Transcript
Page 1: Dinamika Penduduk Papua Barat

DINAMIKA PENDUDUK

“PROVINSI PAPUA BARAT”

“Makalah ini disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Demografi/Kependudukan”

Pengampu : Dr. Sarwono, M.Pd

Oleh:

Yuhana Dwi Krisnawati (S881402013)

Semester Februari-Juni 2014

PROGRAM STUDI PKLH

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

2014

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 2: Dinamika Penduduk Papua Barat

2

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas

berkat rahmat serta hidayah penulis dapat menyelesaikan makalah ini sebagai

tugas individu mata kuliah Demografi/Kependudukan dengan baik. Makalah ini

berjudul “Dinamika Penduduk Provinsi Papua Barat”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada dosen

pengampu mata kuliah Demografi/Kependudukan yaitu Dr. Sarwono, M.Pd.

Penulis sepenuhnya sadar, penyusunan makalah ini tidak akan terlaksana dengan

baik tanpa arahan, bimbingan, dan petunjuk dari beliau.

Penulis juga menyadari, makalah ini masih jauh dari sempurna dan

membutuhkan perbaikan untuk menjadi lebih baik. Oleh karena itu, kritik dan

saran dari pembaca sangat kami harapkan.

Surakarta, Juni 2014

Penulis

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 3: Dinamika Penduduk Papua Barat

3

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................

KATA PENGANTAR ....................................................................................

DAFTAR ISI ...................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................

A. Latar Belakang .....................................................................................

B. Rumusan Masalah ................................................................................

C. Tujuan Penulisan ..................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................

A. Kondisi Fisik Provinsi Papua Barat .....................................................

B. Pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua Barat .....................................

C. HDI di Provinsi Papua Barat.................................................................

D. Ketercapaian MDGs di Provinsi Papua Barat ......................................

E. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Provinsi Papua Barat ................

BAB III SIMPULAN ......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................

1

2

3

4

4

5

5

6

6

6

11

18

39

42

43

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 4: Dinamika Penduduk Papua Barat

4

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 33 provinsi.

Sebagai negara kepulauan tentunya banyak tantangan yang dihadapi oleh

negara Indonesia, baik itu masalah aksesbilitas, penduduk, pendidikan

maupun kesehatan. Salah satu provinsi di Indonesia yangmasih mengalami

banyak masalah adalah provinsi Papua Barat. Provinsi Papau Barat,

merupakan salah satu provinsi di belahan timur. Permasalahan kemiskinan

dan pembangunan kualitas sumber daya manusia dan membuka mengatasi

hambatan geografis merupakan sejumlah tantangan besar yang dihadapi

oleh pemerintah Provinsi Papua Barat.

Pada awal terbentuknya pada tahun 2006, tingkat kemiskinan di

Provinsi Papua Barat sangat tinggi. Persentase penduduk miskin mencapai

41,34 persen atau 284,1 ribu penduduk. Papua Barat menempati lima

provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indoneisa

bersama Provinsi Papua, Provinsi Maluku, Provinsi Gorontalo dan

Provinsi Nusa Tenggara Timur. Selain itu, tingkat kedalaman kimiskinan

dan tingkat keparahan kemiskinan di Papua Barat tertinggi di Indonesia.

Hal ini menggambarkan kondisi kemiskinan di Papua Barat yang sangat

buruk pada saat itu.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Papua Barat pada

tahun 2006 berada pada posisi ke-30 dari 33 provinsi yang dihitung IPM-

nya. Selain persoalan kemiskinan, permasalahan pembangunan manusia di

Papua Barat masih sangat memprihatinkan. Hal ini disebabkan, salah satu

komponen pembentuk IPM yaitu rata-rata lama sekolah masih sangat

rendah yaitu sebesar 7,20 tahun. Selain itu, persentase penduduk 15 tahun

atau lebih yang buta huruf mencapai 11,45 persen. Indikator tersebut

menggambarkan sejumlah permasalahan penyelenggaraan pendidikan di

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 5: Dinamika Penduduk Papua Barat

5

Tanah Papua terkait akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan

bagi masyarakatnya.

Rendahnya kualitas sumberdaya manusia di Papua Barat

berdampak nyata pada kontribusi Papua Barat terhadap pembangunan

nasional. Kontribusi perekonomian Provinsi Papua Barat terhadap

perkonomian nasional yang diukur dari PDRB berdasarkan harga berlaku

hanya 0,3 persen pada tahun 2008. Di sisi lain, tingkat pengangguran

terbuka pada tahun yang sama mencapai 32 ribu orang ( 9,03 persen).

Melihat berbagai permasalahan dalam latar belakang di atas,

penulis tertarik untuk menulis makalah dengan judul “Dinamika Penduduk

Provinsi Papua Barat”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas rumusan masalah dalam

makalah ini adalah:

1. Bagaimana kondisi wilayah Papua Barat?

2. Bagaimana pertumbuhan penduduk di Papua Barat?

3. Bagaimana tingkat HDI di Papua Barat?

4. Bagaimana ketercapaian MDGs di Papua Barat?

5. Apakah masalah penduduk di Papua Barat dan kebijakan?

C. Tujuan Penulisan

Sesuai dengan rumusan masalah di atas, dalam makalah ini akan

dibahas tentang:

1. Kondisi fisik Papua Barat.

2. Pertumbuhan penduduk di Papua Barat.

3. Tingkat HDI di Papua Barat.

4. Ketercapaian MDGs di Papua Barat.

5. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Papua Barat.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 6: Dinamika Penduduk Papua Barat

6

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Fisik Provinsi Papua Barat

Provinsi Papua Barat secara geografis terletak pada 124°-132° BT dan 0°- 4°

LS, tepat berada di bawah garis khatulistiwa dengan ketinggian 0-100 meter

dari permukaan laut. Batas wilayah Provinsi Papua Barat, sebelah Utara

berbatasan dengan Samudera Pasifik, sebelah Selatan berbatasan dengan Laut

Banda (Provinsi Maluku), sebelah Barat berbatasan dengan Laut Seram

(Provinsi Maluku), dan sebelah Timur berbatasan dengan Provinsi Papua.

Gambar 1. Provinsi Papua Barat

B. Pertumbuhan Penduduk Provinsi Papua Barat

1. Kepadatan Penduduk Papua Barat

Kepadatan dapat dilihat dari beberapa pendekatan yaitu kepadatan

bruto, netto dan kepadatan agraris. Karena tidak adanya data lahan

terbangun, maka kepadatan penduduk yang diuraikan ini adalah kepadatan

bruto. Kepadatan bruto penduduk di Provinsi Papua Barat tidak

terdistribusi secara merata. Karakter pola pemukiman loncat katak, dari

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 7: Dinamika Penduduk Papua Barat

7

kota/kabupaten satu ke kota/kabupaten lainnya. Secara umum, kepadatan

penduduk di Provinsi Papua Barat relatif sangat rendah dengan kepadatan

berkisar antara 4-12 jiwa/km2. Kota Sorong merupakan kota yang

memiliki kepadatan penduduk paling tinggi, yaitu 147 jiwa/km2 atau 147

jiwa setiap km2. Kota ini hanya memiliki luasan tak lebih dari 1105 km2

dan di kota ini terdapat banyak fasilitas sosial perekonomian sehingga di

wilayah ini terjadi pemusatan penduduk. Sedangkan kepadatan penduduk

terendah terdapat di Kabupaten Kaimana, yaitu 2 jiwa/km2.

2. Jumlah Penduduk Papua Barat

Provinsi Papua Barat berdasarakan hasil sementara Sensus

Penduduk Tahun 2010 (SP2010) dihuni oleh 760.855 jiwa terdiri dari

402.587 penduduk laki-laki dan 358.268 penduduk perempuan. Penduduk

Provinsi Papua Barat terkonsentrasi di Kota Sorong dan Kabupaten

Manokwari dengan persentase penduduk terhadap total provinsi sebesar

25,02 dan 24,66 persen. Sedangkan kabupaten lain masing-masing dihuni

kurang dari 10 persen penduduk. Kabupaten dengan penduduk terkecil

adalah Kabupaten Tambraw, kabupaten pemekaran dari Kabupaten

Sorong, dengan jumlah penduduk 6.393 jiwa (0,84 persen). Pada tahun

2000, Provinsi Papua Barat masih merupakan bagian dari Provinsi Papua.

Pada awalnya, provinsi ini terdiri dari 3 kabupaten dan 1 kota yaitu

Kabupaten Fakfak, Kabupaten Manokwari, Kabupaten Sorong dan Kota

Sorong. Kabupaten Manokwari merupakan kabupaten tertua di Papua

Barat. Berdiri sejak 8 November 1898 sebagai bagian dari keresidenan

Ternate. Manokwari sendiri secara etnologi berasal dari bahasa Biak

“Mnukwar” yang bermakna “Kampung Tua.” Sebagai pusat pemerintahan,

Manokwari juga merupakan pusat konsentrasi penduduk di Papua Barat.

Sekitar 24,09 persen terhadap seluruh penduduk kabupaten/kota yang

menjadi bagian Papua Barat tahun 2000 berdomisili di Kabupaten

Manokwari (127.622 jiwa). Dilihat dari letak geografis, Kota Sorong

diuntungkan oleh posisinya sebagai pintu gerbang pertama memasuki

Pulau Papua. Distribusi barang menuju Manokwari, Bintuni, Fakfak dan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 8: Dinamika Penduduk Papua Barat

8

Kaimana bermula dari Kota Sorong. Karena itu, sejak awal berdirinya

pada tahun 1999, Kota Sorong telah menjadi pusat perniagaan dan menjadi

pusat konsentrasi penduduk di Papua Barat. Pada tahun 2000, sekitar

22,62 persen penduduk dari kabupaten/kota yang menjadi wilayah

provinsi Papua Barat tinggal di Kota Sorong (119.800 jiwa). Total

penduduk kabupaten/kota yang menjadi wilayah Papua Barat pada tahun

2000 tercatat 529.689 jiwa.

