BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Suatu terapi yang berfokus untuk memodifikasi atau mengubah perilaku.
Seperangkat perilaku atau respon yang dilakukan dalam suatu lingkungan dan
menghasilkan konsekuensi-konsekuensi tertentu. Terapi perilaku berusaha
menghilangkan masalah perilaku khusus secepat-cepatnya dengan
mengawasi perilaku belajar si pasien. Operan conditioning adalah modifikasi
perilaku yang dipertajam atau ditingkatkan frekuensi terjadinya melalui
pemberian reinfo rcement. Lingkungan sosial digunakan untuk membantu
seseorang dalam meningkatkan kontrol terhadap perilaku yg berlebihan atau
berkurang .
1.2 Rumusan masalah Berdasarkan latar belakang diatas bagaimana tinjauan pustaka dan
asuhan keperawatan pada pasien dengan melakukan terapi perilaku ?
1.3 Tujuan1.3.1 Tujuan umum
Setelah membaca makalah ini di harapkan semua penbaca
mengetahui dan memahami materi keperawatan jiwa mengenai terapi
perilaku
1.3.2 Tujuan KhususSetelah membaca makalah ini diharapkan pembaca mampu memahami :
1. Definisi terapi perilaku
2. tujuan di lakukan terapi perilaku .
3. kritikan terapi perilaku
4. janis – jenis terapi perilaku
5. gambaran terapi perilaku .
6. indikasi terapi perilaku .
7. prinsip-prinsip terapi perilaku
1
8. aplikasi teoritis terapi perilaku
9. fungsi dan peran terapis
10. hubungan antara terapis dan klien
11. aplikasi teoritis terapi perilaku
12. penyusunan jadwal reinforcement
13. perubahan penerapan terapi perilaku
14. prinsip penggunaan pendekatan CBT
15. pengajaran ABC
1.3.3 Tujuan Kelompok
Untuk menambah wawasan dan pengetahuan bagi mahasiswa
khususnya mahasiswa keperawatan tentang terapi perilaku
1.4. Manfaat
1.1.1 BagiMahasiswa
Sebagai bahan materi pembelajaran mahasiswa khususnya
dalam format asuhan keperawatan jiwa 2 tentang terapi perilaku
1.1.2 BagiInstitusiPendidikan
Pembuatan kasus pembelajara mahasiswa dapat memacu
inovasi dan daya piker kritis mahasiswa dalam memecahkan masalah
keperawatan asuhan keperawatan jiwa 2.
2
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 DEFINISI
Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang
lebih menangani gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan,
mengurusi perkembangan sebelumnya. Terapi ini didasarkan pada teori
pembelajaran perilaku, yang selanjutnya didasarkan pada classical dan
operant conditioning. Penilaian objektif berkelanjutan mengenai kemajuan
pasien dibuat.
dalah penerapan aneka ragam teknik dan prosedur yang berakar
pada berbagai teori tentang belajar. Terpi ini menyertakan penerapan
yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada pengubahan tingkah laku kea
rah cara-cara yang lebih adaptif.
tingkah laku / prilaku adalah pendekatan penerapan aneka ragam
teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori tentang
belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam
penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini,
bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada
perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan
secara operasional, diamati dan diukur.
Istilah terapi prilaku dan konseling behavioristik berasal dari
bahasa Inggris Behavior Counseling yang untuk pertama kali digunakan
oleh Jhon D.Krumboln (1964). Krumboln adalah promotor utama dalam
menerapkan pendekatan behavioristik terhadap konseling, meskipun dia
melanjutkan aliran yang sudah dimulai sejak tahun 1950, sebagai reaksi
terhadap corak konseling yang memandang hubungan antar pribadi,
antara konselor dan konseling sebagai komponen yang mutlak diperlukan
3
dan sekaligus cukup untuk memberikan bantuan psikologis kepada
seseorang.
Menurut Marquis, terapi perilaku adalah suatu teknik yang
menerapkan informasi-informasi ilmiah guna menemukan pemecahan
masalah manusia. Jadi tingkah laku berfokus pada bagaimana orang-
orang belajar dan kondisi-kondisi apa saja yang menentukan tingkah laku
mereka.
Secara umum terapi perilaku adalah pendekatan penerapan
aneka ragam teknik dan prosedur yang berlandaskan pada berbagai teori
tentang belajar dalam usaha melakukan pengubahan tingkah laku. Dalam
penyelesaian masalah, kondisi masalah harus dispesifikkan. Saat ini,
bentuk pendekatan ini banyak di gunakan karena penekanannya pada
perubahan tingkah laku dimana tingkah laku tersebut bisa didefinisikan
secara operasional, diamati dan diukur.
2.2 Tujuan Terapi perilaku
Menurut Handojo ada beberapa tujuan terapi yang perlu ditetapkan dan
diingat sebagai berikut:
1. komunikasi dua arah yang aktif
Mereka dapat melakukan percakapan pararel, dapat melontarkan
hal-hal yang lucu. Tujuan ini harus selalu diingat, sehingga kecakapan
anak dapat terus ditingkatkan sampai seperti atau mendekati kemampuan
orang yang normal.
2. sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum
Setelah anak mampu berkomunikasi, lakukan hal-hal yang
menambah generalisasi. Generalisasi menyangkut subjek atau orang lain,
intruksi, objek, respon anak dan lingkungan yang berbeda-beda.
3. menghilangkan atau meminimalkan perilaku yang tidak wajar. Perilaku
yang aneh perlu segera dihilangkan sebelum usia 5 tahun, agar tidak
mengganggu kehidupan sosial anak setelah dewasa. Banyak orang tua
yang lebih memprioritaskan hal-hal yang akademik, tetapi lalai dalam
menangani perilaku yang tidak wajar.
4. mengajarkan materi akademik
4
Kemampuan akademik sangat bergantung pada intelegensia atau
IQ anak. Apabila IQ anak memang tidak termasuk yang di bawah normal,
maka kemampuan akademiknya juga pasti tidak sulit untuk
dikembangkan. Ini adalah kemampuan yang juga diperlukan bagi setiap
individu, agar dalam hal-hal yang pribadi, mampu dikerjakan sendiri tanpa
dibantu orang lain. Makan, minum, memasang dan melepas pakaian dan
sebagainya.
Di samping itu pada anak yang lebih besar dapat diajarkan
keterampilan lain seperti berenang, melukis, memasak, olag raga dan
sebagainya. Keterampilan ini akan sangat bermanfaat, selain sebagai
latihan motorik, juga untuk memupuk bakat anak, dan dapat mengisi
seluruh waktu anak.
Sedangkan tujuan dari terapi tingkah laku menurut Supriadi
adalah menciptakan proses baru bagi proses belajar, karena segenap
tingkah laku adalah dipelajari. Ada beberapa kesalahpahaman tentang
tujuan terapi tingkah laku, antara lain :
1. Bahwa tujuan terapi semata-mata menghilangkan gejala suatu
gangguan tingkah laku dan setelah gejala itu terhapus, gejala baru
akan muncul karena penyebabnya tidak ditangani.
2. Tujuan klien ditentukan dan dipaksanakan oleh terapi tingkah laku.
Tujuan Terapi Perilaku Secara Umum Tujuan umum yaitu menciptakan kondisi baru untuk belajar.
Dengan asumsi bahwa pembelajaran dapat memperbaiki masalah
perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif
klien dalam menentukan tentang pengobatan mereka.
( Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: Gunung
Mulia)
2.3 Kritikan untuk terapi perilaku
Terapi perilaku tidak menangani penyebab-penyebab, tetapi lebih
manangani ke gejala-gejala Terapi perilaku tidak diterapkan pada orang
yang taraf berfungsinya relatif tinggi tingkah laku bisa diterapkan hanya
5
pada kecemasan-kecemasan yang spesifik, fobia-fobia dan masalah-
masalah yang terbatas Modifikasi tingkah laku tidak berfungsi Modifikasi
tingkah laku bekerja “terlalu baik”.
1. Terapi perilaku bisa mengubah tingkah laku, tetapi tidak mengubah
perasaan-perasaa
2. Terapi perilaku laku mengabaikan pentingnya hubungan terapis klien
dalam terapis
3. Terapi perilaku tidak memberikan insight. Karena seringnya,
4. Terapi perilaku fokus pada masa lalu klien sehingga seringnya
5. terapis tidak membahasnya meskipun sebenarnya terapis mengetahui
masalah tersebut.
2.4 JENIS – JENIS TERAPI PERILAKU
Terdapat beberapa jenis terapi perilaku yang banyak digunakan orang,
yaitu relaksasi, desensitisasi sistematis, pembiasaan operan, modeling,
pelatihan asersi, pelatihan aversif, dan biofeedback.
1. RelaksasiAda yang berpendapat bahwa relaksasi adalah bukan termasuk
terapi perilaku yang spesifik, karena dalam terapi, latihan relaksasi ini
sering pula digunakan sebagai pengantar. Alasannya sangat jelas, yakni
kalau melakukan kegiatan macam apapun, seandainya dilakukan dalam
kondisi dan situasi yang relaks, maka hasil dan prosesnya akan optimal.
Namun, karena menyangkut metode yang sama dengan terapi perilaku,
ialah berupa pengaturan terutama gerakan motorik, maka akan lebih
tepat untuk menempatkan dalam kelompok Terapi Perilaku.
Tujuannya sudah jelas, bahwa relaksasi merupakan upaya untuk
mengendurkan ketegangan, pertama-tama jasmaniah yang pada akhirnya
mengakibatkan mengendurnya ketegangan jiwa. Caranya dapat bersifat
respiratoris, yaitu dengan mengatur aktivitas bernafas, atau bersifat otot.
Pelatihan relaksasi pernafasan, dilakukan dengan mengatur mekanisme
pernafasan, ialah tempo/irama dan intensitas yang lebih lambat dan
dalam. Ketentuan dalam bernafas, khususnya dengan irama yang tepat,
akan menyebabkan otot makin lentur dan dapat menerima situasi yang
merangsang luapan emosi tanpa membuatnya kaku.
6
Sangat biasa, dan itulah yang banyak dilakukan orang, yakni
dalam bentuk penggabungan relaksasi pernafasan dan otot. Caranya
adalah dengan mengatur nafas yang kemudian ditambah dan
dikombinasikan dengan pengaturan gerakan otot. Jadi :
1. Pertama – tama mengatur irama dan kedalaman pernafasan sampai
pada taraf yang paling membuat pasien merasa nyaman.
2. Kemudian otot – otot dilatih menegang dan melemas.
Kebanyakan pelatih relaksasi, memulai melemaskan atau
menegangkan otot pada bagian tubuh yang terjauh dari jantung.
Alasannya adalah agar kalau terjadi kekejangan pada otot karena mulai
melatih, maka kekejangan itu tidak pada otot jantung atau yang dekat
dengan jantung. Jadi, mulai dari ujung kuku, tungkai kaki, dan seterusnya,
serta jari tangan, tangan lengan dan seterusnya.
2. Desensitisasi SistematisProses teknik penanganan ini umumnya dilandasi oleh prinsip
kontrakebiasaan belajar (counter conditioning), terutama dalam rangka
menghilangkan kecemasan dan kadang – kadang juga ketakutan. Jenis
teknik ini akan lebih baik kalau obyek yang menyebabkan menjadi tegang
atau takut, relative jelas. Misalnya, takut pada sesuatu benda (phobia)
atau takut kalau harus berpidato di hadapan banyak orang, dengan
alasan yang tidak masuk akan, irasional.
Tata laksana teknik terapi ini didasarkan pada desensitisasi,
artinya membuat lebih tidak sensitifnya ia terhadap sesuatu hal, keadaan,
atau pendapat; dan sistematika, yang berarti memiliki urutan tertentu,
secara bertahap. Misalnya, menangani orang/klien yang takut pada
binatang tertentu, misalnya ular. Klien diminta untuk memperhatikan
gambar ular yang kecil yang ditempatkan pada tempat yang jauh. Kalau
klien tidak menunjukkan ketegangan, kecemasan atau ketakutan, gambar
itu dikedepankan secara bertahap. Kemudian, gambarnya diperbesar dan
dilakukan hal yang sama. Selanjutnya, gambar diganti dengan ular kecil
yang tidak berbahaya. Kemudian dengan ular yang besar dan seterusnya.
Terdapat dua hal yang perlu diperhatikan pada teknik
desensitisasi sistematis ini, yakni pertama, pembuatan program terapi
yang dibangun bersama antara klien dan terapis secara tepat, dan
Kedua, menentukan obyek yang menakutkan itu. Kalau takut pada singa
7
liar yang lapar, itu wajar, bukan fobia. Ukuran fobia atau tidak, akan
tergantung pada pendapat ilmu pengetahuan dan pemahaman umum.
Ular sering disebut sebagai obyek fobia, karena menurut ilmu
pengetahuan, ular itu secara disebut sebagai obyek fobia, karena
menurut ilmu pengetahuan, ular itu secara umum bukanlah binatang buas
yang memburu manusia untuk dipatuk. Takut pada kecoa pada kaum
wanita pada umumnya, bisa normal, sehingga tidak dapat disebut fobia.
Tetapi kalau takutnya berlebihan, maka jadi disebut fobia.
3. Pembiasaan OperanLandasan pembiasaan operan adalah aplikasi penguatan negative
dan positif (negative and positive reinforcement), respons cost,
pembentukan perilaku dengan ancer-ancer suksesif (Shaping by
successive approximations), dan pembedaan (Discrimination) atau
penyamaan (Generalization).
Penguatan atau reinforcement adalah upaya agar apa yang telah
dicapai atau dimiliki dapat dipertahankan atau disebut ditingkatkan
(positif). Bisa jadi juga sebaliknya, yaitu dilemahkan atau disebut
extinction, bila kebiasaan yang telah relasi terapeutik antara terapis dank
lien (Ford, 1978). Penguatan negative dilakukan seandainya terdapat
tingkah laku yang tidak diharapkan, misalnya gejala-gejala “tics” atau
gagap.
Operan merupakan inisiatif yang dilakukan oleh klien, dalam arti
bahwa ia melakukan pemilihan apa yang sebaliknya dilakukan
berdasarkan berbagai opsi, yang disediakan.
Respons cost, reposisi penguat positif berkaitan dengan perilaku
negative dicontohkan dalam kontrak penanggulangan (Contract
Treatment) sering digunakan sebagai insentif bagi klien untuk
berpartisipasi secara penuh dalam suatu program terapeutik atau
pendidikan. Misalnya, partisipan dalam program pendidikan keterampilan
orang tua bisa diminta untuk mengajukan suatu simpanan yang
sebanding dengan bayarannya, yang akan dibayarkan kepadanya jika ia
telah menyelesaikan seluruh intervensinya. Jika, bagaimanapun, klien
gagal datang pada sesi intervensi, suatu bagian dari tabungan akan
datang sebagai denda, sebagai biaya. Jika terdapat banyak keterampilan
8
harus dimiliki klien dalam proses intervensinya, cara respons cost ini
sering efektif. Misalnya dalam usaha meningkatkan keterampilan sosial.
