Occult filariasis
Patologi dan Gejala Klinis
Occult filariasis merupakan penyakit filariasis limfatik, yang disebabkan oleh penghancuran mikrofilaria
dalam jumlah berlebih oleh sistem kekebalan tubuh penderita. Mikrofilaria dihancurkan oleh zat anti
dalam tubuh hospes akibat hipersensitivitas terhadap antigen mikrofilaria.
Mikrofilaria tidak ditemukan di dalam darah, tetapi mikrofilaria atau sisa-sisanya dapat ditemukan di
jaringan kelenjar limfe, paru, limpa dan hati. Pada jaringan tersebut, terdapat benjolan-benjolan kecil
berwarna kuning kelabu dengan penampang 1-2 mm, terdiri dari infiltrasi sel eosinofil yang dikenal
dengan nama Meyers Kouwenaar. Di dalam benda-benda inilah dapat ditemukan sisa-sisa mikrofilaria.
Gejala penyakit ini ditandai dengan hipereosinofilia, peningkatan kadar antibody IgE dan antifilaria IgG4,
kelainan klinis yang menahun berupa pembengkakan kelenjar limfe dan gejala asma bronchial.
Hipereosinofilia merupakan salah satu tanda utama dan gejala ini seringkali merupakan petunjuk kearah
etiologi penyakit tersebut. Jumlah leukosit biasanya ikut meningkat akibat meningkatnya jumlah sel
eosinofil di dalam darah. Kelenjar yang paling sering terkena adalah kelenjar limfe inguinal. Kadang-
kadang dapat pula terkena pada kelenjar limfe leher, lipat siku atau kelenjar limfe ditempat lain. Dapat
pula berupa pembesaran kelenjar limfe di seluruh tubuh, menyerupai penyakit Hodgkin.
Bila paru terkena, maka gejala klinisnya dapat berupa batuk dan sesak napas, terutama pada malam hari
dengan dahak yang kental dan mukopurulen. Foto rontgen paru memperlihatkan garis-garis yang
berlebih pada kedua hilus dan bercak-bercak halus terutama di lapangan paru bawah. Gejala lain, dapat
berupa demam subfebril, pembesaran limpa dan hati.
Epidemiologi
Pada daerah endemis, perjalanan penyakit filariasis berbeda antara penduduk asli dengan
penduduk yang berasal dari daerah non-endemis dimana gejala dan tanda lebih cepat terjadi
berupa limfadenitis, hepatomegali dan splenomegali
Penyakit ini sudah dilaporkan di berbagai negara, seperti :
a. Indonesia
b. Singapura
c. Vietnam
d. Muangthai
e. Afrika
f. Curacao
Diagnosis
Diagnosis dibuat berdasarkan gejala klinis,hipereosinofilia,peningkatan kadar IgE yang tinggi,
peningkatan zat anti terhadap microfilaria dan gambaran rontgen paru.
Konfirmasi diagnosis tersebut adalah dengan menemukan benda Meyers Kouwenaar pada sediaan
biopsy atau dengan melihat perbaikan gejala setelah pengobatan dengan DEC.
Pengobatan
Obat pilihan adalah DEC dengan dosis 6 mg/KgBB/hari selama 21-28 hari.Pada stadium ini dini penderita
dapat disembuhkan dan parameter darah dapat pulih kembali sampai sadar yang hampir normal.
Pada stadium klinik lanjut seringkali terdapat fibrosis dalam paru dan dalam keadaan tersebut fungsi
paru mungkin tidak dapat pulih sepenuhnya.
Penderita TPE memberikan respons yang rendah pada pengobatan bronkodilator dan steroid.
