Kolestasis Neonatus
Pendahuluan
Salah satu fungsi utama dari hati adalah memproduksi dan mensekresi empedu.
Kolestasis bukan suatu penyakit, melainkan suatu gejala dari berbagai penyakit.
Kolestasis jaundice adalah sebuah gejala yang khas muncul terutama pada penyakit hati
neonatus daripada manifestasi lanjutnya, seperti pada anak-anak atau dewasa. Hal ini
berhubungan dengan peranan dalam imaturitas fungsi ekskresi fungsi hati, kadang-
kadang mengarah pada fisiologi kolestasis pada neonatus. Kolestasis terjadi bila terjadi
hambatan aliran empedu dan bahan-bahan yang harus diekskresi hati. Angka yang
berbeda pada gangguan yang muncul dengan kolestasis mungkin lebih besar pada periode
neonatus daripada masa setelah neonatus. 1,2,3
Kolestasis sering terjadi karena adanya kerentanan infeksi selama periode
perinatal, efek awal dari malformasi kongenital, terutama pada saluran empedu, dan
gangguan genetik dan metabolik yang meningkat karena obstruksi mekanik aliran
empedu atau gangguan fungsional dari ekskresi hati dan sekresi empedu. 3,4
Diagnosis dini kolestasis sangat penting karena terapi dan prognosa dari masing-
masing penyebab sangat berbeda. Pada atresia bilier, bila pembedahan dilakukan pada
usia lebih dari 8 minggu mempunyai prognosa buruk. Salah satu tujuan diagnostik yang
paling penting pada kasus kolestasis adalah menetapkan apakah gangguan aliran empedu
intrahepatik atau ekstrahepatik. 1
Tujuan
Tujuan penyusunan referrat ini adalah :
1
1. Menambah ilmu dan pengetahuan penyusun mengenai kolestasis pada neonatus.
2. Mampu memahami dan menegakan diagnosis kolestasis pada neonatus serta mencari
penyebab yang mendasarinya..
Definisi
Kolestasis neonatus adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum
dalam jumlah normal, dimana terjadi peningkatan kadar bilirubin terkonjugasi yang
berkepanjangan dalam serum (>1,5 mg/dl atau >15-20% dari bilirubin total) sesudah
umur 14 hari pertama dan berkembang dalam 90 hari pertama kelahiran. Gangguan dapat
terjadi mulai dari membrana-basolateral dari hepatosit sampai tempat masuk saluran
empedu ke dalam duodenum. Dari segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat
yang diekskresi kedalam empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam
darah dan jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya
timbunan trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier. 1,4,5,6
Epidemiologi
Insiden manifestasi klinis penyakit hati neonatus atau bukti biokimia kolestasis
terjadi pada ± 1:2500 kelahiran hidup. Insiden hepatitis neonatal 1:5000 sampai 9000
kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1 antitripsin 1:20000. Rasio
atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1, sedang pada hepatitis
neonatal, rasionya terbalik. 1,3
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%), hepatitis
lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34 (3,1%).3,5
2
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004
dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis.
Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%),
kista hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).1
Gbr.1 Estimasi Insiden Gangguan yang Disebabkan Penyakit Hati Kolestasis 3
Klasifikasi
Keputusan diagnostik terpenting bagi dokter dan ahli bedah dalam menangani
kasus hiperbilirubinemia terkonjugasi adalah menetukan apakah obstruksi aliran empedu
yang terjadi intrahepatik atau ekstrahepatik. Penderita kolestasis ekstrahepatik mungkin
memerlukan pembedahan, sedangkan pembedahan pada penderita penyakit hepatoseluler
(kolestasis intrahepatik) dapat memperberat penyakit dan bahkan dapat menimbulkan
kematian. Walaupun penentuan akhir bersifat klinis, namun penilaian derajat obstruksi
dapat membantu membedakan kedua keadaan ini. Obstruksi intrahepatik jarang seberat
obstruksi ekstra hepatik. Akibatnya, kolestasis intrahepatik umumnya hanya
mengakibatkan peningkatan sedang kadar fosfatase alkali, dan ditemukan sedikit pigmen
dalam feses atau urobilinogen dalam urine bila dibandingkan dengan koletasis
3
ekstrahepatik.7 Pendekatan konseptual terhadap kelompok penyakit yang datang sebagai
kolestasis pada neonatus :
KOLESTASIS NEONATAL
Penyakit Intrahepatik Penyakit Ekstrahepatik
Cedera Hepatosit Cedera saluran empedu Atresia biliaris
Metabolik Virus Hepatitis idiopatik Hipoplasia
Gbr.2 Skema Pendekatan Konseptual Kolestasis Neonatus 4
Jadi secara garis besar kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1. Kolestasis ekstrahepatik
Secara umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan
kelainan nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan
saluran empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik.
