Upload
others
View
12
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
MAKALAH“Obligasi dan Sukuk”
Disusun Demi Memenuhi Tugas Mata Kuliah
Fikih Perikatan
Disusun oleh:
Salasti Faridatun Hasanah (15380016)
Muhammad Rizal Fauzi (15380070)
Zety Listiyani (15380088)
Najib Sayyidatur Rozzaqi (15380093)
PRODI MUAMALAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA
2016
0
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah.............................................................................................2
1.2. Rumusan Masalah.......................................................................................................3
1.3. Tujuan..........................................................................................................................3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian.................................................................................................................. .4
2.2 Macam Macam............................................................................................................6
2.3 Prinsip-Prinsip............................................................................................................13
2.4 Proses Penerbitan........................................................................................................15
2.5 Perbedaan....................................................................................................................17
2.6 Aspek Hukum.............................................................................................................18
2.7 Aspek Yang Harus Diperhatikan................................................................................20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan.................................................................................................................22
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Upaya mengembangkan dan meluncurkan surat berharga mirip obligasi yang sesuai
syariah telah dilakukan sejak 1978 di Yordania ketika pemerintahnya mengizinkan Bank
Islam Jordan menerbitkan obligasi islami yang dikenal dengan obligasi Mukharadah. Hal ini
kemudian diikuti dengan diterbitkannya Muqaradah Bond Act 1981. Upaya senada juga
dilaksanakan di Pakistan dengan diterbitkannya undang- undang khusus yang disebut
Peraturan tentang Perusahaan Mudarabah dan Aturan Pengambangan dan Kontrol Mudarabah
Tahun 1980. Tidak satu pun dari upaya ini menghasilkan aktivitas yang berarti, karena
kekurangan infrastruktur yang sesuai dan kurangnya transparansi dalam pasar tersebut.
Penerbitan obligasi Islam yang pertama kali sukses adalah yang dilakukan oleh pemerintah
Malaysia pada 1983 dengan penerbitan Government Investment Issues (GII-sebelumnya
dikenal dengan Government Investment Certificate [GIC]). Langkah inovasi sangat lamban
dari Institusi Finansial Islam (IFI) tidak dapat mengembangkan pasar aktif bagi sekuritas
tersebut. Sementara itu, kesuksesan sekuritisasi aset dalam pasar konvensional menghadirkan
kerangka yang juga dapat diaplikasikan untuk aset Islam. Baru pada akhir 1990 struktur
sekuritas berbasis aset yang cukup diakui dalam bentuk sukuk dikembangkan di Bahrain dan
Malaysia. Struktur ini menarik perhatian investor clan peminjam dan dianggap kendaraan
potensial untuk mengembangkan pasar kapital Islam. Hal ini menarik untuk didiskusikan
bersama-sama,bagaimana islam telah mengenal obligasi bukan baru baru ini. Islam sendiri
dengan konsep ekonominya telah melahirkan berbagai produk ekonomi yang arif ,salah
satunya adalah obligasi. Berkaca dari keberhasilan Malaysia dalam mengebangkan produk
obligasi berbasis syariah di negaranya,satu hal penting yang tetap mereka pegang yakni
penyaringan ketat terhadap setiap produk-produk berbasis syariah agar tujuan diadakannya
benar-benar tercapai dan tidak bertentangan dengan asy-syar’i.
2
1.2 Rumusan Masalah
Apa itu Obligasi dan Obligasi Islam?
Bagaimana upaya penerbitan Obligasi Islam?
Apa saja macam-macam dari Obligasi dan Obligasi Islam?
Apa perbedaan diantara keduanya?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari adanya makalah ini ialah untuk memberikan pembaca pengetahuan
seputar apa itu obligasi,bagaimana obligasi dalam islam,dan perbedaan mendasar dari
keduanya agar pembaca dapat bertambah lagi pengetahuannya mengenai salah satu produk
ekonomi dalam islam.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Obligasi dan Sukuk (Islamic Bond)
A. Obligasi
Kata obligasi berasal dari bahasa Belanda, yaitu “Obli gatie” atau “Verplichting’ atau
“Obligaat”, yang berarti kewajiban yang tak dapat ditinggalkan, atau surat utang suatu
pinjaman negara atau daerah swapraja atau perseroan dengan bunga tetap untuk si
pemegang.‘ Dalam kamus hukum Sudarsono, obligasi mempunyai dua pengertian,
yaitu:
a. surat pinjaman dengan bunga tertentu dari pemerintah yang dapat diperdagangkan
atau diperjualbelikan; atau
b. surat utang berjangka (waktu) lebih'dari satu tahun dan memiliki suku bunga
tertentu, di mama surat tersebut dikeluarkan oleh perusahaan untuk menarik dana dari
masyarakat guna menutup pembiayaan perusahaan.
Dalam UUPM tidak terdapat definisi obligasi secara eksplisit, tetapi terdapat kata
“obligasi” pada Pasal 1 butir 5, Penjelasan Pasal 21 Ayat (3), Pasal 24 Ayat (1), dan
Penjelasan Pasal 25 Ayat (1), di mana intinya bahwa obligasi termasuk salah satu
jenis Efek. Ketemuan yang lebih jclas wrdapat pada penjelasan Pasal 51 Ayat (4), di
mana dikmakan bahwa Obligasi sebagai contoh Efek yang bersifat mung jangha
panjang. Obligasi adalah bukti ntang dari Emitcn yang mcngandung janji pembayaran
bunga atau janji lainnya serta pelunasan pokok pinjaman yang dilakukan pada tanggal
jatuh tempo, sekurang-kurangnya tiga tahun scjak tanggal emisi (Pasal 1 butir 34
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1548/KMK.013/1990 sebagaimana tclah diubah
dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1 199/KMK.01 0/1991).3 Obligasi juga
dapat diartikan sebagai salah satu instrumen yang bersifat utang yang diperdagangkan
di bursa Efek dan jangka waktu jatuh temponya lebih dari satu tahun. 1
1 Gunawan Widjaja dan Jono,Penerbitan Obligasi & Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal,(Jakarta:Kencana,2006),hal. 47-48.
