PENERAPAN DISKRESI OLEH PRESIDEN DALAM KASUS PEMBATALAN SURAT
PEMBERITAHUAN NOMOR UM.3012/1/21/PHB/2015 TENTANG LARANGAN OJEK
DAN TAKSI ONLINE
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H)
OLEH :
ADE KURNIAWAN
NIM : 1112048000057
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
P R O G R A M S T UD I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1438 H/2016 M
iii
PENERAPAN DISKRESI OLEH PRESIDEN DALAM KASUS PEMBATALAN SURAT
PEMBERITAHUAN NOMOR UM.3012/1/21/PHB/2015 TENTANG LARANGAN OJEK
DAN TAKSI ONLINE
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Syariah Dan Hukum
Untuk Memenuhi Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)
Oleh
Ade Kurniawan
NIM: 1112048000057
Pembimbing I Pembimbing II
Ismail Hasani, S.H., MH. Nur Rohim Yunus LL.M
KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA
P R O G R A M S T U D I I L M U H U K U M
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
J A K A R T A
1437H/2016M
iii
iv
ABSTRAK
ADE KURNIAWAN, NIM 1112048000057. PENERAPAN DISKRESIOLEH PRESIDEN DALAM KASUS PEMBATALAN SURATPEMBERITAHUAN NOMOR UM.3012/1/21/PHB/2015 TENTANGLARANGAN OJEK DAN TAKSI ONLINE. Program Studi Ilmu Hukum,Konsentrasi Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum UniversitasIslam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 1437 H/ 2016 M. viii + 64 halaman + 4halaman Daftar Pustaka
Penelitian ini bertujuan untuk memahami penerapan diskresi oleh Presidendalam studi kasus pembatalan surat pemberitahuan nomorum.3012/1/21/phb/2015 tentang larangan ojek dan taksi online. Serta bagaimanapenerapan diskresi oleh Presiden Joko Widodo dalam pembatalan suratpemberitahuan nomor um.3012/1/21/phb/2015. Tipe penelitian yang digunakanpenulis adalah Yuridis Normatif yaitu penelitian hukum yang meletakkan hukumsebagai bangunan sistem norma, sedangkan pendekatan yang dilakukan adalahmelalui pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan pendekatankonsep (conceptual approach) dan pendekatan kasus (case approach) padaperaturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan yang dalampenelitian ini diantaranya adalah Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 TentangAdministrasi Pemerintahan dan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 TentangLalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa batasan penerapan diskresi olehPresiden dalam menjalankan undang-undang harus berpatokan kepada asas-asasumum pemerintahan yang baik, adanya kekosongan hukum, adanya kebebasaninterprestasi, adanya delegasi perundang-undangan, demi kepentingan umum danharus mengacu kepada Undang-undang nomor 30 Tahun 2014 TentangAdministrasi Pemerintahan. Serta dapat dilihat penerapan diskresi oleh PresidenJoko Widodo ketika meminta Meneteri Perhubungan Ignasius Jonan untukmembatalkan surat edaran tersebut.
Kata Kunci : Presiden, Diskresi, Menteri, Surat Pemberitahuan NomorUm.3012/1/21/phb/2015, Ojek Online
Dosen Pembimbing : Ismail Hasani S.H., M.H
Nur Rohim Yunus LL.M
Daftar Pustaka : Tahun 1981 sampai Tahun 2015
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji dan Syukur hanya untuk Allah SWT, karena berkat rahmat,
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: BATASAN
PENERAPAN DISKRESI OLEH PRESIDEN DALAM MENJALANKAN
UNDANG-UNDANG (STUDI KASUS PEMBATALAN SURAT
PEMBERITAHUAN NOMOR UM.3012/1/21/PHB/2015). Shalawat serta salam
penulis sampaikan kepada junjungan Nabi Besar kita Muhammad SAW, yang
telah membawa umat manusia dari zaman jahiliyah ke zaman yang terang
benderang ini.
Dalam penyelesaian skripsi tak henti-hentinya penulis mengucapkan syukur
dan terimakasih atas bantuan, bimbingan, nasehat, doa dan semangatnya kepada
yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA, Ph.D. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syariffudin Hidayat M.H dan Drs. Abu Thamrin S.H M.Hum.
Ketua dan Sekretaris Prodi Ilmu Hukum yang telah memberikan restu,
bantuan serta bimbinganya sehingga skripsi ini dapat selesai dengan baik.
3. Ismail Hasani, S.H., MH. dan Nur Rohim Yunus LL.M selaku Dosen
Pembimbing I dan II karena bimbingan dan arahanya selama proses
penulisan skripsi ini.
4. Segenap dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta khususnya dosen program studi Ilmu Hukum yang telah
memberikan ilmu pengetahuan selama penulis menjadi mahsiswa Ilmu
Hukum. Semoga ilmu yang diajarkan dapat bermanfaat dan mendapatkan
vi
balasan dari Allah SWT.
