Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
THE CORELATION BETWEEN KNOWLEDGE, ATTITUDE
AND MEDICATION HELPER FACTORS ON COMPLIANCE
WITH TUBERCULOSIS MEDICATION IN CIPINANG
NARCOTICS PRISON IN 2020
HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN
PENGAWAS MENELAN OBAT TERDAHAP KEPATUHAN
MINUM OBAT TUBERKULOSIS DI LAPAS NARKOTIKA
CIPINANG TAHUN 2020
FARAH SYIFA KHUMAIRA
105421103417
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Makassar untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna
Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2021
ii
iii
iv
v
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
Yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama Lengkap : Farah Syifa Khumaira
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 April 1999
Tahun Masuk : 2017
Peminatan : Kedokteran Klinis
Nama Pembimbing Akademik : dr. Andi Weri Sompa, M.Kes., Sp.S.
Nama Pembimbing Skripsi : dr. Nelly, M.Kes., Sp.PK.
Menyatakan bahwa saya tidak melakukan kegiatan plagiat dalam penulisan skripsi
saya yang berjudul:
“HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PENGAWA
MENELAN OBAT TERHADAP KEPATUHAN MINUM OBAT
TUBERKULOSIS DI LAPAS NARKOTIKA CIPINANG TAHUN 2020”
Apabila suatu saat nanti terbukti bahwa saya melakukan tindakan plagiat, maka
saya akan menerima sanksi yang telah ditetapkan.
Demikian surat pernyataan ini saya buat untuk digunakan sebagaimana mestinya.
Makassar, 1 Maret 2021
Farah Syifa Khumaira
105421103417
vi
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Farah Syifa Khumaira
Ayah : Jamaluddin
Ibu : Yuniarti
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 11 April 1999
Agama : Islam
Alamat : Gaharu No.15. Koja, Jakarta Utara
No. Tlp/Hp : 088242911653
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan
▪ SD Barunawati IV (2005-2011)
▪ SMP Negeri 30 Jakarta (2011-2014)
▪ SMA Negeri 52 Jakarta (2014-2017)
▪ Pendidikan Dokter, Universitas Muhammadiyah Makassar (2017-2021)
i
THE CORELATION BETWEEN KNOWLEDGE, ATTITUDE AND PMO
FACTORS ON COMPLIANCE WITH TUBERCULOSIS MEDICATION IN
CIPINANG NARCOTICS PRISON IN 2020
Farah Syifa Khumaira1*, Nelly Zhusyaka2 1,2Medical Faculty, University of Muhammadiyah Makassar
Corresponding Author : Farah Syifa Khumaira, email : [email protected]
ABSTRACT
Nowdays Tuberculosis is still a health problem in prisons. There are 1
million new cases reported every year. Compliance with treatment is influenced by
attitude, knowledge, and the role of Supervisor for Drug Swallowing/Pengawas
Menelan Obat (PMO). Compliance is a term to describe that the patients swallow
drugs according to the dose, frequency and times every day. Attitude, knowledge
and Supervisor for Drug Swallowing/Pengawas Menelan Obat (PMO) are
predisposing and reinforcing factors that are closed to compliance with treatment.
The purpose of this study was to determine the relationship between knowledge,
attitudes, and PMO factors on TB drugs compliance at the Cipinang Narcotics
Prison, Jakarta in 2020. The research method used an analytical observational
study with a cross-sectional study design, that the researcher is looking for the
relationship between knowledge, attitude, and PMO and medication compliance
variables including effects by taking instantaneous measurements. The results of
the alternative fisher exact test found that there is no relationship between the
knowledge and the compliance, p-value = 0.165 (p> 0.05). There is no relationship
between Attitude and compliance as well, p-value = 0.054. The other side, there is
a relationship among PMO and compliance, p-value = 0.014. The conclusion in
this study is there is a relationship among PMO and TB drugs compliance at the
Cipinang Narcotics Prison in Jakarta in 2020.
Keywords: Knowledge, attitude, PMO, medication compliance, tuberculosis,
correctional facilities.
ii
HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PMO
TERDAHAP KEPATUHAN MINUM OBAT TUBERKULOSIS DI LAPAS
NARKOTIKA CIPINANG TAHUN 2020
Farah Syifa Khumaira1*, Nelly Zhusyaka2 1,2Medical Faculty, University of Muhammadiyah Makassar
Corresponding Author : Farah Syifa Khumaira, email : [email protected]
ABSTRAK
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di Lembaga
Pemasyarakatan. Dilaporkan setiap tahun terdapat sejumlah 1 juta kasus
tuberkulosis baru. Salah satu faktor yang mempengaruhi kepatuhan seseorang saat
pengobatan tuberkulosis yaitu sikap, pengetahuan, dan PMO. Kepatuhan
merupakan istilah untuk menggambarkan perilaku pasien dalam menelan obat
secara benar sesuai dosis,frekuensi dan waktunya. Sikap, pengetahuan dan PMO
adalah suatu faktor predisposisi dan faktor penguat yang erat kaitannya dengan
kepatuhan penderita tuberkulosis. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui
hubungan faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat
tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020. Metode penelitian
ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan rancangan cross
sectional study yang artinya peneliti mencari hubungan antara variabel
pengetahuan, sikap, dan PMO dan variabel kepatuhan minum obat yang termasuk
efek dengan melakukan pengukuran sesaat. Hasil dari uji alternatif fisher exact test
didapatkan pada variabel pengetahuan terhadap kepatuhan nilai p-value = 0.165 (p
> 0.05) dimana tidak terdapat hubungan. Variabel sikap terhadap kepatuhan nilai
p-value = 0,054 dimana tidak terdapat hubungan. Variabel PMO terhadap
kepatuhan nilai p-value = 0,014 dimana terdapat hubungan antara keduanya.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan antara PMO terhadap
kepatuhan minum obat tuberculosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta pada
tahun 2020.
Kata kunci : Pengetahuan, sikap, PMO, kepatuhan minum obat, tuberkulosis,
lembaga pemasyarakatan.
iii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang senantiasa tercurahkan atas segala
limpahan rahmat dan nikmat-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurahkan
kepada Rasulullah Muhammad SAW, karena beliaulah sebagai suritauladan yang
membimbing manusia menuju surga. Alhamdulillah berkat hidayah dan
pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian
dengan judul “Hubungan Faktor Pengetahuan, Sikap, Dan PMO Terhadap
Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis Di Lapas Narkotika Cipinang Tahun 2020”.
Proposal penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran dari Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah Makassar.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada orang tua penulis, ayah Jamaluddin dan ibu Yuniarti yang
senantiasa sabar dan selalu memberikan motivasi serta tidak henti-hentinya
memanjatkan doa sehingga penulis mampu menyelesaikan proposal penelitian ini.
Selanjutnya penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
Ayahanda dr.H.Mahmud Gaznawi, Sp.PA(K) yang telah memberikan
sarana dan prasarana sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini
dengan baik.
2. Secara khusus penulis ingin menyampaikan rasa hormat dan terima kasih
yang sebanyak-banyaknya kepada dr. Nelly, M.Kes, Sp.PK. selaku
iv
pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan
memberikan koreksi selama proses penyusunan proposal ini hingga selesai.
3. dr. Andi Weri Sompa, M.Kes, Sp.S selaku pembimbing akademik saya
yang telah memberikan semangat dan motivasi selama proses perkuliahan
dan dalam menyelesaikan proposal penelitian ini.
4. Seluruh dosen dan staf di Fakultas Kedokteran Universitas
Muhammadiyah
5. Teman-teman sejawat angkatan 2017 Argentaffin yang selalu mendukung
dan memberikan saran dan semangat.
Karena itu dengan segala kerendahan hati penulis akan senang dalam
menerima kritik dan saran demi perbaikan dan kesempurnaan skripsi ini. Namun
penulis berharap semoga tetap dapat memberikan manfaat pada pembaca,
masyarakat dan penulis lain. Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas
segala kebaikan semua pihak yang telah membantu.
Makassar, 1 Maret 2021
Penulis
v
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI
PERNYATAAN PENGESAHAN
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT
RIWAYAT HIDUP
ABSTRACT ............................................................................................................. i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ v
DAFTAR TABEL ................................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR SINGKATAN ...................................................................................... xi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang ............................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 5
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 6
A. Tuberkulosis ................................................................................................ 6
1. Definisi Tuberkulosis ............................................................................ 6
vi
2. Faktor Risiko Tuberkulosis ................................................................... 6
3. Patofisiologi Tuberkulosis .................................................................. 11
4. Perjalanan Penyakit Tuberkulosis ....................................................... 13
5. Gejala Klinis dan Diagnosis Tuberkulosis .......................................... 14
B. Penanggulangan TB di Indonesia .............................................................. 16
1. Kebijakan Penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia ...................... 16
2. Pengobatan Tuberkulosis .................................................................... 17
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat ............. 20
4. Konsep Kepatuhan ............................................................................... 20
C. Tinjauan Keislaman ................................................................................... 22
BAB III KERANGKA KONSEP........................................................................... 23
A. Kerangka Teori........................................................................................... 23
B. Konsep Pemikiran ...................................................................................... 23
C. Definisi Operasional................................................................................... 23
D. Hipotesis ..................................................................................................... 23
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 25
A. Design Penelitian ....................................................................................... 25
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................................... 25
C. Populasi Penelitian .................................................................................... 25
D. Sampel, Teknik, dan Alat Pengumpulan Data .......................................... 26
E. Kriteria Inklusi dan Eksklusi ...................................................................... 28
F. Data dan Sumber Data .............................................................................. 28
G. Teknik Analisis Data .................................................................................. 28
vii
H. Teknik Penyajian Data .............................................................................. 28
I. Etika Penelitian .......................................................................................... 28
J. Alur Penelitian ........................................................................................... 28
BAB V HASIL PENELITIAN............................................................................... 30
A. Gambaran Umum Populasi dan Sampel ................................................... 30
B. Analisis ...................................................................................................... 31
BAB VI PEMBAHASAN ...................................................................................... 37
A. Hubungan Pengetahuan terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di
Lapas Narkotika Cipinang Jakarta ............................................................. 37
B. Hubungan Sikap terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas
Narkotika Cipinang Jakarta ........................................................................ 45
C. Hubungan Pengawas Menelan Obat (PMO) terhadap Kepatuhan Minum
Obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta .......................... 45
BAB VII PENUTUP .............................................................................................. 46
A. Kesimpulan ................................................................................................ 46
B. Saran ........................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 47
LAMPIRAN ........................................................................................................... 44
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Kerangka Teori .................................................................................. 35
Gambar 3.2 Konsep Pemikiran ............................................................................. 36
Gambar 4.1 Alur Penelitian.................................................................................... 46
