6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Teoritis
2.1.1. Konsep Kecemasan
Kecemasan adalah salah satu perasaan kekhawatiran dengan keadaan
emosi yang tidak memiliki objek yang spesifik. Dalam konsep kecemasan,
membahas tentang pengertian dari kecemasan, tanda & gejala kecemasan,
karakteristik kecemasan, faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan itu sendiri,
dan teori dari kecemasan.
2.1.1.1. Pengertian Kecemasan
Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang
berkaitan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya. Keadaan emosi ini tidak
memiliki objek yang spesifik. Kecemasan dialami secara subjektif dan
dikomunikasikan secara interpersonal (Arfian, 2013).
Cemas disebabkan oleh hal-hal yang tidak jelas, termasuk di dalamnya
pasien yang akan menjalani operasi karena tidak tahu konsekuensi operasi dan
takut terhadap prosedur operasi itu sendiri (Dargobercia, 2011). Kecemasan
(Ansietas) merupakan reaksi emosional terhadap penilaian individu yang
subyektif, yang dipengaruhi oleh alam bawah sadar dan tidak diketahui secara
khusus penyebabnya (Dirjen Pelayanan Medik, 2000) dalam Arfian (2013).
Sehingga dapat dikatakan bahwa kecemasan pada pasien sebelum pembedahan
7
adalah kekhawatiran yang tidak jelas dirasakan oleh pasien karena tidak
mengetahui tentang konsekuensi proses pembedahan.
Menurut Direktorat Jenderal Pelayanan Medik (2000) dalam Arfian (2013)
mengemukakan beberapa teori membagi kecemasan (Ansietas) menjadi 4
tingkatan :
1) Kecemasan Ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan akan peristiwa
kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini lapangan persepsi meningkat dan individu
akan berhati-hati serta waspada. Individu terdorong untuk belajar tentang hal-hal
yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreativitas.
2) Kecemasan Sedang
Pada tingkat ini lapangan persepsi terhadap lingkungan menurun. Individu
lebih menfokuskan pada hal penting saat itu dan mengesampingkan hal lain.
3) Kecemasan Berat
Pada kecemasan berat lapangan persepsi menjadi sangat menurun. Individu
cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang lain.
Individu tidak mampu berfikir realistis dan membutuhkan banyak pengarahan,
untuk dapat memusatkan pada area lain.
4) Panik
Pada tingkat ini lapangan persepsi sangat sempit sehingga individu tidak
dapat mengendalikan diri lagi dan tidak dapat melakukan apa-apa walaupun sudah
diberi pengarahan/tuntunan. Pada keadaan panik terjadi peningkatan aktivitas
8
motorik, menurunnya kemampuan berhubungan dengan orang lain dan kehilangan
pemikiran yang rasional.
2.1.1.2. Tanda & Gejala Kecemasan
Gejala klinis kecemasan menurut Hawari (2006), Keluhan-keluhan yang
sering dikemukakan oleh orang yang mengalami gangguan kecemasan antara lain:
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut akan fikirannya sendiri, mudah
tersinggung. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
b. Takut sendirian, takut pada keramaian, dan banyak orang.
c. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan.
d. Gangguan konsenterasi dan daya ingat.
e. Keluhan-keluhan somatik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang
pendengaran berdenging (tinitus), berdebar-debar, sesak nafas, gangguan
pencernaan, gangguan perkemihan, sakit kepala dan sebagainya.
2.1.1.3. Karakteristik Kecemasan
Menurut Asmadi (2009), tiap tingkatan kecemasan mempunyai
karakteristik atau manifestasi yang berbeda satu sama lain. Manifestasi kecemasan
yang terjadi bergantung pada kematangan pribadi, pemahaman dalam menghadapi
ketegangan, harga diri, dan mekanisme koping yang digunakannya.
9
Tabel 2.1 Tingkat Kecemasan dan Karakteristik. Teknik Prosedural Keperawatan
Konsep dan Aplikasi Kebutuhan Dasar Klien
Tingkat
Kecemasan Karakteristik
Kecemasan
Ringan
1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari-hari, kewaspadaan
meningkat, persepsi terhadap lingkungan meningkat, dapat menjadi motivasi
positif untuk belajar dan menghasilkan kreativitas.
2) Respons fisiologis: sesekali napas pendek, nadi dan tekanan darah meningkat
sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut, serta bibir bergetar.
3) Respons kognitif: mampu menerima rangsangan yang kompleks, konsentrasi
pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif, dan terangsang untuk
melakukan tindakan.
4) Respons perilaku dan emosi: tidak dapat duduk tenang, tremor halus pada
tangan, dan suara kadang-kadang meninggi.
