37
SKENARIO 3 SESAK NAFAS Seorang anak perempuan, usia 7 tahun, dibawa ibunya berobat ke Klinik YARSI dengan keluhan sulit bernafas. Tiga hari yang lalu pasien ada demam, batuk dan pilek. Pasien sudah diberi obat namun belum ada perubahan. Menurut ibunya, pasien menderita alergi makanan terutama ikan laut. Ayah pasien mempunnyai riwayat alergi. Pemeriksaan fisik: - Inspeksi: terlihat pernapasan cepat dan sukar serta adanya retraksi daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Frekwensi nafas 48x/menit, disertai batuk-batuk paroksismal dengan ekspirasi memanjang - Palpasi: fremitus takstil dan vocal dalam batas normal - Perkusi: hipersonor pada seluruh toraks. - Auskultasi: suara bronkial dengan bunyi kasar/mengeras, ronkhi kering serta ronkhi basah serta suara lender dan wheezing. Pasien didiagnosis sebagai asma akut episodic sering. Penanganan yang diberikan berupa pemberian β-agonis secara nebulisasi. Pasien diobservasi 1-2 jam, apabila respon baik pasien akan dipulangkan dengan dibekali obat bronkodilator. Pasien dianjurkan control ke Klinik Rawat Jalan untuk re-evaluasi tatalaksananya 1

WRAP UP SK 3 RESPI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Respi

Citation preview

Page 1: WRAP UP SK 3 RESPI

SKENARIO 3

SESAK NAFAS

Seorang anak perempuan, usia 7 tahun, dibawa ibunya berobat ke Klinik YARSI dengan keluhan sulit bernafas. Tiga hari yang lalu pasien ada demam, batuk dan pilek. Pasien sudah diberi obat namun belum ada perubahan. Menurut ibunya, pasien menderita alergi makanan terutama ikan laut. Ayah pasien mempunnyai riwayat alergi.Pemeriksaan fisik:- Inspeksi: terlihat pernapasan cepat dan sukar serta adanya retraksi daerah supraklavikular,

suprasternal, epigastrium dan sela iga. Frekwensi nafas 48x/menit, disertai batuk-batuk paroksismal dengan ekspirasi memanjang

- Palpasi: fremitus takstil dan vocal dalam batas normal- Perkusi: hipersonor pada seluruh toraks.- Auskultasi: suara bronkial dengan bunyi kasar/mengeras, ronkhi kering serta ronkhi basah

serta suara lender dan wheezing.Pasien didiagnosis sebagai asma akut episodic sering.Penanganan yang diberikan berupa pemberian β-agonis secara nebulisasi.Pasien diobservasi 1-2 jam, apabila respon baik pasien akan dipulangkan dengan dibekali obat bronkodilator.Pasien dianjurkan control ke Klinik Rawat Jalan untuk re-evaluasi tatalaksananya

1

Page 2: WRAP UP SK 3 RESPI

KATA SULIT

1. Retraksi: Kontraksi yang terjadi pada otot perut dan iga yang terikat kedalam tahap inspirasi2. Hipersonor: Suara saat perkusi terdengar ruang kosong, berisi udara3. Wheezing: Bunyi nada tinggi dikarenakan adanya penyempitan pada saluran nafas4. Fremitus takstil: getaran yang dihantarkan melalui bronkopulmonary tree ke dinding dada

saat pasien berbicara.5. Batuk paroksimal: serangan batuk yang mendadak berulang-ulang dan intensif6. Nebulisasi: obat yang disemprotkan atau inhalasi7. Asma akut episodik sering: bronkokontriksi yang disebabkan reaksi alergi berdasarkan

derajat dan serangan yang sering8. Bronkodilator: obat yang dapat merangsang trunkus simphaticus (3,4,5) untuk merelaksasi

tunika muskularis pada bronkus (bronkus mengalami dilatasi)9. Suara lender: suara dahak

2

Page 3: WRAP UP SK 3 RESPI

PERTANYAAN

1. Mengapa saat dilakukan perkusi terdapat hipersonor pada seluruh toraks?2. Apa hubungan riwayat alergi ayah pasien dengan alergi dan asma yang diderita pasien?3. Apa hubungan keluhan pasien yang sulit bernafas dengan demam, batuk dan pilek?4. Adakah factor pencetus alergi yang lain?5. Apa saja obat β agonis dan bagaimana cara kerjanya?6. Mengapa dilakukan penanganan dengan nebulisasi?7. Berapa macam tipe asma?8. Apa yang harus dilakukan jika respon pasien tidak membaik setelah pemberian β-agonis

secara nebulisasi yang telah diobservasi selama 1-2 jam?9. Apa tanda khas asma akut episodik sering?10. Kapan waktu untuk control kembali?11. Mengapa tidak ada perubahan pada pasien yang telah diberi obat?12. Mengapa terjadi retraksi?13. Apa komplikasi penyakit ini?14. Apa prognosis dari asma akut periodik sering?

JAWABAN

1. Karena terdapat banyak udara yang tertahan dalam paru, sehingga saat perkusi menjadi hipersonor.

2. Ada hubungannya dengan alergi pasien karena alergi dari ayahnya diturunkan melalui IgE.3. Alergi → reaksi inflamasi → demam → hiperlakrimasi (banyak lendir) → batuk dan pilek

↓ Bronkokontriksi → sulit bernafas

4. Bisa saja terdapat factor pencetus lain5. Contoh obatnya: Salbutamol, terbutalin, fenoterol, ritodrin

Cara kerjanya: Menghambat mediator inflamasi dan relaksasi otot pernafasan.6. Karena efeknya cepat terhadap saluran pernafasan7. Ada 2 tipe, yaitu berdasarkan keparahan dan kekambuhan8. Pasien tidak dipulangkan dan diberi bronkodilator dari klinik9. Frekwensi nafas diatas normal, adanya wheezing dan seberapa sering terjadi kekambuhan.10. Kontol dilakukan dalam waktu 12-24 jam11. Mungkin obat yang diberikan tidak sesuai dengan penyakit pasien12. Karena terlalu banyak mengambil oksigen sehingga otot perut dan iga berkontraksi yang

menyebabkan retraksi13. Gagal nafas, emfisema, atelektasis status asmatikus 14. Prognosisnya memburuk apabila mempunyai alergi dan riwayat alergi keluarga

