palemahan, yakni menjaga hubungan selaras dengan alam. Ambil saja contoh sederhana, yakni canang, banten yang paling kecil tingka-tannya. Sebuah canang saja memerlu-kan bahan lebih dari 5 macam tanaman, yaitu pohon kelapa, bunga berbagai war-na, gambir, pohon majegau, bambu, dan daun sirih.

Belum lagi jenis banten yang lebih be-sar tingkatannya serta beragam jenisnya. Jika direnungkan kembali, orang Bali sangat memerlukan banyak tanaman se-bagai pemenuh kebutuhan ritual di Bali yang tak pernah mati. Permasalahannya, kini lahan di Bali makin lama makin me-nyusut karena akibat dari makin pesat-nya pertumbuhan jumlah penduduk serta arus globalisasi. Keberadaan tana-man-tanaman yang dipakai untuk keper-luan upacara di Bali pun makin tergerus.

Upaya PendokumentasianBelakangan, kondisi ini mulai ban-

yak mendapat perhatian dari kalangan pemuka agama serta para akademisi yang merasa prihatin. Berbagai upaya pun dilakukan antara lain tercatat pada tahun 1970-an Pemda Bali menggiatkan

penyuluhan tradisi upacara kepada ma-syarakat. Para penyuluh agama dan tradi-si datang ke berbagai komunitas di desa-desa dan kampung-kampung. Jenis-jenis tanaman upacara pun didokumentasikan.

Agar tidak keburu punah, dibuatlah kebun-kebun koleksi tanaman upacara. Salah satunya ada di Kebun Raya Eka Karya, Bedugul, Candikuning, Tabanan. Di area koleksi Pancha Yadnya itu, 225 dari 300 jenis tanaman upacara Bali dita-nam. Sementara itu, halaman Pura Dalem Renon, Denpasar, sejak beberapa waktu lalu pun semarak dengan Taman Gumi Banten yang berisi 500 tanaman upacara.

Konsep Taman Gumi Banten (TGB) merupakan suatu pemikiran baru berkai-tan dengan upaya membenahi taman kota di Denpasar. Gumi berarti Bumi dan banten merupakan sarana upacara di Bali. Konsep TGB ini memiliki keunikan tersendiri jika benar-benar dijalankan karena membuat taman kota Denpasar berbeda dengan taman kota di daerah yang lain. Jika konsep TGB benar-benar direalisasikan, maka jangan heran bila wisatawan terpukau melihat keanek-aragaman taru premana. Wisatawan akan tahu kalau tanaman majegau, pule, dap-dap merah, gambir, daun sugih, dan taru premana lainnya sangat akrab dengan ke-hidupan orang Bali. Ini akan membekas di memori siapa saja yang melihat taman kota di Denpasar dengan konsep TGB, ka-lau lingkungan di Bali penuh kesakralan.

Dalam Teks KunoWalaupun disebut sebagai konsep

‘baru’, sebenarnya taman yang di dalam-nya berisi beraneka ragam tanaman un-tuk keperluan upacara sebenarnya telah disusun di dalam kitab-kitab suci maupun oleh para leluhur orang Bali di dalam be-berapa teks kuno. Contohnya, pengaturan

penempatan atau penanaman tanaman disesuaikan dengan pengider bhuana (putaran bumi) terutama dilihat dari segi warna bunga atau buahnya. Tanaman me-dori putih, misalnya, sebaiknya ditanam di timur atau purwa karena sebagai per-lambang dari Sang Hyang Iswara.

Lalu tanaman jambe atau pinang terdiri dari beberapa jenis, seperti buah pinang sari, buah gangga, dan jenis buah pinang lainnya akan lebih baik ditanam di bagian selatan atau daksina karena sebagai perlambang dari Sang Hyang Brahma. Tanaman siulan sebaiknya di-tanam di bagian barat atau pascima, ban-yak dipakai dalam sara upacara kwangen dan sesajen lainnya. Tanaman teleng biru akan lebih baik kalau ditanam di bagian utara atau uttara, digunakan dalam se-tiap sesaji. Tanaman tunjung atau teratai yang terdiri dari berbagai macam warna, yang dipakai di berbagai keperluan upa-kara dewa-dewi, penempatannya di peka-rangan mengikuti warnanya yaitu biru di utara, putih di timur, merah di selatan dan kuning di barat.

Pun dengan jenis tanam-tanaman lainnya seperti kelapa yang merupakan unsur terpenting dari berbagai jenis ke-lengkapan upakara seperti dalam padu-dusan, pecaruan Rsi Gana, labuh gentuh dan pecaruan besar lainnya. Kelapa gad-ing (kuning) di barat untuk Dewa Ma-hadewa, kelapa bulan (putih) di timur untuk Dewa Iswara, kelapa hijau di utara untuk Dewa Wisnu, kelapa udang (merah) di selatan untuk Dewa Brahma, dan kela-pa sudamala (campuran keempat warna) di tengah untuk Dewa Siwa. Jenis kelapa yang lain dan juga digunakan dalam ke-lengkapan upakara adalah kelapa bojog, rangda, mulung, dan julit. Penanaman-nya di luar natah, dapat di sekitar dapur, areal pekarangan, dan tegalan.

