73
UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA MAKROSIKLIK POLIAZA BASA SCHIFF DENGAN REAKTAN UTAMA TEREFTALALDEHID DAN DIETILENTRIAMINA SKRIPSI TRIJAN RIANA 0305030646 FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI KIMIA DEPOK JULI 2010 Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI …lib.ui.ac.id/file?file=digital/2016-9/20328244-S30689-Trijan Riana.pdf · Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Makrosiklik Poliaza

  • Upload
    others

  • View
    4

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

  • UNIVERSITAS INDONESIA

    SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA MAKROSIKLIK

    POLIAZA BASA SCHIFF DENGAN REAKTAN UTAMA

    TEREFTALALDEHID DAN DIETILENTRIAMINA

    SKRIPSI

    TRIJAN RIANA

    0305030646

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    PROGRAM STUDI KIMIA

    DEPOK

    JULI 2010

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • i Universitas Indonesia

    UNIVERSITAS INDONESIA

    SINTESIS DAN KARAKTERISASI SENYAWA

    MAKROSIKLIK POLIAZA BASA SCHIFF DENGAN

    REAKTAN UTAMA TEREFTALALDEHID DAN

    DIETILENTRIAMINA

    SKRIPSI

    Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

    sarjana sains

    TRIJAN RIANA

    0305030646

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

    ALAM

    PROGRAM STUDI KIMIA

    DEPOK

    JULI 2010

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • ii Universitas Indonesia

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

    Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip

    maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar.

    Nama : Trijan Riana

    NPM : 0305030646

    Tanda Tangan :

    Tanggal : 15 Juli 2010

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • iii Universitas Indonesia

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi ini diajukan oleh :

    Nama : Trijan Riana

    NPM : 0305030646

    Program Studi : Kimia

    Judul Skripsi : Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Makrosiklik

    Poliaza Basa Schiff dengan Reaktan Utama

    Tereftalaldehid dan Dietilentriamina

    Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima

    sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar

    Sarjana Sains pada Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

    DEWAN PENGUJI

    Pembimbing I : Dr.rer.nat Agustino Zulys ( )

    Pembimbing II : Prof.Dr Endang Asijati W ( )

    Penguji : Dr. Ridla Bakri ( )

    Penguji : Dr. Asep Saefumillah ( )

    Penguji : Drs. Ismunaryo M, M.phil ( )

    Ditetapkan di : Depok

    Tanggal : 15 Juli 2010

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • iv Universitas Indonesia

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas

    anugerah-Nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulisan skripsi ini

    dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar

    Sarjana Sains Departemen kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu

    Pengetahuan Alam Universitas Indonesia.

    Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak,

    dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi

    saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima

    kasih kepada:

    1) Dr. Ridla Bakri M.phil, selaku ketua departemen kimia.

    2) Dr. Yuni Krisyuningsih dan Dr. Jarnuzi selaku pembimbing akademis saya

    yang telah memberikan semangat, motivasi untuk terus melanjutkan studi di

    kimia

    3) Dr.rer.nat. Agustino Zulys sebagai pembimbing I skripsi yang telah

    memberikan banyak masukan, waktu, tenaga dan ilmu kepada saya, terutama

    mengenai penelitian ini.

    4) Prof.Dr Endang Asijati selaku pembimbing II skripsi yang telah memberikan

    banyak masukan, waktu, tenaga dan ilmu kepada saya. Terimakasih ibu untuk

    setiap semangat, curhatan yang menjadi filosofi hidup saya, yang menjadi teman

    disaat gundah, yang juga selalu menjadi orangtua untuk saya.

    5) Seluruh tim dosen pengajar kimia yang dengan setia terus memberikan

    sumbangan ilmu demi kemajuan negeri ini, yang telah mengajarkan kepada

    saya arti kimia dan hidup sebagai seorang scientist.

    6) Orang tua saya, bapak dan mama untuk setiap cinta kasih, dukungan dan doa

    yang terus dipanjatkan. Semoga skripsi ini bisa menjadi jawaban doa untuk

    bapak dan mama.

    7) Saudara kandung saya Junita dan Novita untuk setiap doa dan dukungan yang

    selalu diberikan terus menerus.

    8) Opung Hutabarat yang telah memberikan bantuan saat reagen penelitian saya

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • v Universitas Indonesia

    tertahan di Bea Cukai.

    9) Persekutuan Oikumene FMIPA UI, tempat saya mengenal kesatuan dan

    kedewasaan. Terima kasih untuk kesempatan mengenal Kristus melalui pribadi

    mahasiswa selama 4 tahun terakhir. Kak Christina, Kak Rania, Tim Inti 2007,

    Bidang DoPer 2006, Bidang Doper 2007, Panitia Retreat 2009, Bu Rianti, Othe,

    kak Ryky untuk jurnal gratisnya.

    10) Anak kelompok kecil yang kukasihi: Nenci, Kezia, Hesty, Santy, Lois, Moria

    beserta cucu-cucu ku. Terima kasih untuk doa kalian. Semoga Kristus tetap

    menjadi batu penjuru kalian.

    11) Teman-teman the Asramaerz (Hani, Ely, Cicil, Siti, Meta, Sepit, Camel) yang

    telah menjadi sahabat saya di kampus. Semoga dunia alumni tidak membuat

    kita jauh.

    12) Sahabat yang selalu memberi inspirasi: Kak Irwansyah untuk curhatan,

    karakterisasi dan jurnal gratisnya, Gayatri, Eka Megarani, Hanum, Anggi,

    Daniel, Fery,Vany, Echa, Otank, Asriyanti, Sarah Iwamoto, Alex Bonteng.

    13) Teman–teman di Pondok Erni yang memberi warna tersendiri: Kak Dewi,

    Hana, Diya, Emil, Dewi, Lia, Kak Rugun, Mbak Ratna.

    14) Staf departemen kimia: Mbak Indri, Mbak Ati, Pak Hedi, Pak Mul, Pak Kiri,

    Mbak Ina, Mbak Cucu, Pak Mardji, Babeh perpus, dll.

    15) Teman-teman penelitian lantai 3 dan 4.

    16) Mimpi yang terus masih menggelayut dalam pikiranku, hingga berbuah menjadi

    visi dan terus dihidupi oleh semangat. Teruslah ada dalam jiwaku.

    Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala

    kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga skripsi ini membawa

    manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia.

    Penulis

    2010

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • vi Universitas Indonesia

    HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

    TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

    Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

    Nama : Trijan Riana Program Studi : Kimia Sarjana Reguler Departemen : Kimia Fakultas : Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam Jenis karya : Skripsi

    demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

    Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dengan Reaktan Utama Tereftalaldehid dan Dietilentriamina

    beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengalihmedia/format-kan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

    Dibuat di : Depok Pada tanggal : 15 Juli 2010

    Yang menyatakan

    ( Trijan Riana )

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • vii Universitas Indonesia

    ABSTRAK

    Nama : Trijan Riana

    Program Studi : Kimia

    Judul : Sintesis dan Karakterisasi Senyawa Makrosiklik Poliaza Basa

    Schiff dengan Reaktan Utama Tereftalaldehid dan

    Dietilentriamina.

    Senyawa makrosiklik basa Schiff akhir-akhir ini menjadi topik yang penting dalam

    bidang penelitian anorganik. Hal ini dikarenakan kemampuannya untuk berikatan

    dengan logam berat dan logam Lantanida dengan membentuk kompleks. Pada

    penelitian kali ini akan dicoba membuat makrosiklik poliaza basa Schiff dengan

    reaktan utama tereftalaldehid dan dietilentriamina. Prinsip reaksi yang digunakan

    ialah reaksi siklokondensasi [2+2], 2 molekul tereftalaldehid akan bereaksi dengan 2

    molekul dietilentriamina membentuk senyawa makrosiklik poliaza. Reaksi

    divariasikan dalam pelarut kloroform, diklorometan dan asetonitril. Senyawa

    makrosiklik hanya terbentuk pada pelarut asetonitril. Pengaruh temperatur dipelajari

    pada 5-15oC, ±25

    oC, 75

    oC. Hasil yang diperoleh menunjukkan senyawa makrosiklik

    dapat terbentuk pada temperatur ±25oC dan 5-15

    oC. Pada temperatur 5-15

    oC

    senyawa makrosiklik yang diperoleh 32,15% hasil, namun pada kristal masih banyak

    terdapat pengotor yang sulit dipisahkan. Kristal makrosiklik yang murni didapatkan

    pada temperatur ±25oC dengan hasil 19%. Reaksi pembuatan makrosiklik pada 3,75

    mmol dalam 180 mL kurang efektif karena laju pembentukan polimer masih besar,

    sehingga ligan yang didapatkan akan sedikit. Senyawa makrosiklik yang terbentuk

    dikarakterisasi menggunakan spektroskopi inframerah, alat uji titik leleh, dan

    MALDI-TOF MS.

    Kata Kunci : Makrosiklik, Poliaza, Basa Schiff

    xiii + 60 halaman ; 27 gambar; 4 tabel

    Daftar pustaka : 24 (1982-2010)

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • viii Universitas Indonesia

    ABSTRACT

    Name : Trijan Riana

    Study Program : Kimia

    Title : Synthesis and Characterization of Macrocyclic Schiff Base

    Polyaza Compound by Main Reactants Terephthalaldehyde

    and Diethylentriamine.

    Nowadays, macrocyclic schiff base polyaza compound has become great important

    topic in inorganic research since its capability to form complexes compound with

    heavy metal or lantanide metal. This research focused on creating macrocyclic schiff

    base polyaza compound by terephthalaldehyde and diethylentriamine. The reaction

    priciple used is [2+2] cyclocondensation reaction. 2 molecules of terephthalaldehyde

    reacted with 2 molecules diethylentriamine formed macrocyclic compound. The

    reaction was varied in chloroform, dichloromethane and acetonitrile solvent.

    Reaction in acetonitrile solvent gave the best result product, whereas reaction in

    another solvents did not yield products (formed polymer). Reaction also was varied

    in temperature 5-15oC, ±25

    oC, 75

    oC. Macrocyclic compound has succesfully formed

    in 5-15oC and ±25

    oC. At temperature 5-15

    oC macrocyclic compound yielded

    32,15%, yet the crystal seemed had much impurities. Pure macrocyclic compound

    was obtained at temperature ±25oC in yield 19%. Synthesis of macrocyclic

    compound was less effectively in 3,75 mmole since its formation of polymer rate

    still dominated. Macrocyclic compound was characterised by infrared spectroscopy,

    melting point apparatus and MALDI-TOF MS. The peak 403,5352 molecular weight

    in MALDI-TOF MS proved that the crystal was the macrocyclic desired.