3

Page 4: WRAP UP SK 3 RESPI

HIPOTESIS

Asma dapat disebabkan oleh alergi dan alergi dapat diturunkan secara genetic. Jika terjadi alergi, maka tubuh akan merespon berupa reaksi inflamasi yang menyebabkan demam, kemudian menjadi hiperlakrimasi (banyak lendir) sehingga dapat menyebabkan batuk dan pilek. Adanya reaksi inflamasi juga dapat menyebabkan bronkokontriksi yang berakibat sulit bernafas. Pada pemeriksaan fisik, saat inspeksi terlihat pernapasan cepat dan sukar serta adanya retraksi (tertariknya otot) daerah supraklavikular, suprasternal, epigastrium dan sela iga. Palpasi: fremitus takstil dan vocal dalam batas normal. Perkusi: hipersonor pada seluruh toraks karena terdapat banyak udara yang tertahan dalam paru. Auskultasi: suara bronkial dengan bunyi kasar/mengeras, ronkhi kering serta ronkhi basah serta suara lender dan wheezing yang terjadi akibat bronkokontriksi. Dapat dilakukan terapi dengan pemberian β-agonis secara nebulisasi. β-agonis bekerja untuk menghambat mediator inflamasi. Prognosis asma memburuk apabila mempunyai alergi dan riwayat alergi keluarga. Dapat terjadi komplikasi gagal nafas, emfisema dan atelektasis.

4

Page 5: WRAP UP SK 3 RESPI

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Asma1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Asma1.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Klasifikasi Asma1.3. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi Asma1.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Asma1.5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis Asma1.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding Asma1.7. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan dan Pencegahan Asma1.8. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Asma1.9. Memahami dan Menjelaskan Prognosis Asma

5

Page 6: WRAP UP SK 3 RESPI

SASARAN BELAJAR

1. Memahami dan Menjelaskan Asma1.1. Memahami dan Menjelaskan Definisi Asma

Asma adalah gangguan inflamasi kronis saluran napas dengan banyak sel yang berperan, antara lain sel mast, eosinofil, dan limfosit T. Pada orang yang rentan, inflamasi ini menyebabkan episode mengi yang berulang, sesak napas, rasa dada tertekan, dan batuk, khususnya pada waktu malam atau dini hari. Gejala ini biasanya berhubungan dengan penyempitan jalan napas yang luas dan bervariasi, sebagian besar bersifat reversibel baik spontan maupun dengan pengobatan. Inflamasi ini juga berhubungan dengan hiperreaktivitas jalan napas terhadap berbagai rangsangan. (GINA (Global Initiative for Asthma), 2006)

Menurut WHO, asma adalah keadaan kronik yang ditandai oleh bronkospasme rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respons terhadap suatu stimuli yang tidak menyebabkan penyempitan serupa pada kebanyakan orang.

Menurut Pedoman Nasional Asma Anak 2004, asma adalah mengi berulang dan/atau batuk persisten dengan kharakteristik sebagai berikut : timbul secara episodic, cenderung pada malam/ dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta terdapat riwyat asma atau atopi lain pada pasien dan/ atau keluarganya.

1.2. Memahami dan Menjelaskan Etiologi dan Klasifikasi AsmaRisiko berkembangnya asma merupakan interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan.Faktor risiko asma:Faktor penjamuPredisposisi geneticAtopiHiperresponsif saluran pernafasanJenis kelaminRas/EtnikFaktor Lingkungan (Mempengaruhi berkembangnya asma pada individu dengan predisposisi asma)Alergen dalam ruanganMite domesticAlergen binatangJamurAlergen di luar ruanganSerbuk sari bungaJamurBahan di lingkungan kerjaAsap rokokPolusi udaraInfeksi pernafasanInfeksi parasiteStatus sosioekonomiDiet dan obat

6

Page 7: WRAP UP SK 3 RESPI

obesitasFaktor lingkungan (mencetuskan eksraserbasi dan atau menyebabkan gejala-gejala asma menetap)Alergen di dalam dan di luar ruanganPolusi di dalam dan di luar ruanganInfeksi pernafasanAktivitas fisik dan hiperventilasiPerubahan cuacaSulfur dioksidaMakanan aditif (pengawet, penyedap, pewarna makanan), obat-obatanEmosi yang berlebihanAsap rokokIritan (parfum, bau-bauan merangsang, household spray)

Sumber: Mangunegoro 2004

KLASIFIKASI ASMAKlasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis:

Pembagian derajat kekambuhan penyakit asma pada anak:

7

Page 8: WRAP UP SK 3 RESPI

Penilaian derajat serangan asmaParameter klinis,Fungsi paru,laboratorium

Ringan Sedang Berat Ancaman henti nafas

Sesak timbul-pada saat (breathless)

BerjalanBayi:menangis keras

BerbicaraBayi : Tangis pendek

dan lemah Kesulitan

makan/minum

IstirahatBayi :Tidak mau makan /minum

Bicara Kalimat Penggal kalimat Kata-kata

Posisi Bisa berbaring Lebih suka duduk

Duduk bertopang lengan

Kesadaran Mungkin iritable Biasanya iritable Biasanya iritable Bingung dan mengantuk

Sianosis Tidak ada Tidak ada Ada Nyata/Jelas

Mengi (wheezing)Sedang, sering hanya pada akhir ekspirasi

Nyaring, sepanjang ekspirasi,± inspirasi

Sangat nyaring, terdengar tanpa stetoskop

Sulit/tidak terdengar

Sesak nafas Minimal Sedang Berat

Obat Bantu nafas Biasanya tidak Biasanya ya Ya

Gerakan paradok torako-abdominal

Retraksi Dangkal, retraksi Sedang, Dalam, ditambah Dangkal /

8

Page 9: WRAP UP SK 3 RESPI

interkostalditambah retraksi suprasternal

nafas cuping hidung hilang

Laju nafas Meningkat Meningkat Meningkat MenurunPedoman nilai baku laju nafas pada anak sadar :Usia                         laju nafas normal Usia                       laju nafas normal< 2 bulan                       < 60 / menit 1 – 5 tahun                     < 40 / menit2 – 12 bulan                   < 50 / menit 6 – 8 tahun                     < 30 / menitLaju nadi Normal Takikardi Takikardi BradikardiPedoman nilai baku laju nadi pada anak sadar :Usia                       laju nadi normal2 – 12 bulan                   < 160 / menit1 – 2 tahun                     < 120 / menit3 – 8 tahun                     < 110 / menit