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Pengelompokan OAT ............................................................................ 17
Tabel 2.2 Jenis, Sifat, dan Dosis OAT Lini Pertama ............................................ 18
Tabel 2.3 Dosis Untuk Panduan OAT KDT Untuk Kategori 1 ............................ 20
Tabel 2.4 Dosis Panduan OAT Kombipak Untuk Kategori 1 ................................ 21
Tabel 2.5 Dosis Untuk Panduan OAT KDT Kategori II ....................................... 21
Tabel 2.6 Dosis Panduan OAT Kombipak Untuk Kategori II .............................. 22
Tabel 2.7 Dosis KDT Untuk Sisipan ..................................................................... 22
Tabel 2.8 Dosis OAT Kombipak Untuk Sisipan ................................................... 22
Tabel 5.1 Distribusi Variabel Penelitian di Lapas Narkotika Cipinang Tahun 2020
................................................................................................................................ 48
Tabel 5.2 Hubungan Pengetahuan terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis
di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020 ................................................. 50
Tabel 5.3 Hubungan Sikap terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas
Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020................................................................ 46
Tabel 5.4 Hubungan PMO terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas
Cipinang Jakarta Tahun 2020................................................................................. 46
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian ........................................................................... 20
Lampiran 2 Surat Kepala Lembaga Pemasyarakatan Narkotika Kelas IIA Jakarta
................................................................................................................................ 21
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian ........................................................................... 29
Lampiran 4 Data Penelitian .................................................................................... 29
Lampiran 5 Analisis SPSS .................................................................................... 29
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Tuberkulosis merupakan penyakit menular yang menjadi penyebab utama
kesehatan yang buruk, salah satu dari 10 penyebab utama kematian di seluruh dunia
dan menjadi penyebab kematian utama dari agen infeksi (peringkat di atas human
immunodeficiency virus/acquired immune deficiency syndrome). Basillus
mycobacterium tuberculosis merupakan penyebab sakit tuberkulosis dengan cara
mengeluarkan bakteri ke udara misalnya dengan batuk.1
Menurut laporan World Health Organization (WHO) dalam Global
Tuberculosis Report tahun 2019, diperkirakan sebanyak 10,0 juta diantaranya 5
orang sakit tuberkulosis, kini angka sudah menurun sangat lambat dalam beberapa
tahun terakhir terdapat sekitar 1,2 juta kematian yang ditimbulkan oleh tuberkulosis
diantara orang HIV-Negatif di 2019, dan secara nasional 208.000 kematian Pria
>15 tahun menyumbang sebesar 56% dari keseluruhan TB pada tahun 2019, wanita
menyumbang 31% dan anak (usia <15 tahun) sebesar 12%.3
Salah satu negara dengan beban tinggi untuk tuberkulosis, TB/HIV adalah
Indonesia. Data pada tahun 2020 diperkirakan angka kejadian tuberkuosis sebesar
845.000 orang. Indonesia menempati urutan ke-3 penderita tuberkulosis setelah
India di urutan ke-1 dan China pada urutan ke-2. Akibat penyakit ini telah mencapai
93.000 jiwa meninggal.4
Prevalensi tuberkulosis paru berdasarkan diagnosis dokter menurut
karakteristik di wilayah Provinsi DKI Jakarta Riskesdas 2018. Kelompok umur
2
terbanyak yaitu 55-64 tahun sebanyak 1,18% prevalensi TB. Jenis kelamin
terbanyak lakilaki dengan angka persentase 0,58%. 5
Tuberkulosis masih menjadi masalah kesehatan di Lembaga
Pemasyarakatan dengan penemuan kasus pada kelompok-kelompok yang memiliki
risiko tinggi tuberkulosis seperti di Lapas. Dilaporkan setiap tahun terdapat
sejumlah 1 juta kasus tuberkulosis baru.6
Penelitian tuberkulosis di 3 Lapas/Rutan di Jakarta menunjukkan prevalensi
tuberkulosis sebesar 0,78% berdasarkan hasil pemeriksaan sputum BTA. Faktor
yang dapat mempengaruhi kejadian tersebut adalah kondisi penjara, diantaranya
melebihi kapasitas huni, ventilasi buruk, nutrisi yang buruk, dan sulitnya akses ke
pelayanan kesehatan, pengobatan yang kurang adekuat.7
Angka kejadian tuberkulosis di rutan atau lapas yang tinggi dikarenakan
oleh karakteristik warga binaan yang merupakan populasi dengan risiko tinggi
untuk terjadinya tuberkulosis. Risiko diperparah juga dengan kondisi rutan atau
lapas yang padat, melebihi kapasitas, penemuan kasus tuberkulosis yang terlambat,
tidak adanya skrining rutin terhadap tuberkulosis, kondisi lingkungan fisik dan
asupan gizi yang buruk.8
Faktor-faktor diantaranya yang dapat mempengaruhi kepatuhan seseorang
dalam pengobatan tuberkulosis yaitu predisposing, factor enabling, dan factor
reinforcing. Predisposing factor terdiri dari pengetahuan, kepercayaan, sikap, nilai-
nilai dan keyakinan. Enabling factor terdiri dari lingkungan fisik diantaranya sarana
maupun prasarana yang meliputi keterampilan kesehatan, puskesmas, obat, alat,
dan perundang-undangan. Reinforcing factor seperti petugas kesehatan seperti
pengambil keputusan, keluarga dan PMO.9
3
Kepatuhan minum obat mendapat pengawasan langsung dari PMO
(Pengawas Menelan Obat) yang berasal dari petugas kesehatan, kader, dan
keluarga. Hal tersebut dikarenakan banyaknya obat yang harus dikonsumsi dalam
jangka waktu lama. Pengawasan langsung meminum obat dari orang terdekat
bertujuan untuk mengurangi kelalaian pasien yang dapat berdampak pada
kegagalan dalam pengobatan.9
Dalam aspek keislaman didapatkan beberapa hal yakni:
Terjemah: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Yunus:57).29
Setiap penyakit terdapat penawarnya dari sisi Allah subhanahu wata’ala.
Penyakit di dalam tubuh manusia saja Allah turunkan obatnya,apalagi hanya
penyakit hati.11
Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Kumalasari menyatakan ada
hubungan signifikan antara pengetahuan dengan kepatuhan minum obat p:0.024.
Penelitian dilakukan oleh Dewi pada menunjukan tidak ada hubungan antara sikap
dengan kepatuhan minum obat p:0,203 berkebalikan dengan teori faktor kepatuhan
minum obat. Penelitian dilakukan oleh Anthony terdapat hubungan antara PMO
dengan kepatuhan minum obat p: 0.00. Pada penelitian kali ini peneliti tertarik
untuk meneliti hubungan pengetahuan, sikap, dan PMO dengan kepatuhan minum
4
obat sehingga didapatkan faktor apa yang paling mendominasi terhadap kepatuhan
minum obat di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta tahun 2020.
B. RUMUSAN MASALAH
Bagaimana hubungan faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap
kepatuhan minum obat tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta pada
tahun 2020?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap
kepatuhan minum obat tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta
Tahun 2020.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahui tingkat pengetahuan pasien tuberkulosis di Lapas Cipinang
Jakarta Tahun 2020.
b. Diketahui sikap pasien tuberkulosis di Lapas Cipinang Jakarta Tahun
2020.
c. Diketahui faktor PMO terhadap pasien tuberkulosis di Lapas Cipinang
Jakarta Tahun 2020.
d. Diketahui tingkat kepatuhan minum obat tuberkulosis di Lapas Cipinang
Jakarta Tahun 2020.
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Manfaat penelitian bagi peneliti adalah untuk mengetahui patofisiologi
tuberkulosis dan faktor-faktor yang berperan dalam respon terapi
5
2. Manfaat penelitian untuk Universitas adalah hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai sumber referensi dan pustaka berkaitan dengan hubungan
pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap kepatuhan minum obat tuberkulosis.
3. Manfaat penelitian untuk masyarakat adalah untuk menambah pengetahuan
tentang penyakit tuberkulosis sehingga mampu menjalani pengobatan
secara maksimal.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TUBERKULOSIS
1. Definisi Tuberkulosis
Mycobacterium Tuberculosis merupakan penyebab penyakit melular
tuberkulosis sebagian besar menyerang organ paru dan dapat menyerang organ
tubuh lainnya. Tuberkulosis adalah penyakit infeksius terutama menyerang
parenkim paru. Bacil Mycobacterium Tuberculosis juga merupakan salah satu
penyakit saluran pernafasan bagian bawah.12
Bakteri M. tuberculosis masuk ke dalam jaringan paru melalui airbone
infection yang selanjutnya dikenal sebagai fokus primer. Tuberkulosis paru
merupakan salah satu penyakit menular yang disebabkan infeksi bakteri M.
tuberculosis sebagian besar menyerang paru – paru. Bakteri ini termasuk basil gram
positif, dinding sel megandung komplek lipida glikolipida serta lilin yan ditembus
oleh zat kimia.12
2. Faktor Risiko Tuberkulosis
Faktor risiko yang berperan dalam kejadian penyakit tuberkulosis adalah
lingkungan dan individu. Diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Faktor Karakteristik Individu
Beberapa faktor karakteristik individu adalah :
1) Faktor Umur
Angka kejadian tuberkulosis paru meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Pada wanita angka kejadian mencapai maksimum pada usia 40-50 tahun dan
7
akan terus berkurang sedangkan pada pria angka kejadian terus meningkat sampai
usia 60 tahun.13
2) Faktor Jenis Kelamin
Angka kejadian pada pria cukup tinggi pada semua usia akan tetapi angka
pada wanita cenderung akan menurun setelah melewati usia subur. Hal ini
dibuktikan catatan statistik, lebih banyak penderita tuberkulosis adalah wanita
namun hal ini masih membutuhkan penyelidikan dan penelitian yang lebih lanjut.13
3) Tingkat Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi pengetahuan seseorang mengenai
rumah yang memenuhi syarat kesehatan dan pengetahuan penyakit tuberkulosis,
dengan adanya pengetahuan yang cukup maka seseorang cenderung mempunyai
pengetahuan hidup bersih dan sehat. Selain itu, jenis pekerjaan akan berpengaruh
terhadap tingkat pendidikan seseorang.13
4) Pekerjaan
Jenis pekerjaan menentukan faktor risiko apa yang harus dihadapi setiap
individu. Bila bekerja di lingkungan dengan paparan partikel debu di maka akan
mempengaruhi terjadinya gangguan pada saluran pernapasan. Jenis pekerjaan
seseorang dapat berpengaruh terhadap pendapatan keluarga yang berdampak
terhadap pola hidup diantaranya konsumsi makanan, pemeliharaan kesehatan, dan
akan mempengaruhi terhadap kepemilikan rumah (konstruksi rumah). Dalam hal
jenis konstruksi rumah dengan pendapatan yang kurang maka konstruksi rumah
yang dimiliki tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga akan mempermudah
terjadinya penularan penyakit TB. 13
8
5) Kebiasaan Merokok
Merokok diketahui mempunyai hubungan dengan meningkatkan risiko
untuk mendapatkan kanker paru-paru, penyakit jantung koroner, bronchitis kronik
dan kanker kandung kemih. Kebiasaan merokok meningkatkan risiko untuk
terkena TB paru sebanyak 2,2 kali. Dengan adanya kebiasaan tersebut akan
mempermudah untuk terjadinya infeksi TB. 13
6) Status Gizi
Status gizi merupakan variabel yang sangat berperan dalam timbulnya
kejadian TB. Kekurangan gizi pada seseorang akan berpengaruh terhadap daya
tahan tubuh dan respon imun terhadap penyakit. 13
7) Kondisi Sosial Ekonomi
Penurunan pendapatan menyebabkan kurangnya kemampuan daya beli
dalam memenuhi konsumsi makanan sehingga akan berpengaruh terhadap status
gizi. Apabila status gizi buruk maka akan menyebabkan kekebalan tubuh yang
menurun sehingga memudahkan terkena infeksi TB. 13
8) Pengetahuan
Pengetahuan seseorang terhadap penyakit tuberkulosis (TB) adalah
pengetahuan yang dapat menjadikan seseorang untuk mudah terinfeksi/tertular
kuman TB misalnya bersin, batuk, meludah sembarangan, merokok dan kebiasaan
menjemur kasur ataupun bantal. 13
b. Faktor Risiko Lingkungan
Beberapa faktor lingkungan yang menjadi faktor risiko terhadap kejadian
TB paru adalah:
9
1) Kepadatan hunian
Luas bangunan rumah sehat harus memadai untuk penghuni di dalamnya,
luas lantai bangunan rumah haruslah disesuaikan dengan jumlah penghuni agar
tidak menyebabkan kapasitas berlebih dalam suatu hunian. Hal ini tidak sehat,
apabila salah satu penghuni terkena penyakit infeksi, maka akan mempermudah
penularan kepada anggota keluarga lainnya. 13
2) Pencahayaan
Rumah yang sehat memerlukan pencahayaan yang cukup memadai, tidak
terlalu remang dan tidak terlalu silau. Kurangnya cahaya yang masuk ke dalam
rumah, terutama cahaya matahari merupakan tempat yang baik untuk
berkembangnya bibit. Penularan TB tidak tahan pada sinar matahari. Apabila sinar
matahari masuk dalam rumah serta sirkulasi udara yang diatur maka risiko
penularan akan sangat berkurang. 13
3) Ventilasi
Kurangnya ventilasi dapat menyebabkan berkurangnya kadar oksigen di
dalam ruangan, dan akan menyebabkan kelembaban udara di dalam ruangan.
Pertumbuhan bakteri memperlukan kelembapan yang baik.13
4) Kondisi Ruangan
Salah satu faktor risiko penularan penyakit tuberkulosis adalah kondisi
ruangan. Lantai, dinding dan atap merupakan tempat perkembangbiakan kuman.