    Key word : Macrocycle compound, Polyaza, Schiff base

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • ix Universitas Indonesia

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

    HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................ iii

    KATA PENGANTAR ............................................................................... iv

    LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................. vi

    ABSTRAK .................................................................................................. vii

    ABSTRACT ................................................................................................ viii

    DAFTAR ISI ............................................................................................... ix

    DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xii

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

    1. PENDAHULUAN ................................................................................. 1

    1.1 Latar Belakang ……………………………………………......... .. 1

    1.2 Tujuan Penelitian ……………………………………………..... .. 2

    1.3 Perumusan Masalah..........................................................................3

    1.4 Hipotesis ……………………………………………................ ... 3

    2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 4

    2.1 Senyawa Koordinasi……………………………………………. .. 4

    2.2 Ligan………………………………….......................................... . 4

    2.2.1 Ligan Monodentat .................................................................. 5

    2.2.2 Ligan Bidentat ........................................................................ 6

    2.2.3 Ligan Polidentat ..................................................................... 6

    2.2.3.1 Ligan Tripod ............................................................... 7

    2.2.3.2 Ligan Pengkapsul ....................................................... 7

    2.2.3.3 Ligan Makrosiklik ...................................................... 7

    2.3 Metode Pembuatan Ligan .............................................................. 11

    2.3.1 Metode Langsung ................................................................. 11

    2.3.2 Metode Template Logam ...................................................... 14

    2.4 Basa Schiff ...................................................................................... 17

    2.5 Reaksi Aldehid dengan Amina Primer ........................................... 18

    2.6 Tereftalaldehid ................................................................................. 21

    2.7 Dietilentriamina ................................................................................ 22

    2.8 Spektrofotometri Inframerah ........................................................... 23

    2.9 Matrix-Assisted Laser Desorption/Ionization – Mass Spectra ........ 27

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • x Universitas Indonesia

    3. METODE PENELITIAN.................................................................... 30

    3.1 Alat dan Bahan ................................................................................. 30

    3.1.1 Alat .......................................................................................... 30

    3.1.2 Bahan ........................................................................................ 30

    3.2 Prosedur Kerja .................................................................................. 31

    3.2.1 Pembuatan Larutan ................................................................... 31

    3.2.1.1 Preparasi Agen Pengering CaCl2 ................................... 31

    3.2.1.2 Pembuatan Pelarut Asetonitril Kering ........................... 31

    3.2.1.3 Pembuatan Pelarut Diklorometan Kering ...................... 31

    3.2.1.4 Pembuatan Pelarut Kloroform ....................................... 31

    3.2.1.5 Pembuatan Larutan Terephthalaldehid 0,059 M ........... 32

    3.2.1.6 Pembuatan Larutan Dietilentriamina 0,032 M .............. 32

    3.2.2 Pembuatan Makrosiklik Basa Schiff ....................................... 32

    3.2.3 Variasi Pelarut pada Pembuatan Ligan Makrosiklik Basa

    Schiff ....................................................................................... 32

    3.2.4 Variasi Temperatur pada Pembuatan Ligan Makrosiklik

    Basa Schiff ............................................................................... 33

    4. PEMBAHASAN .................................................................................... 34

    4.1 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam

    Pelarut Asetonitril pada Suhu Ruang .............................................. 34

    4.1.1 Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam

    Pelarut Asetonitril pada Suhu Ruang ....................................... 34

    4.1.2 Karakterisasi Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam

    Pelarut Asetonitril pada Suhu Ruang ...................................... 41

    4.1.2.1 Uji Titik Leleh ............................................................... 41

    4.1.2.2 Karakterisasi dengan Spektroskopi Inframerah ............ 42

    4.1.2.3 Karakterisasi dengan Menggunakan MALDI-TOF

    Mass Spectra .................................................................. 43

    4.2 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam

    Pelarut Kloroform pada Suhu Ruang .............................................. 44

    4.3 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam

    Pelarut Diklorometan pada Suhu Ruang ......................................... 45

    4.4 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff pada

    Temperatur 5-15oC dalam Pelarut Asetonitril ................................. 47

    4.4.1 Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff ............... 47

    4.4.2 Karakterisasi Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff pada

    Temperatur 5-15oC dalam Pelarut Asetonitril ....................... 48

    4.4.2.1 Uji Titik Leleh ............................................................... 48

    4.4.2.2 Karakterisasi dengan Spektroskopi Inframerah ........... 49

    4.5 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff pada

    Temperatur 75oC dalam Pelarut Asetonitril ..................................... 50

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • xi Universitas Indonesia

    5. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................... 52

    5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 52

    5.2 Saran ................................................................................................ 54

    DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 55

    Lampiran.................................................................................................... 58

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • xii Universitas Indonesia

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2.1. Struktur amina (NH3) ........................................................... 5

    Gambar 2.2. Struktur [Ag(NH3)2] ............................................................. 5

    Gambar 2.3. Struktur etilendiamina .......................................................... 6

    Gambar 2.4. Struktur EDTA ....................................................................... 7

    Gambar 2.5. Struktur ftalosianin ................................................................ 9

    Gambar 2.6. Korelasi senyawa makrosiklik dalam bidang ilmu kimia ... 10

    Gambar 2.7. Perhitungan hasil oligomer siklik sebagai fungsi laju

    penambahan monomer ......................................................... 13

    Gambar 2.8. Siklisasi template logam sebuah senyawa yang terdiri

    dari dua atom donor dan dua sisi reaktif. M ialah logam pusat,sedangkan lingkaran putih dan hitam dimisalkan

    sebagai reaktan ....................................................................... 15

    Gambar 2.9. Metode reaksi siklisasi template logam diantara dua

    Reaktan rantai terbuka yang berbeda................................... 16

    Gambar 2.10. Mekanisme reaksi pembentukan Basa Schiff ...................... 18

    Gambar 2.11. Mekanisme pembentukan imina ........................................... 19

    Gambar 2.12. Contoh reaksi yang menghasilkan imina terstabilkan ......... 19

    Gambar 2.13. Mekanisme adisi nukleofilik pembentukan imina ............... 20

    Gambar 2.14. Mekanisme eliminasi pembentukan imina ........................... 20

    Gambar 2.15. Struktur terephthalaldehid ..................................................... 21

    Gambar 2.16. Struktur dietilentriamin (DETA) .......................................... 22

    Gambar 2.17 Dua buah bola saling terkait oleh pegas ............................... 24

    Gambar 2.18 Skema instrumen MALDI-TOF MS .................................... 28

    Gambar 4.1. Kristal ligan makrosiklik poliaza basa Schiff ...................... 36

    Gambar 4.2. Reaksi pembentukan ligan makrosiklik poliaza basa

    Schiff ....................................................................................... 38

    Gambar 4.3. Struktur polimer kondensasi yang mungkin terbentuk........ 38

    Gambar 4.4. Fragment massa ligan makrosiklik pada temperatur

    ruang dalam pelarut asetonitril .............................................. 43

    Gambar 4.5. Hasil reaksi pembuatan ligan makrosiklik poliaza basa

    Schiff dalam pelarut kloroform pada temperatur ruang ..... 44

    Gambar 4.6. Hasil reaksi ligan makrosiklik dalam pelarut

    Diklorometan pada suhu ruang ............................................ 46

    Gambar 4.7. Struktur senyawa makrosiklik [1+1] yang mungkin

    terbentuk ................................................................................ 48

    Gambar 4.8. Kristal ligan makrosiklik pada temperatur 5-15oC dalam

    pelarut asetonitril .................................................................... 48

    Gambar 4.9. Hasil akhir reaksi pembuatan ligan makrosiklik pada

    temperatur 75oC ..................................................................... 51

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • xiii Universitas Indonesia

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1. Serapan khas beberapa gugus ............................................... 26 Tabel 4.1. Perbandingan hasil ligan pada beberapa variasi .................. 34

    Tabel 4.2. Perbandingan Spektra Inframerah beberapa gugus fungsi

    pada produk ligan makrosiklik pada tempearatur ruang

    dalam pelarut asetonitril ....................................................... 42

    Tabel 4.3. Perbandingan Spektra Inframerah beberapa gugus

    fungsi pada produk ligan makrosiklik pada temperatur

    5-15oC dalam pelarut asetonitril ........................................... 49

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 1

    Universitas Indonesia

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Senyawa makrosiklik banyak terdapat di alam dan dimanfaatkan oleh

    para ilmuwan untuk mensistesis berbagai jenis obat. Senyawa ini juga banyak

    dimanfaatkan di bidang biokimia sebagai salah satu zat perantara obat ke dalam

    organ tubuh yang tepat. Disisi lain, para peneliti bidang kimia organik dan

    anorganik juga telah banyak melakukan penelitian mengenai sintesis senyawa

    makrosiklik yang diaplikasikan sebagai senyawa pengkelat logam tertentu. Dalam

    hal ini senyawa makrosiklik disebut sebagai ligan dengan struktur rigid dapat

    membentuk senyawa kompleks dengan logam tertentu. Logam yang banyak

    dijadikan sebagai atom pusat senyawa kompleks umumnya ialah logam berat dan

    logam lantanida.

    Senyawa makrosiklik yang disintesis memiliki perbedaan dalam hal jenis

    atom atau unsur, jumlah atom dalam cincin makrosiklik dan jenis ikatan yang ada

    pada senyawa makrosiklik tersebut. Keberagaman sintesis senyawa makrosiklik

    yang telah dibuat selama beberapa tahun terakhir ini membuat topik makrosiklik

    menjadi tren tersendiri bagi para peneliti. Dengan beragamnya senyawa

    makrosiklik yang ada, maka aplikasinya sebagai senyawa pengkelat juga semakin

    luas. Dari hasil penelitian beberapa tahun terakhir, dinyatakan bahwa logam-

    logam tertentu dapat berikatan kompleks dengan senyawa makrosiklik dengan

    jumlah atom pada satu cincin yang spesifik pula. Artinya untuk senyawa

    makrosiklik tertentu hanya dapat berikatan kompleks dengan logam yang terbatas.

    Pada penelitian kali ini akan disintesis ligan makrosiklik poliaza basa Schiff

    dengan prinsip reaksi kondensasi [2+2].

    Berbagai metode sintesis makrosiklik telah banyak dibahas oleh para

    peneliti sebelumnya. Metode sintesis yang umum terdiri dari dua macam yaitu

    metode template logam dan metode langsung. Perbedaan metode yang dilakukan

    akan menghasilkan persen hasil yang berbeda dan metode karakterisasi yang

    berbeda pula. Pada penelitian ini dilakukan sintesis senyawa makrosiklik poliaza

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 2

    Universitas Indonesia

    basa Schiff dengan menggunakan metode langsung. Kondisi reaksi yang

    dibutuhkan untuk metode langsung antara lain: penggunaan pelarut kering dan

    pelarut encer.

