Upload
ibeng
View
15
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Agama adalah kekuatan revolusioner. Banyak pandangan seperti itu, termasuk filsuf beraliran Marxis, Ernst Bloch dan Milan Machovec. Dalam pemahamanitu, agama dapat mempertajam kesadaran bahwa semua manusia adalah ciptaan Tuhan, memiliki derajat yang sama. Namun, di sisi lain, agama yang sudah melembaga dan berkedudukan kuat justru digunakan sebagai pendukung kekuatan politik-ekonomi. Maka, Franz Magnis-Suseno (Kuasa danMoral, 1988) menyatakan agama mempunyai pengaruh yang salingbertentangan: penentang sekaligus pendorong perubahan.
Citation preview
12/15/2015 Terlalu Indah Negeri Ini untuk Dikoyak Konflik Agama
http://print.kompas.com/baca/2015/07/22/TerlaluIndahNegeriIniuntukDikoyakKonflikAga 1/5
Info PR: error I: error L: wait... LD: wait... I: 122.000 Rank: 455 Age: June 28, 2013 l: 5 +1: 0 whois source Rank: 24037 Video Adv:
Kompas Print Berlangganan Pasang Iklan ePaper Tentang Kami Login Daftar
Kompas.com Kompas TV
OPINI > KOLOM > TERLALU INDAH NEGERI INI UNTUK DIKOYAK KONFLIK...
Utama Politik Ekonomi Olahraga Sains Internasional Regional Opini Gaya Hidup Galeri
KOLOM POLITIK
Terlalu Indah Negeri Iniuntuk Dikoyak KonflikAgamaOleh M SUBHAN SD
Siang | 22 Juli 2015 17:02 WIB 1282 dibaca 0 komentar
Agama adalah kekuatan revolusioner. Banyak pandangan seperti itu, termasuk
filsuf beraliran Marxis, Ernst Bloch dan Milan Machovec. Dalam pemahaman
itu, agama dapat mempertajam kesadaran bahwa semua manusia adalah
ciptaan Tuhan, memiliki derajat yang sama. Namun, di sisi lain, agama yang
sudah melembaga dan berkedudukan kuat justru digunakan sebagai
pendukung kekuatan politik-ekonomi. Maka, Franz Magnis-Suseno (Kuasa danMoral, 1988) menyatakan agama mempunyai pengaruh yang saling
bertentangan: penentang sekaligus pendorong perubahan.
Agama sesungguhnya adalah pembawa kebaikan, penyeru kebajikan dan
penolak kejahatan. Agama adalah jembatan penghubung di antara perbedaan-
perbedaan. Ketika agama menjadi api penyulut konflik, maka agama justru
akan menjadi hantu gentayangan yang menebar ketakutan. Maka, heran saja
ketika suasana Idul Fitri 1436 Hijriah yang sejatinya menyemai kebersamaan,
silaturahim, dan saling memaafkan, justru dirusak oleh aksi kekerasan
KOMPAS/EMANUEL EDI SAPUTRO
Komando Daerah Militer XII/Tanjungpura, Kalimantan Barat, mengadakan pertemuan dengan tokoh lintasagama pada Rabu (22/7). Pertemuan itu dilaksanakan untuk merespons konflik bernuansa agama di Tolikara,Papua, agar tidak terjadi di Kalbar. Masyarakat di Kalbar diimbau tidak terprovokasi dengan isu itu.
12/15/2015 Terlalu Indah Negeri Ini untuk Dikoyak Konflik Agama
http://print.kompas.com/baca/2015/07/22/TerlaluIndahNegeriIniuntukDikoyakKonflikAga 2/5
silaturahim, dan saling memaafkan, justru dirusak oleh aksi kekerasan
sebagaimana terjadi di Karubaga, Tolikara, Papua, 17 Juli 2015.
Sekelompok orang memprovokasi dan melakukan aksi pembakaran sejumlah
kios dan sebuah mushala ketika sedang berlangsung shalat Id. Kala itu,
memang ada dua kegiatan hampir bersamaan dari dua agama: kaum Muslim
menggelar shalat Id dan Gereja Injili di Indonesia (GIDI) tengah mengadakan
pertemuan juga. Berdasarkan laporan media yang sama-sama kita saksikan
bahwa terjadi miskomunikasi sehingga kekerasan meletup. Akan tetapi,
provokasi dan kekerasan seperti itu tidak dapat dibenarkan.
Tindak tegas
Dan, aksi pembakaran tersebut, apa pun motifnya, adalah tindak pidana.
Karena itu, pemerintah harus benar-benar tegas menindak para pelakunya.
Wakil Presiden Jusuf Kalla memerintahkan aparat kepolisian mengambil
tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan tersebut. Presiden Joko Widodo
juga sudah memerintahkan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Sutiyoso
mewaspadai potensi konflik atau kekerasan di daerah lainnya.
Apalagi, sesungguhnya peristiwa pembakaran tersebut berimplikasi lebih
berat lagi karena merusak kohesi sosial masyarakat yang terjalin baik, serta
menimbulkan kecurigaan dan ketakutan. Kita percayakan saja kepada
pemerintah untuk menuntaskan kasus kekerasan tersebut.