Media yang baik bagi perkembangan kuman Mycobacterium Tuberculosis
diantaranya adalah dinding dan lantai yang sulit dibersihkan dapat menyebabkan
penumpukkan debu.13
10
5) Kelembapan udara
Kuman tuberkulosis (TB) dapat bertahan hidup selama beberapa jam di
tempat yang gelap dan lembab tetapi akan cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung.13
6) Suhu
Suhu dalam ruangan harus dapat diatur sehingga tubuh tidak kepanasan atau
terlalu banyak kehilangan. Suhu dalam rumah yang ideal adalah berkisar antara
18℃.13
7) Ketinggian wilayah
Menurut Olander, ketinggian secara umum mempengaruhi kelembaban
dan suhu lingkungan. Setiap kenaikan 100 meter selisih suhu udara dengan
permukaan laut sebesar 0,5 ℃. Mycobacterium Tuberculosis sangat aerob,
sehingga diperkirakan kerapatan pegunungan akan mempengaruhi viabilitas
kuman TB.13
3. Patofisiologi Tuberkulosis
Tempat masuk kuman Mycobacterium Tuberculosis adalah saluran
pernapasan, luka terbuka pada kulit dan saluran pencernaan. Infeksi tuberkulosis
berasal dari kuman-kuman basil tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi
yang masuk melalui inhalasi droplet.14
Respon imunitas mengendalikan penyakit tuberkulosis dengan cara
melakukan reaksi inflamasi bakteri dipindahkan melalui jalan nafas, selanjutnya
basil tuberkel yang telah mencapai permukaan alveolus kemudian di inhalasi yang
11
terdiri dari satu sampai tiga basil, gumpalan yang memiliki bentuk lebih besar akan
tertahan di rongga hidung dan cabang bronkhus namun tidak menyebabkan
penyakit. Setelah berada dalam ruang alveolus, basil tuberkel membuat reaksi
inflamasi. Bakteri di fagositosis oleh leukosit polimorfnuklear namun tidak sampai
membunuh. Setelah hari pertama leukosit diganti oleh makrofag.14
Makrofag menjadi lebih panjang setelah melakukan infiltrasi dan sebagian
bersatu membentuk sel tuberkel epiteloid, yang dikelilingi oleh limfosit selama 10
– 20 hari. Gambaran yang relatif padat dan seperti keju yang disebut sebagai
nekrosis kaseosa tampak pada nekrosis bagian sentral lesi yang biasa disebut lesi
primer. Sel epiteloid dan fibroblast berada pada daerah yang mengalami nekrosis
kaseosa dan jaringan granulasi. Jaringan granulasi membentuk jaringan parut yang
selanjutnya membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.14
Lesi primer paru-paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya
kelenjar getah bening regional dan lesi primer dinamakan kompleks Ghon. Respon
lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan, dimana bahan cair
lepas kedalam bronkhus dan menimbulkan kavitas. Materi tuberkular yang
dilepaskan dari dinding kavitas akan masuk kedalam percabangan trakheobronkial.
Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain di paru-paru, atau basil dapat
terbawa sampai ke laring, telinga tengah, atau usus. Lesi primer menjadi rongga-
rongga serta jaringan nekrotik yang sesudah mencair keluar. bersama batuk. Bila
lesi ini sampai menembus pleura maka akan terjadi efusi pleura tuberkulosa.14
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah.
Organisme yang lolos melalui kelenjar getah bening akan mencapai aliran darah
12
dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang dapat menimbulkan lesi pada berbagai
organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal sebagai penyebaran limfo hematogen, yang
biasanya sembuh sendiri. Penyebaran hematogen merupakan suatu fenomena akut
yang biasanya menyebabkan tuberkulosis milier. Ini terjadi apabila fokus nekrotik
merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme masuk kedalam sistem
vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh.14
4. Perjalanan Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh
kuman TB (Mycobacterium Tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang
paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.15
a. Cara Penularan
Sumber penularan adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau
bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet
nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak.
Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada
dalam waktu yang lama. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam
keadaan yang gelap dan lembab.
Daya penularan seorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman yang
dikeluarkan dari parunya. Faktor yang memungkinkan seseorang terpajan kuman
TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup
udara tersebut.15
b. Risiko Penularan
13
Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak.
Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of
Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB
selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 (sepuluh) orang diantara 1000
penduduk terinfeksi setiap tahun. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan
seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya
infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk).
HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat bagi yang terinfeksi TB
menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan
tubuh seluler (cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi penyerta
(oportunistic), seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit
parah bahkan bisa mengakibatkan kematian .15
5. Gejala Klinis dan Diagnosis Tuberkulosis
a. Gejala klinis pasien TB
Gejala utama pasien TB paru adalah batuk berdahak selama 2-3 minggu
atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu dahak bercampur
darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu makan menurun, berat badan
menurun, malaise, berkeringat malam hari tanpa kegiatan fisik, demam meriang
lebih dari satu bulan.16
b. Diagnosis TB
Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu
sewaktu - pagi - sewaktu (SPS). Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan
dengan ditemukannya kuman TB (BTA). Pada program TB nasional, penemuan
14
BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama.
Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan, dan uji kepekaan dapat digunakan
sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak
dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja.
Gambaran kelainan radiologik paru tidak selalu menunjukkan aktifitas penyakit.
Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk
pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura (pleuritis), pembesaran kelenjar
limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus)
pada spondilitis TB dan lainnya.
Diagnosis pasti sering sulit ditegakkan sedangkan diagnosis kerja dapat
ditegakkan berdasarkan gejala klinis TB yang kuat (presumtif) dengan
menyingkirkan kemungkinan penyakit lain. Ketepatan diagnosis tergantung pada
metode pengambilan bahan pemeriksaan dan ketersediaan alat-alat diagnostik,
misalnya uji mikrobiologi, patologi anatomi, serologi, foto toraks dan lain-lain.16
Sejak tahun 2010 WHO sudah merekomendasikan TCM sebagai
pemeriksaan awal untuk diagnosis TB-MDR. Kehadiran TCM merupakan revolusi
baru dalam diagnosis TBC yang berkontribusi terhadap diagnosis cepat kasus TBC
dan TB-MDR dalam waktu 2 jam dibandingkan dengan pemeriksaan biakan dan uji
kepekaan dengan metode konvensional yang membutuhkan waktu 3-4 bulan. Hasil
diagnosis TB-MDR oleh TCM digunakan sebagai dasar pengobatan pasien namun
tidak menyingkirkan kebutuhan akan pemeriksaan biakan dan uji kepekaan OAT
karena TCM hanya mendeteksi TBC kebal obat rifampisin saja.17
B. PENANGGULANGAN TB DI INDONESIA
15
1. Kebijakan Penanggulangan TB di Indonesia
Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi, yang
meliputi: perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta menjamin
ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan prasarana).
Penanggulangan TB dilaksanakan dengan menggunakan pedoman standar nasional
sebagai kerangka dasar dan memperhatikan kebijakan global untuk
penanggulanganTB.
Penemuan dan pengobatan untuk penanggulangan TB dilaksanakan oleh
seluruh Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang meliputi Puskesmas,
Klinik, dan Dokter Praktik Mandiri (DPM) serta Fasilitas Kesehatan Rujukan
Tingkat Lanjut (FKRTL).
Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB disediakan oleh
pemerintah dan diberikan secara cuma-cuma. Keberpihakan kepada masyarakat dan
pasien TB. Pasien TB tidak dipisahkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
Penanggulangan TB dilaksanakan melalui penggalangan kerjasama dan
kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah, swasta dan masyarakat
melalui forum koordinasi TB. Penguatan manajemen program penanggulangan
TB ditujukan memberikan kontribusi terhadap penguatan sistem kesehatan
nasional.
Pelaksanaan program menerapkan prinsip dan nilai inklusif, proaktif,
efektif, responsif, profesional dan akuntabel. Penguatan kepemimpinan program
ditujukan untuk meningkatkan komitmen pemerintah daerah dan pusat terhadap
16
keberlangsungan program dan pencapaian target strategi global penanggulangan
TB yaitu eliminasi TB tahun 2035.18
2. Pengobatan Tuberkulosis
Tabel 2.1 Pengelompokan OAT
Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Tabel 2.2 Jenis, Sifat, dan Dosis OAT lini pertama
Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip - prinsip sebagai berikut:
OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat, dalam jumlah
cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT
tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT) lebih
menguntungkan dan sangat dianjurkan. Untuk menjamin kepatuhan pasien menelan
obat, dilakukan pengawasan langsung (DOT = Directly Observed Treatment) oleh
seorang Pengawas Menelan Obat (PMO).20
17
Pengobatan TB diberikan dalam 2 tahap, yaitu tahap intensif dan lanjutan.
Tahap awal (intensif).20
a. Tahap Intensif
Pada tahap intensif (awal) pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat. Bila
pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat, biasanya pasien menjadi
tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.20 Sebagian besar pasien TB BTA
positif menjadi BTA negatif (konversi) dalam 2 bulan.
b. Tahap Lanjutan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit, namun dalam
jangka waktu yang lebih lama. Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman
persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan Paduan OAT yang digunakan
di Indonesia.20 Paduan OAT yang digunakan oleh Program Nasional Pengendalian
Tuberkulosis di Indonesia:
1) Kategori 1 : 2(HRZE)/4(HR)3.
2) Kategori 2: 2(HRZE)S/(HRZE)/5(HR)3.
Disamping kedua kategori ini, disediakan paduan obat sisipan (HRZE) Obat
yang digunakan dalam tatalaksana pasien TB resistan obat di Indonesia terdiri dari
OAT lini ke-2 yaitu Kanamycin, Capreomisin, Levofloksasin, Ethionamide,
sikloserin dan PAS, serta OAT lini-1, yaitu pirazinamid and etambutol.
Paduan OAT kategori-1 dan kategori-2 disediakan dalam bentuk paket
berupa obat kombinasi dosis tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
18
kombinasi 2 atau 4 jenis obat dalam satu tablet. Dosisnya disesuaikan dengan berat
badan pasien. Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk satu pasien.20
c. Paket Kombipak
Adalah paket obat lepas yang terdiri dari Isoniasid, Rifampisin, Pirazinamid
dan Etambutol yang dikemas dalam bentuk blister. Paduan OAT ini disediakan
program untuk digunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek samping
OAT KDT. Paduan Obat Anti Tuberkulosis (OAT) disediakan dalam bentuk paket,
dengan tujuan untuk memudahkan pemberian obat dan menjamin kelangsungan
(kontinuitas) pengobatan sampai selesai. Satu (1) paket untuk satu (1) pasien dalam
satu (1) masa pengobatan.20
1) Kategori-1 (2HRZE/ 4H3R3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien baru:
- Pasien baru TB paru BTA positif.
- Pasien TB paru BTA negatif foto toraks positif
- Pasien TB ekstra paru
Tabel 2.3 Dosis untuk panduan OAT KDT untuk kategori 1
Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
19
Tabel 2.4 Dosis paduan OAT kombipak untuk kategori 1
Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
2) Kategori -2 (2HRZES/ HRZE/ 5H3R3E3)
Paduan OAT ini diberikan untuk pasien BTA positif yang telah diobati sebelumnya:
- Pasien kambuh
- Pasien gagal
- Pasien dengan pengobatan setelah putus berobat
- Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Tabel 2.5 Dosis untuk panduan OAT KDT Kategori 2
Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Tabel 2.6 Dosis panduan OAT kombipak untuk kategori 2
Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Catatan:
20
- Untuk pasien yang berumur 60tahun ke atas dosis maksimal untuk
streptomisin adalah 500mg tanpa memperhatikan berat badan.
- Untuk perempuan hamil lihat pengobatan TB dalam keadaan khusus.
- Cara melarutkan streptomisin vial 1 gram yaitu dengan menambahkan
aquabidest sebanyak 3,7ml sehingga menjadi 4ml. (1ml = 250mg).
- OAT Sisipan (HRZE) Paket sisipan KDT adalah sama seperti paduan paket
untuk tahap intensif kategori 1 yang diberikan selama sebulan (28 hari).
Tabel 2.7 Dosis KDT untuk sisipan
Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Tabel 2.8 Dosis OAT Kombipak untuk sisipan
Sumber: Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis
Penggunaan OAT lini kedua misalnya golongan aminoglikosida (misalnya
kanamisin) dan golongan kuinolon tidak dianjurkan diberikan kepada pasien baru
tanpa indikasi yang jelas karena potensi obat tersebut jauh lebih rendah daripada
OAT lini pertama. Disamping itu dapat juga meningkatkan terjadinya risiko
resistensi pada OAT lini kedua.20
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Minum Obat
21
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum obat, yaitu:
a. Pengobatan
Studi kualitatif yang dilakukan oleh Gebreweld dkk. menyatakan bahwa
lama pengobatan dan efek samping obat menjadi hambatan dalam kepatuhan
pengobatan pasien TB paru.10
b. Faktor komunikasi
Komunikasi antara pasien dengan petugas kesehatan mempengaruhi
kepatuhan. Informasi dan pengawasan yang kurang tepat, ketidak puasaan dalam
hubungan emosi dan komunikasi antara pasien dengan petugas kesehatan
mempengaruhi kepatuhan. Informasi dan pengawasan yang kurang, ketidak
puasaan dalam hubungan emosional antara pasien dengan petugas kesehatan, dan
ketidak puasan layanan bisa mempengaruhi tingkat kepatuhan pasien.10
c. Pengetahuan
Informasi yang jelas dan benar akan membuat pasien mengetahui akan
penyakitnya. Pendidikan kesehatan terkait pengobatan TB paru dan dampak yang
timbul jika tidak patuh pengobatan merupakan salah satu pengetahuan yang harus
dimiliki oleh pasien TB paru dan petugas kesehatan. Semakin baik pengetahuan
pasien TB paru terkait penyakitnya semakin baik pula kepatuhan dalam berobat.