4
B. Obligasi Islam (Sukuk)
Kata sukuk (bentuk plural dari kata bahasa Arab sakk yang berarti sertifikat)
merefleksikan hak partisipasi dalam aset dasar. Istilah sukuk bukanlah barang baru
dan telah dikenal dalam yurisprudensi tradisional Islam.2 Namun, kata ini telah
digunakan secara meluas di kalangan pengkaji ekonomi Islam sehingga menjadi suatu
istilah yang populer diperuntukkan bagi produk pengamanan aset atau sebagian pakar
ekonomi Islam menyebutkan dengan Islamic.
Sesungguhnya istilah ini sudah dikenal sejak abad pertama hijriyah. Saat itu umat
Islam menggunakannya dalam konteks perdagangan antarbangsa. Ia dipergunakan
oleh para pedagang pada masa itu sebagai dokumen yang menunjukkan kewajiban
finansial yang timbul dari usaha perdagangan dan aktivitas komersial lainnya. Namun
demikian, sejumlah penulis Barat yang memiliki concern terhadap sejarah Islam dan
bangsa Arab, seperti Walter Fischel dan Abraham Udovitch, menyatakan, sukuk
inilah yang menjadi akar kata “cheque” dalam bahasa latin, yang saat ini telah
menjadi sesuatu yang lazim dipergunakan terhadap transaksi dunia perbankan
kontemporer.
Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua kata kunci dalam pengertian sukuk, yaitu
pengamanan aset atau Islamic bonds. Kedua pengertian ini melibatkan pemahaman
tersendiri sehingga diperlukan kepahaman lebih lanjut untuk mendapatkan suatu
gambaran yang lebih sempurna. Sukuk didefinisikan sebagai suatu dokumen sah yang
menjadi bukti penyertaan modal atau bukti utang terhadap pemilikan suatu harta yang
boleh dipindah milikkan dan bersifat kekal atau jangka panjang. Misalnya sijil saham,
fittures, swaps, dan stock. Sedangkan menurut terminologi Islam, Sekuriti Islam
kadang-kadang dikenali sebagai syahadah al-a’ayn atau sukuk al-dayn (sijil-sijil
utang), sebagian lainnya menyebutkan dengan ‘Saftajah dan “hawalah” (Mohd Daud
Bakar). Menurut Prof. Dr. Mohd Daud Bakar, sekuriti Islam adalah bukti bahwa
sesuatu utang telah dikeluarkan oleh sebuah Syarikat, dengan janji untuk membayar
faedah/kupon di dalam Waktu yang ditetapkan ataupun pada harga jualan saat akhir
tempo yang ditetapkan. 3
Sedangkan menurut Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor dalam bukunya yang berjudul
“pengantar keuangan islam” dijelaskan bahwa Sukuk merupakan sertifikat partisipasi
2 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor,Pengantar Keuangan Islam,(Jakarta:Kencana,2008),hal.225.3 Nazaruddin Abdul Wahid,Sukuk;Memahami dan Membedah Obligasi Pada Perbankan Syariah,(Yogyakarta:Ar-Ruzz Media,2010),hal. 92-94.
5
berkaitan dengan aset tunggal atau sekumpulan aset. Secara formal, sukuk
merepresentasikan kepemilikan atas sebuah aset yang proporsional dalam jangka
waktu tertentu ketika risiko dan pengembalin yang berhubungan dengan aliran kas
yang dihasilkan oleh underlying aset (aset yang akan menjadi objek perjanjian) dalam
sebuah kumpulan modal diserahkan kepada pemegang sukuk (investor).
2.2 Macam-Macam Obligasi dan Sukuk
A. Macam-Macam Obligasi
a. Obligasi Hipotek (Mortgage Bond)
Obligasi hipotek menunjukkan utang yang dijamin oleh properti khusus. Untuk
default pemegang obligasi berhak memperoleh properti yang dijaminkan dan
menjualnya untuk memperoleh klaim mereka atas perusahaan. Sebagai tambahan
properti itu, pemegang obligasi hipotek biasanya dilindungi oleh sejumlah persyaratan
termasuk indenture. Perusahaan mungkin dibatasi dan' menjaminkan properti untuk
obligasi lain (atau obligasi seperti itu,jika diterbitkan, harus menjadijaminan kedua,
dengan klaim atas properti dapat dilaksanakan setelah mortgage pertama terpenuhi).
Properti tertentu yang dimiliki perusahaan setelah obligasi diterbitkan dapatjuga
dijaminkan untuk mendukung obligasi.
b. Collateral Trust Bond
Collateral Trust Bond didukung oleh sekuritas lain yang biasanya dimiliki oleh wali
(trustee). Situasi ini biasanya muncul saat sekuritas dari perusahaan cabang digunalml
sebagaijaminan perusahaan pusat.
c. Equipment Obligation
Yang juga dikenal sebagai equipment trust certificate, equipment obligation didukung
oleh asset khusus (sebagai contoh, mobil dan pesawat terbang komersial). jika
diperlukan, asset tersebut dapat dijual ke pemilik barn. Peraturan yang digunakan
untuk memfasilitasi penerbitan obligasi jenis ini sangat rumit, Prosedur yang paling
populer menggunakan “Philadelphia Plan,” dimana wali pada awalnya memiliki aset
dan menerbitkan obligasi dan kemudian menyewa belikan aset ke perusahaan. Uang
yang diterima darl penyewa (lessee) kemudian digunakan untuk melakukan
pembayaran bunga dan pokok kc pemegang obligasi. Pada akhirnya, jika semua
pembayaran dilakukan sesuai dengan rencana, pcrusahaan sewa beli memiliki hak
milik atas aset.
d. Debenture
6
Debenture adalah obligasi biasa dari perusahaan penerbit dan memperlihatkan kredit
yang tidak dijamin. Untuk melindungi obligasi semacam ini, indenture biasanya
mempatasi penerbitan utang berjaminan di masa depan dan juga tambahan utang
tanpa jaminan.
e. Subordinate Debenture
Jika lebih dari satu debenture ada di pasar, mungkin ditentukan hierarkinya. Sebagai
contoh, subordinate debenture adalah “junior” dibanding unsubordinated debenture,
artinyajika teljadi kebangkrutan, klaim junior dipertimbangkan setelah klaim senior
terpenuhi.