Hubungan HarmonisDengan adanya persembahan dan sa-

rana sesajen dalam upakara Dewa Yad-nya, yaitu persembahan kepada Dewa Nawa Sanga (sembilan dewa) adalah Dewa Wisnu di utara dipersembahkan go-dem atau jawaras, manggis, pangi daun poh atau mangga. Ke hadapan Dewa Brahma di selatan dipersembahkan ja-gung, salak, pinang, dan daun manggis. Dewa Iswara di timur dipersembahkan kemiri, cereme, dan daun durian. Dewa Mahadewa di barat dipersembahkan ke-lapa, jagung, dan daun duku. Dewa Siwa di tengah dipersembahkan beras, jali, dan nanas.

Demikian pula jenis bunga yang digunakan dalam persembahyangan disesuaikan dengan warna yang dipi-lih sesuai dengan Asta Dala dan baun-ya harum. Beberapa jenis bunga yang baik dipakai dalam persembahyangan masing-masing Dewa yang dipuja. Un-tuk Dewa Wisnu adalah bunga kenanga atau teleng, Dewa Brahma adalah bunga mawar merah, teratai biru, bunga soka, kenyeri, kembang kertas merah, Dewa Iswara adalah bunga teratai putih, jepun atau kamboja putih, cempaka putih, dan Dewa Mahadewa adalah bunga teratai kuning, cempaka kuning, kembang kun-ing atau alamanda.

Melihat paparan di atas, kita memiliki gambaran jenis-jenis tanaman apa saja yang selayaknya ditanam, apalagi jika kita masih memiliki pekarangan rumah yang cukup luas. Minimal, dengan mena-nam sendiri, kita akan turut menjalank-an prinsip palemahan yakni menjalin hubungan yang harmonis dengan alam sekaligus mengurangi ketergantungan akan bahan-bahan yang didatangkan dari luar Pulau Bali. NOERMAN

Sarana Upakara di Bali (1)

Taman Aneka Sarana Banten, Seperti Apa?

BaliMandara/sustrawan

Page 9: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

Tantangan Menuju Bali Clean & Green (3)

2 PA R U M A N Edisi 8 | 16 - 30 April 2013Bali Mandara

Bali MandaraTabloid Dwi Mingguan Pemerintah Provinsi Bali

Penasihat:Sekretaris Daerah Provinsi BaliPenanggungjawab:Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali

Ketua:Kepala Bagian Penyaringan dan Pengolahan Informasi, Biro Humas Setda Provinsi Bali

Alamat/sekreatriat:Jalan Basuki Rahmat, Niti Mandala, Renon.E-mail : [email protected]

REDAKSI

@BaliProv

Pemprov Bali

11Edisi 8 | 16 - 30 April 2013 F E N O M E N ABali Mandara

S O R O TS O R O T

Perda Buah LokalDPRD Bali sudah memba-

has rancangan peraturan dae-rah (Perda) perlindungan buah lokal. Menurut anggota Komisi II DPRD Bali, Nyoman Sugawa Korry, saat ini pihaknya sedang membuat kajian akademis ter-kait rencana DPRD Bali mem-buat perda inisiatif tersebut.

Dijelaskan, hal tersebut guna mendorong sektor perta-nian karena selama ini peranan-nya semakin menurun dalam struktur ekonomi Bali.Padahal tenaga kerja Bali masih tergan-tung di sektor pertanian. Na-mun di satu sisi produksi tak bisa bersaing dengan produk buah dari luar. Harapannya den-gan diterbitkan Perda itu, maka bisa menyeimbangkan kebutu-han pasokan buah untuk hotel dan restoran.

Dikatakan, dengan adanya persaingan yang sangat ketat dan masuknya buah impor, pemerintah perlu memberi per-lindungan pada produk buah lokal, sehingga petani terlibat di dalamnya. “Kami sedang membuat kajian dengan tim ahli merancang Perda itu. Diharap-kan tahun 2013 ini bisa tereal-isasi,” jelasnya.

Terkait adanya usulan agar penggunaan buah lokal saat upa-cara agama Hindu di Bali masuk dalam bhisama (fatwa Hindu), Sugawa Korry mengatakan ka-lau hal itu diperlukan bisa saja dilakukan. “Bhisama itu ra-nahnya lembaga tertinggi umat, yakni Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI). Tapi dari segi regulasi tanggungjawab pemer-intah,” katanya.

Tokoh gerakan koperasi asal Buleleng itu menandaskan, DPRD ingin pembelaan terha-dap produk lokal benar-benar ditunjang dengan regulasi dan tidak sebatas retorika atau pi-dato pemerintah. “Tujuannya kembali menggairahkan sektor pertanian dan perkebunan Bali,” katanya.

Inisiatif Perda Perlindungan Buah Lokal tersebut niscaya didukung banyak kalangan ma-syarakat, khususnya pihak ter-kait seperti petani buah, aktivis pembela petani serta komunitas gerakan penyelamatan perta-nian Bali. Mengingat, wacana keprihatinan atas tergusurnya produk buah lokal oleh gem-puran buah impor sudah berta-hun-tahun terjadi.

Namun, sejauh ini nyaris semua pernyataan instansi ter-kait hanya berupa retorika yang sia-sia. Buktinya, arus ragam buah global kian berlimpah, tak pernah surut membanjiri pasar lokal. Adakah realisasi Perda Perlindungan Buah Lokal akan benar-benar muncul sebagai solusi? SUARTHAMA

Oleh : IDPG Rai Anom, S.TP

MEMPERHATIKAN hal-hal tersebut, maka Pemprov Bali bersama Pemkab/

Pemkot serta seluruh komponen masyarakat berkomitmen untuk

mewujudkan Bali Green Province melalui tiga langkah.