Kecemasan
Sedang
1) Respons fisiologis: sering napas pendek, nadi ekstra sistol dan tekanan darah
meningkat, mulut kering, anoreksia diare/ konstipasi, sakit kepala, sering
berkemih, dan letih.
2) Respons kognitif: memusatkan perhatiannya pada hal yang penting dan
mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan rangsangan dari
luar tidak mampu diterima.
3) Respons perilaku dan emosi: gerakan tersentak- sentak, terlihat lebih tegang,
bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan perasaan tidak aman.
Kecemasan
Berat
1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil saja dan mengabaikan hal yang
lain.
2) Respons fisiologis: napas pendek, nadi dan tekanan darah naik, berkeringat dan
sakit kepala, penglihatan berkelabut, serta tampak tegang
3) Respons kognitif: tidak mampu berpikir berat lagi dan membutuhkan banyak
pengarahan / tuntutan, serta lapang persepsi menyempit.
4) Respons perilaku dan emosi: perasaan terancam meningkat dan komunikasi
menjadi terganggu (verbalisasi cepat).
Panik 1) Respons fisiologis: napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat,
hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.
2) Respons kognitif: gangguan realitas, tidak dapat berpikir logis, persepsi
terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan ketidakmampuan memahami
situasi.
3) Respons perilaku dan emosi: agitasi, mengamuk dan marah, ketakutan,
berteriak-teriak, kehilangan kendali/kontrol diri (aktivitas motorik tidak
menentu), perasaan terancam, serta dapat berbuat sesuatu yang membahayakan
diri sendiri dan/ atau orang lain.
(Sumber : Asmadi, 2009)
10
Rentang Respon Kecemasan
Rentang respon sehat-sakit dapat dipakai untuk menggambarkan respon
adaptif- maladaptif pada kecemasan.
Adaptif <------------------------------------> Maladaptif
x x x x x
Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik
Skala Kecemasan
Skala menurut Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) terdiri dari 14 item,
meliputi (Mirianti, 2011):
1) Perasaan cemas : firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah
tersinggung.
2) Ketegangan: merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu.
3) Ketakutan : takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri
dan takut pada binatang besar dll.
4) Gangguan tidur : sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur
tidak pulas dan mimpi buruk.
5) Gangguan kecerdasan : penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit
konsentrasi.
6) Perasaan depresi : hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hoby,
sedih, perasaan tiak menyenangkan sepanjang hari.
7) Gejala somatik : nyeri pada otot-otot dan kaku, geretakan gigi, suara tidak
stabil, dan kedutan otot.
11
8) Gejala sensori : perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan
pucat serta merasa lemah.
9) Gejala kardiovaskuler : takikardi, nyeri dada, denyut nadi mengeras dan
detak jantung hilang sekejap.
10) Gejala pernapasan : rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik
napas panjang dan merasa napas pendek.
11) Gejala gastrointestnal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual
dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas
diperut.
12) Gejala urogenital : sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea,
ereksi lemah atau impotensi
13) Gejala vegetatif : mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma
berdiri, pusing atau sakit kepala.
14) Prilaku sewaktu wawancara : gelisah jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi
atau kening, muka tegang,
2.1.1.4. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan
1. Faktor Eksternal
Beberapa faktor pencetus yang dapat menyebabkan terjadinya kecemasan
antara lain :
a. Ancaman terhadap integritas biologi seperti : penyakit, trauma fisik, dan
pembedahan yang akan dilakukan.
12
b. Ancaman terhadap konsep diri seperti proses kehilangan, perubahan peran,
perubahan lingkungan atau status sosial ekonomi (Struat and Sundeen,
1998, Ann Isaacs, (2005) dalam Bahiroh (2008)).
2. Faktor Internal
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kecemasan pada pasien
pre operasi adalah :
1) Umur
Ada yang berpendapat bahwa faktor umur muda lebih mudah mengalami
stres daripada yang berumur lebih tua, dimana terlalu banyak masalah yang sering
dialami oleh seseorang pada usia muda. Walau umur sukar ditentukan karena
sebagain besar pasien melaporkan bahwa mereka mengalami kecemasan selama
yang dapat mereka ingat. Tapi seringkali kecemasan terjadi pada usia 20-40 tahun
(Hawari, 2006).
2) Status Pendidikan
Tingkat pendidikan turut menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap
dan memahami pengetahuan tentang pra operasi yang mereka peroleh. Dari
kepentingan keluarga pendidikan itu sendiri amat diperlukan seseorang agar lebih
tanggap dengan adanya masalah kesehatan dan bisa mengambil tindakan
secepatnya (Notoatmodjo, 2002). Adapun pendidikan dibagi menjadi dua yaitu :
a) Pendidikan Informal adalah pendidikan yang diperoleh seseorang di rumah,
di lingkungan sekolah dan di dalam kelas.
b) Pendidikan Formal
Pendidikan formal adalah pendidikan yang mempunyai bentuk atau
13
organisasi tertentu, seperti yang terdapat di sekolah atau universitas.