Gambar 2. Jumlah Penduduk Papua Menurut Jenis Kelamin Tahun 2010

3. Laju Pertumbuhan Penduduk Papua Barat 2000-2010

Penduduk di Papua Barat selama tahun 2000-2010 bertambah.

Pertumbuhan penduduk Papua Barat mencapai 3,69% per tahun. Jadi di

atas pertumbuhan penduduk (LPP) Indonesia yang hanya mencapai 1,47%

per tahun. Laju pertumbuhan penduduk terendah di Kabupaten Sorong.

Selama 10 tahun terakhir, laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten

Sorong hanya 1,10% per tahun. Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk

tertinggi di Kota Sorong yaitu 4,74% per tahun.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 9: Dinamika Penduduk Papua Barat

9

Perbandingan LPP antar kabupaten tidak memperhitungkan

Kabupaten Sorong Selatan dan Kabupaten Maybrat. LPP Kaupaten Sorong

Selatan dan Maybrat terlalu fantastis untuk daerah pemekaran baru yang

secara ekonomis tidak dapat menjelaskan sebagai daerah penarik mobilitas

penduduk. Hasil pelaksanaan SP2010 di Kabupaten Maybrat tidak

sepenuhnya terlaksana sesuai SOP dapat dijamin karena pelaksanaan

verifikasi data tidak berjalan dengan baik. Verifikasi data tidak dapat

dilakukan karena masyarakat menolak adanya uji petik atas hasil SP2010

dan Post Enumeration Survey (PES) SP2010 yang merupakan bagian dari

pelaksanaan Sensusu Penduduk tahun 2010.

Gambar 3. LPP Papuan Barat Tahun 2000-2010

4. Sek Rasio Papua Barat tahun 2010

Propinsi Papua Barat dihuni oleh lebih banyak penduduk laki-laki

dari pada penduduk perempuan. Hasil sensus penduduk baik pada tahun

2000 maupun tahun 2010, rasio jenis kelamin (sex rasio) di Papua Barat

selalu lebih besar dari 100. Fenomena tersebut terjadi di semua kabupaten

atau kota di Papua Barat. Secara nasional sex rato. Papua Barat

menduduki peringkat pertama dan angkanya melebihi sex ratio Indonesia

(101).

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 10: Dinamika Penduduk Papua Barat

10

Teori kelima dari tujuh teori migrasi (The Law of Migration) oleh

E.G Ravenstein menyatakan bahwa perempauan melakukan migrasi pada

jarak dekat. Tampaknya teori ini masih sangat relevan menjelaskan

fenomena penduduk Penduduk Papau Barat lebih banyak laki-laki

daripada perempuan.

Gambar 4. Sex ratio Papua Barat tahun 2010

5. Distribusi Penduduk Papua Barat Tahun 2010

Pada tahun 2010 penduduk Papua Barta terkonsentrasi di Kota

Sorong dan kabupaten Manokwari. Hampir separuh total penduduk Papua

barat terbagi di kedua kabupaten kota ini yaitu 25,02% di Kota Sorong dan

24,66% di Kabupaten Manukwari. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di

Kota Sorong diikuti oleh Kabupaten Manokwari, sedangkan yang

memiliki jumlah penduduk pealing sedikit adalah Kabupaten Tambrauw

(0,84%).

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 11: Dinamika Penduduk Papua Barat

11

Gambar 5. Distribusi Penduduk di Papua Barat tahun 2010

C. Human Development Index (HDI) di Papua Barat

1. Tingkat Pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan indikator kualitas sumberdaya

manusia di suatu wilayah. Di Papua Barat sampai dengan tahun 2006,

jumlah penduduk yang tidak pernah atau belum pernah sekolah mencapai

6,05% atau sebesar 45.643 jiwa. Sedangkan lulusan paling banyak

penduduk lulusan SD, yaitu berjumlah 212.275 jiwa atau 30,23%.

Jumlah penduduk dengan tingkat kelulusan pada bangku Sekolah

Dasar menggambarkan bahwa tingkat pendidikan penduduk masih

cenderung rendah. Bahkan, untuk mencapai jenjang wajib belajar 9 tahun

pun dirasakan sulit. Terbatasnya kondisi ekonomi masyarakat dan sarana

prasarana pembelajaran baik formal maupun non formal sampai ke daerah

terpencil adalah salah satu kendala. Jumlah tenaga pengajar yang

tercermin dari rasio guru dan murid pun masih sangat kecil. Kesenjangan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 12: Dinamika Penduduk Papua Barat

12

ini sangat signifikan apabila dibandingkan dengan kondisi sumberdaya

manusia di sejumlah provinsi di wilayah Indonesia Barat.

Salah satu kendala pemerintah dalam upaya pemerintah

membangun sektor pendidikan di Papua Barat adalah sulitnya jangkauan

di daerah pedalaman yang mengakibatkan sebagian besar penduduknya

berpendidikan rendah. Karena luasnya medan atau area lahan Papua Barat

dan sulitnya jangkauan letak sekolah dengan tempat penjualan-bahan

makanan serta barang-barang lain kebutuhan sehari-hari, sering kali tidak

dapat memperoleh tenaga guru untuk sekolah yang bersangkutan. Sebagai

contoh, di Kabupaten Sorong untuk tingkat SLTP tercatat belum ada

sekolah kejuruan (dari data BPS tahun 2005). Pemerintah telah

mengusahakan sejumlah upaya untuk memberikan peluang kepada

masyarakat untuk belajar ke wilayah Jawa, mengenyam pendidikan tinggi

di luar wilayah namun lulusan perguruan masih tergolong sedikit yaitu

sekitar 2,47% dari jumlah total penduduk yang tercatat.

Sumberdaya manusia di Kabupaten Teluk Bintuni dan Teluk

Wondama juga masih sangat terbatas. Prosentase tidak pernah mengenyam

pendidikan masih sangat tinggi, dan prosentase menikmati dunia

pendidikan tingkat atas masih sangat sedikit. Bahkan, beberapa kabupaten

seperti Sorong, Raja Ampat, Teluk Bintuni dan Teluk Wondama tidak

memiliki sumberdaya unggul dalam arti penduduk yang tamat universitas.

Hal ini menjadi masalah secara internal karena kelemahan yang datang

dari dalam ini bertemu dengan ancaman dari luar karena realitanya

kualitas SDM pendatang memang secara empirik jauh lebih baik dan

pendatang yang dalam ini memang datang untuk memanfaatkan potensi

sumberdaya alam Provinsi Papua Barat, bekerja pada sektor pertambangan

dan perindustrian dan sektor kehutanan.

Perkembangan kondisi pendidikan menurut indikator Angka Melek

Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah (RLS), dan Angka Partisipasi

Sekolah (APS), secara umum kondisi pendidikan di Provinsi Papua

Baratmenunjukkan perbaikan dalam lima tahun terakhir (2005-2011). Pada

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 13: Dinamika Penduduk Papua Barat

13

tahun 2011 Rata-rata Lama Sekolah mencapai 8,90 tahun dan Angka

Melek Huruf mencapai 93,39% berada diatas rata-rata nasional. Sementara

untuk perbandingan RLS antar kabupaten/kota, RLS tertinggi terdapat di

Kota Sorong (11,39 tahun) dan terendah Kabupaten Tambrauw (5,78

tahun). Sementara untuk AMH mencapai 93,39 persen lebih tinggi dari

AMH nasional (92,99%), dengan AMH tertinggi di Kota Sorong (99,14%)

dan terrendah di Kabupaten Tambrauw (77,33%).

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 14: Dinamika Penduduk Papua Barat

14

2. Kesehatan

Tingkat kesejahteraan keluarga berdasarkan kategori dari BPS di

Provinsi Papua Barat masih cukup rendah. Keluarga yang masih ada pada

tahap Pra Sejahtera hampir mencapai separuh keluarga yang ada di

Provinsi Papua Barat yaitu 39,19% atau sebanyak 46.380 KK. Sedangkan

untuk Keluarga Sejahtera III dan III plus hanya 7,66%. Angka yang

sungguh sangat memprihatinkan.

Tapi untuk perkembangan derajat kesehatan penduduk antar

provinsi di wilayah Papua Barat selama periode terakhir menunjukkan

kondisi perbaikan, yang diindikasikan oleh menurunnya Angka Kematian

Bayi (AKB), dan meningkatnya Umur Harapan Hidup (UHH).Kondisi ini

sejalan dengan perkembangan perbaikan kondisi kesehatan secara nasional

yang cenderung terus membaik.

Angka Kematian Balita (AKB), Menurut hasil Survei Demografi

dan Kesehatan Indonesia (SDKI), kondisi AKB menunjukan perbaikan

dalam lima tahun terakhir (2005-2010), AKB tahun 2010 sebesar 29,5

lebih rendah dibandingkan tahun sebelumnya. Namun kondisi AKB

Provinsi Papua Barat masih tergolong tinggi dan berada di atas rata-rata

AKB nasional.