f. Sekuritas yang Didukung oleh Aset
Sekuritas yang didukung oleh aset akan sangat mirip dengan sekuritas partisipasi
(sekuritas penyertaan) yang dijelaskan di muka. Akan tetapi, bukannya hipotek dibuat
pool dan pecahan kepemilikan di pool itu dijual, kewajiban utang seperti pinjaman
bergulir pada kartu kredit, pinjaman pembelian mobil, pinjaman untuk mahasiswa,
dan pinjaman untuk pembelian peralatan dibuat pool sehingga menjadi collateral yang
mendukung sekuritasnya. Akan tetapi, konsep dasarnya, yang dinamakan
securitization, adalah sama. Penggagas pool pinjaman itu membuat pool dan menjual
sekuritas yang menunjukkan bagian kepemilikan atas pool itu. Perusahaan pelayanan
menagih pembayaran yang diberikan oleh para debitor selama periode waktu tertentu,
misalnya tiap bulan, dan kemudian membayar masing-masing pemilik persen tertentu
dari jumlah agregat yang diterima. Seperti yang dihadapi oleh para investor sertifikat
partisipasi pada hipotek, dua kekhawatiran yang djhadapi oleh para investor sekuritas
yang didukung aset adalah risiko default dan risiko pembayaran awal.
g. Income bond
Income bond lebih mirip dengan saham preferen (prefered stock) (akan dijelaskan
kemudian) daripada obligasi. Pembayaran bunga secara penuh dan tepat waktu
bukanlah persyaratan utama, dan kegagalan pemenuhannya tidak akan menyebabkan
perusahaan bangkrut. Bunga income bond mungkin ya atau mungkin tidak
berkualifikasi sebagai pengeluaran yang dapat dikurangkan dan' pembayaran pajak
perusahaan emiten. Obligasi jenis ini jarang digunakan, kecuali dalam reorganisasi
perusahaan yang menuju kepada kebangkrutan.
h. Guaranteed bond
Guaranteed bond diterbitkan oleh satu perusahaan tetapi didukung oleh lainnya
(sebagai contoh, perusahaan pusat/induk). Participating bond menuntut pernyataan
7
Pembayaran bunga clan memberikan tambahan jika pendapatan melebihi tingkat yang
dinyatakan. Voting bond, tidak seperti obligasi biasa, memberi suara kepada
pemegang ubligasi di manajemen perusahaan. Serial bond, dengan masajatuh tempo
yang berbeda, kadang digunakan oleh perusahaan untuk pembiayaan peralatan (seperti
yang telah disinggung di muka, merekajuga dipakai oleh municipal).
i. Convertible bond
Convertible bond mungkin, atas permintaan pemiliknya, ditukarkan dengan sekuritas
lain, biasanya saham biasa. Obligasi, yang menjadi sangat populer saat ini. Putable
bonds juga memberi pilihan ke Pemegangnya, tetapi kali ini adalah menukarkan
obligasi mereka untuk mendapatkan kas yang sama dengan nilai nominal obligasi.
Pilihan itu biasanya dapat dilakukan dalam periode waktu yang singkat setelah jumlah
tahun yang ditentukan telah berlalu sejak penerbitan obligasi itu.4
B. Macam-Macam Sukuk
a. Sukuk Ijarah
Sukuk ijarah didasarkan pada kontrak ijarah atau sewa guna usaha dan mnduk pada
persyaratan tertentu agar sah untuk disekuritisasikan. Pertama, kontrak sewa yang
mendasarinya harus sesuai dengan prinsip syariah, yang bisa jadi berbeda dari bentuk
syarat dan ketentuan yang berlaku dalam kesepakatan sewa guna usaha finansial
konvensional. Kedua, aset yang disewakan harus memiliki kegunaan yang
menguntungkan bagi pengguna, yang menjadi alasan mereka membayar sewa. Ketiga,
aset yang disewakan harus memenuhi karakteristik yang menjadikan penggunaannya
benar-benar sesuai syariah. Sebagai contoh, menyewakan gedung kasino tidak
diperbolchkan. Terakhir, pengeluaran pemeliharaan yang berkaitan dengan underlying
asset merupakan tanggung jawab pemilik-dalam kasus ini pemegang sukuk.
Karakteristik kontrak ijarah menawarkan beberapa keuntungan, yang menjadikannya
cocok untuk sekuritisasi. Keunggulan tersebut di antaranya:
Fleksibilitas: Instrumen ijarah merupakan salah satu instrumen yang paling
mirip dengan kontrak sewa konvensional dan menawarkan fleksibilitas
pembayaran dengan tingkat yang tetap dan mengambang. aliran kas dari
penyewaan ini, yang mencakup pembayaran sewa dan pembayaran pokok,
diserahkan kepada investor dalam bentuk kupon dan pembayaran prinsipal.
Karena kemiripannya dengan sewa konvensional, sukuk berbasis ijarah cukup 4 William F. Sharpe.,Jeffery V.Bailey dan Gordon J.Alexander, Investasi,(Jakarta:Indeks,2005),hal. 338-341.
8
menarik bagi investor konvensional. Di sana terdapat fleksibilitas dalam
penentuan waktu inflow dan outflow karena aliran kas kep ada pemegang
sertifikat tidak selalu harus berbarengan dengan timing pembayaran sewa.
Dalam kasus ijarah, elemen fleksibilitas lain adalah syariah tidak
mensyaratkan agar underlying asset yang akan disewa serta disekuritisasi
harus ada pada saat kontrak.
Masa Jatuh Tempo yang Panjang: Kontrak ijarah dapat diberlakukan selama
yang diinginkan dengan syarat aset yang menjadi Subjek kontrak ijarah masih
tetap ada dan pengguna dapat menarik manfaat darinya. Karena panjangnya
masa 1) arah, sukuk dapat disusun untuk memberikan mode pendanaan efisien
bagi maturitas berjangka menengah dan panjang.
Transferabilitas: Karena syariah tidak membatasi hak pemberi pinjaman untuk
menjual aset yang disewakan dalam kasus kontrak ijarah, maka orang yang
berbagi kepemilikan aset yang disewakan melalui sukuk dapat melepaskan
hak milik mereka dengan menjualnya kepada pemilik baru secara individual
atau bersama-sama, sesuai keinginan mereka. Fitur ini sangat penting dalam
mengembangkan pasar sekunder bagi sukuk berbasis ijarah.