Pelatihan diskriminasi dan generalisasi terprogram, dicontohkan
oleh pendekatan keperilakuan terhadap manajemen strees dan
pendidikan kesehatan. Klien pertama – tama dilatih untuk membedakan
antara stress/ketegangan dan relaksasi, dalam arti reaksi badan dan
perilaku kognitifnya. Diskriminasi dapat dikuatkan dengan pelaksanaan
stressnya selama seminggu dan relaksasi dalam pelatihan relaksasi otot
progresif.
4. ModelingPrinsip teori yang melandasi teknik terapi ini adalah teori
mengenai belajar melalui pengamatan (observation learning) atau sering
juga disebut belajar sosial (social learning) dari Walter dan Bandura. pada
prinsipnya, terapis memperlihatkan model yang tepat untuk membuat
klien dapat meniru bagaimana ia seharusnya melakukan upaya
menghilangkan perasaan dari pikiran yang tidak seharusnya dari orang
lain yang disebut model itu.
Terhadap dua konsep yang berbeda yang digunakan dalam
modeling ini, yakni antara coping dan mastery model menampilkan
perilaku ideal, contohnya bagaimana menangani ketakutan. Sebaliknya,
coping model pada dasarnya menampilkan bagaimana ia tidak merasa
takut untuk menghadapi hal yang semula menakutkan.
5. Pelatihan AsersiPelatihan ini makin banyak dikembangkan dan digunakan orang
karena untuk dapat membangun kerjasama dan bergaul dengan orang
lain diperlukan sikap dan kemampuan asertif. Kemampuan asertif ini
adalah kemampuan untuk mengekspresikan apa ada dalam diri
seseorang secara mandiri dan tegas serta memuaskan, rasional, dan
juga tanpa mengagrasi maupun mengikuti orang lain. Saat ini banyak
orang yang mengalami kesukaran dalam mengambil inisiatif yang positif
maupun negative, berpendirian, dengan aturan – aturan yang masuk akal,
menolak, permintaan yang tidak masuk akal.
Assertion Training (AT) digunakan untuk menanggulangi
gangguan obsesif kompulsif, alkoholisme, penyimpangan seksual, cemas
saat berpacaran, perilaku agrasif dan eksplosif, dan kelemahan
9
keterampilan sosial. Secara tipikal, perlaksanaan AT melibatkan teknik –
teknik keperilakuan sebagai berikut: Sharing by successive
approximations. Teknik ini mungkin merupakan metode yang paling
fundamental, melibatkan provisi penguatan positif kepada klien sebagai
pembelajaran untuk menampilkan perilaku asertif terus menerus. Caranya
adalah seperti keterampilan desensitasi, dimana dibuat suatu urutan
bertingkat (hirakhi) dari perilaku yang hanya sedikit nilai asertifnya sampai
yang dinilai sangat asertif. Yang lebih spesifik antara lain adalah:
Modelling, dimana klien mencontoh perilaku asertif yang efektif; kemudian
latihan berperilaku (behavior rehearsal), di mana klien berlatih melakukan
tindakan – tindakan dalam situasi yang tidak mengancam. Selanjutnya
juga coaching, di mana terapis melatih klien untuk melakukan tindakan –
tindakan asertif. Selanjutnya juga pemberian umpan balik (feed back),
dimana terapis menyediakan penguat dan saran – saran ketika klien
berada dalam situasi pelatihan ; dan pemberian instruksi videotape. Dari
penelitian – penelitian disimpulkan bahwa yang paling efektif adalah
kombinasi dari teknik-teknik tersebut.
6. BiofeedbackTeknik ini merupakan teknik yang digunakan untuk pembiasaan
perilaku otomatis manusia. Paradigma umum penanggulangan
biofeedback melibatkan penggunaan peralatan perekam yang secara
terus menerus memantau respons – respons fisik subyek dan tampilan
respons itu kepada subyek. Misalnya peralatan mencatat detak jantung
atau tegangan otot subyek, dan subyek dapat mengamati dan menerima
umpan balik.
2.5 GAMBARAN PERILAKU
Perilaku adalah respon yang timbul secara eksternal, dipengaruhi oleh
stimulus lingkungan dan dapat dikontrol secara primer oleh konsekuensinya
Perilaku dapat diamati, diukur, dan dicatat oleh diri sendiri maupun orang lain.
Observasi yang bersifat subyektif dilakukan diri sendiri dan observasi yang
bersifat obyektif dilakukan orang lain.
2.6 INDIKASI TERAPI PERILAKU
10
Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku kompulsif, disfungsi
sexual (misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual (misalnya
exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan kebiasaan
atau pengawasan impuls (misalnya gagap, enuresis, dan berjudio secara
kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi konversi.
Terapi perilaku tidak berguna pada skizofrenia akut, depresi yang hebat dan
(hipo) mania.
2.7 PRINSIP-PRINSIP TERAPI PERILAKU
1. Meningkatkan atau mempertahankan perilaku Perilaku mungkin akan meningkat baik frekuensi,
kompleksitas/lamanya dengan pemberian reinforcement. Reinforcement
adalah suatu proses, dimana kejadian atau kondisi lingkungan yang
menyertai perilaku dapat mempengaruhi perilaku yang timbul kemudian.
a. Positif reinforcement : Meningkatnya frekuensi sebuah respon,
dan respon tersebut diikuti oleh stimulus yg menyenangkan.
Contohnya perilaku mengucapkan salam yang disambut dengan
senyuman oleh orang yg dituju.
b. Negative reinforcement : Meningkatnya frekuensi suatu respon,
karena respon tersebut memindahkan beberapa stimulus yang
negatif atau menyakitkan dan tidak menyenangkan. Stimulus yang
tidak menyenangkan (konflik) akan meningkatkan respons
menyibukkan diri.
2. Menurunnya perilaku Upaya meningkatkan perilaku dilakukan dengan pemberian
punishment dan extinction
a. Punishment : Konsekuensi-konsekuensi yang menghasilkan
penekanan/penurunan frekuensi tingkah laku yang akan muncul :
a) Positive punishment : Menghadirkan stimulus bertentangan
yang mengikuti suatu perilaku dengan tujuan menurunkan
perilaku tersebut.
b) Negative punishment
Kejadian yang menggantikan/menurunkan suatu perilaku,
ada 2 bentuk yaitu Respon Cost adalah kerugian yg mengikuti
perilaku dan Time out adalah prosedur punishment dalam
11
periode waktu tertentu dimana selama waktu tersebut
pemberian reinforcement tidak sesuai.
b. Extinction :Prosedur yang biasa digunakan oleh pemberi
reinforcement untuk menghilangkan perilaku. Extinction berjalan
lebih lambat dari pada reinforcement
3. Desensitisasi Sistemik Desensitisasi sistemik yang dikembangkan oleh Joseph Wolpe,
didasarkn pada prinsip perilaku counterconditioning, disini seseorang
menghadapi ansietas maladaptive yang dicetuskan oleh situasi atau
suatu objek dengan mendekati situasi yang ditakuti secara bertahap dan
didalam keadaan psikofisiologis yang menghambat ansietas. Didalam
desensitisasi sistemik, pasien mendapatkan keadaan relaksasi seutuhnya
dan kemudian dipajankan pada stimulus yang mencetuskan respon
ansietas. Reaksi negative ansietas dihambat oleh keadaan relaksasi,
suatu proses yang disebut inhibisi resiprokal. Bukannya menggunakan
situasi atau objek sebenarnya yang mencetuskan rasa takut, pasien dan
terapis menyiapkan daftar bertingkat suasana mencetuskan ansietas dan
terkait dengan rasa takut pasien. Keadaan relaksasi yang dipelajari dan
situasi pencetus ansietas secara sistematis dipasangkan didalam terapi.
