13
ULKUS MOLE 1. DEFINISI Ulkus mole adalah penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat, disebabkan oleh Streptococcus ducrey (Haemophillus ducrey) dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi, dan sering disertai pernanahan kelenjar getah bening regional. 1 2. ETIOLOGI H.ducrey merupakan bakteri gram negatif, anaerob fakultatif yang membutuhkan hemin (faktor X). Organisme berbentuk batang pendek, ramping dengan ujung membulat, tidak bergerak dan tidak membentuk spora. 2 Basil sering kali berkelompok, berderet membentuk rantai, terutama dapat dilihat pada biakan sehingga disebut juga Streptobacillus. Basil ini pada lesi terbuka di daerah genital sukar ditemukan karena tertutup oleh infeksi sekunder, lebih mudah dicari bila bahan pemeriksaan berupa nanah yang diambil dengan cara aspirasi abses kelenjar inguinal. Kuman ini sukar dibiak. 1 3. PATHOGENESIS Ulkus mole mengandung sel leukosit PMN (polymorphonuclear) dan jaringan nekrotik, dan perivaskular dan sel infiltrat interstisial mononuklear yang terdiri dari makrofag, sel T, dan beberapa kumpulan sel B. Sel T dengan mudah mengenali CD45RO, dan CD4 dan CD8 yang muncul. Infiltrat difuse dari sel- sel Langerhans juga muncul di permukaan dermis. Oleh karena itu, histopatologi dari infeksi alami mengandung dua komponen utama ; Infiltrat sel PMN tersebut bergabung pada dasar ulkus untuk membentuk abses dan infiltrat dermal dari sel T dan makrofag tersebut menyerupai bentuk granuloma. Kombinasi dari abses dan granuloma biasanya tidak histopatologi untuk patogen

Ulkus Molle (Chancroid)

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ulkus molle

Citation preview

Page 1: Ulkus Molle (Chancroid)

ULKUS MOLE

1. DEFINISI

Ulkus mole adalah penyakit infeksi pada alat kelamin yang akut, setempat, disebabkan oleh Streptococcus ducrey (Haemophillus ducrey) dengan gejala klinis yang khas berupa ulkus nekrotik yang nyeri pada tempat inokulasi, dan sering disertai pernanahan kelenjar getah bening regional. 1

2. ETIOLOGI

H.ducrey merupakan bakteri gram negatif, anaerob fakultatif yang membutuhkan hemin (faktor X). Organisme berbentuk batang pendek, ramping dengan ujung membulat, tidak bergerak dan tidak membentuk spora.2 Basil sering kali berkelompok, berderet membentuk rantai, terutama dapat dilihat pada biakan sehingga disebut juga Streptobacillus. Basil ini pada lesi terbuka di daerah genital sukar ditemukan karena tertutup oleh infeksi sekunder, lebih mudah dicari bila bahan pemeriksaan berupa nanah yang diambil dengan cara aspirasi abses kelenjar inguinal. Kuman ini sukar dibiak.1

3. PATHOGENESIS

Ulkus mole mengandung sel leukosit PMN (polymorphonuclear) dan jaringan nekrotik, dan perivaskular dan sel infiltrat interstisial mononuklear yang terdiri dari makrofag, sel T, dan beberapa kumpulan sel B. Sel T dengan mudah mengenali CD45RO, dan CD4 dan CD8 yang muncul. Infiltrat difuse dari sel-sel Langerhans juga muncul di permukaan dermis. Oleh karena itu, histopatologi dari infeksi alami mengandung dua komponen utama ; Infiltrat sel PMN tersebut bergabung pada dasar ulkus untuk membentuk abses dan infiltrat dermal dari sel T dan makrofag tersebut menyerupai bentuk granuloma. Kombinasi dari abses dan granuloma biasanya tidak histopatologi untuk patogen bakteria. H.ducrey ditemukan pada dasar ulkus dan berhubungan dengan sel PMN dan fibrin.3

4. DIAGNOSIS

a. Gambaran Klinis

Masa inkubasi dari chancroid biasanya pendek, antara 3-10 hari, inflamasi papul terjadi pada daerah inokulasi, yang mana timbul pustul kecil dan berkembang menjadi ulkus. Lesi tersebut biasanya multipel, berdiameter 1 cm, lunak, tidak berbatas tegas, dan purulent, serta mudah berdarah.

