Upload
yasheive-saadi
View
3.419
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
hubungan sesama umat beragama islam dan sesama umat manusia
Citation preview
A. UHKUWAH ISLAMIYAH
a. Pengertian dan Hakikat
Ukhuwah atau persaudaraan dalam Islam bukan saja mencirikan kualitas
ketaatan seseorang terhadap ajaran Allah dan Rasul-Nya, tetapi juga sekaligus
merupakan salah satu kekuatan perekat sosial untuk memperkokoh kebersamaan.
Fenomena kebersamaan ini dalam banyak hal dapat memberikan inspirasi
solidaritas sehingga tidak ada lagi jurang yang dapat memisahkan silaturahmi di
antara sesamanya. Meskipun demikian, dalam perjalanan sejarahnya, bangunan
kebersamaan ini seringkali terganggu oleh godaan-godaan kepentingan yang dapat
merusak keutuhan komunikasi dan bahkan mengundang sikap dan prilaku yang
saling berseberangan. Karena itu, semangat ukhuwah ini secara sederhana dapat
terlihat dari ada atau tidak adanya sikap saling memahami untuk menumbuhkan
interaksi dan komunikasi. Ukhuwah Islamiyah sendiri menunjukkan jalan yang
dapat ditempuh untuk membangun komunikasi di satu sisi, dan di sisi lain, ia juga
memberikan semangat baru untuk sekaligus melaksanakan ajaran sesuai dengan
petunjuk al-Qur'an serta teladan dari para Nabi dan Rasul-Nya. Sekurang-
sekurangnya ada dua pernyataan Nabi SAW, yang menggambarkan persaudaraan
yang Islami. Pertama, persaudaraan Islam itu mengisyaratkan wujud tertentu yang
dipersonifikasikan ke dalam sosok jasad yang utuh, yang apabila salah satu dari
anggota badan itu sakit, maka anggota lainnya pun turut merasakan sakit. Kedua,
persaudaraan Islam itu juga mengilustrasikan wujud bangunan yang kuat, yang
antara masing-masing unsur dalam bangunan tersebut saling memberikan fungsi
untuk memperkuat dan memperkokoh.
1
Ilustrasi pertama menunjukkan pentingnya unsur solidaritas dan kepedulian
dalam upaya merakit bangunan ukhuwah menurut pandangan Islam. Sebab Islam
menempatkan setiap individu dalam posisi yang sama. Masing-masing memiliki
kelebihan, lengkap dengan segala kekurangannya. Sehingga untuk menciptakan
wujud yang utuh, diperlukan kebersamaan untuk dapat saling melengkapi.
Sedangkan ilustrasi berikutnya menunjukkan adanya faktor usaha saling tolong
menolong, saling menjaga, saling membela dan saling melindungi.
Pernyataan al-Qur'an: Innama al-mu'minuuna ikhwatun (sesungguhnya
orang-orang mu'min itu bersaudara) memberikan kesan bahwa orang mu'min itu
memang mestinya bersaudara. Sehingga jika sewaktu-waktu ditemukan kenyataan
yang tidak bersaudara, atau adanya usaha-usaha untuk merusak persaudaraan, atau
bahkan mungkin adanya suasana yang membuat orang enggan bersaudara, maka ia
berarti bukan lagi seorang mu'min. sebab penggunaan kata "innama" dalam bahasa
Arab menunjukkan pada pengertian "hanya saja."
Tuntutan normatif seperti tertuang dalam al-Qur'an di atas memang
seringkali tidak menunjukkan kenyataan yang diinginkan. Kesenjangan ini terjadi,
antara lain, sebagai akibat dari semakin memudarnya penghayatan terhadap pesan-
pesan Tuhan khususnya berkaitan dengan tuntutan membina persaudaraan. Bahkan,
lebih celaka lagi apabila umat mulai berani memelihara penyakit ambivalensi sikap:
antara pengetahuan yang memadai tentang al-Qur'an di satu sisi, dengan
kecenderungan menolak pesan-pesan yang terkandung di dalamnya di sisi lain,
hanya karena terdesak tuntutan pragmatis, khususnya menyangkut kepentingan
sosial, politik ataupun ekonomi. Karena itu, bukan hal yang mustahil, jika seorang
pemuka agama sekalipun, rela meruntuhkan tatanan ukhuwah hanya karena
2
pertimbangan kepentingan-kepentingan primordial. Karena tarik menarik antara
berbagai kepentingan itulah, sejarah umat Islam selain diwarnai sejumlah prestasi
yang cukup membanggakan, juga diwarnai oleh sejumlah konflik yang tidak kurang
memprihatinkan. Nilai-nilai ukhuwah tidak lagi menjadi dasar dalam melakukan
interaksi sosial dalam bangunan masyarakat tempat hidupnya sehari-hari. Konflik
yang bersumber pada masalah-masalah yang tidak prinsip menurut ajaran, dapat
membongkar bangunan kebersamaan dalam seluruh tatanan kehidupannya.
