Transcript
Page 1: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

1

Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa

Bermanhaj Salaf di Kota Salatiga

Oleh: Miftachurrif’ah dan Muhammad Irfan Helmy

IAIN Salatiga Jawa Tengah

Abstrak:

Ajaran utama manhaj salaf adalah penerapan Al Qur’an dalam kehidupan

dan menghidupkan sunnah Nabi (ihyaus sunnah) dalam perilaku keseharian.

Pada sisi lain beberapa tradisi daur kehidupan khas Jawa, sudah terbudayakan

dengan pendekatan keislaman. Bertemunya pemikiran purifikasi Islam, dengan

tradisi Islam orang Jawa ini menarik untuk diteliti; Bagaimana pemikiran orang

Salafi Jawa tentang implementasi hadis sebagai sumber agama Islam;

Bagaimana pandangan orang Salafi Jawa terhadap tradisi kehidupan budaya

masyarakat Jawa dalam kehidupan sehari-hari; Bagaimana cara orang Salafi

Jawa mengompromikan pandangan Salaf-nya dengan tradisi budaya masyarakat

di Jawa. Dengan menggunakan pendekatan living hadis, penelitian ini sampai

kepada kesimpulan; pertama, orang Jawa bermanhaj Salaf sepakat dengan

kedudukan hadis Nabi sebagai sumber hukum pendamping Al-Qur’an. Mereka

sepakat menjadikan hadis sebagai tuntunan hidup, dan sebagai contoh

pengambilan sikap terhadap apa pun, termasuk sikap terhadap masyarakat yang

dihadapinya. Kedua, pandangan orang Jawa bermanhaj salafi terhadap budaya

Jawa terbagi dua hal. (1) Pada umumnya ada nilai-nilai budaya Jawa yang

luhur, dan bersesuaian dengan wahyu Ilahi serta hadis Nabi, yakni budaya-

budaya lokal seperti sikap ramah tamah, kebiasaan silaturahim, memberi nasihat

yang baik pada anak keturunan, suka bekerjasama, gugur gunung, menengok

bayi lahir, dan sebagainya. (2) ada pula sebagian budaya Jawa yang

mengandung kesyirikan, talbis, atau mencampur adukkan kebaikan dengan

muatan kepercayaan pra Islam. Ketiga, ada peluang mengkompromikan ajaran

keislaman yang difahami para penganut manhaj salaf dengan budaya

masyarakat Jawa yang berkembang di sekitarnya. Mereka bersepakat

melestarikan budaya baik yang berguna dalam muamalah kemasyarakatan,

menjunjung tinggi adat kebiasaan masyarakat Jawa yang tidak bertentangan

dengan ajaran Islam yang diyakini. Seperti unggah ungguh, sopan santun,

silaturahim di hari raya, dan lain semacamnya. Tapi untuk yang bertentangan

dengan akidah Islam, maka harus ada perubahan. Meskipun bukan dengan serta

merta dihapuskan, tetapi masyarakat perlu edukasi mengenainya.

Kata kunci: Hadis; budaya Jawa; Salaf;

Pendahuluan

Gerakan pemurnian Islam berkembang pesat di dunia Timur Tengah,

dimulai masa akhir abad 18. Kesadaran keterpurukan Islam baik secara syariat

dan politis dalam waktu lama, telah membangunkan para pemikir keislaman yang

mengajak kembali kepada purifikasi Islam. Mereka berkeyakinan bahwa

kejayaan Islam akan kembali saat umat islam kembali pada pedoman Al Qur’an

Page 2: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

2

dan Sunnah. Ibn Taimiyah, Ibn Qoyyim Al Jauziyah, Jamaluddin Al Afghani,

Rasyid Ridho adalah nama-nama yang populer sebagai penggerak purifikasi

Islam. Kemudian kolaborasi pemikiran Muhammad bin Abdul Wahhab dengan

pemerintahan Ibn Saud di Arab Saudi makin memperkuat percepatan

perkembangan pemikiran gerakan salaf.

Pada masa penjajahan Belanda, gerakan ini akhirnya masuk ke Indonesia

lewat para pelajar Indonesia yang belajar di Makkah. Dari sana muncullah

semangat pembaharuan Islam dan perlawanan adat, serta peperangan terhadap

penjajah seperti yang dilakukan kaum Paderi di Sumatera. Ia juga menginspirasi

pembentukan berbagai organisasi Islam di Indonesia.

Periode pasca kemerdekaan, penyebaran pemikiran purifikasi Islam neo-

wahabi atau lebih dikenal dengan manhaj salafi cukup leluasa di Indonesia.

Pemikiran ini terus dikembangkan dengan melalui lembaga syiar keislaman

bermanhaj salaf. Pada awalnya, dakwah manhaj salafi dikembangkan melalui

pengajian-pengajian. Semakin lama semakin berkembang pemahaman di unit

terkecil ini hingga peserta dan peminat pun makin banyak. Lalu muncullah

alternatif wasilah dakwah dengan membentuk lembaga formal atau yayasan

yang mengelola sekolah dan pesantren. (Muh Ali Chozin, 2013)

Ketika era kertas masih berlangsung, jamaah salafi mengembangkan

pemikiran purifikasi Islam dengan mencetak buletin-buletin dan majalah. Awal

pertengahan tahun 1990an ada majalah Salafy, majalah As Sunnah, majalah Al

Furqon, dan lain sebagainya. Hal ini diikuti pula dengan berdirinya percetakan

buku-buku manhaj salafi. Media penunjang dakwah manhaj salaf semakin

berkembang seiring kemajuan media teknologi. Akses dakwah dan informasi

diperluas dengan menciptakan blog-blog salafi di dunia maya, hingga media

whatsapp grup. Pendirian stasiun radio, pendirian stasiun televisi, Radio Roja

Jakarta, Bazz FM di Salatiga, Roja TV, Yufid TV, Insan TV, dan banyak lagi

yang lainnya.

Ajaran utama manhaj salaf adalah penerapan Al Qur’an dalam kehidupan

dan menghidupkan sunnah Nabi (ihyaus sunnah/living hadis) dalam perilaku

keseharian. Perilaku dan tampilan fisik ditekankan sebagai bagian dari kesadaran

pemurnian Islam. Berjenggot, bergamis, isbal (celana di atas mata kaki), bercadar

bagi perempuan, adalah salah satunya. Meluruskan akidah dan menjauhi perkara

baru yang dianggap bid’ah adalah hal lainnya.

Page 3: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

3

Sebagaimana diketahui, pulau Jawa adalah pulau terpadat di Indonesia, dan

suku Jawa adalah suku terbesar di nusantara. Islam di Jawa sudah berkembang

sekian abad berselang oleh Walisongo, dimana dalam penyebaran Islam di pulau

Jawa ini banyak menggunakan pendekatan budaya. Akulturasi budaya Jawa pada

khususnya dan masyarakat Indonesia pada umumnya dengan syariat Islam

sedemikian rupa sehingga memunculkan term Islam Nusantara.