    Pada penelitian ini akan dibuat senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff

    dengan tereftalaldehid dan dietilentriamina sebagai reaktan utama. Prinsip reaksi

    yang digunakan ialah reaksi kondensasi. Reaksi kondensasi merupakan reaksi

    dimana dua molekul bergabung disertai dengan hilangnya sebuah molekul kecil

    dalam proses tersebut. Dalam hal ini, molekul kecil tersebut adalah air. Selama

    reaksi berlangsung kondisi yang diajurkan adalah dalam udara kering. Selain itu,

    akan dilakukan variasi pelarut dan temperatur. Hal ini bertujuan untuk

    menentukan pelarut yang tepat dan kondisi reaksi optimum yang menghasilkan

    produk makrosiklik siklokondensasi [2+2] yang lebih banyak.

    Senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff yang terbentuk memiliki ikatan

    imina (-C=N-). Senyawa yang telah disintesis selanjutnya dikarakterisasi

    menggunakan spektroskopi inframerah, MALDI-TOF MS dan uji titik leleh.

    Dalam aplikasinya, diharapkan ligan yang berhasil disintesis dapat langsung

    diaplikasikan sebagai ligan pengkompleks logam transisi atau logam lantanida.

    1.2 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah :

    1. Mensintesis senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff dengan reaktan

    utama tereftalaldehid dan dietilentriamina.

    2. Menentukan persentase produk terbanyak dengan melakukan variasi

    pelarut dan temperatur.

    3. Melakukan uji karakterisasi ligan makrosiklik poliaza yang dihasilkan.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

    http://www.chem-is-try.org/bergabung/

  • 3

    Universitas Indonesia

    1.3 Perumusan Masalah

    a) Apakah pembentukan ligan makrosiklik poliaza ini dapat terbentuk

    dengan mereaksikan tereftalaldehid dan dietilentriamina dalam skala

    laboratorium.

    b) Apakah variasi pelarut dan variasi temperatur berpengaruh terhadap

    hasil senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff .

    1.4 Hipotesis

    a) Pembentukan senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff dapat terbentuk

    dari suatu dialdehid rigid dengan suatu diamina dalam kondisi bebas air

    atau pelarut kering dan dalam kondisi encer yang membentuk suatu

    molekul basa Schiff. Melalui pemilihan kondisi reaksi dapat dihindari

    persaingan reaksi pembentukan polimer dari reaktan yang sama.

    b) Jenis pelarut yang digunakan berpengaruh terhadap jumlah senyawa

    makrosiklik yang terbentuk.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 4

    Universitas Indonesia

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Senyawa Koordinasi

    Senyawa koordinasi biasanya berhubungan dengan logam transisi. Pada

    umumnya pembentukan senyawa koordinasi melibatkan pembentukan ikatan

    kovalen koordinasi sehingga senyawa ini biasa disebut dengan senyawa

    koordinasi. Ikatan kovalen koordinasi ialah ikatan kovalen dengan pasangan

    elektron yang berasal dari salah satu atom yang berikatan.

    Dalam konteks lebih khusus, senyawa koordinasi adalah senyawa yang

    pembentukannya melibatkan pembentukan senyawa ikatan kovalen koordinasi

    antara ion logam atau atom logam dengan atom non-logam. (Effendy, 2007, hal.2)

    Dalam beberapa tahun terakhir penggunaan istilah senyawa kompleks

    lebih sering digunakan untuk menggantikan istilah senyawa koordinasi.

    2.2 Ligan

    Pada pembentukan senyawa koordinasi, umumnya terdapat senyawa atau

    suatu ion-ion atau molekul yang menyumbangkan pasangan elektron bebasnya

    untuk berikatan dengan suatu atom pusat dan membentuk ikatan kovalen

    koordinasi. Senyawa ini biasa disebut dengan ligan. Ligan dapat membentuk

    ikatan kovalen koordinasi dengan suatu atom pusat. Ligan akan memberikan

    pasangan elektronnya kepada atom pusat yang menyediakan orbital kosong.

    (Effendy, 2007, hal. 17).

    Menurut teori pasangan asam-basa Lewis, suatu asam bertindak sebagai

    aseptor pasangan elektron, sedangkan suatu basa merupakan donor pasangan

    elektron. Berdasarkan definisi diatas, maka ligan berperan sebagai senyawa basa

    Lewis yang mendonorkan pasangan elektron bebasnya kepada atom pusat sebagai

    asam Lewis.

    Menurut Lewis, semua ligan yang biasa digunakan dapat dipandang

    sebagai basa, sedangkan semua ion logam sebagai asam. Derajat pengikatan ion

    logam terhadap ligan bisa dinyatakan sebagai derajat keasaman Lewis, dan

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 5

    Universitas Indonesia

    ●●

    kecenderungan ligan untuk terikat kepada ion logam pusat dapat dianggap sebagai

    derajat kebasaan Lewis. (Cotton, 1989, hal. 196).

    Berdasarkan banyaknya atom donor yang dimiliki, ligan dapat

    dikelompokkan menjadi ligan monodentat, ligan bidentat, ligan polidentat.

    2.2.1 Ligan Monodentat

    Kata depan mono-, bi-, tri-, atau poli- menyatakan banyaknya atom donor

    pada ligan tersebut. Sedangkan kata “dentat” berasal dari bahasa Latin “dentätus”

    yang berarti gigi. (Effendy, 2007, hal. 19).

    Ligan monodentat menandakan bahwa hanya terdapat satu atom donor

    pasangan elektron pada ligan tersebut. Ligan monodentat yang atom donornya

    memiliki satu pasangan elektron bebas biasanya hanya dapat membentuk satu

    ikatan kovalen koordinasi. Contoh ligan monodentat sederhana ialah NH3.

    Gambar 2.1 Struktur amina (NH3)

    Senyawa NH3 hanya mampu menyumbangkan satu pasang elektron

    bebas yang terdapat pada atom nitrogen. Contoh terdapat pada senyawa kompleks

    ionik [Ag(NH3)2]-.

    Gambar 2.2 Struktur [Ag(NH3)2]-

    Satu pasang elektron bebas

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 6

    Universitas Indonesia

    2.2.2 Ligan Bidentat

    Ligan jenis ini memiliki dua atom donor pasangan elektron bebas,

    contohnya adalah 1,2-diaminoetana (etilendiamina). (Effendy, 2007, hal. 21).

    Gambar 2.3 Struktur etilendiamina

    2.2.3 Ligan Polidentat

    Ligan polidentat merupakan ligan yang memiliki dua atau lebih atom

    pasangan elektron bebas. Pada jenis ligan ini menandakan kemampuan

    memberikan pasangan elektron bebas yang banyak dan bervariasi, sehingga

    umumnya ligan polidentat mampu membentuk lebih dari satu ikatan dengan atom

    pusat atau logamnya.

    Pada ligan polidentat, semua atom-atom donornya dapat berikatan

    dengan satu atom pusat atau lebih dan membentuk ikatan cincin yang sering

    disebut kompleks kelat. Kompleks kelat ini lebih stabil secara termodinamika

    dibandingkan dengan kompleks yang sama yang tidak membentuk kelat. Contoh

    aplikasi kompleks kelat terlihat pada kemampuan tanah mengadsorpsi kuat logam

    logam transisi Cu2+

    , Zn2+

    , Fe2+

    , Fe3+

    dan logam transisi lainnya. Pada proses ini

    bahan organik mengikat logam sebagai kelat. Contoh ligan polidentat yang

    terkenal sebagai agen pengkelat ialah EDTA (ethylenediaminetetraacetic acid).

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 7

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.4 Struktur EDTA

    Ligan polidentat dikelompokkan lagi menjadi beberapa macam ligan

    yaitu ligan tripod, ligan makrosiklik dan ligan pengapsul.

    2.2.3.1 Ligan Tripod

    Ligan tripod terdiri atas empat atom donor pasangan elektron bebas.

    Rumus umum ligan ini ialah X(─Y)3 dimana X merupakan atom nitrogen, fosfor

    atau arsen; Y ialah subtituen seperti R2N, R2P, R2As, RS atau RSe; sedangkan

    tanda (─) merupakan rantai penghubung yang dapat berupa CH2, (CH2)3 atau o-

    fenilena. Contoh dari ligan tripod adalah N(CH2CH2NH2)(trien). (Effendy, 2007,

    hal. 28).

    2.2.3.2 Ligan Pengapsul

    Ligan ini merupakan ligan yang disintesis disekitar atom pusat yang

    berupa ion logam. Ligan ini cenderung mengikat dengan kuat atom pusat yang ada

    sehingga sulit untuk dipisahkan. Ligan bentuk ini umumnya bersifat stabil

    sehingga memungkinkan untuk dilakukannya studi oksidasi atau reduksi atom

    pusat pada kondisi asam atau basa yang ekstrim. (Effendy, 2007, hal. 29).

    2.2.3.3 Ligan Makrosiklik

    Makrosiklik merupakan senyawa siklik dengan penyusun atom berjumlah

    banyak sehingga membentuk susunan siklik yang besar (makro). Oleh karena itu

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 8

    Universitas Indonesia

    ligan makrosiklik dapat didefinisikan sebagai senyawa berbentuk siklik yang

    memiliki kemampuan donor elektron yang lebih banyak .

    Dalam kamus kimia, Parker menyatakan bahwa sebuah makrosiklik

    merupakan molekul organik yang memiliki cincin yang tersusun atas 15 atom atau

    lebih. Berdasarkan data yang tercantum pada beberapa buku kimia anorganik

    jumlah atom dalam ligan makrosiklik kebanyakan adalah 14 atom atau lebih

    dengan atom donor minimal 4 buah. Oleh karena itu ligan makrosiklik dapat

    didefinisikan sebagai molekul organik yang memiliki cincin yang tersusun atas 14

    atom atau lebih dengan empat atau lebih atom donor. (Effendy, 2007, hal. 28).

    Pada tahun 1989, Leonard menyatakan bahwa kompleks ligan

    makrosiklik awalnya banyak diteliti untuk kepentingan sistem biologi dasar.

    Beberapa contoh antara lain studi mekanisme fotosintesis atau untuk transport

    oksigen pada mamalia dan sistem respiratori.

    Penulis lain menyatakan bahwa kompleks logam yang terdiri dari ligan

    makrosiklik sintetik juga telah menarik perhatian karena senyawa ini dapat

    digunakan sebagai model untuk sistem makrosiklik biologi rumit: metalloporpirin

    (hemoglobin, mioglobin, sitokrom, klorofil), korin (Vitamin B12) dan antibiotik

    (valinomicin, nonaktin). (Lisowski, Paryzek dan Patrionak, 2005)

    Kemungkinan penggunaan makrosiklik sintetik sebagai model untuk

    sistem biologi telah memberikan sebuah dorongan untuk terus melakukan

    penelitian dibidang ini.