Negosiabilitas: Persyaratan syariah bahwa obligasi atau note seperti sukuk
dapat dijual dengan harga pasar asalkan underlying assetnya terdiri dari
mayoritas aset fisik. Hal ini menjadikan sukuk ijarah dapat dinegosiasikan dan
karena itu mereka dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Fitur sukuk ijarah
ini membuat mereka atraktif bagi investor sekaligus menguatkan likuiditas
mereka di pasar.
Sukuk ijarah juga bisa terkena resiko yang berbeda dari risiko pasar. Risiko ini
berkaitan dengan kemampuan dan kemauan para penyewa ini untuk membayar sewa
selama siklus kehidupan sukuk.Sebagai tambahan, pengembalian kepada investor
tidak harus selalu ditentukan di muka karena yang disewakan harus terkena biaya
pemeliharaan dan biaya asuransi. Karena itu, jumlah sewa yang diberikan dalam
hubungan kontraktual yang direpresentasikan oleh sukuk mengindikasikan tingkat
pengembalian maksimum yang akan dikurangi oleh biaya pemeliharaan dan asuransi.
Walaupun demikian’ dengan asumsi bahwa risiko peristiwa (event risk) dilindungi
oleh asuransi dan risiko finansial mungkin dilindungi oleh penjaminan (garansi),
maka pengembalian kepada investor cukup stabil.
9
Dalam kasus tidak ada aset yang dapat dijual atau disewakan kembali, dapat
digunakan tipe kontrak lain, yakni istisna. Kontrak istisna cocok untuk situasi di mana
aset baru diciptakan melalui aktivitas konstruksi atau aktivitas manufaktur sesuai
dengan deskripsi tertentu dan pada harga yang telah ditentukan di muka. Dalam kasus
seperti itu, diusulkan konsep sukuk darrat, yakni sukuk yang berkaitan dengan aset
yang tidak ada keberadaan fisiknya pada saat sekuritisasi. kombinasi dari istisna dan
ijarah, digunakan dalam struktur kontrak untuk, pertama, menciptakan aset, dan
kemudian menyewakannya kembali kepada pemilik aslinya. Selain pihak pembuat
aset tersebut, pihak baru-kontraktor-juga terlibat; yaitu yang bertanggung jawab
mengkonstruksi aset sebelum aset tersebut diberikan kepada SPM untuk disewakan.
b. Sukuk Salam
Sukuk berbasis salam terbukti berguna menjadi kendaraan bagi maturitas berjangka
pendek karena pendanaan komoditas yang menjadi objek perjanjian cenderung
berjangka pendek, mulai dari 3 bulan sampai 1 tahun. Sukuk salam dapat didasarkan
kepada kontrak/ Akad salam (spot sale) dan/atau penjualan dengan pembayaran
ditunda (defened-payment/ bay’al-muajj'il) atau penjualan dengan penyerahan ditunda
(bay’ al-salam), di mana investor berusaha menyediakan barang atau komoditas
tertentu, termasuk kontrak akad yang disepakati secara mutual untuk menjual kembali
barang/komoditas tersebut kepada klien dan margin keuntungan yang telah disepakati
bersama. Bahrain Monetary Agency (BMA) merupakan salah satu iIlovator dan
penggagas awal su/eu/e berbasis saham.
Merujuk kepada struktur yang diketengahkan BMA, sebuah SPM adalah sistem, yang
membeli komoditas seperti minyak atau aluminium atas dasar salam, di mana harga
pembelian dibayarkan seluruhnya di muka, yang bersumber dari sertifikat salam.
Pengantaran komoditas yang dibeli ditentukan pada tanggal tertentu di kemudian hari
dan mengikuti kontrak/akad salam. Akan ada janji dari penerima manfaat komoditas
tersebut untuk membeli komoditas tersebut dari SPM pada saat diantarkan.
Pengembalian atas sukuk ditentukan oleh biaya pendanaan pembelian yang telah
disepakati di muka.
Selain berjangka pendek, sukuk salam juga memiliki karakteristik khusus lain.
Berkaitan dengan fakta bahwa sukuk menghasilkan klaim finansial murni dan terputus
dari risiko/pengembalian underlying asset, syariah memperlakukannya sebagai
sekuritas utang murni, yang tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder baik
10
dengan harga diskon atau premium. Sebab, jika tidak demikian, akan muncul
mekanisme riba atau bunga dalam transaksi tersebut. Fitur ini amat memengaruhi
transferabilitas dan negosialitas sertifikat ini di pasar sekunder. Akibatnya, investor
tidak punya pilihan selain memegang sukuk salam sesuai masa jatuh tempo sertifikat
tersebut.
c. Bai’Bithamam Ajil (BBA) Sukuk
Sukuk yang didasarkan kepada Bai’ Bithamam‘ Ajil (BBA) merupakan inovasi pasar
Malaysia. Kontrak tersebut didasarkan pada penjualan aset kepada investor, dengan
perjanjian si penerbit akan membeli kembali aset tersebut di masa mendatang dengan
harga yang telah ditentukan, yang mencakup pembagian keuntungan. Dengan
demikian, penerbit Sukuk tersebut bisa mendapatkan uang tunai segera dengan janji
pembelian kembali di masa mendatang dengan harga ketika dibeli, ditambah
keuntungan yang telah disepakati, yang menciptakan kewajiban yang harus dipenuhi
setelah periode yang telah disetujui. Penerbit sukuk menerbitkan sukuk tersebut
kepada investor untuk merefleksikan kesepakatan pendanaan ini. Investor berharap
mendapatkan pemasukan yang setara dengan keuntungan yang telah disepakati.
Struktur ini tidak begitu populer di kalangan investor Timur Tengah karena isu
syariah yang masih diperdebatkan, yang tidak boleh menerima memperdagangkan
utang yang diciptakan melalui perjajian BBA. Sebagai tambahan, beberapa penerbitan
BBA di pasar Malaysia didasarkan pada aset finansial, yang merupakan praktik yang
sulit dibenarkan dari sudut pandang para pakar syariah di Timur Tengah.
d. Obligasi Mukharadah
Obligasi mukharadah didasarkan kepada kontrak mudarabah di mana modal
disediakan oleh sekelompok investor pada sertifikat atau obligasi bagi proyek tertentu
yang dilaksanakan oleh pengusaha (mudarib) dengan kesepakatan untuk membagi
hasiI. Berkaitan dengan haI ini, obligasi tersebut amat mirip dengan revenue bond
financing dalam sistem konvensional, di mana obligasi secara umum hanya didukung
oleh pemasukan yang dihasilkan oleh proyek yang didanai dari penerbitan obligasi.