Ketiga langkah tersebut yakni (1) Positioning yaitu mengharusu-tamakan pertimbangan peles-

tarian Iingkungan hidup dalam setiap kebijakan pembangunan daerah Bali yang berlandaskan budaya yang dijiwai agama Hindu, (2) Differentiation yaitu mewujudkan pembangunan daerah Bali yang berwawasan Iingkungan hidup guna mencapai masyarakat yang maju, aman, damai, dan sejahtera (Bali Man-dara), dan (3) Branding yaitu menjadi-kan Bali Green Province memiliki nilai jual untuk meningkatkan perekonomian daerah Bali dimotori sektor pariwisata.

Beberapa kegiatan yang sudah dan sedang disiapkan antara lain pengem-bangan sekolah percontohan berwa-wasan lingkungan hidup (eco-school) se-banyak 8 unit, lomba karya tulis tingkat SMA bidang lingkungan hidup dan pengembangan kualitas SDM bidang lingkungan hidup sebanyak 66 orang dalam rangka menuju green culture.

Kemudian pengawasan dan pem-binaan instrumen lingkungan (Amdal, UKL-UPL, DPL, Audit Lingkungan di 64 lokasi, penataan dan pengendalian pencemaran oleh hotel/industri (PKPL) menyasar 54 perusahaan, pengemban-gan energi terbarukan (air, angin, bio-mas dan matahari) sebanyak 20 unit, penataan dan penegakan hukum ling-kungan yang meliputi penataan hukum lingkungan dengan capaian 163 usaha/kegiatan dan 127 kasus, serta pemberian penghargaan lingkungan dengan capa-ian 45 penghargaan. Semua upaya ini

dimaksudkan untuk membentuk green economy.

Upaya SosialisasiGuna menuju clean and green, di-

lakukan 21 di antaranya upaya sos-ialisasi Bali Green Province secara berkelanjutan di sembilan kabupaten/kota, penyusunan Perda Pengelolaan Sampah (sudah terwujud tahun 2012), pengembangan kajian lingkungan hid-up strategis di tiga lokasi, pengendal-ian pemanfaatan ruang dengan sasaran tersusunnya RRTR di dua lokasi serta sembilan kabupaten/kota, pengendalian pelanggaran sempadan di 72 lokasi selu-ruh Bali, pengelolaan sampah domestik ramah lingkungan (WWG) sebanyak 10 unit, dan pengembangan kompos skala rumah tangga sebanyak 623 buah.

Kemudian pengembangan sarana pengelolaan sampah berupa 345 tong sampah ditambah 40 unit pengkom-posan, rehabilitasi/transplantasi terum-bu karang di 15 lokasi, pelestarian tanaman langka di 5 kabupaten/kota, pengembangan Desa Sadar Lingkungan (DSL) sebanyak 27 unit, dan pengemban-gan pos pelayanan pengaduan sengketa lingkungan hidup (P3SLH) di sembilan kabupaten/kota.

Juga pengembangan laboratorium lingkungan di ditingkat provinsi serta sembilam kabupaten/kota, pembangu-nan lubang biopori dan lubang resapan sebanyak 25.000 buah, dan analisis kuali-tas air (sungai, danau, mata air dan air laut) dengan sasaran di tahun 2012 605 sampel dan tahun 2013 424 sampel. Ke-15 upaya ini dimaksudkan untuk menu-ju Bali Clean and Green.

Upaya BerikutUpaya berikutnya adalah penyediaan

bibit tanaman hutan sebanyak 27.862 bibit, penanaman tanaman hutan se-banyak 6.771,5 hektar, pengendalian kebakaran dan kerusakan hutan di 69 lo-kasi, pengembangan kota bersih dalam

bentuk lomba Adipura bagi sembilan kabupaten/kota, pengembangan sekolah berwawasan lingkungan (Lomba Adiwi-yata) menyasar 146 sekolah dan pengem-bangan sistem pertanian terintegrasi (Si-mantri) sebanyak 400 unit.

Upaya-upaya lainnya meliputi pe-nyusunan rencana aksi daerah dalam menghadapi dampak perubahan iklim, penyusunan Road Map (Peta Jalan) Menuju Bali Green Province, pemben-tukan Pokja Bali Green Province, serta gerakan penghijauan pohon bambu.

Lalu gerakan kebersihan sampah plastik di kawasan sekitar danau; pena-naman mangrove; gerakan bersih sam-pah plastik di sepanjang pantai di Bali; pembentukan kelompok pelajar peduli sampah plastik; pemberian penghar-gaan Sad Kertih Awards, Adiwiyata, dan Kalpataru; dan pengembangan kerja sama dengan pengepul sampah plastik.

Dukungan AnggaranDukungan anggaran yang dialoka-

sikan Pemprov Bali untuk program ini cukup besar, yakni Rp 9,60 milyar pada tahun 2011 meningkat menjadi Rp 12,89 milyar lebih pada tahun anggaran 2012. Bantuan hibah kepada desa pakraman yang pada tahun 2012 besarnya Rp 1,384 milyar lebih salah satunya juga diarah-kan untuk mendukung program ini.

Berdasarkan semua uraian tersebut, kiranya patut dipertanyakan pendapat Wakil Bupati Tabanan bahwa Program Bali Clean and Green terkesan men-gandung kepentingan politik pencitraan dan hanya pemanis bibir. Tidakkah pendapat tersebut malah cerminan yang bersangkutan atau malah Bali Post nara-sumber yang lahir sebagai akibat tidak dipahaminya permasalahan lingkungan yang amat berat yang tengah dialami Bali sehingga menuding orang lain sep-erti dirinya?

* Penulis adalah staf Biro Humas Setda Provinsi Bali.

