RAISON D’ETAT BERTEMU DENGAN MASA PENCERAHAN1
Hubungan internasional pada masa modern ditandai dengan keruntuhan abad
pertengahan disertai dengan kemunduran sistem feodalisme dan perpecahan umat kristiani
sehingga muncul pemusatan pada kedaulatan negara-bangsa. Tanpa adanya kompetisi
kewenangan supranasional antara unit-unit dalam politik internasional sehingga
berkembang sistem negara yang anarki. Selama abad ke-1 muncul dua bentuk sistem
negara di Eropa yang menjadi dasar pelaksaaan sikap lingkungan internasional. Kedua
sistem tersebut adalah metode diplomasi Italia dan Perancis. Hubungan internasional pada
abad ke-16 dan 17 secara luas dikendalikan oleh jalur Macchiavelli melalui bukunya yang
berjudul The Prince yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1532. Terjadinya reformasi
yang merusak agama kristen pada abad pertengahan dan munculnya teori perang yang
disangsikan kebenarannya, serta tidak memungkinkan untuk diterapkan dalam konflik antar
sekte. Perang 30 tahun (1618-1648) merupakan titik klimaks pengakuan pertarungan antara
Reformation-Counter Reformation, yang diakhiri secara jelas melalui perjuangan untuk
mendapatkan kekuasaan sekuler.
Paham oportunis dari sistem diplomasi Italia mengakibatkan perubahan utama
dalam kehidupan Eropa pada masa itu. Hal ini sebagian besar dicatat dalam literatur yang
dikenal dengan ”War and Peace” yang ditulis oleh Hugo Grotius pada tahun 1625.
Literatur ini merupakan literatur pertama yang disarankan sebagai pedoman dan hukum
alam dalam nilai-nilai bertingkah laku dalam lingkungan internasional. Buku tersebut
kembali diterbitkan dan diterjemahkan sebanyak 50 kali antara tahun 1625 dan 1758. Buku
tersebut memainkan peran sebagai bagian dari bentuk diplomasi jujur dalam sistem
Perancis karena pada dasarnya nilai-nilai diplomasi Perancis dianggap lebih berbudi tinggi.
Namun sangat mengejutkan ketika Raja Louis XIV (1643-1715) dapat mendominasi
kekuatan Eropa dengan mengandalkan sistem diplomasi mereka. Juru bicara Perancis saat
itu, Francois de Callieres menyebutkan bahwa esensi dari tingkah laku diplomat adalah
menekan, keyakinan dan mengutamakan perundingan (negosiasi). Akademi pelatihan
1 Tulisan ini merupakan resume dari buku karya Alan Cassels yang berjudul “Ideology And International
Relations In The Modern World”. Buku tersebut diterbitkan oleh Routledege di New York pada tahun 1995.
diplomat pertama kali didirikan di Paris pada tahun 1712 yang tidak disangka sebelumnya
dapat bertahan meskipun diikuti oleh bentuk yang sama di negara yang berbeda.
Pada abad ke-18 hubungan internasional dikendalikan dengan percampuran antara
bentuk Italia dan Perancis. Ilustrasi yang sempurna dilakukan oleh Raja Prussia, Federick
(1740-1786) dimana beliau melakukan semacam kritikan terhadap kebijakan politik
sebelum ia menduduki tahta sebagai Raja Prussia. Pada tahun yang sama, tindakannya
sebagai Raja Prussia adalah melakukan serangan secara cepat dan hebat ke wilayah Austria,
tepatnya di Silesia. Meskipun sistem Italia dan Perancis yang diberlakukan dalam hubungan
internasional, namun tidak diperbolehkan adanya keleluasaan ideologi. Keangkuhan dari
para ahli sistem Italia diperkuat dengan berlakunya teroti ekonomi merkantilis yang
berdampak pada lahirnya kolonialisme dan perang. Beberapa tahun kemudian, seorang
diplomat inggris menyatakan keluhannya bahwa,”Setiap pengadilan berdiri diatas
prinsipnya dan hidup dari tangan ke mulut tanpa adanya prinsip kebijakan yang hebat”.
Dengan kata lain, sistem Perancis sangat tidak beralasan untuk menyingkirkan suatu
pendirian emosional yang sangat kuat. Oleh karena itu, pada faktanya seluruh budaya
politik pada abad ke-18 sangat berlawanan dengan pemikiran tentang ideologi.
Kebijakan luar negeri merupakan permasalahan utama bagi pengadilan Eropa dan
keluarga kerajaan. Para duta besar harus membayar harga yang sangat mahal untuk misi ke
luar negeri yang ditanggungnya dan mereka membayarnya dengan uang pribadi mereka.
Oleh karena itu, merupakan suatu hal yang wajar ketika para duta besar menginginkan
bagian hadiah mereka dari negara dimana mereka ikut berkontribusi didalamnya. Meskipun
demikian hanya sedikit yang melakukan pemberhentian langkah diplomasi profesionalisme,
oleh karena itu muncul pemikiran bahwa sebagian besar para duta besar adalah seorang
bangsawan kaya. Para penganut paham kosmopolitanisme juga banyak membantu
pemahaman terhadap komunitas antar negara yang dikenal dengan ‟solidaritas‟.
