Upload
deska-ardian
View
65
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
PENGARUH INVESTASI PMA, PMDN, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PENGANGGURAN DI
PROVINSI BANTEN
USULAN PENELITIAN
OlehMuhamad IsmetNIM 555100187
FAKULTAS EKONOMIJURUSAN ILMU EKONOMI PROGRAM STUDI
EKONOMI PEMBANGUNAN2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulilllah, segala puji bagi ALLAH SWT, Tuhan
semesta alam yang telah memberikan rahmat, hidayah dan innayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penulisan usulan penelitian ini dengan judul :
“PENGARUH INVESTASI, INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA DAN
PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP PENGANGGURAN DI
PROVINSI BANTEN”. Penulisan usulan penelitian ini merupakan salah satu
syarat yang harus dipenuhi untuk mencapai gelar Sarjana Ekonomi pada Jurusan
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
Penulis menyadari bahwa salama proses penulisan usulan penelitian ini penulis
banyak mendapatkan bantuan tenaga, materi, informasi, waktu, maupun dorongan
yang tidak terhingga dari berbagai pihak. Penulis menyadari dengan sedalam-
dalamnya bahwa usulan penelitian ini masih sangat sederhana dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu apabila ada kritik dan saran yang bersifat membangun
demi lebih sempurnanya usulan penelitian ini, senantiasa dapat penulis terima.
Serang , MARET 2014
DAFTAR ISIHalaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................................
i
KATA
PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................
iii
I LATAR BELAKANG
PENELITIAN.........................................................................1
II RUMUSAN
MASALAH.............................................................................................4
III MAKSUD DAN TUJUAN
PENELITIAN...............................................................5
IV MANFAAT
PENELITIAN.......................................................................................5
V KERANGKA
PEMIKIRAN.......................................................................................6
VI METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi
Penelitian...........................................................................................8
B. Variabel
penelitian............................................................................................9
C. Metode Pengumpulan
Data..............................................................................8
D. Teknik Analisis
Data........................................................................................12
E. Hipotesis
Penelitian..........................................................................................13
F Jadual
Penelitian................................................................................................15
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG MASALAH
Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dalam
pengelompokan Negara berdasarkan taraf kesejahteraan masyarakatnya, dimana
salah satu permasalahan yang dihadapi oleh negara-negara berkembang termasuk
Indonesia adalah masalah pengangguran. Masalah pengangguran penting untuk
dianalisa karena pengangguran ini akan menimbulkan gejolak sosial politik yang
dapat mengganggu stabilitas ekonomi suatu Negara. Besarnya angka
pengangguran dapat dikatakan sangat penting dalam mengukur keberhasilan
pembangunan ekonomi. Hal ini dikarenakan pengangguran merupakan salah satu
indikator untuk menunjukkan tingkat kesejahteraan akibat dari pembangunan
ekonomi. Jumlah penduduk yang semakin meningkat diikuti pula dengan jumlah
angkatan kerja yang meningkat akan meningkatkan jumlah pengangguran apabila
tidak diimbangi dengan peningkatan kesempatan kerja, investasi penanaman
modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negri (PMDM), Pengeluaran
pemerintah. Masalah pengangguran juga merupakan masalah yang sangat
berhubungan dengan siklus ekonomi. Masalah pengangguran tidak mungkin
terjadi jika pertumbuhan suatu Negara tersebut tinggi. Tingginya pertumbuhan
ekonomoi jika diikuti oleh melonjaknya jumlah pertumbuhan penduduk yang
tinggi pula tentu tidak akan mengurangi pengangguran. Masalah pengangguran
adalah masalah social yang merupakan mata rantai dari kehidupan sehari hari dan
kehidupan Negara dan juga banyak aspek yaitu politik dan kebahagiaan individu
secara umum.
Dalam keterkaitan masalah pengangguran pemerintah daerah mempunyai
otonomi daerah yang di keluarkan dalam APBD. Kebijakan pengeluaran
pemerintah daerah dalam APBD tercermin dari total belanja pemerintah yang
dialokasikan dalam anggaran daerah. Pengeluaran pemerintah yang terlalu kecil
akan merugikan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang proposional
akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi, pengeluaran pemerintah yang boros
akan menghambat pertumbuhan ekonomi. Tetapi pada umumnya pengeluaran
pemerintah membawa dampak positif bagi pertumbuhan, karena pada dasarnya
pengeluaran pemerintah ditujukan untuk membiayai suatu kegiatan negara atau
pemerintah dalam rangka mewujudkan fungsinya dalam meningkatkan
kesejahteraan bagi masyarakat. Salah satu indikator dalam melihat pembangunan
daerah dapat dikaji dari realisasi pengeluaran pemerintah daerah yang terdiri dari
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Pengeluaran rutin terdiri dari
belanja pegawai, belanja barang dan belanja operasional lainnya. Sementara
pengeluaran pembangunan terdiri dari pengeluaran untuk sarana dan prasarana
fisik.
Tabel berikut akan memperlihatkan realisasi pengeluaran pemerintah
kabupaten/kota di provinsi Banten.
Tabel 1.1Realisasi Pengeluaran Pemerintah Kabupaten/Kota Provinsi Banten Tahun 2007-2012
Rp. (000)
Kabupaten/kota
2007 2008 2009 2010 2011 2012
KABUPATENPandeglang 807.295.788
.594703.366.208
831.652.824
974.425.322
1.262.427.249
1.249.969.394
Lebak 688.483.026.796
752.218.842
893.060.348
1.002.860.679
1.287.670.738
1.248.211.467
Tangerang 1.249.669.286
1.540.241.104
2.493.632.620
2.446.112.991
2.523.368.887
2.406.051.966
Serang 977.147.078.679
1.016.222.899
1.053.218.496
1.114.427.025
1.439.526.764
1.520.351.594
KOTASerang - - 268.323.2
28530.930.852
751.332.442
687.078.394
Cilegon 484.795.510 554.373.095
642.865.603
701.310.753
879.806.205
952.525.751
Tangerang 1.491.510.257
1.705.638.636
2.134.769.405
2.091.768.709
Tangerang selatan
- - 191.794.415
918.193.487
1.720.736.592
1.553.567.039
Sumber : BPS Provinsi Banten
Pada dasarnya pengeluaran pemerintah yang terdapat dikabupaten/kota Provinsi
Banten sebagian besar di alokasikan untuk belanja pegawai. Peningkatan
anggaran belanja pegawai yang selalu naik setiap tahunnya seharusnya diimbangi
dengan peningkatan produktifitasnya. Namun kondisi yang terlihat saat ini
berbeda dengan apa yang diharapkan masih banyak pegawai pemerintah yang
tidak menjalankan tugasnya dengan baik. Jika terjadinya peningkatan belanja
pegawai ini tidak membawa dampak baik apa-apa maka ini hanya menjadi
pemborosan anggaran pemerintah dan akan menjadi dampak negatif bagi
pertumbuhan ekonomi di Provinsi banten.