Perbedaan interprestasi tentang imamah pada akhir periode kepemimpinan
shahabat, misalnya, telah berakibat pada runtuhnya kebesaran peradaban Islam yang
telah lama dirintis bersama. Lalu sejarah itu pun berlanjut, seolah ada keharusan
suatu generasi untuk mewarisi tradisi konflik yang mewarnai generasi sebelumnya.
Akhirnya, nuansa kekuasaan pada masa-masa berikutnya hampir selalu diwarnai
oleh politik "balas dendam" yang tidak pernah berujung. Al-Qur'an memang
memberikan peluang kepada ummat manusia untuk bersilang pendapat dan berbeda
pendirian. Tetapi al-Qur'an sendiri sangat mengutuk percekcokan dan pertengkaran.
Interprestasi terhadap ayat-ayat yang mujmal (umum), pemaknaan terhadap
keterikatan sesuatu ayat dengan asbab nuzul, atau sesuatu hadits dengan asbab
wurud-nya, seringkali melahirkan adanya sejumlah perbedaan. Lebih-lebih jika
perbedaan itu telah memasuki wilayah ijtihadiyah. Dalil-dalil dzanny yang biasa
menjadi rujukan beramal memang memiliki potensi untuk melahirkan perbedaan.
Tetapi perbedaan itu sendiri seharusnya dapat melahirkan hikmah, baik dalam
bentuk kompetisi positif, mempertajam daya kritis, maupun dalam membangun
semangat mencari tahu sesuai dengan anjuran memperbanyak ilmu. Sayangnya,
dalam kenyataan, perbedaan itu justru seringkali melahirkan hancurnya nilai-nilai
3
ukhuwah, hanya karena ketidaksiapan untuk memahami cara berpikir yang lain,
atau karena keengganan menerima perbedaan sebagai buah egoisme yang tidak
sehat. Dan, yang lebih celaka lagi, apabila potensi konflik itu telah dipengaruhi
variabel-variabel politik dan ekonomi seperti apa yang saat ini tengah dialami oleh
bangsa kita yang semakin lelah ini. Ikatan agama telah pudar oleh kepentingan
kekuasaan. Kehangatan persaudaraan pun semakin menipis karena desakan-desakan
materialisme ataupun kepentingan primordialisme. Perbedaan paham politik sangat
potensial untuk melahirkan suasana ketidakakraban yang cenderung membawa
kepada suasana batin yang tidak menunjang tegaknya ukhuwah. Demikian juga
perbedaan tingkah kekayaan sering melahirkan kecemburuan yang juga sangat
potensial untuk mengundang suasana bathin yang tidak menunjang tegaknya
ukhuwah. Subhanallah, ukhuwah kini telah menjadi barang antik yang sulit
dinikmati secara bebas dan terbuka. Karena ukhuwah memang hanya akan dapat
terwujud apabila masyarakat sudah mampu memiliki dan menghayati prinsip-
prinsip tasamuh (toleransi), sekaligus terbuka untuk melakukan tausiyah (saling
mengingatkan).
Manusia adalah makhluk individu sekaligus makhluk sosial. Sebagai
makhluk individu ia memiliki karakter yang unik, yang berbeda satu dengan yang
lain (bahkan kalaupun merupakan hasil cloning), dengan fikiran dan kehendaknya
yang bebas. Dan sebagai makhluk sosial ia membutuhkan manusia lain,
membutuhkan sebuah kelompok - dalam bentuknya yang minimal - yang mengakui
keberadaannya, dan dalam bentuknya yang maksimal - kelompok di mana dia dapat
bergantung kepadanya.
4
Kebutuhan untuk berkelompok ini merupakan naluri yang alamiah, sehingga
kemudian muncullah ikatan-ikatan - bahkan pada manusia purba sekalipun. Kita
mengenal adanya ikatan keluarga, ikatan kesukuan, dan pada manusia modern
adanya ikatan profesi, ikatan negara, ikatan bangsa, hingga ikatan peradaban dan
ikatan agama. Juga sering kita dengar adanya ikatan berdasarkan kesamaan species,
yaitu sebagai homo erectus (manusia), atau bahkan ikatan sebagai sesama makhluk
Allah.
Islam sebagai sebuah peradaban - terlebih sebagai sebuah din - juga menawarkan
bahkan memerintahkan/menganjurkan adanya sebuah ikatan, yang kemudian kita
kenal sebagai ukhuwah Islamiah. Dalam Wawasan Al Qur'an, Dr. Quraish Shihab
menulis bahwa ukhuwah (ukhuwwah) yang biasa diartikan sebagai "persaudaraan",
terambil dari akar kata yang pada mulanya berarti "memperhatikan". Makna asal ini
memberi kesan bahwa persaudaraan mengharuskan adanya perhatian semua pihak
yang merasa bersaudara
Sedang makna ukhuwah Islamiah terkadang diartikan sebagai "persaudaraan
antar sesama muslim", di mana kata "Islamiah" menunjuk kepada pelaku; dan
terkadang juga diartikan sebagai "persaudaraan yang bersifat Islami atau yang
diajarkan oleh Islam", di mana di sini kata "Islamiah" difahami sebagai kata sifat
Dalam kajian ini, kedua makna tersebut saya gunakan sehingga ukhuwah
islamiah diartikan sebagai "persaudaraan antar sesama muslim yang diajarkan oleh
Islam dan bersifat Islami". Dengan definisi yang 'lengkap' ini, pertanyaan what, who
dan how tentang ukhuwah Islamiah ini secara general telah terjawab.