Dengan demikian, desensitisasi sitematik terdiri atas tiga langkah:
pelatihan relaksasi, pembangunan hirarki dan desensitisasi stimulus.
a. Pelatihan Relaksasi
Relaksasi menghasilkan efek fisiologis yang berlawanan
dengan efek fisiologis ansietas: denyut jantung lambat,
meningkatnya aliran darah keperifer, dan sensibilitas
neuromuskular. Beberapa diantaranya, seperti yoga dan zen,
telah dikenal sejak berabad-abad yang lalu. Sebagian besar
metode menggunakan relaksasi progresi yang dikembangkan oleh
psikiater Edmund Jacobson. Pasien merelaksasi kelompok otot
utama dalam rangkaian tetap, dimulai dari kelompok otot kecil kaki
terus kearah kepala atau sebaliknya. Beberapa klinisi memakai
hipnosis untuk mempermudah relaksasi atau menggunakan
latihan dengan menggunakan kaset untuk memungkinkan pasien
berlatih relaksasi sendiri. Mental imagery merupakan metode
relaksasi dengan pasien diinstruksikan untuk membayangkan
12
dirinya disuatu tempat yang terkait dengan kenangan yang
menyenangkan dan membuat santai. Bayangan tersebut
memungkinkan pasien memasuki keadaan atau pengalaman
relaksasi, seperti yang dinamakan oleh Herbert Benson, respon
relaksasi.
Perubahan fisiologis yang berlangsung saat relaksasi
adalah kebalikan dari perubahan yang dicetuskan oleh respon
stress adrenergic yang merupakan bagian dari banyak emosi.
Tegangan otot, frekuensi pernapasan, denyut jantung, tekanan
darah, dan konduktansi kulit menurun. Suhu jari dan aliran darah
ke jari biasanya meningkat. Relaksasi meningkatkan variabilitas
denyut jantung respirasi, suatu indeks tonus parasimpatis.
b. Pembangunan Hirarki
Ketika membangun hirarki, klinisi mennetukan semua
keadaan yang mencetuskan ansietas, kemudian pasien
menciptakan daftar hirarki 10 hingga 12 situasi dalam urutan
meningkatnya ansietas. Contohnya, hirarki akrofobik dapat dimulai
dengan pasien membayangkan berdiri didekat jendela dilantai
kedua dan diakhiri dengan berada di atap gedung 20 tingkat,
bersandar dipembatas dan melihat ke bawah.
c. Desensitisasi Stimulus
Pada langkah terakhir, yang disebut desensitisasi, pasien
melanjutkan daftar secara sistematik dari situasi yang kurang
mencetuskan ansietas hingga yang paling mencetuskan ansietas
saat berada dalam keadaan relaksasi dalam. Kecepatan
perkembangan pasien melalui daftar tersebut ditentukan oleh
respons mereka terhadap stimulus. Ketika pasien dapat
membayangkan dengan jelas situasi pada hirarki yang paling
mencetuskan ansietas dengan tenang, mereka akan mengalami
sedikit ansietas di dalam situasi kehidupan sebenarnya yang
sama.
4. Pemajanan Bertingkat TerapeutikPemajanan bertingkat terapeutik serupa dengan desensitisasi
sistematik kecuali bahwa pelatihan relaksasi tidak dilibatkan dan terapi
biasa dilakukan didalam konteks kehidupan sebenarnya. Hal ini berarti
13
bahwa individu tersebut harus berkontak dengan stimulus peringatan
untuk pertama kali belajar bahwa tidak ada akibat berbahaya yang akan
terjadi. Pajanan ditingkatkan sesuai hirarki. Contohnya, pasien yang takut
pada kucing, dapat meningkat dari melihat gambar kucing hingga
menggendong kucing.
5. Flooding Flooding serupa dengan pemajanan bertingkat yaitu bahwa
flooding memajankan pasien pada objek yang ditakuti in vivo; meski
demikian, tidak ada hirarki. Flooding didasarkan pada dasar pemikiran
bahwa melarikan diri dari pengalaman yang mencetuskan ansietas
mendorong ansietas melalui pembelajaran. Dengan demikian, klinisi
dapat mengakhiri ansietas dan mencegah perilaku menghindar yang
dipelajari dengan tidak memungkinkan pasien lari dari situasi tersebut.
Keberhasilan prosedur ini bergantung pada pertahanan pasien didalam
situasi yang menimbulkan takut sampai mereka menjadi tenang dan
merasakan sensasi penguasaan. Menarik diri secara dini dari situasi atau
secara dini mengakhiri situasi yang dibayangkan adalah sebanding
dengan pelarian diri, yang kemungkinan mendorong ansietas yang
dipelajari serta perilaku menghindar dan menghasilkan efek berlawanan
yang diinginkan. Di dalam suatu varian, yang disebut imaginal flooding,
objek atau situasi yang ditakuti dihadapkan hanya didalam imajinasi
bukannnya dikehiupan nyata.
6. Assertivenes Training Untuk menjadi asertif seseorang perlu memiliki kepercayaan diri di
dalam penilaiannya dan harga diri yang cukup untuk mengekspresikan
pendapat mereka. Pelatihan dan keterampilan social dan keasertifan
mengajari seseorang cara merespons dengan sesuai dilingkungan social,
mengekspresikan pendapat mereka dengan cara yang dapat diterima,
dan memperoleh tujuan mereka. Berbagai teknik, termasuk role model,
desensitisasi, dan dorongan positif, digunakan untuk meningkatkan
keasertifan.
7. Terapi Aversi Ketika stimulus berbahaya (hukuman) muncul segera setelah
suatu respons perilaku tertentu, secara teoritis, respon ini akhirnya
dihambat dan diakhiri. Banyak stimulus berbahaya yang digunakan:
14
kejutan listrik, zat yang mencetuskan muntah, hukuman fisik, dan
ketidaksetujuan sosial. Stimulus negatif dipasangkan dengan perilaku,
yang kemudian disupresi. Perilaku tidak diinginkan dapat menghilang
setelah rangkaian tersebut. Terapi aversi telah digunakan untuk
penyalahgunaan alcohol, parafilia, dan perilaku lain dengan cirri impulsif
dan kompulsif.
8. Desensitisasi dan Pemrosesan Ulang Gerakan Mata (Eye Movement Desensitization and Reprocessing; EMDR)
Gerakan mata sakadik adalah osilasi cepat mata yang terjadi
ketika seseorang mengikuti objek yang bergerak maju-mundur di dalam
garis penglihatan. Jika gerakan ini dicetuskan ketika seseorang sedang
membayangkan atau berpikir mengenai peristiwa yang ditimbulkan
ansietas, beberapa studi menunjukkan bahwa pikiran atau bayangan
positif dapat dicetuskan dan menyebabkan penurunan ansietas. EMDR
telah digunakan pada gangguan stress, pascatrauma dan fobia.
9. Dialectical Behavior Therapy (DBT) DBT telah berhasil digunakan pada pasien dengan gangguan
kepribadian ambang dan perilaku parasuicidal. Terapi ini bersifat selektif,
dan mengambil metode dari terapi suportif, kognitif dan perilaku. Fungsi
DBT adalah :
1. Meningkatkan dan memperluas daftar pola perilaku terlatih pasien
2. Meningkatkan matovasi pasien untuk berubah dengan mengurangi
dorongan pada perilaku maladaptif, termasuk disfungsi (kognisi
dan emosi)
3. Meyakinkan bahwa pola perilaku baru dikembangkan dari
lingkungan terapeutik ke lingkungan alami
4. Membuat struktur lingkungan sedemikian rupa sehinggaperilaku
efektif bukannya perilaku disfungsi yang didorong
5. Meningkatkan motivasi dan kemampuan terapis sehingga
diperoleh terapi efektif.
10. Terapi Kognitif-Perilaku (Cognitive Behavioural Therapy)
Terapi kognitif-perilaku (sering disingkat CBT) menampilkan usaha
yang relatif baru untuk mengawinkan aspek terapi perilaku yang berguna
15
dengan terapi kognitif dan memiliki tujuan utama membantu pasien
mendapatkan perubahan yang mereka harapkan dalam kehidupannya.
Asumsi dasar yang melatarbelakangi terapi-kognitif perilaku meliputi:
1. Respons pasien lebih berdasarkan kepada interpretasi ketimbang
pada realitasnya.
2. Pikiran, perilaku, dan emosi saling terkait
3. Tindakan terapeutik perlu diklarifikasi dan diubah menurut pikiran
pasien
4. Manfaat perubahan proses kognitif dan perilaku pasien lebih besar
daripada manfaat perubahan salah satunya saja.
2.8 Teknik-Teknik Terapi Perilaku1. Desensitisasi sistematik dipandang sebagai proses deconditioning atau
counterconditioning. Prosedurnya adalah memasukkan suatu respons
yang bertentangan dengan kecemasan, seperti relaksasi. Individu belajar
untuk relaks dalam situasi yang sebelumnya menimbulkan kecemasan.
2. Flooding adalah prosedur terapi perilaku di mana orang yang ketakutan
memaparkan dirinya sendiri dengan apa yang membuatnya takut, secara
nyata atau khayal, untuk periode waktu yang cukup panjang tanpa
kesempatan meloloskan diri.
3. Penguatan sistematis (systematic reinforcement) didasarkan atas prinsip
operan, yang disertai pemadaman respons yang tidak diharapkan.
Pengkondisian operan disertai pemberian hadiah untuk respons yang
diharapkan dan tidak memberikan hadiah untuk respons yang tidak
diharapkan.
4. Pemodelan (modeling) yaitu mencontohkan dengan menggunakan belajar
observasionnal. Cara ini sangat efektif untuk mengatasi ketakutan dan
kecemasan, karena memberikan kesempatan kepada klien untuk
mengamati orang lain mengalami situasi penimbul kecemasan tanpa
menjadi terluka. Pemodelan lazimnya disertai dengan pengulangan
perilaku dengan permainan simulasi (role-playing).
5. Regulasi diri melibatkan pemantauan dan pengamatan perilaku diri
sendiri, pengendalian atas kondisi stimulus, dan mengembangkan
respons bertentangan untuk mengubah perilaku maladaptif.
2.9 Fungsi dan Peran Terapis
16
Terapis tingkah laku harus memainkan peran aktif dan direktif dalam
pemberian treatment, yakni terapis menerapkan pengetahuan ilmiah pada
pencarian pemecahan masalah-masalah manusia, para kliennya. Terapi
tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru, pengarah, dan ahli dalam
mendiagnosis tingkah laku yang maladaptif dan dalam menentukan prosedur-
prosedur penyembuhan yang diharapkan, mengarah pada tingkahlaku yang
baru dan adjustive.
2.10 Hubungan antara Terapis dan Klien Pembentukan hubungan pribadi yang baik adalah salah satu aspek
yang esensial dalam proses terapeutik, peran terapis yang esensial adalah
peran sebagai agen pemberi perkuatan. Para terapis tingkah laku
menghindari bermain peran yang dingin dan impersonal sehingga hubungan
terapeutik lebih terbangun dari pada hanya memaksakan teknik-teknik kaku
kepada para klien.
2.11 APLIKASI TEORITIS
1. Penerapan Modifikasi Perilaku
Modifikasi perilaku dapat diterapkan untuk mengatasi beberapa masalah,
diantaranya :
a. Menurunkan tingkah laku merusak diri
b. Merubah tingkah laku yang tidk diharapkan
c. Melatih orang tua, guru, sukarelawan dan perawat agar lebih efisien
dalam menjalankan perannya
d. Mengurangi tingkah laku maladaptif yag khusus seperti kurangnya
kebersihan diri dll
e. Kontrol perilaku
2.Strategi Modifikasi Perilaku
17
Sebelum memulai program, perawat harus melakukan hal-hal sebagai
berikut :
1. Pengkajian, mengumpulkan dan menetapkan masalah : Data tentang
perilaku klien (adaptif/maladaptif), mengerti tentang arti dan maksud dari
perilaku yang klien tampilkan
2. Rencana intervensi :
a) Menetapkan tujuan/tingkah laku yang diinginkan dan gambaran
hasil-hasil perilaku/kriteria
b) Menentukan langkah awal untuk mencapai tujuan
3. Menganalisa faktor pendukung yang ada dan orang-orang yg terlibat
dalam terapi tersebut.
4. Menetapkan konsekuensi sebagai reward/punishment yang disetujui
bersama klien. Jenis konsekuensi diantaranya :
a. Reward materi : uang, makanan
b. Reward pengganti/surogate reward : puji-pujian
c. Reward sosial : dukungan di dalam group
d. Reward tingkah laku : kesempatan melakukan aktifitas
Burus F. Skinner merupakan seorang yang terkenal dalam bidang ini.
Ada tiga cara utama untuk mengawasi atau mengubah perilaku manusia,
yaitu :
1. Perilaku dapat diubah dengan mengubah peristiwa-peristiwa yang
mendahuluinya, yang membangkitkan bentuk perilaku khusus itu.
Misalnya seorang anak yang tidak berprestasi disekolah dan nakal
dikelas, hanya dengan seorang guru tertentu dapat menjadi efektif dan
rajin bila ia dipindahkan ke kelas lain oleh seorang guru yang lain.
2. Suatu jenis perilaku yang timbul dalam suatu keadaan tertentu dapat
diubah atau dimodifikasi. Misalnya seorang anak dapat diajar untuk
melihat dirinya sendiri dalam suatu kegiatan kompromi yang konstruktif
dan tidak menunjukkan ledakan amarah bila ia menghadapi frustasi.
18
3. Akibatnya suatu perilaku tertentu dapat diubah dan dengan demikian
perilaku tersebut dapat dimodifikasi. Misalnya ia dihukum bila ia
mengganggu orang lain, dengan demikian rasa bermusuhan mungkin
dapat diganti dengan sikap yang lebih kooperatif.
2.12 PENYUSUNAN JADWAL REINFORCEMENT
Jadwal reinforcement adalah pola untuk menguatkan perilaku melalui jadwal,
waktu dan respon perilaku yang tampak, ada 2 cara yaitu :
1. Jadwal reinforcement interval :
Pemberian penguatan untuk perilaku yang telah dibentuk dalam
periode waktu tertentu.
a. Jadwal interval tetap : pemberian penguatan berdasarkan waktu
yang stabil/tetap.
Contoh : setiap 30 menit, hari, minggu, bulan dsb.
Karakteristik : perilaku yang diinginkan meningkat sebelum akhir
interval dan akan menurun setelah diberi reinforcement, ada
kecenderungan meningkat secara bertahap sampai akhir interval.
b. Jadwal interval variasi : pemberian penguatan dengan jarak waktu
yang bervariasi.
Contoh : 10 menit, 35 menit, 3 jam dst.
Karakteristik : menghasilkan pembentukan perilaku yang tinggi
dapat menurunkan perilaku secara bertahap.
c. Jadwal reinforcement penampilan (performance)
Mengacu pada sejumlah perilaku yang ditampilkan diantara
reinforcement yang diberikan.
d. Jadwal rasio tetap (fixed ratio) : membutuhkan sejumlah perilaku
klien yang diharapkan untuk setiap kali reinforcement
19
.contoh : setiap 5 perilaku yg ditampilkan akan diberikan 1 kali
reinforcement
Karakteristik : penampilan perilaku akan berkembang cepat dan
relatif stabil
e. Jadwal rasio variasi (variabel ratio) : pemberian reinforcement
untuk sejumlah perilaku yang banyaknya bervariasi.
contoh : reinforcement diberikan setelah 3,7, 9, 15 perilaku yg
ditampilkan
karakteristik : membentuk perilaku yg tinggi, perkembangannya
kurang cepat, tingkat stabilitas tinggi
f. Pemilihan jadwal reinforcement tergantung pada:
a) Berat ringannya masalah : masalah yang mengancam
dapat disusun jadwal ratio tetap dengan jarak yang kecil
dan secara bertahap (rasio variasi).
b) Lamanya perilaku tersebut diperlukan : jika perilaku hanya
perlu dilakukan di RS dapat digunakan jadwal interval tetap
dengan jarak interval pendek dan interval variasi
c) Usia klien : pada anak-anak perubahan atau pembentukan
perilaku lebih cepat menggunakan jadual rasio, interval
tetap dan variasi
d) Jumlah orang yang terlibat : secara umum membutuhkan
lebih banyak orang karena perilaku yang ditampilkan
dihitung.
2.13 PERUBAHAN PENERAPAN TERAPI PERILAKU.
20
Selama masa perkembangannya sampai saat ini, terdapat tiga perubahan
besar dalam penerapan terapi perilaku, yaitu :
1. terapi perilaku yang fokus pada memodifikasi perilaku-perilaku tampak
(overt behavior), yakni yang didasarkan pada prinsip dan prosedur clasical
dan operant conditioning. Terdapat dua pendekatan yang terkenal yakni :
a. applied behavior analysis (Skinner)
Pada pendekatan ini asumsi yang digunakan adalah
perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi (behavior is a
function of its consequences). Prosedur yang digunakan berupa
pemberian reinforcement, punishment, extinction dan stimulus
control.
b. Neobehavioristic mediational stimulus response (Mowrer & Miller).
Merupakan aplikasi dari konsep clasical conditioning. Pada
pendekatan ini mulai disadari bahwa proses mental mempunyai
pengaruh terhadap hukum belajar yang kemudian membentuk
suatu perilaku. Model pendekatan Stimulus Respon menggunakan
proses mediasional. Teknik-teknik yang digunakan berupa
systematic desensitization dan flooding.
2. Gerakan ke dua
Social-Cognitive theory yang diprakarsai oleh Bandura (1986).
Ada 3 faktor yang terpisah namun saling membentuk sistem interaksi satu
sama lainnya, yang berupa lingkungan (external stimulus event)s,
penguatan (external reinforcement), dan proses kognitif (cognitive
mediational processes). Social-Cognitive Theory beranggapan bahwa
ketiga elemen terseut saling mempengaruhi satu sama lain. Oleh karena
itu, dalam prosedur treatment yang menjadi fokus adalah individu itu
sendiri sebagai agent of change. Aplikasi dari teori ini adalah Cognitive
Behavior Therapy (CBT).
CBT dapat membantu merubah cara berfikir “cognitve” dan
bagaimana berperilaku “behavior”. Perubahan ini dapat membantu untuk
21
merasa lebih baik .Fokus pada masalah dan penyulit “ sekarang dan saat
ini “here and now”. Sebagai pengganti focus penyebab stress di masa
lalu, Dimana cara ini adalah jalan untuk memperbaiki pikiran saat ini.
Satu masalah terbesar dalam CBT adalah menentukan mana fikiran
negative atau fikiran disfungsional yang sesuai dengan target dari
intervensi kognitif.
Penentuan fikiran utama “hot thought” merupakan hal yang sangat
sulit, karena klien mempunyai banyak pikiran utama. Target utama
kognitif terapi adalah memngidentifikasi pikiran utama “central” dari
masalah klien, contohnya : terakhir kali merasa sangat depresi/merasa
sangat tertekan.
2.14 Prinsip Penggunaan Pendekatan CBT
CBT membantu berfikir dalam mengatasi masalah dengan cara
memecahkannya ke dalam bagian-bagian yang kecil, tujuannya untuk
membuat lebih mudah bagaimana melihat hubungan dan bagaimana hal
tersebut mempengauhi diri seseorang.
Bagian-bagian tersebut terdiri dari :
a) Situasi : Suatu masalah, kejadian atau situasi yang sulit.
Kemudian dapat dilanjutkan dengan :
b) “Thought” (pikiran )
c) “Emotion” (emosi)
d) “Physical feelling” (perasaan fisik)
e) “Action” (tindakan)
Setiap area tersebut saling mempengaruhi. Bagaimana pikiran
seseorang terhadap suatu masalah dapat mempengaruhi perasaan
baik secara fisik maupun emosional. Hal itu juga dapat dilakukan untuk
merubah diri sendiri.Terdapat enam komponen esensial dalam CBT,
yaitu:
a. hubungan kolaboratif yang terapeutik
22
Ketulusan “genuine”, menghormati dan hubungan saling
percaya antara perawat terapis dengan klien merupakan
komponen utama dalam pencapaian tujuan terapi. Perawat dank
lien bersama-sama merumuskan dan menyetujui yang berkenaan
dengan tnggung jawab dalam melakukan proses perubahan.
b. Formulasi kasus kognitif
Membuat profil diagnosis, konseptual masalah klien,
perkiraan asset klien untuk terapi, memberikan berbagai strategi
pengobatan yang ditujukan pada masalah klien. Juga
memngidentifikasi alas an yang mungkin menyebabkan kegagalan
terhadap keresponsipan klien serta eksplorasi dimensi kunci
keresistenan dalam pengobatan atau terapi awal .
c. Strukturisasi
Pendekatan CBT dalam proses merubah didasarkan pada
pendekatan structural. Struktur merupakan esensi dalam
perkembangan hubungan yag terapeutik dan memberikan arahan
dan berfokus pada keduanya, yaitu perawat dan klien. Struktur
sesi CBT terdiri dari lima elemen penting :
a. setting agenda
b. identifikasi dab sepakati masalah yang terjadi
c. umpan balik yang periodic
d. pemberian pekerjaan ruah (“homework assignment”)
e. Kesimpulan
d. Sosialisasi
kepada klien mengenai model kognitif
Ajari metoda ABC akan membantu kejelasan dari konsepsi yang
salah terhadap penyebab masalah serta mengerti bahwa pikiran,
emosi dan perilaku saling mempengaruhi. Pemahaman tersebut
akan memberikan harapan “instill hope”tentang kemungkinan
untuk berubah, motivasi terhadap tanggung jawab atas atas
kesembuhan klien, serta mendorong mereka untuk bekerjasama
dengan perawat dalam proses berubah.