Pemahaman terhadap konsep ‟keluarga‟ dalam kawasan Eropa juga muncul dari adanya
kebiasaan panggilan dalam kongres internasonal, khususnya pada periode akhir peperangan.
Muncul kesepakatan-kesepakatan dari pertemuan-pertemuan tersebut seperti; Perjanjian
Westphalia (1648) dan Utrecht (1713) dimana perjanjian tersebut saling mengikat antar
negara secara bersama-sama untuk terlibat dalam komitmen kerjasama. Para penulis pada
abad ke-17 dan 18 biasanya menulis bangsa Eropa merupakan ‟singel commonwealth atau
republic‟.
”Diplomasi tanpa persenjataan seperti musik tanpa instrumen”, seperti yang
diucapkan oleh Raja Federick. Namun sekali lagi ditegaskan bahwa konflik internasional
telah dijaga batasan-batasannya yang sekaligus menjadi ciri khas peperangan abad ke-18.
Meskipun kebrutalan berada dalam posisi yang rendah namun dimana-mana telah
disebarkan bibit-bibit untuk bertindak kekerasan, perselisihan militer, penyiksaan yang
menjadi karakteristik pertempuran sebelum tahun 1789. Hal ini dikarenakan kekuatan
bersenjata terdiri dari para prajurit, para wajib militer dan sukarelawan yang mendaftarkan
diri lebih sedikit. Kawasan Eropa pada abad ke-18 lebih kepada peperangan daripada
perdamaian, namun tidak ada kecenderungan kearah penyerangan kepada persediaan yang
dibutuhkan selama peperangan berlangsung. Terbatasnya peperangan merupakan salah satu
dampak dari diplomasi kosmopolitanisme. Kerangka kerja yang ada lebih cenderung kearah
balance of power. Sebuah konsep dimana kejayaan terhadap nilai tukar uang telah secara
spesifik disebutkan dalam Perjanjian Utrecht. Fungsi keseimbangan tidak dapat
digambarkan secara tepat, namun prinsip balance of power secara langsung membentuk
formasi aliansi untuk mengantisipasi ancaman hegemoni suatu negara. Seperti koalisi yang
dibentuk pada tahun 1689 dan 1713 untuk menghancurkan ambisi Perancis menguasai
benua Eropa, munculnya Prussia dan Rusia dengan prinsip persamaan dan menjadikan
mereka kekuatan kedua di daratan Eropa.
Pembentukan hubungan internasional mulai dari rezim kuno, Revolusi Perancis,
Perang Agama dan semangat nasionalisme merupakan awal dari keinginan membentuk
suatu ideologi. Munculnya zaman pencerahan membawa derajat yang lebih tinggi lagi yaitu
sebuah negara. Menurut Alan Cassels, hal tersebut merupakan diplomasi dan militer yang
sesungguhnya sebagai bentuk administrasi internal sebuah negara. Negara-bangsa yang
dipimpin oleh Raja Frederick dari Prussia, Ratu Chaterine dari Rusia, serta Joseph II
dan Leopold II dari Austria merupakan bentuk negara-bangsa yang muncul sebagai
kekuatan baru dan semakin berkembang setelah tahun 1789, dimana telah diletakkannya
pelayanan bagi rakyat. Setelah Revolusi Perancis pada tahun 1789 juga mulai terlihat
gagasan mengenai harmonisasi antara kepentingan ekonomi. Para bangsawan pada saat itu
juga sedikit menyesal karena tujuan utama negara pada saat itu adalah orientasi politik
dalam lingkungan internasional. Hal tersebut dianggap sebagai beban oleh para bagsawan
karena untuk mencapai tujuan politik dibebankan pada perekonomian domestik.
Ketika dihadapkan dengan zaman pencerahan yang dibawa oleh para filsuf,
khususnya J. J. Rousseau pada saat itu merupakan filsuf yang paling berpengaruh di
Perancis dan terkenal dengan konsep Du Contract Social. Menurutnya, manusia dalam
kondisi alamiah merupaka pribadi yang patuh dan dilahirkan sebagai seseorang yang bebas,
namun tetap berada dalam suatu peraturan. Tidak hanya Rosseau, sebagian besar filsuf
lebih menyerukan solusi kearah perdamaian dan penyelesaian perang sehingga dapat
membentuk negara yang ideal karena pada dasarnya manusia memiliki sikap yang baik dan
cinta damai. Pada masa tersebut juga terjadi penolakan terhadap konsep negara dan
pemerintahan yang diusung Macchiavelli dalam bukunya yang berjudul The Prince. Salah
satu kasus yang terkenal adalah Perancis memberikan bantuan kepada Amerika ketika
berperang melawan Inggris. Bagi Perancis keberhasilan mereka dalam Revolusi Perancis
serta konsep bernegara yang ditawarkan oleh para filsuf Perancis telah memberikan
semangat yang kuat bagi rakyat Amerika untuk berani berjuang melawan kolonial Inggris
dan mendapatkan hak-hak mereka sebagai manusia yang terlahir dengan kebebasan.