Tantangan Menuju Bali Clean & Green (3)

Oleh : IDPG Rai Anom, S.TP

OPINI masyarakat soal Taman Hutan Raya (Tahura) sempat mencuat.

Hal itu disebabkan Pemprov Bali mengabulkan permohonan izin

pengusahaan pariwisata alam (PPA) oleh PT Tirta Rahmat Bahari (PT TRB)

dan sengketa informasi antara Walhi Bali dengan Pemprov Bali yang di-back up pemberitaan khusus oleh kelompok

media Bali Post.

BBagaimana sesungguhnya kro-nologi Gubernur Bali Made Mangku Pastika hingga menge-

luarkan izin pengusahaan pariwisata alam (PPA) kepada PT. TRB? Benarkah PT. TRB akan menguasai lahan Tahura sehingga dapat mengkavling-kavling seperti diberitakan media? Apakah benar PT. TRB akan mengeruk hutan mangrove di areal Tahura?

Ada dua substansi opini yang sering diangkat dalam pemberitaan Bali Post, yakni perubahan peruntukan dan fung-si hutan dan penguasaan lahan Tahura. Dalam pemberitaannya itu terkesan bahwa ada perubahan peruntukan dan fungsi Tahura, serta ada perubahan pen-guasaan lahan. Disebutkan antara lain dalam berita itu bahwa investor dapat mengkavling lahan Tahura.

Kedua isu tersebut sesungguhnya sudah terjawab dengan tegas dalam SK Gubernur Bali Made Mangku Pastika Nomor 523.33/873/Dishut-4 tertanggal 29 Juli 2011 tentang pemberian izin kepada PT TRB. Dalam diktum ke-5 SK terse-but dikatakan bahwa pemberian izin PPA di areal Tahura tidak mengubah peruntukan dan fungsi kawasan peles-tarian alam Tahura yang bersangkutan.

Tidak BeralihPenguasaan lahan Tahura juga tidak

beralih ke tangan PT TRB. Penguasaan lahan Tahura masih tetap berada pada Pemerintah Provinsi Bali. Oleh karena itu, dasar hukum yang diacu berkenaan dengan pemberian ijin PPA Tahura Ngu-rah Rai Denpasar bukan PP 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Pe-

runtukan dan Fungsi Kawasan Hutan, melainkan PP 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam.

Dalam ketentuan Pasal 4 PP 10 Ta-hun 2010 – dimana PP ini mengacu pada UU 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan -- ditegaskan bahwa seperti halnya Ta-man Nasional, Taman Wisata Alam dan Taman Buru, Tahura juga termasuk ka-wasan hutan konservasi yang tidak bo-leh diubah peruntukan dan fungsinya. Hal yang sama berlaku untuk kawasan Cagar Alam dan Suaka Marga Satwa.

Namun, PP Nomor 36 tahun 2010 – PP ini mengacu pada UU 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya – menyebutkan bah-wa pengusahaan pariwisata alam (PPA) tetap diijinkan di kawasan Tahura, Sua-ka Marga Satwa, Taman Nasional, dan Taman Wisata Alam. Dengan demikian, menjadi sangat menarik untuk didis-kusikan bahwa Gubernur Bali dituntut penjara hingga tiga tahun penjara seb-agaimana diberitakan salah satu media di Bali.

Kronologi IzinTerlepas dari polemik tersebut, kro-

nologi keluarnya izin PPA untuk PT TRB tidak berjalan lancar dan mudah begitu saja. Permohonan ijin diajukan oleh PT TRB pada 27 April tahun 2011. Permohonan tersebut ditujukan kepada Gubernur Bali.

Menindaklanjuti permohonan PT TRB tersebut, telah diadakan rapat den-gan instansi terkait untuk membahas permohonan itu. Mengacu pada keten-tuan Pasal 8 Peraturan Pemerintah Re-publik Indonesia Nomor 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Marga Satwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, serta ketentuan Pasal 24 Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.48/Men-hut-II/2010 tentang Pengusahaan Pari-wisata Alam di Suaka Marga Satwa, Ta-man Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata Alam, maka rapat meny-impulkan bahwa pada prinsipnya, per-mohonan PT TRB dapat disetujui.

Pasal 8 PP 36 2010 pada intinya me-nyebutkan bahwa izin PPA di Tahura diberikan oleh Gubernur. Kemudian Pasal 24 Permenhut P.48 2010 pada inti-nya menyebutkan bahwa permohonan ijin IUPSW di Tahuta diajukan kepada Gubernur.

Selanjutnya tiga instansi teknis yak-ni Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bali, UPT Tahura Ngurah Rai dan Dinas Pariwisata Provinsi Bali mengeluarkan rekomendasi yang pada intinya juga menyetujui permohonan PT TRB. Persetujuan tersebut hanya di-berikan pada blok pemanfaatan Tahura Ngurah Rai. Luas areal yang diizinkan total 102, 22 Ha (seratus dua koma dua puluh dua hektar). Gubernur Bali ke-mudian mengeluarkan surat Nomor 523.33/873/Dishut-4 tertanggal 29 Juli 2011 yang pada intinya memberikan ijin prinsip PPA di Kawasan blok peman-faatan Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 ha tersebut.

Tindak LanjutSebagai tindak lanjut atas telah dike-

luarkannya izin prinsip PPA, PT TRB diwajibkan untuk membuat peta area rencana kegiatan usaha yang disahkan oleh Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), membuat rencana usaha pengusahaan pariwisata alam, melakukan pemberian tanda ba-tas pada areal yang dimohon, dan me-nyusun Upaya Pengelolaan Lingkungan (UPL) dan Upaya Pemantauan Lingkun-gan (UPL).