Status pendidikan yang kurang pada seseorang akan menyebabkan orang
tersebut lebih mudah mengalami cemas atau stress dibanding dengan mereka yang
status pendidikannya lebih tinggi.
3) Status Ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang dalam
memenuhi kebutuhan akan kesehatan dimana tersedianya biaya untuk melakukan
opearsi. Pendapatan merupakan faktor yang paling menentukan kuantitas maupun
kualitas kesehatan sehingga ada hubungan yang erat antara pendapatan dengan
keadaan kesehatan seseorang. Akan tetapi, pendapatan yang meningkat bukan
juga merupakan kondisi yang menunjang bagi keadaan kesehatan seseorang
menjadi memadai (Berg, 1996).
2.1.1.5. Teori Kecemasan
Cemas merupakan gejolak emosi seseorang yang berhubungan dengan
sesuatu di luar dirinya dan meknisme diri yang digunakan dalam mengatasi
permasalahan.
Menurut Stuart (2007) ada beberapa teori yang menjelaskan tentang
kecemasan, antara lain:
a. Teori Psikoanalisis
Dalam pandangan psikoanalisis, cemas adalah konflik emosional yang
terjadi antara dua elemen kepribadian yaitu id dan superego. Id mewakili
dorongan insting dan implus primitif seseorang, sedangkan superego
mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya
14
seseorang. Ego berfungsi mengetahui tuntutan dari dalam elemen tersebut, dan
fungsi ansietas adalah meningkatkan ego bahwa ada bahaya.
b. Teori Interpersonal
Dalam pandangan interpersonal, cemas timbul dari perasaan takut terhadap
penolakan saat berhubungan dengan orang lain. Hal ini juga berhubungan dengan
trauma pada masa pertumbuhan, seperti kehilangan dan perpisahan dengan orang
yang dicintai. Penolakan terhadap eksistensi diri oleh orang lain atau pun
masyarakat akan menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi cemas,
namun bila keberadaannya diterima oleh orang lain, maka ia akan merasa tenang
dan tidak cemas. Dengan demikian cemas berkaitan dengan hubungan antara
manusia.
c. Teori Perilaku
Menurut pandangan perilaku, cemas merupakan produk frustasi yaitu segala
sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Pakar perilaku lain menganggap cemas sebagai suatu dorongan untuk
belajar berdasarkan keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan. Peka
tentang pembelajaran meyakini bahwa individu yang terbiasa dalam kehidupan
dirinya dihadapkan pada ketakutan yang berlebih sering menunjukan cemas pada
kehidupan selanjutnya.
d. Teori Keluarga
Kajian keluarga menunjukan bahwa gangguan cemas merupakan hal yang
biasa ditemui dalam suatu keluarga. Adanya tumpang tindih antara gangguan
cemas dan gangguan depresi.
15
e. Teori biologis
Kajian biologis menujukan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk
benzodiazepine, reseptor ini mungkin memicu cemas. Penghambatan asam
aminobuitrik-gamma neuroregulator (GABA) juga memungkinkan peran utama
dalam mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana halnya
dengan endorphin. Selain itu telah dibuktikan bahwa kesehatan umum seseorang
mempunyai akibat nyata sebagai predisposisi terhadap cemas.
2.1.2. Konsep Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah proses adaptasi terhadap perasaan individu
dikarenakan masalah tertentu yang mengganggu individu itu sendiri. Dalam
konsep mekanisme koping, membahasa tentang pengertian koping, mekanisme
koping, sumber koping, dan faktor-faktor yang mempengaruhi strategi koping.
2.1.2.1. Pengertian Koping
Koping adalah suatu tindakan merubah kognitif secara konstan dan
merupakan suatu usaha tingkah laku untuk mengatasi tuntutan internal atau
eksternal yang dinilai membebani atau melebihi sumber daya yang dimiliki
individu (Sujanto, 2006).
Koping merupakan upaya perilaku dan kognitif seseorang dalam
menghadapi ancaman fisik dan psikososial (Stuart dan Laraia; 2005). Menurut
Hidayat (2004), koping adalah proses atau cara untuk berespon terhadap
lingkungan (stimulus) untuk mencapai kondisi adaptasi.
16
Dari definisi diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa koping adalah
mekanisme koping yang berhasil, maka seseorang akan dapat beradaptasi
terhadap perubahan atau beban tersebut.
2.1.2.2. Mekanisme koping
Mekanisme koping adalah suatu keadaan dimana seseorang harus
menyesuaikan diri terhadap masalah yang dihadapinya (Stuart & Laraia:2005).