Dalam kaitannya dengan hali ini, Allah berfirman:
5
�ه� الل �ق وا و�ات م� �ك خ�و�ي� أ �ن� �ي ب �ح وا ص�ل
� ف�أ �خ�و�ة� إ ون� �م ؤ�م�ن ال �م�ا �ن إ
ح�م ون� ( ر� ت م� �ك �ع�ل )١٠ل
Artinya: "Sesungguhnya orang-orang mu'min adalah bersaudara karena itu
damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu
mendapat rahmat." (Al Hujurat:10)
Juga di dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar ra yang diriwayatkan Bukhari dan
Muslim, Rasulullah saw bersabda:
"Orang muslim itu saudara bagi orang muslim lainnya. Dia tidak menzaliminya dan
tidak pula membiarkannya dizalimi."
Dari dalil naqli di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sesama muslim dan juga
sesama mu'min adalah bersaudara, di mana tentunya kesadaran terhadap hal ini
akan memberikan konsekuensi berikutnya.
b. Kedudukan dan Peran
Penyebutan secara eksplisit adanya persaudaraan antar sesama muslim (dan
mu'min) di dalam Al Qur'an dan Hadits menunjukkan bahwa hal tersebut
merupakan sesuatu yang perlu diperhatikan oleh kaum muslimin. Dalam
prakteknya, Rasulullah saw juga menganggap penting akan hal ini. Terbukti pada
saat hijrah ke Madinah, Rasulullah saw segera mempersaudarakan shahabat Anshor
dengan shahabat Muhajirin, seperti Ja'far bin Abi Thalib yang dipersaudarakan
dengan Mu'adz bin Jabal, Abu Bakar ash Shiddiq dengan Kharijah bin Zuhari,
Umar bin Khaththab dengan 'Utbah bin Malik, dst.
6
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa sebuah komunitas (bisa
berbentuk negara) hanya akan eksis dengan adanya kesatuan dan dukungan elemen-
elemennya. Sedang kesatuan dan dukungan ini tidak akan lahir tanpa adanya rasa
saling bersaudara dan mencintai. Namun persaudaraan inipun perlu didahului oleh
suatu faktor pemersatu, berupa ideologi atau aqidah. Dari sini mungkin kita mulai
dapat menarik kesimpulan penyebab aksi-aksi separatisme di tanah air, ataupun
lemahnya kekuatan kaum muslimin dewasa ini. Dua komunitas dengan rasa
kesatuan yang nyaris hilang.
Ukhuwah juga merupakan salah satu pilar kekuatan (quwwatul ukhuwwah)
di samping pilar kekuatan lainnya, seperti kekuatan iman, senjata, dll. Banyak
contoh yang menunjukkan kehancuran sebuah komunitas yang disebabkan oleh
ketiadaan ukhuwah.
c. Tahapan Implementasi
Dalam rangka mewujudkan ukhuwah Islamiah - bahkan juga dalam rangka
menjalin hubungan dalam maknanya yang umum - ada beberapa tahapan konseptual
yang perlu diperhatikan. Secara garis besar tahapan tersebut dapat dibagi menjadi:
1. Ta'aruf
Ta'aruf dapat diartikan sebagai saling mengenal. Dalam rangka mewujudkan
ukhuwah Islamiyah, kita perlu mengenal orang lain, baik fisiknya, pemikiran, emosi
dan kejiwaannya. Dengan mengenali karakter-karakter tersebut,
Dalam Surat Al Hujurat, Allah berfirman:
7
0ا ع وب ش م� �اك �ن ع�ل و�ج� �ى �ث ن و�أ �ر6 ذ�ك م�ن� م� �اك �ق�ن ل خ� �ا �ن إ �اس الن :ه�ا ي� أ �ا ي
�يم� ع�ل �ه� الل �ن� إ م� �ق�اك ت� أ �ه� الل �د� ن ع� م� م�ك �ر� ك
� أ �ن� إ ف وا �ع�ار� �ت ل �ل� �ائ و�ق�ب
�ير� ( ب )١٣خ�
Artinya: "Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-
laki dan perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di
antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa di antara kamu.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Al Hujurat:13)
Ta'aruf ini perlu kita lakukan dari lingkungan yang terdekat dengan kita. Dengan
keluarga, dengan lingkungan sekolah atau tempat bekerja, hingga berta'aruf dalam
komunitas yang lebih luas, seperti dalam komunitas KMII.