Konsep kesetaraan dan kebebasan merupakan dorongan sekaligus tantangan
terbesar dalam pengendalian hubungan internasional. Ancaman lahirnya diplomasi
demokratisasi merupakan pertanda lahirnya ideologi politik dunia. Beberapa filsuf mulai
menawarkan melalui tulisan mereka mengenai apa yang diperlukan untuk menciptakan
pemerintahan yang baik serta pemahaman mengenai prinsip-prinsip yang benar. Meskipun
demikian muncul pula pemikiran bahwa ketika hak-hak manusia telah tercapai dan pada
akhirnya mereka akan mendapatkan kebebasan, namun hal tersebut juga memberikan
peluang besar terjadinya perbedaan pendapat diantara mereka. Sebaliknya, ketika manusia
terkekang kebebasan dan haknya maka akan ada jaminan bahwa adanya suara bulat dalam
satu pilihan, namun cenderung akan mengarah pada totaliter. Abad ke-18 merupakan abad
yang mengkesampingkan fanatisme dan perkembangan ideologi, namun yang tidak disadari
adalah sejarah Eropa yang dipenuhi dengan peperangan, kekerasan, penindasan, perang
agama dan perang nasionalisme merupakan potensi bagi kelahiran ideologi.
KELAHIRAN IDEOLOGI: REVOLUSI PERANCIS
Revolusi Perancis pada tahun 1789 merupakan titik tolak pemisah antara dunia lama
dan dunia baru. Sejak awal telah diprediksikan bahwa pergolakan yang terjadi di Perancis
tidak akan hanya terbatas pada satu negara saja. Hal ini disebabkan bahwa Deklarasi Hak
Manusia dan warga negara yang diusung dalam Revolusi Perancis lebih ditujukan bagi
seluruh umat manusia meskipun hanya secara tersirat. Namun hal tersebut terbukti dalam
pergolakan yang terjadi di Amerika yang melawan kolonial Inggris dimana masyarakat
Amerika terpacu semangatnya ketika melihat keberhasilan masyarakat Perancis
menumbangkan penguasanya.
Momentum kampanye tentang peperangan yang terjadi pada oktober 1791
merupakan pidato Brissot kepada Majelis Legislatif yang digambarkan sebagai „setengah
kebenaran dan setengah informasi yang salah‟. Pasca revolusi, Perancis dihadapkan dengan
berbagai peperangan dan kesulitan ekonomi. Puncaknya adalah ketika Austria mengakhiri
koalisinya dengan Perancis dan hal tersebut menjadi awal kemunduran Perancis. Deklarasi
Pillnitz merupakan bukti konspirasi internasional terhadap Revolusi Perancis. Mesipun
sempat mengalami kemunduran, namun pada beberapa waktu kemudian Perancis kembali
tumbuh menjadi kekuatan Eropa. Seperti yang dikatakan oleh Henri-Maximin Isnard
yang merupakan pejuan revolusioner yang bertugas sebagai pengirim pesan ke luar negeri
menyatakan bahwa,”Perancis telah menjadi negara yang terkemuka di dunia…”
“Jika revolusi yang terjadi pada tahun 1789 dipandang sebagai kebebasan pertama
bagi Perancis, maka tanggal 1 Januari 1792 akan menandai… sebagai tahun pertama
kebebasan universal”. Hal tersebut merupakan ucapan para revolusioner Perancis yang
telah melalui banya peperangan yang sangat besar dan hal tersebut juga dipandang sebagai
potensi permusuhan pertama. Pada tanggal 20 Januari 1792 gerakan untuk berperang
diperdebatkan didepan Majelis Legislatif karena pada dasarnya masyarakat Perancis tidak
menyukai misionaris bersenjata. Mungkin misi awal yang dibawa adalah menyebarkan
semangat revolusi bagi dunia, namun selanjutnya malah berubah menjadi peperangan
dengan negara-negara lain di kawasan Eropa. Pada tanggal 6 November 1792 Jenderal
Dumouriez meraih kemenangan dalam peperangan besar di Jemappes yang sekaligus
membuka seluruh Belgia untuk pasukan Perancis. Pada akhir 1972 tentara Perancis telah
merambah ke Frankfurt dan menguasai daerah selatan yaitu Savoy dan Nice.
Metamorfosis dramatis Perancis dari monarki ke republik pada September 1792
secara otomatis memperluas jurang doktrinal antara Paris dan ibukota kerajaan. Oleh
karena itu, ketika berita Jemappes tiba Konvensi Majelis Nasional Perancis terpilih untuk
merancang konstitusi republik ditetapkan dengan keputusan bersama yang menawarkan
bantuan kepada „semua orang yang ingin mengembalikan kebebasan mereka‟. Untuk
membuat subversi dari tatanan sosial secara keseluruhan merupakan tujuan perang eksplisit
merupakan hal baru yang mengejutkan. Sebagai simbol dari faktor ideologi baru dalam
hubungan internasional, keputusan bersama meninggalkan kesan yang mendalam.
Sementara itu, konvensi pada tanggal 27 November menghasilkan ketetapan lain dan sama
pentingnya, yaitu instruksi untuk mengelola wilayah yang diduduki oleh prajurit Perancis.