5. Dr. Nur Habibi, S.H., MH. Selaku dosen Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan masukan dalam
penulisan skripsi ini.
6. Pimpinan dan Segenap staff Perpustakaan Utama UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk
mengadakan studi kepustakaan dalam penulisan ini.
7. Kedua orang tua Bapak Topo Broto dan Ibu Sri Pujiati yang telah
memberikan doa dan dukungan. Kakak penulis Fidianto, Sulha Dewi, Eka
Puji Kurniawati dan Didik Setiawan yang senantiasa memberikan doa dan
motivasi dalam penulisan skripsi ini.
8. Sahabat terbaik Barasilla dan Muhammad Ridwan yang telah memberikan
semangat dan saran dalam penulisan skripsi ini.
9. Kawan-kawan seperjuangan khususnya yang tergabung dalam group
“cucu dekur fans club” atas kebersamaannya dan kekompakkanya,
semoga kelak kita bisa menjadi pemimpin di Indonesia.
10. Kawan seperjuangan KKN “Kayu” (Alvina,Nadhira, Yupinto, Alyasa,
Raka, Evniati, Kharisma dan Kindi atas dorongan dan motivasinya dalam
penulisan skripsi ini
11. Sahabat diskusi “kopma” (Renaldi, Sigit, Dimas, Agie, Aga, Deni, Ansor,
Said, Tado, Raziv, Farhan, Yusuf, Farid, Bagdad dan Atma) atas
dukungan, motivasi dan saran. Semoga persahabat yang telah kita bangun
dapat terjaga selamanya.
Jakarta, 27 September 2016
Ade Kurniawan
vii
DAFTAR ISI
PERSETUJUAN PEMBIMBING............................................................................ i
LEMBAR PERNYATAAN.................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................. iii
KATA PENGANTAR ........................................................................................... iv
DAFTAR ISI.......................................................................................................... vi
BAB I Pendahuluan ...............................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................................1B. Pembatasan dan Perumusan Masalah.....................................................6C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..............................................................7D. Tinjaun (review) Kajian Terdahulu........................................................8E. Kerangka Konseptual ...........................................................................11F. Metode Penelitian.................................................................................12G. Sistematika Penulisan ..........................................................................16
BAB II Diskresi dan Lembaga Kepresidenan ..................................................19
A. Pengertian Diskresi ..............................................................................191. Diskresi Menurut Negara Hukum ..................................................192. Diskresi Menurut Peraturan Perundang-undangan di Indonesia....233. Bentuk Implementasi Diskresi Dalam Administrasi Negara .........264. Batasan Penerapan Diskresi ...........................................................28
B. Kekuasaan Lembaga Kepresidenan .....................................................291. Presiden ..........................................................................................292. Tugas dan Wewenang ....................................................................32
BAB III Jasa Penyedia Layanan Ojek Berbasis Aplikasi ...............................37
A. Fenomena Ojek Online ........................................................................37B. Larangan Ojek Online ..........................................................................40C. Respon Masyarakat ..............................................................................44
BAB IV Diskresi Presiden Dalam Menjalankan Undang-undang .................50
A. Batasan Penerapan Diskresi .................................................................49B. Penerapan Asas Diskresi Oleh Presiden Joko Widodo Dalam
Pembatalan Surat Pemberitahuan Nomor Um.3012/1/21/phb/2015....55
viii
C. Analisis.................................................................................................57BAB V Penutup ...................................................................................................63
A. Kesimpulan ..........................................................................................63B. Saran.....................................................................................................64
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia menganut sisten pemerintahan presidensil, dimana dalam
sistem pemerintahan presidensil terdapat pemisahan tegas antara kekuasaan
Legislatif (parlemen) dengan kekuasaan Eksekutif (pemerintah). Pemisahan
yang tegas antara kekuasaan eksekutif dengan legislatif ini dipengaruhi oleh
teori “trias politika dari “montesquieu” yang membagi kekuasaan negara
atas tiga negara, yakni eksekutif, legislative dan yudikatif.1
Pada sistem pemerintahan presidensil, presiden selain sebagai kepala
negara sekaligus sebagai kepala pemerintahan (eksekutif). Dalam sistem ini,
lembaga eksekutif (presiden) dalam menjalankan tugas pemerintahan tidak
bertanggung jawab kepada lembaga legislatif (parlemen), tetapi bertanggung
jawab kepada rakyat yang memilihnya.2
Susunan lembaga eksekutif dalam sistem pemerintahan presidensil
terdiri atas atau dipimpim oleh seorang presiden menjabat sebagai kepala
negara dan kepala pemerintahan (eksekutif) yang didampingi oleh seorang
Wakil Presiden. Dalam menjalankan tugasnya Presiden dibantu oleh
1 Umar Said Sugiarto, Pengantar Hukum Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,2014), h.255-256
2 Jimly Asshiddiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, (Jakarta: RajaGrafindoPersada, 2013), h.323
2
sejumlah menteri-menteri negara. Menteri-menteri negara diangkat dan
diberhentikan oleh presiden dan bertanggung jawab kepada presiden.