Mekanisme koping merupakan perilaku pemecahan masalah yang bertujuan untuk
merendahkan ketegangan dalam kehidupan individu.
Menurut suryani dan widyasih (2008) dalam P. Rini (2012), secara garis
besar mekanisme koping terdiri dari mekanisme koping adaptif dan maladaptif:
1. Mekanisme Koping Adaptif
Koping yang adaptif membantu individu dalam beradaptasi untuk
menghadapi keseimbangan dan menjadikan keadaan yang efektif. Adaptasi
individu yang baik muncul reaksi untuk menyelesaikan masalah dengan
melibatkan proses kognitif, efektif dan psikomotor. Kegunaan koping adaptif
membuat individu akan mencapai keadaan yang seimbang antara tingkat fungsi
dalam memelihara dan memperkuat kesehatan fisik dan psikologi
2. Mekanisme Koping Maladaptif
Penggunaan koping yang maladaptive dapat menimbulkan respon negatif
dengan munculnya reaksi mekanisme pertahanan tubuh dan respon verbal yang
tidak efektif. Perilaku mekanisme koping maladaptif antara lain perilaku agresi
dan menarik diri. Perilaku agresi yaitu perilaku menyerang terhadap sasaran atau
objek sedangkan perilaku menarik diri yaitu perilaku yang menunjukkan
17
pengasingan diri dari lingkungan dan orang lain dan reaksi psikologisnya yaitu
individu menampilkan diri seperti apatis, pendiam dan munculnya perasaan tidak
berminat yang menetap pada individu.
2.1.2.3. Sumber koping
Sumber daya mengatasi pilihan atau strategi yang membantu apa yang bisa
dilakukan. Mereka memperhitungkan pilihan koping yang tersedia, kemungkinan
bahwa opsi yang diberikan akan mencapai keinginan yang sesungguhnya dan
kemungkinan bahwa orang tersebut dapat menerapkan strategi tertentu yang
efektif. Hubungan anatara kelompok, individu, keluarga, dan masyarakat adalah
model yang sangat penting untuk saat ini. Sumber daya koping lainnya termasuk
kesehatan dan energy, mendukung spiritual, keyakinan posuitif, kemampuan
pemecahan masalah dan sosial. Keyakinan spiritual dan melihat diri sendri positif
dapat berfungsi sebagai dasar harapan dan dapat mempertahankan usaha
seseorang mengatasi dalam kondisi yanhg paling buruk. (Suart & Laraia:2005).
Menurut Asmadi (2008) mekanisme koping terhadap kecemasan dibagi
menjadi dua kategori :
1. Strategi Pemecahan Masalah (Problem Solving Strategic)
Strategi pemecahan masalah ini bertujuan untuk megatasi atau
menanggulangi masalah/ancaman yang ada dengan kemampuan pengamatan
secara realistis. Secara ringkas pemecahan masalah ini menggunakan metode
Source, Trial and Error, Others Play and Patient (STOP).
18
2. Mekanisme Pertahanan Diri (Defence Mekanism)
Mekanisme pertahanan diri ini merupakan mekanisme penyesuaian ego
yaitu usaha untuk melindungi diri dari perasa tidak adekuat. Beberapa ciri
mekanisme pertahanan diri antara lain:
a. Bersifat hanya sementara karena berfungsi hanya melindungi atau bertahan
dari hal-hal yang tidak menyenangkan dan secara tidak langsung mengatasi
masalah.
b. Mekanisme pertahanan diri terjadi di luar kesadaran, individu tidak
menyadari bahwa mekanisme pertahanan diri tersebut sedang terjadi.
c. Seringkali tidak berorientasi pada kenyataan.
Mekanisme pertahanan diri menurut Stuart (2007) yang sering digunakan
untuk mengatasi kecemasan, antara lain:
1) Rasionalisasi : suatu usaha untuk menghindari konflik jiwa dengan memberi
alasan yang rasional.
2) Displacement : pemindahan tingkah laku kepada tingkah laku yang
bentuknya atau obyeknya lain.
3) Identifikasi : cara yang digunakan individu untuk menghadapi orang lain
dan membuatnya menjadi bagian kepribadiannya, ia ingin serupa orang lain
dan bersifat seperti orang itu.
4) Over kompensasi / reaction fermation : tingkah laku yang gagal mencapai
tujuan, dan tidak mengakui tujuan pertama tersebut dengan melupakan dan
melebih-lebihkan tujuan kedua yang biasanya berlawanan dengan tujuan
yang pertama.
19
5) Introspeksi : memasukan dalam pribadi sifat-sifat dari pribadi orang lain.