Hal ini juga berlaku untuk pengetahuan dari PMO, yang semakin baik
pengetahuannya dapat meningkatkan kepatuhan berobat dari pasien TB paru.10
Secara garis besar, pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkatan, yaitu:
1) Tahu: diartikan hanya sebagairecall (memanggil) memori yang telah ada
sebelumnya setelah mengamati sesuatu.
22
2) Memahami: dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang
diketahui tersebut.
3) Aplikasi: dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui
tersebut pada situasi yang lain
4) Analisis: kemampuan untuk menjabarkan atau memisahkan, kemudian
mencari hubungan antara komponen yang terdapat dalam suatu masalah
atau objek yang diketahui.
5) Sintesis: kemampuan untuk merangkum atau meletakkan dalam satu
hubungan yang logis dari komponen pengetahuan yang dimiliki.
6) Evaluasi: kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap
objek tertentu.2
d. Fasilitas Kesehatan
Fasilitas kesehatan menjadi sarana penting, pasien bisa mendapatkan
pelayanan kesehatan secara langsung. Tersedianya fasilitas kesehatan dan
kemampuan pasien untuk menjangkau fasilitas kesehatan dapat mempengaruhi
kepatuhan pasien. Jika pasien tidak dapat menjangkau fasilitas kesehatan
bagaimana dia mengetahui informasi terkait penyakitnya).10
e. Faktor individu
Menurut Niven faktor individu terdiri dari sikap atau motivasi individu
untuk sembuh dan keyakinan.10
1) Sikap atau motivasi individu untuk sembuh
Motivasi sembuh pasien TB paru adalah faktor penting untuk menunjang
keberhasilan dalam pengobatan. Motivasi yang kuat dapat mempengaruhi
23
kepatuhan dalam pengobatan TB paru.10 Sikap merupakan kumpulan gejala atau
sindroma dalam merespons stimulus atau objek, sehingga sikap itu melibatkan
pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain. Sikap adalah kesiapan
atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.
Fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi
merupakan predisposisi perilaku (tindakan) atau reaksi tertutup.
2) Sikap itu terdiri dari 4 komponen pokok, yaitu :
i. Kepercayaan atau keyakinan ide dan konsep terhadap objek.
Bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap
objek. Sikap orang terhadap objek. Sikap orang terhadap penyakit TB paru
misalnya, bagaimana pendapat atau keyakinan orang tersebut terhadap penyakit
tuberkulosis paru.
ii. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek.
Bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut
terhadap objek. Seperti contoh, bagaimana orang menilai terhadap penyakit TB
paru, apakah penyakit yang biasa saja atau penyakit yang membahayakan.
iii. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).
Sikap adalah merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka
(tindakan).2
iv. Bertanggungjawab (responsible)
Bertanggungjawab terhadap apa yang telah diyakininya. Seseorang yang
telah mengambil sikap tertentu berdasarkan keyakinannya dia harus berani
24
mengambil resiko kalau ada orang lain yang mencemoohkannya atau adanya resiko
lain.
f. Dukungan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat dengan pasien. Keluarga
saling berinteraksi dalam keseharian. Sehingga, perubahan interaksi yang terjadi
dalam keluarga pasien TB paru dapat mempengaruhi perasaan atau psikologis dari
pasien. Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Niven, yang mengatakan bahwa
dukungan dari keluarga dan teman dekat dapat membantu kepatuhan pasien dalam
pengobatan.10
g. Dukungan sosial
Dukungan yang berasal dari lingkungan sosial pasien bisa dari teman,
tetangga, tokoh agama, atau tokoh masyarakat yang ada di lingkungan tempat dia
tinggal. Peran orang-orang tersebut bisa meningkatkan semangat dan rasa dihargai
pasien, sehingga dia memiliki harapan sembuh yang tinggi.10
h. Dukungan petugas kesehatan dan PMO
Petugas kesehatan sebagai promotor dalam menjalankan program-program
kesehatan dan penanggulangan suatu penyakit. Pasien TB paru yang mendapat
penyuluhan memiliki kemungkinan 4,19 kali lebih patuh untuk berobat
dibandingkan penderita yang tidak mendapat penyuluhan kesehatan dan mereka
yang mendapat kunjungan rumah dari petugas kesehatan mempunyai kemungkinan
2,15 kali lebih patuh pengobatan dibandingkan pasien yang tidak dikunjungi.10
PMO (Pengawas Menelan Obat) adalah seseorang yang memberikan
dorongan kepada penderita agar mau berobat secara teratur dan mengingatkan
25
penderita untuk periksa ulang dahak pada waktu yang ditentukan. Persyaratan PMO
adalah sebagai berikut:
1) Seseorang yang dikenal, dipercayai dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun pasien, selain itu harus disegani dan dihormati oleh
pasien.
2) Seseorang yang tinggal dekat dengan pasien.
3) Bersedia membantu pasien dengan sukarela.
4) Bersedia dilatih dan atau mendapatkan penyuluhan bersama-sama dengan
pasien.
Tugas Seorang PMO adalah sebagai berikut:
1) Mengawasi pasien TBC agar menelan obat secara teratur sampai selesai
pengobatan.
2) Memberi dorongan kepada pasien agar mau berobat teratur.
3) Mengingatkan pasien untuk periksa kembali ulang dahak pada waktu yang
telah ditentukan.
4) Memberikan penyuluhan pada anggota keluarga pasien TBC yang
mempunyai gejala-gejala mencurigakan TBC untuk segera memeriksakan
diri ke fasilitas pelayanan kesehatan.10
Hal-hal yang perlu dihadapi PMO untuk sampai kepada pasien dan keluarganya:
1) TBC disebabkan kuman, bukan penyakit keturunan atau kutukan.
2) TBC dapat disembuhkan dengan pengobatan yang teratur.
3) Cara memberikan pengobatan pasien (tahap intensif dan lanjutan).
4) Pentingnya pengawasan supaya pasien berobat secara teratur.
26
5) Kemungkinan terjadinya efek samping obat dan perlunya segera
meminta pertolongan ke fasyankes.10
4. Konsep Kepatuhan
a. Definisi Kepatuhan
Kepatuhan adalah suatu sikap yang merupakan respon yang hanya muncul
apabila individu tersebut diharapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya
reaksi individual. Jika individu tidak mematuhi apa yang telah menjadi ketetapan
dapat dikatakan tidak patuh.
Pada penelitian lain didapatkan bahwa kepatuhan adalah suatu tindakan atau
perbuatan yang dilakukan berdasarkan keinginan orang lain atau melakukan apa-
apa yang diminta oleh orang lain, kepatuhan mengacu pada perikalu yang terjadi
sebagai respon terhadap permintaan langsung dan berasal dari pihak lain.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan adalah sesuatu yang dapat
meningkatkan atau menurunkan kepatuhan penderita terhadap pengobatan.
1) Faktor Predisposisi (Predisposing Factors): Faktor-faktor predisposisi
(Predisposing Factors), faktor sebelum terjadinya suatu perilaku yang
termasuk dalam faktor predisposisi:
i. Usia
Usia merupakan variabel yang cukup penting karena cukup banyak penyakit
ditemukan disebabkan oleh umur. Penyakit TBC yang paling sering ditemukan
pada usia muda atau usia produktif 15-50 tahun.
ii. Jenis kelamin
27
Berdasarkan penelitian Kodoy jumlah pasien lebih banyak terjadi pada laki-
laki dibandingkan perempuan. Hal ini dikarenakan laki-laki kebanyakan keluar
rumah mencari nafkah, dengan frekuensi keluar rumah yang menungkinkan
terjadinya penularan TBC, mobilitas yang tinggi dapat menurunkan kekebalan
tubuh sehingga mudah terkena TBC. Selain itu kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi alkohol dapat menurunkan kekebalan tubuh sehingga dapat mudah
terkena TBC.
iii. Tingkat pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan landasan seseorang dalam berbuat sesuatu,
membuat lebih mengerti dan memahami sesuatu, atau menerima dan menolak
sesuatu. Pada pasien yang tidak patuh berobat adalah pasien dengan pendidikan
yang rendah hal ini membuktikan bahwa tingkat pendidikan seseorang akan
mempengaruhi pengetahuan. Sehingga dengan pengetahuan yang cukup maka
seseorang akan mencoba untuk mempunyai perilaku hidup bersih dan sehat.10
iv. Status pekerjaan
Pekerjaan merupakan sesuatu yang dilakukan untuk mencari nafkah. Untuk
melakukan suatu pekerjaan membutuhkan waktu yang relatif lama, kemungkinan
untuk memperhatikan lingkungan cenderung menurun. Selain itu, pendapatan
yang relatif rendah masyarakat akan cenderung untuk lebih memikirkan hal-hal
pokok antara lain pangan, sandang, papan.10
C. Tinjauan Keislaman
Pada dasarnya semua penyakit berasal dari Allah, maka yang dapat
menyembuhkan juga hanyalah Allah. Tetapi, untuk mencapai kesembuhan tersebut
28
tentunya diperlukan usaha yang maksimal. Sesungguhnya Allah mendatangkan
penyakit, maka bersamaan dengan itu Allah juga mendatangkan penawarnya. Hal
ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW ‘Abu Dharda berkata ‘diwaktu saya
beserta Rasulullah bersabda ‘Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit serta obat
dan diadakan Nya bagi tiap penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi
janganlah kamu berobat dengan yang haram’. (HR Abu Daud).23
Berdasarkan beberapa hadist tersebut dapat diketahui bahwa Allah SWT
tidak akan menurunkan obatnya, baik itu penyakit yang muncul pada zaman Nabi
maupun sesudah Nabi. Segala jenis penyakit pasti memiliki penawarnya sehingga
setiap enyakit tersebut akan sembuh atas seizin Allah. Allah SWT menciptakan
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dalam keadaan seimbang. Begitu pula
tubuh manusia juga yang diciptakan dalam keadaan yang seimbang.23
Terjemah: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Yunus:57).29
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian nasihat
dari tuhan kalian yang memperingatkan kalian dari siksaan Allah dan menakuti
kalian dengan ancaman-NYa, yaitu al-qur’an dan apa yang dikandungnya berupa
ayat-ayat dan nasihat-nasihat untuk memperbaiki akhlak-akhlak kalian dan amal
perbuatan kalian. Dan di dalamnya juga terdapat obat bagi hati dari kebodohan,
29
kesyirikan dan seluruh penyakit, ,serta merupakan petunjuk lurus bagi orang yang
mengikutinya dari seluruh makhluk, sehingga menyelamatkannya dari kebinasaan.