Penyebab utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus
terutama CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan
genetik. Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir,
aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1 minggu.
10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti asplenia, malrotasi
dan gangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan adanya atresia bilier
4
sangat penting sebab efikasi pembedahan hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan
menurun apabila dilakukan setelah umur 2 bulan. Operasi Kasai paling berhasil
(90%) jika dilakukan sebelum umur 8 minggu. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat
kandung empedu kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas
adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Dengan demikian atresia bilier lebih
tepat disebut kolangiopati obliteratif progresif. 1,4 Gambaran ini tidak spesifik,
kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran
empedu ekstrahepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi
bilier.1
Gambaran histopatologis (Biopsi hati) ditemukan adanya portal tract yang
edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan adanya trombus
empedu didalam duktuli, dengan arsitek lobuler hati dasar utuh. Sebaliknya, pada
hepatitis neonatus, ada penyakit hepatoseluler berat dan difus, dengan
penyimapangan arsitektur lobuler, infiltrasi sel radang yang mencolok, dan nekrosis
hepatoseluler setempat. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif dilakukan dengan
visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier sebelum dilakukan
operasi Kasai.1,4
Frekuensi dari atresia bilier ekstrahepatik diantara kelompok penelitian
lainnya hanya 2,4%. Berdasarkan literature, atresia bilier ekstrahepatik sebagai satu
atau penyebab tersering dari neonatal kolestasis setinggi 19,4%-25% kasus.8
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
5
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a) Paucity (hipoplasia) saluran empedu,
dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara embriologis saluran empedu
intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari saluran empedu ekstrahepatik (foregut)
maka kelainan saluran empedu dapat mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya
saluran ekstrahepatik saja. Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan
hepatik fibrosis kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang
disebabkan oleh infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai
kedua bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati
maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum
transaminase, albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali
fosfatase dan GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai
saluran empedu yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali,
dan tanda-tanda hipertensi portal.1
Paucity (hipoplasia) saluran empedu intrahepatik lebih sering ditemukan pada
saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi sindromik dan nonsindromik.
Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5 saluran empedu per portal tract. Contoh
dari sindromik adalah sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan
disebabkan haploinsufisiensi pada gene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada
tahun 1975 merupakan penyakit multi organ pada mata (posterior embryotoxin),
tulang belakang (butterfly vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal
kadang-kadang tetralogi Fallot), dan muka yang spesifik (triangular facial yaitu
frontal yang dominan, mata yang dalam/cekung dan jaraknya lebar, hidung lurus dan
panjang, dan mandibula yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu
6
tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya adalah
sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma imunodefisiensi yang
menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.1,4
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan
dan aliran empedu. Hepatosit neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang
sedikit, fungsi transport masih prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang
rendah sehingga mudah terjadi kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni
virus, bakteri, dan parasit. Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari
respon hepatosit terhadap sitokin yang dihasilkan pada sepsis.