Stok modal atau investasi merupakan salah satu faktor penting dalam
menentukan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi. Dengan adanya
investasi-investasi baru maka memungkinkan terciptanya barang modal baru
sehingga akan menyerap faktor produksi baru yaitu menciptakan lapangan kerja
baru atau kesempatan kerja yang akan menyerap tenaga yang pada gilirannya akan
mengurangi pengangguran. Dengan adanya investasi-investasi baru maka akan
terjadi penambahan output dan pendapatan baru pada faktor produksi tersebut,
sehingga akan merangsang terjadinya pertumbuhan ekonomi. Untuk mendukung
upaya pembangunan ekonomi daerah, pemerintah daerah perlu membuat
kebijakan yang mendukung penanaman modal yang saling menguntungkan baik
bagi pemerintah daerah, pihak swasta maupun terhadap masyarakat. Tumbuhnya
iklim investasi yang sehat dan kompetitif diharapkan akan memacu perkembangan
investasi yang saling menguntungkan dalam pembangunan daerah. Untuk melihat
perkembangan realisasi investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan
Penanaman Modal Asing (PMA) di provinsi Banten
Tabel 1.2
Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Banten Tahun 2007-2012
TAHUNPMA PMDN
Proyek (unit)Investasi
(Ribu US$)Proyek (unit)
Investasi (Juta Rupiah)
2007 114 268.627 21 1.753.724
2008 110 197.921 32 1.999.753
2009 68 310.896 14 412.271
2010 19 226.316 15 2.830.007
2011 15 9 440 771 16 2 577 246
2012 26 655.705 18 2.490.284
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
investasi PMDN di provinsi banten telah terealisasi sebanyak 116 proyek dengan
nilai sebesar Rp. 12.063.285 juta. Sedangkan investasi PMA terealisasi sebesar
US$ 11.100.236 ribu dengan jumlah proyek 352 unit. Selama enam tahun terakhir
investasi PMA di Banten cenderung fluktuatif, sedangkan PMDN mengalami
penurunan yang signifikan di tahun 2009 yaitu mencapai Rp. 412.271 juta rupiah.
Proporsi investasi PMDN maupun PMA serta menurunya pertumbuhan investasi
di provinsi Banten tidak berarti pembangunan ekonomi berjalan lambat dan begitu
pula sebaliknya, karena yang penting bukan besarnya investasi dalam nilai uang
atau jumlah proyek, tetapi bagaimana efisiensi atau produktivitas dari investasi
tersebut. Modal pembangunan yang penting selain investasi adalah sumber daya
manusia. Dengan jumlah penduduk yang cukup besar dan diikuti dengan tingkat
pendidikan yang tinggi serta memiliki skill yang bagus akan mampu mendorong
laju pertumbuhan ekonomi, karena dari jumlah penduduk usia produktif yang
besar maka akan mampu meningkatkan jumlah angkatan kerja yang tersedia dan
pada akhirnya akan mampu meningkatkan produksi output di suatu daerah.
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) merupakan suatu terobosan dalam
menilai pembangunan manusia. Sistem perhitungan ini diperkenalkan oleh
seorang ekonom bernama Amartya Send dan dibantu oleh Mahbub Ul Haq,
sehingga sering indeks ini disebut Indeks Sen. IPM mencakup 3 (tiga) komponen
yang dianggap mendasar bagimanusia dan secara operasional mudah dihitung
untuk menghasilkan suatu ukuran yang merefleksikan upaya pembangunan
manusia. Ketiga aspek tersebut berkaitan dengan peluang hidup (longevity),
pengetahuan (knowledge), dan hidup layak (decent living) (BPS, 2012).
Napitupulu (2007), IPM adalah salah satu tolok ukur pembangunan suatu wilayah
yang berkorelasi negatif terhadap kondisi kemiskinan di wilayah tersebut, karena
diharapkan suatu daerah yang memiliki nilai IPM tinggi, idealnya kualitas hidup
masyarakat yang tinggi atau dapat dikatakan pula bahwa jika nilai IPM tinggi
maka seharusnya kemiskinan rendah. Kualitas sumber daya manusia juga dapat
menjadi faktor penyebab terjadinya penduduk miskin. Kualitas sumberdaya
manusia dapat dilihat dari Indeks Pembangunan manusia (IPM). Rendahnya IPM
akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja penduduk. Produktivitas kerja
yang rendah berakibat pada rendahnya perolehan pendapatan. Sehingga dengan
rendahnya pendapatan menyebabkan tingginya jumlah penduduk miskin. Berikut
adalah data IPM provinsi Banten
Tabel 1.3
IPM Menurut Kabupaten/Kota di Banten Tahun 2007-2012
Kabupaten/KotaIPM
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Pandeglang 67.39 67.75 67.99 68.29 68.77 69.22
Lebak 66.74 67.11 67.45 67.67 67.98 68.43
Tangerang 70.71 71.14 71.45 71.76 72.05 72.36
Serang 67.45 67.80 68.27 68.67 69.33 69.83
Kota Tangerang 74.40 74.70 74.89 75.17 75.44 75.72
Kota Cilegon 74.45 74.94 74.99 75.29 75.60 75.89
Kota Serang 69.43 69.99 70.61 71.45 72.30
Kota TangSel 75.01 75.38 76.01 76.61
Banten 69.29 69.70 70.6 70.48 70.95 71.49
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Banten
Status pembangunan manusia tahun 2007-2012 untuk level kabupaten/kota di
provinsi Banten, semuanya masuk dalam kategori menengah. Jika ukuran
menengah menurut skala internasional dibagi lagi menjadi kelas menengah-atas
dan menengah-bawah maka semua kabupaten/kota telah masuk dalam tingkat
pembangunan menengah–atas (IPM antara 66,00 – 79,99). Sehingga tidak ada lagi
kabupaten/kota yang masuk dalam kelas pembangunan manusia rendah (IPM
Rendahnya Indeks Pembangunan Manusia (IPM) akan berakibat pada rendahnya
produktivitas kerja dari penduduk. Produktivitas yang rendah berakibat pada
rendahnya perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatan tidak
sebanding dengan pengeluaran. Dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya manusia
harus bekerja atau melakukan aktivitas ekonomi.Tetapi berdasarkan kenyataan
yang ada jumlah lapangan pekerjaan yang tersedia lebih sedikit dari jumlah
angkatan tenaga kerja yang ada. Akibat dari banyaknya penawaran tenaga kerja,
akan banyak terjadi pengangguran karena jumlah tenaga kerja yang tersedia tidak
termanfaatkan. sehingga menyebabkan pengangguran. Tabel berikut akan
menunjukan tingkat pengangguran yang terdapat di kabupaten/kota provinsi
banten
Tabel 1.4Tingkat Pengangguran Kabupaten/Kota Provinsi Banten
Kabupaten/kota 2007 2008 2009 2010 2011 2012KABUPATENPandeglang 45.901 52.119 50.480 60.706 58.108 51.131Lebak 63.324 56.807 73.207 75.729 66.471 50.687Tangerang 233.357 252.574 256.372 210.956 204.358 152.235Serang 119.020 118.983 78.010 111.389 87.433 86.715KOTASerang 139.587 35.047 49.762 38.015 28.420Cilegon 31.573 29.171 29.224 37.397 24.426 20.360Tangerang 146.906 130.122 193.306 121.818 76.134Tangerang selatan
50.132 79.935 51.528
Banten 632.762 656.560 652.465 726.377 680.564 518.210Sumber : Banten dalam angka 2007-2012
Tabel 1.2 menunjukan bahwa jumlah pengangguran di provinsi banten
tahun 2007-2012 mengalami trend penurunan meskipun tidak signifikan. Pada
tahun 2010 Banten memiliki jumlah pengangguran yang tinggi yaitu sebesar
726.377 jiwa, dan di tahun 2012 jumlah pengangguran diprovinsi banten menurun
menjadi 518.210 jiwa. Ditahun 2007-2010 Kabupaten Tangerang memiliki jumlah
pengangguran yang tinggi di bandingkan Kabupaten/Kota yang terdapat di
Provinsi Banten.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis ingin melakukan
penelitian mengenai “PENGARUH INVESTASI, INDEKS PEMBANGUNAN
MANUSIA DAN PENGELUARAN PEMERINTAH TERHADAP
PENGANGGURAN DI PROVINSI BANTEN TAHUN 2007-2012”.
1.2 PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merumuskan permasalahan yang
akan dibahas sebagai berikut.
a. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2007–2012?
b. Bagaimana pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2007–2012?
c. Bagaimana pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2007-2012?
d. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2007-2012?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah
sebagai berikut.
a. Mengetahui pengaruh Penanaman Modal Asing (PMA) terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2007–2012.
b. Mengetahui pengaruh Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) terhadap
tingkat pengangguran di Provinsi Banten tahun 2007 – 2012.
c. Mengetahui pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terhadap
tingkat pengagguran di Provinsi Banten tahun 2007-2012.
d. Mengetahui pengaruh Pengeluaran Pemerintah terhadap tingkat
pengangguran di Provinsi Banten tahun 2007-2012.
1.3 MANFAAT PENELITIAN
Berdasarkan latar belakang di atas, kegunaan penelitian ini adalah :
a. Manfaat Akademik
Dapat memberikan informasi dan gambaran bagi pihak yang
membutuhkan, terutama bagi penelitian yang sejenis.
b. Manfaat praktek
Dapat memberikan sumbangan pikiran kepada pemerintah Provinsi Banten
dalam mengatasi masalah kependudukan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
Kenaikan jumlah penduduk yang terjadi di Indonesia mengakibatkan
lonjakan angkatan kerja. Akan tetapi dengan sempitnya lahan pekerjaan di
Indonesia ini, para angkatan kerja tersebut tidak akan terserap sepenuhnya,
bahkan tidak terserap dalam jumlah banyak. Akibatnya pengangguran pun
meningkat. Hal ini sejalan dengan pendapat kaum klasik, yang menyatakan bahwa
penduduk yang semakin bertambah jumlahnya akan mengakibatkan penurunan
pada pendapatan nasional, hal ini akan berdampak secara tidak langsung terhadap
kenaikan jumlah pengangguran.
2.1.1 Pengangguran
Pengangguran didefinisikan sebagai penduduk yang tidak bekerja lagi
tetapi sedang mencari pekerjaan atau sedang mempersiapkan suatu usaha baru,
atau penduduk yang tidak mencari pekerjaan karena tidak mungkin mendapat
pekerjaan, atau penduduk yang tidak mencari starts).
Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara membandingkan jumlah
pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang dinyatakan dalam persen.
Ketiadaan penfapatan yang menyebabkan penganggur harus mengurangi
pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan menurunya tingkat kemakmuran
dan kesejahteraan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan
efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik
keamanan dan social sehingga mengganggu pertumbuhan dan pembangunan
ekonomi. Akibat jangka panjang adalah menurunnya GNP dan pendapatan per
kapita suatu negara. Di negara-negara berkembang seperti Indonesia, dikenal
istilah “pengangguran terselubung” di mana pekerjaan yang semestinya bisa
dilakukan dengan tenaga kerja sedikit, dilakukan oleh lebih banyak orang.
Jumlah pengangguran biasanya seiring dengan pertambahan jumlah
penduduk serta tidak didukung oleh tersedianya lapangan kerja baru atau
keengganan untuk menciptakan lapangan kerja (minimal) untuk dirinya sendiri
atau memang tidak memungkinkan untuk menciptakan lapangan kerja.