Semua kewajiban telah dipenuhi PT TRB sehingga perusahaan itu mengaju-kan permohonan Pengesahan Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam di Blok Pemanfaatan Tahura Ngurah Rai Bali kepada Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Permo-honan itu disetujui Dirjen PHKA den-gan dikeluarkannya Surat Keputusan Dirjen PHKA Kemenhut Nomor : sK.77/IV-SET/2012 tertanggal 9 Mei 2012. Pada diktum kesatu SK Dirjen PHKA Kemenhut tersebut disebutkan bahwa Dirjen PHKA Kemenhut mengesahkan Rencana Pengusahaan Pariwisata Alam (RPPA) PT. Tirta Rahmat Bahari di Blok

Pemanfaatan Tahura Ngurah Rai Bali untuk jangka waktu tahun 2012 s/d 2067 (55 tahun).

Oleh karena RPPA PT TRB telah mendapat pengesahan dari Dirjen PHKA, maka sesuai amanat Undang-undang, Gubernur Bali Made Mangku Pastika memproses perijinan itu den-gan mengeluarkan SK Gubernur Bali Nomor 1.051/03-L/HK/2012 tertanggal 27 Juni 2012 yang pada intinya memberi-kan ijin PPA kepada PT. TRB pada blok pemanfaatan Tahura Ngurah Rai seluas 102,22 ha. Pemanfaatan blok peman-faatan itu harus memperhatikan azas konservasi, azas kelestarian, dan azas pemanfaatan sumber daya alam dan ekosistemnya. Dalam SK tersebut, Gu-bernur Made Mangku Pastika mewajib-kan PT. TRB memenuhi 15 kewajiban, dan melarang dua larangan.

Beban KewajibanBeberapa kewajiban yang dibebank-

an adalah merehabilitasi kerusakan yang diakibatkan oleh kegiatan usah-anya dan areal dari kawasan yang perlu direhabilitasi; bertanggungjawab ter-hadap upaya konservasi, perlindungan dan keamanan hutan yang menjadi ar-eal kerja dan sekitarnya serta menjaga keamanan dan ketertiban pengunjung, kebersihan dan sanitasi lingkungan sesuai dengan jenis usahanya; melak-sanakan pengelolaan lingkungan sesuai dengan UKL dan UPL termasuk penge-lolaan limbah; menyisihkan dana mini-mal 5% dari keuntungan setiap tahun untuk pembinaan dan pengembangan pendidikan lingkungan, agama dan bu-daya kepada Pemprov Bali; dan mem-bantu kelancaran petugas terkait dalam melakukan pembinaan maupun pemer-iksaan sewaktu-waktu terhadap kinerja pariwisata alam.

Sedangkan larangan yang diberlaku-kan adalah memindahtangankan izin PPA kepada pihak lain tanpa persetu-juan tertulis dari Gubernur Bali, dan menyelenggarakan kegiatan PPA yang bertentangan dengan prinsip-prinsip konservasi, nilai-nilai agama, budaya bangsa, kesusilaan dan/atau ketertiban umum.

Izin PPA Tak Ubah PeruntukanIzin PPA Tak Ubah Peruntukandan Fungsi Tahuradan Fungsi Tahura

Page 10: Tabloid Bali Mandara Edisi VIII  16 - 30 April 2013

| Tabloid Dwi Mingguan Pemerintah Provinsi BaliEdisi 8 | 16 - 30 April 2013 |

Bali Mandarawww.baliprov.go.id

E-mail: [email protected] Terbit 12 Halaman

Bali MandaraEdisi 8 | 16 - 30 April 2013

12

SOLUSI untuk menjawab gejala keprihatinan atas nasib dan masa depan buah lokal agaknya makin

dekat untuk direalisasikan. Bersitan optimistik itu muncul dari forum Seminar Pemantapan Rancangan

Peraturan Daerah Perlindungan Buah Lokal yang digelar di Gedung DPRD Bali pada pertengahan

Februari 2013 lalu.

GGubernur Bali Made Mangku Pastika saat membuka seminar tersebut menyerukan agar masyarakat mendukung gerakan un-

tuk memilih makan buah lokal dari pada memilih buah impor. “Saya sejak menjabat gubernur selalu memilih mengkonsumsi buah lokal. Para tamu pasti saya sug-uhkan buah-buahan dan kue khas Bali,” ungkapnya.

Guna mendukung aksi pelestarian dan penyela-matan buah lokal, gubernur juga mengimbau agar pihak hotel ikut berpartisipasi aktif dengan menyuguhkan produk buah lokal bagi tamu. “Saya juga akan mem-buat surat edaran agar para bupati dan jajaran SKPD seluruh Bali memimpin gerakan penyelamatan buah lokal ini,” katanya di sela seminar yang juga dihadiri Ketua Pansus Perda Buah Lokal Nyoman Sugawa Kory, Ketua DPRD Bali AA Ngurah Ratmadi, Kadis Pertanian Tanaman Pangan IB Wisnuardana, Ketua HKTI Prof Dr Nyoman Suparta, dan jajaran instansi terkait itu.

Ketua Pansus Nyoman Sugawa Kory menjelaskan, rencana pembuatan Perda ini dilatarbelakangi semakin menurunnya sektor pertanian yang menurut data tera-khir hanya berkontribusi 19% di sektor ekonomi Bali. “Pa-dahal pada 1971, kontribusinya sampai 65 %. Harus ada langkah untuk menyeimbangkannya kembali,” jelasnya.