Loa-loa (Cacing Mata)
Loa-loa merupakan filarial nematoda (roundworm), yang merupakan peyebab loa-loa filariasis atau dikenal dengan Loiasis. Spesies ini dikenal dengan “eye worm”.Loa-loa merupakan salah satu dari empat species filarial parasitik nematoda yang mnyebabkan subkutaneous filiriasis pada manusia. Ketiga species lainnya adalah Mansonella streptocerca, Onchocerca volvulus (menyebabkan river blindness), dan Dracunculuc medinensis (guinea worm).
Larva yang telah matang dan dewasa hidup di lapisan subkutan (lapisan lemak) pada manusia. Sedangkan larva yang muda berkembang di dalam tubuh vektornya. Penyakit ini akan menginfeksi manusia melalui gigitan vektor.
Nama penyakit : Loa-loa filariasis, loaiasis, calabar swelling (fugitive swelling), Tropical swelling dan
Afrika eyeworm
Vektor : Lalat Chrysops silaceae dan Chrysops dimidiata
Hospes : Manusia
Habitat : Cacing dewasa terdapat di jaringan subkutan manusia
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan : Animalia
Filum : Nemathelmynthes
Kelas : Nematoda
Order : Spirurida
Superfamili : Filarioidea
Keluarga : Onchocercidae
Genus : Loa
Spesies : Loa loa
Morfologi
1. Cacing dewasa hidup dalam jaringan sub kutan
2. Berbentuk seperti benang halus dan berwarna putih susu
3. Cacing betina berukuran 50-70 mm x 0,5 mm
4. Cacing jantan 30-34 mm x 0,35-0,43 mm
5. Cacing betina mengeluarkan mikrofilaria yang beredar dalam darah pada siang hari, sedangkan
pada malam hari mikrofilaria berada dalam pembuluh darah paru-paru.
6. Mikrofilaria berukuran 250-300 mikron – 6-8.2 mikron, memiliki sarung atau selubung
7. Mikrofilaria dapat ditemukan dalam urin,dahak,sumsum tulang belakang
Daur HidupDaur hidup diawali oleh vektornya yaitu lalat Chrysops. Mikrofilaria yang beredar dalam darah diisap
oleh lalat dan setelah kurang lebih 10 hari di dalam badan serangga, mikrofilaria tumbuh menjadi larva
infektif dan siap ditularkan kepada hospes lainnya. Kemudian lalat ini menggigit manusia (karena
makanan lalat ini adalah darah) selanjutnya mikrofilaria tadi menyebar melalui pembuluh darah dan
dapat ditemukan dalam urine, dahak, dan kadang-kadang dalam cairan sumsum tulang belakang. Cacing
dewasa tumbuh dalam badan manusia dan dalam waktu 1 sampai 4 minggu mulai berkopulasi dan
cacing betina dewasa mengeluarkan mikrofilarianya.
Keterangan :
1. Vektor Loa loa menghisap darah manusai dan memaparkan mikrofilaria ke dalam tubuh host
dan berpenetrasi ke dalam kulit manusia melalui bekas gigitan
2. Larva berkembang menjadi cacing dewasa di dalam kelenjar subkutan
3. Mikrofilaria dapat ditemukan di cairan sum-sum tulang, urine, dan sputum
4. Mikrofilaria masuk ke dalam tubuh vektor melalui gigitan lalat pada manusia yang terinfeksi
5. Mikrofilaria melepaskan selubungnya, dan berpenetrasi menuju usus lalat dan bermigrasi ke
otot dada lalat
6. Mikrofilaria berkembanbg menjagi larva stage 1.
7. Mikrofilaria berkembang menjadi larva stage 3
8. Infektif larva (stage 3) bermigrasi ke kelenjar ludah lalat
Masa inkubasi : waktu yang dibutuhkan untuk menjadi cacing dewasa 1 – 4 tahun (dalam tubuh
manusia) dan cacing dewasa dapat hidup hingga selama 17 tahun
Patologi
Loa-loa menginfeksi host dengan berpindah melalui jaringan subkutan di sepanjang punggung, dada,
scalpel, dan mata. Parasit ini dapat menyebabkan inflamasi pada kulit pada tempat migrasinya
Jika parasit berhenti pada satu tempat dalam waktu singkat, maka akan terjadi inflamasi lokal yang
dikenal dengan Calabar Swellings. Hal ini sering terjadi pada pergelangan tangan dan pergelangan kaki,
pembengkakan ini hilang ketika parasit kembali bergerak.