Obligasi ini cocok untuk melaksanakan proyek pembangunan jaringan jalan atau
proyek infrastruktur Iainnya. Investor memiliki bagian dari pemasukan yang
dihasilkan oleh proyek tersebut. Investor benar-benar bergantung kepada pemasukan
yang dihasilkan oleh proyek tersebut. Pada saat akhir periode waktu tertentu dari
pendaftaran, investor rnemiliki hak untuk mentransfer kepemilikan dengan menjual
atau menawar di pasar efek sesuai pilihannya.
11
Konsep obligasi mukharadah ini adalah menarik dana untuk proyek pendanaan
publik. Sayangnya, karena beberapa alasan seperti kurangnya transparansi dalam
sektor publik dan kurangnya likuiditas, obligasi ini tidak begitu populer di kalangan
investor.
e. Obligasi Musyarakah
Obligasi Musyarakah didasarkan kepada kemitraan dan kontrak pembagian untung
rugi (musyarakah) dan relatif mirip dengan obligasi mukharadah. Perbedaan
utamanya adalah intermediator atau pengusahanya merupakan mitra investor
(kelompok pendaftar) sekaligus bertindak sebagai agen (mudarib). Beberapa obligasi
berbasis musyarakah telah diterbitkan oleh Republik Islam Iran dan Sudan. Dalam
kasus Iran, sertifikat musyarakah disiapkan dan disetujui oleh “Money and Credit
Council to Finance the Tehran Municipality.” Sudan telah membuat kemajuan besar
dalam mengembangkan sertifikat berbasis musyarakah. Dengan bantuan Dana
Moneter Internasional (IMF), Menteri Keuangan mendesain obligasi musyarakah
didasarkan pada status kepemilikan perusahaan publik kunci yang besar dan
menguntungkan, yang dapat diperdagangkan di pasar. Kesepakatan senada juga
diluncurkan oleh bank sentral Sudan, digunakan untuk tujuan intervensi keuangan dan
operasi pasar terbuka bagi manajemen kebijakan keuangan. Contoh lain kesuksesan
peluncuran obligasi musyarakah adalah di Turki pada 1984 untuk mendanai
konstruksi jembatan tol di Istanbul. Obligasi musyarakah diterima dengan baik oleh
komunitas investor.
Baik obligasi mukharadah maupun musyarakah sama-sama didasarkan kepada prinsip
bagi untung rugi dalam Islam dan ideal untuk mempromosikan keuangan Islam.
Walaupun yang menerbitkan obligasi ini adalah institusi sektor publik, rendahnya
transparansi pemerintah di beberapa negara muslim membuat investor tetap menjauh
dari struktur ini. Diharapkan dengan peningkatan monitoring dan transparansi, serta
dengan mengurangi informasi yang asimetris, obligasi ini akan dapat memberikan
kontribusi kepada perkembangan pasar modal Islam.
f. Pasar Sukuk
Pasar bagi sukuk dipelopori oleh pemerintah. Walaupun pasar tersebut masih
didominasi oleh isu kekuasaan, secara gradual isu korporat pun mulai bermunculan.
Dari segi total amount outstanding, rasio berjalan antara sakuk dari pemerintah dan
korporat adalah 3,5 banding 1. Seiring dengan pertumbuhan pasar sakuk, banyak
agensi pemeringkat konvensional, termasuk Standard St Poor (88(1)) dan Fitch telah
12
mulai memeringkat beberapa terbitan. Misalnya, S861) pada saat ini telah mendesain
metodologi untuk memeringkat sukuk berbasis ijarah. Dalam perkembangan positif
lain, Dow Jonese telah mengumumkan rencana penyusunan indeks sukuk untuk
memonitor kinerja pasar ini. Sinyal menggembirakan lainnya dalam pasar sakuk
adalah sukuk bukan lagi merupakan spesialisasi penerbit obligasi atau investor Islam.
Sebagai contoh, 48℅ terbitan pemerintah terkini diserap oleh investor konvensional,
termasuk 24% oleh investor institusional, 11% oleh fund manager, dan 13% oleh bank
sentral serta institusi pemerintahan. 5
2.3 Prinsip-Prinsip Sukuk
Dewan Penasehat Syariah memutuskan bahwa benchmark yang digunakan, sebagai
petunjuk dalam penetapan harga, tidak bertentangan dengan Syariah yang didasarkan kepada
siyashah iqtisodiyah, yang adalah suatu aturan ekonomi. Dia berlaku sebagai suatu rujukan
untuk menetapkan tingkat harga dengan cara yang lebih sistimatis dan konsisten pada kondisi
pasar yang berlaku. Dan, tingkat harga yang wajar adalah suatu gambaran yang penting dari
sebuah pasar Islam seperti yang digaris-bawahi oleh prinsip istriqrar ta’amul. Umumnya,
prinsip ini menekankan pentingnya sebuah pasar yang berjalan lancar berdasarkan kepada
perjanjian yang salin menguntungkan antara pembeli dan penjual yang dihasilkan dari suatu
sistim yang transparan, adil dan efisien, sehingga ada integritas pasar. Iadi individu tidak
mengabaikan pasar yang memfasilitasi kegiatan perdagangan. Untuk mencapainya, Islam
telah mendefinisikan prinsip Ghalat dan mencegah Gharar. Dengan ditetapkannya ambang-
batas, ketidakpastian harga dapat dikurangi dan pasar dibuat lebih transparan dan efisien.
A. Prinsip Murabahah
Prinsip tersebut menyangkut suatu akad untuk membeli dan menjual asset dimana
harga, termasuk marjin keuntungan telah disetujui oleh kedua belah pihak (pembeli
dan penjual). Konsep ini adalah wajar dalam struktur obligasi Islam, karena
keuntungan dalam penjualan asset telah ditetapkan sebelumnya. Harga dari obligasi
yang diterbitkan dan pendapatan yang dihasilkan akan ditentukan atas dasar total
pembelian dan penjualan asset dan keuntungan Murabahah.