Pulsus paradoksus (pemeriksaannya tidak praktis)

Tidak ada< 10 mmHg

Ada10-20 mmHg

Ada> 20 mmHg

Tidak ada, tanda kelelahan otot nafas

PEFR atau FEV1 (% nilai dugaan/% nilai terbaik)-     pra bronkodilator-     pasca bronkodilator

> 60%

40-60%

> 80%

60-80%

< 40%

< 60%Respon < 2 jam

SaO2 % > 95% 91-95% £ 90%

PaO2Normal biasanya tidak perlu diperiksa

> 60 mmHg < 60 mmHg

PaCO2 < 45 mmHg < 45 mmHg > 45 mmHg

1.3. Memahami dan Menjelaskan Epidemiologi AsmaPrevalensi asma di seluruh dunia adalah sebesar 81% pada anak dan 3-5% pada

dewasa, dan dalam 10 tahun terakhir ini meningkat sebesar 50% . Berdasarkan laporan National Center for Health Statistics atau NCHS (2003), prevalensi serangan asma pada anak usia 0-17 tahun adalah 57 per 1000 anak (jumlah anak 4,2 juta) dan pada dewasa >18 tahun, 38 per 1000 (jumlah dewasa 7,8 juta). Jumlah wanita yang mengalami serangan lebih banyak daripada lelaki. WHO memperkirakan terdapat sekitar 250.000 kematian akibat asma. Sedangkan berdasarkan laporan NCHS (2000) terdapat 4487 kematian akibat asma atau 1,6 per 100 ribu populasi (Dahlan, 1998; Kartasasmita,2008). Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000.

SURVEI KESEHATAN RUMAH TANGGA (SKRT)

9

Page 10: WRAP UP SK 3 RESPI

Asma merupakan sepuluh besar penyebab kesakitan dan kematian di Indonesia, Survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1986 menunjukkan asma menduduki urutan ke-5 dari 10 penyebab kesakitan (morbiditi) bersama-sama dengan bronkitis kronik dan emfisema. asma, bronkitis kronik dan emfisema sebagai penyebab kematian (mortaliti) ke-4 di Indonesia atau sebesar 5,6 %. PENELITIAN LAIN Berbagai penelitian menunjukkan bervariasinya prevalensi asma , bergantung kepada populasi target studi, kondisi wilayah, metodologi yang digunakan dan sebagainya. Asma pada anak

Woolcock dan Konthen pada tahun 1990 di Bali mendapatkan prevalensi asma pada anak dengan hipereaktiviti bronkus 2,4% dan hipereaktiviti bronkus serta gangguan faal paru adalah 0,7%. Studi pada anak usia SLTP di Semarang dengan menggunakan kuesioner International Study of Asthma and Allergies in Childhood (ISAAC), didapatkan hasil dari 402 kuesioner yang kembali dengan rata-rata umur 13,8 ± 0,8 tahun didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/ recent asthma) 6,2% yang 64% di antaranya mempunyai gejala klasik. Bagian Anak FKUI/ RSCM melakukan studi prevalensi asma pada anak usia SLTP di Jakarta Pusat pada 1995-1996 dengan menggunakan kuesioner modifikasi dari ATS 1978, ISAAC dan Robertson, serta melakukan uji provokasi bronkus secara acak. Seluruhnya 1296 siswa dengan usia 11 tahun 5 bulan – 18 tahun 4 bulan, didapatkan 14,7% dengan riwayat asma dan 5,8% dengan recent asthma. Tahun 2001, Yunus dkk melakukan studi prevalensi asma pada siswa SLTP se Jakarta Timur, sebanyak 2234 anak usia 13-14 tahun melalui kuesioner ISAAC (International Study of Asthma and Allergies in Childhood), dan pemeriksaan spirometri dan uji provokasi bronkus pada sebagian subjek yang dipilih secara acak. Dari studi tersebut didapatkan prevalensi asma (recent asthma ) 8,9% dan prevalensi kumulatif (riwayat asma) 11,5%. Asma pada dewasa

Tahun 1993 UPF Paru RSUD dr. Sutomo, Surabaya melakukan penelitian di lingkungan 37 puskesmas di Jawa Timur dengan menggunakan kuesioner modifikasi ATS yaitu Proyek Pneumobile Indonesia danRespiratory symptoms questioner of Institute of Respiratory Medicine, New South Wales, dan pemeriksaan arus puncak ekspirasi (APE) menggunakan alat peak flow meter dan uji bronkodilator. Seluruhnya 6662 responden usia 13-70 tahun (rata-rata 35,6 tahun) mendapatkan prevalensi asma sebesar 7,7%, dengan rincian laki-kali 9,2% dan perempuan 6,6%. RUMAH SAKIT Rumah sakit Persahabatan, Jakarta merupakan pusat rujukan nasional penyakit paru di Indonesia, dan salah satu rumah sakit tipe B di Jakarta, menunjukkan data perawatan penyakit asma sebagai tergambar pada tabel 2.Data dari RSUD dr. Soetomo, Surabaya, Jawa Timur, menunjukkan kasus rawat interval 4 tahun, yaitu tahun 1986, 1990, dan 1994. Didapatkan frekuensi proporsi rawat inap asma menurun, hal tersebut kemungkinan karena keberhasilan penanganan asma rawat

10

Page 11: WRAP UP SK 3 RESPI

jalan dan pemberian penyuluhan sehingga kasus asma yang dirawat menurun. Pada tabel 3 dapat dilihat data rawat inap di UPF Paru RS dr. Soetomo, Surabaya. Penelitian ISAAC mendapatkan prevalensi gejala asma dalam 12 bulan berdasarkan kuesioner tertulis di beberapa negara. Pada gambar 5 dapat dilihat Indonesia berada di urutan paling rendah dalam prevalensi asma.

