37
BAB I DIABETES MELITUS I. Definisi Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa anggota tubuh, terutama mata, ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problematika anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin. Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural- tradisional menjadi urban. Faktor risiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani dan 1

ulkus diabetikum

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ulkus diabetikum + hipertensi

Citation preview

Page 1: ulkus diabetikum

BAB I

DIABETES MELITUS

I. Definisi

Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik

hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-

duanya. Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka

panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa anggota tubuh, terutama mata, ginjal, saraf,

jantung dan pembuluh darah. World Health Organization (WHO) sebelumnya telah

merumuskan bahwa DM merupakan sesuatu yang tidak dapat dituangkan dalam satu

jawaban yang jelas dan singkat tetapi secara umum dapat dikatakan sebagai suatu

kumpulan problematika anatomik dan kimiawi akibat dari sejumlah faktor dimana

didapat defisiensi insulin absolut atau relatif dan gangguan fungsi insulin.

Secara epidemiologik diabetes seringkali tidak terdeteksi dan dikatakan onset atau

mulai terjadinya diabetes adalah 7 tahun sebelum diagnosis ditegakkan, sehingga

morbiditas dan mortalitas dini terjadi pada kasus yang tidak terdeteksi ini. Penelitian lain

menyatakan bahwa dengan adanya urbanisasi, populasi diabetes tipe 2 akan meningkat 5-

10 kali lipat karena terjadi perubahan perilaku rural-tradisional menjadi urban. Faktor

risiko yang berubah secara epidemiologi diperkirakan adalah : bertambahnya usia, lebih

banyak dan lebih lamanya obesitas, distribusi lemak tubuh, kurangnya aktifitas jasmani

dan hiperinsulinemia. Semua faktor ini berinteraksi dengan faktor genetik yang

berhubungan dengan terjadinya DM tipe 2.

II. Etiologi

Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-macam.

Meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada

insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik yang biasanya memegang peranan penting

pada mayoritas penderita diabetes melitus.

Diabetes melitus tipe 1 adalah penyakit autoimun yang ditentukan secara genetik

dengan gejala-gejala yang pada akhirnya menuju proses bertahap pengrusakan

imunologik sel-sel yang memproduksi insulin. Manifestasi klinis diabetes melitus terjadi

jika lebih dari 90% sel-sel beta menjadi rusak.

Diabetes melitus tipe 2 ditandai dengan kelainan sekresi insulin serta kerja insulin.

Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin.

1

Page 2: ulkus diabetikum

Insulin mula-mula mengikatkan dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu,

kemudian terjadi reaksi intraseluler yang menyebabkan mobilisasi pembawa GLUT 4

glukosa dan meningkatkan transpor glukosa menembus membran sel. Pada pasien-pasien

dengan diabetes tipe 2 terdapat kelainan dalam pengikatan insulin dengan reseptor.

Kelainan ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempatb reseptor pada

membran sel yang selnya responsif terhadap insulin atau akibat ketidaknormalan reseptor

insulin intrinsik. Akibatnya, terjadi penggabungan abnormal antara kompleks reseptor

insulin dengan sistem transpor glukosa. Ketidaknormalan postreseptor dapat

mengganggu kerja insulin. Pada akhirnya timbul kegagalan sel beta dengan menurunnya

jumlah insulin yang beredar dan tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia.

Sekitar 80% pasin diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Karena obesitas berkaitan dengan

resisten insulin, maka kelihatannya akan timbul kegagalan toleransi glukosa yang

menyebabkan diabetes tipe 2. Pengurangan berat badan seringkali dikaitkan dengan

perbaikan dalam sensitivitas insulin dan pemulihan toleransi glukosa.

III. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi

insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar

glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat.

Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul

glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan

pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang

bersama urin, maka pasien akan mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan

berkurang. Rasa alapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai

akibat kehilangan kalori. Pasien mengeluh lelah dan mengantuk.

Pasien dengan diabetes tipe 1 sering memperlihatkan awitan gejala yang eksplosif

dengan polidipsia, poliuria, turunnya berat badan, polifagia, lemah, somnolen yang

terjadi beberapa hari atau beberapa minggu. Pasien dapat menjadi sakit berat dn timbul

ketoasidosis, serta dapat meninggal kalau tidak mendapatkan pengobatan segera. Terapi

insulin biasanya diperlukan untuk mengontrol metabolisme dan umumnya penderita peka

terhadap insulin.

Pasien diabetes tipe 2 mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dan

diagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium dan melakukan

tes toleransi glukosa. Pada hiperglikemia yang lebih berat, pasien tersebut mungkin

2

Page 3: ulkus diabetikum

menderita polidipsia, poliuria, lemah dan somnolpen. Biasanya mereka tidak mengalami

ketoasidosis karena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif.

Sejumlah insulin tetap sisekresi dan masih cukup untuk menghambat ketoasidosis.

IV. Diagnosis

Diagnosis DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah.

Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM

Bukan DM Belum pasti DM DM

Kadar glukosa darah

sewaktu (mg/dl)

Plasma vena <110 110-199 ≥200

Darah kapiler <90 90-199 ≥200

Kadar glukosa darah

puasa (mg/dl)

Plasma vena <110 110-125 ≥126

Darah kapiler <90 90-109 ≥110

Diagnosis klinis DM umumnya akan dipikirkan bila ada keluhan khas DM berupa

poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan

sebabnya. Keluhan lain yang mungkin dikemukakan pasien adalah lemah, kesemutan,

gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vagina pada wanita. Jika

keluhan khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu ≥200 mg/dl sudah cukup untuk

menegakkan diagnosa DM. Hasil pemeriksaam kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl

juga digunakan untuk patokan diagnosis DM. Untuk kelompok tanpa keluhan khas DM,

hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat

untuk menegakkan diagnosis DM. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat

sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dl, kadar glukosa

darah sewaktu ≥200 mg/dl pada hari yang lain atau dari hasil tes toleransi glukosa oral

(TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan ≥200 mg/dl.

Langkah-langkah diagnostik DM dan tolerasni glukosa terganggu

3

Page 4: ulkus diabetikum

V. Klasifikasi

Klasifikasi berdasarkan American Diabetes Association (ADA) :

1. Diabetes melitus

a. Tipe 1

Diabetes tipe 1 dulu dikenal sebagai tipe juvenille-onset dan tipe dependen

insulin; namun kedua tipe ini dapat muncul pada sembarang usia. Diabetes

tipe 1 ini dapat dibagi dalam 2 subtipe : (a) autoimun, akibat disfungsi

autoimun dengan kerusakan sel-sel beta; dan (b) idiopatik, tanpa bukti adanya

autoimun dan tidak diketahui sumbernya.

b. Tipe 2

Diabetes tipe 2 dulu dikenal sebagai tipe dewasa atau tipe onset maturitas dan

tipe nondependen insulin.

2. Diabetes gestasional

Diabetes gestasional (GDM) dikenali pertama kali selama kehamilan dan

mempengaruhi 4% dari semua kehamilan. Faktor risiko terjadinya GDM adalah usia

tua, etnik, obesitas, multiparitas, riwayat keluarga, dan riwayat gestasional terdahulu.

4

Page 5: ulkus diabetikum

3. Tipe spesifik lain

a) Cacat genetik fungsi sel beta : MODY

b) Cacat genetik kerja insulin : sindrom resistensi insulin berat

c) Endokrinopati : sindrom cushing, akromegali

d) Penyakit eksokrin pankreas

e) Obat atau diinduksi secara kimia

f) infeksi

4. Gangguan toleransi glukosa (IGT)

Pasien dengan IGT tidak dapat memenuhi kriteria diabetes melitus, tetapi tes

toleransi glukosanya memperlihatkan kelainan. Pasien-pasien ini asimtomatis.

5. Gangguan glukosa puasa (IFG)

Gangguan glukosa puasa ditetapkan dengan nilai antara 110 dan 126 mg/100 ml.

VI. Penatalaksaan Diabetes Melitus

Modalitas yang ada pada penatalaksanaan DM terdiri dari; pertama terapi non

farmakologis yang meliputi perubahan gaya hidup dengan melakukan pengaturan pola

makan yang dikenal sebagai terapi gizi medis, meningkatkan aktivitas jasmani dan

edukasi berbagai masalah yang berkaitan dengan penyakit diabetes yang dilakukan

secara terus menerus, kedua terapi farmakologis, yang meliputi pemberian obat anti

diabetes oral dan injeksi insulin. Terapi farmakologis ini pada prinsipnya diberikan jika

penerapan terapi non farmakologis yang telah dilakukan tidak dapat mengendalikan

kadar glukosa darah sebagainana yang diharapkan. Pemberian terapi farmakologis tidak

meninggalkan terapi non farmakologis yang telah diterapkan sebelumnya.

1. Edukasi

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman :

Perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

Penyulit DM dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non farmakologis serta target perawatan

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan hipoglikemik orak atau

insulin serta obat-obat lainnya

Cara pemantauan glukosa darah

Mengatasi sementara keadaan gawat darurat seperti hipoglikemia

Pentingnya perawatan diri

5

Page 6: ulkus diabetikum

2. Terapi Gizi Medis

Komposisi makanan yang dianjurkan terdiri dari:

a. Karbohidrat

Sebagai sumber energi, karbohidrat yang diberikan pada diabetisi tidak boleh

lebih dari 55-65% dari total kebutuhan energi sehari, atau tidak boleh lebih

dari 70% jika dikombinasikan dengan pemberian asam lemak tidak jenuh

rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acids). Pada setiap gram

karbohidrat terdapat kandungan energi sebesar 4 kilokalori.

b. Lemak

Lemak mempunyai kandungan sebesar 9 kilokalori per gramnya. Berdasarkan

ikatan rantai karbonnya, lemak dikelompokkan menjadi lemak jenuh dan

lemak tidak jenuh. Pembatasan asupan lemak jenuh dan kolesterol sangat

disarankan bagi para diabetisi karena terbukti dapat memperbaiki profil lipid

tidak normal yang sering dijumpai pada diabetes. Asam lemak tidak jenuh

rantai tunggal (MUFA = monounsaturated fatty acid), merupakan salah satu

asam lemak yang dapat memperbaiki kadar glukosa darah dan profil lipid.