Selanjutnya, pada akhir tahun 1792 Brissot ad Dumouriez menyerukan akuisisi perbatasan
Prancis yaitu Rhine Alpen dan Pyreness. Hal ini merupakan tanda-tanda awal bahwa
ideologi perang salib dapat dengan mudah berubah menjadi imperialisme Perancis.
Pendudukan Perancis di Belgia semakin memperluas wilayah perang dengan
melibatkan Inggris. Perang antara Inggris dan Perancis dianggap sebagai kelanjutan dari
Perang Seratus Tahun kedua sejak tahun 1689 yang bertujuan untuk keuntungan materi.
Meskipun satu abad kemudian, tujuan pemerintah Inggris masih tertuju pada koloni, rezim
komersial di Scheldt dan keseimbangan kekuasaan di barat laut Eropa. Meskipun kebijakan
luar negeri Inggris didorong oleh pertimbangan ekonomi dan geopolitik, keputusan yang
diambil pada tahun 1792 dengan latar belakang gejolak ideologi diawalnya. Pertempuran
antara Austria-Prussia dengan Perancis diawali dengan ambisi Perancis untuk membawa
revolusi dan tentaranya dari Belgia ke Belanda pada bulan November 1792. Inggris
menandatangani perjanjian dengan Belanda untuk menjamin integritas Belanda, sangat
mirip dengan perjanjian sebelumnya terhadap Austria untuk memberikan bantuan kepada
pangeran Rhenish. Di Paris menteri luar negeri Perancis, Francois Charles Lebrun,
mengeluarkan permintaan publik bahwa Inggris harus menghentikan intervensi di Belanda,
namun hal tersebut ditolak.
Pada bulan Desember Perancis terpaksa melepaskan Frankfurt karena tekanan dari
Inggris yang melemahkan kemampuan militer Perancis. Disisi lain, agen Perancis di Inggris
meyakinkan rekan-rekannya bahwa situasi di seluruh Kepulauan Inggris begitu mudah
terbakar yang diperlukan hanya percikan kecil untuk membakar Inggris, Skotlandia dan
Irlandia secara bersamaan. Pada 1 Februari 1793 pemerintahan revolusioner di Paris sekali
lagi mengantisipasi serangan dan menyatakan perang pertama, dan kali ini merupakan suara
bulat dari pemerintah Perancis. Perang koalisi pertama dimana Inggris dan juga kerajaan-
kerajaan di Eropa yang juga berada dalam ketakutan terhadap serangan Peracis. Dimulai
dari penyediaan uang untuk membangun koalisi anti-Perancis dimana kekuatan pertama
yang ikut serta adalah Spanyol, Portugal, Sardinia, Naples dan sejumlah negara bagian
Jerman.
Konflik internasional yang dipicu oleh Revolusi Perancis disebut dengan „perang
doktrin‟ modern pertama. Sejauh tahun 1792-1794 referensi kerangka ideologis awal
didirikan oleh Deklarasi Pillnitz dan Perang Salib Girondin untuk kebebasan universal.
Perancis mempelopori pembangunan yang hampir menelan seluruh Eropa pada abad ke-19
dan pada akhirnya membentuk dunia melalui ideologi yang merupakan pertanda lahirnya
ideologi nasionalisme. Revolusi perancis tersebar dari munculnya populasi kelas-kelas
politik yang secara besar-besaran menuntut kebebasan individu dan harus patuh terhadap
ide suatu bangsa. Aspek populis dari nasionalisme Perancis di tahun 1793-1794 menjadi
sebuah anugerah dengan intensitas yang unik seperti etos nyata terhadap karakter suatu
Negara. Chauvinisme berasal dari nama pahlawan rakyat Perancis pada masa itu, bahwa
patriotisme bukanlah sesuatu yang salah bila mencintai negara sendiri. Dengan kata lain,
Perancis mempelopori dalam berkembangnya gagasan tersebut di Eropa pada abad ke-19.
Penciptaan suatu ideologi berasal dari jiwa nasionalisme yang tumbuh dari diri sendiri.
Dampak dari nasionalisme dapat dipecahkan melalui suatu literatur yang sangat
besar. Dengan memiliki dua tafsiran yang berbeda dari pengertian nasionalisme yang
sebenarnya. Pandangan tersebut dilihat berdasarkan sejarah dan sosiologisnya. Kedua
kategori tersebut sesuai dengan kosep nasionalisme yang muncul pada masyarakat pos-
modern tahun 1789. Sudut pandang lainnya mengatakan bahwa nasionalisme bersifat lebih
misterius, self-generatif dan berakar pada etnisitas. Sementara itu, di Benua Eropa menilai
nasionalisme sebagai suatu kesatuan yang telah menagalami proses evolusi dan yang telah
ada di dalam diri bangsa tersebut. Sebagai pembanding, semangat nasionalisme jelas
terlihat di pusat Eropa Timur pada abad ke-19 dan kemudian berkembang di negara dunia
ketiga jauh sebelum dicapainya kemerdekaan suatu bangsa.