2. Tafahum
Pada tahap tafahum (saling memahami), kita tidak sekedar mengenal saudara kita,
tapi terlebih kita berusaha untuk memahaminya. Sebagai contoh jika kita telah
mengetahui tabiat seorang rekan yang biasa berbicara dengan nada keras, tentu kita
akan memahaminya dan tidak menjadikan kita lekas tersinggung. Juga apabila kita
mengetahui tabiat rekan lain yang sensitif, tentu kita akan memahaminya dengan
kehati-hatian kita dalam bergaul dengannya.
Perlu diperhatikan bahwa tafahum ini merupakan aktivitas dua arah. Jadi jangan
sampai kita terus memposisikan diri ingin difahami orang tanpa berusaha untuk
juga memahami orang lain.
8
3. Ta'awun
Ta'awun atau tolong-menolong merupakan aktivitas yang sebenarnya secara
naluriah sering (ingin) kita lakukan. Manusia normal umumnya telah dianugerahi
oleh perasaan 'iba' dan keinginan untuk menolong sesamanya yang menderita
kesulitan - sesuai dengan kemampuannya. Hanya saja derajat keinginan ini berbeda-
beda untuk tiap individu.
Dalam surat Al Maidah, Allah berfirman:
و�ال ام� �ح�ر� ال ه�ر� الش� و�ال �ه� الل �ر� ع�ائ ش� ل:وا ح� ت ال وا آم�ن �ذ�ين� ال :ه�ا ي� أ �ا ي
م�ن� ف�ض�ال �غ ون� �ت �ب ي ام� �ح�ر� ال �ت� �ي �ب ال آمNين� و�ال �د� �ق�الئ ال و�ال �ه�د�ي� ال
�آن ن ش� م� �ك �ج�ر�م�ن ي و�ال ف�اص�ط�اد وا م� �ت �ل ل ح� �ذ�ا و�إ 0ا و�ر�ض�و�ان Nه�م� ب ر�
وا �ع�او�ن و�ت �د وا �ع�ت ت �ن� أ � ام �ح�ر� ال ج�د� �م�س� ال ع�ن� م� ص�د:وك �ن� أ 6 ق�و�م
�ق وا و�ات �ع د�و�ان� و�ال � �م اإلث ع�ل�ى وا �ع�او�ن ت و�ال �ق�و�ى و�الت Nر� �ب ال ع�ل�ى
�ع�ق�اب� ( ال د�يد ش� �ه� الل �ن� إ �ه� )٢الل
Artinya: "Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan
takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya." (Al
Maaidah:2)
9
Juga dalam hadits Ibnu Umar di atas ("al muslimu akhul muslimi ..."), seterusnya
disebutkan bahwa siapa yang memperhatikan kepentingan saudaranya itu maka
Allah memperhatikan kepentingannya, dan siapa yang melapangkan satu kesulitan
terhadap sesama muslim maka Allah akan melapangkan satu dari beberapa
kesulitannya nanti pada hari qiyamat, dan barangsiapa yang meneymbukan rahasia
seorang muslim maka Allah menyembunyikanrahasianya nanti pada hari qiyamat.
Dalil naqli di atas memberi encouragement bahkan perintah kepada orang
beriman untuk tolong-menolong, yang dibatasi hanya dalam masalah kebajikan dan
taqwa. Bentuk tolong-menolong ini bisa dilakukan dengan saling mendo'akan,
saling menasihati, juga saling membantu dalam bentuk amal perbuatan. Kalaupun
tidak turut berperang, kita dapat ikut menyediakan bekal menghadapi peperangan,
misalnya.
Dalam masalah-masalah yang jelas kesalahannya, kita dilarang untuk saling
memberikan pertolongan. Contoh ringan yang mungkin pernah kita alami saat
masih sekolah, misalnya memberi contekan saat ulangan. Mungkin saat itu kita
merasa sungkan untuk menolak memberi 'pertolongan'. Dan contoh yang lebih berat
mungkin akan sering kita jumpai seiring dengan semakin dewasanya kita dan
semakin kompleksnya permasalahan yang kita hadapi.
Jadi kita seharusnya berterima kasih jika ada yang menegur kita, bahkan
mencegah kita dengan kekuatan manakala kita sedang berbuat kesalahan.
4. Takaful
Takaful ini akan melahirkan perasaan senasib dan sepenanggungan. Di mana rasa
susah dan sedih saudara kita dapat kita rasakan, sehingga dengan serta merta kita
10
memberikan pertolongan. Dalam sebuah hadits Rasulullah memberikan
perumpamaan yang menarik tentang hal ini, yaitu dengan mengibaratkan orang
beriman - yang bersaudara - sebagai satu tubuh.