Sebenarnya, kalau seseorang menciptakan lapangan kerja, lapangan kerja
(minimal) untuk diri sendiri akan berdampak positif untuk orang lain juga,
misalnya dari sebagian hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk membantu
orang lain walau sedikit saja
2.1.2 Investasi
Kata investasi merupakan sesuatu yang tak asing lagi dalam ilmu
ekonomi. Investasi adalah salah satu komponen penting dalam pembangunan
ekonomi yang bisa mendorong pertumbuhan ekonomi suatu negara atau wilayah.
menurut Sadono Sukirno (2005), teori ekonomi mendefinisikan investasi sebagai :
pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan
produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang
modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan
jasa. Ketika pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan
produksi tersebut diperkirakan akan mendatangkan keuntungan berupa hasil
penjualan yang lebih besar dari pengeluaran yang untuk investasi, maka investor
akan memutuskan untuk melakukan investasi atau penanaman modal.
Menurut Undang-undang Republik IndonesiaNo. 25 Tahun 2007
tentang Penanaman Modal, adapun tujuan penyelenggaraan penanaman modal
antara lain adalah untuk:
a. Meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;
b. Menciptakan lapangan kerja;
c. Meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;
d. Meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;
e. Meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;
f. Mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan;
g. Mengolah ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil
dengan menggunakan dana yang berasal, baik dari dalam
negeri maupun dari luar negeri; dan
h. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Tingkat investasi baik PMA maupun PMDN dapat memiliki hubungan
positif dan negatif terhadap besarnya pengangguran. Dengan meningkatnya
jumlah investasi maka angka pengangguran akan menurun, selain itu apabila
jumlah investasinya menurun maka angka pengangguran akan meningkat.
2.1.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
UNDP (United Nation Development Programme) mendefenisikan
pembangunan manusia sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan-pilihan
bagi penduduk. Dalam konsep tersebut penduduk ditempatkan sebagai tujuan
akhir (the ultimated end) sedangkan upaya pembangunan dipandang sebagai
sarana (principal means) untuk mencapai tujuan itu. Untuk menjamin tercapainya
tujuan pembangunan manusia, empat hal pokok yang perlu diperhatikan adalah
produktivitas, pemerataan, kesinambungan, pemberdayaan (UNDP, 1995).
Nilai IPM suatu negara atau wilayah menunjukkan seberapa jauh negara
atau wilayah itu telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan
hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat (tanpa kecuali),
dan tingkat pengeluaran dan konsumsi yang telah mencapai standar hidup yang
layak. Semakin dekat nilai IPM suatu wilayah terhadap angka 100, semakin dekat
jalan yang harus ditempuh untuk mencapai sasaran itu. Karena hanya mencakup
tiga komponen, maka IPM harus dilihat sebagai penyederhanaan dari realitas yang
kompleks dari luasnya dimensi pembangunan manusia. Oleh karena itu, pesan
dasar IPM perlu dilengkapi dengan kajian dan analisis yang dapat
mengungkapkan dimensi-dimensi pembangunan manusia yang penting lainnya
(yang tidak seluruhnya dapat diukur) seperti kebebasan politik, kesinambungan
lingkungan, kemerataan antar generasi.
2.1.3.1 Hubungan Indeks Pembangunan Manusia Dengan Pengangguran
Peningkatan kualitas SDM akan berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas kerja yang kemudian berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
Peningkatan pertumbuhan ekonomi pada gilirannya akan meningkatkan
permintaan tenaga kerja, sehingga dapat mengurangi pengangguran. Oleh sebab
itu peningkatan IPM diharapkan akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan
mengurangi pengangguran. Pengangguran yang rendah inipun diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Todaro (2000) juga mengatakan bahwa
pembangunan manusia merupakan tujuan pembangunan itu sendiri. Pembangunan
manusia memainkan peranan kunci dalam membentuk kemampuan sebuah negara
dalam menyerap teknologi modern dan untuk mengembangkan kapasitasnya agar
tercipta pertumbuhan serta pembangunan yang berkelanjutan.
Investasi di bidang pendidikan dan kesehatan akan lebih berarti bagi
penduduk miskin dibandingkan penduduk tidak miskin, karena bagi penduduk
miskin asset utama adalah tenaga kasar mereka. Adanya fasilitas pendidikan dan
kesehatan murah akan sangat membantu untuk meningkatkan produktifitas, dan
pada gilirannya meningkatkan pendapatan.Kualitas Sumberdaya Manusia yang
dapat dilihat dari nilai Indeks PembangunanManusia dapat menjadi penyebab
terjadinya penduduk miskin. Rendahnya IndeksPembangunan Manusia (IPM)
akan berakibat pada rendahnya produktivitas kerja yang berimbas pada rendahnya
perolehan pendapatan. Sehingga dengan rendahnya pendapatanmenyebabkan
tingginya jumlah penduduk miskin
2.1.4 Pengeluaran Pemerintah
Dalam rangka mencapai kondisi masyarakat yang sejahtera pemerintah
menjalankan berbagai macam program pembangunan ekonomi, aktivitas
pemerintah dalam melakukan pembangunan membutuhkan dana yang cukup
besar, pengeluaran pemerintah mencerminkan kombinasi produk yang dihasilkan
untuk menyediakan barang publik dan pelayanan kepada masyarakat yang
memuat pilihan atas keputusan yang dibuat oleh pemerintah. Dalam kebijakan
fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu anggaran berimbang,
anggaran surplus dan defisit. Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin
mengatasi masalah inflasi. Sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah
ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Jika pemerintah merncanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk
mengurangi angka pengangguran maka pemerintah dapat meningkatkan
pengeluarannya. Pendapatan daerah yang diperoleh baik dari pendapatan asli
daerah maupun dana perimbangan tentunya digunakan pemerintah daerah untuk
membiayai belanja daerah.
Belanja daerah berdasarkan permendagri No 13 tahun 2006 tentang
pengolahan keuangan daerah dikelompokan kedalam belanja langsung dan belanja
tidak langsung. Kelompok belanja langsung, merupakan belanja yang dianggarkan
tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan, yaitu
belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan
sosial, belanja bagi hasil, belanja bantuan keuangan, dan belanja tak terduga.
Kelompok belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara
langsung dengan pelaksanaan program dan kegiatan yaitu belanja pegawai,
belanja barang dan jasa, dan belanja modal.
Menurut UU No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah, belanja
daerah adalah semua kewajiban daerah yang diakui sebagai pengurangan nilai
kekayaan bersih dalam periode tahun anggaran yang bersangkutan.