Pemberian MUFA pada diet diabetisi dapat menurunkan kadar trigliserida,

kolesterol total, kolesterol VLDL dan meningkatkan kadar kolesterol HDL.

Sedangkan asam lemak tidak jenuh rantai panjang (PUFA = polyunsaturated

fatty acid) dapat melindungi jantung, menurunkan kadar trigliserida,

memperbaiki agregasi trombosit. PUFA mengandung asam lemak omega 3

yang dapat menurunkan sintesis VLDL di dalam hati dan meningkatkan

aktivitas enzim lipoprotein lipase yang dapat menurunkan kadar VLDL di

jaringan perifer, sehingga dapat menurunkan kadar kolesterol LDL. Untuk

mencukupi kebutuhan asam lemak tidak jenuh rantai panjang, dianjurkan

untuk mengkonsumsi ikan seminggu 2-3 kali.

c. Protein

Jumlah kebutuhan protein yang direkomendasikan sekitar 10-15% dari total

kalori per hari.

Perhitungan jumlah kalori :

Laki-laki : BB idaman (kg) x 30 kalori

Perempuan : BB idaman (kg) x 25 kalori

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar untuk makan pagi (20%), makan siang

(30%), makan malam (25%) serta 2-3 porsi ringan (10-15%) di antara makan besar.

6

Page 7: ulkus diabetikum

3. Latihan Jasmani

Jumlah olahraga perminggu sebaiknya dilakukan dengan teratur 3-5 kali per minggu

dengan durasi 30-60 menit. Latihan jasmani yang dipilih sebaiknya yang disenangi

serta memungkin untuk dilakukan dan hendaknya melibatkan otot-otot besar.

4. Terapi Farmakologis

Golongan Insulin Sensitizing yaitu yang memperbaiki sensitivitas insulin ;

Biguanid

Saat ini golongan biguanid yang banyak dipakai ialah metformin.

Metformin terdapat dalam konsentrasi yang tinggi di usus dan hati, tidak

dimetabolisme tapi dikeluarkan secara cepat melalui ginjal. Karena cepatnya

proses tersebut maka metformin biasanya diberikan 2-3 kali sehari kecuali

dalam bentuk extended release. Efek samping yang terjadi dapat berupa

asidosis laktat dan untuk menghindarinya sebaiknya tidak diberikan pada

pasien dengan gangguan fungsi ginjal( kreatinin > 1,3 mg/dl pada wanita dan

> 1,5 mg/dl pada pria) atau pada gangguan fungsi hati dan gagal jantung serta

harus hati-hati pada orang lanjut usia.

Metformin menurunkan glukosa darah melalui pengaruhnya terhadap kerja

insulin pada tingkat seluler,distal reseptor insulin dan menurunkan produksi

glukosa hati. Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh sel usus

sehingga menurunkan glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi

glukosa di usus sesudah asupan makan. Setelah diberikan secara oral,

metformin akan mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam dan

dieksresikan lewat urin dalam keadaan utuh dengan waktu paruh 2 jam.

Metformin dapat menurunkan glukosa darah tapi tidak menyebabkan

hipoglikemik. Pemakaian tunggal metformin dapat menurunkan glukosa darah

sampai 20% dan konsentrasi insulin plasma pada keadaa basal juga turun.

Pada pemakaian kombinasi dengan sulfonilurea, hipoglikemik dapat terjadi

akibat pengaruh sulfonilureanya. Metformin tidak menyebabkan kenaikan

berat badan seperti pada pemakaian sulfonilurea. Pada pemakaian kombinasi

metformin dengan insulin dapat dipertimbangkan untuk pasien gemuk dengan

glikemia yang sukar dikendalikan.

Glitazone atau Thiazolidinediones

7

Page 8: ulkus diabetikum

Obat ini dapat diberikan secara oral dan monoterapinya dapat

memperbaiki konsentrasi glukosa darah puasa sebanyak 59-80 mg/dl dan

A1C 1,4-2,6% dibandingkan dengan plasebo. Glitazone merupakan agonis

peroxicame activated receptor gamma (PPAR) yang sangat selektif dan poten.

Reseptor PPAR gamma terdapat dijaringan target kerja insulin yang

merupakan regulator homeostatis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.

Glitazone dapat merangsang ekskresi beberapa protein yang dapat

memperbaiki sensitifitas insulin dan memperbaiki glikemia serta dapat

mempengaruhi ekspresi dan pelepasan mediator resistensi insulin seperti TNF-

alpha dan leptin.