Beberapa tradisi daur kehidupan khas Jawa, sudah terbudayakan dengan

pendekatan keislaman. Slametan (dari kata salam atau selamat), brokohan (dari

kata barokah atau berkah), klubanan (dari kata qulub atau hati) misalnya menjadi

keseharian masyarakat Jawa berkait dengan kelahiran. Begitu juga daur kematian

yang sudah menjadi bagian kehidupan masyarakat Islam Jawa. Bentuknya antara

lain yasinan, pengajian tahlilan, baik tiga hari, tujuh hari, empat puluh hari, dan

sebagainya. Pada dasarnya, lantunan Al Qur’an dan ajaran keislaman menyatu

dengan budaya Jawa, sehingga pada titik tertentu ada persinggungan Islam dan

Jawa

Bertemunya pemikiran purifikasi Islam, dengan tradisi Islam orang Jawa

ini menarik untuk diteliti. Faktanya, meskipun banyak benturan di sana-sini,

tetapi manhaj Salafi berhasil berkembang, diterima dan menarik minat orang

Jawa. Dari latar belakang tersebut, maka peneliti mengajukan beberapa rumusan

masalah; 1). Bagaimana pemikiran orang Salafi Jawa tentang implementasi hadis

sebagai sumber agama Islam?; 2). Bagaimana pandangan orang Salafi Jawa

terhadap tradisi kehidupan budaya masyarakat Jawa dalam kehidupan sehari-

hari?; 3). Bagaimana cara orang Salafi Jawa mengompromikan pandangan Salaf-

nya dengan tradisi budaya masyarakat di Jawa?

Berbagai penelitian tentang jamaah salafi telah dilakukan oleh para peneliti

dan penulis buku. Baik dengan kata salafi, wahabi, maupun Islam murni. Bahkan

beberapa memakai istilah Islam radikal yang ujungnya pun tak jauh dari

pemikiran manhaj salaf yang khas.

Yudian Wahyudi (ed) pada tahun 2009 telah menerbitkan buku yang

berupa kumpulan penelitian berbagai gerakan keislaman yang terangkum dalam

judul Gerakan Wahabi di Indonesia (Dialog dan Kritik). Buku ini menyorot

secara umum analisis fenomenologis sekaligus telaah genealogi sejarah tentang

bagaimana gerakan Wahabi termanifestasi ke dalam berbagai bentuk institusi

pergerakan (harakah) yang bermain di wilayah publik umum di Indonesia.

Page 4: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

4

Dimulai dari masa Padri hingga pelebarannya saat ini di dalam institusi-institusi

pendidikan, dari pesantren-pesantren di tanah Jawa sampai universitas-universitas

tertentu di berbagai belahan Indonesia.

Nur Khalik Ridwan (2004) menyusun karya Agama Borjuis: Kritik atas

Nalar Islam Murni. Buku ini membahas tentang Islam Murni, satu julukan yang

disematkan kepada mereka yang memegang jargon kembali kepada Al Qur’an

dan Hadis secara rigid dan konsekuen. Ia menulis tentang sejarah pemahaman

keagamaan gerakan pemurnian Islam di Indonesia dengan memakai pisau bedah

struktur borjuis dan proletar, dimana penulis mengkritisi aliran pemurnian Islam

sebagai gerakan yang melapangkan jalan bagi kalangan borjuis.

Islam dan Radikalisme di Indonesia,(2004), adalah buku yang merupakan

bunga rampai penelitian keagamaan Islam yang mengususng banyak ragam

gerakan radikal yang merujuk pada gerakan Islam politis yng berkonotasi negatif:

ekstrim, militan dan non toleran. Termasuk dalam pembahasan buku ini adalah

Jamaah Salafi yang mana menmbil sampel khusus wilayah Bandung.

Penelitian tantang jaringan lembaga pendidikan Salafi telah dilakukan oleh

Suhanah (2012) dengan judul Manhaj Salafi di Indonesia. Sebuah penelitian

yang berfokus pada jaringan intelektual, lembaga dan funding jamaah Salafi

dengan fokus jamaah yang berada di kota Bogor. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa salafi dibangun dan berkembang dengan melalui jaringan pendidikan.

Penelitian dari Muhammad Ali Chozin (2013) tentang Strategi Dakwah

Manhaj Salafi memaparkan secara lebih luas model perkembangan media

dakwah Salafi di Indonesia. Dimulai dari Yayasan, Pesantren, sekolah, hingga

media massa visual dan audio visula baik berupa TV, Radio, media cetak berupa

buletin, majalah dan buku-bulu keislaman. Salafi juga tidak melupakan media

dunia maya dengan membuat situs-situs faham keislaman yang mereka kelola.

Dari semua buku dan penelitian yang sudah dicari, ternyata belum

ditemukan satu pun yang membahas tentang konsep living hadis bagi orang Jawa

yang bermanhaj salafi. Inilah titik beda dari penelitian yang telah dilakukan ini.

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang mengambil

model penelitian living hadis dengan pendekatan fenomenologi yang

Page 5: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

5

mengawasi langsung bagaimana satu hadis atau lebih dipraktekkan oleh

masyarakat muslim. Penelitian ini berbasis pada pemahaman hadis yang

subyeknya adalah praktik pengamalan hadis dalam kehidupan sehari-hari.

Subyek penelitian ini adalah masyarakat Jawa di Salatiga dan

sekitarnya, khususnya mereka yang menganut manhaj Salafi dan

menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sedang obyeknya adalah

proses implementasi hadis-hadis Nabi Muhammad dalam kehidupan

keseharian mereka sebagai orang Jawa yang bermanhaj salafi.

Sumber data dalam penelitian ini ada dua yaitu: pertama, sumber

data primer yang didapatkan dari hasil wawancara langsung kepada nara

sumber, yakni orang Jawa yang bermanhaj Salafi di sekitar Salatiga.

Sumber data juga didapatkan dari wawancara key person sebagai penguat

dan pembanding. Kedua, sumber data sekunder adalah data yang bisa

diamati di lokasi penelitian maupun data-data lain yang mendukung

proses penelitian. Baik data berupa gambar, dokumen, arsip, dan lain

sebagainya.

Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, observasi dan

dokumentasi. Adapun analisa data dilakukan melalui tahapan-tahapan

reduksi data, klasifikasi data, display data dan interpretasi data. Sementara

itu dalam pengecekan keabsahan data ada empat macam triangulasi yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik pemeriksaan dengan

triangulasi sumber, triangulasi metode, triangulasi penyidik dan

triangulasi teori.

Salafi di Indonesia: Sejarah dan Ide Dasar Ajaran

Sejarah salafi di Indonesia nampaknya dimulai dengan kemunculan

gerakan dengan kembalinya beberapa pemuda Sumatera Barat yang pergi haji

sekaligus menuntut ilmu di Kerajaan Arab Saudi pada awal abad ke-19.

Sebagaimana di uraikan oleh Ubaydillah (2012) pada masa itu Saudi tengah

meneguhkan diri sebagai penyebar ide dan gerakan pembaruan yang dilancarkan

oleh Muhammad ibn ‘Abd al-Wahhab di kawasan Jazirah Arabia. Pemuda itu

adalah Haji Miskin, Haji Abdurrahman, dan Haji Muhammad Arif. Mereka

mempelajari dan menekuni deologi salafi dan kemudian menyebarkannya ketika

mereka tiba di tanah air. Inilah gerakan Salafiy pertama di tanah air yang

Page 6: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

6

kemudian lebih dikenal dengan gerakan kaum Padri, yangpernah berjaya dalam

kurun waktu 1803-1832 M.

Selanjutnya dijabarkan oleh Yudian (2009: iii) tentang pengaruh

nyata pemikiran salafi Wahabi sejak masa penjajahan Belanda yang

dimulai kaum Padri ini. Setidaknya ada lima gelombang pengaruh

pemikiran ini di Indonesia:

a. Gelombang pengaruh Wahabi yang melahirkan perang Padri (1821-1837) di

Sumatra Barat dan berbanding dengan Perang Diponegoro di Jawa Tengah

(1825). Masyarakat Sumatera Barat adalah masyarakat beragama Islam.