Teori pengeluaran pemerintah Peacock wiseman.
Peacock dan Wiseman adalah dua orang yang mengemukakan teori mengenai
perkembangan pengeluaran pemerintah yang terbaik. Peacock dan Wiseman
mengemukakan pendapat lain dalam menerangkan perilaku pemerintah. Mereka
mendasarkannya pada suatu analisis penerimaan pengeluaran pemerintah.
Pemerintah selalu berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan
memperbesar penerimaan dari pajak. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori
mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai tingkat toleransi pajak,
yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak
yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi
masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai
aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat
untuk membayar pajak. Tingkat toleransi ini merupakan kendala bagi pemerintah
untuk menaikan pemungutan pajak secara semena-mena. Menurut peacock dan
wiseman adalah pertumbuhan ekonomi mnyebabkan pemungutan pajak semakin
meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya penerimaan
pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat (Basri,
2005).
2.1.4.1 Hubungan antara Pengeluaran Pemerintah dan Pengangguran
Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran yaitu
anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggaran defisit. Dalam pengertian
umum, anggaran berimbang yaitu suatu kondisi dimana penerimaan sama dengan
pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari
penerimaan (G < T). Sedangkan anggaran defisit yaitu anggaran pengeluaran
lebih besar dari penerimaan (G > T). Anggaran surplus digunakan jika pemerintah
ingin mengatasi masalah inflasi. Sedangkan anggaran defisit digunakan jika
pemerintah ingin mengatasi masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan
ekonomi. Jika pemerintah merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi
untuk mengurangi angka pengangguran maka pemerintah dapat meningkatkan
pengeluarannya. (Mangkoesoebroto, 1994). Pengeluaran pemerintah terdiri dari :
1.Pengeluaran rutin. Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan
untuk pemeliharaan dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja
pegawai, belanja barang, pembayaran bunga utang, subsidi dan pengeluaran rutin
lainnya. Melalui pengeluaran rutin, pemerintah dapat
menjalankan misinya dalam rangka menjaga kelancaran penyelenggaraan
pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan aset negara, pemenuhan
kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan kepada masyarakat
miskin dan kurang mampu serta menjaga stabilitas perekonomian.
(Mangkoesoebroto, 1994)
2.Pengeluaran pembangunan. Pengeluaran pembangunan yaitu
pengeluaran yang digunakan untuk membiayai pembangunan di bidang ekonomi,
sosial dan umum dan yang bersifat menambah modal masyarakat dalam bentuk
pembangunan baik prasarana fisik maupun non fisik yang dilaksanakan dalam
periode tertentu. Anggaran pembangunan secara fisik maupun nonfisik selalu
disesuaikan dengan dana yang dimobilisasi. Dana ini kemudian dialokasikan pada
berbagai bidang sesuai dengan prioritas yang telah direncanakan. Peranan
anggaran pembangunan lebih ditekankan pada upaya penciptaan kondisi yang
stabil dan kondusif bagi berlangsungnya proses pemulihan ekonomi dengan tetap
memberikan stimulus bagi pertumbuhan ekonomi.
Sejak tahun 2005 mulai ditetapkan penyatuan anggaran antara
pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan serta pengklasifikasian anggaran
belanja pemerintah pusat menurut jenis belanja, organisasi dan fungsi. (Nota
Keuangan dan RAPBN, 2005). Dengan berbagai perubahan dan
penyesuaianformat dan struktur belanja negara yang baru, maka belanja negara
menurut klasifikasi ekonomi (jenis belanja) terdiri dari belanja pegawai, belanja
barang, belanja modal, pembayaran bunga utang, subsidi, hibah, bantuan sosial,
dan belanja lain-lain. Sedangkan belanja untuk daerah, sebagaimana yang berlaku
selama ini terdiri dari dana perimbangan, dan dana otonomi khusus dan
penyesuaian.
2.2 Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian terdahulu yang dijadikan referensi untuk penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a) Penelitian yang dilakukan oleh Fauzi (2009) dan Algofari (2010)
dengan judul “Pengaruh Produktivitas, Pertumbuhan ekonomi,
Investasi, Pengeluaran Pemerintah, Upah dan Inflasi Terhadap Tingkat
Pengangguran di Indonesia”, menemukan bahwa Secara parsial,
investasi berpengaruh signifikan terhadap tingkat pengangguran di
Indonesia. Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara tingkat
pengangguran dan investasi mengindikasikan bahwasannya tingkat
pengangguran dipengaruhi oleh investasi. Investasi yang meningkat
menandakan adanya peningkatan terhadap kegiatan penanaman modal
baik itu berupa pendirian pabrik baru, membeli peralatan dan mesin-
mesin ataupun sebagainya.
b) Penelitian yang dilakukan oleh Satrio (2010:83) dengan judul
“Pengaruh Produktivitas, Pertumbuhan ekonomi, Investasi,
Pengeluaran Pemerintah, Upah dan Inflasi Terhadap Tingkat
Pengangguran di Indonesia” menemukan bahwa pengeluaran
pemerintah mempengaruhi tingkat pengangguran secara signifikan.
Terdapatnya pengaruh yang signifikan antara tingkat pengangguran
dan pengeluaran pemerintah mengindikasikan bahwasanya tingkat
pengangguran dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah. Apabila
pengeluaran pemerintah meningkat seperti belanja modal untuk
meningkatkan infrastruktur, maka akan berdampak terhadap
peningkatan produksi output. Output yang meningkat akan
meningkatkan permintaan terhadap faktor-faktor produksi salah
satunya adalah tenaga kerja. Dengan demikian keadaan seperti ini akan
mendorong turunnya tingkat pengangguran.
c) Penelitian yang dilakukan oleh Edy (2009) menganalisis pengaruh
pendidikan sumber daya manusia terhadap pengangguran di provinsi
Jawa Tengah menyatakan bahwa tingkat pendidikan dan indeks
pembangunan manusia mempengaruhi pengangguran karena seseorang
yang memiliki pendidikakan tinggi akan cenderung mencari pekerjaan
pada daerah provinsi baru, karena hal ini lebih leluasa bersaing di
daerah atau provinsi lain yang memiliki leading sektor usaha sesuai
dengan pendidikan yang dimilikinya. Dengan melalui model PAM
tersebut ternyata dalam jangka pendek maupun jangka panjang tidak
menunjukan signifikan dan variabel-variabel dependen terhadap
variabel independennya yaitu pengangguran. Sungguhpun koefisien
determinasi nilai R menunjukan nilai relative baik, yaitu sebesar 0,644.