Presiden memegang penuh wewenang pemerintahan, menurut P.
Nicolai wewenang pemerintahan adalah kemampuan untuk melakukan
tindakan atau perbuatan yang dimaksudkan untuk menimbulkan akibat
hukum, dan mencakup mengenai timbul dan lenyapnya akibat hukum.3
Selanjutnya, dikemukakan bahwa dalam wewenang pemerintahan itu
tersimpul adanya hak dan kewajiban dari pemerintahan dalam melakukan
tindakan pemerintahan tersebut.4
Pengertian hak pada dasarnya berisi kebebasan untuk melakukan
atau tidak melakukan tindakan tertentu. Adapun kewajiban dimaksudkan
sebagai pemuatan keharusan untuk melakukan atau tidak melakukan
tindakan atau perbuatan.
Kekuasaan-kekuasaan umum presiden berasal dari undang-undang
dasar dan undang-undang, yang meliputi:
1. Kekuasaan Administratif (administrative power), yaitu pelaksanaan
undang-undang dan politik administratif;
2. Kekuasaan Legislatif (legislative power), yaitu memajukan undang-
undang dan mengesahkan undang-undang;
3 Aminudin Ilmar, Hukum Tata Pemerintahan, (Jakarta: Prenadamedia Group,2014), h.102-103
4 Ridwan HR, Hukum Administrasi negara, (Jakarta: RajaGrafinda Persada,2014), h.110
3
3. Kekuasaan Yudikatif (judicial power), yaitu kekuasaan untuk
memberikan grasi dan amnesti;
4. Kekuasaan Militeris (military power), yaitu kekuasaan mengenai
angkatan perang dan urusan perthanan; dan
5. Kekuasaan Diplomatif (Diplomatic power), yaitu kekuasaan yang
mengenai hubungan luar negeri.5
Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan tingkat pusat
mengepalai administrasi negara. Kekuasaannnya adalah menyelenggarakan
pemerintahan sehari-hari yang mencakup semua lapangan administrasi
negara, baik yang telah ditentukan dalam peraturan perundang-undangan,
ketentuan-ketentuan yang tidak tertulis maupun kebebasan bertindak (freies
ermessen) untuk mencapai tujuan yang terdapat dalam pembukaan UUD
1945.6
Kebebasan bertindak oleh presiden diatur dalam undang-undang
Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Presiden dapat
melakukan kebebasan dalam melakukan tindakan di luar kewenangannya
dalam mengatasi persoalan konkret yang tidak diatur dalam suatu peraturan
perundang-undangan, kebebasan dalam melakukan tindakan tersebut disebut
freies ermessen atau asas diskresi.
Dalam ilmu hukum administrasi negara, freies ermessen ini
diberikan hanya kepada pemerintah atau administrasi negara baik, untuk
5 Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca AmendemenUUD1945, (Jakarta: Prenada Media,2011), h.199-200
6 Jum Anggriani, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: Graha Ilmu,2012), h.72
4
melakukan tindakan-tindakan biasa maupun tindakan hukum dan ketika
freies ermessen ini diwujudkan dalam instrumen yuridis tertulis, jadilah ia
sebagai peraturan kebijaksanaan. Sebagai sesuatu yang lahir dari freies
ermessen dan hanya diberikan kepada pemerintah atau administrasi negara,
kewenangan pembuatan kebijakan itu inheren pada pemerintahan.7
Di dalam undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 Tentang
Administrasi Pemerintahan dijelaskan bahwa keputusan dan/atau tindakan
yang ditetapkan dan/atau dilakukan oleh Pejabat Pemerintahan untuk
mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam hal peraturan perundangan-undangan yang memberikan
pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, dan/atau adanya
stagnasi pemerintahan.
Undang-undang tersebut secara tegas mengatur hak pejabat negara
dalam melakukan mengambil keputusan ataupun tindakan ketika terjadinya
suatu masalah yang rumit. Keputusan ataupun tindakan yang diambil oleh
Pejabat Negara tidak didasarkan pada kebebasan bertindak semata, namun
wajib didasarkan pada hukum, itikad baik dan ditetapkan oleh pejabat yang
memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan ataupun tindakan.