1.4. Memahami dan Menjelaskan Patofisiologi Asma

Kejadian utama pada serangan asma akut adalah obstruksi jalan napas secara luas yang merupakan kombinasi dari spasme otot polos bronkus, edem mukosa karena inflamasi saluran napas, dan sumbatan mukus. Sumbatan yang terjadi tidak seragam/merata di seluruh paru. Atelektasis segmental atau subsegmental dapat terjadi. Sumbatan jalan napas menyebabkan peningkatan tahanan jalan napas, terperangkapnya udara, dan distensi paru berlebihan (hiperinflasi). Perubahan tahanan jalan napas yang tidak merata di seluruh jaringan bronkus, menyebabkan tidak padupadannya ventilasi dengan perfusi (ventilation-perfusionmismatch)

Hiperinflasi paru menyebabkan penurunan compliance paru, sehingga terjadi peningkatan kerja napas. Peningkatan tekanan intrapulmonal yang diperlukan untuk ekspirasi melalui saluran napas yang menyempit, dapat makin mempersempit atau menyebabkan penutupan dini saluran napas, sehingga meningkatkan risiko terjadinya pneumotoraks. Peningkatan tekanan intratorakal mungkin mempengaruhi arus balik vena dan mengurangi curah jantung yang bermanifestasi sebagai pulsus paradoksus.

Ventilasi perfusi yang tidak padu padan, hipoventilasi alveolar, dan peningkatan kerja napas menyebabkan perubahan dalam gas darah. Pada awal serangan, untuk mengkompensasi hipoksia terjadi hiperventilasi sehingga kadar PaCO2 akan turun dan

11

Page 12: WRAP UP SK 3 RESPI

dijumpai alkalosis respiratorik. Selanjutnya pada obstruksi jalan napas yang berat, akan terjadi kelelahan otot napas dan hipoventilasi alveolar yang berakibat terjadinya hiperkapnia dan asidosis respiratorik. Karena itu jika dijumpai kadar PaCO2 yang cenderung naik walau nilainya masih dalam rentang normal, harus diwaspadai sebagai tanda kelelahan dan ancaman gagal napas. Selain itu dapat terjadi pula asidosis metabolic akibat hipoksia jaringan dan produksi laktat oleh otot napas.

Hipoksia dan asidosis dapat menyebabkan vasokonstriksi pulmonal, namun jarang terjadi komplikasi cor pulmonale. Hipoksia dan vasokonstriksi dapat merusak sel alveoli sehingga produksi surfaktan berkurang atau tidak ada, dan meningkatkan risiko terjadinya atelektasis.

1.5. Memahami dan Menjelaskan Manifestasi Klinis AsmaGambaran klinis klasik adalah serangan episodic batuk, mengi, dan sesak napas.

Pada awal serangan sering gejala tidak jelas seperti rasa berat di dada, dan pada asma alergik mungkin disertai pilek atau bersin. Meski-pun pada mulanya batuk tanpa disertai secret, tapi selanjutnya pasien akan mengeluarkan secret. Ada se-bagian kecil pasien yang hanya batuk tanpa disertai mengi, dikenal dengan istilah cough variant asthma.

Pada asma alergik, sering hubungan antara pemajanan allergen dengan gejala asma tidak jelas. Terlebih lagi pasien asma alergik juga memberikan gejala terhadap factor pencetus non alergik seperti asap rokok, infeksi saluran napas ataupun perubahan cuaca.

Tanda penyakit asma kronis antara lain:

Bertambahnya tingkat keparahan dan frekuensi dari tanda dan gejala asma Turunnya rata-rata maksimum aliran napas yang diukur oleh peak flow meter,

peralatan sederhana yang digunakan untuk memeriksa seberapa baik paru-paru anda bekerja

Meningkatnya kebutuhan untuk menggunakan bronchodilator – pengobatan yang membuka jalan napas dengan mengistirahatkan otot-otot saluran pernapasan

1.6. Memahami dan Menjelaskan Diagnosis dan Diagnosis Banding AsmaAlur diagnosis asma:

12

Page 13: WRAP UP SK 3 RESPI

Anamnesisa. Keluhan sesak nafas, mengi, dada terasa berat atau tertekan, batuk berdahak yang

tak kunjung sembuh, atau batuk malam hari.b. Semua keluhan biasanya bersifat variasi diurnal.c. Mungkin ada riwayat keluarga dengan penyakit yang sama atau penyakit alergi

yang lain.

Pemeriksaan Fisik Keadaan umum : penderita tampak sesak nafas dan gelisah, penderita lebih nyaman

dalam posisi duduk. Jantung : pekak jantung mengecil, takikardi. Paru :

Inspeksi : dinding torak tampak mengembang, diafragma terdorong ke bawah. Auskultasi : terdengar wheezing (mengi), ekspirasi memanjang.

Pada serangan berat :

13

Page 14: WRAP UP SK 3 RESPI

tampak sianosis N > 120 X/menit “Silent Chest” : suara mengi melemah

Status Asmatikus adalah keadaan darurat medik paru berupa serangan asma yang berat atau bertambah berat yang bersifat refrakter sementara terhadap pengobatan yang lazim diberikan. Refrakter adalah tidak adanya perbaikan atau perbaikan yang sifatnya hanya singkat, dengan waktu pengamatan antara satu sampai dua jam.Gambaran klinis status asmatikus : Penderita tampak sakit berat dan sianosis. Sesak nafas, bicara terputus-putus. Banyak berkeringat, bila kulit kering menunjukkan kegawatan sebab penderita sudah

jatuh dalam dehidrasi berat. Pada keadaan awal kesadaran penderita mungkin masih cukup baik, tetapi lambat

laun dapat memburuk yang diawali dengan rasa cemas, gelisah kemudian jatuh ke dalam koma.

Pemeriksaan laboratorium1) Pemeriksaan sputum

Pemeriksaan sputum dilakukan untuk melihat adanya: Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari Kristal eosinopil. Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang

bronkus. Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus. Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid

dengan viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.2) Pemeriksaan darah

Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia, hiperkapnia, atau asidosis. Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.

Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana menandakan terdapatnya suatu infeksi.Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktu serangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

Pemeriksaan penunjang 1) Pemeriksaan radiologi

Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal. Pada waktu serangan menunjukan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut: Bila disertai dengan bronkitis,  maka bercak-bercak di hilus akan bertambah. Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan

semakin bertambah. Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrate pada paru. Dapat

pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal.

14

Page 15: WRAP UP SK 3 RESPI

Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneumotoraks, dan pneumoperikardium, maka dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.