Hepatitis neonatal adalah suatu deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal
hepatopati, suatu inflamasi nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik,
endokrin, metabolik, dan infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang
serupa yaitu adanya pembentukan multinucleated giant cell dengan gangguan lobuler
dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada hepatosit dan
kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai sebagai diagnosa
akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit, gangguan metabolik
tidak dapat ditemukan.1,2,4,5
Penderita dengan hepatitis neonatus idiopatik mempunyai insiden familial
sekitar 20%, sedangkan atresia biliaris ekstrahepatik mungkin tidak berulang dalam
keluarga yang sama. Hepatitis neonatus muncul lebih sering pada bayi prematur atau
kecil menurut masa kehamilan. Tinja alkolik terus menerus memberi kesan
obstruksi/atresia biliaris, tetapi penderita dengan hepatitis neonatus idiopatik berat
7
bisa menderita gangguan berat ekskresi empedu sementara. Sebaliknya, tinja
berpigmen terus menerus berlawanan dengan kebiasaan atresia biliaris. Temuan
cairan bercampur empedu pada intubasi duodenum juga menyingkirkan atresia
biliaris. Palpasi hati bisa menemukan ukuran atau konsistensi yang tidak normal pada
penderita dengan atresia bilier, yang jarang pada hepatitis neoonatus.4
USG harus dilakukan awal karena bisa mendeteksi kista koledokus atau
penyebab kolestasis lain yang tidak dicurigai yang disertai dengan pelebaran saluran
empedu.4
Skintigrafi hepatobiliaris dengan menggunakan analog asam imidodiasetat
telah dipakai untuk membedakan atresia biiaris dengan hepatitis nenonatus. Pada
atresia biliaris, fungsi hepatosit utuh dan ambilan agen tidak terganggu, tetapi
ekskresi kedalam usus tidak ada, sedangkan pada hepatitis neonatus, ambilan
lamban, tetapi ekskresi kedalam saluran empedu dan usus akhirnya terjadi. Biopsy
hati juga merupakan bukti pembeda yang paling dapat dipercaya.4
Etiologi
Etiologi kolestasis pada neonatus dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu :
Obstructive Cholestasis
Atresia biliary
Kista Choledochal
Bile duct paucity
Neonatal sclerosing cholangitis
Inspissated bile syndrome
Gallstones/biliary sludge
Cystic fibrosis
Caroli disease
8
Intrahepatic Cholestasis
Infeksi Viral
- Herpes simplex
- Cytomegalovirus
- Human immunodeficiency virus
- Parvovirus B19
Infeksi Bakterial
- Sepsis
- Urinary tract infection (ISK)
- Syphilis
Gangguan genetik/metabolik
- Alpha1-antitrypsin deficiency
- Tyrosinemia
- Galactosemia
- Progressive familial intrahepatic cholestasis
- Alagille syndrome
Gangguan endokrine
- Hypothyroidism
- Hypopituitarism
Toksik
- Obat-obatan
- Nutrisi parenteral
Systemik
- Shock
- Heart failure
- Neonatal lupus 3
Patofisiologi
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan
kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam empedu,
9
kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan bilirubin
terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari empedu
sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu
adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana
permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan apikal
(kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel terpolarisasi berfungsi
sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun dari darah dengan cara metabolisme
dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah
satu contoh adalah penanganan dan detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi
(bilirubin indirek). Bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari
darah oleh transporter organik anion transporting protein (OATP) pada membran
basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung P450
menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu oleh
transporter MRP2 dan MDR3. MRP2 merupakan bagian yang bertanggungjawab
terhadap aliran bebas asam empedu dan selanjutnya akan disekskresikan ke ileum oleh
transporter basal membran Natrium taurocholate cotransporting polypeptide (NTCP).
Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit kedalam empedu oleh transporter
lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada keadaan dimana aliran asam empedu
menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi juga terganggu menyebabkan
hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi,
gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier
menyebabkan penurunan aliran empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.1,9
10
Gbr.3 Metabolisme Bilirubin 5,7
Manifestasi Klinis
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi adalah
ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan muncul
manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu dan bilirubin.
Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya kolestasis 1 :
11
Gbr.4 Manifestasi Klinis Kolestasis 1
Diagnosis
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini obstruksi
bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi. Kolestasis intrahepatik
seperti sepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat diatasi dengan medikamentosa.1
Anamnesis
a. Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang persisten harus
dicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.
12
b. Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir prematur atau berat
badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering terjadi pada anak perempuan
dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala ikterus dan tinja akolis lebih
awal.
c. Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang demam
atau disertai tanda-tanda infeksi.
d. Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-
antitripsin).1
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar bilirubin
sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama. Warna kehijauan bila
kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi biliverdin. Jaringan sklera
mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas tinggi terhadap bilirubin, sehingga
pemeriksaan sklera lebih sensitif.1
Dikatakan pembesaran hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota
pada garis midklavikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam dan
permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang teraba pada
epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan lobus kanan yang
normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya distensi kapsul Glisson
karena edema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa penyebab seperti hipertensi
portal, penyakit storage, atau keganasan harus dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa
pembesaran organ lain dengan gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu
13
fibrosis hepar kongenital. Perlu diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites
menandakan adanya peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk.
Pada neonatus dengan infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali,
korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.1
Alagille mengemukakan 4 keadaan klinis yang dapat menjadi patokan untuk
membedakan antara kolestasis ekstrahepatik dan intrahepatik. Dengan kriteria tersebut
kolestasis intrahepatik dapat dibedakan dengan kolestasis ekstrahepatik ± 82% dari 133
penderita. Moyer menambah satu kriteria lagi gambaran histopatologi hati.