Status Gizi Balita, Kondisi kesehatan masyarakat berdasarkan

indikator status gizi balita, merupakan gangguan pertumbuhan bayi yang

terjadi sejak usia dini (4 bulan) yang ditandai dengan rendahnya berat

badan dan tinggi badan, dan terus berlanjut sampai usia balita. Hal tersebut

terutama disebabkan rendahnya status gizi ibu hamil.Perkembangan status

gizi balita untuk persentase balita gizi buruk/kurang meningkat pada tahun

2010 dibandingkan tahun 2007, namun masih tinggi dibandingkan

nasional.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 15: Dinamika Penduduk Papua Barat

15

Angka Harapan Hidup (AHH), perkembangan AHH Provinsi

Papua Barat dan kabupeten/kota dalam lima tahun terakhir meningkat,

sejalan dengan perkembangan AHH secara nasional. AHH Provinsi Papua

Barat tahun 2011 mencapai 68,81 tahun masih lebih rendah dibandingkan

terhadap AHH nasional. Sementara untuk perbandingan AHH antar

kabupaten/kota taun 2011 di Provinsi Papua Barat, AHH tertinggi berada

di Kota Sorong 72,36 tahun lebih tinggi dari AHH provinsi dan nasioanl,

dan terrendah di KabupatenTambauw (66,31 tahun).

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 16: Dinamika Penduduk Papua Barat

16

Indikator kesehatan lainnya yang menggambarkan kinerja dari

pelayanan kesehatan bagi masyarakat adalah kondisi kesehatan ibu dan

bayi yang berkaitan dengan proses melahirkan. Kondisi ini dapat

ditunjukkan melalui data persentase kelahiran balita menurut penolong

kelahiran terakhir.Perkembangan dari persentase persalinan yang ditolong

oleh tenaga medis dalam lima tahun terakhir di Provinsi Papua Barat terus

meningkat, namun masih rendah dibandingkan angka rata-rata nasional.

Gambar 14. Perkembangan Persentase Kelahiran Balita ditolong Tenaga

Medis terhadap Nasional

3. Kondisi Perekonomian Papua Barat

PDRB Provinsi Papua Barat menurut lapangan usaha Atas Dasar

Harga Berlaku (ADHB) dengan migas tahun tahun 2012 mencapai 42.760

miliar rupiah lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. PDRB ADHB

dengan migas Provinsi Papua Barat menyumbang sebesar 0,64 persen

terhadap PDB nasional (33 provinsi). Sementara untuk PDRB ADHK

tahun 2000 dengan migas sebesar 13.781 miliar rupiah, sementara tanpa

migas sebesar 6.997 miliar rupiah.

Struktur perekonomian Provinsi Papua Barat 2011, didominasi

bersarnya kontribusi dari sektor pertambangan dan penggalian dengan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 17: Dinamika Penduduk Papua Barat

17

kontribusi sebesar 26,45%, sektor industry pengolahan dengan kontribusi

sebesar 51,67 %, sektor pertanian (13,76%), dan pertambangan dan

penggalian (7,23%). Selain ketiga sektor diatas, sektor lainnya yang

memiliki kontribusi cukup besar adalah sektor industri pengolahan

(11,87%), dan sektor bangunan (7,14%).

Gambar15. Struktur Perekonomian PDRB Papua Brat Tahun 2011

Jika dilihat perbandingan nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku

(ADHB) dengan migas 2011 kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat,

menunjukan adanya kesenjangan pendapatan yang cukup tinggi, dimana

PDRB tertinggi mencapai 15.118 miliar rupiah (Kabupaten Teluk Bintuni)

dan PDRB terrendah sebesar 46 miliar rupiah(Kabupaten Tambraum).

PDRB perkapita dengan migas ADHB Provinsi Papua Barat dan

kabupaten/kota dari tahun 2005-2012 meningkat setiap tahunnya, PDRB

perkapita tahun 2012 Papua Barat mencapai sebesar 52.384 ribu/jiwa lebih

tinggi dari PDRB perkapita nasional (33.748 ribu/jiwa). Sementara untuk

perbandingan PDRB perkapita kabupaten/kota di Papua Barat

kecenderungan adanya kesenjangan yang cukup tinggi, dimana sebagian

besar kabupaten/kota memiliki PDRB perkapita dibawah rata-rata PDRB

perkapita provinsi, dengan PDRB perkapita tertinggi mencapai 277.934

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 18: Dinamika Penduduk Papua Barat

18

ribu/jiwa terdapat di Kabupaten Teluk Bintuni dan terrendah sebesar 6.215

ribu/jiwa di Kabupaten Maybrat.

D. Ketercapaian MDGs di Provinsi Papua Barat

Papau Barat, sebagai salah satu provinsi di belahan timur Indonesia

juga memiliki komitmen untuk melaksanakan tujuan pembangunan milenium

dalam upaya untuk mengejar ketertinggalan dalam mewujudkan hak-hak

dasar masyarakat. Permasalahan kemiskinan dan pembangunan kualitas

sumber daya manusia dan membuka mengatasi hambatan geografis

merupakan sejumlah tantangan besar yang dihadapi oleh pemerintah Provinsi

Papua Barat.

Pada tahun 2010, BPS Provinsi Papua Barat terlibat aktif dalam

penyelenggaraan Sensus Penduduk tahun 2010 atau SP2010. Dengan

suksesnya pelaksanaan SP2010, kebutuhan data kependudukan, kesehatan,

dan perumahan dapat disajikan sampai tingkat pedesaan sekalipun. Jangkauan

penyajian data pada tingkat small area tersebut memungkinkan untuk

melakukan kajian capaian dari tujuan pembangunan milenium di Papua Barat.

Meskipun tidak semua indikator tujuan pembangunan milenium tersebut

dapat diperoleh dari SP2010 tetapi beberapa indikator yang ada dapat

disajikan sampai tingkat terkecil (desa atau kelurahan). Hasil ketercapaian

MDGs di Provinsi Papua Barat berdasarkan sensus penduduk 2010 adlah

sebagai berikut:

1. Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan

Target 1A yaitu: Menurunkan hingga setengahnya proporsi penduduk

dengan tingkat pendapatan kurang dari USD 1,00 (PPP) per hari dalam

kurun waktu 1990-2015. Ketercapaian target tersebut dapat dilihat dalam

tabel 16.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 19: Dinamika Penduduk Papua Barat

19

Gambar 16. Ketercapaian MDGs Target 1A

Papua Barat telah berhasil mengurangi persentase penduduk

miskin. Dengan menggunakan garis kemiskinan Provinsi Papua Barat,

persentase penduduk miskin turun dari 41,34 persen pada tahun 2006

menjadi 31,92 persen pada bulan Maret tahun 2011. Di tahun 2014,

pemerintah pusat menargetkan persentase penduduk miskin di Papua Barat

kurang dari seperlima penduduk yaitu antara 18,78 hingga 19,94 persen

(Bappenas, 2010). Meskipun persentase penduduk miskin di Papua Barat

telah berkurang, namun dengan memperhatikan target penurunan

persentase penduduk miskin di tahun 2014 tersebut diperlukan perhatian

serius pemerintah Provinsi Papua Barat untuk mencapainya.

Gambar 17. Kemajuan dalam mengurang kemiskinan ekstrim

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 20: Dinamika Penduduk Papua Barat

20

Tingkat kemiskinan di Provinsi Papua Barat termasuk dalam 10

provinsi dengan persentase penduduk miskin tertinggi di Indonesia. Papua

Barat sendiri menempati peringkat kedua setelah Provinsi Papua.

Persentase penduduk miskin di Papua Barat tahun 2010 (34,88 persen)

melebihi dua kali lipat dari persentase penduduk miskin nasional ( 13,33

persen).

Target 1B yaitu: Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif dan

pekerjaan layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda.

Gambar 18. Ketercapaian MDGs Target 1B

Keadaan ketenagakerjaan telah menunjukkan kecenderungan yang

semakin membaik dan kecenderungan jangka panjang penciptaan

lapangan pekerjaan juga mengindikasikan ke arah yang positif. Tingkat

pengangguran terbuka (TPT) telah berhasil diturunkan dari 10,17 persen

pada tahun 2006 menjadi 7,68 persen pada tahun 2010. Indikator lainnya

yang menandakan perbaikan situasi ketenagakerjaan adalah meningkatnya

proporsi pekerja formal secara keseluruhan dan sebaliknya proporsi

pekerja nformal telah menurun dalam beberapa tahun terakhir. Dengan

kecenderungan seperti ini, maka sasaran yang telah ditetapkan oleh

Pemerintah di dalam RPJMN 2010-2014, dengan menurunkan tingkat

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 21: Dinamika Penduduk Papua Barat

21

pengangguran terbuka di Papua Barat sekitar 5,1 – 5,6 persen pada tahun

2014, diperkirakan akan tercapai.

Pertumbuhan produk domestik bruto per pekerja, tahun 2006 –

2010 bervariasi, dengan pertumbuhan rata-rata sekitar 24,07 persen.

Pertumbuhan produktifitas pekerja terus meningkat disebabkan oleh

pertumbuhan PDRB yang jauh lebih besar dibandingkan penambahan

pekerja setiap tahunnya. Besarnya pertumbuhan ini disumbang oleh

tingginya produktifitas pekerja di sektor manufaktur (pertambangan,

industri, konstruksi, listrik dan gas) yang meningkat setiap tahunnya.

Rasio kesempatan kerja terhadap penduduk usia kerja dalam kurun

waktu 2006 – 2010 mengalami perubahan yang relatif kecil, dan cukup

dinamis. Pertumbuhan ekonomi yang kuat tiap tahunnya memungkinkan

pertumbuhan lapangan kerja melampaui pertumbuhan angkatan kerja.

Kesempatan kerja yang tercipta telah menyerap tenaga kerja yang baru

memasuki pasar kerja.

Pada periode 2006 – 2007, terdapat penurunan rasio kesempatan

kerja terhadap penduduk usia kerja dari 64 persen menjadi 60 persen

namun kemudian meningkat terus hingga tahun 2010 mencapai 63 persen.