Migrasi pada subconjunctiva dapat terjadi, pergerakannya dapat dirasakan oleh penderita, pergerakan
di mata umumnya terjadi selama 15 menit.
Cacing dewasa dapat ditemukan di seluruh tubuh dan kadang menimbulkan gangguan di konjungtiva
mata dan pangkal hidung dengan menimbulkan iritasi pada mata,mata sembab,sakit,pelupuk mata
bengkak sehingga mengganggu penglihatan, dan secara psikis pasien menderita.
Masalah utama bila cacing masuk ke otak dan menyebabkan ensefalitis.Cacing dewasa juga ditemukan
dalam cairan cerebrospinal pada orang yang menderita meningoensefalitis.
Gejala Klinis
Penglihatan terganggu
Mata sembab
Urticaria
Pruritus
Calabar swellings : Penderita menjadi hipersensitif terhadap zat sekresi yang dikeluarkan oleh
cacing dewasa dan menyebabkan reaksi radang bersifat temporer
Peningkatan IgE
Peningkatan jumlah Eosinofil
Peningkatan jumlah eosinofil dalam darah biasanya menunjukkan respon yang tepat terhadap sel-
sel abnormal, parasit, atau bahan-bahan penyebab reaksi alergi (alergen)
Umumnya hilang dalam 2 – 4 hari, namun bisa mencapai beberapa minggu.
Penyebab pasti belum diketahui, diduga disebabkan oleh migrasi dari parasit (Loa loa)
Epidemiologi
Distribusi geografis loaiasis manusia terbatas pada hutan hujan dan rawa kawasan hutan Afrika
Barat, terutama di Kamerun dan di Sungai Ogowe.
Pada tahun 2009, loaiasis dinyatakan endemik pada 11 wilayah, seluruhnya merupakan bagian
dari afrika barat dan afrika tengah
Angka kejadian tertinggi terdapat pada
1. Kamerun
2. Kongo
3. Afrika tengah
4. Nigeria
5. Gabon
6. Guinea tengah
Manusia adalah satu-satunya reservoir alami.
Diduga 12 – 13 juta orang terinfeksi loa-loa
Endemisitas terkait dengan habitat dari vektor loiasis, yaitu Chrysops silicea and C. dimidiata
Loiasis pernah dilaporkan terjadi di USA, namun terjadi pada travellers yang baru kembali dari
daerah endemik
Tingkat prevalensi tinggi di antara laki-laki (10,41%) daripada perempuan (6,45%)
Usia tingkat infeksi untuk laki-laki dari 15 sampai 45 tahun dan wanita 15 sampai 65 tahun
Diagnosis
Diagnosis dibuat dengan menemukan microfilaria dalam darah yang diambil pada waktu siang hari atau
menemukan cacing dewasa dari kongjungtiva mata atau dalam jaringan subkutan.
Blood sample examination, menggunakan sediaan apusan untuk menemukan mikrofilaria
Menggunakan pewarna giemsa atau hematoxyclin dan eosin.
Untuk meningkatkan sensitivitas dapat dilakukan sentrifugasi sampel dalam larutan formalin 2% (cara
Knott’s) atau filtrasi menggunakan membran nucleopore
Pengobatan
1. Pemberian Obat
Dietilkarbamasin merupakan obat utama untuk pengobatan loaiasis. Dosisnya adalah 2
mg/kgBB/hari, diberikan 3 kali sehari sesudah makan selama 14 hari. Mekanisme Kerja DEC
adalah menurunkan aktivitas otot yang mengakibatkan paralysis & mengganngu pertahanan
mikrofilaria sehingga mudah dihancurkan.Pada pemberian DEC harus diperhatikan efek
sampingnya. Efek sampingnya adalah sakit kepala, nyeri otot, mual, muntah, dan diare.