Tetapi, perilaku masyarakat yang meskipun beragama Islam sangat suka

tahayul, khurafat dan memiliki akhlak yang bertentangan dengan ajaran

agama, seperti kesukaan pesta sabung ayam, berjudi dan lain-lain. Pada saat

yang sama datanglah tiga haji yang pernah bermukim di Mekah yang saat

itu sedang maraknya pemahaman Wahabi. Ketika paham purifikasi

dikembangkan, maka terdapat perlawanan dari masyarakat adat. puncaknya

kemudian, ketika masyarakat adat terdesak, mereka meminta Belanda untuk

ikut melawan Padri dengan kompensasi ketunduikan masyarakat pada

Belanda. Demikian paparan Muh. Ikhsan & DR. Muhammad Lutfi Zuhdi

(2012).

b. Pemberontakan Banten (1888) yang terinspirasi pan Islamisme yang sudah

di internasionalisasi secara formal oleh Al Afghani dalam majalahnya Al

Urwatul Wutsqo.

c. Berdirinya organisasi massa berbasis pan islam dan purifikasi sebagai

bentuk nasionalisasi pan Islam. Di awali oleh Syarikat Islam (1905)

Muhammadiyah (1912) Al Irsyad (1914), dan Persatuan Islam (1923)

khususnya dalam masalah aqidah dan fikih.

d. Gerakan DI/TII yang dimulai Kartosuwiryo dan berkembang pada tahun

1948 -1962 dan mengakar hingga sekarang

e. Pengaruh wahabi dalam bentuk munculnya gerakan salafi yang pada dekade

90 an sudah membentuk lembaga pesantren salafi wahabi yang puritan

fundamentalis.

Perkembangan dakwah salaf yang disebarkan oleh gerakan salafi di

Indonesia nampaknya mengalami perkembangan pesat. Penyebaran

pemikiran neo wahabi atau lebih dikenal dengan gerakan salafi cukup

Page 7: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

7

leluasa di Indonesia, terbukti dengan perkembangan penerimaan

masyarakat yang semakin hari makin meluas.

Keberadaan jamaah salafi di Indonesia pasca kemerdekaan tak bisa

dilepaskan dari peran Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII). DDII ini

dibentuk pada masa awal Orde Baru oleh Muhammad Natsir sebagai tokoh

utama, yang dibantu para mantan pengelola partai Masyumi yang

dibubarkan oleh penguasa orde baru. Salah satu keistimewaan Natsir adalah

koneksinya dengan jaringan Islam di Timur Tengah khususnya Saudi

Arabia yang membawanya pada sejumlah posisi penting.

Lewat DDII-nya ia menginisiasi pengiriman pelajar ke Saudi Arabia

dan menjembatani berdirinya lembaga pendidikan LPBA -yang kemudian

berubah menjadi LIPIA- di Jakarta pada tahun 1980. LIPIA adalah sekolah

tinggi yang merupakan cabang dari universitas Muhammad Ibn Sa’ud yang

ada di Saudi Arabia. Dengan managemen dan kurikulum pembelajaran

sesuai kurikulum yang diterapkan Universitas induknya. Dosen-dosen pun

didatangkan mayoritas dari Saudi Arabia. Patut diduga, kedatangan para

dosen langsung dari negeri Arab Saudi ini menularkan keilmuan dan

penanaman pemikiran salafi di Indonesia.

Alumni-alumni LIPIA yang kemudian belajar di Saudi pada akhirnya

menjadi tokoh-tokoh sentral penyebaran dakwah salaf dengan membuka

berbagai pesantren di Indonesia. Misalnya Ustadz Yazid Abdul Qadir

Jawaz di Bogor setelah sebelumnya pada awal tahun 1990-an membina di

Al Irsyad Tengaran Salatiga bersama Ust Ja’far Umar Thalib dan Yusuf

Usman Baisa, Abu Nida yang membidani lembaga pendidikan Bin Baz di

Yogyakarta, dan Ahmad Faiz Asifuddin mendirikan Pesantren Imam

Bukhari di Solo. Aunur Rafiq membentuk pesantren Al Furqon di Gresik.

Masing-masing lembaga berkembang cukup pesat dan menghadirkan

kesuksesan dakwah manhaj salafi di Indonesia, yang menyebar meluas ke

berbagai wilayah nusantara.

Pada perkembangan salafi di Indonesia, mereka mengalami fase kritis

dengan ketidak-sepahaman antara para penyebar manhaj dakwah salafi.

Perbedaan ini muncul berkait dengan konsep organisasi, permasalahan

politik pemerintah, hingga masalah donatur dari timur tengah. Hal ini

Page 8: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

8

kemudian membuat awal terbentuknya beberapa faksi salafi di Indonesia.

Faksi-faksi ini memunculkan kelompok aliran salafi yang berbeda,

berkaitan dengan perbedaan konsep politik, organisasi, bahkan beda

pendapat masalah funding. Mereka juga tak bersepakat dengan pilihan

radikalisme yang dikembangkan oleh sesama salafi misalnya salafi jihadi

yaitu para pengikut wahabiyah yang memiliki faham kekerasan dalam

penyebarannya dengan berbagai hal yang menebar teror berkedok jihad.

Pemilahan lain pun muncul di kalangan salafi sendiri berkait jalur

keilmuan dan pilihan politik sehingga memunculkan istilah salafi Yamani,

salafi Haraki dan lain-lain. Akan tetapi, meskipun ada perbedaan masalah

teknis, tetapi ide dasar purifikasi Islam khas ajaran Muhammad bia Abdul

Wahab sama-sama mereka kembangkan.( Abu Umar Basyir: 2009)

Pada umumnya, salafi bersifat apolitis dan tak mau mengakui

berdirinya orgaanisasi, dan mereka tak sepakat dengan radikalisme yang

dikembangkan –biasanya- oleh sesama salafi, tetapi salafi jihadi yaitu para

pengikut wahabiyah yang memiliki faham kekerasan dalam penyebarannya

dengan berbagai hal yang menebar teror berkedok jihad. Nampaknya

perkembangan neo wahabi atau salafi cukup leluasa di Indonesia, terbukti

dengan perkembangan penerimaan masyarakat yang semakin hari makin

meluas.

Ide Dasar Ajaran Salafi

Ide dasar manhaj Salafi di Indonesia dipengaruhi oleh ide dan

gerakan pembaruan pemikiran Islam dengan bentuk purifikasi Islam.

Dakwah salaf bukanlah hal yang baru. Ia adalah dakwah ahlussunnah yaitu

dakwah haq yang dilakukan para sahabat. Dakwah manhaj salaf berusaha

mengajak umat muslim untuk kembali kepada al Qur’an dan sunnah

menurut pemahaman salafus-salih. Pemikiran ini muncul dilandasi

kenyataan bahwa masyarakat Islam saat itu dianggap sudah menyimpang

jauh dari ajaran murni Islam itu sendiri.