Penurunan ini menandakan bahwa pertambahan penduduk usia kerja lebih

banyak terserap pada bukan angkatan kerja. Preferensi melanjutkan

sekolah ke jenjang selanjutnya lebih tinggi daripada mencari kerja setelah

lulus. sebaliknya sejak 2007 peningkatan yang terjadi mengindikasikan

bahwa tambahan penduduk usia kerja ini terserap dalam lapangan

pekerjaan.

Pada tingkat kabupaten/kota, rasio kesempatan kerja terhadap

penduduk usia kerja pada tahun 2007 dan 2010 pada umumnya meningkat.

Kabupaten dengan rasio yang menurun adalah Fakfak, Raja Ampat dan

Teluk Wondama. Sedangkan yang mengalami peningkatan adalah Sorong

Selatan, Sorong, Teluk Bintuni, Manokwari, Kota Sorong, dan Kaimana.

Kabupaten Tambrauw dan Maybrat tidak dapat dibandingkan karena

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 22: Dinamika Penduduk Papua Barat

22

daerah pemekaran dan datanya belum tersedia, namun pada tahun 2010

termasuk daerah dengan rasio tertinggi.

Kualitas pekerja di Papua Barat tidak begitu jauh dengan kondisi

Nasional, hampir separuh pekerja adalah mereka yang berpendidikan

rendah yaitu tamatan SD ke bawah. Meskipun demikian, keadaan tahun

2010 lebih baik dibandingkan 2007. Proporsi pekerja dengan pendidikan

rendah semakin berkurang dan sebaliknya proporsi pekerja dengan

pendidikan tinggi yaitu SMA ke atas semakin meningkat.

Rasio pekerja yang bekerja di sektor informal terus menurun

diakibatkan oleh tumbuhnya lapangan usaha berupah. Sebaliknya sektor

formal terus mengalami perbaikan dari tahun ke tahun. Proporsinya

bertambah dari 26,05 persen pada tahun 2006 menjadi 32,61 persen pada

tahun 2010.

2. Mencapai Pendidikan Dasar Untuk Semua

Target 2A: Menjamin pada tahun 2015 semua anak laki-laki maupun

perempuan dimanapun dapat menyelesaikan pendidikan dasar.

Gambar 19. Ketercapaian MDGs Target 2A

Prioritas pembangunan pendidikan sebagaimana tertuang dalam

RPJMN 2010 – 2014 adalah peningkatan akses, kualitas dan relevansi

pendidikan. Di wilayah Papua Barat, target wajib belajar sembilan tahun

belum tercapai. Rata-rata lama sekolah selama tahun 2007—2010

menunjukkan peningkatan tetapi belum melewati ambang batas 9 tahun

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 23: Dinamika Penduduk Papua Barat

23

wajib belajar. Rata-rata lama sekolah dari penduduk berumur 15 tahun

atau lebih di Papua Barat pada tahun 2010 sebesar 8,01 tahun. Indikator ini

setidaknya memberikan gambaran nyata bahwa layanan sekolah dasar di

Papua Barat sudah mencukupi. Fakta ini didukung oleh angka partisipasi

murni SD telah mencapai 91,91 persen dan angka partisipasi kasar SD

mencapai 115 persen.

Data APM SD/sederajat selama empat tahun terakhir menunjukkan

perkembangan yang stagnan. Peningkatan APM SD kurang dari satu

persen setiap tahun selama tahun 2007—2010. Hingga saat ini, masih ada

tiga kabupaten dengan capaian APM SD kurang dari 90 persen yaitu

Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk

Wondama.

Meskipun layanan pendidikan sekolah dasar cukup memadai, tetapi

tidak untuk jenjang di atasnya (SMP, SMA dan PT). Penyebaran guru di

Provinsi Papua Barat tidak merata dan sebagian besar berkonsentrasi di

kota. Sebagian lagi meninggalkan tugas karena menjadi kepala distrik atau

pejabat teras bupati akibat pemekaran kabupaten baru. APM SMP Provinsi

Papua Barat hingga tahun 2010 kurang dari 50 persen. Ini berarti, kurang

separuh penduduk berumur 13—15 tahun yang masih bersekolah di

SMP/sederajat. Hanya ada tiga kabupaten dengan APM SMP lebih dari 55

persen yaitu Kota Sorong, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Teluk

Wondama. Capaian APM SMP di delapan kabupaten yang lain masih

sangat rendah.

Di sisi lain, perkembangan angka melek huruf dari penduduk

berumur 15—24 tahun menunjukkan peningkatan yang cukup tajam.

Angka melek huruf tersebut meningkat dari 94,19 persen pada tahun 2007

menjadi 97,45 persen pada tahun 2010. Itu berarti, ada penambahah 3,26

persen dalam kurun tiga tahun. Dengan demikian, target bebas buta aksara

bagi penduduk 15—24 tahun pada tahun 2015 optimis dapat tercapai. Tiga

kabupaten bahkan telah mencapai target ini di tahun 2010. Mereka adalah

Kota Sorong, Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Maybrat. Tiga

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 24: Dinamika Penduduk Papua Barat

24

kabupaten lain perlu perhatian serius. Persentase penduduk 15—24 tahun

yang melek huruf di Kabupaten Manokwari, Kabupaten Teluk Wondama

dan Kabupaten Tambrauw masih kurang dari 95 persen.

3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

Target 3A: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan

dasar dan lanjutan pada tahun 2005, dan di semua jenjang pendidikan

tidak lebih dari tahun 2015.

Salah satu tujuan pembangunan manusia di Indonesia adalah

mencapai kesetaraan gender dalam upaya meningkatkan kualitas sumber

daya manusia, baik laki-laki maupun perempuan. Berbagai kemajuan

telah dicapai dalam rangka mewujudkan kesetaraan gender di bidang

pendidikan, ketenagakerjaan , dan politik.

Di bidang pendidikan melalui pemberian akses dan partisipasi yang

sama bagi perempuan maupun laki-laki merupakan upaya mendorong

kesetaraan gender. Keberhasilan dari upaya tersebut dapat dilihat dari

indeks paritas gender/IPG (Gender Parity Index/GPI) angka partisipasi

murni (APM) yaitu rasio APM perempuan terhadap APM laki-laki pada

semua jenjang pendidikan (SD, SMP SMA). Indikator IPG APM dapat

dimanfaatkan untuk melihat apakah capaian kesetaraan gender yang

merupakan salah satu sasaran dari MDG pada tahun 2015 akan tercapai.

Data Susenas tahun 2007-2009 menunjukkan bahwa IPG APM pada

jenjang pendidikan dasar semakin meningkat, sedangkan jenjang

pendidikan menengah dan tingkat tinggi fluktuatif dan cenderung

menurun. Namun demikian angkanya menunjukkan nilai yang semakin

baik yang berkisar pada angka 92 – 118. Pada tahun 2010, IPG APM SD

sederajat telah mencapai 99,69; pada SMP sederajat sebesar 100,55 dan

pada SMA sederajat mencapai 96,13.

Disparitas antar kabupaten/kota masih menjadi perhatian utama.

Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin besar perbedaan IPG APM.

Data Sensus Penduduk 2010 menunjukkan bahwa IPG APM SD berkisar

98,03 (Manokwari) dan 102,56 (Raja Ampat) dengan IPG APM yang

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 25: Dinamika Penduduk Papua Barat

25

hampir sama di semua kabupaten/kota (Gambar 3.2A). IPG APM SMP

berkisar antara 97,73 (Kota Sorong) dan 134,33 (Tambrauw) (Gambar

3.2B). Sementara pada jenjang pendidikan SMA berkisar 86,81 (Raja

Ampat) dan 144,64 (Fakfak). Dibeberapa kabupaten/kota (Gambar 3.3C),

IPG APM melebihi angka 100, yang berarti APM perempuan lebih tinggi

dibandingkan APM laki-laki. Tersisa 3 kabupaten dengan IPG APM

kurang dari 90 yaitu Manokwari, Teluk Bintuni dan Raja Ampat.

Selain itu, sasaran MDG untuk rasio melek huruf perempuan

terhadap laki-laki pada kelompok usia 15 – 24 tahun telah tercapai. Pada

tahun 2010, IPG Papua Barat untuk melek huruf kelompok usia 15 – 24

tahun hampir mendekati 100, dengan tingkat melek huruf perempuan

sebesar 99,30 persen dan tingkat melek huruf pada laki-laki mencapai

99,33. Hampir seluruh kabupaten/kota di Papua Barat memiliki IPG

AMH mendekati 100, kecuali Kabupaten Tambrauw dengan nilai sebesar

88,44 yang menandakan tingkat melek huruf kelompok usia 15 -24 tahun

masih jauh lebih tinggi laki-laki dibandingkan tingkat melek huruf

perempuan.