Tabel 1. Kriteria klinis untuk membedakan intrahepatik dan ekstrahepatik 1
Data klinis Kolestasis Ekstrahepatik Kolestasis Intrahepatik
Kemaknaan (P)
Warna tinja selama dirawat
- Pucat - Kuning
79% 21%
26% 74%
≤ 0.001
Berat lahir (gr) 3226 ± 45* 2678 ± 55* ≤ 0.001 Usia tinja akolik (hari) 16 ± 1.5* 30 ± 2* ≤ 0.001 Gambaran klinis hati − Normal −Hepatomegali**:
Konsistensi normal Konsistensi padat Konsistensi keras
13
12 63 24
47
35 47 6
≤ 0.001
Biopsi hati*** − Fibrosis porta − Proliferasi duktuler − Trombus empedu intraportal
94% 86%
63%
47% 30%
1%
*Mean±SD; **Jumlah pasien; ***Modifikasi Moyer
14
Tabel 2. Pemeriksaan laboratorium pada kolestasis neonatal 1
Darah Panel hati (alanine transferase, aspartate transaminase, alkaline phosphatase, GGT)Darah tepi Faal hemotasis α1-Antitrypsin dan phenotype Kadar asam amino Kadar asan empedu Kultur bakteri RPR Endokrin (indek tiroid) Amonia Glukosa Indeks zat besi Hepatitis B surface antigen IgM Total Kultur virus
Urine Zat-zat reduksi Asam organik Succinylacetone Metabolit asam empedu Kultur bakteri Kultur virus (CMV)
Tes keringat Pencitraan
Ultrasound (patensi saluran empedu, tumor, kista, dan parenkim hati) Biopsi hati
Evaluasi histologi Mikroskop Elektron Enzim dan analisa DNA Kultur
(Dikutip dari Karpen SJ. Update on the etiologies and management of neonatal cholestasis. Clin Perinatol. 2002;29:159-80) 1
Uji serologi spesifik untuk infeksi kongenital. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengerjakan diagnosis histopatologi dari hepatitis neonatal untuk mengkonfirmasikan
diagnosa. Salah satu contoh dengan adanya serum CMV-Ig M pada bayi kolestasis tidak
menyingkirkan kemungkinan atresia bilier. 10
Algoritme diagnosis kolestasis :
15
Ikterus
Hiperbilirubinemia Direk Hiperbilirubinemia Indirek
Kolestasis Neonatus
Diagnosis Banding
Atresia bilier, kista koledokal, hipoplasia bilier, hepatitis neonatal idiopatik,
sindrom Alagile, Caroli’s disease, TORCH, defisiensi alfa-1 antitripsin, syndrome down.
16
Penatalaksanaan
Manajemen penderita kolestasis adalah kausatif dan empiris, dan pedoman yang
terbaik adalah pemantauan yang cermat. Sekarang, tidak ada terapi yang diketahui efektif
dalam menekan penjelekan kolestasis atau mencegah kerusakan hepatoseluler dan sirosis
lebih lanjut.
Terapi kausal ditujukan spesifik berdasarkan penyebabnya. Sedangkan terapi
empiris atau suportif dapat dilakukan apabila tidak ada terapi spesifik, untuk menunjang
pertumbuhan dan perkembangan seoptimal mungkin serta meminimalkan akibat
komplikasi. Terapi suportif terdiri dari terapi medikamentosa dan nutrisi. Terapi
medikamentosa yang dapat diberikan adalah asam ursodeoksikolat (15-20
mg/KgBB/hari), yang secara alami menjadikan garam empedu dihidroksi terdiri dari 1%
dari total cadangan empedu, desaturasi, stimulasi aliran empedu, dan memfasilitasi
sekresi kanalikular akumulasi asam empedu. Hal ini dapat menurunkan secara langsung
hiperbilirubinemia secara bermakna. Fenobarbital merupakan pengobatan yang sejak
dulu digunakan untuk mengobati kolestasis neonatal, tetapi tidak efektif, dan faktanya
justru memperburuk penyakit. Fenobarbital (5-10mg/KgBB/hari) memperbesar konjugasi
dan ekskresi bilirubin, dan menurunkan kadar bilirubin serum. Kolestiramin (8-16
gr/hari) dapat digunakan untuk mengikat produk-produk fotobilirubin (asam empedu),
dengan demikian mengganggu resirkulasi enterohepatik bilirubin.