Unsur pokok di dalam ukhuwah adalah mahabbah (kecintaan), yang terbagi
dalam beberapa tingkatan:
Tingkatan terendah adalah salamus shadr (bersihnya jiwa) dari perasaan hasud,
membenci, dengki dan sebab-sebab permusuhan/pertengkaran. Dalam hadits
yang diriwayatkan oleh Bukhari Muslim, Rasulullah saw bersabda bahwa tidak
halal bagi seorang muslim mendiamkan saudaranya selama tiga hari, yang
apabila saling bertemu maka ia berpaling, dan yang terbaik di antara keduanya
adalah yang memulai dengan ucapan salam. Juga dalam hadits lain yang
diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Rasulullah saw bersabda bahwa ada tiga orang
yang shalatnya tidak diangkat di atas kepala sejengkal pun, yaitu seorang yang
mengimami suatu kaum sedangkan kaum itu membencinya, wanita yang diam
semalam suntuk sedang suaminya marah kepadanya, dan dua saudara yang
memutus hubungan di antara keduanya.
Tingkatan berikutnya adalah cinta. Di mana seorang muslim diharapkan
mencintai saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri, seperti dalam hadits:
"Tidak sempurna iman seseorang di antara kamu sehingga ia mencintai
saudaranya seperti mencintai dirinya sendiri." (HR muttafaq alaihi)
Tingkatan yang tertinggi adalah itsar, yaitu mendahulukan kepentingan
saudaranya atas dirinya dalam segala sesuatu yang ia cintai, sesuatu yang untuk
zaman sekarang sering baru mencapai tahap wacana. Patut kita renungkan kisah
11
sahabat nabi dalam sebuah peperangan, di mana dalam keadaan sekarat dan
kehausan dia masih mendahulukan saudaranya yang lain untuk menerima air.
Juga contoh yang dilakukan oleh shahabat Anshar, Sa'ad bin rabbi' yang
menawarkan hartanya, rumahnya, istrinya yang terbaik untuk dimiliki oleh
Abdurrahman bin Auf. Dalam hal ini Abdurrahman bin Auf pun berlaku iffah
dengan hanya meminta untuk ditunjukkan jalan ke pasar. Kisah-kisah di atas
kalaupun belum mampu kita lakukan, minimal kita jadikan sebagai sebuah
motivasi awal untuk sedikit lebih memperhatikan saudara kita yang lain.
12
B. UKHUWAH INSANIYAH
Dalam diri manusia yang rendah terdapat keterikatan material, ketika tidak
menggapai syi’ar kebebasan yang ada dalam jiwanya dan terikat oleh materi yang
mendorong kehambaannya pada materi, mereka bertemu dan bersatu dalam
kebutuhan materi yang sama. Koloni yang membentuk jiwa-jiwa mati sering
bertemu satu sama lain. Mereka ini dengan sendirinya berkelompok menurut
kecondongan hawa nafsunya. Fenomena konglomerasi yang kita saksikan di
berbagai negara menunjukkan hal itu.
Ketika manusia terikat sedemikian rupa oleh materi yang ada dalam
benaknya, maka itu tidak lebih dari angka-angka statistik fluktuasi harga yang
sedemikian rupa berpengaruh pada diri mereka disebut budak hartanya. Sebab harta
ketika sedemikian besarnya, maka kehilangannya sama saja dengan hilangnya
seluruh semangatnya, motivasi bahkan orientasinya. Fenomena kumpulan para
usahawan yang bersekongkol dalam menindas orang-orang lemah yang biasanya
dilakukan pemilik kapital besar menunjukkan masyarakat materialis – budak-budak
harta dan bendawi ini. Mereka tak lebih dari binatang-binatang yang hina, yang
apabila kehilangan harta benda penyatu ikatan mereka, maka mereka saling
melaknat dan mencaci satu sama lain.
Kasus mega skandal Bapindo menunjukkan hal ini. Ketika pengikat,
penjaga status mereka tetap ada, yaitu kredit-profit dan suap, hubungan mereka
tampak sedemikian mesra. Masyarakat yang melihatnya menjadi segan dan kadang
memuji koruptor-koruptor berhias emas permata dan jabatan. Apakah yang terjadi
dengan robeknya hubungan mereka ? yaitu saat emosi mereka tak terpenuhi lagi
sehingga kutukan dan saling tuduh, yang justru muncul pada saat tidak ada musuh
13
sejahat rekan-rekan mereka yang sebelumnya demikian mesra. Saksi, sumpah palsu
dan berbagai cara diupayakan untuk menenangkan dan menyelamatkan diri serta
meluluskan egoismenya.
Perhatikan dengan binatang yang bertarung satu sama lain, apa beda
mereka dengan binatang ? kebinatangan yang sebagiannya kemudian mampu
menutup sejarah dihadapan orang-orang bodoh (jahil) dan awam. Namun para
ulama’ tentunya merasa jijik dengan jiwa kebinatangan ini dan bersegera
menjauhkan diri.