Di bidang ketenagakerjaan, data Survei Angkatan Kerja Nasional

(Sakernas) menunjukkan bahwa tingkat pengangguran terbuka (TPT)

perempuan menurun lebih dari 6 persen, dari 16,65 persen pada tahun

2006 menjadi 9,89 persen pada tahun 2010. Sementara TPT laki-laki

justru meningkat 0,20 persen, yaitu dari 6,17 persen menjadi 6,37 persen

dalam periode yang sama. Sementara itu, tingkat pertisipasi angkatan

kerja (TPAK) perempuan tidak mengalamai perubahan yang berarti

berkisar pada angka 54 persen. Angka yang jauh lebih rendah jika

dibandingkan dengan TPAK laki-laki yang rata-rata 85 persen pada

periode yang sama. Selain itu kemajuan di bidang ketenagakerjaan juga

dapat dilihat dari persentase perempuan dalam pekerjaan upahan di sektor

non pertanian. Data menunjukkan bahwa kontribusi perempuan dalam

pekerjaan upahan di sektor non pertanian mengalami peningkatan yang

sangat berarti, dari 19,58 persen pada tahun

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 26: Dinamika Penduduk Papua Barat

26

Di bidang politik, kemajuan yang dicapai antara lain adalah dengan

ditetapkannya Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Komisi

Pemilihan Umum (KPU), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang

Partai Politik, disusul dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008

tentang Pemihan Umum Anggotaa Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan

Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dalam

Undang-Undang tersebut diamanatkan dengan jelas bahwa 30 persen

keterwakilan perempuan dalam kepengurusan parpol di tingkat pusat dan

daerah dalam daftar yang diajukan untuk calon legislative. Kuota untuk

calon anggota legislatif perempuan sebagaimana diamanatkan oleh

undang-undang belum dipenuhi oleh seluruh partai politik yang mengikuti

pemilihan umum 2009.

Hasil Pemilu Legislatif pada tahun 2009 lalu menunjukkan bahwa

keterwakilan perempuan dalam lembaga legislatif masih jauh dari kuota

30 persen. Meskipun demikian, ada peningkatan yang cukup signifikan

keterwakilan perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Provinsi Papua

Barat yaitu dari 12 persen hasil Pemilu Legislatif tahun 2004 menjadi 16

persen hasil Pemilu Legislatif tahun 2009.

4. Menurunkan Angka Kematian Anak

Target 4A: Menurunkan angka kematian balita (AKBA) hingga dua

pertiga dalam kurun waktu 1990-2015.

Saat ini keadaan kesehatan anak Papua Barat semakin membaik

yang ditunjukkan oleh penurunan angka kematian bayi. Dari 80 pada

tahun 1990 menjadi 36 kematian bayi per 1000 kelahiran hidup pada

tahun 2007 (SDKI).

Sebagian besar penyebab kematian balita, bayi dan neonatal dapat

dicegah. Salah satu pencegahan yang efektif adalah melalui pemberian

imunisasi. Secara keseluruhan, cakupan program imunisasi lengkap terus

meningkat. Selama periode 2007 – 2010, cakupan beberapa program

imunisasi utama yaitu BCG, DPT3, polio, dan hepatitis-yang telah

diberikan pada balita masing-masing telah meningkat mencapai 92

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 27: Dinamika Penduduk Papua Barat

27

persen, 90 persen, 90 persen, dan 86 persen (Susenas , 2010). Sementara

itu pencapaian imunisasi pada bayi berusia 1 tahun pada tahun 2009

sebesar 56,7 persen (Susenas, 2009).

Terdapat 5 kabupaten/kota dengan cakupan imunisasi campak

lebih rendah dari rata-rata provinsi. Tercatat kabupaten dengan cakupan

paling rendah adalah Raja Ampat (42,85 persen) dan Manokwari (48,07

persen). Sebaliknya kabupaten dengan cakupan imunisasi tertinggi adalah

Teluk Bintuni (71 persen). Meskipun telah terjadi peningkatan cakupan

dari 55,3 persen pada tahun 2007 menjadi 56,7 persen pada tahun 2009,

angka ini masih jauh di bawah angka nasional.

5. Meningkatkan Kesehatan Ibu

Target 5A: Menurunkan angka kematian ibu hingga tiga perempat dalam

kurun waktu 1990-2015

Target 5B: Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada

tahun 2015.

Belum tersedianya data Angka Kematian Ibu Provinsi Papua Barat

mengakibatkan belum bisa dilakukan penggambaran pola kematian

tersebut. Sementara jika kita merefleksi angka kematian ibu pada tingkat

nasional, maka target MDGs 2015 untuk kematian ibu yaitu terjadinya

penurunan hingga kisaran 102 kematian per seribu kelahiran hidup. Jika

diasumsikan Angka Kematian Ibu Papua Barat berkisar pada angka

nasional atau lebih tinggi dan berdasarkan perkiraan WHO bahwa 15 -20

persen ibu hamil baik di Negara maju maupun berkembang akan

mengalami resiko tinggi dan/atau komplikasi, maka salah satu cara yang

dinyatakan paling efektif untuk menurunkan angka kematian ibu adalah

melalui peningkatan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

terlatih. Di provinsi Papua Barat, terjadi peningkatan persalinan yang

ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih yaitu 60,4 persen pada tahun 2009

menjadi 68,76 persen pada tahun 2010 (Susenas).

Ketimpangan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih

antarwilayah masih menjadi masalah. Gambar di atas menunjukkan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 28: Dinamika Penduduk Papua Barat

28

keadaan tersebut dimana pada level nasional provinsi Papua Barat masih

menduduki peringkat 5 terbawah meskipun posisinya masih lebih baik

dibandingkan 3 wialayah lain di kawasan timur Indonesia yaitu Maluku,

Maluku Utara, dan Papua.

Disparitas pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih

antar kabupaten/kota se provinsi Papua Barat masih nyata sekali. Susenas

2010 menunjukkan bahwa capaian tertinggi sebesar 83,31 persen di

Manokwari sedangkan terendah sebesar 30,77 persen di Sorong Selatan.

Pelayanan antenatal (antenaal care/ANC) penting untuk

memastikan kesehatan ibu selama kehamilan dan menjamin ibu untuk

melakukan persalinan di fasilitas kesehatan. Sekitar 80,4 persen ibu hamil

memperoleh pelayanan antenatal dari tenaga kesehatan professional

selama masa kehamilan paling sedikit satu kali kunjungan pemeriksaan

selama masa kehamilan, sedangkan yang melakukan pemeriksaan

kehamilan paling sedikit 4 kali kunjungan baru mencapai 49,8 persen

saja. Jika dipisahkan antara wilayah perkotaan dan pedesaan ternyata

persentase Ante Natal Care (ANC) di daerah pedesaan lebih rendah

daripada daerah perkotaan. Persentase ANC di daerah pedesaan sebesar

75,1%, sedangkan di daerah perkotaan sebesar 90,8%.

Angka pemakaian kontrasepsi (Contraceptive Prevalence Rate-

CPR) menunjukkan peningkatan dalam 2 tahun terakhir. Capaian CPR

semua cara di provinsi Papua Barat meningkat dari 34,8 persen pada

tahun 2009(Susenas) menjadi 36,8 persen pada tahun 2010(Susenas).

Sementara itu, untuk CPR cara modern meningkat dari 33,8 persen pada

tahun 2009 menjadi 35,1 persen pada tahun 2010. Selanjutnya, di antara

CPR cara modern, KB suntik merupakan cara yang paling banyak

digunakan (54,9 persen) dan diikuti pil KB sebesar 31,1 persen (Susenas

2010).

Angka pemakaian kotrasepsi bervariasi antarkabupaten. Angka

CPR terendah di kabupaten Tambrauw yaitu sebesar 8,06 persen dan

tertinggi di kabupaten Sorong mencapai 38,05 persen. JIka dipisahkan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 29: Dinamika Penduduk Papua Barat

29

menurut cara pemakaian, maka persentase pemakaian cara modern

tertinggi adalah kabupaten Kaimana, dan terendah kabupaten Maybrat.

Masih tingginya dispritas CPR tersebut menandakan bahwa cakupan

program KB belum merata di seluruh wilayah Papua Barat.

Jumlah pasangan usia subur yang ingin menjarangkan kehamilan

atau membatasi jumlah anak, tetapi tidak menggunakan kontrasepsi

(Unmet need) mencapai 16,7 persen jauh lebih tinggi dibandingkan

dengan angka nasional sebesar 9,1 persen. Jika unmetneed ini terpenuhi

penggunaan kontrasepsinya maka CPR bisa mencapai separuh lebih.

Unmet Need cenderung bervariasi antar provinsi dan Papua Barat

menduduki posisi keempat tertinggi.

Age Spesific Fertility Rate(ASFR) usia 15-19 menurun dari 64 pada

tahun2009 menjadi 59 kelahiran per 1000 perempuan menikah pada tahun

2010 (Susenas). Keadaan ini menunjukkan bahwa kelahiran pada

kelompok yang beresiko tinggi terjadi kematian ibu mengalami

penurunan.

6. Memerangi HI/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya

Target 6A: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah

kasus baru HIV/AIDS hingga tahun 2015.

Target 6B: Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi

semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010.

Sejalan dengan kondisi secara nasional, jumlah kumulatif kasus

AIDS di Papua Barat terus mengalami peningkatan. Jumlah yang

dilaporkan di tahun 2010 sebesar 58 orang, sama dengan jumlah pada

kondisi tahun 2009 (tidak adanya laporan yang masuk). Sementara itu,

jumlah kumulatif kasus AIDS/IDU sebanyak orang dan jumlah penderita

AIDS yang meninggal sebanyak 19 orang.

Prevalensi kasus HIIV/AIDS di Papua Barat di tahun 2010 sebesar

8,93 per 100.000 penduduk, mengalami penurunan dibandingkan dengan

prevalensi di tahun 2008 yang mencapai 10,24 per 100.000 penduduk.

Angka ini berada di peringkat ke-12 dari 33 provinsi. Prevalensi kasus

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 30: Dinamika Penduduk Papua Barat

30

HIV/AIDS tertinggi terjadi di Provinsi Papua yaitu mencapai 173,69 per

100.000 penduduk, sedangkan angka prevalensi kasus HIV/AIDS

nasional berada sedikit diatas nilai prevalensi Papua Barat, yakni

mencapai 10,46 per 100.000 penduduk.