2) Pemeriksaan tes kulitKomponen alergi pada asma dapat diindentifikasi melalui pemeriksaan uji kulit

atau pengukuran IgE spesifik serum.Uji kulit adalah cara utama untuk mendiagnosis status alergi/atopi, umumnya

dilakukan dengan prick test. Pengukuran IgE spesifik dilakukan pada keadaan uji kulit tidak dapat dilakukan (antara lain dermatophagoism, dermatitis/ kelainan kulit pada lengan tempat uji kulit, dan lain-lain). Pemeriksaan kadar IgE total tidak mempunyai nilai dalam diagnosis alergi/ atopi.

3) Analisis gas darahPemeriksaan hanya dilakukan pada asma yang berat. Pada fase awal serangan

terjadi hoksemia dan hipokapnia (PaCO2 < 35 mmHg), kemudian pada stadium yang lebih berat PaCO2 justru mendekati normal sampai normo-kapnia. Selanjutnya pada asma yang sangat berat terjadi hiperkapnia (PaCO2 ≥ 45 mmHg), hipoksemia dan asidosis respiratorik.

4) ElektrokardiografiGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada emfisema paru, yaitu: Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan

clock wise rotation Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right

bundle branch block) Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES

atau terjadinya depresi segmen ST negative

5) Scanning ParuDengan scanning paru melalui inhalasi dapat dipelajari bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh pada paru-paru.

6) SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas reversible, cara yang paling

cepat dan sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.

Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pamberian bronkodilator aerosol (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik. Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari 20% menunjukkan diagnosis asma. Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari 20%. Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan. Benyak penderita tanpa keluhan tetapi pemeriksaan spirometrinyamenunjukkan obstruksi.

15

Page 16: WRAP UP SK 3 RESPI

DIAGNOSIS BANDINGPada dewasa: Bronchitis Kronik : Ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan sputum 3

bulan dalam setahun. Penyebab bronchitis kronik adalah tuberculosis, bronchitis atau keganasan.

Emfisema paru : Sesak merupakan gejala utama, sedangkan batuk dan mengi jarang menyertainya. Berbeda dengan asma, pada emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan jasmani. Pemeriksaan foto dada menunjukan hiperinflasi.

Gagal Jantung Kiri AkutDulu dikenal dengan nama asma kardial, dan bila terjadi pada malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnoe. Pasien terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau berkyrang bila duduk. Disamping ortopnoe, pada pemeriksaan fisis ditemukan kardiomegali dan edema paru.

Emboli ParuHal yang dapat menimbulkan emboli paru adalah imobilisasi, gagal jantung dan tromboflebitis. Gejala sesak napas, batuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang dan pingsan.

Pada anak: Bronkopneumonia Tuberculosis Benda asing di saluran napas Laringotrakeomalasia Pembesaran kelenjar limfe Tumor Stenosis trakea Bronkiolitis

1.7. Memahami dan Menjelaskan Penatalaksanaan dan Pencegahan AsmaTujuan tatalaksana: Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma Mencegah eksaserbasi akut Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin Mengupayakan aktivitas normal termasuk exercise Menghindari efek samping obat Mencegah terjadinya keterbatasan aliran udara (airflow limitation) irreversible Mencegah kematian karena asma Khusus anak, untuk mempertahankan tumbuh kembang anak sesui potensi

genetiknya

Pada prinsipnya penatalaksanaan asma diklasifikasikan menjadi:

1) Penatalaksanaan asma akut/saat seranganSerangan akut adalah episodic perburukan pada asma yang harus diketahui. Penatalaksanaan asma sebaiknya dilakukan di rumah yaitu:

16

Page 17: WRAP UP SK 3 RESPI

Apabila tidak ada perbaikan segera ke fasilitas pelayanan kesehatan. Berikut ini adalah alogaritma penanganan di fasilitas kesehatan:

17

Page 18: WRAP UP SK 3 RESPI

Pada serangan asma, obat-obat yang digunakan adalah: Bronkodilator (β2 agonis kerja cepat dan ipratropium bromide) Kortikosteroid sistemik

2) Penatalaksanaan asma jangka panjang

18

Page 19: WRAP UP SK 3 RESPI

Tujuannya untuk mengontrol asma dan mencegah serangan. Pengobatan disesuaikan dengan klasifikasi beratnya asma.Prinsip pengobatan jangka panjang:

Edukasi Obat asma (pengontrol dan pelega) Menjaga kebugaran

Obat asma terdiri dari obat pelega dan pengontrol. Obat pelega diberikan pada saat serangan asma, sedangkan obat pengontrol ditunjukkan untuk pencegahan serangan asma dan diberikan dalam jangka panjang dan terus menerus. Untuk mengontrol asma

19

Page 20: WRAP UP SK 3 RESPI

digunakan anti iinflamasi (kortikosteroid inhalasi). Pada anak, control lingkungan mutlak dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.

OBAT PEREDA (RELIEVER)Bronkodilator kerja-cepatBeta Agonis 2

SALBUTAMOLSalbutamol merupakan suatu senyawa yang selektif merangsang reseptor B2

adrenergik terutama pada otot bronkus. Golongan B2 agonis ini merangsang produksi AMP siklik dengan cara mengaktifkan kerja enzim adenil siklase. Efek utama setelah pemberian peroral adalah efek bronkodilatasi yang disebabkan terjadinya relaksasi otot bronkus. Dibandingkan dengan isoprenalin, salbutamol bekerja lebih lama dan lebih aman karena efek stimulasi terhadap jantung lebih kecil maka bisa digunakan untuk pengobatan kejang bronkus pada pasien dengan penyakit jantung atau tekanan darah tinggi.1. Salbutamol Nebulisasi

Alat nebulisasi harus dapat menghasilkan aliran udara minimal 6-10 L/ menit. Alat yang direkomendasikan adalah jet-nebulizer (kompresor udara) atau silinder oksigen. Dosis salbutamol adalah 2.5 mg/kali nebulisasi; bisa diberikan setiap 4 jam, kemudian dikurangi sampai setiap 6-8 jam bila kondisi anak membaik. Bila diperlukan, yaitu pada kasus yang berat, bisa diberikan setiap jam untuk waktu singkat.