Pemberian kewenangan kepada pemerintah untuk bertindak atas
inisiatif sendiri merupakan pilihan yang mengandung resiko dan masalah
tersendiri. Kebebasan bertindak seperti itu dapat menimbulkan dampak
negatif terhadap keberadaan hak-hak rakyat sebab keleluasaan tersebut
7 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006), h.182
5
berpotensi menimbulkan kesewenang-wenangan penguasa yang dapat
melanggar hak-hak individu, padahal kelahiran negara hukum justru
bertujuan untuk mencegah penguasa melakukan tindakan sewenang-
wenang.
Bentuk-bentuk kesewenang-wenangan penguasa akibat
penyelenggaraan kewenangan diskresioner yang berlebihan dapat berupa
pelanggaran hukum, penyalanggunaan wewenang, ataupun kesewenang-
wenangan.8 Terkait dengan pelanggaran hukum yang mungkin dilakukan
oleh pemerintah dalam menerapkan kebebasan bertindak yaitu tidak
berpatokan kepada hukum yang telah ada.
Pelanggaran hukum yang dilakukan oleh pemerintah (Presiden)
dalam penerapan kebebasan bertindak dapat dilihat dari kasus ojek online,
di mana sesungguhnya ojek online tidak berwenang mengangkut
penumpang dijalan raya karena sepeda motor bukan diperuntukan sebagai
kendaraan umum. Hal tersebut dipertegas dengan dikeluarkannya surat
pemberitahuan nomor um.3012/1/21/phb/2015 tentang Larangan Ojek dan
Taksi Online yang dikeluarkan oleh Kementerian Perhubungan.
Surat pemberitahuan tersebut ditujukan kepada kepolisian agar
melakukan tindakan kepada para pengemudi ojek online yang mengangkut
penumpang dijalan raya. Kementerian Perhubungan berpendapat bahwa
ojek online telah melanggar Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
8Hotma P. Sibuea, Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas UmumPemerintahan yang baik, (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), h.84
6
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun surat yang dikeluarkan oleh
Kementerian Perhubungan dibatalkan atas instruksi Presiden Joko Widodo.
Penerapan diskresi yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo
dalam pembatalan surat pemberitahuan nomor um.3012/1/21/phb/2015
tentang Larangan Ojek dan Taksi Online menimbulkan masalah baru karena
penerapan asas diskresi tersebut dianggap tidak sesuai dengan Undang-
undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. hal ini
bisa dianggap bahwa Presiden telah melakukan penyalahgunaan wewenang.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengkaji
lebih jauh bagaimana kejelasan dan kepastian hukum mengenai Penerapan
Diskresi Oleh Presiden Dalam Kasus Pembatalan Surat Pemberitahuan
Nomor Um.3012/1/21/phb/2015 Tentang Larangan Ojek Online dan Taksi
Online. Dengan demikian penulis tertarik mengangkat tema ini yang akan
lebih lanjut dituangkan dalam sebuah skripsi.
B. Pembatasan dan Rumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini terarah dan tersusun secara
sistematis pada tema bahasan yang menjadi titik sentral, maka perlu
penulis uraikan pokok-pokok bahasan dengan memberikan perumusan
dan pembatasan masalah.
Untuk mendapatkan pembahasan yang objektif, maka penulis
membatasinya dengan pembahasan mengenai Penerapan Diskresi Oleh
7
Presiden Dalam Kasus Pembatalan Surat Pemberitahuan Nomor
Um.3012/1/21/phb/2015 tentang Larangan Ojek Online .
2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka
rumusan masalah disusun dengan pertanyaan penelitian (research
question), yaitu:
a. Apa batasan-batasan implementasi diskresi oleh presiden dalam
menjalankan administrasi negara?
b. Bagaimana penerapan asas diskresi oleh presiden Joko Widodo
dalam pembatalan surat pemberitahuan Nomor
Um.3012/1/21/phb/2015 tentang Larangan Ojek dan Taksi Online?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian.
1. Tujuan Penelitian.
Adapun tujuan diadakannya penelitian ini adalah :
a. Mengetahui dan memahami batasan-batasan implementasi
diskresi oleh Presiden dalam menjalankan administrasi negara
b. Mengetahui penerapan diskresi oleh Presiden Joko Widodo
dalam pembatalan surat pemberitahuan Nomor
um.3012/1/21/phb/2015 tentang Larangan Ojek dan Taksi
Online.
8
2. Manfaat Penelitian
Kegunaan penelitian ini diuraikan menjadi dua bagian, yaitu
kegunaan teoritis dan kegunaan praktis.
a. Kegunaan teoritis
Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan wawasan serta memberikan suatu pemahaman
dan kontribusi dalam menanggapi masalah hukum, khususnya
tentang batasan penerapan diskresi oleh presiden dalam
menjalankan undang-undang
b. Kegunaan Praktis.