Allah menjadikannya sebagai kenikmatan dan rahmat bagi kaum mukminin dan
mengistimewakan mereka dengan itu secara khusus; karena merekalah yang dapat
mengambil manfaat dengan iman, sedangkan orang-orang kafir,maka ia adalah
kegelapan bagi mereka.29
Tafsir Al-Muyassar/Kementrian Agama Saudi Arabia Wahai manusia, telah
datang kepada kalian Kitab Suci Al-Qur`ān yang berisi peringatan, anjuran dan
larangan. Al-Qur`ān adalah obat penawar untuk penyakit bimbang dan ragu yang
bersarang di dalam hati. Al-Qur`ān adalah petunjuk ke jalan yang benar. Dan Al-
Qur`ān mengandung rahmat bagi orang-orang yang beriman, karena merekalah
yang memanfaatkannya.29
Terjemah: “Dan kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zhalim (Al-
Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian.” (QS.Al-Isra:82).30
Dan Kami turunkan Al-Qur'an kepadamu wahai Nabi
Muhammad, sebagai obat penawar berbagai macam penyakit hati dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman yang mengamalkan tuntunannya, sedangkan bagi orang-
orang yang zalim, Al-Qur'an itu hanya akan menambah kerugian disebabkan oleh
kekufuran mereka. Setiap kali mendengar bacaan AlQur'an semakin bertambah
kekufurannya.30
30
Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan
berupa penyakit atau semacamnya,kecuali Allah akan menggugurkan Bersama
dengannya dosa dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim).23
Pengobatan Nabi termasuk obat-obatan yang menyembuhkan penyakit
adalah sesuatu yang tidak diketahui oleh akal banyak pemuka dokter, tidak pula
dicapai oleh ilmu, eksperimen dan analogi mereka. Di antara obat hati dan ruhani
adalah kekuatan hati dan penyandarannya kepada Allah, tawakal, berlindung
kepada-Nya, bersimpuh dan menangis di hadapan-Nya, merendah kepada-Nya,
sedekah, doa, taubat, istighfar, berbuat baik kepada makhluk, membantu orang yang
membutuhkan dan melapangkan orang yang kesusahan.24
31
BAB III
KERANGKA KONSEP
A. KERANGKA TEORI
Gambar 3.1 Kerangka Teori
B. KONSEP PEMIKIRAN
Gambar 3.2 Konsep Pemikiran
Mycobacterium
Tuberculosis
Menginfeksi Tahanan dan
Narapidana
Terdiagnosis tuberkulosis
paru menurut hasil TCM
Terapi Tuberkulosis
Gejala Klinis
a. Batuk berdahak >2-3
minggu
b. Dahak campur darah
c. Sesak napas
d. Badan lemas
e. Nafsu makan menurun
f. Berat badan menurun
g. Malaise
h. Keringat malam tanpa
kegiatan fisik
Keberhasilan Terapi
Tuberkulosis
Faktor Pengetahuan,
Sikap, dan PMO
Kepatuhan Minum
Obat Tuberkulosis
Variabel Independen Variabel Dependen
Jenis Pengobatan
Variabel Perancu
32
C. DEFINISI OPERASIONAL DAN KRITERIA OBJEKTIF
Tabel 3.3 Tabel Definisi Operasional
Variabel
Penelitian
Definisi
Operasional
Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Pengetahuan Hal-hal yang
diketahui klien
sehubungan dengan
kepatuhan minum
obat tuberkulosis
Paru
Skala Likert
Skor tertinggi
responden
berjumlah 40.
1. Pengetahuan
baik,apabila skor
jawaban >75%
nilai keseluruhan
>30.
2. Pengetahuan
cukup,apabila
skor jawaba
<75% nilai
keseluruhan 0-30.
Ordinal
Sikap Reaksi/respon
tertutup berupa
sikap dari dalam diri
penderita
tuberkulosis paru
terhadap kepatuhan
minum obat
tuberkulosis paru dan
merupakan tanda
kesiapan untuk
bertindak
Kuesioner Skor:untuk
jawaban:
Benar : 1
Salah: 0
Kategori sikap:
1. kurang : <55%
2. Baik : >56%
Ordinal
PMO Pengawas menelan
obat merupakan
petugas yang
mendampingi pasien
TBC dan
mengingatkan untuk
meminum obat.
Kuesioner PMO mendukung
skor >7,5
Peran PMO tidak
mendukung skor
<7,5
Nominal
Kepatuhan
Minum Obat
Patuh berobat
adalah yang
menyelesaikan
pengobatan secara
teratur dan lengkap
tanpa terputus
selama minimal 6
Kuesioner
MMAS-8
Skor 6-8:
Kepatuhan Tinggi
Skor <6:
Kepatuhan
Rendah
Ordinal
33
D. HIPOTESIS
1. Hipotesis Alternatif (HA)
Terdapat hubungan antara faktor pengetahuan, sikap, dan PMO terhadap
kepatuhan minum obat di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta pada tahun 2020.
2. Hipotesis Null (H0)
Tidak terdapat hubungan antara faktor pengetahuan, sikap, dan PMO
terhadap kepatuhan minum obat di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta pada tahun
2020.
bulan sampai 9
bulan sesuai yang
telah ditentukan
34
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. DESAIN PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian observasional analitik dengan
rancangan cross sectional study yang artinya peneliti mencari hubungan antara
variabel pengetahuan, sikap, dan PMO dan variabel kepatuhan minum obat yang
termasuk efek dengan melakukan pengukuran sesaat.
B. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
1. Lokasi Penelitian: Penelitian ini dilakukan di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Cipinang Jakarta Timur Provinsi DKI Jakarta.
2. Waktu Penelitian: Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2020
Triwulan III dan IV.
C. POPULASI PENELITIAN
Tahanan dan Narapidana Lapas Narotika Cipinang Jakata tahun 2020.
D. SAMPEL, TEKNIK, DAN ALAT PENGUMPULAN DATA
1. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah warga binaan Lapas Narotika Cipinang
Jakata yang terdiagnosis TB pada tahun 2020.
Besar sampel yang digunakan adalah penderita TB paru yang menjalani
pengobatan OAT yang memenuhi kriteria inklusi di Lapas Narotika Cipinang
Jakata tahun 2020 sebanyak minimal 11 sampel.
n1 = n2 = (Zα√2PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2
(P1 − P2))
2
35
Keterangan:
n : jumlah sampel
𝑍𝛼 : deviat baku alfa
𝑍𝛽 : deviat baku beta
𝑃2 : Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
𝑄2 : 1 - P2
𝑃1 : proporsi pada kelompok lainya (judgement peneliti)
𝑄1 : 1 – P1
𝑃1 − 𝑃2 : selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna
𝑃 : Proporsi total = (P1 + P2)/2
𝑄 : 1 – P
Aplikasi rumus berdasarkan sampel yang digunakan:
n1 = n2 = (Zα√2PQ + Zβ √P1Q1 + P2Q2
(P1 − P2))
2
n1 = n2 = (1,0,842√2x0,3x0,7 + 1,282√0,1x0,9 + 0,5x0,5
0,1 − 0,5)
2
n1 = n2 = (0,842√2x0,3x0,7 + 1,282√0,1x0,9 + 0,5x0,5
0,1 − 0,5)
2
n1 = n2 = (0,842√0,42 + 1,282√0,34
−0,4)
2
n1 = n2 = (0,842x0,64 + 1,282x0,58
−0,4)
2
n1 = n2 = (0,538 + 0,743
−0,4)
2
36
n1 = n2 = (1,281
−0,4)
2
n1 = n2 = 11
Maka besar sampel yang didapatkan adalah minimal 11 sampel.
2. Teknik Pengambilan Sampel
Sampel penelitian ini diambil dengan Teknik non-probability sampling
dengan tipe purposive sampling. Pada cara ini seluruh responden yang memenuhi
kriteria inklusi merupakan subjek penelitian.
3. Alat pengumpulan data
Jenis data yang digunakan untuk penelitian ini berasal dari data primer
berupa kuesioner MMAS-8 (Morisky Medication Adherence Scales-8), kuesioner
sikap, kuesioner PMO dan skala likert.
E. KRITERIA INKLUSI DAN EKSKLUSI
1. Kriteria Inklusi
a. Pasien tuberkulosis yang memulai dan menjalani pengobatan di Lapas
narkotika Cipinang Jakarta pada tahun 2020.
b. Narapidana yang bersedia menjadi responden.
c. Usia penderita TB dewasa (20 – 60 tahun).
2. Kriteria Eksklusi
a. Pasien tuberkulosis yang pindah.
b. Pasien bebas masa tahanan.
c. Pasien meninggal.
F. DATA DAN SUMBER DATA
1. Data Primer
37
Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui kuesioner (Morisky
Medication Adherence Scales-8) MMAS-8 , Skala Likert, Kuesioner sikap, dan
kuesioner PMO.
Morisky Medication Adherence Scale (MMAS-8) adalah suatu instrumen
berupa kuesioner yang digunakan untuk menilai kepatuhan terapi. Kuesioner ini
tersusun atas delapan pertanyaan. Kategori respon diisi dengan jawaban “ya” atau
“tidak” untuk item pertanyaan nomor 1 sampai 7. Pada item pertanyaan nomor 1- 4
dan 6-7 nilai 1 bila jawaban “tidak” dan 0 bila jawaban “ya”, sedangkan item
pertanyaan nomor 5 dinilai 1 bila jawaban “ya” dan 0 bila jawaban “tidak”. Item
pertanyaan nomor 8 dinilai dengan 5 skala likert dengan nilai 1=tidak pernah,
0,75=sesekali, 0,5=kadang-kadang, 0,25=biasanya, dan 0=selalu. Skor total dari
hasil perhitungan kuesioner ini berentang antara 0-8. Selanjutnya, interpretasi
kepatuhan penggunaan obat MMAS-8 dikategorikan menjadi 2 tingkatan
kepatuhan, yaitu kepatuhan tinggi (nilai = 6-8), dan kepatuhan rendah (nilai = <6).
Variabel penelitian pengetahuan memakai skala likert, yang berjumlah 8 soal skor
adalah nilai 5 untuk sangat setuju, 4 untuk setuju, 3 untuk netral, 2 untuk tidak setuju
dan 1 untuk sangat tidak setuju. Kuesioner sikap untuk item pertanyaan 1,3, dan 8
adalah benar, dan pada item pertanyaan 2,4,5,6,7 adalah salah. Kategori dibagi
menjadi 2 yaitu sikap kurang jika <55% dan sikap baik >56%. Variabel penelitian
PMO berjumlah 15 pertanyaan dikategorikan mendukung jika skor >7,5 dan peran
PMO tidak mendukung jika skor <7,5.
2. Data Sekunder
Tidak terdapat data sekunder
38
G. TEKNIK ANALISIS DATA
1. Analisis Univariat
Analisis univariat dilakuka terhadap setiap variabel dan hasil penelitian
dengan mengunakan tabel distribusi frekuensi sehingga menghasilkan distribusi
dan persentase dari tiap variable yang diteliti.
2. Analisis Bivariat
Analisa bivariat dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen
dengan dependen dalam bentuk tabulasi silang antara kedua variabel tersebut.
Menggunakan uji statistik dengan tingkat kemaknaan 0,05 dengan ketentuan
hubungan dikatakan bermakna bila p-value < 0,05 dan hubungan dikatakan tidak
bermakna bila p-value > 0,05 dengan menggunakan rumus Chi-Square.
Keterangan:
O = Frekuensi nilai yang diamati (Observed value)
E = Frekuensi nilai yang diharapkan (Expected value)
⅀ = Jumlah data
Syarat uji Chi-Square adalah :
1. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 1.
2. Tidak boleh ada sel yang mempunyai nilai harapan (nilai E) kurang dari 5,
lebih dari 20% dari jumlah sel.
Hasilnya hanya dapat menyimpulkan ada tidaknya perbedaan proporsi
antarkelompok dan tidak dapat mengetahui kelompok mana yang mempunyai risiko
( )2
2O E
E
−=
39
lebih besar dibandingkan kelompok lain Jika syarat uji Chi-Square tidak terpenuhi,
maka dipakai uji alternatifnya.
Alternatif uji Chi-Square untuk tabel 2x2 adalah uji Fisher Alternatif uji
Chi-Square untuk tabel 2xK adalah uji Kolmogorof Smirnov Penggabungan sel
adalah langkah alternatif uji Chi-Square untuk tabel selain 2x2 dan 2x2 sehingga
terbentuk suatu tabel BxK yang baru. Setelah dilakukan penggabungan sel. Uji
hipotesis dipilih sesuai dengan tabel BxK yang baru tersebut penilaian :
1. Apabila X2 hitung > X2 tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima, artinya
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
2. Apabila X² hitung < dari X² tabel, H0 diterima atau Ha ditolak, artinya tidak
ada hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
H. TEKNIK PENYAJIAN DATA
Teknik penyajian data yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan data (editing)
Data yang sudah diperoleh dari hasil kuesioner MMAS-8, Skala Likert,
Kuesioner sikap, kuesioner PMO pada tahun 2020 akan diperiksa kembali untuk
memastikan bahwa data yang dikumpulkan telah lengkap dan sesuai.
2. Coding
Merupakan kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk
angka/bilangan. Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis
data menggunakan computer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar
kode dan artinya dalam satu buku untuk memudahkan Kembali melihat lokasi dan
arti suatu kode dari suatu variable.
40
3. Entry
Entry adalah memasukkan data jawaban sesuai dengan kode yang telah
ditentukan untuk masing-masing variabel sehingga menjadi satu data dasar
kemudian membuat distribusi frekuensi sederhana atau bisa dengan membuat table
kontigensi.
4. Cleaning
Cleaning data merupakan kegiatan memeriksa Kembali data yang sudah di
entry,apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan mungin terjadi saat meng enty
data ke komputer.
I. ETIKA PENELITIAN
1. Lembar persetujuan diberikan kepada subjek yang akan diteliti.
2. Peneliti menjelaskan maksud dan tujuan penelitian, jika responden bersedia
untuk diteliti, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan
tersebut. Jika responden menolak untuk diteliti, maka peneliti tidak akan
memaksa dan tetap menghormati hak-haknya.