Glitazone diabsorpsi dengan cepat dan mencapai konsentrasi tertinggi

setelah 1-2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini.

Waktu paruh berkisar 3-4 jam bagi rosiglitazone dan 3-7 jam bagi

pioglitazone. Obat ini dapat digunakan dalam monoterapi ataupun kombinasi

dengan metformin dan sekretago insulin. Secara klinik rosiglitazone dapat

diberikan 4 & 8 mg/hr ( dosis tunggal/terbagi 2x sehari) memperbaiki glukosa

darah puasa sampai 55 mg/dl. Sedangkan pioglitazone sebagai

monoterapi/kombinasi dapat menurunkan glukosa darah dengan dosis 45

mg/dl.

Golongan Sekretagok Insulin

Mempunyai efek hipoglikemik dengan cara stimulasi sekresi insulin oleh sel beta

pankreas. Golongan ini berupa sulfonilurea dan glinid.

Sulfonilurea

Efek hipoglikemi sulfonilurea adalah dengan merangsang channel K

yang tergantung pada ATP dari sel beta pankreas. Golongan obat ini bekerja

dengan merangsang sel beta pankreas untuk melepaskan insulin yang

tersimpan. Karena itu hanya dapat bermanfaat pada pasien yang masih

mempunyai kemampuan untuk sekresi insulin. Golongan obat ini tidak dapat

dipakai untuk DM tipe 1. Efek akut obat golongan sulfonil urea berbeda

dengan efek pada pemakaian jangka lama. Glibenklamid misalnya mempunyai

masa paruh 4 jam pada pemakaian akut tapi pemakaian jangka lama > 12

minggu, masa paruhnya memanjang sampai 12 jam. Karena itu, dianjurkan

hanya sekali sehari. Glibenklamid menurunkan glukosa darah puasa (36%)

8

Page 9: ulkus diabetikum

lebih besar dari glukosa sesudah makan (21%). Pada pemakaian jangka lama

efektifitas golongan obat ini dapat berkurang.

Pemakaian sulfonilurea selalu dimulai dengan dosis rendah untuk

menghindari kemungkinan hipoglikemia. Dosis permulaannya tergantung

pada beratnya hiperglikemia. Bila konsentrasi glukosa darah puasa < 200

mg/dl, SU sebaiknya dimulai dengan dosis kecil dan titrasi secara bertahap

setelah 1-2 minggu sehingga tercapai glukosa darah puasa 90-130 mg/dl. Bila

glukosa darah puasa > 200 mg/dl dapat diberikan dosis awal yang lebih besar .

Obat ini sebaiknya diberi setengah jam sebelum makan karena diserap dengan

lebih baik. Pada obat yang diberi sekali sehari sebaiknya diberi pada waktu

makan pagi atau pada makan makanan porsi terbesar.

Glinid

Kerjanya juga melalui reseptor sulfonilurea dan memiliki struktur yang

mirip tapi tidak mempunyai efek sepertinya. Repaglinid & nateglinid

diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian oral dan cepat dikeluarkan melalui

metabolisme dalam hati sehingga diberikan 2-3 kali sehari. Repaglinid dapat

menurunkan glukosa darah puasa walaupun mempunyai masa paruh yang

singkat karena lama menempel pada kompleks SUR sehingga dapat

menurunkan ekuivalen A1C pada SU.

Nateglinid mempunyai masa tinggal lebih singkat dan tidak

menurunkan glukosa darah puasa. Sehingga keduanya merupakan sekretagok

yang khusus menurunkan glukosa pascaprandial dengan efek hipoglikemik

yang minimal.

Penghambat Alfa Glukosidase

Obat ini bekerja dengan menghambat kerja enzim alfa glukosidase didalam

saluran cerna sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan

hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja dilumen usus dan tidak menyebabkan

hipoglikemia dan tidak berpengaruh pada kadar insulin.

Efek samping akibat maldigesti karbohidrat akan berupa gejala gastrointestinal

seperti meteorismus,diare. Acarbose dapat digunakan sebagai monoterapi atau

kombinasi dengan insulin,metformin,glitazone atau sulfonilurea. Untuk mendapat

efek maksimal obat ini harus digunakan pada saat makanan utama karena merupakan

9

Page 10: ulkus diabetikum

penghambat kompetitif dan sudah harus ada pada saat kerja enzimatik pada saat yang

sama karbohidrat berada diusus halus. Monoterapi acarbose dapat menurunkan

glukosa postprandial 40-60 mg/dl dan glukosa puasa rata-rata 10-20 mg/dl.

Sedangkan dengan terapi kombinasi akan menurunkan glukosa postprandial sebesar

20-30 mg/dl dari keadaan sebelumnya.

