1. MUD LOGGING
Logging adalah salah satu metode pengukuran perekaman besaran-
besaran fisik batuan reservoir terhadap kedalaman lubang bor. Logging
memberikan data-data yang diperlukan untuk mengevaluasi secara kuantitas
banyaknya hidrokarbon di lapisan pada situasi dan kondisi yang
sesungguhnya. Logging juga dapat diartikan sebagai teknik pengambilan
data atau cara untuk mendapatkan rekaman log yang detail mengenai
formasi geologi yang terpenetrasi dalam lubang bor.
Mud logging merupakan proses mensirkulasikan dan memantau
perpindahan mud dancutting pada sumur selama pemboran (Bateman,
1985). Menurut Darling (2005) terdapat dua tugas utama dari seorang mud
logger yaitu :
1. Memantau parameter pengeboran dan memantau sirkulasi
gas/cairan/padatan dari sumur agar pengeboran dapat berjalan dengan
aman dan lancar.
2. Menyediakan informasi sebagai bahan evaluasi bagi petroleum
engineering department.
Mud-logging unit akan menghasilkan mud log yang akan dikirim ke kantor
pusat perusahaan minyak. Menurut Darling (2005), mud log tersebut
meliputi:
Pembacaan gas yang diperoleh dari detektor gas atau kromatograf
Pengecekan terhadap ketidakhadiran gas beracun (H2S, SO2)
Laporan analisis cutting yang telah dideskripsi secara lengkap
Rate of Penetration (ROP)
Indikasi keberadaan hidrokarbon yang terdapat di dalam sampel
Mud log merupakan alat yang berharga untuk petrofisis dan geolog di
dalam mengambil keputusan dan melakukan evaluasi. Darling (2005)
menyatakan bahwa mud logdigunakan untuk hal – hal berikut ini:
Identifikasi tipe formasi dan litologi yang dibor
Identifikasi zona yang porous dan permeabel
Picking of coring, casing, atau batas kedalaman pengeboran akhir
Memastikan keberadaan hidrokarbon sampai pada tahap membedakan
jenis hidrokarbon tersebut apakah minyak atau gas
Deskripsi Cutting
Pekerjaan lain dari seorang mud logger adalah melakukan
deskripsi cutting. Cuttingmerupakan material hasil hancuran batuan oleh
mata bor yang dibawa oleh lumpur pemboran ke permukaan
(Bateman,1985). Sebagian sampel dimasukkan ke dalam
plastikpolyethene sebagai sampel basah sementara sebagian sampel lain
yang telah dicuci dan dikeringkan dikenal sebagai sampel kering. Sampel
yang telah dibersihkan diamati di bawah mikroskop yang ada di mud-
logging unit. Hasil deskripsi kemudian diserahkan ke kantor pusat
pengolahan data.
Agar informasi tersebut berguna maka ada standar deskripsi baku yang
harus dilakukan. Darling (2005) menyatakan bahwa deskripsi tersebut harus
meliputi:
1. Sifat butir
Tekstur
Tipe
Warna
Roundness dan sphericity
Sortasi
Kekerasan
Ukuran
Kehadiran mineral jejak (misalnya pirit, kalsit, dolomit, siderit)
Tipe partikel karbonat
Partikel skeletal (fosil, foraminifera)
Partikel non-skeletal (lithoclast, agregat, rounded particles)
2. Porositas dan permeabelitas
Tipe porositas (intergranular, fracture, vuggy)
Permeabelitas (permeabelitas rendah, menengah, atau tinggi)
Deteksi Hidrokarbon
Dapat dilakukan melalui natural fluorescence, solvent cut, acetone test,
visible staining, dan analisis odor
2. WELL LOGING
Well logging merupakan perekaman karakteristik dari suatu formasi batuan
yang diperoleh melalui pengukuran pada sumur bor (Ellis & Singer,2008).
Data yang dihasilkan disebut sebagai well log. Berdasarkan proses
kerjanya, logging dibagi menjadi dua jenis yaituwireline
logging dan logging while drilling bor (Ellis & Singer,2008). Wireline
loggingdilakukan ketika pemboran telah berhenti dan kabel digunakan
sebagai alat untuk mentransmisikan data. Pada logging while
drilling, logging dapat dilakukan bersamaan dengan
pemboran. Logging jenis ini tidak menggunakan kabel untuk
mentransmisikan data. Saat ini logging while drilling lebih banyak
digunakan karena lebih praktis sehingga waktu yang diperlukan lebih efisien
walaupun masih memiliki kekurangan berupa transmisi data yang tidak
secepat wireline logging.