Ajaran ini mengadopsi pemikiran Ibnu Taimiyah, baik berkaitan

dengan aqidah, dan ibadah. Ibnu Taymiah menegaskan bahwa dasar

keislaman dan pemahaman terhadap akidah Islam hanya benar bila

mengikuti jejak nabi dan salafushalih. Tidak ada jalan memahami Islam,

Page 9: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

9

mengetahui aqidah, hukum-hukum, dan segala sesuatu yang berhubungan

dengannya baik masalah keyakinan dan dalil-dalilnya kecuali dengan

kembali kepada penjelasan Al Qur’an dan Sunnah, sesuai pemahaman

salafusshalih. Apa saja yang dijelaskan Al Qura’an dan apa saja yang

diterangkan As-Sunnah harus diterima, tidak boleh ditolak, guna

menghilangkan keragu-raguan. Akal manusia tidak memiliki otoritas untuk

mentakwil, dan menginteroretasi Al Qur’an, kecuali sekedar yang

ditunjukkan oleh kalimat dalam Al Qur’an dan hadis saja. Akal ada

dibelakang naql, akal hanya sebagai bukti, bukan pemutus, penegas dan

penguat bukan pembatal atau penolak, akal bertugas mendukung dan

menguatkan. (Muhammad Abu Zahrah: 1996: 227)

Manhaj dakwah salafi menurut Yazid Jawwas adalah upaya mengajak

manusia ke jalan Allah mengimani Allah dan Rasul-Nya, melaksanakan

rukun Iman dan rukun Islam, dan melaksanakan syariat Allah,

mentauhidkan Allah, melarang syirik, mengajak manusia untuk ittiba

(meneladani) Rasulullah, dan melarang berbuat bid’ah. Dakwah manhaj

salafi adalah mengajak manusia ke jalan yang benar agar manusia selamat

di dunia dan di akhirat yakni dengan mengikuti Rasulullah dan para sahabat

beliau.(Yazid: tt: 26)

Yazid kemudian menjelaskan mengapa manhaj salafi adalah murni

sebagai ahlussunnah wal jamaah karena mereka menempuh seperti apa

yang pernah ditempuh oleh Rasulullah dan para sahabatnya. Disebut Ahlus

Sunnah, karena kuatnya (mereka) berpegang dan berittiba’ (mengikuti)

Sunnah Nabi dan para sahabatnya. Mengutip Ibnu Rajab al Hanbali (wafat

795 H) dalam tulisan Yazid Jawwaz, beliau mengatakan: “As-Sunnah ialah

jalan yang ditempuh, mencakup di dalamnya berpegang teguh kepada apa

yang dilaksanakan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para khalifahnya

yang terpimpin dan lurus, berupa i’tiqad (keyakinan), perkataan dan

perbuatan. Itulah as-Sunnah yang sempurna. Oleh karena itu, generasi Salaf

terdahulu tidak menamakan as-Sunnah, kecuali kepada apa saja yang

mencakup ketiga aspek tersebut.”

Sedangkan kata al-Jama’ah, disematkan karena mereka bersatu di

atas kebenaran. Tidak mau berpecah-belah dalam urusan agama, berkumpul

di bawah kepemimpinan para imam (yang berpegang kepada) al haq

Page 10: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

10

(kebenaran), tidak mau keluar dari jama’ah mereka, dan mengikuti apa

yang telah menjadi kesepakatan Salaful-Ummah.

Ada dua manhaj dakwah Ahlus sunnah, meliputi: (1) Dakwah yang

haq harus dengan bekal ilmu syar’i. Syarat seseorang berdakwah harus

berilmu dan faham tentang ilmu syar’i, yang dengan ilmunya tersebut, ia

dapat mengajak ummat kepada agama Islam yang benar. Mengutip

pendapat Syaikh Ali bin Hasan bin Ali L Haabiy, dijelaskan bahwa metode

ilmiah ini dibangun di atas tiga dasar: pertama, al ‘Ilmu yaitu mengetahui

al haq (kebenaran). Kedua, dakwah menuju al haq (mengajak manusia

kepada kebenaran). Ketiga, teguh dan istiqamah di atas kebenaran. (2)

Ahlus sunnah berdakwah mengajak manusia dengan jalan yang hikmah,

sebagaimana perintah Allah dalam Al Qur’an surat An Nahl ayat 125.

(Yazid: 30).

Muhammaddin ( 2013: 147) menjelaskan bahwa ada lima prinsip

faham manhaj salafi, yaitu:

a. Sumber aqidah adalah al-Qur’an dan al-Hadits yang shahih dan ijma’

salaful shalih. Sumber rujukan dalam memahami aqidah dalam manhaj

salaf hanya terbatas pada tiga, yaitu al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’ salaful

shalih. Menurut manhaj ini dalil naqli harus lebih didahulukan dari

pada dalil aqli.

b. Wajib taat kepada pemimpin kaum muslimin selama mereka tidak

memerintahkan untuk berbuat kemaksiatan. Apabila mereka

memerintahkan untuk berbuat maksiat, dikala itu tidak boleh mentaati

namun tetap wajib taat dalam kebenaran lainnya. Menukil dari tulisan

Yazid bin Abdul Qadir Jawas yang mengambil pendapat Ibnu ‘Abil

‘Izz berpendapat bahwa hukum mentaati ulil amri adalah wajib selama

tidak dalam kemaksiatan meskipun mereka berbuat zalim, karena kalau

ke luar dari ketatan kepada mereka akan menimbulkan kerusakan yang

berlipat ganda dibandingkan dengan kezhaliman penguasa itu sendiri.

Bahkan bersabar terhadap kezhaliman mereka dapat melebur dosa-

dosa dan dapat melipargandakan pahala.

c. Tidak mengkafirkan seorangpun dari kaum muslim kecuali apabila dia

melakukan perbuatan yang membatalkan aqidah atau keimanan dan

keislaman.

Page 11: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

11

d. Al-wala’ wal bara’, yakni ekspresi cinta karena Allah dan benci karena

Allah, yaitu mencintai dan memberikan wala’ (loyalitas) kepada kaum

muslimin, dan membenci kaum musyrikin serta orang- orang kafir

dengan bara’ (berpaling) dari mereka. Setiap muslim yang beragama

dengan prinsip aqidah ini wajib mencintai orang-orang yang memegang

teguh aqidah Islam dan membenci orang-orang yang memusuhi aqidah

Islam. Wala’ dan bara’menurut manhaj salafi, adalah dibangun di atas

asas al-Qur’an dan Sunnah, bukan yang lainnya.

e. Ahlul Sunnah senantiasa menyuruh yang ma’ruf dan mencegah yang

munkar menurut ketentusan syari’at. Yang dimaksud al-ma’ruf ialah

semua ketaatan baik yang wajib maupun yang sunnah, dimana ketaatan

tertinggi adalah beribadah kepada Allah satu-satunya, tidak

menyekutukanNya, mengikhlaskan ibadah kepada-Nya. Sedangkan al-

munkar adalah semua yang dilarang Allah dan Rasul-Nya, termasuk di

dalamnya kemaksiatan, kebid’ahan, dan kemunkaran.

Manhaj salafi senantiasa meletakkan prinsip tauhid sebagai dasar

awal semua penjelasan tentang amal keislaman. Tauhid yang dimaksudkan

adalah pengabdian (ibadah) hanya kepada Allah dengan cara-cara yang

benar-benar mengesakan-Nya. Tauhid terbagi menjadi tiga: tauhid

rububiyah, uluhiyah dan tauhid asma wasshifat. Tauhid rububiyah

menekankan pada pengesaan Allah sebagai Dzat Maha Pencipta segala

sesuatu terlepas dari segala pengaruh dan sebab. Tauhid uluhiyah

menekankan keesaan Allah sebagai satu-satunya dzat yang disembah.