Lesi paling sering muncul pada laki-laki yang belum sirkumsisi dan lokasinya biasanya di sulkus koronal atau di dalam preputium.4 (gambar 1)

Page 2: Ulkus Molle (Chancroid)

Gambar 1. Chancroid penile ulceration 4

Pada wanita, lesi terdapat di introitus vagina atau pada labia. Lesi pada vagina dan servix bisa saja terjadi, tapi kadang tidak diperhatikan. Dari 1-3 kasus, biasanya disertai dengan limfadenitis inguinal, yang akan menjadi bubo. Abses yang tidak tetap akan pecah dan mengeluarkan cairan.4 (Gambar 2, 3 & 4)

Gambar 2. Giant penile chancroid with inguinal bubo4

Gambar 3. Chancroidal ulceration of the penis with discharging inguinal bubo4

Page 3: Ulkus Molle (Chancroid)

Gambar 4. Chancroidal ulcer of the fourchette in female 3

Komplikasi yang lainnya tidak biasa. Ulkus Phagadenik dan kelainan bentuk genital mungkin terjadi dengan infeksi sekunder. Lesi ekstragenital mungkin terjadi melalui autoinokulasi di jari-jari dan kedua paha. Lesi pada bibir dan dalam mulut dapat digambarkan. Penyakit sistemik tidak terjadi.

Transmisi langsung dan penyakit neonatal sangat jarang terjadi. Baru-baru ini, ulkus kronik pada kulit kaki, disebabkan oleh H.ducrey pada anak-anak yang mengunjungi Samoa.4

Jenis-jenis bentuk klinis : Ulkus molle follikularis : Timbul pada folikel rambut, pada

permukaannya menyerupai folikulitis yang disebabkan oleh kokus, tetapi cepat menjadi ulkus. Lesi seperti ini dapat timbul pada vulva dan pada daerah berambut di sekitar genitalia dan sangat superfisial.

Dwarf chancroid : Lesi sangat kecil dan menyerupai erosi pada herpes genitalis, tetapi dasarnya tidak teratur dan tepi berdarah.

Transient chancroid (chancre mou valent) : Lesi kecil, sembuh dalam beberapa hari, tetapi 2-3 minggu kemudian diikuti timbulnya bubo yang meradang pada daerah inguinal.

Papular Chancroid (ulkus mole elevatum) : Dimulai dengan ulkus yang kemudian menimbul terutama pada tepinya. Gambarannya menyerupai kondiloma akuminata lata pada sifilis stadium II.

Giant chancroid : Mula-mula timbul ulkus kecil, tetapi meluas dengan cepat dan menutupi satu daerah. Sering mengikuti abses

Page 4: Ulkus Molle (Chancroid)

inguinal yang pecah, dan dapat meluas ke daerah suprapubis bahkan daerah paha dengan cara autoinokulasi.

Phagedenic chancroid : Lesi kecil menjadi besar dan destruktif dengan jaringan nekrotik yang luas. Genitalia eksterna dapat hancur, pada beberapa kasus disertai infeksi organisme Vincent.

Tipe serpiginosa : Lesi membesar karena perluasan atau autoinokulasi dari lesi pertama ke daerah lipat paha. Ulkus jarang menyembuh, dapat menetap berbulan-bulan atau bertahun-tahun.1

b. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan sediaan hapus : Diambil bahan pemeriksaan dari tepi

ulkus yang tergaung, dibuat hapusan pada gelas alas, kemudian dibuat pewarnaan Gram, Unna-Pappenhein, Wright, atau Giemsa. Hanya pada 30-50% kasus ditemukan basil berkelompok atau berderet seperti rantai.