2. Salbutamol MDI dengan alat spacerAlat spacer dengan berbagai volume tersedia secara komersial. Pada anak dan

bayi biasanya lebih baik jika memakai masker wajah yang menempel pada spacer dibandingkan memakai mouthpiece. Jika spacer  tidak tersedia, spacer bisa dibuat menggunakan gelas plastik atau botol plastik 1 liter. Dengan alat ini diperlukan 3-4 puff salbutamol dan anak harus bernapas dari alat selama 30 detik.

Efek samping β2 agonist antara lain tremor otot skeletal, sakit kepala, agitasi, palpitasi, dan takikardi.

Epinefrin (adrenalin) subkutan

Jika kedua cara untuk pemberian salbutamol tidak tersedia, beri suntikan epinefrin (adrenalin) subkutan dosis 0.01 ml/kg dalam larutan 1:1 000 (dosis maksimum: 0.3 ml), menggunakan semprit 1 ml (untuk teknik injeksi lihat halaman 331). Jika tidak ada perbaikan setelah 20 menit, ulangi dosis dua kali lagi dengan interval dan dosis yang sama. Bila gagal, dirawat sebagai serangan berat dan diberikan steroid dan aminofilin.

Antikolinergik

Ipratropium bromida adalah suatu antikolinergik yang merupakan antagonis kompetitif asetilkolin yang bekerja dengan cara berikatan di reseptor kolinergik

20

Page 21: WRAP UP SK 3 RESPI

sehingga menghambat efek asetilkolin. Reseptor kolinergik yang dihambat adalah reseptor di otot polos dan kelenjar submukosa sehingga mencegah peningkatan konsentrasi cyclic guanosine monophosphate (cyclic GMP) intraselular yang terjadi akibat interaksi asetilkolin dengan reseptor muskarinik pada otot polos bronkus. Dengan demikian dapat menghambat kontraksi otot polos dan mengurangi sekresi kelenjar submukosa saluran napas.

Ipratropium bromida merupakan derivat atropin yang dikenal sebagai kuartener amonium sintetik. Secara makroskopik ipratropium bromida adalah zat Kristal putih, sangat larut dalam air dan sedikit larut dalam alkohol, tapi tidak larut dalam pelarut lipofilik seperti eter, kloroform, dan flurokarbon.

Ipratropium bromid tidak menembus sawar otak dan mukosa gastrointestinal sehingga efek sistemiknya minimal yaitu dibawah 1%. Meskipun ipratropium bromide memiliki efek bronkodilator tetapi efek bronkodilatasinya lebih lemah dan awitan kerjanya lambat bila dibandingkan dengan agonis beta 2.

Seperti umumnya obat bronkodilator, ipratropium bromida mempunyai efek samping mulut kering, mual, tremor, dan iritasi mata. Keluhan palpitasi dijumpai pada sebagian kecil pengguna ipratropium bromida. Meskipun ipratropium bromida termasuk derivat atropin tetapi tidak dijumpai efek samping retensi urin, gangguan penglihatan dan agitasi seperti pada atropin.

Methyl xanthine

Efek bronkodilatasi methyl xantine setara dengan β2 agonist inhalasi, tapi karena efek sampingnya lebih banyak dan batas keamanannya sempit, obat ini diberikan pada serangan asma berat dengan kombinasi β2 agonist dan anticholinergick. Methilxanthine cepat diabsorbsi setelah pemberian oral, rectal, atau parenteral.

1. TeofilinEfek bronkodilatasi teofilin disebabkan oleh antagonisme terhadap reseptor adenosine dan inhibisi PDE 4 dan PDE 5. Pemberian teofilin IM harus dihindarkan karena menimbulkan nyeri setempat yang lama. Umumnya adanya makanan dalam lambung akan memperlambat kecepatan absorbsi teofilin tapi tidak mempengaruhi derajat besarnya absorpsi. Efek samping obat ini adalah mual, muntah, sakit kepala. Pada konsentrasi yang lebih tinggi dapat timbul kejang, takikardi dan aritmia.

2. AminofilinJika anak tidak membaik setelah 3 dosis bronkodilator kerja cepat, beri aminofilin IV dengan dosis awal (bolus) 6-8 mg/kgBB dalam 20 menit. Bila 8 jam sebelumnya telah mendapatkan aminofilin, beri dosis setengahnya. Diikuti dosis rumatan 0.5-1 mg/kgBB/jam. Pemberian aminofilin harus hati-hati, sebab margin of safety aminofilin amat sempit. Hentikan pemberian aminofilin IV segera bila anak mulai muntah, denyut nadi >180 x/menit, sakit kepala, hipotensi, atau kejang. Jika aminofilin IV tidak tersedia, aminofilin supositoria bisa menjadi alternatif.

21

Page 22: WRAP UP SK 3 RESPI

Dosis aminofilin IV inisial bergantung kepada usia : 1 – 6 bulan : 0,5mg/kgBB/Jam 6 – 11 bulan : 1 mg/kgBB/Jam 1 – 9 tahun : 1,2 – 1,5 mg/kgBB/Jam > 10 tahun : 0,9 mg/kgBB/Jam

Steroid

Jika anak mengalami serangan wheezing akut berat berikan kortikosteroid sistemik metilprednisolon 0.3 mg/kgBB/kali tiga kali sehari pemberian oral atau deksametason 0.3 mg/kgBB/kali IV/oral tiga kali sehari pemberian selama 3-5 hari.

Kortikosteroid tidak secara langsung berefek sebagai bronkodilator. Obat ini bekerja sekaligus menghambat produksi sitokin dan kemokin, menghambat sintesis eikosainoid, menghambat peningkatan basofil, eosinofil dan leukosit lain di jaringan paru dan menurunkan permeabilitas vascular.

Metilprednisolon merupakan pilihan utama karena kemampuan penetrasi kejaringan paru lebih baik, efek anti inflamasi lebih besar, dan efek mineralokortikoid minimal. Dosis metilprednisolon IV yang dianjurkan adalah 1 mg/kgBB setiap 4 sampai 6 jam. Dosis Hidrokortison IV 4 mg/kgBB tiap 4– 6 jam. Dosis dexamethasone bolus IV 0,5 – 1 mg/kgBB dilanjtkan 1 mg/kgBB/hari setiap 6 – 8 jam.