Adapun manfaat praktis dari penilitian ini dapat
diharapkan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah dalam
membuat kebijakan-kebijakan dan konsukuensi hukum yang
berkaitan dengan penegakan hukum serta kepastian hukum
terhadap batasan penerapan diskresi oleh presiden dalam
menjalankan undang-undang untuk terciptanya hukum yang
seadil-adilnya bagi kemakmuran hajat hidup orang banyak,
khususnya masyarakat pencari keadilan.
D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu.
No Nama penulis/judul
skripsi, jurnal/ tahun
Substansi Perbedaan dengan
penulis.
1 Rangga Punji
Mulyawan,
Skripsi ini
membahas
Perbedaan dari skripsi
ini dengan skripsi
9
Implementasi
Diskresi dalam
persepektif hukum
islam (studi kasus di
polres Jakarta
selatan),2012
mengenai
Implemestasi
Diskresi dalam
persepektif hukum
Islam (studi kasus
di polres Jakarta
selatan
penulis adalah penulis
membahas mengenai
penerapan diskresi oleh
Presiden dalam kasus
pembatalan surat
pemberitahuan nomor
um.3012/1/21/2015/phb
tentang larangan ojek
dan taksi online
2 Rony Pahala Silaban,
Penerapan Tindakan
Diskresi tembak
ditempat yang
dilakukan oleh
petugas kepolisian
terhadap tersangka
dihubungkan dengan
asas praduga idtak
bersalah, 2011
Skripsi ini
membahas
mengenai
Penerapan
Tindakan Diskresi
tembak ditempat
yang dilakukan
oleh petugas
kepolisian
terhadap tersangka
dihubungkan
dengan asas
praduga tidak
bersalah.
Perbedaan skripsi ini
dengan skripsi penulis
adalah penulis
membahas mengenai
penerapan diskresi oleh
Presiden dalam kasus
pembatalan surat
pemberitahuan nomor
um.3012/1/21/2015/phb
tentang larangan ojek
dan taksi online
10
3 Lutfi Effendi, Buku
ini membahas
mengenai Pokok-
pokok Hukum
Administrasi Negara
yang berobyekkan
sebuah negara dan
menganut sistem civil
law.
Buku ini
membahas
mengenai pokok-
pokok Hukum
Administrasi
Negara yang
berobyekan
sebuah negara dan
menganut sistem
civil law
Perbedaan dari buku ini
dengan skripsi penulis
adalah penulis
membahas mengenai
penerapan diskresi oleh
Presiden dalam kasus
pembatalan surat
pemberitahuan nomor
um.3012/1/21/2015/phb
tentang larangan ojek
dan taksi online
4 Julista Mustamu,
Diskresi dan
Tanggung Jawab
Administrasi
Pemerintahan,2011
Jurnal ini
membahas tentang
Diskresi dan
Tanggung Jawab
Pemerintahan
Perbedaan dari jurnal
ini dengan skripsi
penulis adalah penulis
membahas mengenai
penerapan diskresi oleh
Presiden dalam kasus
pembatalan surat
pemberitahuan nomor
um.3012/1/21/2015/phb
tentang larangan ojek
dan taksi online
11
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual.
Dalam negara hukum modern, diskresi, discrection (Inggris),
discretionair (Perancis), freies ermessen (Jerman) mutlak dibutuhkan oleh
pemerintah, dan kepadanya melekat wewenang itu, sejalan dengan
meningkatnya tuntutan publik yang harus diberikan pemerintah terhadap
kehidupan sosial ekonomi para warga kian komplek.9 Diskresi sendiri
diartikan sebagai sebagai salah satu sarana yang memberikan ruang bergerak
kepada pejabat atau badan-badan untuk melakukan tindakan tanpa harus
terikat sepenuhnya kepada undang-undang.10
Pengertian diskresi menurut Kamus Hukum, diskresi berarti kebebasan
mengambil keputusan dalam setiap situasi yang dihadapi menurut
pendapatnya sendiri.11 Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengartikan diskresi sebagai
keputusan atau tindakan yang ditetapkan atau dilakukan oleh Pejabat
Pemerintahan untuk mengatasi masalah konkret yang dihadapi dalam
penyelenggaraan pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang
memberikan pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, atau
adanya stagnasi pemerintahan.
Lembaga eksekutif adalah salah satu cabang pemerintahan yang
memiliki kekuasaan dan bertanggung jawab untuk menerapkan hukum. Dalam
9 Ridwan, Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi (Yogyakarta: FH UIIPress, 2009), h. 51
10 Ridwan, Tiga Dimensi Hukum........ h. 80-81
11 JCT Simorangkir dkk, Kamus Hukum (Jakarta: Penerbit Sinar Grafika, 2008), h.38
12
sistem ketatanegara Indonesia, lembaga eksekutif terdiri dari Presiden,
Gubernur, Walikota/Bupati, Camat, Lurah serta RT/RW
Presiden adalah salah satu lembaga tinggi negara dalam sistem
ketatanegara Indonesia yang merupakan lembaga penyelenggara
pemerintahan, Presiden dipilih melalui pemilihan umum yang didukung dari
gabungan partai politik peserta pemilu.
F. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
Menurut Peter Mahmud Marzuki, penelitian hukum merupakan suatu
kegiatan know-how dalam ilmu hukum yang bersifat perspektif, bukan
sekedar know-about. Sebagai kegiatan know-how penilitian hukum
dilakukan untuk memecahkan isu hukum yang dihadapi.Disinilah
dibutuhkan kemampuan untuk mengidentifikasi masalah hukum,
melakukan penalaran hukum, menganalisis masalah yang dihadapi dan
kemudian memberikan pemecehan atas masalah tersebut.12
Untuk memperoleh data-data yang diperlukan dalam menjawab
permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian ini dan untuk
memenuhi penulisan skripsi ini penulis menggunakan jenis metode
Penelitian yuridis normatif yaitu penelitian yang difokuskan untuk
mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum
12 Peter Mahmud Marzuki, 2013. Penilitian Hukum, cet. VIII, Jakarta: Kencana PrenadaMedia Group, h. 60
13
positif.13Sedangkan sifat dari penelitian ini adalah deskriptif yaitu tipe
penelitian untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang suatu
gejala atau fenomena, agar dapat membantu dalam memperkuat teori-teori
yang sudah ada, atau mencoba merumuskan teori baru.
2. Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan penelitian penulis menggunakan jenis
penilitian yaitu penelitian normatif, maka dalam hal teknik pengumpulan
data dalam penelitian normatif, penulis menggunakan beberapa
pendekatan, yaitu berupa pendekatan perundang-undangan (statute
approach), pendekatan konsep (conceptual approach) dan pendekatan
kasus ( case approach)
Pendekatan perundangan-undangan merupakan suatu pendekatan
yang melakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang menjadi
tema sentral penelitian,14 dalam penelitian ini peraturan yang menjadi tema
sentral penelitian adalah Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan. Selanjutnya, pendekatan kasus (case
approach) yang penulis gunakan yaitu mengacu pada pendekatan kasus
pembatalan surat pemberitahuan nomor 3012/1/21/phb/2015 tentang
Larangan Ojek dan Taksi Online.
13Johnny Ibrahim, 2008. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif.Malang:Bayumedia Publishing, h. 294.
14 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. h. 295
14
3. Sumber Penelitian
Adapun dalam penelitian ini penulis menggunakan sumber
penelitian yang berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder,
serta bahan hukum tersier yang berkaitan secara langsung dengan objek
yang diteliti, dengan rincian sebagai berikut:
a. Bahan Hukum Primer.
Merupakan data-data yang diperoleh dari sumber aslinya,
memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan
penelitian ini.Sumber-sumber tersebut berupa UUD 1945, dan
Peraturan Perundang-Undangan yang terkait asas diskresi. Bahan
hukum primer merupakan data yang diperoleh dari bahan
kepustakaan.15
b. Bahan hukum sekunder.
Merupakan data-data yang memberikan penjelasan mengenai
bahan-bahan primer yang diambil dari sumber-sumber tambahan yang
memuat segala keterangan-keterangan yang berkaitan dengan
penelitian ini, terdiri dari atas buku-buku (textbooks) yang ditulis para
ahli hukum yang berpengaruh (de herseende leer), Jurnal-jurnal
Hukum, Pendapat Para Sarjana, Kasus-kasus Hukum, Yurisprudensi,
dan hasil-hasil simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik
penelitian skripsi ini. Dalam penulisan skripsi, penulis mengacu
15 Soejono Sokanto, Pengantar Penelitian Hukum,( Jakarta: Pustaka Pelajar, 1992.),h.51.
15
kepada buku pedoman penulisan skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2012.
c. Bahan hukum tersier
Merupakan bahan hukum yang memberikan petunjuk atau
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder
seperti kamus hukum, encylopedia, dan lain-lain16
4. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, penulis mempergunakan metode
pengumpulan data melalui studi dokumen/ kepustakaan (library research)
yaitu dengan melakukan penelitian terhadap berbagai sumber bacaan
seperti buku-buku yang berkaitan dengan pasar modal, pendapat sarjana,
surat kabar, artikel, kamus dan juga berita yang penulis peroleh dari
internet.
Bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier diinvetarisasi dan diklasifikasi dengan menyesuaikan masalah yang
dibahas. Dalam upaya mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan
Metode Dokumentasi, metode ini dimaksudkan dengan mencari hal-hal
atau variabel berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, media online,
majalah, prasasti, notulen, rapat, agenda, dan sebagainya.17
16 Johnny Ibrahim, Teori dan Metodelogi Penelitian ...... h.296
17 M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif ,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2007), h. 201.