Bagaimana dengan kita ? aadakah kita memandang saudara kita dengan
pertimbangan materi ? sehingga kita melebihkan si kaya sambil merendahkan
simiskin ? Jika demikian, maka kita sepenuhnya terpaku pada nilai-nilai material
yang mengikat diri kita satu sama lain. Semoga Allah menjauhkan kita dari jiwa
kebinatangan atau kekerdilan seperti itu.
Terkadang hubungan fisikal ini demikian menjenuhkannya. Mereka
menggaji yang menduduki posisi tinggi merasa paling berotoritas dan – tanpa
kematangan ilmu dan kebijaksanaan sedikitpun – berlaku semena-mena. Alangkah
kejinya mereka itu. Terlebih lagi setelah menjustifikasi diri atas nama agama.
Terdapat pertanyaan mendasar, apakah kemudian melandasi ukhuwah
ditengah-tengah mereka dengan menafikan hubungan ekonomis ? jawabnya jelas
tidak, namun Islam menolak jika faktor utama persatuan Islam dengan fokus atau
dasar ekonomi. Jelas masyarakat yang menjadikan materi sebagai pengikat diantara
mereka, akan bergerak kearah materi. Dalam falsafah tujuan penciptaan telah
dijelaskan hal ini.
14
Persatuan Sentimentilagak sulit mencari kata yang tepat untuk persatuan
semacam ini. Tetapi melalui studi ini diharapkan ada semacam studi tematik yang
dapat menghasilkan kata tpat tentangnya.
Berangkat dari sebuah fenomena yang terjadi pada kaum Gay di Amerika
Serikat yang menciptakan ikatan-ikatan sentimentil diantara mereka. Berangkat dari
ikatan emosional sepenuhnya atauu sebagian saja tanpa landasan pemikiran yang
rasional. Ikatan mereka sedemikian rupa sehingga membuat hubungan dan
persatuan yang terpadu antara elemen-elemennya.
Tidak selamanya ikatan semacam ini terjadi pada Gay’s. Hubungan yang
sama terbentuk oleh penonton bioskop, dimana ikatan emosi mereka disatukan
dalam sebuah gedung bioskop, sehingga bisa mengucurkan air mata atau tertawa
bersama. Pembahasan tentang kumpulan-kumpulan jenis ini sekedar contoh un tuk
menggambarkan asosiasi yang sering disebut ukhuwah. Hal ini merupakan contoh-
contoh sederhana untuk menggambarkan ideologi nasionalisme atau rasialisme
yang sudah mencapai fase menghalangi perkembangan Islam. Hal ini berdampak
secara langsung, karena klaim-kalaimnya tentang ukhuwah Islamiyah itu sendiri
diseantero dunia.
Gamal Abdul Nasser yang kembali menghidupkan Pan Arabisme di PBB
menunjukan hal ini. Persatuan rasial ini hanya bertahan sesaat. Selain tidak
memiliki landasan kokoh, Gamal telah membuahkan luka sejarah yang menyakitkan
dunia Islam.
Islam tidak menolak keberadaan nation ataupun ras-ras. Namun, Islam
sesekali tidak menjadikannya fokus pemersatu ukhuwah Islamiyah. Al-Qur’an
menerima suku-suku dan bangsa-bangsaa sebagai tanda (bukan fokus pemersatu
15
yang menyebabkan keterbelengguan berselubung kebebasan) sebagaimana dalam
sebuah ayat yang berbunyi :
"Dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa untuk saling mengenal"
(QS)
a. Persatuan Pengkhayal
Fenomena menunjukkan persatuan yang dibentuk oleh para pengkhayal
yang hampir sehari-hari berkumpul tertawa bersama dan berbicara tanpa arahan
yang jelas, dan sedikitpun tidak pernah berkesimpulan. Anehnya, meskipun mereka
berbicara tidak sinkron namun dapat berkumpul bersama. Ikatan mereka disebut
kumpulan para pengkhayal, yang terdiri dari beberapa orang yang keberadaannya
hampir merata dimana-mana. Eksistensinya menjadi tampak ketika dengan serta
merta bangkit menjadi penghalang kemajuan. Muthahari menggambarkan mereka
seperti penduduk desa yang duduk diam disekitar kereta api, dan bangkit melempari
kereta dengan batu ketika mesin hidup dan bergerak. Banyak terlihat pemuda yang
kini berwatak pengkhayal. Jumlaah mereka berserakan merata hampir seluruh kota.
Mereka bangkit dengan perkelahian massal, pecandu obat bius, dan minuman keras
yang oleh kaum sosialis menjadi aset/lahan hasutan potensial.
Islam pada dasarnya tidak melarang hiburan bagi umatnya. Sekali lagi hal
itu bukan menjadi dasar bagi pemersatu ummat manusia.
b. Persatuan Ilmu Pengetahuan
Yang dimaksud disini prinsip persatuan dalam serbuah organisasi
intelektual, semacam ICMI, IPKI atau sejenisnya. Selintas ia tampak besar,
meskipun organisasi semacam ini tak lebih dari tempat menumpahkan pendapat-
16
pendapat dan tidak sedikitpun mereka pernah merumuskan kesimpulan bersama.