Dipeptidyl Peptidase-4 inhibitors DPP-4 inhibitor

DPP-4 merupakan protein membran yang diekspresikan pada berbagai jaringan

termasuk sel imun. DPP-4 Inhibitor adalah molekul kecil yang meningkatkan efek

GLP-1 dan GIP yaitu meningkatkan “glucose- mediated insulin secretion” dan

mensupres sekresi glukagon. Penelitian klinik menunjukkan bahwa DPP-4 Inhibitor

menurunkan A1C sebesar 0,6-0,9 %.Golongan obat ini tidak meninmbulkan

hipoglikemia bila dipakai sebagai monoterapi. Obat yang termasuk golongan ini :

sitagliptin, vildagliptin, saxagliptin, and linagliptin.

Insulin

Terapi insulin diperlukan pada keadaan:

Penurunan BB yang cepat

Hiperglikemia berat disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Hiperglikemia dengan asidosis laktat

Stres berat( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke )

Kehamilan dengan DM / DMG yang tidak terkendali dengan TGM

Gangguan fungsi hati/ginjal berat

Kontraindikasi/alergi dengan OHO

Kanker

Sirosis hati

TBC paru

Fraktur

Tirotoksikosis

VII.Komplikasi

10

Page 11: ulkus diabetikum

Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi 2 kategori mayor yaitu

komplikasi metabolik akut dan komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang.

1. Komplikasi metabolik akut

Ketoasidosis Diabetik (DKA)

Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan

glukosuria barat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, dan

peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton

(asetoasetat, hidroksibutirat dan aseton). Peningkatan keton dalam plasma

mengakibatkan ketosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan bebas ion

hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga

dapat menyebabkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan

kehilangan elektrolit. Pasien dapat mengalami hipotensi dan syok. Akhirnya

akibat penurunan penggunaan oksigen otak, pasien akan mengalami koma dan

meninggal. DKA ditangani dengan perbaikan kekacauan metabolik akibat

kekurangan insulin, pemulihan keseimbangan air dan elektrolit, dan

pengobatan keadaan yang mempercepat ketoasidosis (infeksi).

Hiperglikemia, hiperosmolar, koma nonketotik (HHNK)

Hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum >600 mg/dl. Hiperglikemia

mneyebabkan hiperosmolalitas, diuresis osmotik dan dehidrasi berat.

Pengobatan HHNK adalah rehidrasi, penggantian elektrolitdan insulin reguler.

Hipoglikemia

Gejala-gejala hipoglikemia disebabkan oleh pelepasan epinefrin (berkeringat,

gemetar, sakit kepala, dan palpitasi), juga akibat kekurangan glukosa dalam

otak (tingkah laku yang aneh, sensorium yang tumpul dan koma).

Penatalaksanaan hipoglikemia adalah perlu segera diberikan karbohidrat, baik

oral maupun intravena.

2. Komplikasi kronik jangka panjang

Mikroangiopati : retinopati diabetik, nefropati diabetik, neuropati diabetik.

Nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes

melitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau

>200 μg/menit) pada minimal 2 kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3-6

bulan.

Makroangiopati

11

Page 12: ulkus diabetikum

Makroangiopati diabetik akan mengakibatkan penyumbatan vaskular. Jika

mengenai arteri-arteri perifer, maka dapat mengakibatkan insufisiensi vaskular

perifer yang disertai kaludikasio intermiten dan gangren pada ekstrimitas serta

insufisiensi serebral dan stroke. Jika yang terkena adalah arteria koronaria dan

aorta, maka dapat mengakibatkan angina dan infark miokardium.

ULKUS DIABETIKUM

12

Page 13: ulkus diabetikum

I. Definisi

Ulkus diabetikum, sesuai dengan namanya, adalah ulkus yang terjadi pada kaki penderita

diabetes dan merupakan komplikasi kronik yang diakibatkan oleh penyakit diabetes itu

sendiri. Insiden ulkus diabetikum setiap tahunnya adalah 2% diantara semua pasien

diabetes dan 5-7,5% diantara pasien diabetes dengan neuropati perifer.

II. Patofisiologi

Ulkus diabetikum terjadi akibat adanya perubahan mikrovaskular dan makrovaskular

yang dalam hal ini terjadi neuropati dan Peripheral Vascular Diseasse (PVD). Neuropati

pada penderita diabetes memiliki prevalensi lebih dari 50%. Patogenesisnya bersifat

multifaktorial dan diduga akibat perubahan patologis yang diinduksi hiperglikemia pada

neuron-neuron dan iskemia karena berkurangnya aliran darah neurovaskular yang

berakibat rusaknya neuron. Selain neuropati dan PVD, terdapat satu faktor lagi yang

berperan, yaitu infeksi. Jarang sekali infeksi sebagai faktor tunggal, tetapi sering

merupakan komplikasi iskemia dan neuropati.

Penyebab terjadinya ulkus bersifat multifaktorial, dibedakan menjadi 3 kelompok,

yaitu akibat perubahan patofisiologi, deformitas anatomi dan faktor lingkungan.