Tauhid asma wa shifat berhubungan dengan nama dan sifat Allah yang

mana tak ada yang semisal dengan-Nya. Tidak perlu ada penggambaran,

atau penjelasan atas apa dan bagaimana yang menjadi sifat Allah, karena

cukup Al Qur’an dan hadis menggambarkan hal itu Allah disifati atas apa

yang disifatkan-Nya adats diri-Nya sendiri, atau disifatkan oleh Rasul-Nya,

tanpa melampaui Al Qur’an dan Hadis.

Penyembahan kepada Allah dengan tindakan tidak menyembah

kepada selain-Nya, tidak mengakui ketuhanan selain Dia. Barangsiapa yang

mengakui ketuhanan lain, atau mempersamakan Allah dengan makhluknya

maka ia menjadi musyrik. Termasuk rusak akidahnya adalah meminta

pertolongan dan mendekatkan diri kepada Allah dengan tawassul, meminta

Page 12: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

12

pertolongan dengan tawassul, serta ziarah ke makam orang-orang saleh dan

para Nabi untuk meminta berkah dan mengkultuskannya.

Berkaitan dengan masalah sosial kemasyarakatan, mereka percaya

bahwa semua aturan kehidupan sudah dicontohkan oleh Rasulullah,

sehingga diharapkan seluruh masyarakat muslim merujukkan perilakunya

seperti yang dicontohkan Rasulullah. Termasuk dalam bidang politik

pemerintahan. Bagi salafi, pemerintahan yang sah hanya satu dan

masyarakat tak boleh melakukan oposisi terhadapnya. Dari sini pula, salafi

tidak membenarkan pembentukan organisasi, apalagi partai politik. Bahkan

demonstrasi pun dilarangnya.

Pemikiran dan pergerakan salafi menyebar ke berbagai belahan

dunia, meskipun banyak pula gerakan yang terbentuk sebagai resistensi

atasnya. Hal ini banyak terbantu dengan internasionalisasi formal gerakan

salafi wahabi di tangan Muhammad Abduh dan Jamaluddin Al Afghani.

Pada umumnya, salafi bersifat apolitis dan tak mau mengakui berdirinya

orgaanisasi. Para pengikut aliran salaf atau salafi selalu menegaskan bahwa

mereka bukanlah kelompok terorganisir, ataupun hizb. Tetapi mereka

adalah atsar lanjutan dari yang sudah lama ada dari zaman Rasulullah.

Pengaruh Islam pada budaya Jawa dan Peran Dakwah Walisongo

Penelitian sejarah menyebutkan bahwa Islam masuk ke Jawa dengan cara

damai dan alami. Penyebaran agama Islam melalui hubungan dagang, dan

pengembaraan para ulama sufi yang merupakan juru dakwah yang paling

semangat di era setelah keruntuhan Baghdad pertengahan abad 13 masehi. Pada

dasarnya, watak dasar masyarakat timur sendiri adalah penduduk yang toleran,

bisa menerima kedatangan orang asing dari berbagai wilayah, sekaligus mudah

bersosialisasi dengan mereka.

Masyarakat Jawa adalah suku bangsa Jawa, yakni mereka yang hidup dalam

kesehariannya dalam bahasa Jawa, tinggal di Jawa terutama Jawa Tengah dan

Jawa Timur. Masyarakat Jawa pada saat itu bukanlah masyarakat baru yang tanpa

budaya. Mereka sudah mengalami masa panjang bersama para pemimpin Budha

maupun Hindu. Pada saat yang sama perkembangan aliran kepercayaan animisme

dan dinamisme juga berkembang di masyarakat jawa secara umum.

Budaya masyarakat Jawa memiliki kebiasaan unik berupa kekerabatan yang

kental, kemasyarakatan yang guyup, dan unggah ungguh yang dijaga benar dalam

Page 13: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

13

kesehariannya. Bahkan dalam bahasa Jawa, terdapat strata bahasa yang

membedakan diksi bahasa untuk kalangan sebaya sesama, kalangan tua pada yang

muda, hingga kalangan muda pada yang tua, maupun kalangan rakyat pada

tuannya. Penghormatan yang muda kepada yang tua, penghormatan kepada

keluarga bangsawan, serta ketokohan, menjadi khas dalam tradisi kemasyarakatan

di Jawa.

Ciri lain dalam masyarakat Jawa adalah adanya kepercayaan kepada adanya

Dzat Yang Lebh dari dirinya. Animisme, ataukepercayaan pada roh-roh atau jiwa

pada benda-benda, tumbuhan, hewan dan pada manusia itu sendiri. Dan ada roh

terkuat yang menguasai antara mereka, sehingga dengan kepercayaan itu mereka

mengadakan berbagai upacara dengan sesaji agar terlindung dari roh jahat. Inilah

cikal bakal beragam upacara sesaji yang berkembang di dataran tanah Jawa.

Diantaracontohnya adalah slametan surtanah, geblak, dan berbagai upacara

kematian. Lalu adanya sesajen untuk yang mbahurekso, danyang, dan

semacamnya.

Disamping itu, masyarakat juga mempercayai adanya kekuatan alam yang

menjadikan penentu bagi keberhasilah sebuah usaha. Inilah cikal kepercayaan

dinamisme yang kemudian melahirkan beberapa kegiatan laku batin agar kuat

bertahan dengan kekuatan alam. Ini juga mengahsilkan kepercayaan untuk

melakukan laku prihatin, dan kepercayaan pada jimat-jimat sebagai penambah

kekuatan untuk berkolaborasi dengan kekuatan alam. ( Ismawati dalam Darori

Amin: 2002: 7-9).

Kepercayaan ini nampaknya berkembang dan makin pesat pada saat Jawa di

bawah kekuasaan Hindu dan Budha. Karena beberapa kepercayaan animisme dan

dinamisme kemudian diwarnai dengan tradisi Hindu Budha yang tak jauh

berbeda. Inovasi kepercayaan lama masyarakat Jawa dikembangkan dengan

beberapa tradisi Hindu Budha sehingga menambah panjang daftar upacara-

upacara ritual keagamaan pada masyarakat Jawa. Diantara upacara-upacara

korban kerbau, pagelaran wayang kulit, gerebeg, dan lain sebagainya.

Dakwah Walisongo

Islam masuk ke Jawa, pada kondisi masyarakat yang sudah memiliki

budaya beragam. Baik hasil kepercayaan dasar animisme dan dinamisme, maupun

kolabirasai kepercayaan Hindu Budha. Tokoh-tokoh pembawa masuknya Islam

ke Indonesia pun beragam. Ada pendapat bahwa Islam masuk Indonesia sejak

Page 14: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

14

abad pertama kekuasaan Muawiyah yang berarti abad 7 Masehi. Ada pula yang

menyebutkan bahwa Islam masuk ke Indonesia dalam kurun abad belasan dengan

dibawa para pedagang Gujarat.