3. Responden tidak dikenakan biaya apapun.
4. Kerahasiaan informasi dijamin peneliti. Hanya kelompok data tertentu saja
yang akan disajikan dan dilaporkan sebagai hasil penelitian.
41
J. ALUR PENELITIAN
42
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Populasi dan Sampel
Pengumpulan data dilakukan dari bulan Desember 2020-Januari 2021 pada
pasien tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta tahun 2020. Hasil
penelitian diperoleh dengan menggunakan beberapa kuesioner yang terdiri atas
kuesioner tentang pengetahuan, sikap, PMO dan kepatuhan minum obat. Kuesioner
tersebut diberikan kepada setiap responden dengan menggunakan kertas.
Pengambilan data menggunakan data primer dengan menggunakan alat
ukur berbentuk kuesioner. Jumlah sampel berdasarkan karakteristik yaitu pada
karakteristik pengetahuan, sikap, dan PMO masing-masing berjumlah 22 orang
sampel. Cara pengambilan sampel yaitu dengan Teknik purposive sampling
berdasarkan kriteria inklusi.
B. Analisis Data
Berdasarkan hasil pengolahan data telah dilakukan, maka penelitian yang
diperoleh adalah sebagai berikut:
Tabel V.I Karakteristik Sampel Penelitian di Lapas Narkotika Cipinang
Tahun 2020
Variabel Frekuensi Persentase
Umur (Tahun)
20-30 5 22.7
31-40 13 59.1
41-50 3 13.6
51-60 1 4.5
43
Sumber: Data Primer
Tabel 5.1, menunjukkan bahwa distribusi variabel umur responden tertinggi
31-40 tahun dengan presentasi sebesar 59,1% sedangkan umur 51-60 tahun
terendah dengan presentasi sebesar 4,5%. Distribusi karakteristik tingkat
pendidikan tertinggi adalah SMA/SMU/STM/SMK dengan presentasi sebesar
54,5% sedangkan tingkat pendidikan terendah SD dengan presentasi sebesar 9,1%.
Karakteristik responden berdasarkan pengetahuan. Dapat diketahui responden yang
memiliki pengetahuan baik berjumlah 9 orang (40,90%), yang memiliki
pengetahuan cukup berjumlah 13 orang (59,10). Karakteristik responden
berdasarkan sikap. Dapat diketahui responden yang memiliki sikap baik 16 orang
(72,73%), dan yang memiliki sikap kurang berjumlah 6 orang (27.,27%).
Karakteristik responden berdasarkan PMO,dapat diketahui responden yang
Tingkat
Pendidikan
SD 2 9.1
SMP 8 36.4
SMA/SMU/STM/S
MK
12 54.5
Pengetahuan
Baik 9 40.9
Cukup 13 59.1
Sikap
Baik 16 72.73
Kurang 6 27.27
PMO
Mendukung 15 68.18
Tidak Mendukung 7 31.82
Kepatuhan Minum
Obat
Tinggi 15 68.18
Rendah 7 31.82
44
memiliki PMO mendukung 15 orang (68,18%), dan yang memiliki PMO tidak
mendukung 7 orang (31,82%). Karakteristik berdasarkan kepatuhan minum obat
TB. Dapat diketahui responden yang memiliki kepatuhan tinggi 15 orang (68,18%),
dan yang memiliki kepatuhan rendah 7 orang (31,82%).
Tabel V.II. Hubungan pengetahuan terhadap kepatuhan minum obat
Tuberkulosis di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020.
Kepatuhan Minum Obat
Pengetahuan Rendah Tinggi P
n % n %
Baik 1 4.54 8 36.36
Cukup 6 27.27 7 31.82 0.165
Total 7 31.82 15 68.18
Sumber: Data Primer
Tabel 5.2. menunjukkan bahwa responden yang memiliki kepatuhan minum
obat rendah 7 orang (31,81%) kepatuhan minum obat tinggi 15 orang (68,18%)
yang baik pengetahuannya dan memiliki kepatuhan rendah 1 orang (4,54%) yang
memiliki pengetahuan baik dan kepatuhan tinggi 8 orang (36,36%). Responden
yang pengetahuan cukup dan kepatuhan rendah 6 orang (27,27%) yang memiliki
pengetahuan cukup dan kepatuhan tinggi 7 orang (31,82%). P yang didapatkan
yaitu 0,165 (>0,05) memiliki arti tidak terdapat hubungan antara pengetahuan
dengan kepatuhan minum obat tuberkulosis.
Tabel V.III. Hubungan sikap terhadap kepatuhan minum obat Tuberkulosis
di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020.
Kepatuhan Minum Obat
Sikap Rendah Tinggi
P n % n %
45
Baik 3 13.64 13 59.09
Kurang 4 18.18 2 9.09 0.054
Total 7 31.82 15 68.18
Sumber: Data Primer
Tabel 5.3. menunjukkan bahwa responden yang memiliki kepatuhan
minum obat rendah 7 orang (31,82%) kepatuhan minum obat tinggi 15 orang
(68,18%). Responden yang memiliki sikap baik kepatuhan rendah 3 orang
(13,64%) sikap baik dan kepatuhan tinggi 13 orang (59,09%). Sikap kurang dan
kepatuhan rendah terdapat 4 orang (18,18%) dan yang memiliki sikap kurang dan
kepatuhan tinggi 2 orang (9,09%). P yang didapatkan yaitu 0,054 (>0,05)
memiliki arti tidak terdapat hubungan antara sikap dengan kepatuhan minum obat
Tuberkulosis.
Tabel V.IV. Hubungan PMO terhadap kepatuhan minum obat Tuberkulosis
di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta Tahun 2020.
Kepatuhan Minum Obat
PMO Rendah Tinggi
P n % n %
Mendukung 2 9.09 13 59.09
Tidak Mendukung 5 22.72 2 9.09 0.014
Total 7 31.82 15 68.18
Sumber: Data Primer
Tabel 5.4. menunjukkan bahwa responden yang memiliki kepatuhan minum
obat rendah 7 orang (31,82%) kepatuhan minum obat tinggi 15 orang (68,18%).
Responden yang memiliki PMO mendukung dan kepatuhan rendah 2 orang (9,09%)
PMO mendukung kepatuhan tinggi 13 orang (59,09%). Responden dengan PMO
tidak mendukung kepatuhan minum obat rendah 5 orang (22,72%) PMO tidak
46
mendukung kepatuhan tinggi terdapat 2 orang (9,09%). P yang didapatkan yaitu
0,014 (<0,05) memiliki arti terdapat hubungan antara PMO dengan kepatuhan
minum obat tuberkulosis.
47
BAB VI
PEMBAHASAN
Pada penelitian ini telah dilakukan mengenai hubungan pengetahuan, sikap,
dan PMO terhadap kepatuhan minum obat Tuberkulosis di Lapas Narkotika
Cipinang Jakarta dari data diperoleh didapatkan 22 responden yang dikumpulkan
berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Pengumpulan data dimulai pada bulan
Desember 2020-Januari 2021.
A. Hubungan Pengetahuan Terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis
di Lapas Narkotika Cipinang Jakarta.
Hasil uji alternatif fisher pada hubungan tingkat pengetahuan menunjukkan
bahwa tidak ada hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dengan perilaku
kepatuhan minum obat tuberkulosis paru dimana dibuktikan bahwa nilai P yang
didapatkan yaitu 0,165(>0,05) berarti Ha ditolak dan Ho diterima.
Hasil tersebut tidak selaras dengan teori yang dikemukakan oleh Lawrence
Green yang ada pada buku Nursalam yang memasukkan pengetahuan dengan
kepatuhan minum obat Tuberkulosis Paru (OAT) yang ditunjukkan dengan nilai p
hitung 0,024.26
Hasil tersebut juga tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Alif
Arditia Yuda pada tahun 2018. Dimana penelitian tersebut berjudul ‘Hubungan
Karakteristik,Pengetahuan, Sikap, dan Tindakan Penderita Tuberkulosis Paru
Dengan Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas Tanah Kalikedinding’ mendapatkan
48
hasil nilai p yaitu 0,00 yang memberikan arti terdapat hubungan antara pengetahuan
dengan kepatuhan minum obat tuberkulosis. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
Dewi GI,dkk juga menunjukkan ada hubungan bermakna antara pengetahuan
dengan kepatuhan minum obat dengan memberikan hasil nilai p hitung adalah
0,169.25
Hasil penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Supardi
menunjukkan tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kepatuhan berobat.
Penelitian yang dilakukan oleh Angelina dkk juga menunjukkan tidak terdapat
hubungan antara keduanya dengan nilai P 0,059.
Disebutkan bahwa ketidakberhungan antara kedua variabel tersebut
dikarenakan beberapa hal, yakni, pengetahuan memiliki proses yang panjang dari
tahu, memahami, aplikasi, analisis sampai evaluasi. Kemungkinan penderita
tersebut kemampuan hanya sampai tahu dan memahami atau tahu sampai
menganalisis. Kedua, faktor yang mempengaruhi kepatuhan bukan hanya dari
pengetahuan penderita tetapi juga pengetahuan petugas/PMO/keluarga kemampuan
dalam memberikan penjelasan, cara penyampaian, media yang tepat mengenai
tuberkulosis kepada penderita.
Secara teori dibuktikan bahwa pengetahuan mempengaruhi kepatuhan
minum obat dimana semakin orang tinggi tingkatan pendidikannya dan
berpengetahuan akan penyakit yang diderita dan bagaimana cara penyembuhannya
sehingga pasien semakin patuh meminum obat guna pengobatannya berhasil. Selain
itu, menurut teori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo yang menyatakan bahwa
pengetahuan atau kognitif merupakan suatu hal yang sangat penting untuk
49
terbentuknya tindakan.27 Pengetahuan dapat membantu individu untuk beradaptasi
dengan penyakitnya, mencegah komplikasi dan mematuhi program terapi sehingga
harapannya semakin tinggi pengetahuan yang dimiliki pasien tentang penyakit TB
semakin tinggi pula tingkat kepatuhan dalam mengkonsumsi obat tuberkulosis.10
B. Hubungan Sikap Terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas
Narkotika Cipinang Jakarta.
Hasil uji alteratif fisher pada hubungan tingkat kepatuhan menunjukkan
bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap dengan perilaku kepatuhan minum obat
tuberkulosis paru dimana dibuktikan bahwa nilai P yang didapatkan yaitu 0,054
(>0,05) berarti maka berarti Ha ditolak dan H0 diterima.
Ini tidak sejalan dengan hasil penelitian oleh Dewi GI,dkk menunjukkan
terdapat hubungan antara sikap dengan kepatuhan minum obat TB dengan nilai p =
0,001. Selain itu,hasil ini juga tidak sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan
oleh Gendis Indra Dewi, Yuni A, Mamat S. Dimana penelitian tersebut berjudul
“Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap Pasien dan Dukungan Keluarga Dengan
Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien TB di BKPM Pati” dengan hasil ada hubungan
antara keduanya dengan perolehan nilai p = 0,001.25
Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Dewi pada tahun
2011 yang memiliki hasil tidak terdapat hubungan antara keduanya. Hal ini
dinyatakan dengan nilai p yaitu 0,203. Begitupun dengan penelitian yang dilakukan
oleh Alif di Universitas Airlangga menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
antara kedua varibel tersebut dengan perolehan nilai p yaitu 0,073. Secara teori
dibuktikan bahwa perubahan perilaku individu dapat menjadi optimal jika
50
perubahan terjadi malelui proses internalisasi yang panjang,dimana perilaku yang
baru tersebut dianggap bernilai positif bagi individu tersebut dan dapat
diintegrasikan dengan nilai-nilai kehidupannya. Selain itu, proses internalisasi
dapat maksimal bila petugas atau tokoh merupakan seseorang yang dapat dipercaya
yang dapat membuat individu memahami penggunaan perilaku tersebut serta dapat
membuat individu tersebut menjadi mengerti pentingnya perilaku bagi kehidupan
individu tersebut.26 Pada penelitian ini peneliti melihat bahwa sikap yang baik dan
kurang sama-sama dapat mempengaruhi kepatuhan minum obat tuberkulosis di
Lapas Narkotika Cipinang Jakarta namun sikap saja tidak cukup dalam
mempengaruhi hasil tersebut.
C. Hubungan PMO Terhadap Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis di Lapas
Narkotika Cipinang Jakarta
Hasil uji alteratif fisher pada hubungan PMO terhadap kepatuhan minum
obat menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara PMO dengan perilaku
kepatuhan minum obat tuberkulosis paru dimana dibuktikan bahwa nilai P yang
didapatkan yaitu 0,014(<0,05) maka berarti Ha diterima dan H0 ditolak.
Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Rivangga Dwi Ratna
dengan judul “Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat Dengan Kepatuhan
Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberkulosis Paru Di Puskesmas Nogosari
Boyolali” dimana dibuktikan bahawa nilai p yang didapatkan adalah p = 0,003.28
Hal ini juga selaras dengan penelitian oleh Sari bahwa peran PMO dalam
kepatuhan minum obat memiliki hubungan yang erat dan terdapat hubungan sejala
dimana semakin baik PMO dalam menjalankan tugasnya maka keberhasilan dalam
51
pengobatan tuberkulosis akan semakin berhasil. Diketahui bahwa PMO (pengawas
menelan obat) adalah seseorang yang memberikan dorongan kepada penderita agar
mau berobat secara teratur dan mengingatkan penderita untuk periksa ulang dahak
pada waktu yang ditentukan.27
Peran PMO dengan kepatuhan minum obat sangat penting dikarenakan
penderita selama menjalani pengobatan dengan jangka panjang kemungkinan ada
rasa bosan karena harus setiap hari minum obat, sehingga dikhawatirkan terjadi
kejadian putus obat atau lupa meminum obat karena putus asa dikarenakan
penyakitnya yang tidak kunjung sembuh. PMO tersebut diharapkan dapat mecegah
terjadinya putus obat karena bila terjadi dapat memperpanjang waktu pengobatan.
Terlaksananya PMO dengan baik menjamin ketekunan, keteraturan pengobatan,
menghindari putus obat sebelum obat habis, dan mencegah ketidaksembuhan
penyakit, menurut teori yang dikemukakan oleh departemen kesehatan.27
Melalui penelitian ini, diketahui bahwa pasien dengan peran PMO yang
mendukung cenderung mempunyai kepatuhan minum obat yang tinggi pula.
Adanya pasien tuberkulosis yang tidak patuh melakukan minum obat,meskipun
PMO yang dalam kategori mendukung disebabkan karena kurangnya tingkat
kesadaran diri pasien tentang pentingnya melakukan kontrol untuk mendapatkan
perawatan dan kesembuhan dari penyakit tuberkulosis.
D. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini yang berjudul “Hubungan Faktor Pengetahuan, Sikap,
Dan Pengawas Menelan Obat (PMO) Terhadap Kepatuhan Minum Obat
Tuberkulosis Di Lapas Narkotika Cipinang Tahun 2020”, peneliti masih
52
menemukan berbagai keterbatasan dalam meneliti. Beberapa keterbatasan
penelitian yang ada sebagai berikut :
1. Keterbatasan waktu dan tenaga dari peneliti
Keterbatasan waktu dan tenaga dalam proses penelitian yang terbatas salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi proses pembuatan penelitian.
2. Pengumpulan data menggunakan kuesioner
Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang cenderung bersifat subjektif
sehingga kejujuran responden sangat menentukan data yang akan diberikan pada
penelitian ini.
Tinjauan AIK
Pada dasarnya semua penyakit berasal dari Allah, maka yang dapat
menyembuhkan juga hanyalah Allah. Tetapi, untuk mencapai kesembuhan tersebut
tentunya diperlukan usaha yang maksimal. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah
SAW ‘Abu Dharda berkata ‘diwaktu saya beserta Rasulullah bersabda
‘Sesungguhnya Allah menurunkan penyakit serta obat dan diadakan Nya bagi tiap
penyakit obatnya, maka berobatlah kamu, tetapi janganlah kamu berobat dengan
yang haram’. (HR Abu Daud). 23
Berdasarkan beberapa hadist tersebut dapat diketahui bahwa Allah
SWT tidak akan menurunkan obatnya, baik itu penyakit yang muncul pada zaman
Nabi maupun sesudah Nabi. Segala jenis penyakit pasti memiliki penawarnya
sehingga setiap penyakit tersebut akan sembuh atas seizin Allah. Allah SWT
menciptakan segala sesuatu yang ada di alam semesta ini dalam keadaan seimbang.
Begitu pula tubuh manusia juga yang diciptakan dalam keadaan yang seimbang.23
53
Terjemah: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari
Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk serta rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS.Yunus:57).29
Tafsir Surat Yunus ayat 57
Wahai sekalian manusia, sesungguhnya telah datang kepada kalian nasihat
dari tuhan kalian yang memperingatkan kalian dari siksaan Allah dan menakuti
kalian dengan ancaman-NYa, yaitu al-qur’an dan apa yang dikandungnya berupa
ayat-ayat dan nasihat-nasihat untuk memperbaiki akhlak-akhlak kalian dan amal
perbuatan kalian. Dan di dalamnya juga terdapat obat bagi hati dari kebodohan,
kesyirikan dan seluruh penyakit, ,serta merupakan petunjuk lurus bagi orang yang
mengikutinya dari seluruh makhluk, sehingga menyelamatkannya dari kebinasaan.
Allah menjadikannya sebagai kenikmatan dan rahmat bagi kaum mukminin dan
mengistimewakan mereka dengan itu secara khusus; karena merekalah yang dapat
mengambil manfaat dengan iman, sedangkan orang-orang kafir,maka ia adalah
kegelapan bagi mereka.29
Tafsir Al-Muyassar/Kementrian Agama Saudi Arabia
Wahai manusia, telah datang kepada kalian Kitab Suci Al-Qur`ān yang
berisi peringatan, anjuran dan larangan. Al-Qur`ān adalah obat penawar untuk
penyakit bimbang dan ragu yang bersarang di dalam hati. Al-Qur`ān adalah
petunjuk ke jalan yang benar. Dan Al-Qur`ān mengandung rahmat bagi orang-orang
54
yang beriman, karena merekalah yang memanfaatkannya.29
Terjemah: ‘Dan kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zhalim
(Al-Qur’an itu) hanya akan menambah kerugian. (QS.Al-Isra:82).30
Tafsir Surat Al-Isra:82
Dan Kami turunkan Al-Qur'an kepadamu wahai Nabi
Muhammad, sebagai obat penawar berbagai macam penyakit hati dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman yang mengamalkan tuntunannya, sedangkan bagi orang-
orang yang zalim, Al-Qur'an itu hanya akan menambah kerugian disebabkan oleh
kekufuran mereka. Setiap kali mendengar bacaan AlQur'an semakin bertambah
kekufurannya.30
Rasulullah bersabda, “Tidaklah seorang muslim yang tertimpa gangguan
berupa penyakit atau semacamnya,kecuali Allah akan menggugurkan Bersama
dengannya dosa dosanya, sebagaimana pohon yang menggugurkan dedaunannya.”
(HR. Bukhari dan Muslim).23
Pengobatan Nabi termasuk obat yang menyembuhkan penyakit adalah
sesuatu yang tidak diketahui oleh akal banyak pemuka dokter, tidak pula dicapai
oleh ilmu, eksperimen dan analogi mereka. Di antara obat hati dan ruhani adalah
kekuatan hati dan penyandarannya kepada Allah, tawakal, berlindung kepada-Nya,
bersimpuh di hadapan-Nya, merendah kepada-Nya, sedekah, doa, taubat, istighfar,
55
berbuat baik kepada makhluk, membantu orang yang membutuhkan dan
melapangkan orang yang kesusahan.24
56
BAB VII
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul “Hubungan Faktor Pengetahuan,
Sikap, Dan Pengawas Menelan Obat Terhadap Kepatuhan Minum Obat
Tuberkulosis Di Lapas Narkotika Cipinang Tahun 2020”, beberapa hal yang dapat
disimpulkan yaitu :
1. Didapatkan bahwa responden penderita tuberkulosis di Lapas Narkotika
Cipinang memiliki tingkat pengetahuan cukup dibuktikan dengan perolehan
hasil data sebesar 59,1%.
2. Diketahui bahwa responden penderita tuberkulosis di Lapas Narkotika
Cipinang yang memiliki sikap baik dibuktikan dengan perolehan data
sebesar 72,73%.
3. Diketahui bahwa responden penderita tuberkulosis di Lapas Narkotika
Cipinang memiliki PMO mendukung dibuktikan dengan perolehan data
sebesar 68,18%.
4. Diketahui bahwa responden penderita tuberkulosis di Lapas Narkotika
Cipinang memiliki tingkat kepatuhan minum obat yang tinggi dibuktikan
dengan perolehan data sebesar 68,18%.
5. Terdapat hubungan antara PMO dengan kepatuhan minum obat di Lapas
Narkotika Cipinang.
B. Saran
57
PMO dan petugas kesehatan dapat memberikan informasi (pengetahuan) pada
para WBP (Warga Binaan Pemasyarakatan) dengan tuberkulosis karena jika
informasi tersebut tidak diberikan atau penerapan dari informasi yang telah
diberikan tersebut kurang ditangkap oleh WBP dikhawatirkan akan terjadi
penularan penyakit tuberkulosis lebih banyak.
Pada penelitian berikutnya diharapkan dapat melakukan penelitian lanjutan
dengan variabel lain tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan minum
obat tuberkulosis sehingga dapat mengetahui faktor faktor tersebut yang
mempengaruhi pengobatan tuberkulosis secara lengkap.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Tuberculosis Report. World Health Organization. August 12
2019;65:127:240-3.
2. Infodatin Tuberkulosis Pusat Data dan Informasi. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia. 2018.116:41-2.
3. Global Tuberculosis Report. World Health Organization. Progress toward
global TB targets an overview. 2020;89-97.
4. Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Pengendalian Tuberkulosis di Unit
Pelaksana Teknis Pemasyarakatan Tahun 2020-2024. Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan bekerjasama dengan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit.
2019;275-82.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Riset Kesehatan Dasar 2018.
Laporan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. 2018;84:15.
6. Putri EA. Faktor Resiko Tuberkulosis Paru Pada Warga Binaan
Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Kelas I Semarang. Januari
2;2018.
7. Handayani R. Faktor Resiko Tuberkulosis Paru Pada Narapidana di Lembaga
Pemasyarakatan Narkotika Jakarta. Agustus 12;2019.
8. Desti RM. Analisis Faktor Resiko Kejadian Infeksi Tuberkulosis Paru Pada
Warga Binaan Pemasyarakatan di Lembaga Pemasyarakatan Narkotika
Kelas III Kota Palembang;2018
59
9. Ariani S. Hubungan Kepatuhan Minum Obat dengan Kualitas Hidup Pasien
Tuberkulosis Paru di Wilayah Kerja Puskesmas Sumbersari Kabupaten
Jember. Program Studi Ilmu Keperawatan. Universitas Jember; 2019.
10. Imamala B. Hubungan Kepatuhan dan Keberhasilan Terapi Pada Pasien
Tuberkulosis Paru Fase Intensif di Instalasi Rawat Jalan Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Surakarta. Program Studi Farmasi Fakultas
Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta.;2016.
11. Lestari F. Al-quran dan Penyembuhan. Fakultas Ushuluddin dan Humaniora.
Universitas Islam Negeri. Walisongo Semarang.;2018.
12. Wibisana,Ningrum S. Hubungan Kepatuhan Terapi Tuberkulosis Paru
Terhadap Tingkat Kesembuhan Penderita Tuberkulosis Paru Primer di RSUP
Haji Adam Malik Medan tahun 2016. Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. 2017.
13. Definisi Tuberkulosis Paru. Bab II Tinjauan Pustaka. Universit
Muhammadiyah Semarang.
14. Usher D,Pradita D. Hygiene Personal, Sanitasi Lingkungan Dengan Tanda
Dan Gejala Tuberkulosis. Studi Kasus Pada Penghuni Lembaga
Pemasyarakatan Kelas II A Kabupaten Jember. Bagian Kesehatan
Lingkungan Dan Kesehatan Keselamatan Kerja. Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Jember. 2018.
15. Pritiyaningsih A. Patogenesis Penyakit Tuberkulosis
Paru. Universitas Muhammadiyah Semarang. 2017.
60
16. Werdhani RA. Patofisiologi, Diagnosis, dan Klasifikasi
Tuberkulosis.Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas,Okupasi, dan
Keluarga. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
17. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
364/MENKES/V/2009 Tentang Pedoman Penanggulangan Tuberkulosis
(TB) Menteri Kesehatan Republik Indonesia.
18. Desti RM. Analisis Faktor Resiko Kejadian Infeksi Tuberkulosis Paru Pada
Warga Binaan Pemasyarakatan (WBP) Di Lembaga Pemasyarakatan
Narkotika Kelas III Kota Palembang. Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat Universitas Sriwijaya. Juni 2018.