Tujuan dari well logging adalah:
1. Formation Evaluation
Mengetahui apakah reservoir mengandung minyak atau tidak
Mengetahui banyaknya minyak atau HC yang terkandung
2. Korelasi Well
Apakah well1 dengan well2 punya korelasi antara satu sama lainnya.
Mengetahui struktur geologi yang ada dibawah permukaan.
3. Mendeteksi Zona Abnormal
Mendeteksi zona yang memiliki pressure yang abnormal. Perlu
dilakukan deteksi agar bias melakukan proses drilling dengan safe.
4. Mengidentifikasi Fracture
Mendeteksi apakah ada rekahan dibawah permukaan.
Apabila ada fracture, produksi akan lebih besar dan dapat dilihat dari
porosity lognya.
5. Analisa Kualitas Semen
Untuk dapat mengetahui kualitas penyemenan dapat dilakukan dengan
Cased hole log diantaranya ada CBL (Cement Bond Log).
6. Reservoir Mapping
Memperoleh data statistiknya, kemudian dibuat mappingnya (porositas,
saturasi)
Bagan alur well logging:
Mulai End of hole telah dicapai
Flushing
Meletakkan winch di dekat lubang bor
Menghubungkan Recording unit dan winch pada power
supply
Memasang tripod di atas lubang bor
Menurunkan Tool
Data out put berupa grafik
Menancap elektroda
kedalam tanah
Memasang radioaktif
selesai
Reflushinggagal
Macam-macam logging:
1. Log Natural Gamma Ray
Sesuai dengan namanya, Log Gamma Ray merespon radiasi gamma alami
pada suatu formasi batuan (Ellis & Singer,2008). Pada formasi batuan
sedimen, log ini biasanya mencerminkan kandungan unsur radioaktif di
dalam formasi. Hal ini dikarenakan elemen radioaktif cenderung untuk
terkonsentrasi di dalam lempung dan serpih. Formasi bersih biasanya
mempunyai tingkat radioaktif yang sangat rendah, kecuali apabila formasi
tersebut terkena kontaminasi radioaktif misalnya dari debu volkanik atau
granit (Schlumberger,1989)
Log GR dapat digunakan pada sumur yang telah di-
casing (Schlumberger,1989). Log GR juga sering digunakan bersama-
sama dengan log SP (lihat gambar 4.1) atau dapat juga digunakan sebagai
pengganti log SP pada sumur yang dibor dengan menggunakan salt mud,
udara, atau oil-base mud (Schlumberger,1989). Log ini dapat digunakan
untuk korelasi sumur secara umum
Karakteristik Gamma Ray
Gamma ray dihasilkan oleh gelombang elektromagnetik berenergi tinggi
yang dikeluarkan secara spontan oleh elemen radioaktif
(Schlumberger,1989). Hampir semua radiasi gamma yang ditemukan di
bumi berasal dari isotop potassium yang mempunyai berat atom 40 (K40)
serta unsur radioaktif uranium dan thorium (Schlumberger,1989).
Setiap unsur tersebut menghasilkan gamma rays dengan jumlah dan energi
yang berbeda untuk masing – masing unsur. Potassium (K40)
mengeluarkan gamma ray sebagai energi tunggal pada 1,46 MeV,
sedangkan uranium dan thorium mengeluarkan berbagai variasi gamma
ray (Ellis & Singer,2008) (lihat gambar 4,2).