23
e. CBT
Berbagai teknik dapat diterapkan berhubungan dengan CBT
teknik, seperti pertanyaan sokratik, lembar kerja core-belief,
imagery, cost-benefit analysis, continuum core belief
logs,percobaan perilaku atau survey.
f. Normalisasi
Proses reintegrasi klien dengan masyarakat. Terdaat 2 elemen
penting, yaitu :
a. Destigmatisasi : identifikasi dan diskusikan arti negative
yang klien miliki tentang pelabelan gangguan jiwa
b. Restoring Positive experience : membantu klien mengganti
dari menghabiskan waktu yang banyak terhadap perasaan
khawatir atau merasa tidak mampu terhadap masalah
yang dihadapi menjadi memiliki gambaran yang realistis
mengenai pentingnya pencapaian perasaan seimbang dan
proposional dalam kehidupan.
c. Indikasi Klien : Kecemasan , Depresi ,Panic ,Agoraphobia
dan phobia lainnya ,Social phobia ,Bulimia ,Gangguan
obsesif compulsive ,Post traumatic stress disorder,
Schizophrenia.
Artikel Cognitive behavioural therapy and client-centred
counseling Di akses pada tanggal 16 sep 2003. membahas tentang
penggabungan kognitif Terapi perilaku ( CBT ) dan konseling berpusat
pada klien ( CCC ) dalam pendidikan dan praktek perawat . Saat ini , CBT
dan CCC dipraktekkan secara independen dari satu sama lain dalam
perawatan kesehatan mental . Proyek ini berusaha untuk membawa
bersama-sama kualitas yang unik dari setiap intervensi sementara
mendorong pendekatan sinergis . diambil dengan cara
mengembangkan dan memberikan percontohan tiga hari belajar
lokakarya . Lokakarya pengalaman yang dievaluasi dengan
menggunakan dua set kuesioner terstruktur dan enam wawancara semi -
terstruktur dengan dipilih secara
24
acak peserta . Sebuah kuesioner tindak lanjut digunakan untuk meninjau
pendekatan gabungan dalam praktek . Kedua terapi perilaku kognitif
( CBT ) dan konseling klien cen - Tred ( CCC ) pasien menawarkan
bantuan dan dukungan untuk menangani masalah-masalah pribadi .
Praktek-praktek berbagai terapi untuk meningkatkan
kesejahteraan .untuk itu perlu untuk pendekatan terpadu untuk CBT dan
CCC .
(Findlay Collins, MPhil, BA, RNT, RMN, DipEd, and David Deady,
BA, RNT, RCNT, RGN, RMN, DN, DipCouns, DIMN,are lecturers, School
of Health Nursing and Midwifery, University of Paisley.Artikel Cognitive
behavioural therapy and client-centred counseling Di akses pada tanggal
16 sep 2003 )
3. Acceptance and Commitment Therapy (ACT).
Sedangkan dalam Acceptance and Commitment Therapy
mengkombinasikan prinsip-prinsip behaviorisme Skinner dengan faktor
bahasa dan kognitif serta bagaimana ketiga faktor tersebut berpengaruh
dalam psikopatologi. Terdapat empat konsep utama yakni:
a. Experiential avoidance. Mengacu pada proses mencoba untuk
menghindari pengalaman pribadi negatif atau menyedihkan,
b. Acceptance. ACT dirancang untuk membantu klien belajar bahwa
menghindari pengalaman adalah bukan solusi.
c. Cognitive Defusion. Konsep ini mengacu memisahkan pikiran dari
orang lain yang dan apa yang kita pikirkan.
d. Commitment. ACT berfokus pada tindakan.
2.15 Pengajaran ABC
Kognitif terapi difokuskan pada fikiran, emosi, perilaku dan lingkungan juga
aspek penting.Langkah pertama pada kogniif terapi adalah mengajarkan klien
pentingnya pikiran. Terapis harus menunjukan belief, filosofi dan skematik klien
yang dapat menyebabkan kekuatan pada emosi dan perilaku, serta menghambat
atau menurunkan emosi yang negative. Klien harus diubah keyakinannya.
25
Hal ini bukan merupakan suatu proses penyebab; terapis perlu menggunakan
metoda sistemik untuk menjelaskan prinsip-prinsinya.
Sebelum klien dapat memnggunakan teknik kognitif yang efektif, klien harus
diyakinkan bahwa keyakinannya berhubungan dengan masalah-masalahnya.
Diawali dengan anjuran agar klien jangan banyak berfikir. Karena klien akan
menyalahkan keturunan, pola asuh yang salah dari orang tua, pengalaman masa
kanak-kanak yang traumatic, ketidakberuntungan, marah kepada orang lain,
sakit yang terbentuk karena pebedaan pandangan masyarakat.
Metoda
Ajarkan formula dasar : A B C
Gambarkan rumus dibawah ini kepada klien
A ==> B ==> C
a) A: merupakan singkatan dari actual events (kejadian sesungguhnya)
b) B: merupakan singkatan dari belief (kepercayaan), yaitu apa yang anda
percayai dari kejadian tersebut.
c) C: merupakan singkatan dari consequence (konsekuensi) yang anda
alami sebagai akibat dari apa yang anda percayai.
d) Cognitive therapy mencoba mengubah “B”, yaitu apa yang anda percayai
dari kejadian tersebut agar anda tidak perlu mengalami “C” yaitu
konsekuensi negatif dari B yang anda punyai. Bila anda bisa menghindari
munculnya B negatif (kepercayaan negatif) dari suatu kejadian yang
sebenarnya (actual event), maka berarti anda sudah berhasil mencegah
timbulnya konsekuensi negatif (marah, sedih, frustasi, dll).
Berikut ini teknik atau cara melakukannya:
1. Periksa apa yang sebenarnya terjadi (evident). Letakkan suatu kejadian
dalam konteksnya atau gambaran besarnya. Bila anda sedih karena
suami bilang bahwa anda pemalas karena ketika tadi malam anda
pulang malam dan tidak punya lagi kekuatan untuk membersihkan
dapur. Maka ingat ingat bahwa pada hari hari biasa, ketika tidak terlalu
26
capai, anda biasanya membersihkan dapur. Tentu saja, bila saat itu
sangat capai, bisa dimaklumi bila anda tidur tanpa membersihkan dapur
terlebih dahulu. Dengan kata lain, anda tidak perlu menyalahkan diri
anda sendiri sebagai pemalas.
2. Bicara kepada diri sendiri seperti bila anda bicara kepada teman.
Misalnya : ada seorang teman yang kena pemutusan hubungan kerja
(PHK) sehingga teman tersebut merasa sebagai orang yang tidak
berguna lagi, gagal dan tidak dihargai. Apa yang anda katakan
kepadanya? Mungkin anda akan berkata seperti ini:” Anda bukan
seorang yang gagal dan tidak berguna. Banyak orang terkena PHK, dan
PHK sering tidak berkaitan dengan kinerjamu. Kamu punya kemampuan
dan kreatif. Kamu dulu pernah jatuh dan bangkit lagi. Saya percaya
kamu akanbisa mengatasi hal ini.” Bila anda mengalami hal yang sama,
katakan hal yang sama kepada diri anda sendiri.