Dalam model ini terdapat multikolinieritas pada variabel tingkat
pendidikan, kepadatan penduduk, tingkat indeks pembangunan
manusia maupun lagi tingkat penganggurannya. Dalam uji
heteroskedasitas semua nilai signifikan karena lebih besar dan alpha
(0,05). Dan kesimpulan dan uji autokorelasi tidak terdapat
autokorelasi.
d) Penelitian yang dilakukan oleh Mukti Hadi Prasaja dengan judul
Pengaruh Investasi Asing, Jumlah Penduduk dan Inflasi terhadap
Pengangguran terdidik di jawa tengah periode tahun 1980-2011 Hasil
dari penelitian ini adalah investasi asing berpengaruh negatif dan
signifikan terhadappengangguran terdidik yaitu sebesar -0.321706.
Meningkatnya investasi menciptakan permintaan dan memperbesar
kapasitas produksi maka menciptakan lapangan pekerjaan baru
sehingga pengangguran dapat terserap. Jumlah penduduk berpengaruh
positif dan signifikan terhadap pengangguran terdidik yaitu sebesar
7.241755. Kenaikan jumlah penduduk yang terjadi di Jawa Tengah
mengakibatkan lonjakan angkatan kerja, sempitnya lahan pekerjaan di
Jawa Tengah mengakibatkan angkatan kerja tidak terserap
sepenuhnya.
2.3 Pengembangan Hipotesis
Hipotesis adalah pendapat sementara dan pedoman serta arah dalam
penelitian yang disusun berdasarkan pada teori yang terkait, dimana suatu
hipotesis selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan dua
variabel atau lebih (J.Supranto, 1997).
Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan
berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian
dibidang ini, maka akan diajukan hipotesis sebagai berikut
1. Diduga Investasi berpengaruh positif terhadap pengangguran.
2. Diduga Indeks Pembangunan Manusia berpengaruh positif terhadap
pertumbuhan ekonomi.
3. Diduga pengeluaran pemerintah berpengaruh positif terhadap
pengangguran.
2.4 Kerangka Konsep Penelitian
Dengan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pengangguran, maka
dapat dianalisis keterkaitan masing-masing variabel tersebut terhadap
pengangguran. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
Tingkat pengangguran yang tinggi disebakan oleh kurangnya lapangan
kerja yang tersedia di suatu daerah di tentukan oleh tingkat investasi.
Semakin tinggi investasi suatu daerah maka akan merangsang lapangan
pekerjaan baru.
Peningkatan kualitas SDM akan berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas kerja yang kemudian berpengaruh terhadap pertumbuhan
ekonomi pada gilirannya akan meningkatkan peningkatan tenaga kerja
sehingga dapat mengurangi pengangguran.
Antara pengangguran dengan pengeluaran pemerintah ada hubungan yang
bias di lihat dari besarnya pengeluaran pemerintah untuk mengurangi
angka pengangguran.
Secara ringkas kerangka pemikiran dalam penelitian ini mengemukakan
sistematika kerangka konseptual tentang pengaruh beberapa variabel yang terdiri
dari investasi, indeks pembangunan manusia dan pengeluaran pemerintah
terhadap pengangguran yang terjadi di kabupaten/kota Provinsi Banten tahun
2007-2012. Skema hubungan antara pengangguran dengan variabel-variabel yang
mempengaruhinnya dapat dilihat sebagai berikut :
gambar
Kerangka berfikir
Investasi PMA dan PMDN (X1)
Indeks Pembangunan Manusia (X2)
pengangguran (Y)
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Definisi Operasional variabel
Variabel adalah objek penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Untuk memperjelas variabel-variabel dalam penelitian ini, maka
digunakan definisi operasional sebagai berikut.
a. Variabel Dependen
Dalam penelitian ini digunakan variabel dependen yang mencerminkan
indikator pengangguran yaitu :
Variabel Pengangguran
Variabel tingkat pengangguran di wilayah Provinsi banten dihitung
dengan cara membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah
angkatan kerja pada tahun yang bersangkutan yang dan dinyatakan
dalam persen.
b. Variabel independen
Variabel independen atau variabel terikat dalam penelitian ini sebagai
berikut :
Variabel Investasi
Variabel investasi di wilayah provinsi Banten diperoleh dari nilai
rekapitulasi realisasi penanaman modal asing dan penanaman
modal dalam negri
Variabel Indeks Pembangunan Manusia
Pengeluaran Pemerintah (X3)
Variabel Indeks Pembangunan Manusia di wilayah provinsi Banten
diperoleh dari Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai
berikut :
IPM = 1/3 [X(1) + X(2) + X(3)] ……… (1)
dimana :
X(1) : Indeks harapan hidup
X(2) : Indeks pendidikan = 2/3(indeks melek huruf) + 1/3(indeks rata-rata lama sekolah)
X(3) : Indeks standar hidup layak
Masing-masing indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara
selisih suatu nilai indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum
dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan
sebagai berikut ;
Indeks X(i)= X(i) - X(i)min / [X(i)maks - X(i)min] ……… (2)
dimana :
X(1) : Indikator ke-i (i = 1, 2, 3)
X(2) : Nilai maksimum sekolah X(i)
X(3) : Nilai minimum sekolah X(i)
Pengeluaran Pemerintah
Variabel pengeluaran pemerintah di wilayah Provinsi Banten
diperoleh dari nilai realisasi anggaran belanja APBD masing-
masing-masing kabupaten/kota di Provinsi Banten pada tahun yang
bersangkutan.
3.2 Jenis Penelitian
Jenis penelitian dari segi pendekatan dibagi menjadi dua macam yaitu,
pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Penelitian atau studi dilakukan
untuk mengkaji suatu fenomena yang didasarkan atas teori yang relevan guna
mengetahui kebenaran atas teori tersebut. Dalam penelitian ini analisis yang
digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif dengan demikian jenis penelitian ini
adalah penelitian deskriptif.
3.3 Populasi dan Sampel
“Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya” Sugiyono
(2005: 72).
“Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut” Sugiyono (2005:73). “Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah teknik pengambilan sampel secara acak (simple random
sampling), dengan menggunakan rumus slovin, Husein Umar” (2004:
108).
3.4 Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder.
Data sekunder yaitu data yang diterbitkan atau digunakan oleh organisasi terkait
yang bukan pengolahnya atau data yang telah dikumpulkan oleh lembaga
pengumpul data dan dipublikasikan kepada masyarakat pengguna data. Lembaga
yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini antara lain :
- Badan Pusat Statistik Propinsi Banten.
- Informasi-informasi tertulis baik yang berasal dari instansi terkait maupun
internet, yang berhubungan dengan topik penelitian untuk memperoleh
data sekunder.
Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain :
a. Data tingkat Pengangguran dalam Ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota
Provinsi Banten.
b. Data realisasi Investasi PMA dan PMDN Kabupaten/Kota di provinsi
Banten.
c. Data Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten/Kota di provinsi
Banten.
d. Data nilai total realisasi Pengeluaran Pemerintah di Kabupaten/Kota
Provinsi Banten.
Penelitian ini seluruhnya menggunakan data sekunder. Data sekunder yang
digunakan dalam analisis ekonometrika pada penelitian ini adalah data panel
(gabungan antara data time series dan cross section) dalam bentuk tahunan. Data
time series yang digunakan adalah dimulai dari periode 2007 – 2012 (6 tahun) dan
data cross section Kabupaten/Kota di Provinsi Banten. Data sekunder ini
dikumpulkan melalui identifikasi informasi spesifik yang diperoleh terkait dengan
variabel-variabel penelitian untuk menghasilkan kesimpulan yang obyektif.
3.5 Analisis Data
Penelitian ini menggunakan metode statistika untuk keperluan estimasi.
Dalam metode statistika alat analisis yang biasa di pakai dalam khasanah
penelitian adalah analisis regresi. Analisis regresi pada dasarnya adalah studi atas
ketergantungan suatu variabel yaitu variabel yang tergantung pada variabel yang
lain yang di sebut dengan variabel bebas dengan tujuan untuk mengestimasi
dengan meramalkan nilai populasi berdasarkan nilai tertentu dari variabel yang di
ketahui (Gujarati, 1996: 13-14).
Tahapan yang akan dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari : estimasi
regresi menggunakan data panel, regresi persamaan linear berganda, uji asumsi
klasik dan uji statistik.
3.6 Analisis Regresi Linier Berganda
Analisis regresi linier berganda digunakan untuk mengetahui hubungan
antara variabel independen dengan variabel dependen. Hubungan antar variabel
dinyatakan dalam bentuk persamaan, sehingga nilai variabel Y dapat ditentukan
atau diramalkan apabila nilai variabel X diketahui. Untuk mencari Persamaan
regresi berganda menurut Sugiyono (2008: 277) adalah :
Y = α + β1X1 + β2X2 + β3X3 + β4X4 + ε1 ................. (1)
Dimana:
Y = Pengangguran
α = Konstanta
X1 = Investasi Penanaman Modal Asing (PMA)
X2 = Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri
(PMDN)
X3 = Indeks Pembanguan Manusia
X4 = Pengeluaran Pemerintah
β1 β2 β3 β4 = koefisien Regresi
ε =Variabel lain yang mempengaruhi
pengangguran
3.6.1 Metode Estimasi Model Regresi Panel
Dalam metode estimasi model regresi dengan menggunakan data panel dapat
dilakukan melalui tiga pendekatan, antara lain:
1. Common Effect Model
Merupakan pendekatan model data panel yang paling sederhana karena
hanya mengkombinasikan data time series dan cross section. Pada
model ini tidak diperhatikan dimensi waktu maupun individu, sehingga
diasumsikan bahwa perilaku data wilayah sama dalam berbagai kurun
waktu. Metode ini bisa menggunakan pendekatan Ordinary Least
Square (OLS) atau teknik kuadrat terkecil untuk mengestimasi model
data panel.
2. Fixed Effect Model
Model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar individu dapat
diakomodasi dari perbedaan intersepnya. Untuk mengestimasi data
panel model Fixed Effects menggunakan teknik variable dummy untuk
menangkap perbedaan intersep antar wilayah, perbedaan intersep bisa
terjadi karena perbedaan karakteristik dan potensi. Namun demikian
slopnya sama antar wilayah. Model estimasi ini sering juga disebut
dengan teknik Least Squares Dummy Variable (LSDV).
3. Random Effect Model
Model ini akan mengestimasi data panel dimana variabel gangguan
mungkin saling berhubungan antar waktu dan antar individu. Pada
model Random Effect perbedaan intersep diakomodasi oleh error
terms masing-masing wilayah. Keuntungan menggunkan model
Random Effect yakni menghilangkan heteroskedastisitas. Model ini
juga disebut dengan Error Component Model (ECM) atau teknik
Generalized Least Square (GLS).
3.7 Uji Asumsi Klasik
Pengujian regresi berganda dapat dilakukan setelah model dari penelitian
tersebut memenuhi syarat - syarat lolos dari pengujian asumsi klasik. Syarat-
syarat tersebut harus terdistribusi secara normal, tidak mengandung
multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedastisitas, perlu dilakukan pengujian
asumsi klasik yang terdiri dari uji normalitas, uji multikolinearitas, uji
autokorelasi, dan uji heteroskedastisitas sebelum melakukan pengujian hipotesis.
Terjadinya penyimpangan terhadap asumsi klasik tersebut akan menyebabkan uji
statistik (uji t-statistik dan f-statistik) yang dilakukan menjadi tidak valid dan
secara statistik akan mengacaukan kesimpulan yang diperoleh. Berikut ini
penjelasan uji asumsi klasik yang akan digunakan ( Imam Gozali, 2009).
Pengujian asumsi klasik diperlukan untuk mengetahui apakah hasil
estimasi regresi yang dilakukan benar-benar bebas dari adanya gejala
heteroskedastisitas, gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Model
regresi akan dapat dijadikan alat estimasi yang tidak bias jika telah memenuhi
persyaratan BLUE (best linear unbiased estimator) yakni tidak terdapat
heteroskedastistas, tidak terdapat multikolinearitas, dan tidak terdapat autokorelasi
( Sudrajat 1988 : 164).