Untuk melewati suatu materi, gamma ray bertumbukan dengan atom dari
zat penyusun formasi (Ellis & Singer,2008). Gamma ray akan kehilangan
energinya setiap kali mengalami tumbukan, Setelah energinya hilang,
gamma ray diabsorbsi oleh atom formasi melalui suatu proses yang
disebut efek fotoelektrik (Ellis & Singer,2008). Jadi gamma ray diabsorbsi
secara gradual dan energinya mengalami reduksi setiap kali melewati
formasi. Laju absorbsi berbeda sesuai dengan densitas formasi
(Schlumberger,1989). Formasi dengan jumlah unsur radioktif yang sama
per unit volum tapi mempunyai densitas yang berbeda akan menunjukkan
perbedaan tingkat radioaktivitas Formasi yang densitasnya lebih rendah
akan terlihat sedikit lebih radioaktif. Respon GR log setelah dilakukan
koreksi terhadap lubang bor dan sebagainya sebanding dengan berat
konsentrasi unsur radioaktif yang ada di dalam formasi
(Schlumberger,1989).
Peralatan
GR sonde memiliki detektor untuk mengukur radiasi gamma yang terjadi
pada formasi di dekat sonde. Detektor scintillation umumnya digunakan
untuk pengukuran ini (Schlumberger,1989). Detektor ini lebih efisien
dibandingkan dengan detektor Geiger-Mueller yang digunakan di masa
lalu (Schlumberger,1989). Panjang detektor ini hanya beberapa inchi
sehingga detil formasi bisa diperoleh dengan baik.
2. Spectral Gamma Ray Log
Sama seperti GR log, spectral gamma ray log mengukur radioaktivitas
alami dari formasi. Namun berbeda dengan GR log yang hanya mengukur
radioakivitas total, log ini dapat membedakan konsentrasi unsur
potassium, uranium, dan thorium di dalam formasi batuan
(Schlumberger,1989).
Prinsip Pengukuran
Log spektral menggunakan detektor sodium iodide
scintillation (Schlumberger,1989). Sinar gamma yang dikeluarkan oleh
formasi jarang yang langsung ditangkap oleh detektor. Hal ini disebabkan
karena sinar tersebut menyebar dan kehilangan energinya melalui tiga
jenis interaksi dengan formasi; efek fotoelektrik, hamburan compton, dan
produksi berpasangan (Ellis & Singer,2008). Karena tiga jenis interaksi
tersebut dan respon dari detektor sodium iodide scintillation, kurva yang
dihasilkan mengalami degradasi sehingga menjadi lebih lentur.
Gelombang energi yang dideteksi dibagi menjadi tiga jendela energi yaitu
W1, W2, dan W3; dimana tiap – tiap jendela merefleksikan karakter dari
tiga jenis radioaktivitas yang berbeda. Dengan mengetahui respon alat dan
jumlah yang dihitung pada tiap jendela kita dapat mendeterminasi
banyaknya thorium 232, uranium 238, dan potassium 40 yang ada di
dalam formasi (Schlumberger,1989).
Log spektral merekam jumlah potassium, thorium, dan uranium yang ada
di dalam formasi (Schlumberger,1989). Unsur – unsur tersebut biasanya
ditampilkan di dalam Track 2 dan 3 dari log . Konsentrasi thorium dan
uranium ditampilkan dalam bentuk berat per juta (bpj) sedangkan
konsentrasi potassium ditampilkan dalam bentuk persentase
(Schlumberger,1989).
Jumlah total ketiga unsur radioaktif tersebut direkam di dalam kurva GR
yang ditampilkan di Track 1 (Schlumberger,1989). Respon total tersebut
dideterminasi berdasarkan kombinasi linear dari konsentrasi potassium,
uranium, dan thorium (Schlumberger,1989). Kurva GR standar
ditampilkan dalam bentuk API units. Jika diperlukan, nilai CGR juga bisa
ditampilkan (lihat gambar 4.3). Nilai tersebut merupakan jumlah sinar
gamma yang berasal dari potassium dan thorium saja, tanpa uranium
(Schlumberger,1989).
3. Log SP
Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di
permukaan yang tetap dengan elektroda yang terdapat di dalam lubang bor
yang bergerak turun naik (Harsono,1997). Potensial listrik tersebut disebut
‘potentiels spontanes’, atau ‘spontaneous potentials’ oleh Conrad
Schlumberger dan H.G. Doll yang menemukannya (Rider,1996). Supaya
SP dapat berfungsi, lubang harus diisi oleh lumpur konduktif.