6) Represi : konflik pikiran, impul-impuls yang tidak dapat diterima dengan
paksaan, ditekan ke dalam alam tidak sadar dan sengaja dilupakan.
7) Supresi : menekan konflik, impul-impuls yang tidak dapat diterima dengan
secara sadar. Individu tidak mau memikirkan hal-hal yang kurang
menyenangkan dirinya.
8) Denial : mekanisme perilaku penolakan terhadap sesuatu yang tidak
meyenangkan dirinya.
9) Fantasi : apabila seseorang, menghadapi konflik-frustasi, ia menarik diri
dengan berkhayal atau fantasi dan melamun.
10) Negativisme : perilaku seseorang yang selalu bertentangan atau menentang
otoritas orang lain dengan tingkah laku tidak terpuji.
11) Regresi: kemunduran karakterstik perilaku dari tahap perkembangan yang
lebih awal akibat stress.
12) Sublimasi : penerimaan tujuan pengganti yang diterima secara sosial karena
dorongan yang merupakan saluran normal ekspresi terhambat.
13) Undoing : tindakan atau komunikasi yang sebagian meniadakan yang sudah
ada sebelumnya, merupakan mekanisme pertahanan primitif.
2.1.2.4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Strategi Koping
Menurut Mu’tadin (2002), cara individu menangani situasi yang
mengandung tekanan ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi
kesehatan fisik atau energy, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan
sosial, dan materi.
20
a. Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama dalam usaha
mengatasi stress atau kecemasan individu di tuntut untuk dapat mengerahkan
tenaga yang cukup besar.
b. Keyakinan Atau Pandangan Yang Positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat penting, seperti
keyakinan akan nasib yang mengerhkan individu pada penilaian ketidakberdayaan
yang akan menurunkan kemampuan strategi koping .
c. Keterampilan Memecahkan Masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari informasi,
menganalisis situasi, mengidentifikasi masalah dengan tujuan untuk menghasilkan
alternative tindakan kemudian mempertimbangkan alternative tersebut
sehubungan dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya melaksanakan
rencana dengan melakukan suatu tindakan yang tepat.
d. Keterampilan Sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi dan bertingkah
laku dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai sosial yang berlaku
dimasyarakat.
e. Dukungan Sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan informasi dan
emosional pada diri individu yang diberikan oleh orang tua, anggota keluarga lain,
saudara, teman, dan lingkungan masyarakat sekitarnya.
21
f. Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya berupa uang, barang-baranga atau
layanan yang biasanya dapat dibeli.
2.1.3. Konsep Pre Operasi
Konsep pre operasi adalah bagian dari keperawatan perioperatif dan
merupakan persiapan awal sebelum melakukan tindakan operasi. Dalam kosep pre
operasi membahas tentang pengertian pre operasi, persiapan pre operasi, indikasi
dan klasifikasi Pembedahan, dan factor-faktor yang mempengaruhi kecemasan
pada pasien pre operasi.
2.1.3.1. Penegrtian Pre Operasi
Keperawatan pre operasi merupakan tahapan awal dari keperawatan
perioperatif. Perawatan pre operasi merupakan tahap pertama dari perawatan
perioperatif yang dimulai sejak pasien diterima masuk di ruang terima pasien dan
berakhir ketika pasien dipindahkan ke meja operasi untuk dilakukan tindakan
pembedahan (Mirianti, 2011).
Fase pre operasi dimulai ketika keputusan untuk menjalani operasi dibuat
dan berakhir ketika pasien dipindahkan kemeja operasi. Kesuksesan dalam
tindakan pembedahan secara keseluruhan sangat tergantung pada fase ini. Hal ini
merupakan awalan yang menjadi landasan untuk kesuksesan tahapan-tahapan
berikutnya. Kesalahan yang dilakukan pada fase ini akan berakibat fatal pada
tahap berikutnya. Pengakajian secara integral dari fungsi pasien meliputi fungsi
fisik biologis dan psikologis sangat diperlukan untuk keberhasilan dan kesuksesan
suatu operasi (Smeltzer & Bare, 2001 ).
22
2.1.3.2. Persiapan Pre Operasi
Persiapan klien di unit perawatan, diantaranya (Ilmu Bedah, 2010):
1) Persiapan fisik
Berbagai persiapan fisik yang harus dilakukan terhadap pasien sebelum
operasi antara lain:
a. Status Kesehatan Fisik Secara Umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status
kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap,
antara lain status hemodinamika, status kardiovaskuler, status pernafasan, fungsi
ginjal dan hepatik, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain- lain. Selain itu
pasien harus istirahat yang cukup karena dengan istirahat yang cukup pasien tidak
akan mengalami stres fisik, tubuh lebih rileks sehingga bagi pasien yang memiliki
riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil dan pasien wanita tidak akan
memicu terjadinya haid lebih awal.
b. Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat
badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan
globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defisiensi nutrisi harus di
koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk
perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami
berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama
dirawat di rumah sakit.