Perubahan patofisiologi pada tingkat biomolekular menyebabkan neuropati perifer, dan

penurunan sistem imunitas yang mengakibatkan terganggunya proses penyembuhan

luka. Deformitas anatomi pada kaki, yaitu pada neuroatropati charcot, terjadi sebagai

akibat adanya neuropati motoris. Faktor lingkungan terutama trauma akut dan kronis

(akibat tekanan sepatu, benda tajam, dan sebagainya) merupakan faktor yang dapat

memulai terjadinya ulkus. Alas kaki yang tidak tepat merupakan sumber trauma yang

paling sering.

Akibat dari neuropati yang menganai saraf sensorik perifer dan rusaknya serabut

mielin, maka mekanisme proteksi normal akan terganggu sehingga pasien kurang

waspadsa terhadap trauma minor pada kaki, bahkan tidak mengetahui telah terdapat luka

di kakinya. Terganggunya persepsi propioseptif menyebabkan distribusi berat yang

salah, terutama pada saat berjalan sehingga dapat terbentuk kalus atau ulkus.

Adanya neuropati motorik dapat menimbulkan kelemahan otot, atrofi otot, juga

menyebabkan abnormalitas pada mekanis otot kaki dan perubahan struktural kaki,

misalnya hammer toe, claw toe, prominent metatarsal head, charcot joint, dan mudahnya

terbentuk kalus. Gangguan otonom yang ada seperti anhidrosis, gangguan aliran darah

13

Page 14: ulkus diabetikum

superfisial kaki, membuat kulit menjadi kering dan mudah terbentuk retakan/fisura.

Buruknya sirkulasi darah dan penyembuhan luka dapat memperbesar luka kecil.

III. Klasifikasi

Ada berbagai macam klasifikasi kaki diabetes. Suatu klasifikasi mutakhir dianjurkan

oleh International Working group on Diabetic Foot (klasifikasi PEDIS 2003).

Impaired Perfusion

Size/ Extend in mm2

Tissue Loss/ Depth

Infection

Impaired Sensation

1 = None

2 = PAD + but not critical

3 = Critical limb ischemia

1 = Superficial fullthickness, no deeper than dermis

2 = Deep ulcer, below dermis, involving subcutaneous structures,

fascia, muscle or tendon

3 = All subsequent layers of the foot involved including bone and

or joint

1 = No symptoms or sign of infection

2 = Infection of skin and subcutaneous tissue only

3 = Erythema > 2cm or infection involving subcutaneous

structure(s)

No Systemic sign(s) of inflamatory response

4 = infection with systemic manifestation : fever, leucocytosis,

shift to the left, metabolic instability, hypotemsion, azotemia

1 = Absent

2 = Present

Dengan klasifikasi PEDIS akan dapat ditentukan kelainan apa yang lebih dominan,

vaskular, infeksi atau neiropatik, sehingga arah pengelolaan pun dapat tertuju dengan lebih

baik. Misalnya suatu ulkus gangren dengan critical limb ischemia (P3) tentu lebih

memerlukan tindakan untuk mengevaluasi dan memperbaiki keadaan vaskularnya terlebih

dahulu. Sebaliknya kalau faktor infeksi menonjol (I4), tentu pemberian antibiotik harus

adekuat. Demikian juga kalau faktor mekanik yang dominan (insensitive foot, S2), tentu

koreksi untuk mengurangi tekanan plantar harus diutamakan.

14

Page 15: ulkus diabetikum

Klasifikasi Wagner (klasifikasi yang saat ini masih banyak dipakai) :

0 = Kulit intak/utuh

1 = Tukak superfisial

2 = Tukak dalam (sampai tendon, tulang)

3 = Tukak dalam dengan infeksi

4 = Tukak dengan gangren pada 1-2 jari kaki

5 = Tukak dengan gangren luas seluruh kaki

Suatu klasifikasi lain yang juga sangat praktis dan sangat erat dengan pengelolaan adalah

klasifikasi yang berdasar pada perjalanan alamiah kaki diabetes (Edmonds 2004-2005) :

Stage 1 : Normal foot

Stage 2 : High risk foot

Stage 3 : Ulcerated foot

Stage 4 : Infected foot

Stage 5 : Necrotic foot

Stage 6 : Unsalvable foot

Untuk stage 1 dan 2, peran pencegahan primer sangat penting, dan semuanya dapat

dikerjakan pada pelayanan kesehatan primer, baik oleh podiatrist/chiropodist maupun oleh

dokter umum/dokter keluarga. Untuk stage 3 dan 4 kebanyakan sudah memerlukan perawatan

di tingkat pelayanan kesehatan yang lebih memadai umumnya sudah memerlukan pelayanan

spesialistik. Untuk stage 5 dan 6, jelas merupakan kasus rawat inap, dan jelas sekali

memerlukan suatu kerjasama tim yang sangat erat, dimana harus ada dokter bedah, utamanya

dokter ahli bedah vaskular/ahli bedah plastik dan rekonstruksi.