Secara alamiah, karena perbedaan kandungan garam air, arus listrik hanya
mengalir di sekeliling perbatasan formasi di dalam lubang bor
(Harsono,1997). Pada lapisan serpih, tidak ada aliran listrik sehingga
potensialnya konstan. Hal ini menyebabkan kurva SP-nya menjadi rata dan
menghasilkan garis yang disebut sebagai garis dasar serpih (shale base
line) (lihat gambar 4.4). Kurva SP akan menunjukkan karakteristik yang
berbeda untuk tiap jenis litologi (lihat gambar 4.5)
Saat mendekati lapisan permeabel, kurva SP akan mengalami defleksi ke
kiri (negatif) atau ke kanan (positif). Defleksi ini dipengaruhi oleh salinitas
relatif dari air formasi dan lumpur penyaring (Harsono,1997). Jika
salinitas air formasi lebih besar daripada salinitas lumpur penyaring maka
defleksi akan mengarah ke kiri sebaliknya apabila salinitas lumpur
penyaring yang lebih besar daripada salinitas air formasi maka defleksi
akan mengarah ke kanan (Harsono,1997).
Penurunan kurva SP tidak pernah tajam saat melewati dua lapisan yang
berbeda melainkan selalu mempunyai sudut kemiringan (Harsono,1997).
Jika lapisan permeabel itu cukup tebal maka kurva SP menjadi konstan
bergerak mendekati nilai maksimumnya sebaliknya bila memasuki lapisan
serpih lain maka kurva akan bergerak kembali ke nilai serpih secara teratur
(Harsono,1997).
Kurva SP tidak dapat direkam di dalam lubang bor yang diisi dengan
lumpur non-konduktif, hal ini karena lumpur tersebut tidak dapat
menghantarkan arus listrik antara elektroda dan formasi (Harsono,1997).
Selanjutnya apabila resistivitas antara lumpur penyaring dan air formasi
hampir sama, defleksi akan sangat kecil dan kurva SP menjadi tidak begitu
berguna (Harsono,1997).
4. Log Densitas
Log densitas merekam bulk density formasi batuan
(Schlumberger,1989). Bulk densitymerupakan densitas total dari batuan
meliputi matriks padat dan fluida yang mengisi pori. Secara geologi, bulk
density merupakan fungsi dari densitas mineral yang membentuk batuan
tersebut dan volume fluida bebas yang menyertainya (Rider,1996).
Sebagai contoh, batupasir tanpa porositas mempunyai bulk
density 2,65g/cm3, densitasnya murni berasal dari kuarsa. Apabila
porositasnya 10%, bulk density batupasir tersebut tinggal 2,49g/cm3, hasil
rata – rata dari 90% butir kuarsa (densitasnya 2,65g/cm3 ) dan 10% air
(densitasnya 1,0g/cm3) (Rider,1996).
Prinsip Kerja
Sebuah sumber radioaktif yang diarahkan ke dinding bor mengeluarkan
sinar gamma berenergi sedang ke dalam formasi (Schlumberger,1989).
Sinar gamma tersebut bertumbukan dengan elektron yang ada di dalam
formasi. Pada tiap kali tumbukan, sinar gamma kehilangan sebagian
energinya yang diserap oleh elektron (Schlumberger,1989). Sinar gamma
tersebut terus bergerak dengan energinya yang tersisa. Jenis interaksi ini
dikenal sebagai hamburan Compton (Schlumberger,1989). Hamburan
sinar gamma tersebut kemudian ditangkap oleh detektor yang ditempatkan
di dekat sumber sinar gamma. Jumlah sinar gamma yang kembali tersebut
kemudian digunakan sebagai indikator dari densitas formasi
(Schlumberger,1989).
Nilai hamburan Compton dipengaruhi oleh jumlah elektron yang di dalam
formasi (Schlumberger,1989). Sebagai akibatnya, respon density
tool dibedakan berdasarkan densitas elektronnya (jumlah elektron tiap
centimeter kubik). Densitas elektron berhubungan dengan true bulk
density yang bergantung pada densitas matriks batuan, porositas formasi,
dan densitas fluida yang mengisi pori (Schlumberger,1989).
Perlengkapan
Untuk mengurangi pengaruh dari mud column, maka detektor
dan skidmounted sourceharus dipasangi perisai (Schlumberger,1989).
Sebuah koreksi diperlukan ketika kontak antara skid dan formasi tidak
sempurna. Jika hanya ada satu detektor yang digunakan, koreksi tidak
mudah untuk dilakukan karena pengoreksian bergantung pada ketebalan,
berat, dan komposisi mudcake atau mud interposed di antara skid dan
formasi (Schlumberger,1989).
Pada formation density logging (FDC), digunakan dua buah detektor
dengan ruang dan kedalaman yang berbeda (Schlumberger,1989). Dengan
demikian maka koreksi dapat lebih mudah dilakukan.
5. Log Neutron
Log Neutron digunakan untuk mendeliniasi formasi yang porous dan
mendeterminasi porositasnya (Schlumberger,1989). Log ini mendeteksi
keberadaan hidrogen di dalam formasi. Jadi pada formasi bersih dimana
pori – pori telah terisi oleh air atau minyak, log neutron merefleksikan
porositas yang terisi oleh fluida (Schlumberger,1989).
Zona gas juga dapat diidentifikasi dengan membandingkan hasil
pengukuran log neutron dengan log porositas lainnya atau
analisis core (Schlumberger,1989). Kombinasi log neutron dengan satu
atau lebih log porositas lainnya dapat menghasilkan nilai porositas dan
identifikasi litologi yang lebih akurat dibandingkan dengan evaluasi
kandungan serpih (Schlumberger,1989).
Prinsip Kerja
Neutron merupakan bagian dari atom yang tidak memiliki muatan namun
massanya ekuivalen dengan inti hidrogen (Schlumberger,1989). Neutron
berinteraksi dengan material lain melalui dua cara, yaitu melalui kolisi dan
absorbsi: kolisi umumnya terjadi pada tingkat energi tinggi sedangkan
absorbsi terjadi pada tingkat energi yang lebih rendah
(Schlumberger,1989).
Jumlah energi yang hilang setiap kali terjadi kolisi tergantung pada massa
relatif inti yang betumbukan dengan neutron tersebut
(Schlumberger,1989). Kehilangan energi terbesar terjadi apabila neutron
bertumbukan dengan material lain yang memiliki massa sama dengannya,
misalnya inti hidrogen (Schlumberger,1989) . Tumbukan dengan inti yang
berat tidak akan terlalu memperlambat laju dari neutron. Jadi, penurunan
terbesar jumlah neutron yang kembali ditentukan oleh seberapa besar
kandungan air di dalam formasi batuan tersebut (Schlumberger,1989).
Dalam waktu beberapa mikrodetik, neutron yang telah diperlambat
melalui kolisi akan bergerak menyebar secara acak tanpa kehilangan
banyak energi (Schlumberger,1989). Neutron tersebut baru akan berhenti
apabila ditangkap oleh inti dari atom seperti klorin, hidrogen, atau silikon
(Schlumberger,1989).
Saat konsentrasi hidrogen di dalam material yang mengelilingi sumber
neutron besar, sebagian besar neutron akan bergerak semakin lambat dan
dapat ditangkap pada jarak yang dekat dengan sumber
(Schlumberger,1989). Sebaliknya, apabila konsentrasi hidrogennya
sedikit, neutron akan bergerak jauh dari sumbernya baru kemudian
ditangkap oleh inti atom lain (lihat gambar 4.6). Berdasarkan hal tersebut
maka kandungan hidrogen di dalam suatu formasi batuan dapat ditentukan
(Schlumberger,1989).
Peralatan
Peralatan logging neutron meliputi GNT (gamma neutron tool) tool series,
dan SNP(sidewall neutron porosity) tool (Harsono,1997). GNT merupakan
detektor yang sensitif terhadap energi tinggi sinar gamma dan panas dari
neutron. GNT dapat digunakan pada lubang bor dengan atau
tanpa casing (Harsono,1997). Meskipun perlengkapan ini respon
utamanya adalah terhadap porositas, GNT juga bisa mendeteksi pengaruh
akibat salinitas fluida, suhu, tekanan, ukuran lubang
bor, mudcake, standoff, dan berat lumpur (Harsono,1997).
Pada peralatan SNP, detektornya hanya mampu mendeteksi neutron yang
memiliki energi sekitar 0,4 eV (epitermal). Harsono (2007) menyebutkan
sejumlah keunggulan SNP dibandingkan dengan NGT yaitu:
- Efek lubang bor lebih sedikit
- Neutron yang diukur adalah neutron epithermal, hal ini mengurangi
efek negatif dari penyerap neutron thermal kuat (seperti boron dan
klorin) pada air formasi dan matriks.
- Koreksi yang diperlukan dilakukan secara otomatis oleh instrumen
yang ada di permukaan
- SNP menghasilkan pengukuran yang baik pada lubang kosong
Perlengkapan SNP dirancang hanya bisa dioperasikan pada open holes,
baik yang terisi oleh cairan maupun yang kosong. Diameter minimal
lubang bor yang diperlukan adalah 5 inchi (Harsono,1997).
6. Log Resistivitas
Log resistivitas adalah rekaman tahanan jenis formasi ketika dilewati oleh
kuat arus listrik, dinyatakan dalam ohmmeter (Schlumberger,1989).
Resistivitas ini mencerminkan batuan dan fluida yang terkandung di dalam
pori-porinya. Reservoar yang berisi hidrokarbon akan mempunyai tahanan
jenis lebih tinggi (lebih dari 10 ohmmeter), sedangkan apabila terisi oleh
air formasi yang mempunyai salinitas ringgi maka harga tahanan jenisnya
hanya beberapa ohmmeter (Schlumberger,1989). Suatu formasi yang
porositasnya sangat kecil(tight) juga akan menghasilkan tahanan jenis
yang sangat tinggi karena tidak mengandung fluida konduktif yang dapat
menjadi konduktor alat listrik (Schlumberger,1989). Menurut jenis
alatnya, log ini dibagi menjadi dua yaitu laterolog, dipakai untuk
pemboran yang menggunakan lumpur pemboran yang konduktif dan
induksi yang digunakan untuk pemboran yang menggunakan lumpur
pemboran yang fresh mud (Harsono,1997). Berdasarkan jangkauan
pengukuran alatnya, log ini dibagi menjadi tiga yaitu dangkal (1-6 inci),
medium (1,5-3 feet) dan dalam (>3 feet).
3. CORING
Suatu usaha untuk mendapatkan contoh batuan ( core ) dari formasi di
bawah permukaan untuk di analisa secara lansung. Sedankan analisa core
dalah kegiatan pengukurn sifat – sifat fisik batuan yang dilakukan di lab
terhadap contoh batuan.
Metode coring :
Bottom hole coring yaitu cara pengambilan core pada saat pemboran
berlangsung. Pada umumnya banyak menggunakan daimon bit, karena
lebih maximum.
Side wall coring yaitu cara pengambilan core yang dilakukan setelah
pengemboran selesai atau pada waktu pemboran selesai.
Bottom Hole Coring
Metode bottom hole coring mempergunakan sejenis pahat yang ditengahnya
terbuka dan mempunyai sejenis pemotong pahat berupa dougnot shapeg
hole, sehingga meninggalkan plug silindris ( core ) ditengahnya. Core ini
menepati core barrel yang berada diatas pahat dan aakan tetap berada disana
sampai bit diangkat kepermukaan.
Klasivikasi dari bottom hole coring berdasarkan peralatan ada tiga yaitu:
Conventional coring . pengambilan core pada convetional coring
dilakukan dengan menggunakan bit jenis khusus yang disebut dengan
rotary core drill. Pada waktu bit bergerak kebawah maka core akan
masuk kedalam core barel dan core tidak dapat keluar karena core barrel
terdapat roll dan ball bearing. Di atas barrel ini di tutupi dengan check
valve yang bekerja berdasarkan aliran fluida. Untuk mendapatkan yang
baik maka diusahakan beban bit dan kecepatan putar pipa bor kecil saja.
Core yang didapat berukuran 2 3/8” – 3 9/16” dengan panjang 20 feet.
Diamond coring , pengambilan core dengan diamond bit. Bit ini lebih
cocok untuk batun sedimen yang keras da memberikan penetrasi rate
yang lebih besar serta tidak perlu menambah kecepatan untuk memotong
core. Panjang core maksimum 90 feet dengan diameter 2 7/8” – 4 7/8”.
Tapi metode ini memerlukan biaya yang mahal.
Wireline coring , pengambialn core dengan jalan menurunkan peralatan
semacam inner barrel kedalam drill pipe, kemudian core yang telah
didapt akan masuk dalam inner barrel dan akan ditarik kepermukaan
dengan cara menarik pull barrel dengan wireline tanpa harus menarik
pipa bor. Ukuran core panjangnya 10 feet – 20 feet dengan diameter 1” –
2 3/6”.
Kekurangan dan keuntungan BHC
Conventional coring
Keuntungan
Core yang dibawa keatas terlindungi
Kekurangan
Core berdiameter kecil ( 2 5/8” – 3 9/16”).
Kurang resprentatif karena data yang diperoleh core tidak
sebesar yang sihasilkan.
Tiap pahat bit hanya bisa dipergunakan pada formasi tertentu.
Diamond coring
Keuntungan
Data yang diperoleh cukup besar dan resprentatif operasi yang
dilaksankan menjadi maksimal.
Diameter corenya besar ( 2 7/8” – 4 7/8” ).
Presentase perolehan core besar.
Dapat disesuakan untuk berbagai macam formasi
Tidak diperlukan peralatan khusus
Kekurangan
Setiap akan mengambil core dari core barrel di lakukan round
trip.
Wireline coring
Keuntungan
Core dan inner barrel dapat di ambil tanpa harus mencabut
rangkaian pipa.
Biaya operasi lebih rendah.
Penghematan waktu untuk round trip terutama untuk lapisan
tebal atau suur dalam.
Kekurangan
Metode ini hanya dipergunakan untuk formasi lunak.
Core yang diperoleh berdiameter kecil ( 1”- 2 3/6” ).
Biasanya perolehan core lebih rendah.
Side Wall Coring
Pengambilan core dengan SWC dilakukan pada dinding lubang bor.
Caranya menurunkan peralatan SWC kedalam lubang bor dengan
menggunakan kabel logging dan self potential electrode. Gun body dapat
ditembakkan secara sendiri-sendiri kedining lubang bor melalui mesin yang
dijalankan secara elektrikdari permukaan. Dengan menembusnya gun body
pada dinding lubang bor maka core akan terpotong dan lepas dari formasi.
Ukuran core 3/4" – 1 3/4”
Dan panjang 2 ¼”.
Keuntungan
Dapat menetuakan Fm yang akan ditets.
Penghematan waktu coring.
Kekurangan
Diameter core kecil (3/4” – 1 ¾” )
Data kurang akurat.
Analisa core
Setelah di lab core tersebut disusun sesuai dengan nomor sampel dan urutan
kedalamanya.
Analisa core adalah tahap analisa batuan setelah contoh inti batuan bawah
permukaan diketahui. Tujuan analisa core adalah untuk mengetahui
informasi langsung tentang sifat – sifat fisik batuan yang ditembus salama
pemboran berlansung.
Core yang diperoleh sedikitnya telah mengalami 2 proses, yaitu proses
pemboran dan proses perubahan tekanan dan temperature. Dalam proses
pemboran adalah pengaruh air fitra lumpur pada harga saturasi core.
Sedakan pada proses perubahan tekanan dan temperature pengauhnya akan
banyak terjadi pada harga saturasi fluida padda core, karena pengaruh
adanya ekspansi gas maka saturasi air dan minyaknya menjadi berkurang.
Analisa core ada 2 macam yaitu.
Analisa core rutin meliputi pengukuran porositas ( Ф ), permeabilitas
( K ), saturasi fluida ( Sw ), dan tekanan kapiler ( Pc ).
Analisa core special dikembangkan untuk memperoleh data sifat fisik
batuan yang lebih akurat, khususnya pengukuran data distribusi fluida
dari batuaan reservoir yang merupakan hal penting untuk studi reservoir
secara detail. Secara umum parameter yang dat diukur atau ditentukan
dengan analisa core special adalh distribusi fluida ( minyak dan air atau
gas dan air ) di reservoir. Analisa core special meliputi pengukuran
kompersibilitas, wettabilitas,dan tekanan kapiler.
Perbedaan analisa core special dan rutin adalah pada corenya, jika core
pada analisa rutin harus dicuci dan dikeringkan dahulu maka pada analisa
special tidak core harus fress.