Sebuah revolusi besar yang mengubah tatanan pemerintah dan kemasyarakatan
justru terjadi di Perancis. Golongan masyarakat yang menjadi penggeraknya adalah warga
kota yang berkeinginan menggantikan peranan kaum bangsawan dan gereja dalam
pemerintah maupun perekonomian. Revolusi Perancis merupakan sebuah masa peralihan
politik dan sosial dalam sejarah Perancis. Pada saat itu, kaum demokrat dan para
pendukung republikanisme bersatu menjatuhkan sistem pemerintahan monarki (kerajaan)
abosolut, yang dianggap terlalu kaku dan memberikan keistimewaan berlebih pada keluarga
kerajaan dan golongan bangsawan. (pemimpin negara saat itu) misalnya, bisa hidup mewah
dan menghambur-hamburkan dana kerajaan, sementara sebagian besar rakyatnya hidup
miskin. Rakyat menghendaki pemerintahan yang memerhatikan hak-hak mereka. Dalam
Revolusi Perancis, mereka menggunakan slogan “Persamaan, Kebebasan, dan
Persaudaraan” (Liberte, Egalite, Fraternite). Revolusi Perancis berakhir pada November
1799 dengan dibubarkannya monarki absolut Perancis, yang diganti dengan bentuk negara
monarkis terbatas (selanjutnya menjadi republik).
Selain itu muncul berbagai paham-paham yang turut mewarnai berkembangnya
Revolusi Perancis pada saat itu. Paham-paham tersebut diantaranya adalah paham
feodalisme, paham rasionalisme dan paham romantisme. Paham-paham itu muncul setelah
adanya gerakan renaissance dan humanisme yang menentang kekuasan kaum Gereja di
Eropa. Merupakan paham yang menganggap bahwa pikiran merupakan sumber segala
kebenaran, sehingga segala sesuatu yang tidak masuk akal dianggap tidak benar. Revolusi
Perancis adalah masa dalam sejarah Perancis antara tahun 1789 dan 1799 di mana golongan
demokrat dan pendukung republikanisme menjatuhkan monarki absolut di Perancis dan
memaksa Gereja Katolik Roma menjalani restrukturisasi yang radikal.
PENYEBARAN IDEOLOGI DI ERA NAPOLEONIC
Kekuasaan tunggal raja pada masa pemerintahannya berubah menjadi tirani yang
memberikan kelonggaran raja untuk bertindak sewenang-wenang. Kaum bangsawan dan
kaum agama tinggi memiliki hak istimewa sedangkan kaum agama rendah dan rakyat jelata
tidak memiliki hak. Dengan hak-hak istimewanya, selain bebas pajak kaum bangsawan pun
dapat menarik pajak dari rakyat. Napoleon Bonaparte sebagai tokoh utama yang berperan
penting di dalam masa Revolusi Perancis turut serta dalam menyebarkan ideologinya, yakni
perjuangannya melawan Negara Inggris yang ingin menguasai Perancis pada masa itu.
Selain itu, rakyat jelata berada di tangan kekuasaan pemimpin otoriter yang haus akan
kekuasaan pada masa itu.
Empat tahun kemudian Revolusi Perancis meledak dan dalam beberapa tahun
pemerintah baru Perancis terlibat perang dengan beberapa negara asing. Kesempatan
pertama Napoleon menampakkan kebolehannya adalah di tahun 1793, dalam pertempuran
di Toulon (Perancis merebut kembali kota itu dari tangan Inggris), tempat Napoleon
bertugas di kesatuan artileri. Pada saat itu dia sudah tidak lagi berpegang pada paham
nasionalis Corsicanya, melainkan sudah menganggap diri orang Perancis. Kesuksesan yang
diperolehnya di Toulon mengangkat dirinya jadi brigjen dan pada tahun 1796 dan dia
diberi beban tanggung jawab menjadi komando tentara Perancis di Italia. Di negeri itu,
antara tahun 1796-1797, Napoleon berhasil pula merebut serentetan kemenangan yang
membuatnya seorang pahlawan ketika kembali ke Perancis.
Salah satu hal yang menimbulkan perubahan terbesar melalui proses penyebaran
ideologi yang dilakukan oleh Napoleon pada masa itu adalah Napoleon memiliki pengaruh
yang sangat besar yang mampu menggerakkan segala sistem pemerintahan di Negara
Perancis melalui strateginya dalam berperang dan menjadi terkenal, sehingga disebut
„Code Napoleon‟ yang mencerminkan ide-ide Revolusi Perancis atau dapat diartikan pula
bahwa tidak akan ada lagi hak-hak istimewa yang berdasarkan kelahiran maupun asal-usul
serta setiap orang sama derajatnya di mata hukum. Pada akhirnya Code Napoleon tersebut
bukan hanya berlaku di Negara Perancis saja, melainkan dapat diterima di negara-negara
lainnya dengan perubahan-perubahan yang disesuaikan. Demikian lah sumbangan
pemikiran melalui perjalanan hidup Napoleon dalam memperjuangkan keadilan,
kesejahteraan rakyat jelata yang tertindas dan perjuangan dalam meletakkan status hukum
yang sebenarnya. Oleh sebab itu, Napoleon memiliki peranan yang sangat penting dalam
menyebarkan ide-ide revolusi hingga keseluruh benua Eropa.