Antibiotik

Antibiotik tidak diberikan secara rutin untuk asma atau anak asma yang bernapas cepat tanpa disertai demam. Antibiotik diindikasikan bila terdapat tanda infeksi bakteri.

OBAT – OBAT PENGONTROL Obat – obat asma pengontrol pada anak – anak termasuk inhalasi dan sistemik glukokortikoid, leukotrien modifiers, long acting inhaled β2-agonist, theofilin, cromones, dan long acting oral β2-agonist. 1) Inhalasi glukokortikosteroid

Glukokortikosteroid inhalasi merupakan obat pengontrol yang paling efektif dan direkomendasikan untuk penderita asma semua umur. Intervensi awal dengan penggunaan inhalasi budesonide berhubungan dengan perbaikan dalam pengontrolan asma dan mengurangi penggunaan obat-obat tambahan. Terapi pemeliharaan dengan inhalasi glukokortikosteroid ini mampu mengontrol gejala-gejala asma, mengurangi frekuensi dari eksaserbasi akut dan jumlah rawatan di rumah sakit, meningkatkan kualitas hidup, fungsi paru dan hiperresponsif bronkial, dan mengurangi bronkokonstriksi yang diinduksi latihan.

Glukokortikosteroid dapat mencegah penebalan lamina retikularis, mencegah terjadinya neoangiogenesis, dan mencegah atau mengurangi terjadinya down regulation receptor β2 agonist. Dosis yang dapat digunakan sampai 400ug/hari (respire anak). Efek samping berupa gangguan pertumbuhan, katarak, gangguan sistem saraf pusat, dan gangguan pada gigi dan mulut.

2) Leukotriene Receptor Antagonist (LTRA)

22

Page 23: WRAP UP SK 3 RESPI

Secara hipotesis obat ini dikombinasikan dengan steroid hirupan dan mungkin hasilnya lebih baik. Sayangnya, belum ada percobaan jangka panjang yang membandingkannya dengan steroid hirupan + LABA. Keuntungan memakai LTRA adalah sebagai berikut: LTRA dapat melengkapi kerja steroid hirupan dalam menekan cystenil

leukotriane Mempunyai efek bronkodilator dan perlindungan terhadap bronkokonstriktor Dapat diberikan per oral. Montelukas hanya diberikan sekali per hari., penggunaannya aman, dan tidak

mengganggu fungsi hati. Sayangnya preparat Montelukast ini belum ada di Indonesia

Mungkin juga mempunyai efek menjaga integritas epitel, yaitu dengan meningkatkan kerja epithel growth factor (EGF) dan menekan transforming growth factor (TGF) sehingga dapat mengendalikan terjadinya fibrosis, hyperplasia, dan hipertrofi otot polos, serta diharapkan mencegah perubahan fungsi otot polos menjadi organ pro-inflamator.

Ada 2 preparat LTRA : a. Montelukast Preparat ini belum ada di Indonesia dan harganya mahal. Dosis per

oral 1 kali sehari.(respiro anak) Dosis pada anak usia 2-5 tahun adalah 4 mg qhs. (gina)

b. Zafirlukast Preparat ini terdapat di Indonesia, digunakan untuk anak usia > 7 tahun dengan dosis 10 mg 2 kali sehari. Leukotrin memberikan manfaat klinis yang baik pada berbagai tingkat keparahan asma dengan menekan produksi cystenil leukotrine. Efek samping obat dapat mengganggu fungsi hati (meningkatkan transaminase) sehingga perlu pemantauan fungsi hati.

TERAPI INHALASI

Terapi inhalasi adalah pemberian obat yang secara langsung ke dalam saluran napas melalui hirupan. Berbagai macam obat seperti antibiotik, mukolitik, anti inflamasi dan bronkodilator sering digunakan pada terapi inhalasi. Untuk mencapai sasaran di paru-paru, partikel obat asma inhalasi yang berbentuk aerosol ini harus berukuran sangat kecil (2-5 mikron).

Prinsip terapi inhalasiPrinsip farmakologis terapi inhalasi yang ideal untuk penyakit saluran napas adalah: Obat sampai pada organ target dengan menghasilkan partikel aerosol berukuran

optimal agar terdeposisi di paru, Onset kerjanya cepat, Dosis obat kecil, Efek samping minimal, karena konsentrasi obat di dalam darah sedikit atau rendah, Mudah digunakan, Efek terapeutik tercapai yang ditandai dengan tampaknya perbaikan klinis.

Jenis terapi inhalasi:1) Nebuliser

23

Page 24: WRAP UP SK 3 RESPI

Nebuliser merupakan suatu alat yang dapat mengubah obat yang bentuk awalnya berupa larutan lalu diubah menjadi bentuk aerosol yang dikeluarkan secara terus menerus dengan tenaga yang berasal dari udara yang dipadatkan atau gelombang ultrasonik. Ada 2 jenis alat nebuliser yaitu ultrasonic nebuliser dan jet nebuliser.

Keuntungan terapi inhalasi menggunakan nebuliser adalah tidak atau sedikit memerlukan koordinasi pasien, hanya memerlukan pernafasan tidal, beberapa jenis obat dapat dicampur (misalnya salbutamol dan natrium kromoglikat). Sedangkan kekurangan dari nebuliser adalah alat ini cukup besar, sehingga memerlukan sumber tenaga listrik dan harga yang relatif lebih mahal. Perhatian dan Kontraindikasi: Pasien yang tidak sadar/confusion tidak kooperatif dengan prosedur ini,

membutuhkan mask/sungkup, tetapi mask efektifnya berkurang secara spesifik. Medikasi nebulizer kontraindikasi pada keadaan dimana suara napas tidak

ada/berkurang, kecuali jika medikasi nebulizer diberikan melalui endotracheal tube yang menggunakan tekanan positif. Pasien dengan penurunan pertukaran gas juga tidak dapat menggerakkan/memasukkan medikasi secara adekuat ke dalam saluran napas.

Pemakaian katekolamin pada pasien dengan cardiac irritability harus dengan perlahan. Ketika diinhalasi katekolamin dapat meningkatkan cardiac rate dan menimbulkan disritmia

Medikasi nebulizer tidak dapat diberikan terlalu lama melalui IPPB/Intermittent Positive Pressure Breathing, Sebab IPPB mengiritasi dan meningkatkan bronkhospasme.