B. Prinsip Bai’ Dayn
5 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor,Op.cit.,hal.231-236
13
Setelah pembelian dan penjualan aset telah dikabulkan menurut Murabahah, sekuritas
hutang Islam dapat disusun dan dijual di pasar sekunder menurut prinsip-prinsip Bai’
Dayn.
Dalam konteks obligasi Islam, Khazanah Nasional Berhad (KNB), lembaga yang
menangani penerbitan obligasi, akan menjual asset secara tunai kepada seorang dealer
utama dan membelinya kembali berdasarkan Murabahah. Harga Murabahah, yang
dibayar dengan cicilan, adalah suatu hak untuk berhutang bagi dealer utama. Hak
tersebut disebut Haq Maliy atau hak pada asset yang dapat diperdagangkan. Hak atas
hutang tersebut dalam bentuk shahadah dayn (sertifikat hutang) dapat digunakan
untuk memperoleh uang tunai dengan cara menebusnya kembali dari orang yang
berhutang pada saat jatuh tempo. Shahadah Dayn ini tunduk pada persuratan’ menurut
dari mayoritas ahli hukum Islam dan dapat diperdagangkan. Menurut Mazhab Shafi’i,
sebuah hutang yang dijual kepada pihak ketiga harus mematuhi beberapa aturan dasar
sebagai berikut:
1. hutang tersebut haruslah hasil dari kegiatan perdagangan, diijinkan dalam Islam
dan akad harus sah menurut Syariah.
2. hutang tersebut haruslah hutang yang berkualitas, misalnya dijamin aman dan
mempunyai risiko kegagalan rendah. Ini adalah untuk kepentingan para investor.
C. Prinsip Bai’muzayadah
Obligasi Islam juga dimaksudkan menjadi benchmark untuk nilai yang berlaku pada
sebuah asset dan juga tingkat keuntungan. Dalam konteks ini, prinsip dari
Bai’muzayadah dapat berlaku. Dia merujuk pada tindakan dari penjual yang
menawarkan produknya di pasar yang diikuti oleh permintaan dari beberapa pembeli
yang bersaing untuk tawar-menawar suatu harga yang lebih tinggi, yang
menghasilkan penjualan produk tersebut kepada penawar tertinggi. Dewan Penasehat
Syariah telah memutuskan bahwa Bai’muzayadah diperbolehkan. Ini didasari pada
praktek Rasulullah SAW sendiri. Imam Buhari membahas sebuah topik khusus yang
menjelaskan tentang diperbolehkan perdagangan semacam itu. 6
2.4 Proses Penerbitan Sukuk
6 Mohd Ma’sum Billah,Penerapan Pasar Modal Islam,(Selanggor:Sweet & Maxwell Asia,2010),hal.17-18.
14
Sumber:
Iqbal (1999)
Langkah pertama: Sebuah aset diindentifikasi, yang sebelumnya dikuasai oleh entitas
yang berniat memobilisasi sumber daya dan mendapatkan dana. Dalam kasus
sederhana, aset ini harus berupa aset tangible seperti bangunan kantor, tanah, jalan
raya, atau Iapangan udara. Akan tetapi dalam kasus lain, sebuah kumpulan (pool)
dapat dibuat dari serangkaian aset heterogen yang mengombinasikan aset tangible dan
nontangible, seperti aset finansial. Ketika aset yang hendak disekuritisasi telah
teridentifikasi, maka aset ini ditransfer menjadi Special Purpose Mudarabah (SPM)
untuk harga jual yang telah ditentukan. SPM dibentuk hanya untuk tujuan ini dan
merupakan entitas legal terpisah yang bisa diafiliasikan kepada penerbitnya. Dengan
membentuk SPM independen, sertifikat tersebut membawa peringkat kreditnya
sendiri, bukan membawa peringkat kredit pemilik asalnya. Juga, dengan mentransfer
aset ke dalam entitas khusus ini, aset tersebut keluar dari neraca yang menerbitkan,
dan karenanya imun terhadap tekanan finansial apa pun yang mungkin dihadapi
penerbitnya di masa mendatang. Karena itu, eksistensi SPM menghadirkan
kepercayaan pada investor (pemegang sukuk) berkaitan dengan kepastian aliran dana
pada sertifikat tersebut dan dengan demikian meningkatkan kualitas kredit sertifikat
tersebut. SPM juga menikmati status dan keuntungan pajak khusus. SPM dianggap
sebagai entitas yang jauh dari kebangkrutan.
Langkah kedua: Aset dasar dibawa ke sisi aset SPM dengan menerbitkan sertifikat
pastisipasi atau sukuk pada sisi liabilitasnya terhadap investor dalam jumlah yang
setara dengan harga beli. Kesetaraan nilai sertifikat ini merepresentasikan bagian
dalam kepemilikan aset. Hasil dari penjualan sertifikat tersebut digunakan untuk
15
membeli aset. Dengan demikian, pemegang sukuk berpartisipasi dalam kepentingan
ekuitas aset SPM, yang dimiliki bersama.
Langkah ketiga: SPM tersebut menjual atau menyewakan kembali aset tersebut
kepada lessee-afiliasi penjual, atau langsung kembali kepada penjual itu sendiri-
sebagai kompensasi pembayaran di masa depan atau pembayaran sewa periodik.
Misalnya, dalam kasus leasing, aset tersebut akan disewakan kepada penyewa atau
kepada penerbit setifikat yang akan bertanggung jawab melakukan pembayaran sewa
barang tersebut di masa mendatang. Aliran kas tertunda (future) dalam bentuk
pemasukan sewa ini dialirkan melalui pemegang sukuk. Aliran kas akan dikurangi
oleh biaya administratif kecil, biaya asuransi, dan biaya layanan utang.
Langkah keempat: Sebagai upaya menjadikan sertifikat tersebut sebagai bentuk
investasi dan untuk meningkatkan marketabilitasnya, bank investasi juga memberikan
semacam bentuk jaminan. Jaminan ini bisa dalam bentuk jaminan kinerja berkaitan
dengan pembayaran tertunda sertifikat tersebut atau jaminan untuk membeli atau
mengganti aset tersebut dalam kondisi gagal bayar, Bank investasi atau penjamin
membebankan premi untuk jaminan tersebut. Penguatan kredit ini menjadikan
sertifikat tersebut surat berharga berlevel investasi dan karena itu membuatnya atraktif
bagi investor institusional.