Biakan kuman : Bahan diambil dari pus bubo atau lesi kemudian ditanam pada perbenihan/pelat agar khusus.

Teknik imunofloresens untuk menemukan antibodi. Biopsi : Pada gambaran histopatologik ditemukan :

1. Daerah superfisial pada dasar ulkus : neutrofil, fibrin, eritrosit, dan jaringan nekrotik. 2. Daerah tengah : pembuluh-pembuluh darah kapiler baru dengan proliferasi sel-sel endotel sehingga lumen tersumbat dan menimbulkan nekrosis. 3. Daerah dalam : infiltrat padat terdiri atas sel-sel plasma dan sel-sel limfoid.

Tes kulit ito-Reenstirna : Sekarang tidak dipakai lagi karena tidak spesifik.

Autoinokulasi : Bahan diambil dari lesi, diinokulasi pada kulit sehat daerah lengan bawah atau paha penderita yang digores lebih dahulu. Pada tempat tersebut akan timbul ulkus mole. Sekarang cara ini tidak dipakai lagi.1

5. DIAGNOSIS BANDING

a. Herpes Genitalia Perjalanan klinis episode akut herpes genitalia di antara pasien yang

terinfeksi HSV-1 dan HSV-2 sama. Infeksi ini berhubungan dengan lesi yang luas dalam berbagai tahap evolusi, termasuk vesikel, pustul, dan ulkus eritematosa yang mungkin memerlukan 2-3 minggu untuk menyelesaikan.

Pada laki-laki, lesi umumnya terjadi pada glans penis atau batang penis; pada wanita. Lesi mungkin melibatkan vulva, perineum, bokong, vagina, atau serviks. Terdapat nyeri, gatal, disuria, vagina dan uretra, dan limfadenopati inguinal. Tanda-tanda dan gejala sistemik yang umum dan termasuk demam, sakit kepala, malaise, dan mialgia.5 (Gambar 5 & 6)

Page 5: Ulkus Molle (Chancroid)

(5) (6)Gambar 5. Primary genital herpes with vesicles. 6. Primary herpetic vulvitis5

b. Sifilis Stadium IPada inokulasi, ulkus berkembang setelah periode inkubasi yang berkisar

antara 10-90 hari (rata-rata, 3 minggu). Ulkus mulai dari makula merah kehitaman yang berkembang menjadi papul dan kemudian berbentuk ulkus oval.5 (Gambar 7 dan 8)

Gambar 7. Early chancre presenting as an ulcer with a smooth, clean base on the shaft of penis 5

Page 6: Ulkus Molle (Chancroid)

Gambar 8. Chancre on the penis shaft, demonstrating a clean base and elevated border on the shaft of penis5

Ulkus yang khas, biasa disebut juga Hunterian Chancre atau “ulcus durum” (ulkus keras), berdiameter dari bebereap milimeter sampai 2 cm dan berbatas tegas serta teratur. Dasar ulkus biasanya bersih dan umumnya tidak nyeri. Sebanyak 35% ulkus dilaporkan terdapadapat nyeri.5 (Gambar 9 & 10)

Gambar 9. Multiple chanres on the glans and foreskin5

Gambar 10. Multiple chanres

coalescing on the foreskin5

c. Limfogranuloma venerium (L.G.V)LGV terjadi dalam tiga tahap. Sebagian besar infeksi LGV pada tahap

primer dan sekunder mungkin tidak terdeteksi. Tahap Primer, terjadi 3-30 hari setelah penularan, ditandai dengan

munculnya herpetiform ulkus sementara di lokasi inokulasi. Tahap sekunder terjadi setelah 2-6 minggu, secara umum digambarkan sebagai sindrom inguinal, dan ditandai dengan limfadenitis inguinal yang nyeri dan disertai gejala konstitusional. Lesi lembut, awalnya unilateral, dan berkembang menjadi bubos supuratif dengan beberapa formasi fistula. Pembesaran kelenjar getah bening

Page 7: Ulkus Molle (Chancroid)

femoralis dan inguinal dipisahkan oleh ligamentum inguinalis menghasilkan “Sign of the groove” dalam 1-3 kasus. Tahap tersier LGV dapat terjadi bertahun-tahun setelah tahap awal.