3.7.1 Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi
variabel pengganggu atau residual normal. Uji normalitas dalam penelitian ini
adalah menggunakan uji Jarque-Bera Test (J-B). Uji Jarque-Bera digunakan
untuk menguji kenormalan data. Kenormalan data merupakan salah satu asumsi
standar pada banyak uji-uji statistik seperti pada uji t dan uji F serta dalam
pembuatan model regresi. Alasan utama mengapa asumsi kenormalan data
diperlukan dalam banyak situasi, karena prosedur pengujian tersebut didasari pada
distribusiyang berasal dari distribusi normal. Uji Jarque-Bera menggunakan
ukuran skewness dan kurtosis. Statistik Jarque-Bera mengikuti sebaran chi-square
dengan derajat bebas dua untuk sampel besar. Hipotesa nol (H0) pada uji ini
adalah data menyebar secara normal.
3.7.2 Uji heterokedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan varians dan residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain. jika varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan
yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah yang homoskedastisitas atau
tidak terjadi heteroskedastisitas.
Apabila nilai koefisien regresi dari masing-masing variabel bebas dalam model
regresi ini tidak signifikan secara statistik, maka dapat disimpulkan tidak terjadi
heteroskedastisitas (Sumodiningrat. 2001 : 271). Dasar pengambilan keputusan uji
heteroskedastisitas sebagai berikut :
- Jika nilai Sig variabel independen < 0,05 terjadi Heterokedastisitas.
- Jika nilai Sig variabel independen > 0,05 tidak terjadi Heterokedastitas.
3.7.3 Uji multikolinearitas
Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya
penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar
variabel independen dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam
model regresi adalah tidak adanya multikolinearitas. Ada beberapa metode
pengujian yang bisa digunakan diantaranya yaitu :
1. dengan melihat nilai inflation factor (VIF) pada model regresi.
2. dengan membandingkan nilai koefisien determinasi individual (r2)
dengan nilai determinasi secara serentak (R2).
3. dengan melihat nilai eigenvalue dan condition index.
Dalam penelitian ini akan dilakukan uji multikolinearitas dengan melihat
nilai inflation factor (VIF) pada model regresi dan membandingkan nilai
koefisien determinasi individual (r2) dengan nilai determinasi secara serentak
(R2). Menurut Santoso (2001), pada umumnya jika VIF lebih besar dari 5, maka
variabel tersebut mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas
lainnya.
3.8.3 Uji Asumsi Klasik Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi
linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan
pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi maka dinamakan ada problem
autokorelasi. Model regresi yang baik adalah regresi yang bebas dari autokorelasi
Uji autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin-Watson (D-W),
dengan tingkat kepercayaan α = 5%. Apabila D-W terletak antara -2 sampai +2
maka tidak ada autokorelasi (Santoso. 2002 : 219).
3.8 Hipotesis Statistik
untuk menjawab hipotesis yang telah dibuat dapat digunakan metode
analisis sebagai berikut:
3.8.1 Uji Fit Model (Uji F)
Pengujian hipotesis secara simultan (menyeluruh) dengan menggunankan
“uji F” yaitu degan mencari “ f hitung” dan dengan membandingkan “f tabel”.
Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan apakah pengaruh dari variable
independen secara simultan (menyeluruh) memiliki pengaruh signifikan atau tidak
dengan variabel dependen (Ghozali, 2006)
Dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho = Investasi PMA, PMDN, Indeks Pembangunan Manusia dan Pengeluaran
Pemerintah tidak mempunyai pengaruh terhadap Pengangguran.
Ha = Investasi PMA, PMDN, Indeks Pembangunan Manusia dan Pengeluaran
Pemerintah mempunyai pengaruh terhadap Pengangguran.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah :
- Jika f hitung >f tabel maka Ho ditolak (ada pengaruh signifikan)
- Jika f hitung<f tabel maka Ho diterima (tidak ada pengaruh signifikan)
Berdasarkan data signifikan dengan kriteria sebagai berikut :
- Jika signifikan > 0,05 maka Ho diterima
- Jika signifikan < 0,05 maka Ho ditolak
3.8.2 Uji Parsial (Uji t)
Pengujian hipotesis secara parsial (individu) dengan menggunakan “uji t”
yaitu dengan mencari {t} rsub {hitung} dan membandingkan dengan “ttabel”.
Pengujian ini dilakukan untuk membuktikan apakah pengaruh dari variabel
independen secara parsial (individu) memiliki pengaruh signifikan atau tidak
dengan variabel dependen (Ghozali, 2006).
Dengan merumuskan hipotesis sebagai berikut :
Ho1 = Investasi PMA tidak mempunyai pengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Ha1 = Investasi PMA mempunyai pengaruh terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Ho2 = Investasi PMDN tidak mempunyai pengaruh terhadap Perumbuhan
Ekonomi
Ha2 = Investasi PMDN mempunyai pengaruh terhadap Perumbuhan Ekonomi.
Ho3 = IPM tidak mempunyai pengaruh terhadap Perumbuhan Ekonomi.
Ha3 = IPM mempunyai pengaruh terhadap Perumbuhan Ekonomi.
Ho4 = Pengeluaran Pemerintah tidak mempunyai pengaruh terhadap Perumbuhan
Ekonomi.
Ha4 = Pengeluaran Pemerintah mempunyai pengaruh terhadap Perumbuhan
Ekonomi.
Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah :
- Jika t hitung > t tabel maka Ho ditolak (ada pengaruh signifikan)
- Jika t hitung < t tabel maka Ho diterima (tidak ada pengaruh signifikan)
Berdasarkan dasar signifikasi dengan criteria sebagai berikut :
- Jika signifikasi > 0.05 maka Ho diterima
- Jika signifikasi < 0.05 maka Ho ditolak
3.8.3 Uji Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi (R2) adalah mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi dari variabel dependen. Nilai koefisien
determinasi adalah anatara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil menunjukan
keampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variabel dependen
amat terbatas. Nilai R2 yang mendekati satu menunjukan variabel-variabel
independen memberikan hamper semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variabel dependen (Ghozali, 2006)
3.7 Tempat Dan Schedule/ Jadwal Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Provinsi Banten. Jadwal penelitian
dimulai dari awal maret sampai dengan bulan Mei.