16
5. Metode Pengolahan dan Analisis Data.
Adapun bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder, serta bahan hukum tersier diuraikan dan dihubungkan
sedemikian rupa, sehingga ditampilkan dalam penulisan yang lebih
sistematis untuk menjawab permasalah yang telah dirumuskan.Cara
pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik
kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap
permasalahan konkret yang dihadapi. Selanjutnya setelah bahan hukum
diolah, dilakukan analisis terhadap bahan hukum dengan melakukan
analisis secara kritis dan mendalam seperti apa batasan-batasan
implementasi diskresi oleh presiden dalam menjalankan administrasi
negara, bagaimana penerapan diskresi oleh Presiden Joko Widodo dalam
pembatalan surat pemberitahuan nomor um.3012/1/21/phb/2015 tentang
Larangan Ojek dan Taksi Online?
6. Metode Penulisan
Metode penulisan ini mengikuti buku pedoman skripsi Fakultas
Syariah dan HukumUIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2012
H. Sistematika Penulisan
Untuk memudahkan alur pemahaman daan alur pemikiran yang
logis dalam penulisan ini, penuis akan memberikan gambaran umum
secara sistematis tentang keseluruhan penelitian ini berdasarkan buku
pedoman skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif
17
Hidiyatullah Jakarta terbitan Tahun 2012. Adapun susunan dalam
penelitian ini adalah:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini dijelaskan tentang latar belakang,
identifikasi masalah, pembatasan dan rumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, tinjaun (review) kajian
terdahulu, kerangka teoritis dan koseptual, metode
penelitian dan sistematika penelitian.
BAB II DISKRESI DAN LEMBAGA KEPRESIDENAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai pengertian diskresi
dan kekuasaan lembaga kepresidenan termasuk
didalamnya pengertian diskresi menurut negara hukum,
diskresi menurut peraturan perundang-undangan di
Indonesi, bentuk implementasi diskresi dalam
administrasi negara, batasan penerapan diskresi, Presiden,
tugas dan kewenangan Presiden.
BAB III JASA PENYEDIA JASA OJEK BERBASIS
APLIKASI
Pada bab ini penulis akan membahas mengenai fenomena
ojek online, larangan ojek online dan respon masyarakat
terkait larangan ojek online.
18
BAB IV DISKRESI PRESIDEN DALAM MENJALANKAN
UNDANG-UNDANG
Pada bab ini penulis akan mengemukakan sejauh mana
penerapan diskresi oleh Presiden, bagaimana penerapan
diskresi oleh Presiden dalam pembatalan surat
pemberitahuan nomor um.3012/1/21/phb/2015 tentang
larangan ojek dan taksi online yang dikeluarkan oleh
Kementerian Perhubungan dan analisis terkait penerapan
diskresi terhadap surat edaran tersebut.
BAB V PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran-saran penulis berdasarkan
pemaparan bab-bab sebelumnya.
19
BAB II
DISKRESI DAN LEMBAGA KEPRESIDENAN
A. Pengertian Diskresi
1. Diskresi menurut Negara Hukum
Sejarah telah memberikan pembuktian bahwa untuk menciptakan
kesejahteraan rakyat dalam suatu konsep kehidupan bernegara tidak dapat
dilakukan dengan pendekatan juridis-formalitas. Gagasan yang diperlukan
untuk membuat suatu negara hukum yang lebih fleksibel yang dapat
mengenyampingkan peraturan tanpa meniadakannya dengan tetap
menjunjung asas legalitas yang dikenal dengan walfare state untuk
mewujudkan kesejahteraan rakyat, maka telah lahir dalam suatu lapangan
hukum administrasi negara suatu asas (dogma) yang disebut asas diskresi
atau freies ermessen.18
Negara hukum bersandar pada keyakinan bahwa kekuasaan negara
harus di jalankan atas dasar hukum yang adil dan baik.19 Negara hukum
terdiri dari:20
a. Negara Hukum Formil
Negara hukum formil yaitu negara hukum yang mendapat
pengesahan dari rakyat, segala tindakan penguasa memerlukan
18 Iron Sarira.2011.Kebijakan perizinan sesuai asas diskresi terkait manajemen risiko dalamperspektif negara hukum kesejahteraan.Humaniora jurnal.Volume 2, No.2, research-dashboard.binus.ac.id, 24 mei 2016
19 https://id.m.wikipedia.org/wiki/Negara_hukum, diakses pada tanggal 11 Oktober 2016,pukul 18.00 WIB
20 Abu Daud Busroh, Ilmu Negara, (Jakarta: PT Bumi Askara, 2009), h.54
20
bentuk hukum tertentu, harus berdasarkan undang-undang. Negara
hukum formil ini disebut pula dengan negara demokratis yang
berlandaskan negara hukum.
b. Negara Hukum Materil
Negara hukum materil sebenarnya merupakan perkembangan lebih
lanjut daripada negara hukum formil. Jadi apabila pada negara
hukum formil tindakan dari penguasa harus berdasarkan undang-
undang atau harus berdasarkan asas legalitas, maka dalam negara
hukum materil tindakan dari penguasa dalam hal mendesak demi
kepentingan warga negaranya dibenarkan bertindak menyimpang
dari undang-undang atau berlaku asas opportunitas.