23
c. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output
cairan. Demikian juga kadar elektrolit serum harus berada dalam rentang normal.
Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana
ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolik obat-
obatan anastesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik.
d. Pencukuran Daerah Operasi
Pencukuran pada daerah operasi ditujukan untuk menghindari terjadinya
infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan karena rambut yang tidak
dicukur dapat menjadi tempat bersembunyi kuman dan juga mengganggu/
menghambat proses penyembuhan dan perawatan luka. Meskipun demikian ada
beberapa kondisi tertentu yang tidak memerlukan pencukuran sebelum operasi,
misalnya pada pasien luka incisi pada lengan. Tindakan pencukuran (scheren)
harus dilakukan dengan hati- hati jangan sampai menimbulkan luka pada daerah
yang dicukur. Sering kali pasien di berikan kesempatan untuk mencukur sendiri
agar pasien merasa lebih nyaman. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung
pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi.
e. Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena
tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan
infeksi pada daerah yang di operasi. Pada pasien yang kondisi fisiknya kuat
diajurkan untuk mandi sendiri dan membersihkan daerah operasi dengan lebih
seksama. Sebaliknya jika pasien tidak mampu memenuhi kebutuhan personal
24
hygiene secara mandiri maka perawat akan memberikan bantuan pemenuhan
kebutuhan personal hygiene.
f. Pengosongan Kandung Kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan pemasangan
kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga
diperlukan untuk mengobservasi balance cairan.
g. Latihan Pra Operasi
Berbagai latihan sangat diperlukan pada pasien sebelum operasi, hal ini
sangat penting sebagai persiapan pasien dalam menghadapi kondisi pasca operasi,
seperti: nyeri daerah operasi, batuk dan banyak lendir pada tenggorokan. Latihan-
latihan yang diberikan pada pasien sebelum operasi, antara lain :
a) Latihan Nafas Dalam
Latihan nafas dalam sangat bermanfaat bagi pasien untuk mengurangi nyeri
setelah operasi dan dapat membantu pasien relaksasi sehingga pasien lebih
mampu beradaptasi dengan nyeri dan dapat meningkatkan kualitas tidur. Selain itu
teknik ini juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan oksigenasi darah setelah
anastesi umum. Dengan melakukan latihan tarik nafas dalam secara efektif dan
benar maka pasien dapat segera mempraktekkan hal ini segera setelah operasi
sesuai dengan kondisi dan kebutuhan pasien.
b) Latihan Batuk Efektif
Latihan batuk efektif juga sangat diperlukan bagi klien terutama klien yang
mengalami operasi dengan anestesi general. Karena pasien akan mengalami
pemasangan alat bantu nafas selama dalam kondisi teranestesi. Sehingga ketika
25
sadar pasien akan mengalami rasa tidak nyaman pada tenggorokan. Dengan terasa
banyak lendir kental di tenggorokan. Latihan batuk efektif sangat bermanfaat bagi
pasien setelah operasi untuk mengeluarkan lendir atau sekret tersebut.
c) Latihan Gerak Sendi
Latihan gerak sendi merupakan hal sangat penting bagi pasien sehingga
setelah operasi, pasien dapat segera melakukan berbagai pergerakan yang
diperlukan untuk mempercepat proses penyembuhan. Pasien/ keluarga pasien
seringkali mempunyai pandangan yang keliru tentang pergerakan pasien setelah
operasi. Banyak pasien yang tidak berani menggerakkan tubuh karena takut
jahitan operasi sobek atau takut luka operasinya lama sembuh. Pandangan seperti
ini jelas keliru karena justru jika pasien selesai operasi dan segera bergerak maka
pasien akan lebih cepat merangsang usus (peristaltik usus) sehingga pasien akan
lebih cepat kentut/ flatus. Keuntungan lain adalah menghindarkan penumpukan
lendir pada saluran pernafasan dan terhindar dari kontraktur sendi dan terjadinya
dekubitus. Tujuan lainnya adalah memperlancar sirkulasi untuk mencegah stasis
vena dan menunjang fungsi pernafasan optimal.
2) Persiapan Penunjang
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari
tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil pemeriksaan penunjang, maka dokter
bedah tidak mungkin bisa menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan
pada pasien. Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai pemeriksaan
radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti EKG, dan lain-lain.