Selama ini obat untuk menyembuhkan HIV/AIDS belum

ditemukan, maka strategi utama dalam pencegahan penyakit ini dilakukan

dengan cara sosialisasi tentang cara penularan dan pencegahannya.

Keberhasilan strategi ini sangat tergantung pada tingkat pengetahuan

penduduk tentang cara penularan dan pencegahan serta persepsi penduduk

mengenai HIV/AIDS. Berdasarkan data hasil Riskesdas tahun 2010,

persentase penduduk Papua Barat usia 15 tahun keatas yang memiliki

pengetahuan tentang cara penularan HIV/AIDS yang dibedakan dalam

tiga kelompok, yaitu hubungan seksual yang tidak aman (64,7 persen),

penggunaan jarum suntik bersama (61,0 persen), dan transfuse darah yang

tidak aman (57,7 persen). Dari ketiga kelompok tersebut ternyata seluruh

persentasenya berada diatas angka nasional (53,6%; 51,4%; dan 46,6%).

Hasil dari Riskesdas 2010 menunjukkan bahwa untuk seluruh item

tentang pengetahuan penduduk usia 15 tahun keatas dalam hal penularan

HIV/AIDS dari ibu ke anak yang dikandung, persepsi yang benar tentang

cara penularan HIV/AIDS, dan pengetahuan yang benar tentang cara

pencegahan HIV/AIDS persentasenya selalu berada diatas persentase

nasional dan persentase Papua Barat dibandingkan dengan provinsi lain

termasuk dalam kategori baik. Begitu pula bila dilihat dari pengetahuan

secara komprehensif tentang penyebab dan penularan HIV/AIDS,

Provinsi Papua Barat secara nasional berada pada peringkat ketiga (19,2

persen) berada diatas angka nasional yang hanya 11,4 persen. Melihat

kondisi ini, dapat dikatakan bahwa tingkat pengetahuan penduduk usia 15

tahun keatas tentang HIV/AIDS sudah memadai, tetapi prevalensi kasus

HIV/AIDS Papua Barat masih tergolong tinggi. Diduga penyebabnya

adalah karena kebiasaan warga melakukan hubungan sex beresiko yang

tidak mudah untuk dirubah dalam menghindari penyebab penularan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 31: Dinamika Penduduk Papua Barat

31

penyakit HIV/AIDS. Diperlukan usaha sosialisasi dan pengawalan dari

pemangku kewenangan yang berkesinambungan untuk semakin

memberikan pemahaman kepada masyarakat.

Target 6C: Mengendalikan penyebaran dan mulai menurunkan jumlah

kasus baru malaria dan penyakit utama lainnya hingga tahun 2015.

Malaria merupakan salah satu penyakit selain TB dan HIV/AIDS

yang menjadi bagian komitmen global Millenium Development Goals

(MDGs). Dalam MDGs ditargetkan untuk menghentikan penyebaran dan

mengurangi insiden Malaria pada tahun 2015 yang dilihat dari indikator

mnurunnya prevalensi dan kematian akibat Malaria.

Annual Parasite Insidence (API) Nasional menunjukkan

penurunan dari tahun 2008-2009 yaitu dari 2,47 per 1000 penduduk

menjadi 1,85 per 1000 penduduk di tahun 2009. Sedangkan di tahun 2010,

API nasional justru mengalami peningkatan menjadi 1,96 per 1000

penduduk (Ditjen PP dan PL Kemenkes, 2010). Sesuai dengan target

Renstra Kemenkes tahun 2010-2011, API harus dapat diturunkan menjadi

1 per 1000 penduduk pada tahun 2014. Sehingga masih diperlukan upaya

efektif untuk menurunkan angka pesakitan Malaria 0,96 per 1000

penduduk dalam kurun waktu empat tahun kedepan.

Kondisi angka pesakitan Malaria yang digambarkan dengan

besarnya nilai API di Papua Barat menunjukkan adanya perbaikan. Di

tahun 2007 API Papua Barat mencapai 53,57 per 1000 penduduk. Angka

ini sekaligus menjadi API provinsi tertinggi di Indonesia. API Papua Barat

berangsur-angsur mengalami perbaikan di tahun 2008-2009, yaitu

menurun menjadi 46,10 per 1000 penduduk dan 27,66 per 1000 penduduk,

walaupun angka tersebut masih merupakan API tertinggi di Indonesia. Di

tahun 2010, peringkat API Papua Barat mengalami perbaikan ke peringkat

ke 32 dari 33 provinsi di Indonesia setelah Provinsi Papua. Seiring dengan

perbaikan peringkat tersebut, angka API Papua Barat pun kembali

menurun menjadi 17,86 per 1000 penduduk. Berdasarkan nilai API

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 32: Dinamika Penduduk Papua Barat

32

tersebut, Papua Barat termasuk dalam stratifikasi daerah endemis tinggi

malaria kategori II. Sedangkan bila dilihat dari segi period prevalence

malaria, Papua Barat memiliki nilai yang tertinggi di Indonesia yaitu 10,6

persen diikuti oleh Provinsi Papua dan Nusa Tenggara Timur (10,1 persen

dan 4,4 persen). Period prevalence malaria dalam satu bulan terakhir

terdiri dari : (1) Kasus yang telah dipastikan dengan pemeriksan darah, dan

(2) Kasus yang menunjukkan gejala klinis malaria atau tidak menunjukkan

gejala namun pernah minum obat anti malaria.

Data kasus baru malaria selama setahun terakhir pernah di

diagnosis menderita malaria yang sudah dipastikan dengan pemeriksaan

darah oleh tenaga kesehatan tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kasus

baru di Papua Barat termasuk tertinggi kedua di Indonesia, yaitu mencapai

253,4 per 1000 penduduk. Angka ini berada dibawah Provinsi Papua yang

memiliki angka kasus baru malaria sebesar 261,5 per 1000 penduduk.

Kedua wilayah ini memiliki angka kasus baru yang tergolong tinggi bila

dibandingkan angka rata-rata nasional yang hanya mencapai 22,9 per 1000

penduduk.

Pencegahan penyakit malaria dilakukan dengan perlindungan

perorangan dengan menggunakan kelambu saat tidur. Cara ini dinilai

cukup efektif dalam mencegah gigitan nyamuk yang membawa bibit

penyakit malaria. Di tahun 2009, melalui bantuan dari Global Fund (GF)

komponen malaria ronde 1 dan 6, di 16 provinsi telah dibagikan kelambu

yang telah diproteksi dengan insektisida (kelambu berinsektisida).

Sebanyak 33.950 buah kelambu berinsektisida telah dibagikan di Papua

Barat. Persentase pemakaian kelambu (berinsektisida dan tidak) di Papua

Barat mencapai 48,6 persen, sedangkan pemakaian kelambu berinsektisida

bahkan mencapai 66,1 persen, atau merupakan persentase tertinggi

penggunaan kelambu berinsektisida di Indonesia.

Persentase kebiasaan pencegahan malaria pada penduduk usia 15

tahun keatas menurut cara pencegahan terbanyak di Papua Barat dilakukan

dengan tidur dengan menggunakan kelambu (54,1 persen), memakai obat

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 33: Dinamika Penduduk Papua Barat

33

nyamuk bakar/elektrik (41,1 persen), memasang kasa nyamuk pada

jendela/ventilasi (27,7 persen), menggunakan repellent/bahan pencegah

gigitan nyamuk (15,8 persen), rumah disemprot dengan obat nyamuk

berinsektisida (24,3 persen), minum obat pencegah bila

bermalam/berkunjung di daerah endemis malaria (8,3 persen), dan

penggunaan lainnya (12,3 persen).

Penderita malaria yang telah didiagnosis dengan pemeriksaan

darah harus memperoleh pengobatan yang efektif, maksudnya adalah jenis

obat yang dikonsumsi berupa Artemisinin-based Combination Therapy

(ACT), obat tersebut diperoleh penderita maksimum 24 jam setelah sakit

dan dosis obat diperoleh dalam tiga hari dan diminum seluruhnya.

Pengobatan yang telah dilakukan secara efektif di Papua barat hanya

mencapai 10,2 persen saja. Diantara lainnya hanya dilakukan tidak secara

efektif (hanya sebagian syarat terpenuhi). Jika dilakukan secara terpisah,

persentase pengobatan penderita malaria dengan ACT mencapai 15,9

persen, sementara penderita yang menggunakan ACT dan memperoleh

obat tersebut labih dari 24 jam setelah sakit sebesar 75,4 persen,

sedangkan 78,4 persen penderita malaria menerima dosisi ACT untuk tiga

hari dan diminum habis.

Upaya penggalakan pemberantasan malaria terus dilakukan yang

dikenal dengan Gerakan Berantas Kembali Malaria “Gebrak Malaria”

telah dicetuskan sejak tahun 2000. Gerakan ini merupakan embrio

pengendalian malaria yang berbasis kemitraan dengan berbagai sektor dan

menjadi pendorong program eliminasi malaria yang telah dituangkan

dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

293/MENKES/SK/IV/2009 yang bertujuan untuk mewujudkan masyarakat

yang hidup sehat, terbebas dari penularan malaria secara bertahap sampai

dengan tahun 2030. Papua Barat, beserta dengan Provinsi Papua, Maluku,

Maluku Utara, dan NTT menjadi daerah tersulit dan ditargetkan akan

bebas malaria pada akhir tahun 2030.

7. Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 34: Dinamika Penduduk Papua Barat

34

Target 7C: Menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa

akses berkelanjutan terhadap air minum layak dan sanitasi layak hingga

tahun2015.