    Senyawa makrosiklik sebenarnya sudah terdapat dialam. Senyawa ini

    mulanya banyak diteliti untuk perkembangan ilmu sistem biologi. Pada tahun

    1960-an, hanya dikembangkan satu jenis ligan makrosiklik yaitu ftalosianin

    terkonjugasi. Ftalosianin dan turunannya menghasilkan kemiripan struktur yang

    kuat dengan sistem porfirin alami. Ion logam dari ligan ftalosianin telah banyak

    diteliti dan banyak memiliki variasi. Sebagai contoh, ftalosianin jenis khusus

    menunjukkan sifat sebagai semikonduktor, sebagai katalis untuk beberapa

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 9

    Universitas Indonesia

    transformasi kimia dan telah menjadi topik untuk beberapa sistem biokimia.

    (Lindoy, 1989)

    Gambar 2.5 : Struktur ftalosianin

    Sejak tahun 1960-an, sejumlah besar senyawa makrosiklik telah banyak

    disintesis dan menghasilkan peningkatan penelitian dalam seluruh aspek sistem

    makrosiklik. Semenjak tahun itu pula muncul minat penelitian dalam hal peran

    ion logam pada sistem biologi dan telah banyak studi anorganik juga yang telah

    mempelajari studi senyawa kompleks baik makrosiklik alami maupun sintetik.

    (Lindoy, 1989)

    Berbeda dengan definisi makrosiklik dalam ilmu biologi, ternyata aspek

    makrosiklik secara kimia juga berhubungan dengan aplikasi pada bidang ilmu

    lain. Telah banyak penelitian yang luas yang dilakukan selama puluhan tahun

    akhir ini. Banyaknya perkembangan topik seperti katalisis ion-logam, sintesis

    organik, pemisahan ion-logam, metode analisis, juga aplikasinya dalam bidang

    industri, kesehatan dan yang lainnya. (Lindoy, 1989)

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 10

    Universitas Indonesia

    Gambar 2.6 Korelasi senyawa makrosiklik dalam bidang ilmu kimia.

    Sama seperti ligan polidentat sederhana yang lain, atom donor pada ligan

    makrosiklik umumnya memberikan ruang untuk berikatan kovalen koordinasi

    dengan atom pusat lainnya, baik dengan bilangan koordinasi empat, lima, enam.

    Atom donor yang berikatan koordinasi pada makrosiklik umumnya merupakan

    penggabungan tiga donor atom dari sembilan atau tiga belas atom makrosiklik

    yang lainnya. Untuk makrosiklik dengan jumlah atom donor empat, biasanya

    jumlah atom makrosikliknya antara 12 sampai 17, 15–21 atom yang ada dalam

    makrosiklik terdapat 5 atom donor, dan 18-21 atom dalam makrosiklik terdapat

    enam atom donor. (Lindoy, 1989)

    Senyawa makrosiklik

    Makrosiklik sintetis Makrosiklik Alam

    Kimia Bioanorganik

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 11

    Universitas Indonesia

    2.3 Metode Pembuatan Ligan Makrosiklik

    Secara umum metode pembuatan ligan makrosiklik terbagi menjadi dua

    kategori yaitu metode langsung dan metode template logam.

    2.3.1 Metode Langsung

    Metode langsung disebut juga sebagai metode non-template. Metode ini

    didefinisikan sebagai sintesis sistem cincin alisiklik yang menggunakan bahan

    awal rantai-terbuka yang nantinya disiklisasi melalui reaksi penutupan cincin.

    Siklisasi berlangsung melalui sebuah reaksi organik konvensional dan tidak

    bergantung pada pengaruh langsung ion logam. Reaksi ini berlangsung dengan

    suasana pelarut encer.

    Permasalahan ada ditemukan ketika siklisasi berlangsung selama

    prakteknya: hasil karbosiklik terbesar ada pada cincin terbesar (5-7 atom karbon),

    lebih sedikit pada cincin kecil (3-4 atom karbon) dan sangat rendah pada cincin

    medium (8-12 atom karbon). Hal ini berkaitan dengan efek tegangan dan efek

    entropi disisi lain. Pada cincin kecil tegangannya berlawanan dengan

    pembentukan, namun probabilitas pembentukan penutupan cincin lebih tinggi

    daripada kasus pada rantai cincin yang lebih panjang. Pada sebagian besar cincin

    dengan aktivasi entropinya negatif, dengan kata lain probabilitas yang rendah

    untuk mempertemukan pusat molekul dan selanjutnya proses siklisasi, umumnya

    diimbangi melalui tegangan cincin yang menurun drastis, sebaliknya pada cincin

    medium, sebagai tambahan terhadap probabilitas yang rendah untuk sisi aktif

    bahan awal, tegangan transanular selanjutnya mengurangi hasil siklisasi. Cincin

    besar tidak memiliki tegangan cincin sama sekali. Bagaimanapun juga,

    probabilitas sebuah pusat molekul untuk bertemu sangatlah kecil, dengan kata lain

    hasil dari siklisasi ini umumnya sedikit. (Weber dan Vögtle, 1992, hal. 3)

    Weber dan Vögtle juga menyatakan bahwa aspek prinsip pengenceran,

    dengan kata lain pemilihan antara perbedaan reaktan yang mungkin dan parameter

    reaksi (pelarut, laju penambahan, dan banyaknya pelarut), ditentukan seiring

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 12

    Universitas Indonesia

    dengan pengalaman penelitian yang ada saat dasar prinsip reaksi ini

    dikembangkan. Menurut Weber dan Vögtle terdapat beberapa teori yang telah

    dikembang oleh beberapa peneliti terkait dengan reaksi metode langsung ini,

    diantaranya :

    a. Teori Molaritas Efektif: Galii dan Mandolini mendefinisikan teori ini

    sebagai konsentrasi reaktan dimana saat proses intramolekular dan

    intermolekular berlangsung pada laju yang sama (kintra/kinter = 1). Bila

    konsentrasi reaksi sangat kecil, pembentukan cincin intramolelular lebih

    disukai. Untuk metode yang normal digunakan, dimana reaktan

    ditambahkan perlahan kedalam sebuah pelarut bervolume besar, laju

    penambahannya dapat ditentukan.

    b. Metode Monte Carlo: metode ini merupakan metode statistik murni yang

    menyimpulkan bahwa laju siklisasi tidak ditentukan pada ukuran

    makrosiklik yang terbentuk. Kesimpulannya antara lain:

    Dengan peningkatan pengenceran, bagian senyawa siklik

    meningkat pula dengan mengabaikan pembentukan oligomer linier

    dari senyawa yang sama.

    Prinsip pengenceran tidak terbatas pada beberapa ukuran cincin.

    Bukan laju absolut konstan yang menentukan sebuah keberhasilan

    siklisasi, namun rasio k/kc (k = konstanta laju pembentukan

    senyawa linier; kc = konstanta laju untuk siklisasi). Bila rasio k/kc

    kecil, pengaruh pengenceran kecil.

    Hasil terbaik diperoleh dengan menggunakan jumlah reaktan yang

    ekuivalen.

    c. Metode Fastrez: metode ini mempertimbangkan reaksi dari dua molekul

    simetris, monomer bifungsional (A-A dan B-B dengan fungsi A reaktif

    terhadap B) yang ditambahkan kepada sebuah pelarut dengan jumlah yang

    melimpah dalam laju yang konstan. Hasil teoritis yang dihitung –pada

    kesimpulan probabilitas pembentukan makrosiklik tidak dipengaruhi pada

    ukuran cincin tersebut, dengan kata lain efek entropi dapat diabaikan–

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 13

    Universitas Indonesia

    dengan memperhitungkan perbedaan persamaan untuk laju pembentukan

    kemungkinan produk yang berbeda.

    [Sumber: Weber dan Vögtle, 1992]

    Gambar 2.7 Perhitungan hasil oligomer siklik sebagai fungsi laju penambahan

    monomer.

    Dari perhitungan dan gambar diatas, Fazters mengambil beberapa

    kesimpulan, antara lain:

    Pada laju penambahan yang lambat, terbentuk dimer.

    Pada laju penambahan yang lebih tinggi, siklik oligomer yang

    terbentuk juga bertambah besar.

    Untuk mengurangi hasil dimer (n=2) dari 90% menjadi 10%, laju

    penambahan dinaikkan dengan faktor 104.

    Hasil dari tetramer, heksamer, dan yang lainnnya (n=4,6,...)

    sebagai fungsi laju penambahan yang kurvanya menyerupai bentuk

    lonceng dan tidak dipengaruhi oleh laju penambahan.

    Pada efek entropi yang dipertimbangkan, didapatkan hasil siklik

    tetramer kecil, heksamer, dan yang lainnya (n=4,6,...).

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 14

    Universitas Indonesia

    Disisi lain, beberapa peneliti telah menentukan konsentrasi maksimum

    yang lebih menyukai serangan intramolekular daripada serangan intermolekular

    yaitu pada konsentrasi 10-2

    –10-3

    mol/L.

    2.3.2 Metode Template Logam

    Pada kategori yang kedua ini, peningkatan produk siklik dipengaruhi

    oleh kehadiran ion logam yang berperan sebagai sebagai sebuah template untuk

    reaksi siklisasi. Terdapat banyak produk makrosiklik sintesis dengan metode

    template yang telah didokumentasikan dan dibuktikan menjadi sintesis yang

    penting selama bertahun-tahun.

    Strategi dasar dapat terlihat pada Gambar 2.8 dibawah. Pada Gambar

    2.8 dimisalkan lingkaran hitam sebagai atom donor yang dapat berikatan dengan

    ion logam. Ketika atom donor ini mengikat sebuah logam pusat tunggal dalam

    bentuk kelat, dua lingkaran yang terbuka dari sisi reaktif molekul terbawa

    semakin dekat dan terdapat probabilitas yang besar untuk reaksi intramolekular

    (yang memberikan produk makrosiklik) berlangsung. Perlu diingat, pada contoh

    ini produk siklik diperoleh sebagai bentuk kompleksnya. (Constable, 1995, hal.

    138).

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 15

    Universitas Indonesia

    [Sumber: Constable, 1995, hal. 139.]

    Gambar 2.8 Siklisasi template logam sebuah senyawa yang terdiri dari dua atom

    donor dan dua sisi reaktif. M ialah logam pusat, sedangkan lingkaran putih dan

    hitam dimisalkan sebagai reaktan.

    Reaksi template tidak hanya terbatas pada senyawa organik tunggal dan

    satu ion logam pusat. Pada Gambar 2.9 dibawah ini terdapat dua prekursor rantai

    terbuka berisi fungsi saling reaktif. Dalam reaksi yang tak terkontrol, produk

    normalnya ialah polimer. Namun, salah satu reaktan juga memiliki atom donor

    sehingga koordinasi kepada ion logam mencengkeram sisi reaktif dalam

    konformasi yang tepat untuk reaksi dengan senyawa organik yang kedua. Lebih

    penting lagi, setelah reaksi pertama berlangsung spesi intermediet secara langsung

    berorientasi untuk reaksi intramolekular. (Constable, 1995, hal. 139).

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 16

    Universitas Indonesia

    [Sumber: Constable, 1995, hal. 140].