IV. Penatalaksanaan

Berbagai hal yang harus ditangani dengan baik agar diperoleh hasil pengelolaan yang

maksimal dapat digolongkan sebagai berikut, dan semuanya harus dikelola bersama :

Mechanical control - pressure control

Jika tetap dipakai untuk berjalan (berarti kaki dipakai untuk menahan berat badan –

weight bearing), luka yang selalu mendapat tekanan tidak akan sempat menyembuh,

apalagi kalau luka tersebut terletak di bagian plantar.

Wound control

Dilakukan debridement untuk mengurangi jaringan yang nekrotik dan mengurangi

produksi pus dari ulkus/gangren. Berbagai terapi topikal dapat dimanfaatkan untuk

15

Page 16: ulkus diabetikum

mengurangi mikroba pada luka, seperti cairan salin sebagai pembersih luka, atau

yodine encer, senyawa silver sebagai bagian dari dressing, dll.

Microbiological control – infection control

Antibiotik yang dianjurkan harus selalu disesuaikan dengan hasil biakan kuman dan

resistensinya. Sebagai acuan, dari penelitian tahun 2004 di RSUPN dr.Cipto

Mangunkusumo, umumnya didapatkan pola kuman yang polimikrobial, campuran

gram positif dna gram negatif serta kuman anaerob untuk luka yang dalam dan

berbau. Karena itu lini pertama pemberian antibiotik harus diberikan antibiotik

dengan spektrum luas, mencakup kuman gram positif dan negatif (seperti misalnya

golongan sefalosporin), dikombinasikan dengan obat yang bermanfaat terhadap

kuman anaerob (seperti misalnya metronidazol).

Vascular control

Perbaiki kelainan pembuluh darah perifer dengan modifikasi faktor risiko terkait

aterosklesrosis seperti hiperglikemi, hipertensi dan dislipidemia.

Metabolic control

Keadaan umum pasien harus diperhatikan dan diperbaiki. Kadar glukosa darah

diusahakan senormal mungkin, untuk memperbaiki berbagai faktor yang terkait

hiperglikemia yang dapat menghambat penyembuhan luka. Umumnya diperlukan

insulin untuk menormalisasi kadar glukosa darah. Status nutrisi harus diperhatian dan

diperbaiki. Nutrisi yang baik jelas membantu kesembuhan luka. Berbagai hal lain

harus juga diperhatikan dan diperbaiki, seperti kadar albumin serum, kadar Hb dan

derajat oksigenasi jaringan, demikian juga fungsi ginjalnya. Semua faktor tersebut

tentu akan menghambat kesembuhan luka sekiranya tidak diperhatikan dan tidak

diperbaiki.

Educational control

Dengan penyuluhan yang baik, penyandang DM dan ulkus/gangren diabetik maupun

keluarganya diaharapkan akan dapat membantu dan mendukung berbagai tindakan

yang diperlukan untuk kesembuhan luka yang optimal.

LAPORAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

16

Page 17: ulkus diabetikum

Nama : Ny.S

Umur : 52 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : IRT

Suku Bangsa : Minang

Alamat : Tiumang

ANAMNESIS

Seorang pasien perempuan usia 52 tahun dirawat di bangsal interne RSUD Sungai Dareh

sejak tanggal 9 Desember 2012 dengan keluhan utama tukak pada kaki kanan sejak 4 hari

sebelum masuk rumah sakit.

Keluhan utama :

Tukak pada kaki kanan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit

Riwayat Penyakit Sekarang :

- Tukak pada kaki kanan sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Awalnya punggung

kaki tampak membengkak, kemudian lama-kelamaan menjadi tukak dan bernanah.

- Kaki terasa baal dan kesemutan sejak ±1 tahun yang lalu

- Pasien mengeluhkan nyeri kepala sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Mual (+), Muntah (+) setiap makan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit.

- Pasien sebelumnya dirawat di RSAM bukittinggi 4 hari yang lalu, dan mendapat obat

ceftriaxon, metronidazol, metformin 3x500 mg, glimepirid 1-0-1 dan RI 3x8 unit.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien telah dikenal menderita penyakit diabetes melitus sejak ± 10 tahun yang lalu.

Pasien sebelumnya sudah pernah dirawat di RS dengan diagnosa diabetes melitus.

Pasien telah dikenal menderita hipertensi sejak ± 6 bulan yang lalu

Riwayat Keluarga

Kakak pertama pasien juga menderita diabetes melitus

♀ ♂

17♂ ♀

Page 18: ulkus diabetikum

♂ ♂ ♂ ♂

♀ ♀ ♀ ♂

PEMERIKSAAN FISIK

Status Generalis

Keadaan Umum : Sakit sedang

Kesadaran : CMC

Suhu : 36,7 0C

Tekanan darah : 160/90 mmHg

Nadi : 104 x/menit

Nafas : 22 x/menit

BB/TB : 55 kg/156 cm

BB ideal : 50,4 kg

Kepala : Normocephal

Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik

Leher : Tidak ada kelainan, JVP 5-2cmH2O

Thorak :

Paru : Inspeksi    : Simetris kiri dan kanan

Palpasi      : Fremitus kiri sama dengan fremitus kanan

Perkusi      : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, Rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Jantung :Inspeksi     : Iktus tidak terlihat