Air Minum

Akses penduduk terhadap air minum layak menunjukkan

perkembangan yang positif. Berdasarkan hasil SP2010, jumlah rumah

tangga yang mengakses air minum layak sebanyak 113.728 rumah tangga

atau 67,66 persen dari total rumah tangga yang ada di Provinsi Papua

Barat. Pertumbuhan penduduk yang tinggi belum dapat diimbangi oleh

penyediaan air minum layak oleh pemerintah daerah. Akses air minum

layak bersumber dari air kemasan, air ledeng, pompa, sumur terlindung

dan mata air terlindung yang berjarak sama atau lebih dari 10 meter

dengan tempat akhir penampungan tinja, serta air hujan.

Sumber air minum layak di daerah perkotaan dan pedesaan

berbeda. Akses penduduk di perkotaan terhadap air minum layak lebih

tinggi daripada penduduk di pedesaan. Jika di daerah perkotaan,

kebanyakan penduduk mengakses air minum layak berupa air kemasan

atau bersumber dari air ledeng, maka di daerah pedesaan tidak demikian.

Penduduk di daerah pedesaan mengakses air minum layak melalui pompa,

sumur terlindung atau mata air terlindung yang berjarak sama atau lebih

dari 10 meter dengan tempat akhir penampungan tinja serta air hujan.

Dengan kata lain, untuk mengkases air minum layak, penduduk di

pedesaan lebih mengandalkan pada daya dukung alam. Sebaliknya di

perkotaan, penduduk mengandalkan pada penyediaan sarana dan

prasarana air minum. Hal ini mengindikasikan penyediaan infrastruktur

air minum di pedesaan perlu diprioritaskan.

Persentase penduduk yang mengakses air minum layak di

Kabupaten Tambrauw terendah di Provinsi Papua Barat. Sebagai

kabupaten terisolir di Papua Barat, kebanyakan penduduk memanfaatkan

air sungai dan sumur tidak terlindung untuk air minum. Hal ini sangat

berbeda dengan Kota Sorong. Lebih dari 80 persen penduduk Kota

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 35: Dinamika Penduduk Papua Barat

35

Sorong telah mengakses air minum layak. Perbedaan akses air minum

layak di kedua wilayah tersebut menunjukkan bahwa pembangunan

infrastruktur air minum selama ini belum merata.

Sanitasi

Sanitasi dasar yang layak didefinisikan sebagai sarana yang aman,

higienis, dan nyaman yang dapat menjauhkan pengguna dan lingkungan di

sekitarnya dari kontak dengan kotoran manusia, meliputi kloset dengan

leher angsa yang terhubung dengan sistem pipa saluran pembuangan atau

tangki septik, termasuk jamban cemplung (pit latrine) terlindung dengan

segelslab dan venti lasi; serta toilet kompos. Data sanitasi dasar yang layak

yang dapat diperoleh dari SP2010 terbatas pada kepemilikan jamban dan

tempat penampungan akhir tinja/kotoran. Hasil sensus tersebut mencatat,

sebesar 65,25 persen rumah tangga telah menggunakan septik tank sebagai

tempat akhir penampungan tinja/kotoran. Persentase rumah tangga di

perkotaan (85,57 persen) lebih tinggi daripada di pedesaan (56,63 persen).

Ada kesenjangan yang cukup signifikan dalam hal akses terhadap

sanitasi dasar yang layak antar kabupaten/kota dan antar desa dan kota.

Hanya empat wilayah yang akses terhadap sanitasi dasar yang layak lebih

besar dari rata-rata provinsi. Ketiga wilayah itu adalah Kota Sorong,

Kabupaten Fakfak, Kabupaten Teluk Wondama dan Kabupaten Kaimana.

Penggunaan tangki septik di Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Sorong

Selatan dan Kabupaten Maybrat masih sangat rendah. Secara umum,

persentase penggunaan tangki septik di daerah perkotaan lebih tinggi

daripada di pedesaan. Hal ini disebabkan oleh tingkat kesadaran dan

kebutuhan penduduk perkotaan terhadap sistem sanitasi yang higienis

lebih tinggi daripada penduduk di pedesaan.

Target 7D: Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan

penduduk miskin di permukiman kumuh (miniml 100 juta) pada tahun

2020.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 36: Dinamika Penduduk Papua Barat

36

Rumah tangga kumuh di perkotaan merupakan salah satu ekses

dari perkembangan urbanisasi yang semakin cepat. Laju pertumbuhan

penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan pemukiman layak

berdampak pada tumbuhnya rumah-rumah kumuh. Indikator yang

digunakan untuk mengidentifikasi rumah tangga kumuh perkotaan

mengacu pada definisi permukiman kumuh dalam Undang-Undang No. 4

Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, yaitu tidak adanya akses

sumber air minum layak, tidak adanya akses sanitasi dasar yang layak,

luas minimal lantai hunian per kapita dan daya tahan material hunian.

Berdasarkan empat kriteria tersebut dan ketersediaan informasi yang dapat

diperoleh dari SP2010 maka rumah tangga kumuh dikenali dari: 1) Luas

Lantai Per Kapita Kurang dari 8 meter per segi; 2) Jenis lantai terluas

berupa papan, bambu, atau tanah; 3) Tidak memiliki jamban atau memiliki

jamban tetapi tidak menggunakan septik tank; dan 4) Sumber air minum

berasal dari sumur tidak terlindung, mata air tidak terlindung, atau air

sungai. Rumah tangga dikategorikan kumuh apabila memenuhi minimum

tiga dari empat kategori tersebut.

Berdasarkan kriteria rumah tangga di atas, jumlah rumah tangga

yang teridentifikasi kumuh sebanyak 30.703 rumah tangga atau 18,26

persen dari total rumah tangga di Provinsi Papua Barat. Rumah tangga

kumuh di perkotaan tercatat sebanyak 3.265 rumah tangga atau 6,53

persen dari total rumah tangga di perkotaan.

Persentase rumah kumuh perkotaan di Provinsi Papua Barat paling

besar di Kabupaten Teluk Bintuni. Secara absolut, jumlah rumah tangga

kumuh di Kabupaten Teluk Bintuni hanya 353 rumah tangga. Sebaliknya,

jumlah rumah tangga kumuh perkotaan di Kota Sorong sebanyak 1.855

rumah tangga. Namun, karena jumlah rumah tangga di perkotaan di Kota

Sorong lebih dari delapan kali lipat jumlah rumah tangga di Kabupaten

Teluk Bintuni, persentase rumah tangga kumuh perkotaan di Kota Sorong

lebih rendah daripada Kabupaten Teluk Bintuni yaitu 7,08 persen.

8. Membantu Kemitraan Global untuk pembangunan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 37: Dinamika Penduduk Papua Barat

37

Target 8F: Berkerjasama dengan swasta dalam memanfaatkan teknlogi

baru, terutama teknologi informasi dan komunikasi.

Kondisi geografis Papua Barat yang sulit, menghambat

pertumbuhan infrastruktur jaringan telekomunikasi PSTN. Hingga

pertengahan 2010, jumlah pelanggan telepon kabel (PSTN) kurang dari

10 persen. Sebaliknya, perkembangan penggunaan telepon seluler sangat

pesat. Hingga kini, sekitar 58,37 persen rumah tangga memiliki telepon

seluler.

Terdapat disparitas penggunaan telepon seluler antara kota dan

desa dan antar kabupaten/kota. Penggunaan telepon seluler lebih banyak

di daerah perkotaan daripada di pedesaan. Pengguna telepon seluler

terbanyak di Kota Sorong, Kabupaten Sorong dan Kabupaten Manokwari.

Sebaliknya, penggunaan telepon seluler di Kabupaten Sorong Selatan,

Kabupaten Raja Ampat dan Kabupaten Maybrat kurang dari 30 persen.

Tidak ada jaringan telekomunikasi seluler di Kabupaten Tambrauw.

Akses Internet Perbedaan pembangunan infrastruktur teknologi, informasi dan

komunikasi (TIK) juga berdampak pada perbedaan akses rumah tangga

terhadap layanan internet di perkotaan dan di pedesaan serta antar

kabupaten/kota. Akses penduduk perkotaan terhadap layanan internet

hampir dua kali lebih tinggi daripada di pedesaan. Pengguna internet

terbanyak di Kota Sorong yaitu sebanyak 6.560 rumah tangga atau 15,55

persen dan di Kabupaten Manokwari yaitu sebanyak 6.427 rumah tangga

atau 15,06 persen.

Akses internet di kabupaten pemekaran yaitu kabupaten

Tambrauw, Kabupaten Maybrat, Kabupaten Sorong Selatan, Kabupaten

Teluk Wondama, Kabupaten Teluk Bintuni, Kabupaten Raja Ampat dan

Kabupaten Kaimana masih cukup rendah. Persentase rumah tangga

pengguna internet di ketujuh wilayah tersebut kurang dari 10 persen. Hal

ini disebabkan oleh kurangnya infrastruktur telekomunikasi baik PSTN

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 38: Dinamika Penduduk Papua Barat

38

maupun nirkabel di Papua Barat secara umum. Survei Susenas tahun 2010

menunjukkan, tiga dari empat pengguna internet memanfaatkan teknologi

telepon seluler sebagai media untuk mengakses internet. Rumah tangga

yang memiliki telepon selular terbanyak di Kota Sorong, Kabupaten

Sorong dan Kabupaten Manokwari. Singkat kata, ada keterkaitan antara

kepemilikan telepon selular dan akses internet. Persentase rumah tangga

yang mengakses internet cukup tinggi di wilayah-wilayah dengan

persentase kepemilikan telepon seluler yang juga tinggi.

Kepemilikan Komputer Pribadi

Indikator terakhir yang digunakan untuk mengukur pemanfaatan

teknologi informasi dan komunikasi adalah kepemilikan komputer pribadi.