Revolusi yang dilakukan oleh Napoleon perlu dipelajari dalam rangka untuk
mengalahkan Perancis karena revolusi tersebut telah ditempa oleh Prancis sendiri. Pesan
paksa yang terdaftar atas Prusia dimana reformis telah mendorong kearah perubahan yang
sia-sia dari atas ke bawah sementara negara tinggal keluar dari perang antara 1795 dan
1806. Sekarang, dalam keputus-asaan dan dipimpin oleh para menteri kerajaan, Baron
Stein dan Pangeran Hardenberg, pada September 1807 Hardenberg menulis kepada
rajanya:
"Revolusi Perancis, telah membawa orang-orang Perancis dengan semangat baru,
meskipun semua gejolak dan pertumpahan darah ... ltu adalah ilusi berpikir kita bisa
menahan Revolusi efektif dengan menempel lebih erat dengan orde lama, dengan prinsip-
prinsip baru tanpa belas kasihan. Inilah pemahaman tepat mengenai Revolusi dan
memfasilitasi perkembangannya. Kekuatan prinsip-prinsip ini adalah seperti, daya tarik
mereka dan difusi sangat universal, bahwa negara yang menolak untuk mengakui mereka
akan dihukum untuk menyerahkan atau binasa ... aturan Demokrat perilaku dalam
pemerintahan monarki, rumus tersebut, tampaknya bagi saya, yang akan memenuhi
sebagian sempurna dengan semangat zaman "
Saran ini mengambil bentuk praktis dalam dekrit kerajaan 9 Oktober 1807, dimana
Stein sebagai Kepala Menteri Prusia yang terutama bertanggung jawab, fasilitasi
kepemilikan properti, penggunaan gratis lahan, dan kondisi pribadi petani. Ini menyerang
pembagian kaku Prusia masyarakat menjadi perkebunan (Stande) dan berjanji mengakhiri,
hanya dalam waktu tiga tahun. Setelah itu dengan kewajiban feodal yang mengikat kaum
tani untuk tanah, maka selanjutnyayang hanya akan ada ialah orang-orang yang bebas.
Stein yang konservatif dijuluki Sprussian Jacobin, akan menyukai untuk
melangkah lebih jauh dengan membawa semua perkebunan bersama-sama dalam sebuah
majelis nasional. Untuk usahanya dia memancing amarah Napoleon, yang melihat
pemulihan Prusia sebagai tantangan ke Prancis. Tekanan Napoleon memaksa Raja
Frederick William untuk memberhentikan Stein, yang mengundurkan diri ke St
Petersburg di mana ia bergabung dengan coteric reformis ekspatriat dari seluruh Eropa
lebih berkomitmen untuk menggunakan model Perancis pembaharuan nasional untuk
membebaskan negara mereka sendiri. Sementara itu di Prusia komisi reformasi militer
melakukan perombakan sejajar tentara ke reformasi sipil. Setelah presiden Perancis, korps
perwira dibuat kurang eksklusif dan lebih profesional, dan reformis militer utama, Jenderal
Scharnhorst, mendesak kesatuan yang lebih intim: dengan keterkaitan nasional antara
kebijakan nasional secara keseluruhan dan perang penggajian tidak hilang pada reformis
Prusia, Carl von Clausewitz, yang berkomentar pada berat kolosal.
“Keseluruhan orang Perancis, tertekuk oleh fanatisme politik, yang runtuh pada
kami. Atau dalam kata-kata terkenal pepatahnya, perang hanyalah merupakan kelanjutan
dari hubungan politik, dengan penambahan sarana lainnya”.
Program reformasi Prusia bergerak menuju bangsa yang dibangkitkan oleh
kebencian populer tiran Perancis. Apa yang ditunggu adalah panggilan terompet untuk
semua Jerman terhadap musuh Galia tradisional. Perasaan Nasional orang-orang Jerman
dan tempat lain di kekaisaran Perancis, pertama kali dirangsang oleh kebijakan pendudukan
Konvensi dan Direktori, pasti akan tumbuh ketika dikenakan wewenang tinggi Napoleon,
pungutan konstan dan penjarahan kas seni. Nasionalisme di Perancis sendiri, yang tentu
saja bertentangan dengan impiannya dari Eropa yang terintegrasi memerintah dari Paris.
Penyusunan ulang peta Eropa mendorong kesadaran nasional di Italia, Jerman dan
Polandia. Kerajaan Italia, Konfederasi Rhine dan Kerajaan Warsawa melompat secara
murni dari kekuasaan politik yang sejatinya adalah diungkapkan dalam pelaksanaan patriot
lokal yang menentang Perancis aturan Johann Palm di Nuremberg dan Andreas Hofer di
Tyrol.
Pemberontakan serius pertama melawan Prancis sejak tahun 1799. Ketika pada
tahun 1808 Napoleon menyerbu Spanyol dan menggulingkan pemerintahan monarki,
sebuah koalisi konservatif utama dan patriot memulai perang gerilya yang terkutuk,
bersama-sama dengan tentara Inggris di Portugal, dikurung kekuatan Perancis yang cukup
besar di Semenanjung Iberia selama masa kekaisaran. Di Eropa Tengah dan Timur,
meskipun kekuatan ragu-ragu untuk mengeluarkan surat panggilan untuk melakukan
perlawanan. Pengadilan dan tokoh-tokoh, mengingat sansculottes Paris, takut rakyat yang
tak terkendali. Bahkan, mereka masih cenderung menganggap kaisar Perancis sendiri untuk
melindungi terhadap anarki revolusioner. Dalam kasus apapun, Napoleon Perancis tetap
terlalu kuat untuk menghadapi militer-sampai, yaitu kerusakan pada Perjanjian Tilsit atas
Sistem Kontinental menyebabkan invasi Napoleon ke Rusia pada tahun 1812.