    Gambar 2.9 Metode reaksi siklisasi template logam diantara dua reaktan rantai

    terbuka yang berbeda.

    Bagaimanapun juga, sintesis senyawa makrosiklik basa Schiff

    berdasarkan metode ini memiliki dua kerugian yang besar. Pertama, metode ini

    lebih sering tidak memungkinkan untuk mensistesis berdasarkan metode

    makrosiklik basa Schiff bebas-logam. Umumnya semakin lengkap dan semakin

    jelas kondensasi template, maka semakin kuat pula ion logam terikat pada lubang

    ligan makrosiklik. Sehingga, pada beberapa kasus lebih susah untuk mengisolasi

    ligan bebasnya dan setelah itu ketika melakukan proses demetalasi kompleks

    gugus imino (-C=N-R-) direduksi menjadi gugus amina (–CH2-NHR-) melalui

    demetalasi yang serempak. Kedua, metode template dari senyawa dikarbonil dan

    diamina biasanya menghasilkan kompleks makrosiklik yang simetris. Blok

    penyusun yang lain harus digunakan untuk memperoleh makrosiklik basa Schiff

    yang nonsimetris. (Borosiva, et.al., 2007, hal.48).

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 17

    Universitas Indonesia

    2.4 Basa Schiff

    Basa Schiff adalah senyawa yang terdiri dari gugus imina atau gugus

    azometin (R-C=N). Basa Schiff ini biasanya terbentuk melalui sebuah reaksi

    kondensasi amina primer dengan sebuah karbonil aktif. Senyawa ini pertama kali

    disintesis oleh seorang peneliti yang bernama Hugo Schiff pada tahun 1864.

    Reaksi untuk sintesis basa Schiff ini adalah reaksi reversibel, yang terbentuk

    intermediet sebuah karbinolamin, dan membutuhkan suasana kering (tanpa air),

    yang lebih sering dilakukan melalui distilasi dengan benzena untuk mendapatkan

    hasil terbanyak. Reaksinya merupakan reaksi katalis asam, namun katalis ini

    umumnya tidak dibutuhkan ketika terdapat serangan amina alifatik. (Collinson,

    et.al, 1996, hal.20).

    Hugo Schiff juga menemukan teknik percobaan pembuatan kompleks

    logam-imin dengan cara mereaksikan sebuah senyawa logam-salisilaldehid

    dengan sebuah amina primer. Teknik ini dapat juga digambarkan sebagai sebuah

    pendekatan logam-template mula-mula yang telah dikembangkan sebagai sebuah

    jalur efisien untuk sintesis ligan makrosiklik dan kompleks. Basa Schiff telah

    memegang peranan penting dalam perkembangan kimia koordinasi dikarenakan

    kestabilan kompleksnya dengan hampir semua logam transisi. Dalam bidang

    kimia bioanorganik, kompleks basa Schiff telah menjadi pusat dalam penelitian

    mengenai senyawa koordinasi. (Collinson, et.al, 1996, hal.20).

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 18

    Universitas Indonesia

    [Sumber: Collinson, et.al, 1996, hal.20]

    Gambar 2.10 Mekanisme reaksi pembentukan basa schiff

    2.5. Reaksi Aldehid dengan Amina Primer

    Aldehid dapat bereaksi dengan amonia yang merupakan nukleofil.

    Amonia akan menyerang gugus karbonil suatu aldehid dalam suatu reaksi adisi-

    eliminasi, reaksi ini dipercepat dengan kehadiran katalis runutan asam. Produk

    yang dihasilkan dari reaksi ini adalah suatu imina, yaitu suatu senyawa yang

    mengandung gugus C=N.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 19

    Universitas Indonesia

    [Sumber: Imine Formation, 2010]

    Gambar 2.11 Mekanisme pembentukan imina

    Imina tak tersubtitusi terbentuk dari NH3 tidak stabil dan kemungkinan

    besar dapat berpolimerisasi bila didiamkan. Namun bila digunakan amina primer

    (RNH2) sebagai ganti amonia, maka akan terbentuk imina tersubtitusi yang lebih

    stabil. Bentuk aldehid aromatik yang rigid juga dapat menghasilkan imina yang

    terstabil.

    [Sumber: Fessenden, 1982, hal.22]

    Gambar 2.12 contoh reaksi yang menghasilkan imina terstabilkan

    Mekanisme pembentukan imina (seperti yang tampak pada gambar 2.12)

    pada hakekatnya merupakan proses yang melibatkan dua tahapan. Tahap pertama

    ialah adisi amina nukleofilik pada karbonil yang bermuatan positif parsial, yang

    diikuti dengan lepasnya proton dari nitrogen dan diperolehnya proton dari

    oksigen.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 20

    Universitas Indonesia

    [Sumber: Fessenden, 1982, hal.23]

    Gambar 2.13 Mekanisme adisi nukleofilik pembentukan imina

    Tahap selanjutnya ialah protonasi gugus –OH, yang kemudian dapat lepas

    dalam bentuk air dalam suatu reaksi eliminasi.

    [Sumber: Fessenden, 1982, hal.23]

    Gambar 2.14 Mekanisme eliminasi pembentukan imina

    Proses pembentukan imina merupakan suatu reaksi yang bergantung

    pada pH. Pada tahapan pertama, bila larutan terlalu asam maka konsentrasi amina

    bebas dapat diabaikan (nilainya sangat kecil). Bila hal ini terjadi maka tahap adisi

    yang biasanya cepat menjadi lambat dan menjadi tahap penentu laju dalam

    rentetan tersebut. Pada tahapan kedua, pertambahan tingkat keasaman akan

    menyebabkan tahap 2 berjalan lebih cepat tetapi tahap 1 berjalan lebih lambat.

    Sebaliknya menurunnya keasaman menyebabkan tahap 1 akan berjalan lebih

    cepat, tetapi tahap 2 lebih lambat. Untuk itu diperlukan kondisi pH optimum

    untuk menghindari kedua pengaruh tersebut, pH yang disarankan adalah sekitar 3-

    4, dimana pada pH ini laju reaksinya paling tinggi. Pada pH ini, sebagian amina

    terprotonkan tetapi sebagian lain bersifat amina bebas yang mengawali adisi

    nukleofilik. Pada pH ini juga terdapat cukup asam sehingga eliminasi berjalan

    dengan laju yang pantas.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 21

    Universitas Indonesia

    2.6 Tereftalaldehid

    Nama IUPAC dari senyawa ini ialah 1,4-benzendikarboksialdehid. Sesuai

    dengan namanya, maka senyawa ini merupakan benzena yang mengikat gugus

    karbonil aldehid pada rantai C nomor 1 dan 4.

    Gambar 2.15 Struktur tereftalaldehid

    Secara fisik tereftalaldehid merupakan padatan bubuk yang berwarna putih

    dan tidak berbau dan akan terdekomposisi menjadi karbon monoksida dan karbon

    dioksida. Tereftalaldehid umumnya digunakan sebagai reaktan pembuatan suatu

    polimer atau senyawa makrosiklik.

    Tereftalaldehid memilki karakteristik sebagai berikut: (Material Safety,

    2010)

    Nama IUPAC : 1,4-Benzenedicarboxaldehyde

    Sinonim : Terephthaldicarboxaldehyde;

    terephthalaldehyde; p-Phthalaldehyde

    Rumus molekul : C8H6O2

    Masa molar : 134.13 g/mol

    Kelarutan : 3 g/L (50 ºC)

    Titik leleh : 114-116 ºC

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 22

    Universitas Indonesia

    2.7. Dietilentriamina (DETA)

    Dietilentriamina merupakan cairan higroskopis yang tidak berwarna, larut

    dalam air dan hidrokarbon. Dietilentriamina adalah sebuah analog dari dietilen

    glikol dan memiliki perilaku yang hampir sama dengan etilen diamin. DETA

    merupakan basa lemah dan cairan pelarutnya umumnya ialah alkalin. ( Diethylenetriamine, 2010)

    Gambar 2.16 Struktur dietilentriamin (DETA)

    Dietilentriamina memiliki karakteristik sebagai berikut

    (Diethylenetriamin, 2010) :

    Nama IUPAC : Bis(2-aminoethyl)amine

    Sinonim : N-(2-aminoethyl)-1,2-ethanediamine

    1,4,7-triazaheptane 3-azapentane-1,5-diamine

    Rumus molekul : C4H13N3

    Masa molar : 103.17 g/mol

    Densitas : 0.955 3 g/cm3

    Titik leleh : -35 °C

    Beberapa aplikasi dari dietilentriamin yang penting antara lain (DOW

    Specialty, 2010) :

    Diethylenetriamin (DETA) dapat digunakan sebagai agen pengkelat.

    Beberapa etilenamina dapat digunakan sebagai inhibitor korosi dalam

    operasi produksi petroleum. Reaksi antara dietilentriamina dengan asam

    lemak menghasilkan amidoamin dan mensubtitusi imidazolin, yang

    digunakan sebagai inhibitor dalam operasi produksi petroleum.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 23

    Universitas Indonesia

    Dietilentriamina digunakan dalam pembuatan polimer yang digunakan

    sebagai bahan untuk membantu proses pengeringan air.

    2.8 Spektrofotometri Inframerah

    Spektrofotometri Inframerah (Infra Red) merupakan suatu metode yang

    mengamati interaksi molekul dengan radiasi elektromagnetik yang berada pada

    daerah panjang gelombang 0,75–1.000 µm atau pada bilangan gelombang 13.000

    –10 cm-1

    . Radiasi elektromagnetik dikemukakan pertama kali oleh James Clark

    Maxwell, yang menyatakan bahwa cahaya secara fisis merupakan gelombang

    elektromagnetik, artinya mempunyai vektor listrik dan vektor magnetik yang

    keduanya saling tegak lurus dengan arah rambatan. (Spektrofotometri, 2010).

    Seperti halnya dengan tipe penyerapan energi yang lain maka molekul

    akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi bila mereka menyerap

    radiasi inframerah. Penyerapan radiasi inframerah merupakan proses kuantisasi.

    Hanya frekuensi (energi) tertentu dari inframerah akan diserap oleh molekul.

    Penyerapan radiasi inframerah sesuai dengan perubahan energi yang memiliki

    orde 2 hingga 10 Kkal/mol. (Sastrohamidjojo, 1990, hal. 3).

    Radiasi dalam kisaran energi ini sesuai dengan kisaran frekuensi vibrasi

    rentangan (stretching) dan vibrasi bengkokan (bending) dari ikatan kovalen dalam

    kebanyakan molekul. Dalam proses penyerapan maka energi yang diserap akan

    menaikkan amplitudo gerakan vibrasi ikatan dalam molekul. Namun demikian,

    perlu dicatat bahwa tidak semua ikatan dalam molekul dapat menyerap energi

    inframerah, meskipun frekuensi radiasi tetap sesuai dengan gerakan ikatan. Hanya

    ikatan yang mempunyai momen dipol dapat menyerap radiasi inframerah.