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2016
Tentang Penanggulangan Tuberkulosis. Menteri Kesehatan Indonesia.
20. Hafidzah UK. Model Skrining Massal Tuberkulosis Dan Kasus Tuberkulosis
Paru Di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Kabupaten Jember Bagian
Epidemiologi dan Biostatistika Kependudukan Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Universitas Jember. 2018.
21. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis. Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan. 2011-2014.
22. Maufhira SU. Berobat Dalam Islam. Makna Berobat Dalam Islam. 2015.
23. Tuasikal MA. Kaedah Fikih Semakin Sulit Dan Banyak,Semakin Besar
Pahala. Faedah ilmu Ushul. November 20,2015.
24. Ilmu Al-Quran dan Syifa. Digital Library Universitas Islam Negeri Surabaya.
61
25. Yuda AA. Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap Dan Tindakan
Penderita Tuberkulsis Paru Dengan Kepatuhan Minum Obat di Puskesmas
Tanah Kalikedinding. Fakultas Keperawatan Universitas Airlangga. 2018.
26. Sari DI, Mubasyirah R, Supardi S. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan
Kepatuhan Berobat Pada Pasien TB Paru yang Rawat Jalan di Jakarta Tahun
2014.
27. Wiranata A. Hubungan PMO Dengan Kepatuhan Minum Obat Pada Pasien
Tuberkulosis Di Wilayah Puskesmas Dimong Kabupaten Madiun. Stikes
Bhakti Husada Mulia Madiun. 2019.
28. Prabowo RD. Hubungan Antara Peran Pengawas Minum Obat Dengan
Kepatuhan Kunjungan Berobat Pada Pasien Tuberkulosis Paru di Puskesmas
Nogosari Boyolali. Universitas Muhammadiyah Surakarta. 2014.
29. Quran Surat Yunus Ayat 57. Tafsir Web.
30. Quran Surat Al-Isra Ayat 82. Tafsir Web.
62
Lampiran 1
63
Lampiran 2
64
Lampiran 3
HUBUNGAN FAKTOR PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PMO TERHADAP
KEPATUHAN MINUM OBAT TUBERKULOSIS DI LAPAS NARKOTIKA
CIPINANG TAHUN 2020
No. Responden :
Tanggal Pengisian Data :
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
Tingkat Pendidikan :
Dengan ini saya bersedia menjadi responden pada penelitian ini
Tanda Tangan
65
Kuesioner MMAS-8 (Medication Morisky Adherence Scale)
Berilah tanda (√) pada kolom yang sesuai
NO Pertanyaan Ya Tidak
1. Apakah anda terkadang lupa untuk
meminum obat TB?
2. Orang terkadang tidak sempat
minum obat bukan karena lupa.
Selama 2 pekan terakhir
ini,pernahkah anda sengaja tidak
minum obat?
3. Apakah saudara pernah
mengurangi atau berhenti
minum obat tanpa memberi tahu
ke dokter karena merasakan
kondisi lebih buruk/ tidak
nyaman saat menggunakan obat?
4. Saat melakukan perjalanan atau
meninggalkan rumah, apakah
saudara terkadang lupa
membawa serta obat?
5. Apakah anda meminum obat
kemarin (saat jadwal terakhir
minum obat sebelum kuesioner
ini diberikan)?
6. Ketika anda merasa agak sehat,
apakah anda juga kadang
berhenti minum obat?
7. Meminum obat setiap hari
merupakan hal yang tidak
menyenangkan bagi sebagian
orang. Apakah anda merasa
terganggu dengan kewajiban
anda terhadap pengobatan
tuberkulosis yang harus anda
jalani?
8. Lingkari abjad sesuai dengan jawaban anda.
Seberapa sering anda mengalami kesulitan dalam meminum semua obat
anda?
a. Tidak pernah/jarang
b. Sekali-kali
c. Kadang-kadang
d. Biasanya
e. Selalu
66
Kuesioner Pengetahuan Penderita Tentang Kepatuhan Minum Obat
Tuberkulosis Paru
Mohon diisi dengan melakukan tanda checklist (√) pada kolom sangat setuju,
setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju sesuai yang menurut anda benar.
Petunjuk:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
N : Netral
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
No Pernyataan Jawaban
SS S N TS STS
1 Penderita Tuberkulosis mengambil obat harus
tepat waktu
2 Penderita Tuberkulosis harus meminum obat
sesuai dosis
3 Penderita Tuberkulosis diperkenankan minum
obat tidak tepat waktu
4 Penderita Tuberkulosis diperkenankan berhenti
minum obat ketika sakit hilang
5
Jika minum obat tidak tepat waktu maka
pengobatan dapat langsung dilanjutkan langsung
tanpa mengulangi dari awal
6
Agar orang lain tidak tertular penyakit
Tuberkulosis, penderita Tuberkulosis sebaiknya
berbicara tidak terlalu dekat
7 Pembuangan dahak sebaiknya dalam pot khusus
dan diberi cairan lisol
8 Penyakit Tuberkulosis dapat disembuhkan
67
Kuesioner Sikap Penderita Tentang Kepatuhan Minum Obat Tuberkulosis
Paru
Pilihlah jawaban yang sesuai menurut anda benar dengan memberikan tanda
silang (X) pada huruf abjad yang tersedia
68
Kuesioner PMO (Pengawas Menelan Obat)
No Pertanyaan Iya Tidak
A Kuesioner Pengawas Menelan Obat (PMO)
Pengawas Menelan Obat (PMO)
1 Apakah saudara tahu siapa yang menjadi PMO?
Peran Pengawas Menelan Obat (PMO)
2 Apakah ada orang yang mengingatkan saudara untuk
menelan obat setiap hari?
3 Apakah PMO selalu mengingatkan saudara untuk menelan
obat setiap hari?
4 Apakah saudara selalu diingatkan untuk periksa ulang
dahak pada waktu yang telah ditentukan?
5 Apakah PMO memberikan penyuluhan tentang gejala-
gejala TBC kepada tahanan/WBP yang lain?
Tugas Pengawas Menelan Obat (PMO)
6
Apakah PMO menyarankan untuk memeriksakan diri ke
klinik apabila ada tahanan/WBP yang menderita batuk
lebih dari 3 minggu?
7 Apakah PMO pernah menyampaikan kepada saudara
bahwa TBC bukan penyakit keturunan atau kutukan?
8 Apakah PMO pernah menyampaikan kepada saudara
bahwa TBC dapat disembuhkan dengan berobat teratur?
Informasi yang disampaikan Pengawas Menelan Obat
(PMO)
9 Apakah PMO memberikan penyuluhan tentang
pentingnya berobat secara teratur?
10 Apakah saudara percaya dengan PMO?
11 Apakah PMO memberikan penyuluhan tentang resiko bila
tidak minum obat secara teratur?
12 Apakah PMO memberikan penyuluhan tentang cara
penularan TBC?
13 Apakah PMO menginformasikan kepada saudara tentang
efek samping obat yang ditelan?
69
14 Apakah PMO menginformasikan kepada saudara tentang
tindakan yang harus dilakukan bila terjadi efek samping?
15 Apakah PMO menginformasikan kepada saudara tentang
tata cara pengobatan TBC secara teratur?
70
Lampiran 4
Pengetahuan Terhadap Kepatuhan
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.010a 1 .083 .165 .101
Continuity Correctionb 1.612 1 .204
Likelihood Ratio 3.298 1 .069 .165 .101
Fisher's Exact Test .165 .101
N of Valid Cases 22
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.86.
b. Computed only for a 2x2 table
Sikap Terhadap Kepatuhan
Crosstab
Count
Kepatuhan
Total Rendah Tinggi
Sikap Baik 3 13 16
Kurang 4 2 6
Total 7 15 22
Crosstab
Count
Kepatuhan
Total Rendah Tinggi
Pengetahuan Baik 1 8 9
Cukup 6 7 13
Total 7 15 22
71
PMO Terhadap Kepatuhan
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 7.425a 1 .006 .014 .014
Continuity
Correctionb
4.989 1 .026
Likelihood Ratio 7.366 1 .007 .014 .014
Fisher's Exact Test .014 .014
N of Valid Cases 22
a. 3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.23.
b. Computed only for a 2x2 table
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 4.618a 1 .032 .054 .054
Continuity
Correctionb
2.674 1 .102
Likelihood Ratio 4.441 1 .035 .121 .054
Fisher's Exact Test .054 .054
N of Valid Cases 22
a. 2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1.91.
b. Computed only for a 2x2 table
Crosstab
Count
Kepatuhan
Total Rendah Tinggi
PMO Mendukun 2 13 15
Tidak Me 5 2 7
Total 7 15 22
72
Lampiran 5
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Klasifik
asi
Perokok
*
Tekana
n Darah
64 100.0% 0 0.0% 64 100.0%
Klasifikasi Perokok * Tekanan Darah Crosstabulation
Tekanan Darah
Total
NORMA
L PRE
Klasifi
kasi
Perok
ok
BERAT Count 7 32 39
% within kp 17.9% 82.1% 100.0%
% within td 53.8% 62.7% 60.9%
RINGAN Count 6 19 25
% within kp 24.0% 76.0% 100.0%
% within td 46.2% 37.3% 39.1%
Total Count 13 51 64
% within kp 20.3% 79.7% 100.0%
% within td 100.0% 100.0% 100.0%
73
Klasifikasi Perokok * Tekanan Darah Crosstabulation
Tekanan Darah
Total
NORMA
L PRE
Klasifi
kasi
Peroko
k
BERAT Count 7 32 39
% of Total 10.9% 50.0% 60.9%
RINGAN Count 6 19 25
% of Total 9.4% 29.7% 39.1%
Total Count 13 51 64
% of Total 20.3% 79.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .345a 1 .557
Continuity
Correctionb
.072 1 .788
Likelihood Ratio .340 1 .560
Fisher's Exact Test .751 .389
N of Valid Cases 64
a. 0 cells (0.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5.08.
b. Computed only for a 2x2 table
74
Lama Merokok* Tekanan Darah Crosstabulation
td
Total
NORMA
L PRE
lm BERAT Count 7 41 48
% of
Total
10.9% 64.1% 75.0%
RINGA
N
Count 6 10 16
% of
Total
9.4% 15.6% 25.0%
Total Count 13 51 64
% of
Total
20.3% 79.7% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymptotic
Significance
(2-sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.893a 1 .052
Continuity Correctionb 2.606 1 .106
Likelihood Ratio 3.552 1 .059
Fisher's Exact Test .072 .057
N of Valid Cases 64
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.25.
b. Computed only for a 2x2 table
75
Statistics
Klasifikasi Perokok
N Valid 64
Missing 0
Klasifikasi Perokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BERAT 39 60.9 60.9 60.9
RINGAN 25 39.1 39.1 100.0
Total 64 100.0 100.0
Statistics
Klasifikasi Rokok
N Valid 64
Missing 0
Klasifikasi Rokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid FILTER 64 100.0 100.0 100.0
Statistics
Klasifikasi Tekanan Darah
N Valid 64
Missing 0
76
Klasifikasi Tekanan Darah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid NORMA
L
13 20.3 20.3 20.3
PRE 51 79.7 79.7 100.0
Total 64 100.0 100.0
Statistics
Kategori Perokok
N Valid 64
Missing 0
Kategori Perokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid AKTIF 64 100.0 100.0 100.0
Statistics
Lama Merokok
N Valid 64
Missing 0
77
Lama Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid BERAT 48 75.0 75.0 75.0
RINGAN 16 25.0 25.0 100.0
Total 64 100.0 100.0
Statistics
Usia Mulai Merokok
N Valid 64
Missing 0
Usia Mulai Merokok
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 10 2 3.1 3.1 3.1
11 1 1.6 1.6 4.7
12 4 6.3 6.3 10.9
13 2 3.1 3.1 14.1
14 4 6.3 6.3 20.3
15 15 23.4 23.4 43.8
16 13 20.3 20.3 64.1
17 9 14.1 14.1 78.1
18 5 7.8 7.8 85.9
19 2 3.1 3.1 89.1
20 2 3.1 3.1 92.2
78
21 3 4.7 4.7 96.9
22 2 3.1 3.1 100.0
Total 64 100.0 100.0
Distribusi Fakultas Responden
Frequenc
y Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Vali
d
EKONOMI DAN
BISNIS
7 10.9 10.9 10.9
FKIP 9 14.1 14.1 25.0
ILMU SOSIAL
DAN POLITIK
2 3.1 3.1 28.1
PERTANIAN 12 18.8 18.8 46.9
TEKNIK 34 53.1 53.1 100.0
Total 64 100.0 100.0
79
Lampiran 6