Munculnya kembali Prancis Grande Armee dari Rusia pada 1813 disebabkan oleh
Koalisi Keempat. Hal ini juga berarti para pangeran akhirnya berjudi pada perang rakyat
terhadap „pembebasan‟. Lima tahun sebelumnya, Austria telah mencoba untuk
meningkatkan tentara warga negara tetapi tidak begitu berhasil dan sekarang Prusia
memimpin. Dengan serangkaian tindakan pada bulan Februari dan Maret Raja Frederick
William memutuskan dinas militer universal dan diaktifkan melalui proposal sejak 1806.
Catatan tentang pernyataan publik yang terkait dengan legalitarianisme dan identitas
Jerman.
Hal baru dari dekorasi militer yaitu palang besi yang dipukul secara eksplisit. Janji
Pemberontakan Stein dari volk mendorong Tsar Alexander 1 untuk melanjutkan
pengejaran pasukan Napoleon melampaui batas Rusia. Kaisar Rusia dipengaruhi, mengaku
kesetiaannya kepada hak turun-temurun dan yang tidak dapat dipisahkan dari negara-negara
bebas, ternyata lebih bersemangat daripada raja Prusia untuk mengeksploitasi kebencian
dan patriotik melawan Napoleon. Jadi proklamasi kepada orang-orang Jerman dan
pangeran diterbitkan bersama-sama atas nama Alexander dan Frederick Williams Penulis
Jerman yang tersapu dalam fermentasi ideologi nasionalis sejak Zaman Pencerahan spesies
nasionalisme budaya Jerman, didasarkan pada studi bahasa, bersembunyi berkembang. Tapi
peristiwa 1806-1813 digunakan untuk memadukan sentimen budaya dan politik.
Ernst Moritz Arndt menganjurkan, rasional dan demokratis bersatu dalam mode
yang lebih dapat mengendalikan volk dari semua elemen asing. Johann Gottlieb Fichte
mencirikan intelektual dipolitisasi oleh perjuangan melawan Napoleon. Pada bulan
Februari 1813, dia secara dramatis menghentikan kuliahnya di Universitas Berlin baru dan
mendesak pendengar muda untuk mendaftar dalam kampanye untuk pembebasan.
Komunitas seni tidak tertinggal. Carl Maria von Weber, mengutip hanya satu contoh,
mulai untuk membebaskan musik Jerman dari pengaruh asing. Pada tingkat yang lebih
populer masyarakat Jerman pada tahun 1813-1814 menjadi sasaran rentetan pertemuan
simbolisme nasionalistik dan upacara dihiasi dengan lambang Teutonik dimana para peserta
berpakaian kostum rakyat, dan publikasi dan pembacaan cerita, puisi dan lagu tentang
kebesaran Jerman.
Semua ini tidak ada kaitannya dengan kejatuhan sebenarnya Napoleon, yang
menghancurkan kekalahan di Leipzig pada tanggal 18 Oktober yang ditimbulkan oleh
tentara reguler. Bahkan setelah Leipzig tidak ada pemberontakan massa Jerman, kecuali
dalam tyrol dan tidak ada perang gerilya seperti di Spanyol. Beberapa bentrokan seperti itu
terjadi antara tentara Perancis dan pasukan populer Jerman yang kemudian telah berubah
menjadi eksploitasi oleh kaum intelektual dan seniman populer. Penyair Theodor Korner
misalnya, tewas dalam melayani korps bebas dari non-Prusia patriot Jerman di bawah
komando seorang perwira muda, Baron Lutzow, rhapsodies puitis penghasil menyebar
ketenaran Rifles Hitam Lutzow. Dari euforia waktu tumbuh legenda: perang kemerdekaan
telah dimenangkan oleh rakyat Jerman terinspirasi untuk perbuatan heroik oleh Patri mulia.
Revolusioner Perancis dan Perang Napoleon mewariskan warisan ideologi yang tak
terpadamkan kepada dunia. Di tempat pertama, frase politik berasal dari Majelis Nasional
Perancis di tahun 1789, di mana mereka mendukung hak prerogatif kerajaan mengadopsi
kebiasaan berdiri di sebelah kanan lorong. Suatu perubahan revolusioner yang
menguntungkan di sebelah kiri. Untuk setidaknya satu abad setelah terminologi kiri dan
kanan secara khusus dikonotasikan posisi pro atau kontra. Ideologi rights-of-man, yang
telah mendorong Perancis dalam perang pada tahun 1792, berdiri sebagai perwakilan
pemerintahan, persamaan dihadapan hukum dan hak-hak sipil klasik seperti; kebebasan-
kebebasan berpikir dan berbicara, berkumpul dan berorganisasi, dan kebebasan lainnya.