    (Spektrofotometri, 2010).

    Dasar spektroskopi infra merah dikemukakan oleh Hooke dan didasarkan

    atas senyawa yang terdiri atas dua atom atau diatom yang digambarkan dengan

    dua buah bola yang saling terikat oleh pegas seperti tampak pada Gambar 2.17

    dibawah. Jika pegas direntangkan atau ditekan pada jarak keseimbangan tersebut

    maka energi potensial dari sistim tersebut akan naik. (Spektrofotometri, 2010).

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 24

    Universitas Indonesia

    [Sumber: Spektrofotometri, 2010]

    Gambar 2.17 Dua buah bola saling terkait oleh pegas.

    Setiap senyawa pada keadaan tertentu telah mempunyai tiga macam

    gerak yaitu:

    1. Gerak Translasi, yaitu perpindahan dari satu titik ke titik lain.

    2. Gerak Rotasi, yaitu berputar pada porosnya, dan

    3. Gerak Vibrasi, yaitu bergetar pada tempatnya. (Spektrofotometri, 2010).

    Bila ikatan bergetar maka energi vibrasi secara terus menerus dan secara

    periodik berubah dari energi kinetik ke energi potensial dan sebaliknya. Jumlah

    energi total sebanding dengan frekuensi vibrasi dan tetapan gaya (k) dari pegas

    dan massa (m1 dan m2) dari dua atom yang terikat. Energi yang dimiliki oleh sinar

    inframerah hanya cukup kuat untuk mengadakan perubahan vibrasi.

    (Spektrofotometri, 2010).

    Panjang gelombang atau bilangan gelombang dan kecepatan cahaya

    dihubungkan dengan frekuensi melalui bersamaan berikut :

    E = mc2 (4.1)

    Energi yang timbul juga berbanding lurus dengan frekuensi dan

    digambarkan dengan persamaan Max Plank :

    E = hʋ = hс (4.2)

    sehingga :

    mс2 = hc (4.3)

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 25

    Universitas Indonesia

    nλ = h (4.4)

    mc

    Dimana :

    E = Energi, Joule

    h = Tetapan Plank; 6,6262 x 10-34

    J.s

    c = Kecepatan cahaya; 3,0 x 1010

    cm/detik

    n = indeks bias (dalam keadaan vakum harga n = 1)

    l = panjang gelombang; cm

    u = frekuensi; Hertz

    Dalam spektroskopi inframerah panjang gelombang dan bilangan

    gelombang merupakan nilai yang digunakan untuk menunjukkan posisi dalam

    spektrum serapan. Panjang gelombang biasanya diukur dalam mikron atau mikro

    meter (µm). Sedangkan bilangan gelombang (ʋ) adalah frekuensi dibagi dengan

    kecepatan cahaya, yaitu kebalikan dari panjang gelombang dalam satuan cm-1

    .

    Persamaan dari hubungan kedua hal tersebut diatas adalah : (Spektrofotometri,

    2010).

    1

    (4.5)

    Posisi pita serapan dapat diprediksi berdasarkan teori mekanikal tentang

    osilator harmoni, yaitu diturunkan dari hukum Hooke tentang pegas sederhana

    yang bergetar, yaitu :

    k

    c2

    1 (4.6)

    dimana :

    )(

    )(

    21

    21

    mm

    mm

    (4.7)

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 26

    Universitas Indonesia

    Keterangan :

    c = kecepatan cahaya : 3,0 x 1010

    cm/detik

    k = tetapan gaya atau kuat ikat, dyne/cm

    µ = massa tereduksi

    m = massa atom, gram

    Setiap molekul memiliki harga energi yang tertentu. Bila suatu senyawa

    menyerap energi dari sinar inframerah, maka tingkatan energi di dalam molekul

    tersebut akan tereksitasi ke tingkatan energi yang lebih tinggi. Sesuai dengan

    tingkatan energi yang diserap, maka yang akan terjadi pada molekul itu adalah

    perubahan energi vibrasi yang diikuti dengan perubahan energi rotasi.

    (Spektrofotometri, 2010).

    Metode Spektroskopi inframerah ini dapat digunakan untuk

    mengidentifikasi suatu senyawa yang belum diketahui, karena spektrum yang

    dihasilkan spesifik untuk senyawa tersebut. Metode ini banyak digunakan karena:

    a) Cepat dan relatif murah

    b) Dapat digunakan untuk mengidentifikasi gugus fungsional dalam

    molekul (Tabel 2.1)

    c) Spektrum inframerah yang dihasilkan oleh suatu senyawa adalah khas

    dan oleh karena itu dapat menyajikan sebuah ranah sidik jari

    (fingerprint) untuk senyawa tersebut. (Spektroskopi, 2010).

    Tabel 2.1 Serapan khas beberapa gugus fungsi

    Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1

    )

    C-H Alkana 2850-2960, 1350-1470

    C-H Alkena 3020-3080, 675-870

    C-H Aromatik 3000-3100, 675-870

    C-H Alkuna 3300

    C=C Alkena 1640-1680

    C=C Aromatik (cincin) 1500-1600

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

    http://id.wikipedia.org/wiki/Spektrumhttp://id.wikipedia.org/wiki/Gugus_fungsional

  • 27

    Universitas Indonesia

    C-O Alkohol, eter, asam

    karboksilat, ester

    1080-1300

    C=O Aldehida, keton, asam

    karboksilat, ester

    1690-1760

    O-H Alkohol, fenol (monomer) 3610-3640

    O-H Alkohol, fenol (ikatan H) 2000-3600 (lebar)

    O-H Asam karboksilat 3000-3600 (lebar)

    N-H Amina 3310-3500

    C-N Amina 1180-1360

    NO2 Nitro 1515-1560, 1345-1385

    [Sumber: Spektrofotometri, 2010]

    2.9 Matrix-AssistedlLaser Desorption/Ionization – Mass Spectra

    Matrix-assisted laser desorption/ionization ialah sebuah teknik ionisasi

    halus yang digunakan pada spektroskopi massa, yang menyediakan analisis

    biomelokul (biopolimer seperti protein,peptida dan gula) dan molekul organik

    secara luas (seperti polimer, dendrimer dan makromolekul), yang cenderung

    bersifat mudah pecah dan terfragmen ketika diionisasikan melalui metode ionisasi

    yang lebih konvensional. Proses ionisasinya ditembakkan melalui sebuah berkas

    sinar laser (umumnya sebuah laser nitrogen). Sebuah matriks digunakan untuk

    melindungi biomolekul dari kerusakan yang diakibatkan secara langsung oleh

    berkas sinar laser dan untuk memfasilitasi penguapan dan ionisasi.

    Sebuah matriks biasanya merupakan molekul yang terkristalisasikan.

    Larutan dari molekul matriks dibuat, biasanya pada sebuah campuran air murni

    dan pelarut organik (umumnya asetonitril atau etanol). Larutan matriks

    dicampurkan dengan analit. Pelarut organik mampu melarutkan molekul

    hidrofobik, ketika air melarutkan molekul yang hidrofilik. Larutan ini ditempatkan

    ke dalam pelat maldi (biasanya merupakan sebuah logam yang didesain untuk

    tujuan ini). Pelarutnya akan menguap, hanya meninggalkan matriks yang

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 28

    Universitas Indonesia

    terekristalisasikan, namun sekarang dengan molekul analit yang tersebar

    disepanjang kristal.

    Laser dibakar pada kristal yang ada dalam titik MALDI. Matriks

    selanjutnya menyerap energi laser dan yang menjadi perhatian ialah bahwa

    matriksnya terionisasikan saat itu juga. Matriks selanjutnya membawa bagian

    muatannya kepada molekul analit, sehingga mengionisasi keduanya ketika masih

    melindungi mereka dari perusakan akibat energi sinar laser. Ion yang teramati

    setelah proses ini terdiri dari molekul netral [M] dan pertambahan atau

    pengurangan ion. Secara bersama-sama, mereka membentuk sebuah ion kuasi-

    molekular, sebagai contoh [M+H]+ dalam kasus sebuah penambahan proton,

    [M+Na]+ dalam kasus penambahan ion natrium, atau [M+H]

    - dalam kasus proton

    yang terhilangkan. Teknik MALDI mampu membuat ion bermuatan singel, tetapi

    muatan ion gabungan ([M+nH]n+

    ) dapat juga dibuat, sebagai fungsi matriks,

    intensitas laser atau tegangannya digunakan.

    [Sumber: MALDI-TOF mass spectrometry, 2010]

    Gambar 2.18 Skema instrumen MALDI-TOF MS

    Tipe spektroskopi massa yang paling banyak digunakan dengan MALDI

    yaitu TOF MS (time of flight mass spectrometer), umumnya dikarenakan ranah

    massa yang luas. Prosedur pengukuran TOF juga ideal digabungkan dengan

    proses ionisasi MALDI karena sinyal berkas sinar laser memberikan tembakan

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 29

    Universitas Indonesia

    masing-masing daripada yang dikerjakan pada pengoperasian kontinu. Instrumen

    MALDI-TOF secara khusus diperlengkapi dengan sebuah “kaca ion”, yang

    membelokkan ion dengan sebuah medan elektrik, dengan cara demikian akan

    menggandakan garis edar ion dan meningkatkan resolusinya.

    Teknik MALDI merupakan metode analisis yang cepat dan sederhana

    yang memberikan kesempatan menganalisis hasil sintesis dengan sederhana.

    Beberapa makromolekul hasil sintetis, seperti katenan dan rotaxan, dendrimer atau

    polimer bercabang yang memiliki berat molekul ratusan bahkan ratusanribu,

    dimana teknik ionisasi sulit untuk menghasilkan ion molekular ini, dapat

    dianalisis dengan instrumen ini.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 30

    Universitas Indonesia

    BAB 3

    METODOLOGI PENELITIAN

    3.1. ALAT DAN BAHAN

    3.1.1 Alat

    1. Peralatan gelas

    2. Neraca analitik

    3. Tabung nitrogen

    4. Mikropipet

    5. Peralatan distilasi

    6. Hot Plate

    7. Heating mantel

    8. Pengaduk magnet

    9. Evaporator

    10. Spektroskopi Infra Merah

    12. Alat uji titik leleh

    3.1.2. Bahan

    1. Tereftalaldehid p.a 5. Toluen p.a

    2. Dietilentriamina p.a 6. CaCl2 teknis

    3. Asetonitril p.a 7. Dietil eter teknis

    4 Kloroform p.a

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 31

    Universitas Indonesia

    3.2. PROSEDUR KERJA

    3.2.1 Pembuatan Larutan

    3.2.1.1 Preparasi Agen Pengering CaCl2

    Agen pengering yang digunakan ialah CaCl2 untuk reaksi dengan

    pelarut asetonitril. Sebanyak 10 gram CaCl2 dipanaskan dalam tanur

    selama 2 jam pada suhu 300o C. Padatan CaCl2 diambil secukupnya untuk

    kemudian dimasukkan kedalam labu bulat yang berisi pelarut asetonitril

    untuk selanjutnya didistilasi.