3. Temukan kesuksesan ataukeberhasilan kecil. Dari pada menilai
perkawinan anda sebagai gagal total, coba lihat pada keberhasilan atau
kesuksesan kecil, seperti bahwa selama ini anda bisa saling mendukung
sehingga anda bisa mengambil S2 dan jabatan juga naikterus. Kita
selalu bia mengubah pikiran negatif menjadi pikiran positif dalam segala
situasi.
4. Buat rumusan pengertian atau definisi dari suatu istilah. Bila anda gagal
ketika ikut tes mengemudi (cari SIM-surat ijin mengemudi) kemudain
anda berpikir bahwa anda adalah manusia tidak berguna, maka coba
lihat pengertian “manusia tidak berguna”. Manusia tidak berguna adalah
manusia yang tidak bisa menghasilkan apa apa. Nah, tentu saja anda
tidak termasuk dalam kategori “manusia tidak berguna”.
5. Lakukan survey kecil-kecilan.Bila ibu anda ingin berkunjung dan
menginap dirumah anda, padahal saat itu anda sangat sibuk dengan
pekerjaan kantor dan anak anak juga sibuk dengan tes di sekolah. Anda
sebenarnya agak keberatan dengan kunjungan ibu anda disaat kondisi
seperti itu, namun anda juga ingin menjadi anak yang berbakti. Bila
anda bingung, coba tanya kepada teman teman atau saudara dekat
bagaimana sebaiknya mengatasi hal tersebut.
27
6. Buat perbandingan. Misalnya bila anda merasa sedih karena anda
merasa jadi ibu yang pemalas (karena anda tidak suka masak, makanan
sering beli makanan jadi), maka bandingkan denganbidang yang lain.
Ternyata anda senang membersihkan rumah, merawat taman,
membantu anak anak mengerjakan pekerjaan rumah. Dengan demikian
anda bisa menghilangkan pikiran negatif bahwa anda adalah seorang
istri pemalas karena tidak suka memasak.
7. Pecahkan masalah. Bila anda marah marah setelah pulang kantor
karena melihat rumah kotor dan berantakan. Maka dari pada marah
marah tidak karuan, coba pecahkan masalahnya. Ternyata istri anda
hari itu harus memasak untuk kegiatan sosial sehingga tidak sempat
membersihkan rumah. Maka pemecahannya bisa dengan, misalnya:
mencari pembantu kerja paruh waktu, atau beli makanan jadi untuk
kegiatan sosial (tidak harus istri masak sendiri), dll. Intinya dari pada
Seperti juga kebiasaan baik (berolah raga, makan sehat, dll) maka agar
bisa menghilangkan pikiran negatif, kita perlu berlatih melakukannya
secara teratur. Hasilnya akan menggembirakan.marah dan punya
pikiran negatif, lakukan saja pemecahan masalahnya.
( di kutip dari artikel TirtoJiwo, Juni 2012,tentang Terapi Kognitif dan
Perilaku Untuk Penderita Depresi )
4. Gerakan ketiga dalam perkembangan terapi perilaku didasari oleh
argumentasi Hayes (2004) yang mulai menggunakan konsep penerimaan
(acceptance) yg merupakan proses aktif dari self-affirmation, menerima
bukan berarti menyerah melainkan keberanian untuk mengalami/merasakan
pikiran perasaan negatif. Terdapat dua bentuk terapi perilaku yang
menggunakan konsep acceptance, yakni :
a. Dialectical Behaviora Therapy (DBT) : Terdapat dua konsep
penting dalam penerapan DBT, yakni Acceptance and change dan
Mindfullness. Untuk mencapai kondisi mindfullness dibutuhkan
beberapa kemampuan yang harus dikuasai, yakni :
b. Mengamati serta memperhatikan emosi yang dirasakan tanpa
mencoba untuk menghentikan walaupun terasa sangat
menyakitkan.
c. Mencoba untuk menjelaskan dan menjabarkan pikiran serta
perasaan yang sedang dirasakan.
28
d. Jangan langsung menghakimi atas pikiran dan perasaan yang
sedang dialami, tapi coba untuk mengidentifikasi dan memahami
apa yang menjadi penyebab hal tersebut.
e. Stay in the present.
f. Fokus pada satu hal (one mindfully).
29
BAB 3
PENUTUP
2.10 KESIMPULAN
Terapi perilaku adalah terapi psikologis singkat bertarget yang lebih
menangani gambaran terkini berbagai gangguan ketimbangan, mengurusi
perkembangan sebelumnya. Indikasi utama ialah gangguan fobik dan perilaku
kompulsif, disfungsi sexual (misalnya impotensi dan frigiditas) dan deviasi sexual
(misalnya exhibisionisme). Dapat dicoba pada pikiran-pikiran obsesif, gangguan
kebiasaan atau pengawasan impuls (misalnya gagap, enuresis, dan berjudio
secara kompulsif), gangguan nafsu makan (obesitas dan anorexia) dan reaksi
konversi. Terapi perilaku berusaha menghilangkan masalah perilaku khusus
secepat-cepatnya dengan mengawasi perilaku belajar si pasien.Dalam
penerapan terapi tingkah laku terdapat enam teknik, diantaranya: Training
Relaksasi, Desensitisasi Sistemik, Latihan Asertif, Pencontohan (modelling
methods), Self-Management Programs,Multimodal Terapi.
Menurut Handojo ada lima tujuan terapi tingkah laku, yaitu: Komunikasi
dua arah yang aktif,Sosialisasi ke dalam lingkungan yang umum, Menghilangkan
atau meminimalkan perilaku yang tidak wajar,Mengajarkan materi
akademik, Kemampuan bantu diri atau bina diri dan keterampilan lain. Namun
secara umum tujuan terapi tingkah laku yaitu menciptakan kondisi baru untuk
belajar. Dengan asumsi bahwa pemeblajaran dapat memperbaiki masalah
perilaku. Sedangkan terapi perilaku kontemporer menekankan peran aktif klien
dalam menentukan tentang pengobatan mereka.
30
Daftar pustaka
Dolan, D. C., Taylor, D. J., Bramoweth, A. D., & Rosenthal, L. D.
(2010). Cognitive-behavioral
Fadlilah, Hj. Lailatul. 2008. Skripsi Kendala Penerapan Terapi ABA
(Applied Behavior Analisys) Terhadap Kemandirian Anak Retardasi Mental
(Mahassiswa Fakultas Psikologi UIN MALIKI Malang).di akses pada hari
selasa 09 okt 2013.
Gunarsa, Singgih D. (2007). Konseling dan Psikoterapi. Jakarta:
Gunung Mulia.
Howland, Rebeka. (1997). Psikiatri. Alih Bahasa: R.F Maulany.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Purwaningsih, Wahyu & Karlina Ina.2010.Asuhan Keperawatan
Jiwa.Jogjakarta:Nuha Medika.
Supriadi,2006,BehaviourCounselling,http://www.andragogi.com/
document2/Terapi%20tingkah%20laku.htm, di akses pada minggu , 06 okt
2013.
therapy of insomnia.2009 clinical case series study of patients with co-
morbid disorders and using hypnotic medications. Behav Res Ther, 48(4),
321-327. doi: 10.1016/j.brat.2009
YS, Miss. 2011. Terapi Tingkah Laku, (behavioristik),
(http://trueorwrong.wordpress.com/2011/02/23/terapi-tingkah-laku-
behavioristik/), Di akses pada hari minggu, 06 okt 2013
31
32
Recommended