Perkembangan selama tahun 2009 dan 2010, kepemilikan komputer

pribadi di Papua Barat menunjukkan peningkatan dari 5,90 persen pada

tahun 2009 menjadi 8,99 persen pada tahun 2010. Meskipun demikian,

penyebaran kepemilikan komputer pribadi tersebut belum merata di semua

kabupaten/ kota.

Hanya dua wilayah dengan persentase kepemilikan komputer

pribadi di atas 10 persen. Kedua wilayah tersebut adalah Kota Sorong

(15,57 persen) dan Kabupaten Manokwari (12,01 persen). Perkembangan

pendidikan yang lebih maju di Kota Sorong dibandingkan wilayah lain di

Papua Barat berdampak pada tingginya permintaan penduduk terhadap

media teknologi informasi dan komunikasi. Selain itu, Kota Sorong

merupakan pintu gerbang pertama untuk masuknya produk-produk

teknologi informasi ke Tanah Papua sebelum didistribusikan ke wilayah

lain seperti Bintuni, Kaimana, Raja Ampat, Sorong Selatan dan

sekitarnya.

Rendahnya persentase kepemilikan komputer pribadi di wilayah

lain selain Kota Sorong dan Kabupaten Manokwari terkait dengan

keterbatasan infrastruktur. Di beberapa wilayah seperti Kabupaten Teluk

Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Sorong Selatan,

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 39: Dinamika Penduduk Papua Barat

39

Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw masih dihadapkan pada

minimnya pasokan listrik. Di lima wilayah tersebut, akses rumah tangga

terhadap layanan listrik dibatasi (belum 24 jam per hari). Akibatnya,

banyak rumah tangga yang membatasi diri untuk memiliki produk

teknologi informasi khususnya komputer pribadi.

E. Masalah dan Kebijakan Penduduk di Provinsi Papua Barat

1. Masalah Kemiskinan Penduduk

Dalam mengentaskan kemiskinan, Pemerintah Provinsi Papua Barat

dihadapkan pada sejumlah tantangan:

a. Lokus penduduk miskin didominasi oleh penduduk di daerah terisolir.

Hal ini terkait dengan tingginya biaya transportasi untuk akses masuk

komoditi kebutuhan pokok masyarakat yang berakibat pada tingginya

harga-harga kebutuhan pokok masyarakat tersebut. Dampaknya dapat

di lihat dari tingginya persentase penduduk miskin di Kabupaten Teluk

Bintuni, Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Sorong Selatan,

Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Tambrauw.

b. Kesenjangan distribusi pendapatan.

c. Keterbatasan akses penduduk miskin kepada layanan pendidikan dan

kesehatan.

d. Rendahnya tingkat pendidikan penduduk miskin.

Dalam rangka mengatasi sejumlah tantangan di atas, strategi

Penanggulangan Kemiskinan diarahkan pada:

a. Mempercepat pembangunan infrastruktur ekonomi diseluruh wilayah

hingga ke kampung-kampung;

b. Meningkatkan dan mengembangkan usaha perekonomian masyarakat,

khususnya di daerah pedesaan/pedalaman, sekaligus untuk mengurangi

ketergantungan terhadap daerah lain atas produk-produk pertanian

yang semestinya dapat dihasilkan di daerah ini.

2. Masalah Pendidikan

Tantangan dunia pendidikan di Papua Barat adalah:

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 40: Dinamika Penduduk Papua Barat

40

a. Distribusi fasilitas pendidikan khususnya pendidikan menengah atas

dan perguruan tinggi tidak merata;

b. Kurangnya jumlah tenaga guru dan distribusi guru yang ada tidak

merata;

c. Permasalahan guru yang bertugas di pedalaman terkait ketersediaan

sarana pendukung;

Beberapa kebijkan di bidang pendidikan antara lain:

a. Meningkatkan akses dan mutu pendidikan;

b. Penuntasan Wajib Belajar 9 Tahun;

c. Meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru/pendidik;

d. Meningkatkan cakupan atau jangkauan pendidikan ke daerah remote.

3. Masalah Kesehatan

Maslah terkait dengan kesehatan antara lain masih terbatasnya skses

pelayanan kesehatan yang mengakibatkan rendahnya pula cakupan

imunisasi dan upaya pengendalian faktor resiko lingkungan. Sehingga

banyak mengakibatkan kematian bayi dan ibu saat melahirkan. Untuk

mengatasi hal tersebut kebijakan di Papua Barat dilakukan dnegan:

a. Meningkatkan upaya perubahan perilaku, melalui peningkatan perilaku

hidup bersih dan sehat (PHBS) di tingkat rumah tangga.

b. Meningkatkan pelayanan kesehatan neonatal dan ibu.

c. Menambah jumlah dan meratakan penyebaran fasilitas pelayanan

kesehatan dasar/primer melalui : 1) pemenuhi kebutuhan tenaga medis

profesional dalam jangka pendek seperti Pegawai Tidak Tetap dan

kontrak; 2) mengembangkan sistem pelayanan kesehatan mobile dan

semistatic yang menunjang pelayanan kesehatan static; 3) menata

peran dukun dalam konteks kemitraan dengan bidan berupa prinsip

keterbukaan, kesetaraan dan saling menguntungkan

4. Masalah HIV/AIDS

Tanah Papua termasuk sebagai daerah epidemi HIV/AIDS. Oleh

karena itu harus diberikan perlakuan khusus terkait dengan pencegahan

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 41: Dinamika Penduduk Papua Barat

41

penularan, perawatan, dan pengobatan penderita HIV/AIDS. Kebijakan

yang mungkin dilakukan untuk mengatasi maslah tersebut anatara lain:

a. Meningkatkan akses pelayanan kesehatan untuk mengantisipasi dan

menghadapi epidemi yang ada .

b. Memperkuat sistem informasi dan sistem monitoring dan evaluasi, me-

lalui: 1) pelaksanaan monitoring dan analisis kesehatan, khususnya

sur-veilans generasi kedua; 2) menyediakan informasi kepada para

pembuat kebijakan.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 42: Dinamika Penduduk Papua Barat

42

BAB IV

SIMPULAN

Provinsi Papua Barat berdasarakan hasil sementara Sensus Penduduk

Tahun 2010 (SP2010) dihuni oleh 760.855 jiwa terdiri dari 402.587 penduduk

laki-laki dan 358.268 penduduk perempuan. Penduduk di Provinsi Papua Barat

selama tahun 2000 – 2010 bertambah. Pertumbuhan penduduk Papua Barat

mencapai 3,69 persen per tahun. Jauh di atas laju pertumbuhan penduduk (LPP)

Indonesia yang hanya mencapai angka 1,47 persen per tahun. Laju pertumbuhan

penduduk terendah di Kabupaten Sorong. Selama 10 tahun terakhir, laju

pertumbuhan penduduk di Kabupaten Sorong hanya 1,10 persen per tahun.

Sebaliknya, laju pertumbuhan penduduk tertinggi di Kota Sorong yaitu 4,74

persen per tahun

Provinsi Papua Barat dihuni oleh lebih banyak penduduk laki-laki dari

pada penduduk perempuan. Hasil sensus penduduk baik pada tahun 2000 maupun

tahun 2010, rasio jenis kelamin (sex ratio) di Papua Barat selalu lebih besar dari

100. Fenomena tersebut terjadi di semua kabupaten/kota di Papua Barat. Secara

nasional sex ratio Papua Barat menduduki peringkat pertama akhir, dan angkanya

melebihi sex ratio Indonesia (101).

Pada Tahun 2010 penduduk Papua Barat terkonsentrasi di Kota Sorong

dan Kabupaten Manokwari. Hampir separuh total penduduk Papua Barat terbagi

di kedua kabupaten kota ini yaitu 25,02 persen di Kota Sorong dan 24,66 persen

di Kabupaten Manokwari. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kota Sorong

diikuti oleh Kabupaten Manokwari, sedangkan kabupaten yang memiliki junlah

penduduk paling sedikit adalah Kabupaten Tambrauw.

Target MDGs di Provinsi Papua Barat pada dasarnya mengalami

peningkatan walaupun tidak signifikan. Untuk itu perlu upaya lebih keras untuk

mengatasi masalah kependudukan di Provinsi Papua Barat, antara lain terkait

dengan: kemiskinan, kesehatan, ekonomi, pendidikan dan masalah HIV/AIDS.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.

Page 43: Dinamika Penduduk Papua Barat

43

DAFTAR PUSTAKA

Bappeda Provinsi Papua Barat. 2011. MDGs Papua Barat Hasil Sensus Penduduk 2010. http://www.scribd.com/doc/117710251/ Publikasi-BPS-Papua-Barat-Laporan-Capaian-MDGs-Papua-Barat-2010-Hasil-SP2010 (diakses 12 Juni 2014, pukul 21:13 WIB)

BPS Provinsi Papua Barat. 2011. Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 Provinsi Papua Barat. http://www.bps.go.id/menutabs1.php?tab=2&aboutus =0&renstra=1&id_rens=101 (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:16 WIB).

---------------. 2009. Profil Provinsi Papua Barat. http://www.papuansbehindbars. org/?page_id=652&lang=id (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:06 WIB).

--------------. 2013. Tentang Papua Barat. http://irjabar.bps.go.id/?no=230&pilih =eksekutif (diakses 12 Juni 2014, pukul 20:35 WIB)

Julistiani, Anni. 2012. Kebijakan Percepatan Pembangunan Sebagai Katalisator Perdamaian dan Keadilan di Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Kemdagri: Jakarta.

Generated by Foxit PDF Creator © Foxit Softwarehttp://www.foxitsoftware.com For evaluation only.


Recommended