    3.2.1.2 Pembuatan Pelarut Asetonitril Kering

    Pelarut yang digunakan dalam percobaan ini haruslah merupakan

    pelarut kering. Asetonitril kering melalui distilasi sederhana dengan CaCl2

    (titik didih 79-80°C) hingga didapatkan asetonitril kering seluruhnya.

    Sebanyak ±300 mL asetonitril didistilasikan bersama padatan CaCl2.

    Selama reaksi berlangsung, gas nitrogen dialirkan perlahan-lahan.

    3.2.1.3 Pembuatan Pelarut Diklorometan Kering

    Diklorometan kering dihasilkan melalui distilasi sederhana dengan

    CaCl2 (titik didih 40°C). Sebanyak ±300 mL diklorometan didistilasikan

    bersama padatan CaCl2. Selama reaksi berlangsung, gas nitrogen dialirkan

    perlahan-lahan.

    3.2.1.4 Pembuatan Pelarut Kloroform

    Klorofrom 300 mL dimurnikan dengan distilasi sederhana tanpa

    penambahan agen pengering. Selama distilasi gas nitrogen dialirkan

    perlahan-lahan.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 32

    Universitas Indonesia

    3.2.1.5 Pembuatan Larutan Tereftalaldehid 0,059 M

    Padatan tereftalaldehid ditimbang sebesar 0,5000 gram dan selanjutnya

    dilarutkan pada 63 mL asetonitril kering.

    3.2.1.6 Pembuatan Larutan Dietilentriamina 0,032 M

    Dietilentriamina diambil 0,4020 mL dengan menggunakan pipet mikro

    berukuran 100–1000 μ untuk selanjutnya dilarutkan dalam 117 mL asetonitril

    kering.

    3.2.2 Pembuatan Senyawa Makrosiklik Basa Schiff

    Pembuatan Makrosiklik Basa Schiff diawali dengan pencampuran

    dietilentriamina 0,032 M kedalam labu bulat leher tiga dan distirer selama

    beberapa menit. Larutan tersebut selanjutnya ditambahkan tereftalaldehid 0,059 M

    tetes demi tetes selama ±4 jam. Larutan selanjutnya diaduk dengan pengaduk

    magnet selama 20 jam. Endapan yang terbentuk selanjutnya didekantasi. Residu

    yang didapat selanjutnya dicuci dengan menggunakan dietil eter (2x20 mL).

    Endapan yang terbentuk direkristalisasi dengan menggunakan toluen panas.

    3.2.3 Variasi Pelarut pada Pembuatan Ligan Makrosiklik Basa Schiff

    Pada percobaan ini dilakukan sintesis ligan makrosiklik dengan variasi

    pelarut. Pelarut yang divariasikan adalah asetonitril, diklorometan dan kloroform.

    Prosedur yang digunakan untuk setiap penggunaan pelarut sama, yaitu

    menggunakan metode pada bagian 3.2.2 Pembuatan makrosiklik basa Schiff.

    Jumlah volume maupun mmol yang digunakan untuk setiap reaksi sama pada

    semua pelarut.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 33

    Universitas Indonesia

    3.2.4 Variasi Temperatur pada Pembuatan Ligan Makrosiklik Basa Schiff

    Reaksi pembuatan ligan makrosiklik basa Schiff akan diuji juga pada

    beberapa variasi temperatur. Variasi temperatur yang dilakukan yaitu pada

    temperatur (i) 5-15oC ; (ii) temperatur ruang ± 25oC ; (iii) 75oC dengan sistem

    refluks. Reaksi tetap dilakukan dalam pelarut asetonitril dengan tiap reaktan 3.75

    mmol dan reaksi diaduk selama 20 jam.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 34

    Universitas Indonesia

    BAB 4

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1 Reaksi Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam Pelarut

    Asetonitril pada Suhu Ruang.

    Reaksi pembuatan ligan makrosiklik umumnya merupakan aplikasi dari

    prinsip reaksi kondensasi, dimana pada reaksi kondensasi terjadi penggabungan

    dua molekul dan melepaskan molekul terkecil. Molekul terkecil dalam reaksi ini

    ialah H2O. Pada reaksi pembuatan ligan makrosiklik juga dihasilkan molekul H2O

    sebagai produk sampingan. Reaksi pembuatan senyawa makrosiklik poliaza basa

    Schiff juga merupakan aplikasi dari prinsip pembentukan ikatan imina (-C=N-).

    Reaksi pembentukan ikatan imina umumnya membutuhkan suasana reaksi kering

    atau tanpa air.

    Pada penelitian kali ini, sintesis senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff

    dibuat dengan reaktan utama tereftalaldehid dan dietilentriamina. Metode

    pembuatan ligan menggunakan metode langsung.

    4.1.1 Pembuatan Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam Pelarut

    Asetonitril pada Suhu Ruang

    Tabel 4.1: Perbandingan hasil senyawa makrosiklik pada beberapa variasi

    No Kondisi Reaksi Variasi Hasil Pengamatan Hasil

    Reaksi

    1

    mmol reaktan = 3,75

    mmol dan lama

    reaksi = 20 jam, T =

    ± 25oC

    Pelarut

    Diklorometan

    Larutan berwarna

    kuning

    -

    2 Pelarut

    Kloroform

    Larutan berwarna

    coklat pekat.

    -

    3 Pelarut

    Asetonitril

    Larutan kuning dan

    terdapat endapan

    18,64%

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 35

    Universitas Indonesia

    putih kekuningan

    4

    mmol reaktan = 3,75

    mmol, lama reaksi =

    20 jam, pelarut =

    asetonitril

    T = 5-15oC

    Larutan kuning dan

    terdapat endapan

    putih 32,15%

    5

    T = ± 25oC

    Larutan kuning dan

    terdapat endapan

    putih kekuningan 18,64%

    6 T = 75oC

    sistem refluks

    Larutan kuning

    cerah -

    Pada penelitian kali ini pelarut yang digunakan ialah asetonitril.

    Asetonitril digunakan dalam reaksi karena pelarut ini melarutkan tereftalaldehid

    dan dietilentriamina dengan sempurna. Dengan adanya gugus nitril pada molekul

    asetonitril, maka senyawa ini bersifat relatif polar dan merupakan pelarut polar

    aprotik. Polaritas suatu pelarut yang digunakan haruslah cukup tinggi untuk

    melarutkan reaktan awal, yang berarti lebih polar daripada produk yang

    diharapkan. Pengeringan asetonitril dilakukan melalui distilasi sederhana yang

    ditambahkan CaCl2 sebagai agen pengering. Sebagai agen pengering, CaCl2 tidak

    bereaksi dengan asetonitril dan memiliki daya serap air yang cukup besar. Untuk

    semua reaksi, CaCl2 terlebih dulu dipanaskan selama 2 jam pada suhu 300oC.

    Larutan distilat selanjutnya langsung digunakan dalam reaksi pembuatan senyawa

    makrosiklik poliaza basa Schiff.

    Cairan dietilentriamina 0,032 M dalam 117 mL asetonitril kering

    diaduk dengan pengaduk magnet, selanjutnya ditambahkan tereftalaldehid 0,059

    M dalam 62 mL asetonitril tetes demi tetes. Digunakan buret untuk menambahkan

    tereftalaldehid tetes demi tetes. Selama penambahan tereftalaldehid, reaksi tetap

    diaduk dengan menggunakan pengaduk magnet dan sesekali pada reaktor

    dialirkan gas nitrogen. Penambahan perlahan-lahan ini dilakukan dalam waktu

    selama 4 jam. Setelah itu reaksi tetap diaduk dengan pengaduk magnet selama 20

    jam.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 36

    Universitas Indonesia

    Setelah direaksikan selama 20 jam, pada dasar labu bulat timbul

    padatan putih kekuningan dan larutan yang semula bening berubah menjadi

    kuning cerah. Padatan ini didekantasi dan dicuci dengan dietil eter 20 mL

    sebanyak 2 kali. Padatan hasil reaksi selanjutnya direkristalisasikan dengan

    menggunakan toluen panas. Toluen panas melarutkan hampir seluruh padatan

    tersebut. Pada proses rekristalisasi dengan toluen panas, masih terdapat padatan

    yang tidak mau melarut walau dengan penambahan toluen berlebih. Padatan yang

    tidak melarut ini selanjutnya dipisahkan. Padatan yang tidak larut dalam toluen ini

    merupakan produk polimer, karena setelah dikeringkan padatan ini berbentuk

    padatan polimer kuning yang memadat.

    Padatan hasil reaksi yang larut dalam toluen panas selanjutnya

    didiamkan untuk mengalami kristalisasi alami. Setelah 2 hari, timbul kristal putih

    kekuningan yang menempel pada dinding kaca arloji. Kristal ini selanjutnya

    ditimbang dan dikarakterisasi menggunakan spektrokopi inframerah, MALDI-

    TOF spektra massa, uji titik leleh. Berat kristal yang diperoleh ialah 0,1398 gram

    dengan persen hasil sebesar 18,64%.

    Gambar 4.1 Kristal ligan makrosiklik poliaza basa Schiff

    Sebuah prosedur sintesis langsung yang melibatkan reaksi, pada

    konsentrasi yang equimolar, dari dua reagen mengabungkan fragmen yang

    dibutuhkan untuk target makrosiklik seperti sebuah kondensasi 1:1 yang terjadi.

    Reaksi seperti ini sering ditunjukkan pada kondisi pelarut sangat encer yang

    cenderung untuk menyukai proses siklisasi dengan meningkatkan probabilitas dari

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 37

    Universitas Indonesia

    setengah bagian reaksi yang sudah separuh terkondensasikan dengan bagian

    kepala-ke-ekor nya sendiri daripada mengalami kondensasi intermolekular dengan

    senyawa lain dalam larutan reaksi. Bila pada akhirnya terjadi, maka hal ini

    merupakan tahapan awal proses oligomerisasi atau polimerisasi yang tidak akan

    menghasilkan produk makrosiklik yang diharapkan. (Lindoy, 1989, hal.22)

    Reaksi ini merupakan reaksi antara senyawa dikarbonil dengan

    senyawa diimina yang kemudian menghasilkan produk ikatan imina. Pada

    mekanisme pembentukan senyawa imina, atom donor nitrogen berperan sebagai

    nukleofil. Dietilentriamina yang memiliki tiga atom nitrogen pada reaksi ini

    berperan sebagai nukleofil. Gugus nitrogen yang selanjutnya bereaksi dengan

    gugus karbonil pada tereftalaldehid ialah nitrogen primer. Ikatan imina yang

    dihasikan dari sebuah amina primer biasanya bersifat lebih stabil dan tak mudah

    terpolimerisasi.