Palpasi    : Iktus teraba 1 jari medial linea midsternalis sinistra RIC V

Perkusi  : Batas jantung atas RIC II, batas jantung kanan linea sternalis   

kiri, batas jantung kiri 1 jari medial linea midclavikularis

sinistra RIC V

Auskultasi : Irama reguler, bising (-)

Abdomen             :Inspeksi     : Tidak tampak membuncit

                           Palpasi       : Hepar dan lien tidak teraba

                           Perkusi     : Timpani

                           AuskultasI : Bising usus (+) normal

Punggung                   : Nyeri ketok dan nyeri tekan CVA (-)

Ekstrimitas                             : Refleks fisiologis (+/+), Reflek Patologis (-/-), Edema (-/-).

18

Page 19: ulkus diabetikum

Ulkus pada pedis dextra ukuran 5x3x0,5 cm, dasar jaringan,

pus (+)

           

 

 

                       

 

                          

Sensibilitas Kiri Kanan

Halus - -

Kasar + +

Laboratorium

Hb : 8,1 g/dl

Leukosit : 13.000/mm3

Hematokrit : 22%

Trombosit : 245.000/mm3

Golongan darah : O

GDR : 190 mg/dl

Ureum : 39 mg/dl

Kreatinin : 1,3 mg/dl

SGOT : 39 ul

19

Pulsasi Kiri Kanan

A.       Dorsalis Pedis + +

A.       Tibialis Posterior + +

A.       Poplitea + +

Page 20: ulkus diabetikum

SGPT : 43 ul

Urinalisa : Albumin : (+)

Reduksi : (-)

Bilirubin : (-)

Eritrosit : 1-2/lp

Leukosit : (+)

Epitel : (+++)

Diagnosa Kerja

Diabetes mellitus tipe 2 tidak terkontrol + ulkus diabetikum pedis dextra

Diagnosis tambahan

Suspek nefropati diabetikum + hipertensi stage II

Penatalaksanaan

IVFD RL 20 gtt/menit

Ceftriaxon 2x1 gr (iv)

Metronidazol inf 3x1 (iv)

RI 3x8 unit (sc)

Amlodipin 1x5 mg (p.o)

Pantoprazol 1x1 (iv)

Ondancentron 3x1 amp (iv)

Redresing 2x sehari (pagi dan sore)

Follow up

Tanggal 10 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala ↓

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 150/90mmHg 88x/menit 22x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 134 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

20

Page 21: ulkus diabetikum

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

- RI 3x8 unit (sc)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

- Iodosof

Tanggal 11 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala ↓

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 140/90mmHg 88x/menit 24x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 109 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

- Galvusmet 1x1 (po)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

- Iodosof

Tanggal 12 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala (-)

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 130/90mmHg 86x/menit 22x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 167 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

21

Page 22: ulkus diabetikum

- Galvusmet 1x1tab (po)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

- Iodosof

Tanggal 13 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala (-)

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 130/90mmHg 84x/menit 22x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 188 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

- Galvusmet 1x1tab (po)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

- Iodosof

Tanggal 14 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala (-)

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 130/80mmHg 82x/menit 24x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 150 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

- Galvusmet 1x1 tab (po)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

22

Page 23: ulkus diabetikum

- Iodosof

Tanggal 15 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala (-)

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 130/90mmHg 86x/menit 22x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 145 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

- Galvusmet 1x1 tab (po)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

- Iodosof

Tanggal 16 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala (-)

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 130/90mmHg 88x/menit 22x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 133 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

- Galvusmet 1x1 tab (po)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

- Iodosof

23

Page 24: ulkus diabetikum

Tanggal 17 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala (-)

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 130/90mmHg 88x/menit 22x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 118 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

- Galvusmet 1x1 tab (po)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

- Iodosof

Tanggal 18 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala (-)

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 130/90mmHg 88x/menit 22x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 136 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/ - IVFD RL 20 gtt/menit

- Ceftriaxon 2x2 gr (iv)

- Metronidazol inf 3x1 (iv)

- Captopril 2x25 mg (po)

- Galvusmet 1x1 tab (po)

- Redressing 2x sehari dengan gentamisin

- Iodosof

Tanggal 19 Desember 2012

S/ - Nyeri kepala (-)

24

Page 25: ulkus diabetikum

- Mual (-), muntah (-)

O/ KU Kes TD Nadi Nafas T

sedang CMC 130/90mmHg 88x/menit 22x/menit afebris

Ekstrimitas : pedis dekstra : ulkus (+), pus (+)

GDR : 119 mg/dl

A/ DM tipe 2 + ulkus diabetikum pedis dextra

Th/

Os boleh pulang

Obat pulang :

- Galvusmet 1x1 tab

- Ciprofloxacin 2x1 tab (po)

- Klindamisin 2x1 tab (po)

- Valsartan 1x160 mg (po)

25