Selain itu, Perda ini juga akan bisa berjalan sei-

ring dengan program Bali Mandara yang digulirkan pemprov Bali. “Intinya kita juga ingin melindungi kaum petani, agar pertanian dapat besinergi dengan sektor pariwisata karena budaya kita sangat lekat dengan pertanian dan lingkungan,” tambah Sugawa.

Dalam pengarahannya, Gubernur Bali Made Mangku Pastika juga mengingatkan, buah-buahan merupakan bidang yang sangat potensial untuk lebih dikembangkan di Bali mengingat begitu banyak ritu-al yang menggunakan buah-buahan apalagi jika bisa mendukung sektor pariwisata. “Buah-buahan Bali itu khas dan punya keunggulan tersendiri bila dibanding-kan dengan buah-buah impor. Hanya sayang selama ini buah impor begitu mendominasi dan menjadi ke-biasaan yang berkembang di masyarakat,” katanya.

Selain itu, lanjut Pastika, pengembangan buah lokal sangat mendukung langkah membangun Bali sebagai pulau organik seperti halnya program yang dicanangkan Pemprov. Begitu pula dengan program Simantri yang juga emnyasar ke pengembangan sektor pertanian. ”Jika nantinya produksi buah kita bisa meningkat ditambah bila dibudidayakan dengan konsep organik, maka pari-wisata kita akan bisa dijual lebih mahal,” tegasnya.

Pastika menambahkan, selama ini konsumsi buah lokal masyarakat masih rendah hanya 31,56 gram per hari per orang, padahal produksi buah cukup melim-pah sehingga kita kelebihan produksi buah lokal. Banyaknya buah impor juga berpengaruh pada tu-runnya daya saing buah lokal di pasaran. “Untuk itu, Perda ini sangat penting untuk melindungi pertanian kita,” tandas gubernur.” NOERMAN

Tentang Buah Lokal,Baca Hal.6-7

Gerakan Makan Buah LokalGerakan Makan Buah Lokal

KEKHAWATIRAN berb-agai kalangan bahwa pelajaran Bahasa Bali akan dihapus dari daftar mata pelajaran semua jenjang pendidikan di Bali ter-jawab sudah. Mata pelajaran Bahasa Daerah Bali tetap ma-suk ke dalam kurikulum mua-tan lokal (Mulok) tahun ajaran 2013/2014, dengan jumlah jam pelajaran yang akan diberikan

pada setiap jenjang pendidikan sepenuhnya diserahkan kepada Pemda Bali.

Kepastian itu disampaikan Wakil Menteri Pendidikan (Wa-mendik) Prof. Muskar Kasim kepada rombongan Pemprov Bali yang mengadakan koordi-nasi ke Jakarta 3 April 2013 lalu, sebagaimana juga diberitakan di web Pemprov Bali. “Koordi-

nasi antara rombongan Pem-prov Bali dengan Wamen Pen-didikan Prof. Muskar Karim itu mendapatkan bahwa mata pela-jaran Bahasa Daerah Bali tetap masuk ke dalam kurikulum muatan lokal kita,” jelas Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Drs. I Ketut Teneng, SP, M.Si di Denpasar, awal April 2013.

Kepastian itu diberikan Wa-mendik pada pukul 09.00 WIB saat rombongan Pemprov Bali

mengadakan pertemuan dengan Wamendik di kantor Kemen-trian Pendidikan RI di Jakarta.Rombongan Pemprov Bali yang melakukan koordinasi dengan Kemendikbud RI yang terdiri atas anggota Komisi IV DPRD Bali (Tjokorda Kertyasa, Kari Subali, dan Utami), Kadisdikpo-ra Bali (Ngurah Sujaya), Kepala LPMP Bali (Made Alit Mariana) dan Ketua Forum Aliansi Bahasa Daerah Bali dan anggota lainnya.

Bersambung hal. 11

Bahasa Bali Tetap Masuk Kurikulum Mulok 2013/2014

Tanggulangi Rabies

Pemprov Terima Penghargaan PBB PEMPROV Bali menerima sertifikat penghar-

gaan dari Badan PBB, World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization (FAO) karena prestasinya dalam penanggulangan rabies dan menurunkan kasus rabies di Bali secara signifi-kan. Kabar ini juga dipapar di web Pemprov Bali.

Gubernur Bali dalam sambutan yang dibacakan oleh Plt. Sekda Provinsi Bali Gubernur membena-rkan Pemprov Bali telah berupaya semaksimal mungkin mengurangi kasus rabies sejak Agustus 2012. Hingga saat ini sudah tidak ada lagi laporan kasus meninggal karena penyakit rabies. Gubernur juga menekankan agar jajaran Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Bali lebih fokus merealisasikan secara sistematis dan menyeluruh guna mewujudkan Bali Bebas Rabies pada 2015.

Perwakilan WHO, Dr. Graham Staines dan FAO, James Mc.Grane, sangat mengapresiasi keberhasi-lan Pemprov Bali dalam menurunkan kasus rabies pada manusia secara drastis sebesar 90% sejak 2010. Selain penyerahan sertifikat penghargaan, acara juga dirangkaikan dengan Pencanangan Vaksinasi Massal Rabies Tahap IV yang juga di-buka secara langsung oleh Plt. Sekda didampingi oleh Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan He-wan (Disnakkeswan) Propinsi Bali serta Direktur Kesehatan Hewan Dirjen Peternakan dan Kesehat-an Hewan Kementerian Pertanian.