Pada abad 12-14, ada beberapa bukti sejarah tentang hubungan Majapahit

dengan Cempa Thailand yang Muslim. Hubungan baik ini berawal dari hubungan

perdagangan yang dilanjutkan dengan hubungan kekerabatan dengan pernikahan

putri Champa dengan Raja Jawa. Disinilah kemudian lahir bangsawan-bangsawan

Muslim keturunan Jawa Campa, ditambah dengan kedatangan ulama dari Cempa-

, mereka berkembang menjadi cikal bakal barisan ulama yang dikenal dengan

sebutan walisongo. Merekalah para penyiar agama terpenting dalam sejarah Islam

di Jawa pada khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Mengutip dari Masyhur Amin dalam Ridin Shofwan (2004:248) tujuan

dakwah Islam oleh walisongo adalah: pertama menanamkan akidah yang mantab

di hati setiap orang, sehingga tidak ada keraguan didalamnya; kedua tujuan

kepatuhan terhadap hukum yang telah disyariatkan Allah dalam agama Islam.

Ketiga menanamkan nilai-nilai akhlak pada masyarakat Jawa sehingga menjadi

pribadi mudlim yang berbudi luhur.

Untuk mencapai tujuan ini, berbagai upaya dilakukan dimana salah satunya

menggunakan pendekatan seni pewayangan dengan mengubah muatan isi sesuai

ajaran yang dikehendaki. Dalam penataan keislaman Jawa yang telah dipenuhi

unsur budaya masa lalu yang terlanjur lekat, Walisongo menggunakan

perombakan halus dengan merubah sedikit demi sedikit tatacaranya. Misalnya:

a. Kebiasaan semedi sebagai sarana memuji dan mengheningkan cipta,

dirubah menjadi ritual shalat wajib

b. Kebiasaan sesaji dirubah menjadi budaya shadaqah

c. Kebiasaan khas memuja dan meniru dewa dalam upacara perkawinan

dirubah dengan cara yang bijaksana tanpa menyinggung rakyat banyak.

Di samping itu, walisongo juga bergerak aktif menata organisasi dakwah.

Mereka menyatu dalam organisasi penataan keagamaan yang saling bertemu,

mengingatkan, bermusyawarah dan berkumpul membicarakan perkembangan

dakwah antar mereka. Sejarah membuktikan bahwa ada pertemuan rutin para wali

songo untuk membahas upaya pengislaman tanah Jawa.

Metode dakwah pun berkembang dengan berbagai variannya. Wali songo

memanfaatkan segala lini kehidupan untuk mempercepat gerak laju pengislaman

Page 15: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

15

tanah Jawa. Mengutip dari tulisan Ridin Sofyan dkk (2004: 271) , setidaknya ada

lima metode dakwah walisono yang sukses mengislamkan tanah Jawa.

a. Berdakwah melalui jalur keluarga dan perkawinan

b. Mengembangkan pendidikan pesantren

c. Mengembangkan kebudayaan Jawa

d. Mengembangkan sarana prasarana yang berkaitan dengan perekonomian

rakyat

e. Memanfaatkan sarana kekuasaan politik dengan menyususn peraturan

ketatanegaraan.

Berkat usaha yang sungguh sungguh, penataan rapi, serta kemampuan

memanage semua kekuatan dakwah, maka para walisongo sukses mengislamkan

tanah Jawa, bahkan pengaruhnya hingga ke luar Jawa.

Kajian Manhaj Salaf di Salatiga dan sekitarnya

Manhaj Salaf di Salatiga, dikenal dan mulai berkembang seiring

dengan perkembangan pesantren Islam Al Irsyad di batas kota Salatiga

dengan kecamatan Tengaran Kabupaten Semarang. Beberapa pengusung

dakwah Salafi di Salatiga adalah orang yang memiliki sejarah kedekatan

dengan pengasuh pesantren Islam Al Irsyad. Disamping kemudian

ditambah dengan para mahasiswa dan mereka yang pulang kampung ke

Salatiga setelah mengembara mencari ilmu di berbagai kota di Indonesia.

Sepulang mereka ke Salatiga, mereka mengembangkan dakwah Salafi

di beberapa tempat. Di Blotongan, pada masjid Al Burhan yang merupakan

masjid masyarakat, beberapa aktivis perintis dakwah salafi membeli lahan

dan mendirikan perumahan di sekitar masjid. Mereka kemudain aktif dalam

pengembangan kemakmuran masjid yang kemudian menjadikannya

sebagai tempat mengaji bersama dan menebarkan dakwah salafi. Sedikit

demi sedikit, merebaklah pemahaman salafi di sekitar masjid ini.

Di wilayah Tingkir, pengembangan dakwah Salafi juga digawangi

oleh warga lokal yang membawa fahamnya setelah kuliah dari Yogyakarta.

Bersama jamaah yang sefikroh, mereka mendirikan kajian-kajian Salafi

yang diikuti kalangan yang sepakat dengan ajaran mereka. Mengingat

kecamatan Tingkir adalah kantung pesantren salafiyah yang berafiliasi

dengan pemahaman nahdhiyyin.

Berbatasan langsung dengan kelurahan Tingkir, ada gerakan salafi

yang sedang berkembang dengan pesat. Ia adalah desa Tegalwaton yang

Page 16: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

16

meskipun secara administratif masuk wilayah kabupaten Semarang, tetapi

menempel dengan wilayah kota Salatiga. Dengan sentral kegiatan di masjid

Al Barokah, gerakan Salafi di desa ini dimotori oleh anak-anak almarhum

tokoh agama setempat yang telah mewakafkan masjid untuk masyarakat.

Karena masjid pusat kegiatan masyarakat itu merupakan wakaf dari

keluarganya, maka para perintis dakwah salafi di desa ini memiliki

keleluasaan gerak lebih sempurna.

Berjalannya waktu membuat Al Barokah menjadi pusat kegiatan

jamaah Salafi yang tinggal di Salatiga dan sekitarnya. Apalagi setelah

kemudian mereka mendirikan Yasayan pendidikan dan mendirikan

lembaga pendidikan TK dan MI AL Barokah yang bermanhaj salaf. Banyak

warga salafi yang berasal dari Salatiga dan sekitarnya menyekolahkan

anaknya di sana.

Keberhasilan dakwah manhaj Salafi di Salatiga didukung oleh

perilaku perintis dakwah yang tidak konfrontatif dan bisa meredan emosi

masyarakat Islam kota Salatiga pada umumnya. Mereka bergerak dengan

diam tetapi massif menebarkan ajarannya, bekerjasama dengan serta

mendatangkan dai-dai salafi lain dari beberapa pesantren salafi sekitar

Salatiga. Acara pengajian akbar sering digelar di beberapa masjid besar di

kota Salatiga, seperti masjid Darul Amal yang dikelola pemerintah kota

Salatiga, maupun masjid Makutarama yang dikelola ABRI Salatiga. Pada

era penyiaran, maka jamaah salafi Salatiga berhasil mendirikan radio Bass

FM yang menjadi media dakwah salafi.

Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa bermanhaj Salaf

Setelah melakukan wawancara, observasi dan studi lapangan, maka

dapat diungkap bagaimana cara pandang orang Jawa yang menjadi

penganut manhaj salaf terhadap budaya Jawa itu sendiri. Wawancara yang

dilakukan menunjukkan bahwa pada umumnya mereka memiliki

pandangan yang hampir sama mengenai budaya Jawa, dalam balutan

pemikiran mereka yang memilih bermanhaj salaf. Mereka memiliki

pandangan yang beragam meski beberapa hal prinsipnya adalah sama.

Uraian pembahasan di bawah akan lebih memperdalam masalah tersebut.