Pada wanita, limfadenopati jarang terjadi karena keterlibatan primer biasanya pada serviks atau bagian internal lainnya yang menuju ke perirectal dan kelenjar getah bening iliaka bagian dalam.4 (Gambar 11)

Gambar 11. Lymphogranuloma

venerum. Inguina syndrome showing “sign of the groove”4

5. PENATALAKSANAAN

I. Sistemik

- Sulfonamida :Misalnya sulfatiazol, sulfadiazin, atau sulfadimidin, diberikan dengan dosis pertama 2-4 gram dilanjutkan dengan 1 gram tiap 4 jam sampai sembuh sempurna (kurang lebih 10-14 hari)

- Streptomisin :Obat ini efektif tanpa mengganggu diagnosis sifilis. Disuntikkan tiap hari 1 gram selama 7-14 hari, dapat juga dikombinasikan dengan sulfonamida. Kombinasi perlu kalau terdapat bubo, atau kalau lesi genitalia tidak sembuh hanya dengan pemberian sulfonamida.

- Penisilin : Sedikit efektif, terutama diberikan kalau terdapat organisme Vincent.

- Tetrasiklin dan Oksitetrasiklin :Efektif kalau diberikan dengan dosis 4 x 500 mg/hari selama 10-20 hari, antibiotik golongan ini menutupi gejala-gejala sifilis stadium I.

- Kanamisin :Disuntikkan i.m. 2 x 500 mg selama 6-14 hari. Obat ini tidak mempunyai efek terhadap T.pallidum.

- Eritromisin :Diberikan 4 x 500 mg sehari, selama seminggu

- Kuinolon : Ofloksasin : cukup dosis tunggal 400 mg

Page 8: Ulkus Molle (Chancroid)

II. LokalJangan diberikan antiseptik karena akan mengganggu pemeriksaan mikroskop lapangan gelap untuk kemungkinan diagnosis sifilis stadium I. Lesi dini yang kecil dapat sembuh setelah diberi NaCl fisiologik.1

Page 9: Ulkus Molle (Chancroid)

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN RE F ER A T

KECIL

UNIVERSITAS HASANUDDIN Juni 2014

ULKUS MOLE

DISUSUN OLEH :

DEWI SHINTA C111 09 879

PEMBIMBING

dr. Hadi Firmansyah S.

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA

BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT & KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

Page 10: Ulkus Molle (Chancroid)

2014

DAFTAR PUSTAKA

1) Judanarso J. Limfogranuloma venerium. In: Djuanda A, Hamzah M, Aisah S,

editors. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 6rd ed. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia: 2010.p.417-421

2) Lautenschlager S. Chancroid. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,

Goldsmith LA, Katz SI, Eds. Fitzatrick’s dermatology in general medicine. 7 th ed.

New York: McGraw-Hill, 2008.p.1983

3) Spinola MS. Chancroid and Hemophillus Ducreyi. In: Holmes KK, Sparling

PF, Stamm WE, et al. Sexual Transmitted Disease. 4th ed. New York: McGraw-

Hill. p.689-696

4) Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C. Dermatitis Contact Allergy. Rook’s

Textbook of Dermatology eight edition. Massachusetts: Blackwell Publishing;

2010. p.1602-1605

5) Lautenschlager S. Chancroid. In: Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K, Austen KF,

Goldsmith LA, Katz SI, Eds. Fitzatrick’s dermatology in general medicine. 8 th ed.

New York: McGraw-Hill, 2008.p.3372-3373