2) Metered dosed inhaler aerosol ( dengan atau tanpa spacer / alat penyambung)Metered dose inhaler (MDI) atau inhaler dosis terukur merupakan cara

inhalasi yang bahan aktif obatnya disuspensikan dalam cairan pendorong (propelan) sebanyak kurang lebih 10 ml. Jenis propelan yang digunakan biasanya adalah kloroflurokarbon (chlorofluorocarbon = CFC) pada tekanan tinggi. Namun oleh karena jenis ini dianggap dapat merusak lapisan ozon, maka akhir-akhir ini mulai dikembangkan penggunaan bahan non-CFC yaitu hidrofluroalkana (HFA).Untuk mendapatkan hasil optimal maka pemakaian inhaler ini hendaklah dikerjakan sebagai berikut: Terlebih dahulu kanister dikocok agar obat tetap homogen, lalu tutup kanister

dibuka Inhaler dipegang tegak kemudian pasien melakukan ekspirasi maksimal secara

perlahan Mulut kanister diletakkan diantara bibir, lalu bibir dirapatkan dan dilakukan

inspirasi perlahan sampai maksimal pada pertengahan inspirasi kanister ditekan agar obat keluar

Pasien menahan nafas 10 detik atau dengan menghitung 10 hitungan pada inspirasi maksimal

Setelah 30 detik atau 1 menit prosedur yang sama diulang kembali Setelah proses selesai, jangan lupa berkumur untuk mencegah efek samping.

24

Page 25: WRAP UP SK 3 RESPI

3) Dry powder inhalerInhaler jenis ini tidak mengandung propelan sehingga mempunyai kelebihan

dari MDI. Penggunaan obat serbuk kering pada DPI memerlukan inspirasi yang cukup kuat. Pada anak yang kecil hal ini sulit dilakukan mengingat inspirasi kuat belum dapat dilakukan, sehingga deposisi obat pada saluran pernafasan berkurang. Pada anak yang lebih besar, penggunaan obat serbuk ini dapat lebih mudah, karena kurang memerlukan koordinasi dibandingkan dengan MDI. Dengan cara ini deposisi obat di dalam paru lebih tinggi dan lebih konstan dibandingkan MDI sehingga dianjurkan diberikan pada anak di atas 5 tahun. Cara DPI ini tidak memerlukan spacer sebagai alat bantu sehingga mudah dibawa dan dimasukkan ke dalam saku. Hal ini yang juga memudahkan pasien dan lebih praktis.

PENCEGAHANUpaya pencegahan asma dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: Pencegahan primer ditujukan untuk mencegah sensitisasi pada bayi dengan risiko

asma (orangtua asma), dengan cara : Penghindaran asap rokok dan polutan lain selama kehamilan dan masa

perkembangan bayi/anak Diet hipoalergenik ibu hamil, asalkan / dengan syarat diet tersebut tidak

mengganggu asupan janin Pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan Diet hipoalergenik ibu menyusui

Pencegahan sekunder ditujukan untuk mencegah inflamasi pada anak yang telah tersentisisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok, serta allergen dalam ruangan terutama tungau debu rumah.

Pencegahan tersier ditujukan untuk mencegah manifestasi asma pada anak yang telah menunjukkan manifestasi penyakit alergi. Sebuah penelitian multi senter yang dikenal dengan nama ETAC Study (early treatment of atopic children) mendapatkan bahwa pemberian Setirizin selama 18 bulan pada anak atopi dengan dermatitis atopi dan IgE spesifik terhadap serbuk rumput (Pollen) dan tungau debu rumah menurunkan kejadian asma sebanyak 50%. Perlu ditekankan bahwa pemberian setirizin pada penelitian ini bukan sebagai pengendali asma (controller).

1.8. Memahami dan Menjelaskan Komplikasi Asma Pneumothorax

Keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam rongga pleura, sehingga paru – paru kesulitan untuk mengembang.

PneumodiastinumAdanya udara atau gas bebas yang ditemukan pada mediastinum

EmfisemaPembesaran permanen abnormal ruang udara distal ke bronkiolus terminal, disertai dengan kerusakan dinding alveolar dan tanpa fibrosis yang jelas.

AtelektasisPengkerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.

25

Page 26: WRAP UP SK 3 RESPI

BronchitisPeradangan pada cabang tenggorokan/ bronkus.

Gagal nafas Perubahan bentuk thorax

Thorax membungkuk kedepan dan memanjang. Pada foto rontgen terlihat diafragma letaknya rendah, gambaran jantung menyempit, hilus kiri dan kanan bertambah. Pada asma berat dapat terjadi bentuk dada burung (pektus karinatum/ pigeon chest) dan tampak sulkus Harrison.

1.9. Memahami dan Menjelaskan Prognosis AsmaMortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan

kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.

Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapipersentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).

Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.

26

Page 27: WRAP UP SK 3 RESPI

DAFTAR PUSTAKA

Behrman et.al. 2000. Nelson : Ilmu kesehatan anak edisi 15 vol.1. Jakarta : EGC

Global Initiative For Asthma. 2006. Global Strategi for Asthma Manajemen and Prevention.

Keputusan Mentri Kesehatan RI Nomor: 1023MENKES/SK/XI2008 Tentang Pedoman Pengendalian Penyakit Asma. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2009.

Mangunnegoro H, Widjaja A, Kusumo D, et al. Asma Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2004.

Rahajoe N, Supriyatno B, Setyanto DB. Pedoman Nasional Asma Anak. UKK Pulmonologi : PP IDAI, 2004.

Sundaru, H dan Sukamto. 2009. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I: Asma Bronkial. Jakarta: Interna Publishing. Hal. 204-408.

UKK Pulmonologi IDAI. Konsensus Nasional Asma Anak. Sari Pediatri, Vol. 2, No. 1, Juni 2000: 50 – 66

Yunus, Faisal. (1995). Terapi inhalasi asma bronkial. Jakarta: Bagian Pulmonologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Unit Paru RS Persahabatan.

http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/infodatin/infodatin-asma.pdf (Diakses pada tanggal 26 Februari 2016; pukul 20.00 WIB).

http://www.klikpdpi.com/konsensus/asma/asma.html (Diakses pada tanggal 26 Februari 2016; pukul 21.07 WIB).

27