Dan, seperti konflik agama yang marak terjadi di negeri ini sejak lebih dari satu
dekade lalu, ternyata tidak berakar pada agama itu sendiri. Konflik bukan
karena persoalan agama, melainkan oleh faktor-faktor lain yang justru tak
bertalian dengan agama. Agama justru menjadi sentimen yang selalu
ditumpangi. Padahal, penggunaan simbol-simbol keagamaan dalam konflik
sungguh sangat destruktif karena bersifat ideologis. Sebab, simbol-simbol
agama dapat dijadikan dasar legitimasi untuk melakukan tindakan apa saja.
Komodifikasi
Becermin dari konflik agama di negeri ini, seharusnya makin disadari bahwa
konflik agama dan juga konflik etnis menjadi sebuah komodifikasi: berubah
dari sebuah nilai-nilai luhur dan otentik justru menjadi "komoditas seksi" oleh
kelompok-kelompok tertentu atau provokator.
Oleh karena itu, dalam konflik, anatomi yang perlu diperhatikan adalah
interaksi sosial, sumber konflik seperti perbedaan identitas/kepentingan atau
perlakuan diskriminatif, pihak-pihak yang berseteru, proses konflik (potensi
dan eskalasi), ekspresi konflik (verbal atau tindakan), dan jalan keluar.
KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA
Ketua Gereja Injili di Indonesia Cabang Tolikara dan perwakilan para pengungsi, ustaz Ali Muchtar, salingmelakukan salam khas Papua di Markas Koramil 1702-11 Karubaga pada Rabu (22/7). Kegiatan ini langsungdifasilitasi Bupati Tolikara Usman Wanimbo serta pimpinan aparat TNI dan Polri.
12/15/2015 Terlalu Indah Negeri Ini untuk Dikoyak Konflik Agama
http://print.kompas.com/baca/2015/07/22/TerlaluIndahNegeriIniuntukDikoyakKonflikAga 3/5
SingkilCetak | 17 Oktober 2015
... terlihat bengis dan penuh kekerasan. Disejumlah negara, konflik agama tampakkronis. Konflik Hindu-Muslim di India,misalnya ... Agama pun berwajah ganda: kerassekaligus damai. Kedua, konflik a
Anak-anak AbrahamCetak | 5 April 2015
... Januari tahun lalu, harian The Telegraphmemberitakan, konflik agama di seluruhdunia meningkat. Berita itu dikutip darilaporan ... umatnya (Anak-anak Abraham,Kebebasan dan Toleransi di Abad Ko
KEMAJEMUKAN INDONESIA BangsaIni Punya Daya Tahan KuatCetak | 18 Agustus 2015
... sosial yang sangat parah juga adalah konflikagama yang terjadi berkali-kali di Poso ...kasus dengan jumlah korban 2.764. Konflikagama (Muslim dan Kristen) ada 433 kasus ...
Masyarakat Tolikara Tegaskan TakAda Konflik AgamaSiang | 20 Juli 2015 17:32 WIB
TOLIKARA, KOMPAS Masyarakat KecamatanKarubaga, Kabupaten Tolikara, Papua,menegaskan tidak ada konflik antaragamayang terjadi di wilayah mereka. Warga menilai
Integrasi Agama dan NegaraCetak | 27 Juli 2015
... process) yang memungkinkan diksi-diksihukum berbasis doktrin agama dapat”menyelinap” masuk ke dalam strukturperundangan atau ketatanegaraan ...kehidupan dan keadaban publik. Artinya,
Membangun Afiliasi LuhurCetak | 21 Oktober 2015
... mengkristal, sentimen kolektif suatu agamadapat melahirkan fanatisme dan semangatkebencian ... peperangan.Sulit diatasiHarusdiakui, konflik agama jauh lebih sulit diatasiketimbang konflik-kon
Ayo sampaikan pendapat Anda tentang artikel ini! Login untuk mengirim komentar.
LOGINDAFTAR
BACA JUGA
KOMENTAR
Dalam konteks itulah konflik atau kekerasan tidak pernah terjadi secara
tunggal. Konflik tak lepas dari kondisi yang hidup di masyarakat. Apabila
kondisi masyarakat penuh tekanan dan beban berat, bisa jadi menimbulkan
kekecewaan dan rasa frustrasi.
Kondisi ekonomi yang sulit dan kondisi politik yang terus-menerus gaduh
sekarang ini menjadi lahan subur tumbuhnya rasa frustrasi. Jika sudah
demikian, agama begitu mudah dikomodifikasi, sekecil apa pun faktor
pemicunya (trigger factor). Inilah yang kemudian menjadi konteks pendukung
(facilitating context) konflik.
Dalam bahasa Charles Tilly (From Mobilization to Revolution, 1977), kekerasan
dan konflik tidak tumbuh dari tindakan yang tidak intrinsik kekerasan. Dalam
kasus-kasus kekerasan banyak ditemukan keterlibatan aparat negara yang
bertindak represif.
Rasanya terlalu indah negeri ini dikoyak oleh konflik agama. Negeri ini penuh
warna: etnis, agama, tradisi, kultur, dan sebagainya.
Menurut Nur Syam (Tantangan Multikulturalisme Indonesia: dari RadikalismeMenuju Kebangsaan, 2009), dengan konsep syu'uban wa qabailan (bersuku-
suku dan berbangsa-bangsa), Islam telah mengajarkan dan sangat menghargai
perbedaan. Tentunya semua agama mesti mengedepankan hal sama.
Toleransi atau tasamuh sudah hidup sejak berabad-abad silam di bumi
Indonesia. Bukankah kita diciptakan berbangsa-bangsa untuk saling kenal-
mengenal, bukan saling cakar-mencakar.
0 0 5