Dalam laporannya, Kepala Disnakkeswan Provinsi Bali, I Putu Sumantra menyampaikan bahwa vaksinasi massal ini akan diselenggara-kan selama 3 bulan dari 2 April 2013 hingga Juli 2013 oleh 130 tim vaksinasi dengan jumlah per-sonel sekitar 780 orang serta vaksin untuk He-wan Penular Rabies (HPR) sebanyak 300.000 do-sis dan sebanyak 190.000 dosis masih diproduksi lagi. Sumantra juga menyampaikan agar seluruh lapisan masyarakat ikut serta membantu pen-anggulangan penyakit rabies minimal dengan melaporkan kasus gigitan anjing yang dicurigai terinfeksi rabies agar dapat dilakukan vaksnisasi pada daerah yang terjangkit dan eliminasi he-wan yang terjangkit virus. NOERMAN

BaliMandara/pemprovbaliTANGGULANGI RABIES: Perwakilan PBB menyerahkan sertifi kat penghargaan kepada Pemprov Bali.

GUBERNUR Bali Made Mangku Pastika didampingi

Ny.Ayu Pastika kembali menginap di rumah penduduk

penerima program bedah rumah Pemprov Bali. Kali ini, Gubernur menginap di rumah

Made Open, warga Banjar Delod Pura Desa Sidatapa,

Kecamatan Banjar, Kabupaten Buleleng, 13-14 April 2013.

Sebagaimana juga dikabarkan di web Pemprov Bali, hal ini

disampaikan Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Drs.

I Ketut Teneng,SP, M.Si.

Diuraikan Ketut Teneng, Gubernur Mangku Pastika meluncur ke

Sidatapa setelah pagi harinya menggelar kegiatan Simakra-ma yang dirangkai dengan pe-nyerahan Bantuan Keuangan Khusus (BKK) dan Hibah kepa-da Desa Pakraman, Subak dan

Subak Abian di Gedung Sasana Budaya, Singaraja. Gubernur tiba di Desa Sidatapa pada Sab-tu (13/4) pukul 17.30 Wita, lan-jut meninjau dan meresmikan Toko Serba Ada (Toserba) yang

dibangun dari dana Gerbang-sadu Mandara (GSM).

Selain itu, seperti jug di-beritakan di web Pemprov Bali, Gubernur juga meninjau lokasi longsor di kawasan Sidatapa

lanjut menuju SD 1 Sidatapa B untuk melakukan Simakrama dengan masyarakat setempat. Dalam tatap muka dengan ma-syarakat, Gubernur menyerap berbagai aspirasi yang berkem-bang khususnya terkait pelak-sanaan sejumlah program Bali Mandara di desa itu. Untuk menghibur masyarakat setem-pat, kegiatan Simakrama juga dimeriahkan pementasan Bon-dres.

Selanjutnya, mengawali kegiatan pada 14 April 2013, Gubernur juga meninjau pelaksanaan program bedah rumah, hutan lindung dan Simantri. Guna mendukung upaya pelestarian alam, Gu-bernur melakukan penana-man pohon dan pelepasan burung di kawasan Hutan Lindung Batunggul. Selain itu, Gubernur juga menyerah-kan bantuan berupa 200 buah bibit pohon durian kepada masyarakat setempat. Dalam

bidang kesehatan, digelar lay-anan kesehatan gratis berupa Posyandu, kesehatan dasar dan kesehatan mata. Sebagai wujud apresiasi atas hasil karya masyarakat Sidatapa, Gubernur juga akan menyak-sikan pameran kerajinan yang digelar masyarakat setempat.

Agenda menginap di rumah warga ini, kata Teneng, bertu-juan mengefektifkan program pengentasan kemiskinan yang menjadi fokus perhatian Gu-bernur. Selain itu, melalui ke-giatan ini Gubernur juga ingin makin dekat dan merasakan secara langsung kehidupan rakyatnya. Desa Sidatapa yang berpenduduk 2014 KK meru-pakan salah satu desa yang pada 2012 menerima Program Gerbangsadu. Selain itu, desa yang masyarakatnya seba-gian besar bermata pencarian sebagai petani tersebut juga menerima bantuan Simantri.

NOERMAN

Lagi, Gubernur Menginap di Bedah Rumah

GUNA mendengar aspirasi para sulinggih dalam kedudukannya seb-agai tokoh agama dan sebagai panu-tan masyarakat di dalam menjalankan swadarmaning agama, Pemprov Bali menggelar Dharma Santhi sekaligus Dharma Tula dengan para sulinggih se-Bali. Berita ini juga sebagaimana dimuat di web Pemprov Bali.

“Acara seperti ini betul-betul sangat penting diadakan dan terus dikem-bangkan untuk dijadikan benteng dalam menghadapi berbagai persoalan dalam perkembangan kehidupan ma-syarakat sekarang,” demikian peng-galan sambutan Gubernur Bali Made Mangku Pastika dalam acara Dharma Santhi Gubernur Bali dengan para

sulinggih se-Bali di Gedung Ksirarna-wa Taman Budaya Denpasar, 15 April 2013.

Gubernur berharap, kegiatan ini bisa dijadikan sebagai dasar untuk me-ningkatkan keyakinan dalam melak-sanakan tugas dan membawa Bali dalam tantangan global seperti saat ini. Acara Dharma Santhi ini diawali dengan melakukan pemujaan oleh Ida Pedanda Gede Putera. Dharma Santhi ini mengusung tema ‘Melalui Dharma Santhi Para Sulinggih Kita Mantapkan Upaya Pembinaan Umat dalam Mem-bangun Kehidupan Bersama yang Berkualitas Menuju Bali yang Santhi dan Jagadhita”.