Disamping sebagai terapi, obat ini bersifat profilaksis terhadap infeksi parasit.
Ivermectin adalah obat yang bisa digunakan untuk penderita loiasis. Sistem kerja dari
Ivermektin yaitu mengubah kadar klorida yang menyebar pada tubuh cacing sehingga cacing
mengalami paralysis dan mati.
Albendazole, dipasarkan sebagai Albenza, Eskazole, dan Zentel, adalah anggota dari
benzimidazole senyawa digunakan sebagai obat yang diindikasikan untuk pengobatan berbagai
infestasi cacing.
Cara kerja dari Albendazol: Sebagai vermicidal, Albendazole degeneratif menyebabkan
perubahan dalam usus tegument dan sel-sel dari worm dengan cara mengikat ke colchicine-situs
sensitif tubulin, sehingga menghambat para polimerisasi atau perakitan ke dalam mikrotubulus.
Hilangnya mikrotubulus sitoplasma menyebabkan gangguan pengambilan glukosa oleh larva dan
dewasa tahap rentan parasit, dan menguras toko glikogen mereka. Degeneratif perubahan
dalam retikulum endoplasma, mitokondria dari lapisan germinal, dan kemudian pelepasan
lisosom mengakibatkan penurunan produksi adenosin trifosfat (ATP), yang merupakan energi
yang diperlukan untuk kelangsungan hidup cacing. Karena produksi energi berkurang, parasit ini
bisa bergerak dan akhirnya mati.
Albendazole juga telah terbukti dapat menghambat enzim Fumarat reduktase, yang adalah
cacing-spesifik. Tindakan ini dapat dianggap sekunder untuk efek pada mikrotubulus karena
penurunan penyerapan glukosa. Tindakan ini terjadi di hadapan mengurangi jumlah
nikotinamida-adenin dinukleotida dalam bentuk pengurangan (NADH), yang merupakan
koenzim selular terlibat dalam banyak reaksi oksidasi-reduksi.
Albendazole memiliki efek larvicidal di necatoriasis dan efek ovicidal Askariasis, ancylostomiasis,
dan trichuriasis
2. Operasi
Cacing dewasa di dalam mata harus dikeluarkan dengan pembedahan yang dilakukan oleh
seorang ahli.
Prosedurnya adalah dilakukan penyuntikan lidokain 2% dengan epinefrin 1:100000
melalui spekulum kawat kelopak. Dilakukan insisi 2 mm dan cacing dibuang dengan
pinset. Tetes mata Gatifloxacine dan patch mata digunakan sebagai penanganan pasca
operasi.
Pencegahan
1. Vector Elimination
2. Menggunakan baju tertutup dan tebal
3. DEC 300 mg sekali seminggu, bagi yang bepergian ke daerah endemik
4. Hindari gigitan lalat
Prognosis
Prognosis biasanya baik bila cacing dewasa dapat dikeluarkan melalui mata,atau bila pengobatan
berhasil dengan baik.
Daftar Pustaka
Prianto L.A,. 1994. Atlas Parasitologi Kedokteran. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Schmidt, Gerald et al. 2005. Foundations of Parasitology. 7th ed. New York : McGraw Hill
Sandjaja, Bernardus Dr. 2007. Helmintologi Kedokteran. Buku II. Jakarta : Penerbit Prestasi Pustaka
Natadisastra Djaenudin, dan Agoes Ridad. 2009. Parasitologi Kedokteran Ditinjau dari Organ Tubuh yang Diserang. Jakarta : Penerbit EGC
Sutanto, Inge, dll. 2008. Buku Ajar Parasitologi Kedokteran Edisi Keempat. Jakarta : Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia