BAB I
PENDAHULUAN
Kelumpuhan Saraf Okulomotor, yang juga dikenal dengan kelumpuhan nervus ke tiga,
adalah kondisi medis yang ditandai dengan lunglainya kelopak mata dan penglihatan ganda. Hal
ini terjadi akibat kerusakan atau tekanan pada saraf dan memiliki kemungkinan penyebab yang
bervariasi, seperti infeksi, tumor atau trauma. Pada review akhir-akhir ini, lebih dari 400 kasus
pasien dengan kelumpuhan motilitas ocular, nervus cranial III menduduki posisi kedua dari
frekuensi keterlibatan enam saraf kranial yang ada.
Kemungkinan gejala lain yang dapat timbul termasuk pelebaran pupil atau nyeri kepala.
Prognosis dan komplikasi akan tergantung dari penyebab yang menyebabkan kondisi ini dan
respon terhadap pengobatan. Sebagai contoh, apabila kondisi ini disebabkan oleh infeksi,
menangani infeksi akan secara umum memperbaiki gejala-gejala. Pada beberapa kasus, kelopak
mata yang lunglai dan penglihatan buram akan menetap meskipun telah ditangani. Akan tetapi,
akibat seperti tadi dapat dicegah dengan diagnosis dan penanganan dini oleh seorang dokter.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Nervus Oculomotorius (III)
Nervus oculomotorius meninggalkan batang otak di antara pedunculi cerebri dan berjalan
dekat dengan arteri communicans posterior circulus Willis. Lateral terhadap kelenjar hipofisis,
saraf ini cukup dekat dengan tractus opticus, dan di sini menembus dura untuk berjalan di
dinding lateral sinus cavernosus. Saat meninggalkan sinus cavernosus, ia membelah menjadi
cabang superior dan inferior. Cabang inferior memasuki annulus Zinn di sebelah pada titik
tertingginya dan bersebelahan dengan nervus trochlearis. Cabang inferior memasuki annulus
Zinn di sebelah bawah dan berjalan di bawah nervus opticus untuk mempersarafi musculus
rectus medialis dan inferior. Sebuah cabang besar dari cabang inferior tersebut menjulur ke
depan untuk mempersarafi obliquus inferior. Sebuah cabang kecil dari ujung proksimal saraf
obliquus inferior membawa serat-serat parasimpatis ke ganglion ciliare.3
Gambar 1. Otot-otot dan saraf mata dextra dilihat dari sisi lateral.4
Ramus superior et inferior nervus oculomotor memasuki orbit melalui bagian bawah
fisura orbital superior. N. oculomotorius mempersarafi m. rektus superior, kemudian
menembusnya, dan mempersarafi m. levator palpebral superior. Ramus inferior n. oculomotor
mempersarafi m. rektus inferior, rektus medial, dan otot oblik inferior.4
Fungsi dari setiap otot ekstrinsik mata berbeda-beda. M. oblik inferior bekerja untuk
elevasi, abduksi dan rotasi lateral mata. M. rectus medialis berfungsi untuk adduksi mata. M.
rectus inferior bekerja untuk depresi, adduksi, dan rotasi lateral mata. Sedangkan m. rectus
superior bekerja untuk elevasi, adduksi, dan rotasi medial mata.3,4,5,6,7
Gambar 2. Aksi otot-otot bola mata. A. Aksi masing-masing otot (anatomical action). B.
pergerakan mata saat di uji otot yang spesifik (clinically testing).7
II. Gangguan Nervus Oculomotorius
Sebuah kelumpuhan saraf ketiga mungkin merupakan tanda pertama dari aneurisma
posterior arteri. Sayangnya, hal itu juga mungkin merupakan tanda terakhir sebelum aneurisma
pecah menyebabkan perdarahan subarachnoid dan sering kematian. Diagnosis mungkin sulit:
kelumpuhan sebagian dapat menstimulasikan sejumlah kondisi lain. Tanda-tanda klasik nyeri,
melibatkan pupil, lesi progresif dengan penyakit yang kompresif (misalnya suatu aneurisma yang
meluas). Bagaimanapun, perbedaan antara kompresif dan iskemik dari kelumpuhan saraf ketiga
tidak dapat dilakukan dari pemeriksaan klinik saja.
Klasifikasi
Lokalisasi yang akurat sangat membantu diagnosis. Dapat mengidentifikasi:
Komplit atau parsial (termasuk regenerasi yang menyimpang)
Pupil sparing atau pupil involving
Fasikular nuklear, atau perifer (kelumpuhan saraf)
Terisolasi atau kompleks (cacat neurologis lainnya)
Etiologi
Kelainannya dapat terjadi pada setiap tempat dari korteks serebri sampai ke otot. Macam
kelainan dapat eksudat, perdarahan, periostitis, trauma, perubahan pembuluh darah yang
menyebabkan penekanan atau peradangan pada saraf. Jarang-jarang disebabkan peradangan atau
degenerasi primer. Pada umumnya disebabkan oleh lues yang dapat menyebabkan tabes,
ensefalitis. Infeksi akut (difteri, influenza), keracunan (alkohol), diabetes melitusm penyakit-
penyakit sinus, trauma, sebagai penyebab lainnya. Terjadinya bisa tiba-tiba ataupun perlahan
lahan, tetapi perjalanan penyakitnya selalu menahun. Kekambuhan sering terjadi. Kalau telah
terjadi lama, prognosis tidak menguntungkan lagi, karena kemungkinan terjadinya atrofi dari
otot-otot yang lumpuh dan kontraksi dari otot lawannya,.
Kelumpuhan N.III sering tidak sempurna, hanya mengenai 2-3 otot saja. Dapat disertai
dengan kelumpuhan dari otot-otot lain. Bila terdapat kelumpuhan dari semua otot-otot, termasuk
otot diiris dan badan siliar, disebut oftalmoplegia totalis. Kalau hanya terdapat kelumpuhan dari
otot-otot mata luar, disebut oftalmoplegia eksterna, yang ini lebih sering terjadi. Kelumpuhan
yang terbatas pada m.sfingter pupil dan badan siliar, disebut oftalmoplegia interna. Hal ini sering
dijumpai misalnya pada :
1. Pemakaian midriatika, sikoplegia, waktu mengadakan pemeriksaan fundus atau refraksi
2. Kontusio bulbi
3. Akibat lues, difteri, diabetes, dan penyakit serebral
a. Manifestasi ocular
Kelumpuhan saraf ketiga bisa kongenital atau diperoleh, masing-masing dapat
mempengaruhi satu atau lebih otot, atau seluruhnya. Kemungkinan penyebabnya, manifestasi,
faktor-faktor yang berperan, dan pengobatan yang bervariasi sesuai dengan jenis palsy.
Kelumpuhan yang berulang juga telah dilaporkan.
Di antara kondisi yang mempengaruhi motilitas okular, regenerasi menyimpang adalah
fenomena khas kelumpuhan saraf ketiga, maka terjadilah oculomotor synkinesis. Setelah trauma
atau hal lain yang mengancam fungsi, akson ekstramedullaris dapat sembuh atau beregenerasi
namun tidak sesuai dengan lokasi asalnya. Oleh karena itu, potensial aksi yang mengakibatkan
adduksi sebelum cedera dapat dihasilkan, daripada atau disertai dengan adduksi, depresi, retraksi
dari kontraksi otot rektus simultan vertikal, elevasi keseluruhan, elevasi kelopak mata, atau
konstriksi pupil. Dua manifestasi yang paling umum adalah elevasi kelopak mata (pseudo-Graefe
sign) dan konstriksi pupil, yang masing-masing terjadi pada adduksi, melihat ke bawah, atau
keduanya.
Gambaran Klinis
Sakit kepala / nyeri
Sakit kepala berat ('rasa sakit terburuk dalam hidup saya', 'seperti seseorang menendang
bagian belakang kepala') dalam konteks ini harus diasumsikan terjadi karena perdarahan
subarachnoid sampai terbukti hal lainnya, nyeri klasik terkait dengan lesi kompresif tetapi
mungkin juga terjadi pada iskemia.
Komplit
Diplopia (horizontal dan kerap vertikal)
Ptosis komplit, abduksi mata, dan biasanya tertekan.
Parsial
Salah satu keadaan di atas dari keterlibatan dekat-lengkap sampai paresis otot tunggal
(jarang),
Regenerasi menyimpang biasanya dikaitkan dengan lama lesi kompresif.
Keterlibatan pupil
Juga midriasis (tidak ada cahaya atau respon dekat) dan kesulitan fokus.
Nuklear, fasikular, atau perifer (kelumpuhan saraf)
Pola-pola tertentu dari gangguan nervus III yang terbatas (kotak 16.5 dan tabel 16.18)
Terisolasi atau kompleks
Periksa keterlibatan semua saraf kranial lainnya termasuk nervus II (khususnya fields,
discs), nervus VI (abduksi), nervus IV (intorsi), cerebelum, dan sistem saraf perifer. Tanda-tanda
neurologis lain mungkin lokal (misalnya lesi kompresif) atau misalnya demielinasi.
CONGENITAL THIRD NERVE PALSY
Lumpuh kongenital saraf ketiga (umumnya idiopatik dan cukup langka) dilaporkan
sebagian besarnya hanya terdiri dari beberapa kasus, dengan rentang beberapa dekade dan
berasal dari lembaga-lembaga besar. Anak-anak yang terkena paling sering unilatera dan tidak
diserati kelainan neurologis lainnya. Beberapa waktu terakhir telah dilaporkan sebuah kasus,
namun diperkirakan terjadi bersamaan dengan cedera daripada penyebab. Kasus ini tidak dapat
dianggap sebagai trauma kelahiran pada seluruh kasus.
Deviasi yang diukur berdasarkan seberapa besar aksi dari muskulus yang terkena.
Keterlibatan pupil dalam kelumpuhan kongential dapat merupakan hasil baik dari manifestasi
utama lumpuh (pupil yang melebar akrena defisiensi inervasi sfingter) atau regenerasi yang
menyimpang (konstriksi pupil dengan adduksi atau depresi). Ketika ptosis tidak ditemukan atau
tidak lengkap, untuk mengoptimalkan pengelihatan binocular, anak-anak yang terkena dapat
menyesuaikan postur kepala yang abnormal (tortikolis) yang terdiri dari dagu elevasi atau giliran
wajah kontralateral untuk menetralisir hypotropia, ptosis, atau eksotropia . Sebagian besar anak-
anak tersebut kehilangan fungsi binocular karena ptosis atau eksotropia konstan selain
amblyopia.
Evaluasi neurologis pada anak-anak yang terkena merupakan pemeriksaan yang
dilakukan karena beberapa alasan. Setiap yang berkaitan dengan neuropatologi (nonkausatif),
disinggung sebelumnya, harus dicari. Selain itu, patologi sistem saraf pusat yang signifikan yang
mungkin penyebab palsy , namun jarang , harus dikesampingkan.
KELUMPUHAN N. III DIDAPAT
Kelumpuhan nervus tiga yang didapat, meskipun lebih umum daripada kelainan
kongenital lainnya, namun masih tidak biasa, sehingga setiap data kejadian yang tidak tepat.
Jarang terjadi bilateral. Kemungkinan penyebab tergantung usia .
Kelumpuhan nervus oculomotor didapat serupa dengan palsy kongenital. Eksotropia,
hipotropia, dan ptosis bermanifestasi sesuai dengan keterlibatan dari divisi masing-masing atau
subnukleus. Selain itu, dari pengelihatan orang dewasa melaporkan diplopia dan visual confusion
kecuali mereka juga memiliki ptosis yang signifikan. Tortikolis (wajah kontralateral turun atau
chin-up posture) juga ditemukan jika postur mengkompensasi diplopia tersebut .
Pasien yang memiliki kelumpuhan saraf ketiga membutuhkan evaluasi neurologis
selanjutnya selama kelumpuhan sering memiliki tanda yang tidak menyenangkan, terutama pada
pasien yang lebih muda, meskipun beberapa pengecualian terjadi.
Pareses terisolasi otot individu diinervasi oleh salah satu cabang saraf ketiga telah
menggambarkan dan umumnya tidak sesuai dengan lokasi neuroanatomik. Hal ini hampir tidak
pernah mengindikasikan keadaan patologis yang serius di suatu tempat, dan manifestasinya
tergantung berdasarkan otot yang terkena. Sindrom Brown juga harus dipertimbangkan pada
pasien dengan palsy m. oblik inferior terisolasi yang nyata; tes tiga langkah dan pengujian forced
duction biasanya dapat membedakan antara dua kondisi ini. Pada pasien yang memiliki penyakit
kraniofasial, pareses terisolasi mungkin karena tidak adanya sebuah muskulus rectus atau oblik
secara kongenital.
Pemeriksaan
Pupil-involving atau kelumpuhan parsial nervus III (sering tertekan); neuroimaging
darurat (MRI dengan MRA atau resolusi tinggi CTA). Jika normal dilakukan penyelidikan lebih
lanjut seperti LP (CSF untuk oligoclonal, glukosa, protein, xanthochromia, MC & S, sitologi).
Pupil-sparing kelumpuhan nervus III komplit (biasanya iskemik); menilai faktor risiko
vaskular (aterosklerosis atau arteritis, BP, lipid, ESR, CRP, FBC) dan memantau secara ketat
untuk minggu pertama (misalnya setiap 2 hari) untuk memastikan tidak ada keterlibatan pupil
yang meluas. Kemungkinan penyebab iskemik meningkat jika usia> 40 tahun, vasculopat
diketahui, onset akut, non-progresif, dan tidak ada kelainan neurologis lainnya. Jika tidak ada
pemulihan pada 3 bulan kemudian dilakukan penyelidikan lebih lanjut (termasuk MRI). Pantau
dalam hubungannya dengan orthoptists (termasuk Hess / kurang grafik dan bidang BSV).
Penatalaksanaan
NON-OPERATIF
Kemungkinan perbaikan dapat mencapai hingga 3 tahun pada beberapa pasien. Pada
anak-anak dengan visual immatur, perhatian harus diberikan pada perkembangan visual
monokuler dan binokuler selama periode ini. Amblyopia dapat berkembang dengan cepat dari
eksotropia-hipotropia konstan atau oklusi kelopak mata. Ketika deviasi horizontal atau vertikal
kecil, prisma mungkin bermanfaat untuk menjaga perkembangan binocular.
Pada visual orang dewasa tanpa ptosis lengkap, diplopia dapat diatasi dengan oklusi
selama periode pengamatan. Bahkan oklusi komplit, dilakukan dengan menerapkan translusen ke
lensa kacamata, mungkin cukup.
Pada anak-anak dengan visual immatur, selain penggunaan sementara selama fase
pemulihan untuk pengembangan binokular, prisma dapat menjadi solusi permanen ketika deviasi
residualnya kecil. Meskipun prisma bekerja baik untuk memperbaiki penyimpangan deviasi yang
kecil, keberhasilan dalam strabismus inkomitan mungkin terjadi jika besarnya prisma itu dipilih
agar sesuai dengan posisi utama fungsional.
Terapi toksin botulinum dapat menjadi tambahan yang berguna untuk pengobatan pada
fase akut. Menyuntikkan antagonis otot, baik dengan visualisasi bedah langsung atau
transkonjungtiva di bawah kendali elektromiografi, dapat mencegah kontraktur permanen, yang
tidak akan mengganggu pemulihan atau mempersulit perawatan bedah berikutnya, atau
keduanya.
OPERATIF
Tindakan operatif seharusnya dilakukan jika ada sedikit harapan untuk perbaikan. Ketika
fungsi m. rectus medialis mucul, sebuah prosedur resses-resect yang luas dapat menghasilkan
hasil yang dapat diterima untuk deviasi horizontal; hal ini telah dianjurkan pada beberapa pasien
dengan paralisis komplit bila dikombinasikan dengan jahitan traksi. Pada umumnya, pada palsy
komplit atau ketika m. rectus medialis tidak dapat berfungsi, dibutuhkan beberapa metode lain
yang memaksa adduksi untuk melumpuhkan fungsi m. rectus lateralis; selanjutnya dibutuhkan
resesi setidaknya 16 mm dari insersi asalnya. Hal ini dapat dipenuhi dengan melakukan
transposisi insersi tendon oblik superior ke posisi yang berdekatan dengan insersi rectus
medialis, baik dengan atau tanpa menghilangkannya dari trochlea. Reseksi keseluruhan otot-otot
yang tidak berfungsi memiliki sedikit efek jangka panjang seperti tidak berfungsinya otot
stretches seiring waktu.
Meskipun dianjurkan digunakan secara rutin pada seluruh operasi pasien strabismus,
indikasi penjahitan lebih besar pada operasi pasien strabismus paralisis. Variabilitas yang besar
pada derajat kelemahan otot yang terkena membuat tingkatan resesi dan reseksi sedikit kurang
diyakini pada kelumpuhan nervus tiga, empat, dan enam. Hal ini menganjurkan potensi yang
lebih besar dari peran teknik penjahitan yang susai.
Ptosis yang menyertai pada umumnya timbul setelah pengelihatan dioptimalkan. Jika
sebaliknya terjadi, menaikkan kelopak mata yang hiptropik tidak dapat menggunakan fenomena
Bell untuk memproteksi kornea dapat menimbulkan keratitis. Namun, cara ini harus disertai
dengan pengelihatan immature pada anak untuk mencegah atau memperberat amblyopia.
Dengan kelumpuhan otot terisolasi, prognosisnya jauh lebih baik karena hanya satu otot
yang terkena, menghasilkan deviasi hanya pada satu arah dan tanpa keterlibatan kelopak mata.
Seperti parese yang secara umum diatasi dengan melemahkan otot antagonis desertai reseksi otot
yang terkena, menghadirkan fungsi otot yang masih ada. Pada parese m. oblik inferior terisolasi,
melemahkan m. oblik superior (antagonisnya) harus dilakukan dengan berhati-hati karena dapat
menimbulkan efek torsi ocular. Pada beberapa kasus, melemahkan m. rectus vertical juga efektif.
Bilamana lebih dari satu m. rectus pada satu mata dioperasi, anterior segment ischemia
(ASI) merupakan komplikasi yang mungkin terjadi.