Langkah kelima: Selama masa aktif sukuk, pembayaran periodik dilakukan oleh si
penerima manfaat dari aset tersebut yaitu penyewa, yang kemudian ditransfer kepada
investor. Pembayaran periodik ini mirip dengan sistem kupon pada obligasi
konvensional. Perbedaan antara pembayaran kupon obligasi konvensional dan
pembayaran sukuk adalah penerimaan obligasi tidak memedulikan hasil dari proyek
yang menjadi alasan diterbitkannya obligasi tersebut, sedangkan Pembayaran sukuk
hanya dapat terjadi apabila ada pemasukan dari aset yang disekuritisasikan. Walaupun
demikian, poin yang menarik adalah dalam kasus Sukuk berbasis sewa guna, karena
pembayaran kupon didasarkan pada pemasukan penyewaan dan kecil kemungkinan
gagal bayar pada pemasukan sewa, para investor memperhitungkan kupon ini dengan
perkiraan yang ting 1 dan risiko yang rendah Setiap orang yang membeli sukuk di
pasar sekunder menggantikan penjual dalam kepemilikan pro rata aset relevan dan
semua hak serta kewajiban yang diserahkan oleh pendaftar awal (original subscriber)
kepadanya. Harga sukuk tunduk pada kekuatan pasar dan bergantung kepada
profitabilitas yang diperkirakan. Walaupun demikian, terdapat batasan tertentu
berkaitan dengan penjualan sukuk di pasar sekunder.
16
Langkah Keenam: Pada saat jatuh tempo, atau pada saat penutupan, SPM mulai
diakhiri, pertama dengan menjual aset tersebut kepada penjual/pemilik asli dengan
harga yang telah ditentukan dan kemudian membayar kembali kepada pemegang
sertifikat atau investor. Harganya telah ditetapkan sebelumnya sebagai Usaha untuk
melindungi investor dari capital loss. Jika tidak, penjualan underlying asset dengan
nilai pasar bisa berakibat kerugian kapital bagi investor, yang mungkin tidak dapat
mereka terima. Merupakan praktik umurn, bahwa kontrak/akad sukuk mangandung
put option bagi pemegang sukuk di mana penerbit sukuk setuju untuk membeli
kembali aset tersebut pada harga yang telah ditetapkan. Dengan demikian, pada saat
jatuh tempo, investor dapat menjual kembali sukuk kepada penerbitnya dengan face
value. Pada akhir periode, SPM dibubarkan dan hilang karena tujuan dibentuknya
telah tercapai.
Proses yang disebutkan di atas merupakan proses umum untuk menerbitkan sukuk. Walaupun
demikian, ada beberapa perbedaan yang tergantung kepada tipe kontrak yang digunakan
untuk menciptakan underlying asset. 7
2.5 Perbedaan Obligasi dan Sukuk
Pertama, Dalam sukuk keuntungan yang didapat dari uang yang dihutangkan didapat melalui
prinsip mudarabah. Sedangkan dalam obligasi keuntungan yang didapat dari uang yang
dihutangkan dengan pemberian kupon bunga.
Kedua,Obligasi merepresentasikan utang murni dari yang menerbitkan. Sedangkan sukuk
merepresentasikan bagian kepemilikan dalam aset atau proyek yang ada atau yang telah
ditentukan.
Ketiga,Obligasi menciptakan hubungan peminjam/ yang meminjam. Sedangkan hubungan
dalam sukuk tergantung kepada karakteristik kontrak yang mendasarinya. Sebagai contoh,
apabila kontrak guna usaha yang mendasari sukuk, maka ia menciptakan hubungan penyewa
yang menyewakan, yang berbeda dari hubungan peminjam pemberi pinjaman.
Keempat, dalam sukuk disyaratkan bahwa obligasi yang dapat dijual pada harga pasar
asalkan komposisi kelompok aset ,yang dipresentasikan oleh obligasi tersebut terdiri dari
mayoritas aset fisik dan hak finansial ,bukan berupa utang interpersonal dan tunai. Sedangkan
dalam obligasi konvensional obligasi yang dijual berupa utang tunai.
7 Zamir Iqbal dan Abbas Mirakhor,Op.cit.,hal.226-230.
17
2.6 Aspek Hukum Dibolehkannya Obligasi dalam Islam
Berdasarkan fatwa yang dikeluarkan DSN-MUI bernomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang
obligasi syariah,dengan mempertimbangkan beberapa nash dan kaidah fikih:
Firman Allah SWT, QS. al-Ma'idah [5]:1:
… بالعقود �وفوا أ آم�نوا ذين� ال ه�ا �ي �اأ ي
"Hai orang yang beriman! Penuhilah aqad-aqad itu …"
Firman Allah SWT, QS. al-Isra' [17]: 34:
… م�سئوال �ان� ك الع�هد� إن بالع�هد، �وفوا و�أ
"… Dan penuhilah janji; sesungguhnya janji itu pasti diminta
pertanggunganjawabannya."
Firman Allah SWT, QS. al-Baqarah [2]: 275:
�ا… … ب الر م� و�ح�ر �يع� الب الله �ح�ل و�أ
"... dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba …"
Hadits Nabi riwayat Imam al-Tirmidzi dari 'Amr bin 'Auf al-Muzani, Nabi s.a.w.
bersabda:
إال شروطهم ع�ل�ى و�المسلمون� اما ح�ر� �ح�ل أ �و أ �ال ح�ال م� ح�ر صلحا إال المسلمين� �ين� ب ائز ج� الصلح
. اما ح�ر� �ح�ل أ �و أ �ال ح�ال م� ح�ر رطا ش�
"Perjanjian boleh dilakukan di antara kaum muslimin kecuali perjanjian yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram; dan kaum muslimin terikat
dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau
menghalalkan yang haram."
Hadis Nabi riwayat Imam Ibnu Majah, al-Daraquthni, dan yang lain, dari Abu Sa’id
al-Khudri, Nabi s.a.w. bersabda:
. ( وغيرهما ( والدارقطني ماجه ابن رواه ار� ضر� � و�ال ر� �ض�ر� ال
"Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri maupun orang lain."