Page 17: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

17

a. Pandangan orang Jawa bermanhaj Salaf terhadap hadis Nabi

Responden pertama menjelaskan bahwa Rasulullah adalah

tuntunan di setiap amal perbuatan yang menjadi landasan perilaku

keseharian. Hadis adalah pendamping Al Qur’an yang harus dipegang

teguh. Dengan berbekal pengalaman Rasulullah menghadapi

masayarakat jahiliyah yeng menjadi obyek dakwahnya, maka para dai

salaf berpijak untuk mengambil sikap yang sama terhadap masyarakat

yang dihadapinya. Beliau mencontohkan bagaimana Rasulullah saw

melarang kepercayaan masyarakat saat itu tentang jimat dan tathoyyur

sebagai bukti cara bersikap Rasulullah yang sangat hati-hati, tegas, dan

selektif terhadap kepercayaan kepada selain Allah SWT meskipun

dalam masalah yang kelihatannya sepele.

Responden kedua menegaskan hadis Rasulullah adalah tuntunan

hidup, sumber hukum yang kedua setelah Al Qur’an. Rasulullah juga

mengajarkan cara menjalani hidup yang sebenarnya, cara pandang

terhadap dunia, cara beramal, dan cara mendapatkan keselamatan

dunia dan akhirat. Dalam kesehariannya, hadis menjadi penuntun

hidup sebagaimana ajarannya tentang menahan marah, memiliki rasa

malu, peduli dan empati kepada sesama makhlukNya. “Ajaran beliau

ballighuu anniy walau aayat, adalah inspirasi bagi kami untuk selalu

belajar dan mengajar, menyampaikan kebenaran dan menyebarkan

kebaikan.”

Sedang responden ketiga menjelaskan bahwa pemahaman

terhadap isi hadis sebagai sumber hukum, seharusnya mememilih

pemahaman salafi dalam memaknai ayat atau hadis. Karena merekalah

khoirul qurun, sebagaimana yang disampaikan Nabi saw.

Dari semua pendapat para responden, bisa disimpulkan bahwa

semua nara sumber orang Jawa bermanhaj Salaf sepakat dengan

kedudukan hadis Nabi sebagai sumber hukum pendamping Al Qur’an.

Mereka sepakat menjadikan hadis sebagai tuntunan hidup, dan sebagai

contoh pengambilan sikap terhadap apa pun, termasuk sikap terhadap

masyarakat yang dihadapinya. Penjelasan lanjutnya adalah bahwa,

pemahaman yang paling benar menurut mereka terhadap hadis Nabi,

adalah melalui pemahaman salafus shalih, yakni tiga generasi pertama

yang bersama Rasulullah.

Page 18: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

18

b. Pandangan orang Jawa bermanhaj salaf terhadap budaya Jawa

Pada umumnya, pandangan orang Jawa bermanhaj salaf terhadap

budaya Jawa adalah, menganggap bahwa ada nilai-nilai budaya Jawa

yang luhur, dan bersesuaian dengan wahyu Ilahi serta hadis Nabi.

Tetapi, ada pula sebagian budaya Jawa yang mengandung kesyirikan,

talbis, atau muatan kepercayaan pra Islam. Untuk model yang begini,

maka pelaku budaya, yakni masyarakat harus dialihkan, disadarkan,

dan diberi pembelajaran kembali kepada masyarakat bahwa budaya.

”Prinsip pemahaman salaf dalam menghadapi kebiasaan-kebiasaan

kemasyarakatan adalah dengan ilmu yang berdasarkan wahyu.

Sedangkan ada sebagian budaya Jawa yang hanya merupakan hasil

renungan akal yang kemudian dijadikan tuntunan. Bila renungan ini

bertentangan dengan wahyu, maka harus didahulukan wahyu.”

Sepakat dengan pendapat sebelumnya, responden kedua juga

menyatakan bahwa ajaran hikmat dalam masyarakat Jawa memiliki

semangat mengajak pada kebaikan, yang patut diduga disemangati

dengan ajaran Islam. Hanya saja ada campur aduk antara tradisi baik

dan buruk, antara doa dan perilaku mistis. Meski demikian, reponden

mengaku masih berbaik sangka dengan budaya yang ada. “Saya

berbaik sangka bahwa setiap upacara slametan, brokohan dan

semacamnya diawali niat baik berdoa dan bersyukur kepada Allah.

Maka tidaklah perlu ditambah dengan kegiatan-kegiatan mistis yang

mengandung kesyirikan”.

Di sisi lain, cara pandang orang Jawa bermanhaj salaf terhadap

budaya Jawa tidak terlepasa dari keyakinannya bahwa Al Qur’an dan

hadis adalah ajaran yang selalu sesuai dengan tempat dan waktu.

Ulama berijtihad menjadikan budaya yang ada sesuai dengan ajaran

sunnah Rasulullah. Menjadi tugas kami adalah menyampaikan

kebenaran kepada masyarakat. Meskipun banyak diantara masyarakat

yang masih menolak datangnya hidayah.

Dari berbagai jawaban di atas, bisa disimpulkan bahwa orang

salafi Jawa, memandang budaya Jawa yang berkembang di

masyarakat itu ada dua macam. Ada budaya-budaya lokal yang baik

yang sangat sesuai dengan ajaran-ajaran kenabian. Seperti sikap ramah

tamah, kebiasaan silaturahim, memberi nasihat yang baik pada anak

Page 19: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

19

keturunan, suka bekerjasama, gugur gunung, menengok bayi lahir, dan

sebagainya. Ada pula budaya yang sebaiknya dihindari, seperti budaya

ritual-ritual yang bernuansa hindu dan kepercayaan pra Islam.

c. Cara mengkompromikan pemahaman manhaj salaf terhadap budaya

Jawa

Semua nara sumber dalam wawancara penelitian ini sepakat

dengan satu kata bahwa selalu ada peluang mengkompromikan ajaran

keislaman dengan budaya masyarakat. Mereka bersepakat melestarikan

budaya baik yang berguna dalam muamalah kemasyarakatan. “Saya

akan menjunjung tinggi adat kebiasaan masyarakat jawa yang tidak

bertentangan dengan ajaran Islam yang saya yakini. Seperti unggah

ungguh, sopan santun, silaturahim di hari raya, dan lain

semacamnya.”

Tapi untuk yang bertentangan dengan akidah Islam, maka harus

ditinggalkan, dalam bahasa lain: tidak ada toleransi. Meskipun bukan

dengan serta merta dihapuskan, tetapi masyarakat perlu edukasi

mengenainya. Tugas para dai adalah mengajak masyarakat belajar,

memahami dengan ilmu, dan tak lupa selalu memberi contoh dengan

perilaku. Ada beberapa cara merubah budaya masyarakat dengan tanpa

gejolak di masyarakat adalah dengan:

1) Tak henti menyebarkan ilmu dan pemahaman yang benar kepada

masyarakat. Selalu menganggap masyarakat adalah korban

pendahulu mereka yang membutuhkan siraman ilmu.

2) Berperilaku dengan menjunjung adab dan akhlak yang baik. Tidak

perlu sarkasme dalam menghadapi masayarakat.

3) Selalu bergaul bersama masyarakat pada budaya Jawa yang

disepakati kebaikannya. Seperti adat nengok bayi lahir,

menyumbang yang walimahan, menghormati kematian, gugur

gunung, silaturahim lebaran, dan lain sebagainya.