26
Sebelum dokter mengambil keputusan untuk melakukan operasi pada
pasien, dokter melakukan berbagai pemeriksaan terkait dengan keluhan penyakit
pasien sehingga dokter bisa menyimpulkan penyakit yang diderita pasien. Setelah
dokter bedah memutuskan untuk dilakukan operasi maka dokter anstesi berperan
untuk menentukan apakah kondisi pasien layak menjalani operasi. Untuk itu
dokter anastesi juga memerlukan berbagai macam pemerikasaan laboratorium
terutama pemeriksaan masa perdarahan (bledding time) dan masa pembekuan
(clotting time) darah pasien, elektrolit serum, hemoglobin, protein darah, dan hasil
pemeriksaan radiologi berupa foto thoraks dan EKG.
3) Pemeriksaan Status Anestesi
Pemeriksaaan status fisik untuk pembiusan perlu dilakukan untuk
keselamatan selama pembedahan. Sebelum dilakukan anastesi demi kepentingan
pembedahan, pasien akan mengalami pemeriksaan status fisik yang diperlukan
untuk menilai sejauh mana resiko pembiusan terhadap diri pasien. Pemeriksaan
yang biasa digunakan adalah pemeriksaan dengan menggunakan metode ASA
(American Society of Anasthesiologist). Pemeriksaan ini dilakukan karena obat
dan teknik anastesi pada umumnya akan mengganggu fungsi pernafasan,
peredaran darah dan sistem saraf.
4) Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap
pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung
jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun
keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis, operasi sekecil apapun
27
mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan
medis, wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis
(pembedahan dan anastesi).
Inform Consent sebagai wujud dari upaya rumah sakit menjunjung tinggi
aspek etik hukum, maka pasien atau orang yang bertanggung jawab terhadap
pasien wajib untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan operasi. Artinya
apapun tindakan yang dilakukan pada pasien terkait dengan pembedahan,
keluarga mengetahui manfaat dan tujuan serta segala resiko dan konsekuensinya.
Pasien maupun keluarganya sebelum menandatangani surat pernyataan tersebut
akan mendapatkan informasi yang detail terkait dengan segala macam prosedur
pemeriksaan, pembedahan serta pembiusan yang akan dijalani. Jika petugas belum
menjelaskan secara detail, maka pihak pasien/ keluarganya berhak untuk
menanyakan kembali sampai betul- betul paham. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan karena jika tidak maka penyesalan akan dialami oleh pasien/ keluarga
setelah tindakan operasi yang dilakukan ternyata tidak sesuai dengan gambaran
keluarga.
5) Persiapan Mental/ Psikis
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses
persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat
berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan
ancaman potensial maupun aktual pada integeritas seseorang yang dapat
membangkitkan reaksi stres fisiologis maupun psikologis (Barbara C. Long,
2000). Contoh: perubahan fisiologis yang muncul akibat kecemasan dan ketakutan
28
misalkan pasien dengan riwayat hipertensi jika mengalami kecemasan sebelum
operasi dapat mengakibatkan pasien sulit tidur dan tekanan darahnya akan
meningkat sehingga operasi bisa dibatalkan.
Ketakutan dan kecemasan yang mungkin dialami pasien dapat dideteksi
dengan adanya perubahan- perubahan fisik seperti: meningkatnya frekuensi nadi
dan pernafasan, gerakan- gerakan tangan yang tidak terkontrol, telapak tangan
yang lembab, gelisah, menayakan pertanyaan yang sama berulang kali, sulit tidur,
dan sering berkemih. Perawat perlu mengkaji mekanisme koping yang biasa
digunakan oleh pasien dalam menghadapi stres. Disamping itu perawat perlu
mengkaji hal- hal yang bisa digunakan untuk membantu pasien dalam
menghadapi masalah ketakutan dan kecemasan ini, seperti adanya orang terdekat,
tingkat perkembangan pasien, faktor pendukung/ support system.
2.1.3.3. Indikasi dan Klasifikasi Pembedahan
Menurut Smeltzer & Bare (2001) dalam Arfian (2013), pembedahan
mungkin dilakukan untuk berbagai alasan. Alasan tersebut mungkin diagnostik,
seperti ketika dilakukan biopsi atau laparatomi eksplorasi; dapat juga kuratif,
seperti ketika mengeksisi massa tumor atau mengangkat apendiks yang
mengalami inflamasi; kemungkinan juga reparative, seperti ketika harus
memperbaiki luka multiple; mungkin juga rekonstruktif atau kosmetik, seperti
ketika melakukan mammoplasti atau perbaikan wajah; atau mungkin paliatif,
seperti ketika harus menghilangkan nyeri atau memperbaiki masalah, sebagai
contoh, ketika selang gastrostomi dipasang untuk mengkompensasi terhadap
ketidakmampuan untuk menelan makan.