    Tereftalaldehid berperan sebagai elektrofil. Gugus karbonil pada

    tereftalaldehid akan bermuatan relatif positif, sehingga akan berikatan dengan

    amina primer pada dietilentriamina yang bermuatan relatif negatif. Senyawa

    tereftaldehid mengandung 2 gugus karbonil dan terikat pada suatu cincin benzena

    sehingga bentuk molekul senyawa relatif lebih rigid dibanding senyawa karbonil

    sederhana lainnya. Bentuk yang rigid dari suatu senyawa dikarbonil menambah

    kestabilan produk ikatan imina yang terbentuk. Dengan struktur dikarbonil yang

    rigid dan amina primer pada dietilentriamina maka ikatan imina pada ligan

    makrosiklik poliaza basa Schiff yang terbentuk bersifat lebih stabil.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 38

    Universitas Indonesia

    Gambar 4.2 Reaksi pembentukan senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff

    Pada umumnya, reaksi pembentukan makrosiklik akan mengalami

    persaingan dengan reaksi pembentukan polimer dari kedua reaktan tersebut. Maka

    dibutuhkan kondisi khusus agar produk makrosiklik yang diingankan terbentuk.

    Prioritas utama dalam metode langsung ialah untuk memaksimalkan produk yang

    diinginkan dengan cara memilih strategi yang tepat yang akan menghambat

    polimerisasi dan reaksi lain. Senyawa polimer sering merupakan produk utama

    ketika reaksi makrosiklik direaksikan pada keadaan yang tidak tepat.

    Gambar 4.3 struktur polimer kondensasi yang mungkin terbentuk

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 39

    Universitas Indonesia

    Target utama produk dari reaksi antara dikarbonil dan diamina ini ialah

    makrosiklik basa Schiff [2+2]. Pada sintesis kali ini, reaksi yang berlangsung

    merupakan siklokondensasi [2+2], menandakan bahwa tiap 2 molekul

    tereftalaldehid akan bereaksi dengan 2 molekul dietilentriamina membentuk

    sebuah molekul makrosiklik basa Schiff. Diamina merupakan bentuk alifatik yang

    paling reaktif untuk reaksi kondensasi Schiff. Bila dua gugus amina dihubungkan

    melalui bidang sentuh alifatik yang fleksibel, maka mereka dapat bereaksi dengan

    spontan dan produk biasanya tidak dapat dihentikan pada tahapan penambahan

    produk kondensasi [1+1] nonsiklik.

    Ugras dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa produk siklik lebih

    disukai secara termodinamika daripada produk polimer dan lamanya waktu reaksi

    memungkinkan spesi basa Schiff ter-redistribusi dari oligomernya, yang

    menandakan secara kinetika ia lebih disukai ini, kepada bentuk basa Schiff siklik

    yang lebih stabil secara termodinamika. (Ugras, 2005).

    Salah satu teknik tepat untuk mereaksikan kedua reaktan ialah dengan

    penambahan tetes demi tetes pada laju penambahan yang lambat. Laju

    penambahan yang lambat ditunjukkan melalui waktu penambahan yang cukup

    lama untuk beberapa mililiter pelarut. Tereftalaldehid dalam 63 mL pelarut

    ditambahkan tetes demi tetes selama kurun waktu 4 jam. Sebagai konsekuensinya,

    konsentrasi reagen yang tidak bereaksi dalam larutan pada kurun waktu tersebut

    sangatlah kecil. Umumnya reaksi makrosiklik ini dikerjakan selama kurun waktu

    berhari-hari untuk menghasilkan persen hasil makrosiklik yang besar.

    Teknik lain yang digunakan untuk menghindari pembentukan produk

    polimer yang lebih banyak ialah melalui pemilihan kondisi reaksi yang encer

    (pelarut yang melimpah). Dengan pelarut yang melimpah pada reaktan, maka

    probabilitas adanya serangan intramolekular antara kedua reaktan lebih besar

    daripada serangan intermolekular (pembentukan polimer). Pada reaksi pembuatan

    senyawa makrosiklik poliaza basa Schiff ini digunakan pula sistem dengan pelarut

    yang encer. Sebanyak 3,75 mmol tiap reaktan direaksikan dalam 117 mL pelarut.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 40

    Universitas Indonesia

    Umumnya untuk sintesis makrosiklik, pelarut yang digunakan berkisar 500 mL

    dengan mmol reaktan yang relatif sedikit. Penulis hanya menggunakan ±200 mL

    pelarut, pertama kali untuk menguji apakah akan terbentuk senyawa makrosiklik

    pada milimol dan mililiter pelarut yang relatif lebih sedikit.

    Produk yang didapatkan relatif kecil yaitu 0,1398 gram dengan persen

    hasil sebesar 18,64%. Pada hasil reaksi ini menandakan bahwa produk masih

    sangat kecil dan kemungkinan produk polimer yang dihasilkan lebih besar

    persentasenya. Hasil ini cukup kecil bila dibandingkan dengan hasil ligan dari

    percobaan yang sama yang telah dilakukan oleh Habibi pada tahun 2003 yaitu

    sebesar 75 %, dimana jumlah mol tiap reaktan sebesar 9 mmol. (Habibi dan

    Idzakah, 2004).

    Jumlah pelarut yang digunakan oleh penulis untuk mensintesis ligan

    makrosiklik relatif kecil bila dibandingkan dengan metode umum pembuatan ligan

    makrosiklik dengan metode langsung. Molaritas dietilentriamina dalam 117 mL

    pelarut adalah 0,032 M sedangkan molaritas tereftalaldehid dalam 63 mL pelarut

    adalah 0,059 M. Secara teroritis, kelarutan tiap reaktan dalam 180 mL pelarut

    sebesar 0,0208 mol/L. Hasil kelarutan dan molaritas tiap reaktan nilainya lebih

    kecil dari angka kelarutan minimum yang memungkinkan suatu penyerangan

    intramolekular yang lebih dominan. Pada Bab Tinjauan Pustaka, telah dibahas

    bahwa konsentrasi minimum tiap reaktan agar serangan intramolekular lebih

    dominan daripada serangan intermolekular ialah sebesar 10-2

    –10-3

    mol/L. Dengan

    nilai konsentrasi yang relatif besar, probabilitas produk membentuk senyawa

    makrosiklik memang sangatlah kecil. Dapat disimpulkan bahwa dengan mmol

    sebesar 3,75 mmol untuk tiap reaktan hanya dapat membentuk senyawa

    makrosiklik dengan persentase yang sedikit.

    Hal lain yang menjadi penyebab sedikitnya persen hasil produk, ialah

    penggunaan pelarut yang kurang terkondisikan kering. Pelarut asetonitril yang

    kering, menurut beberapa literatur, sebaiknya disimpan dalam penyaring

    molekular ukuran 0.3 nm. Agen pengering yang cukup baik untuk asetonitril ialah

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 41

    Universitas Indonesia

    CaH2, sedangkan penulis menggunakan CaCl2 teknis. Kemungkinan besar, setelah

    didistilasikan pun asetonitril belum sepenuhnya dalam kondisi bebas air, sehingga

    akan mempengaruhi hasil ligan makrosiklik yang terbentuk.

    Pada sistem makrosiklik, beberapa penelitian tidak mencantumkan nama

    molekul senyawa makrosiklik yang berhasil disintesis. Sehingga untuk mengenal

    jenis makrosikliknya, beberapa hanya dapat dilihat dari senyawa awalnya. Hal ini

    mungkin dikarenakan penamaan molekul makrosiklik yang cukup sulit

    dibandingkan dengan penamaan senyawa organik yang lebih sederhana lainnya.

    Beberapa literatur organik hanya mencantumkan penulisan tata nama senyawa

    organik untuk yang lebih sederhana. Pada jurnal acuan utama, ligan makrosiklik

    tidak diberi nama spesifik. Namun pada jurnal yang berjudul The Synthesis of New

    Binucleating Polyaza Macrocyclic and Macrobicyclic Ligands : Dioxygen

    Affinities of The Cobalt Complexes, penulisnya memberikan nama ligan

    makrosiklik ini : Bis-p-xylil-bis-DIEN.

    4.1.2 Karakterisasi Ligan Makrosiklik Poliaza Basa Schiff dalam Pelarut

    Asetonitril pada Suhu Ruang.

    4.1.2.1 Uji Titik Leleh

    Produk diambil sedikit lalu dimasukkan kedalam pipa kapiler. Sampel ini

    selanjutnya diletakkan pada lubang yang ada di alat uji titik leleh. Pemanasan

    sampel dilakukan secara manual dan berkala pada selang waktu beberapa menit.

    Saat memanaskan sampel, temperatur tetap diamati agar nilai titik lelehnya dapat

    teramati akurat. Jenis alat yang digunakan untuk menguji titik leleh ini adalah

    Barnstead-electrothermal/Thermo scientifis 1002DQ dan menggunakan

    termometer raksa sebagai pengukur suhu.

    Kristal ligan makrosiklik teramati mulai meleleh pada temperatur 155oC

    dan terus meleleh hingga temperatur 160oC. Dapat ditulis bahwa rentang titik

    leleh ligan makrosiklik tersebut sebesar 155oC – 160

    oC.

    Sintesis karakterisasi..., Trijan Riana, FMIPA UI, 2010.

  • 42

    Universitas Indonesia

    Sedangkan pada penelitian sebelumnya, dicatat rentang titik lelehnya

    berkisar 155oC-157

    oC. Kedua uji titik leleh ini menghasilkan nilai yang berbeda,

    perbedaan ini bisa saja diakibatkan oleh perbedaan jenis alat uji titik lelehnya,

    perbedaan subjek si pengamat, dan perbedaan banyak tidaknya pengotor yang ada

    dalam kristal ligan tersebut.

    4.1.2.2 Karakterisasi dengan Spektroskopi Inframerah

    Pada karakterisasi tahap ini, akan dilihat spektra serapan pada panjang

    gelombang inframerah tiap gugus fungsi yang ada pada kristal. Pelet KBr

    digunakan sebagai standar awal. Tabel dibawah ini menunjukkan perbandingan

    serapan secara teori dan yang diperoleh pada pengukuran :

    Tabel 4.2 Perbandingan Spektra Inframerah beberapa gugus fungsi pada produk

    ligan makrosiklik pada temperatur ruang dalam pelarut asetonitril

    No Jenis Ikatan λ teoritis ( cm-1) λ pengukuran (cm-1)

    1 Ikatan imina

    -C=N-

    1640 – 1690 1643,5

    2 1,4-Benzena tersubtitusi 800 – 850 837,11

    3 Uluran –N-H- 3000 3305,99

    4 Karbonil Aldehid C=O 1700 - 1725 -

    5 Uluran –C-H- sekunder 2900 2918

    Pada Tabel 4.2 dapat dilihat terjadi beberapa pergeseran spektra serapan

    inframerah untuk gugus yang s