Kaidah Fiqh:
18
�حريمه�ا ت ع�ل�ى د�ليل �دل ي �ن أ إال ة �اح� اإلب �ت المع�ام�ال في �صل األ
"Pada dasarnya, semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya."
يسير� الت �جلب ت قة الـم�ش�
"Kesulitan dapat menarik kemudahan."
ة الضرور� �ة� م�نزل �نزل ت ق�د الح�اج�ة
"Keperluan dapat menduduki posisi darurat."
رع بالش ابت �الث ك بالعرف ابت الث
"Sesuatu yang berlaku berdasarkan adat kebiasaan sama dengan sesuatu yang berlaku
berdasarkan syara' (selama tidak bertentangan dengan syari'at)."
Serta syarat dan ketentuan:
Akad yang dapat digunakan dalam penerbitan obligasi syariah antara
lain:Mudharabah,(Muqaradhah)/
Qiradh,Musyarakah,Murabahah,Salam,Istishna,Ijarah.
Obligasi yang tidak dibenarkan menurut syariah yaitu obligasi yang bersifat utang
dengan kewajiban membayar berdasarkan bunga;Obligasi yang dibenarkan menurut
syariah yaitu obligasi yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah;
Jenis usaha yang dilakukan Emiten (Mudharib) tidak boleh bertentangan dengan
syariah.
Pendapatan (hasil) investasi yang dibagikan Emiten (Mudharib) kepada pemegang
Obligasi Syariah Mudharabah (Shahibul Mal) harus bersih dari unsur non halal
Pendapatan (hasil) yang diperoleh pemegang Obligasi Syariah sesuai akad yang
digunakan.
Maka MUI memutuskan memperbolehkan praktik obligasi sebagai bagian dari ekonomi
islam.
2.7 Aspek-Aspek yang Harus Diperhatikan dalam Berinvestasi
A. Aset likuiditas, yang berkisar antara 17% sampai 49%.
19
Rasio ini dapat memberi informasi kepada para investor mengenai kemampuan
perusahaan untuk memenuhi kewajiban-kewajiban keuangan. Maksudnya adalah
investor akan tahu kemampuan perusahaan dalam membayar kreditor-kreditornya
pada saat jatuh tempo. Dan tentunya jika perusahaan itu tidak dapat membayar
kreditornya pada saatnya (kreditor saat ini), para kreditor tersebut dapat meminta
kepada pengadilan untuk meh'kuidasi perusahaan, dan di sini konsep riba gharar
diterapkan. Semakin kecil rasio ini semakin baik perusahaan tersebut dan sebaliknya.
B. Pendapatan bunga, rasio ini haruslah antara 5% dan 15%.
Rasio ini akan mengukur persentase pendapatan bunga dari total pendapatan yang
diperoleh perusahaan selama tahun keuangan tertentu. Sebagaimana kami sebutkan di
atas bahwa sebagian dan' cendekiawan membolehkan berinvestasi dalam sebuah
perusahaan yang aktivitasnya memiliki sedikit unsur riba (usury). Oleh karena itu,
sebagian cendekiawan Islam lainnya meyakini bahwa jika pendapatan bunga yang
dikumpulkan oleh perusahaan berkisar antara 5% dan 15%, maka perusahaan ini
mematuhi Syariah. Bagi mereka suatu persentase sampai 15% adalah baik, dan
karenanya perusahaan itu akan masuk dalam daftar perusahaan-perusahaan mematuhi
Syariah di pasar-saham.
C. Rasio hutang harus antara 30% sampai 33%.
Rasio hutang berarti rasio hutang terhadap total asset; ini juga bisa berupa rasio
hutang jangka panjang terhadap ekuitas (modal sendiri perusahaan). Di sini
sebenarnya para investor perlu tahu kekuatan perusahaan, apakah perusahaan berbasis
hutang, yang sangat berisiko untuk tempat berinvestasi, atau ia merupakan perusahaan
berbasis asset atau ekuitas yang risikonya lebih kecil. Jika rasio hutang kurang lebih
berada antara 30% dan 33%, perusahaan ini dapat digolongkan sebagai patuh Syariah.
Selain hal yang di atas, beberapa kriteria harus dipenuhi oleh perusahaan untuk
sejalan dengan hukum Islam seperti misalnya citra Public dari perusahaan,
kepentingan public, dan unsur haram tidak boleh besar. 8
BAB III
PENUTUP8 Ibid.,hal.92
20
3.1 Kesimpulan
Obligasi sebagai salah satu produk dari ekonomi islam telah ada sejak lama. Obligasi sendiri dalam islam menjadi legal apabila memerhatikan beberapa hal yang harus dihindari karena adanya larangan dari syariat,seperti riba. OKI sebagai Institusi Islam yang diakui dunia mensyaratkan bahwa materi dari obligasi itu sendiri bukan berupa hutang tunai melainkan aset riil,hal ini demi menjauhi riba. Berbeda dengan obligasi konvensional dimana uang tunai merupakan objeknya. Hal ini dapat menimbulkan riba. Terlebih lagi dalam obligasi konvensional keuntungan didapat dari kupon bunga yang diberikan pihak debitur hingga jatuh tempo modal dasar harus dikembalikan. Sedangkan dalam obligasi islam keuntungan didapatkan karena sebab akad mudharabah antara kreditur dan debitur.
DAFTAR PUSTAKA
21
BUKU
Billah ,Mohd Ma’sum.Penerapan Pasar Modal Islam.Selanggor:Sweet & Maxwell Asia,2010.
Iqbal ,Zamir dan Abbas Mirakhor.Pengantar Keuangan Islam.Jakarta:Kencana,2008.
Sharpe ,William F,Jeffery V.Bailey dan Gordon J.Alexander.Investasi.Jakarta:Indeks,2005.
Wahid ,Nazaruddin Abdul.Sukuk;Memahami dan Membedah Obligasi Pada Perbankan Syariah.Yogyakarta:Ar-Ruzz Media,2010.
Widjaja ,Gunawan dan Jono.Penerbitan Obligasi & Peran Serta Tanggung Jawab Wali Amanat dalam Pasar Modal.Jakarta:Kencana,2006.
Fatwa DSN-MUI nomor 32/DSN-MUI/IX/2002
22