Penutup

Berdasarkan data penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan

kesimpulan berupa:

1. Semua nara sumber orang Jawa bermanhaj Salaf sepakat dengan kedudukan

hadis Nabi sebagai sumber hukum pendamping Al Qur’an. Mereka sepakat

Page 20: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

20

menjadikan hadis sebagai tuntunan hidup, dan sebagai contoh pengambilan

sikap terhadap apa pun, termasuk sikap terhadap masyarakat yang

dihadapinya. Penjelasan lanjutnya adalah bahwa, pemahaman yang paling

benar menurut mereka terhadap hadis Nabi, adalah melalui pemahaman

salafus shalih, yakni tiga generasi pertama yang bersama Rasulullah.

2. Pada umumnya, pandangan orang Jawa bermanhaj salafi terhadap budaya

Jawa terbagi dua hal. (1) Pada umumnya ada nilai-nilai budaya Jawa yang

luhur, dan bersesuaian dengan wahyu Ilahi serta hadis Nabi, yakni budaya-

budaya lokal seperti sikap ramah tamah, kebiasaan silaturahim, memberi

nasihat yang baik pada anak keturunan, suka bekerjasama, gugur gunung,

menengok bayi lahir, dan sebagainya. (2) ada pula sebagian budaya Jawa

yang mengandung kesyirikan, talbis, atau mencampur adukkan kebaikan

dengan muatan kepercayaan pra Islam.

3. Ada peluang mengkompromikan ajaran keislaman yang difahami para

penganut manhaj salaf dengan budaya masyarakat Jawa yang berkembang

di sekitarnya. Mereka bersepakat melestarikan budaya baik yang berguna

dalam muamalah kemasyarakatan, menjunjung tinggi adat kebiasaan

masyarakat Jawa yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam yang

diyakini. Seperti unggah ungguh, sopan santun, silaturahim di hari raya,

dan lain semacamnya. Tapi untuk yang bertentangan dengan akidah Islam,

maka harus ada perubahan. Meskipun bukan dengan serta merta

dihapuskan, tetapi masyarakat perlu edukasi mengenainya. Adapun

beberapa cara merubah budaya masyarakat dengan tanpa gejolak di

masyarakat adalah dengan: (1) Tak henti menyebarkan ilmu dan

pemahaman yang benar kepada masyarakat. (2) Berperilaku dengan

menjunjung adab dan akhlak yang baik. Dan (3) selalu bergaul bersama

masyarakat pada budaya Jawa yang disepakati kebaikannya.

Temuan penelitian ini menjelaskan bahwa orang Jawa penganut manhaj

Salafi bukanlah seorang yang anti terhadap budaya masyarakat Jawa. Hal ini

menjadi salah satu data awal yang barangkali bisa menjawab anggapan

masyarakat pada umumnya. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa penelitian ini

barulah penelitian pemula, yang harus dikembangkan secara lebih mendalam

untuk mengetahui perilaku penganut manhaj Salafi dalam keseharian

kehidupannya. Karena bisa jadi ada juga mereka yang keras dan susah

berkompromi dengan budaya masyarakatnya.

Page 21: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

21

Daftar pustaka

A.Sudiarja, Agama di Zaman Yang Berubah, Yogyakarta: Kanisius, 2006

Abu Aman, (ed) Tim Jazera, Subhat Salafi, Solo: Jazera, 2001

Abu Umar Basyir, Aku bukan Salafi?, Solo: Uzainah Media, 2009

Afifuddin, 2009, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Pustaka Setia

Ahmadi Alsa, 2007, Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif serta Kombinasinya

dalam Penelitian Psikologi, Yogyakarta: pustaka Pelajar Akh Minhaji,

Sejarah Sosial dalam Studi Islam, Yogyakarta: sunan Kalijogo Pers, 2010

Ali Abdul Halim Mahmud, dkk, Tradisi Baru Penelitian Agama Islam: tinjauan

Antar Disiplin Ilmu, Bandung: Nuansa, 2001

Briyan S Turner, Relasi Agama dan Teori Sosial Kontemporer, terj. Inyiak

ridwan M, Yogyakarta: IRCiSoD, 2003

Burhanuddin Daya, Gerakan Pembaharuan Pemikiran Islam: Kasus Sumatera

Thawalib, Yogyakarta: Tiara Wacana, 1995

Darori Amin, (ed), Islam dan Kebudayaan Jawa, Yogyakarta: Gema Media,

2002.

Deliar Noer, Gerakan Modern Islam di Indonesia 1900-1942, Jakarta: LP3ES,

1996

M. Atho’ Mudhor, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek,

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1998

Musa Asy’arie, , Filsafat Islam tentang Kebudayaan, Yogyakarta: LESFI, 1999

Nanih Machendrawaty, Pengembangan Masyarakat Islam, Bandung: remaja

Rosdakarya, 2001

Nur Khalik Ridwan, Agama Borjuis: Kritik atasNalar Islam Murni, Yogyakarta:

Ar Ruzz, 2004

......., Wahhabi seri 3, Yogyakarta: Ar Ruzz, 2009

Ridin Sofwan dkk, Islamisasi di Jawa, Yogyakarta: Pustaka Pelajar: 2004

Sartono Kartodirjo, Kuntowijoyo, Bambang Purwanto dkk, Sejarah Sosial:

Konseptualisasi, Model, dan Tantangannya, Yogyakarta: Ombak, 2013

Slamet Muljana, Runtuhnya Kerajaan Hindu Jawa dan Timbulnya Negara-

negara Islam di Indonesia, Yogyakarta: LkiS, 2007

Page 22: Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang ...e-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/8073/1... · 1 Dialektika Hadis dan Budaya Jawa dalam Pandangan Orang Jawa Bermanhaj

22

Syeh Muhammad bin Jamil Zainu, Jalan Golongan yang selamat, terj Ainul

Haris, Jakarta: Darul Haq, 2004

Taufik Abdullah (ed), Metodologi Penelitian agama, Yogyakarta: Tiara Wacana ,

2004

Widji Saksoni, Mengislamkan tanah Jawa, Bandung: Mizan, 1995

Yudian Wahyudi, (ed), Gerakan Wahabi di Indonesia (Dialog dan Kritik),

Yogyakarta: Bina Harfa, 2009

Sumber internet:

Andik Wahyun Muqoyyidin, “Dialektika Islam dan Budaya Lokal dalam bidang

sosial sebagai salah satu wajah Islam Jawa, dalam Jurnal Al Harakah,Vol

14 no 1 tahun 2012

Deni Miharja, “Persentuhan Agama Islam dengan Budaya Asli Bangsa

Indonesia” dalam Jurnal Miqoot edisi 38 no 1 tahun 2014

Miftahuddin Azmi, ”Sejarah Pergumulan Hukum Islam dengan Budaya,” dalam

Jurnal Al Qonun vol 13 no 1 tahun 2010

Muhammaddin, “Manhaj Salafiyah,” artikel dalam Jurnal Ilmu Agama (JIA) UIN

Raden Fatah Palembang/ Desember 2013/th.XIV/Nomor 2/147-161.

Muh. Ikhsan & Muhammad Lutfi Zuhdi, Gerakan Salafi Modern di Indonesia,

http://wahdah.or.id/gerakan-salafi-modern-di-indonesia/5/08/2012, diakses

tanggal 20 Maret 2017.

Suhanah, Manhaj Salaf di Indonesia, 2012. http://majelispenulis.blogspot.co.id

Ubaidillah, “Global Salafism Dan Pengaruhnya Di Indonesia”, dalam Jurnal

Thaqãfiyyãt, Vol. 13, No. 1, Juni 2012