Hal ini disebabkan prinsip Tesa dan antitesa yang diharuskan ada. Mereka
berkumpul, pengikat merka adalah batasan-batasan ilmiah dan tidak memiliki
kepastian dalam studi mereka.
Dan yang menjadi kekhawatiran perkembangan Ahli bait di Indonesia
ditandai dengan mulainya pergeseran kearah ini. Bila hal ini benar, sungguh
disayangkan. Karena itu majelis tadris tidak terwujud ditengah kita, sebaliknya
seminar atau perkumpulan-perkumpulan hari-hari besar Islam seperti Muharam,
Arba’in, Studi buku yang seluruhnya bersifat sementara dan lebih diminati daripada
madrasah-madrasah / halqah-halqah. Tak ubahnya mazhab ini dengan ICMI yang
secara logis - sulit membangun ukhuwah Islamiyah, sehingga bagi kita
berhubungan satu sama lainnya. Malahan yang timbul ditengah-tengah kitapun
terasa kering dan kitalah yang melihat pemuda-pemuda Ahli Bait tidak pandai
mengangkat permasalahan umat. Ashabiyah ustadz dan organisasi dapat hidup,
bahkan menonjol ketimbang Ukhuwah Islamiyah yang menjadi kewajiban setiap
pecinta Ahli Bait.
c. Kisah di zaman Nabi SAW
1) Kisah Rasulullah SAW dengan si pengemis Yahudi
Di sudut pasar Madinah ada seorang pengemis Yahudi buta yang setiap
harinya selalu berkata kepada setiap orang yang mendekatinya, "Wahai
saudaraku, jangan dekati Muhammad, dia itu orang gila, dia itu pembohong,
dia itu tukang sihir, apabila kalian mendekatinya maka kalian akan
dipengaruhinya". Namun, setiap pagi Muhammad Rasulullah SAW
17
mendatanginya dengan membawakan makanan, dan tanpa berucap sepatah kata
pun Rasulullah SAW menyuapkan makanan yang dibawanya kepada pengemis
itu sedangkan pengemis itu tidak mengetahui bahwa yang menyuapinya itu
adalah Rasulullah SAW. Rasulullah SAW melakukan hal ini setiap hari sampai
beliau wafat. Setelah wafatnya Rasulullah SAW, tidak ada lagi orang yang
membawakan makanan setiap pagi kepada pengemis Yahudi buta itu. Suatu
hari sahabat terdekat Rasulullah SAW yakni Abubakar RA berkunjung ke
rumah anaknya Aisyah RA yang tidak lain dan tidak bukan merupakan isteri
Rasulullah SAW dan beliau bertanya kepada anaknya itu, "Anakku, adakah
kebiasaan kekasihku (Muhammad SAW) yang belum aku kerjakan?". Aisyah
RA menjawab, "Wahai ayah, engkau adalah seorang ahli sunnah dan hampir
tidak ada satu kebiasaannya pun yang belum ayah lakukan kecuali satu saja".
"Apakah Itu?", tanya Abubakar RA. "Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi
ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi
buta yang ada di sana ", kata Aisyah RA. Keesokan harinya Abubakar RA pergi
ke pasar dengan membawa makanan untuk diberikan kepada pengemis itu.
Abubakar RA mendatangi pengemis itu lalu memberikan makanan itu
kepadanya. Ketika Abubakar RA mulai menyuapinya, si pengemis marah
sambil menghardik, "Siapakah kamu?". Abubakar RA menjawab, "Aku orang
yang biasa (mendatangi engkau)." "Bukan! Engkau bukan orang yang biasa
mendatangiku", bantah si pengemis buta itu. "Apabila ia datang kepadaku tidak
susah tangan ini memegang dan tidak susah mulut ini mengunyah. Orang yang
biasa mendatangiku itu selalu menyuapiku, tapi terlebih dahulu dihaluskannya
makanan tersebut, setelah itu ia berikan padaku", pengemis itu melanjutkan
18
perkataannya. Abubakar RA tidak dapat menahan air matanya, ia menangis
sambil berkata kepada pengemis itu, "Aku memang bukan orang yang biasa
datang padamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, orang yang mulia
itu telah tiada. Ia adalah Muhammad Rasulullah SAW". Seketika itu juga
pengemis itu pun menangis mendengar penjelasan Abubakar RA, dan
kemudian berkata, "Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghinanya,
memfitnahnya, ia tidak pernah memarahiku sedikitpun, ia mendatangiku
dengan membawa makanan setiap pagi, ia begitu mulia...Pengemis Yahudi buta
tersebut akhirnya bersyahadat di hadapan Abubakar RA saat itu juga dan sejak
hari itu menjadi muslim. Nah, wahai saudaraku, bisakah kita meneladani
kemuliaan akhlak Rasulullah SAW? Atau adakah setidaknya niat kita untuk
meneladani beliau? Beliau adalah ahsanul akhlaq, semulia-mulia akhlak.