29
Pembedahan juga dapat diklasifikasikan sesuai dengan tingkat urgensinya,
dengan penggunaan istilah-istilah kedaruratan, urgen, diperlukaan, elektif, dan
pilihan disajikan dalam table berikut ini:
Tabel 2.2 Kategori Pembedahan Didasarkan Pada Urgensinya
No Klasifikasi Indikasi Contoh
1 Kedaruratan (pasien
membutuhkan perhatian
segera, gangguan mungkin
mengancam jiwa)
Tanpa ditunda Perdarahan hebat, obstruksi kandng
kemih atau usus, fraktur tulang
tengkorak, luka tembak atau tusuk,
dan luka bakar sangat luas.
2 Urgen(pasien membutuhkan
perhatian segera)
Dalam 24-30 jam Infeksi kandung kemih akut dan
Batu ginjal atau batu pada uretra.
3 Diperlukaan (pasien harus
menjalani pembedahan)
Direncanakan dalam
beberapa minggu atau
bulan
Hiperplasia prostat tanpa obstruksi
kandung kemih, gangguan tiroid, dan
Katarak.
4 Elektif (pasien harus
dioperasi ketika diperlukan)
Tidak dilakukan
pembedahan, tidak
terlalu membahayakan
Perbaikan eskar, hernia sederhana,
dan perbaikan vaginal.
5 Pilihan (keputusan terletak
pada pasien)
Pilihan pribadi Bedah kosmetik.
(Sumber : Smeltzer dan Bare, 2001 dalam Arfian 2013)
2.1.3.4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kecemasan pada Pasien Pre
Operasi.
Menurut Saharon, et.all (2000) dalam Arfian (2013), faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan pada pasien pre operasi antara lain :
1) Nyeri dan Ketidaknyamanan (Pain And Discomfort)
Suatu yang umum dan biasa terjadi pada pasien pre operasi akibat
pembedahan. Perawat bertugas memberikan informasi dan meyakinkan kepada
pasien bahwa pembedahan tidak akan dilakukan tanpa diberikan anastesi terlebih
dahulu. Pada pembedahan akan timbul reaksi nyeri pada daerah luka dan pasien
merasa takut untuk melakukan gerakan tubuh atau latihan ringan akibat nyeri pada
30
daerah perlukaan. Faktor tersebut akan menimbulkan cemas pada pasien pre
operasi.
2) Ketidaktahuan (Unknow)
Cemas pada hal-hal yang belum diketahui sebelumnya adalah suatu hal yang
umum terjadi. Ini disebabkan karena kurangnya informasi tentang pembedahan.
3) Kerusakan atau Kecacatan (Mutilation)
Cemas akan terjadi kerusakan atau perubahan bentuk tubuh merupakan
salah satu faktor bukan hanya ketika dilakukan amputasi tetapi juga pada operasi-
operasi kecil. Hal ini sangat dirasakan oleh pasien sebagai suatu yang sangat
mengganggu body image.
4) Kematian (Death)
Cemas akan kematian disebabkan oleh beberapa faktor yaitu : ketika pasien
mengetahui bahwa operasi yang akan dilakukan akan mempunyai resiko yang
cukup besar pada tubuh sehingga akan menyebabkan kematian.
5) Anestesi (Anesthesia)
Pasien akan mempersepsikan bahwa setelah dibius pasien tidak akan sadar,
tidur terlalu lama dan tidak akan bangun kembali. Pasien mengkhawatirkan efek
samping dari pembiusan seperti kerusakan pada otak, paralisis, atau kehilangan
kontrol ketika dalam keadaan tidak sadar.
31
2.2. Kerangka Teori
Faktor Eksternal:
1. Ancaman terhadap
integritas biologi ;
Nyeri dan
ketidaknyamanan,
kerusakan atau
kecatatan, anastesi.
2. Ancaman terhadap
konsep diri seperti
proses kehilangan
Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kecemasan
Faktor Internal:
1. Umur
2. Pendidikan
(Ketidaktahuan)
3. Status Ekonomi
Tingkat
Kecemasan:
1. Ringan
2. Sedang
3. Berat
4. Panik
Pasien Pre Operasi
Mekanisme Koping
Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Mekanisme Koping
1. Kesehatan Fisik
2. Keyakinan Atau Pandangan Yang Positif
3. Keterampilan Memecahkan Masalah
4. Keterampilan Sosial
5. Dukungan Sosial
6. Materi
32
2.3. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Keterangan:
= Variabel yang diteliti
2.4. Hipotesis
Berdasarkan masalah yang ada maka penulis merumuskan hipotesis sebagai
jawaban sementara yaitu:
Ho: Tidak ada hubungan antara mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre
operasi
H1: Ada hubungan antara mekanisme koping dengan kecemasan pada pasien pre operasi.
Kecemasan Pasien Pre
operasi Mekanisme Koping