Pastika juga menambahkan bahwa

berbagai program Pemprov yang sudah berjalan, sudah termasuk ikut mendu-kung kegiatan dalam meningkatkan pembangunan niskala (spiritual) dan skala utamanya seperti kesejahteraan masyarakat. Dalam kesempatan ini juga Pastika mengajak para sulinggih bersama-sama ikut mendoakan dan ikut membantu suasana Bali agar tetap aman dan kondusif.

Berbagai masukan lantas diberikan oleh sulinggih mengenai pembangu-nan masyarakat Bali. Salah satunya dari Ida Pedanda Gede Mangusta asal Jembrana, yang menyampaikan bahwa pemerintah harus benar-benar bisa menjaga dan menyatukan Parisadha Hindu maupun para sulinggih selu-

ruh Bali demi keajegan Bali. Gubernur menanggapi bahwa pada kesempatan selanjutnya akan kembali memfasili-tasi pertemuan-pertemuan para tokoh agama yang melibatkan PHDI Bali maupun MUDP Bali untuk membi-carakan berbagai persoalan.

Di acara ini, masing-masing dari ka-bupaten hadir 25 sulinggih yang didam-pingi Kandep Agama masing-masing Kabupaten. Sementara Gubernur Bali didampingi Sekda Provinsi Bali Cokor-da Ngurah Pemayun, SH, MH, Kadisbud Ketut Suastika, SH, dan Karo Humas I Ketut Teneng SP, M.Si. Turut juga hadir Ketua PHDI Bali Drs. I Gusti Ngurah Sudiana M.Si dan Ketua MUDP Jero Gede Suwena Putus. SUSTRAWAN

Dharma Santhi Para Sulinggih Se-Bali

DALAM mewujudkan Bali yang Mandara, Pemprov Bali berupaya terus untuk mem-perhatikan kehidupan ma-syarakat terutama bidang kesejahteraannya. Mengin-gat masih banyak masyara-kat yang memerlukan ulu-ran bantuan dari Pemerintah karena keterbatasan mereka. Untuk itu, Badan Koordi-nasi Kegiatan Kesejahteraan Sosial (BK3S) Provinsi Bali bekerjasama dengan Dinas Sosial Provinsi Bali melaku-kan salah satu kegiatan sosial untuk membantu masyarakat Penyandang Masalah Kese-jahteraan Sosial (PMKS).

“Dalam upaya menangani permasalahan sosial BK3S Provinsi Bali yang juga selaku lembaga sosial bekerjasama dengan Pemerintah dalam hal ini Dinas Sosial Provinsi Bali Tahun 2013 memberikan bantuan berupa alat-alat bagi penyandang cacat yaitu kursi

roda bagi masyarakat yang kurang mampu,” demikian arahan Ketua Umum BK3S Ny. Ayu Pastika yang didam-pingi Kadis Sosial Provinsi Bali Drs. I Nyoman Wenten dalam acara penyerahan ban-tuan kursi roda bagi penyan-dang cacat di Kecamatan Manggis, bertempat di Kantor Camat Manggis, Karangasem, pertengahan April 2013.

Seperti pula dikabarkan di web Pemprov Bali, ma-syarakat penyandang cacat yang mendapat bantuan kursi roda sebanyak 6 orang. Ban-tuan 5 kursi roda diberikan dari BK3S Provinsi Bali dan 1 kursi roda bantuan Dinas Sosial Kabupaten Karangas-em. Rata-rata para penerima bantuan mengalami cacat karena musibah. I Ketut Wen-ten, misalnya, yang tidak bisa datang dan hanya diwakili keluarganya mengalami cacat berat karena tertimpa rumah

pada saat hujan disertai angin kencang. Dari 6 orang pener-ima bantuan, 2 di antaranya tak bisa hadir dan hanya di-wakilkan karena kondisinya

kurang memungkinkan.Ayu Pastika menambah-

kan apa yang telah diupay-akan ini merupakan suatu bentuk kepedulian Pemerin-

tah kepada masyarakat yang memiliki keterbatasan, dan diharapkan dengan adanya bantuan ini para penyandang cacat bisa terbantu dan men-gurangi beban hidup karena mulanya tidak bisa berakti-vitas sekarang menjadi bisa beraktivitas. Ayu Pastika juga berjanji ke depan BK3S akan menggandeng lebih banyak lagi keterlibatan pihak lain dalam hal ini pihak swasta dan lembaga-lembaga sosial lainnya untuk bisa memban-tu lebih banyak penyandang cacat.

Sebelumnya, sudah ada yayasan Yakkum yang pernah memberikan berbagai ban-tuan bagi penyandang cacat yang bisa disesuaikan jenis bantuannya sesuai jenis ca-catnya. Dalam kesempatan tersebut hadir juga ketua BK3S Kabupaten Karangas-em Ny. Sujani Gredeg dan Ca-mat Manggis. NITA

NY. Ayu Pastika Serahkan Bantuan Kursi Roda

BaliMandara/pemprovbaliDEKAT RAKYAT: Gubernur Bali Made Mangku Pastika menginap di rumah warga yang dapat program bedah rumah.

BaliMandara/pemprovbaliPERLU BANTUAN: Ketua Umum BK3S Ny. Ayu Pastika yang didampingi Kadis Sosial Provinsi Bali Drs. I Nyoman Wenten dalam acara penyerahan bantuan kursi roda bagi penyandang cacat di Kecamatan Manggis, Karangasem.

BaliMandara/sustraw

an