Kalaupun tidak bisa kita meneladani beliau seratus persen, alangkah baiknya
kita berusaha meneladani sedikit demi sedikit, kita mulai dari apa yang kita
sanggup melakukannya.
2) Di peperangan Uhud Nabi SAW terluka pada muka dan tanggal beberapa
giginya. Berkatalah salah seorang sahabatnya: “Cobalah tuan doakan agar
mereka selaka”. Nabi SAW menjawab: “Aku sekali-kali tidak diutus nuntuk
melaknat seseorang, tetapi aku diutus untuk mengajak kepada kebaikan dan
rahmat”. Lalu beliau mengangkat tangannya kepada Aallah Yang Maha Mulia
dan berdoa:
19
“Wahai Tuhanku ampunilah kaumku, sesungguhnya mereka orang yang tidak
mengetahui”. (Hadis).
3). Dalam perang Uhud juga Nabi SAW memaafkan seorang budak hitam bernama
Wahsyi, karena apabila berhasil membunuh paman Nabi bernama Hamzah bin
Abdul Muthalib maka dia akan dibebaskan oleh tuannya. Peristiwa
pembunuhan Hamzah oleh Wahsyi telah berhasil, Wahsyi telah dimerdekakan.
Wahsyi telah ditangkap oleh Rasulullah SAW tetapi dia dimaafkan oleh
Rasulullah SAW dan kemudian Wahsyi memeluk agama Islam berkat akhlak
Rasulullah.
4) Peristiwa lainnya adalah “Du’tsur seorang Arab kafir Quraisy telah menguasai
Rasulullah SAW ketika sedang tidur di bawah pohon rindang. Du;tsur
menghunuskan pedang ke hadapan Nabi, sambil mengancam dan bertanya:
“Siapa yang dapat membelamu sekarang ini?” Dengan tegas Nabi menjawab:
“Allah”. Du’tsur gemetar sehingga pedangnya jatuh dan kontan pedang direbut
oleh Nabi lalu menghunuskannya ke hadapan Du’tsur sambil Nabi bertanya:
“Siapakah yang dapat membelamu sekarang ini”? Du’tsur menjawab (dengan
gemetar) “tak seorangpun”. Du’tsur dimaafkan oleh Nabi dan dibebaskannya
pulang, lalu Du’tsur menceritakan kisahnya itu kepada kawan-kawanya, dan
akhirnya Du’tsur pun masuk agama Islam.
5) Dalam peperangan Khaibar (perkampungan Yahudi), Zainab binti Al-Harits
isteri Salam bin Misykam (salah seorang pemimpin Yahudi). Zainab berhasil
20
membunuh Bisyr bin Baraa’ bin Ma’rur dengan membubuhkan racun ke paha
kambing yang disuguhkan olehnya. Sebenarnya yang akan diracun adalah Bisyr
dan Rasulullah SAW. Tetapi Rasulullah mendapat pemberitahuan dari Allah
sehingga racun di paha kambing itu tidak dimakannya. Namun Si wanita
Yahudi ini ketika telah ditangkap oleh Rasulullah SAW terus dimaafkan.
21
KESIMPULAN
A. UKHUWWAH ISLAMIYAH:
1. Bermusyawarah dan memilih orang yang bertakwa dan berakhlaq karimah
sebagai pemimpin
2. Tolong-menolong dalam kebajikan dan ketakwaan
3. Bersikap sopan dan lemah lembut
4. Menjalin hubungan sillaturrahmi dan melakukan rekonsiliasi (perdamaian)
5. Menghormati ulama shaleh/ahli ilmu
6. Dilarang mencela diri sendiri dan meremehkan sesama mukmin
7. Dilarang menggunjing kepada sesama manusia
8. Dilarang memanggil dengan panggilan yang tidak baik/ “paraban/ wadanan”
yang dapat merendahkan martabat orang ybs.
9. Hormat kepada orang tua dan sayang pada orang yang lebih muda
10. Berbuat kebaikan kepada kaum kerabat yang dekat dan jauh
11. Berbuat kebaikan kepada tetangga dekat dan tetangga yang jauh
12. Menolong orang fakir miskin, ibnu sabil, dan anak yatim
13. Menghormati/ mengasihi mualaf (orang yang baru masuk Islam)
14. Semangat berqurban untuk kepentingan ukhuwah
15. Mendoakan dan memohonkan ampunan kepada Allah untuk kaum
mukminin
22
B. UKHUWAH INSANIYAH
1. Menyantuni orang Non Muslim yang lemah
2. Memaafkan orang Non Muslim yang berbuat kesalahan
3. Bergaul dengan sesama manusia dengan baik
4. Mengupayakan sikap perdamaian (rekonsiliasi) jika terjadi perselisihan
5. Kadang-kadang harus bersikap tegas terhadap orang yang ingkar (kafir).
6. Memohonkan ampunan Allah untuk mereka di kala mereka masih hidup
23