Terapi nutrisi yang dapat diberikan adalah dengan memperhatikan dan memberikan
asupan kalori dan protein yang cukup. Dimana kebutuhan kalori umumnya dapat mecapai
125% kebutuhan bayi normal sesuai dengan berat badan ideal, kebutuhan protein 2-3
17
gr/kgBB/hari, lemak rantai sedang (medium chain triglyceride), dan pemberian
suplementasi vitamin yang larut dalam lemak (A,D,E,K) 4,5,9
Prognosis
Prognosis tergantung dari jenis dan penyebab kolestasisnya. Beberapa penderita
dengan atresia biliaris , bahkan yang dengan tipe yang tidak bisa dikoreksi, memperoleh
manfaat jangka lama dari intervensi dengan prosedur Kasai. 4
Untuk penderita dengan hepatitis neonatus, pada kasus sporadis 60-70% akan
membaik tanpa gangguan struktural atau fungsional hati. Kematian bayi biasanya terjadi
dini pada perjalanan penyakitnya, karena perdarahan atau sepsis.4
Kesimpulan
1. Diagnosa kolestasis dibuat dari hasil anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang.
2. Kolestasis dibedakan menjadi intrahepatik dan ekstrahepatik.
3. Neonatal hepatitis dan atresia bilier merupakan penyebab yang paling sering dari
kolestasis pada neonatus
4. Penatalaksanaan ditujukan pada terapi suportif dan penyebabnya.
5. Diagnosa dan penanganan yang dini dan tepat akan memberikan prognosa yang baik.
Saran
1. Diperlukan deteksi dini dari kolestasis neonatal merupakan tantangan bagi dokter dan
dokter spesialis anak
2. Diagnosa untuk mencari penyebab harus segera dilakukan agar mendapatkan hasil
yang optimal dalam pengobatan maupun pembedahan.
18
3. Diperlukan usaha untuk mencegah kegagalan dalam deteksi dini etiologi kolestasis
yang menyebabkan terlambatnya tindakan sehingga mempengaruhi prognosis.
Daftar Pustaka
1. Arief S. Deteksi Dini Kolestasis Neonatal (Early Detection of Neonatal
Cholestasis). Divisi Hepatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak. FK-UNAIR/
RSU Dr. Soetomo- Surabaya. 2007. [Internet]. Bersumber pada ;
http//www.pediatrik.com
2. Emerick M.,K. Cholestasis. Department of Pediatrics, Division of
Gastroenterology, Hepatology and Nutrition, Connecticut Children’s Medical
Center. 2009. [Internet]. Bersumber pada ; http//www.medscape.com
3. Suchy J.,F. Neonatal Cholestasis. Department of Pediatric, Mount Sinai
School of Medicine, New York. 2004. [Internet] bersumber pada ;
http//www.pedsinreview.aappublications.org
4. Balistreri W.,F. Kolestasis. Ilmu Kesehatan Anak Nelson Volume II Edisi 15.
EGC: Jakarta. 1999.
5. IDAI. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. UKK Gastrohepatologi :
Jakarta. 2004.
6. Bergquist J. Neonatal Cholestasis. Department of Pediatric, School of
Medicine, Chicago. 2005. [Internet] bersumber pada ;
http//www.pediatrics.uchicago.edu
7. Price S. Wilson L. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Edisi 6 Volume 1. EGC. Jakarta. 2006.
19
8. Mishra R., Arora N.,K. Comprehensive Approach to Neonatal Cholestasis.
Department of Pediatric Gastroenterology Hepatology and Nutrition, Gandhi
Medical College : New Delhi. Indian Journal of Pediatrics. 2007. Vol.74
hal :99
9. Zavala L. Cholestasis in the Neonate. Department of Pediatric
Gastroenterology Hepatology and Nutrition, University of Cincinnati : USA.
2002. [internet] bersumber pada : http//www.dieteticintern.com
10. Deghady M.,A., Fattah A., Kader A. Diagnostic Evaluation of Cholestasis in
Infants and Young Children in Alexandria. The Internet Journal of
Pediatrics and Neonatalogy. 2006. Vol.6 No.1 [Internet] bersumber pada ;
http//www.ISPUB.com
Bagian Ilmu Penyakit Anak Referrat
Fakultas Kedokteran Umum
Universitas Mulawarman
20
KOLESTASIS NEONATUS
Disusun Oleh :
Singgih Winoto03.37509.00165.09
Pembimbing :dr. Indra Tamboen Sp.A
Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Anak
Fakultas KedokteranUniversitas Mulawarman
Samarinda2010
21