Pada akhir zaman Napoleon ini sekelompok golongan sayap kiri membentuk ajaran
liberalisme. Liberalisme merupakan sebuah istilah yang diambil dari politik Spanyol waktu
itu yang menjadi doktrin pada abad ke-19 untuk kemajuan hak-hak manusia.
Sebuah ideologi yang muncul pada tahap kedua dan dalam jangka waktu yang
panjang muncul dari era revolusioner adalah kultus baru nasionalisme, yang telah
beroperasi baik bagi dan melawan kepentingan Perancis. Tapi akan salah untuk membuat
persamaan yang tepat antara nasionalisme yang dijiwai upaya perang Perancis dengan
perang kemerdekaan pada tahun 1813-1814. Antusiasme penyambutan Napoleon Perancis
sekembalinya dari pengasingan di Elba menyiratkan bahwa lebih dari dua puluh tahun
kemuliaan militer telah tumbuh adiktif dan nasionalisme yang telah berakar luas di
masyarakat Prancis. Sebaliknya, perang di Rhine adalah berbunga singkat, dan
nasionalisme radikal imitatif itu seperti disulap bukan oleh kaum revolusioner, tetapi oleh
raja dan menteri mereka yang masih terputus dari massa rakyat mereka, bangsa dan negara
tetap terpisah. Apakah para penguasa di Eropa Tengah dan Timur setelah penggulingan
Napoleon akan memiliki wajah nasionalisme yang populer atau menghormati jani
liberalisme yang dibuat dalam panasnya perang harus diragukan.
Sebelum 1789 muncul ideologi konservatif. Rezim lama yang berada di bawah
ancaman tidak membutuhkan pembenaran diri. Akibatnya, para emigran dan lain-lain yang
memulai perjuangan melawan Revolusi Perancis adalah reaksioner dalam arti harfiah
mereka bereaksi terhadap peristiwa ketika mereka muncul. Namun penyebaran tegas hak
manusia bersamaan dengan nasionalisme yang mendambakan pembalasan. Konservatisme
yang dirumuskan dalam generasi setelah 1789 tidak menolak perubahan melainkan
diperlukan dalam batas-batas tradisional. Butuh isyarat dari kritik Burke terhadap
pengalaman revolusi dan penghancuran besar-besaran dimana terdapat lembaga yang telah
lama berdiri, lebih positif dari advokasi masyarakat. Gentz yang ide-idenya muncul
terutama diterjemahkan olehi Kant dan Burke kedalam karya-karya terakhir di Jerman.
Pada tahun 1815 sebuah ideologi ketiga adalah di tempat bersama dua lainnya. Selama lima
puluh tahun ke depan dan hubungan internasional yang lebih akan merespon interaksi
segitiga antara liberalisme, konservatisme dan nasionalisme.
KONSERVATIF, LIBERAL DAN IDEOLOGI NASIONAL
Restorasi pada tahun 1815 adalah upaya untuk kembali ke status quo ante 1789-
1701 sebagai gambaran pra-revolusioner dimana masyarakat yang diidealkan dalam
retrospeksi. Secara khusus kembali ke pemerintahan dinasti dan diplomasi kosmopolitan
aristokrat itu dimaksudkan untuk mengusir nafsu ideologi yang akhir-akhir ini menyerang
hubungan internasional. Namun, terlepas dari keengganan mereka untuk konstruksi
ideologis, pihak sekutu yang menang tidak bisa sepenuhnya lepas dari semangat zaman
baru yang lahir dari revolusi. Seorang diplomat aristokrat Perancis kontemporer
menyatakan bahwa:
“Transaksi saat ini tertunda oleh rintangan yang sebelumnya. Kemarin itu hanya
masalah kepentingan material dari peningkatan wilayah atau perdagangan; sekarang satu
berhubungan dengan kepentingan moral”.
Hal itu dipandang perlu bagi prinsip-prinsip otoritas untuk menopang tatanan.
Untuk menjawab ideologi Jacobinisme itu semua-tujuan yang menunjukkan campuran
revolusi kerakyatan dan nasionalisme yang telah menjerumuskan Eropa ke dalam lebih dari
dua dekade perang. Karena itu, para arsitek restorasi mengumumkan keterikatan mereka
dengan konsep kembar legitimasi dan konser dari Eropa. Anti-Jacobins serta Jacobin kini
bermain permainan ideologi pembenaran diri bahwa doktrin legitimasi bukanlah tubuh
yang koheren dengan pemikiran. Pada diakui bahwa satu-satunya pemerintah yang sah
adalah mereka didasarkan pada tradisi terbukti dari waktu ke waktu dan untuk beberapa
penulis Katolik dikuduskan oleh gereja. Dalam penghormatan untuk masa lalu itu diikuti
teori konservatif Burkean dalam prakteknya tersirat kembalinya para pangeran digulingkan
oleh pergolakan revolusioner. Tapi legitimasi bukan hanya cara untuk membentuk keadaan
internal, tetapi juga memiliki konsekuensi bagi hubungan antar negara. Legitimasi menang
untuk penerimaan pemerintah, bukan hanya dengan sendiri.