Memaknai istilah freies ermessen tidak dapat dipisahkan dengan
konsep kekuasaan dan wewenang pemerintahan yang melekat untuk
bertindak, yakni bertindak secara bebas dengan pertimbangannya sendiri
dan tanggung jawab atas tindakan tersebut. Freis ermessen biasanya ada
pada negara-negara yang menggunakan sistem pemerintahan presidensil.21
Secara etimologi, istilah freies ermessen atau diskresi berasal dari
bahasa jerman, dan dalam bahasa inggris dikenal dengan istilah discretion
atau discretionary of power, di indonesia lebih populer dikenal dengan
diskresi yang diterjemahkan “kebebasan bertindak” atau keputusan diambil
atas dasar penilaian sendiri, dengan demikian makna diskresi.22
21 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, ( Yogyakarta: UII Press, 2003), h.13022 Sadjijono, Memehami Beberapa Bab Pokok Administrasi, ( Yogyakarta :Laksbang
Pressindo,2008), h.14
21
Menurut Wayne La Farve sebagaimana dikutip oleh Soerjono
Soekanto,23 bahwa diskresi menyangkut pengambilan keputusan yang tidak
sangat terikat oleh hukum, dimana penilaian pribadi juga memegang
peranan. Dengan demikian, jika dijabarkan lebih jauh mengacu pada
pendapat Wayne La Farve, berarti diskresi merupakan pelengkap dan aturan
yang tertulis dalam suatu peraturan perundang-undangan.
Sedangkan menurut Donner bahwa yang dimaksud dengan diskresi
itu bukan kemerdekaan terhadap undang-undang karena administrasi tetap
tunduk pada undang-undang. Dalam hal ini, kemerdekaan administrasi
adalah kemerdekaan membuat penyelesaian. Undang- undang tidak
membuat spesifikasi jadi penyelesaian hal-hal konkret yang diserahkan
kepada administrasi negara. 24
S. Prajudi Atmosudirjo25 mendefinisikan diskresi, discretion
(Inggris), discretionair (Perancis), freies ermessen (Jerman) sebagai
kebebasan bertindak atau mengambil keputusan dari para pejabat
administrasi negara yang berwenang dan berwajib menurut pendapat
sendiri.
Wewenang diskresi tidak dirumuskan batas-batasannya, unsur, dan
kriterianya, oleh karenanya penggunaan diskresi rentan akan adanya
tindakan penyalahgunaan wewenang dan tindakan sewenang-wenang.
23 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hukum, (Jakarta: Raja GrafindoPersada, 2002), h.15
24 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor :Ghalia Indonesia,2004), h.41
25 S Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta : Ghalia Indonesia, 2005),h.82
22
Penggunaan diskresi tersebut sangat ditentukan oleh perilaku setiap
aparatur pemerintahan, maka di dalam mengambil tindakan dan penilaian
diwajibkan tetap berdasar pada peraturan perundang-undangan menjunjung
tinggi hak asasi manusia dan bertumpu pada asas-asas pemerintahan yang
baik.26
Pemberian wewenang diskresi kepada pemerintah merupakan
konsekuensi logis dari konsep negara kesejahteraan (walfare state), namun
demikian dalam negara hukum, wewenang bertindak (freis ermessen) ini
tidak dapat digunakan tanpa batas dan tidak hanya pendekatan kekuasaan
saja, akan tetapi harus ada pembatasan-pembatasan tertentu. Pembatasan-
pembatasan yang diperlukan tersebut, menurut muchsan sebagai berikut :27
a. Tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku
(kaidah hukum positif); dan
b. Hanya ditujukan untuk kepentingan umum. Artinya bahwa setiap
penggunaan diskresi oleh pejabat atau badan-badan administrasi
negara harus didasarkan untuk kepentingan masyarakat secara luas
bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Di sisi lain sjachran Basah juga merumuskan unsur-unsur diskresi
dalam negara hukum, antara lain :28
1. Ditujakan untuk menjalankan tugas-tugas public service
2. Merupakan sikap tindak aktif dari administrasi negara
26 S Prajudi Atmosudirjo, Hukum Administrasi Negara......... h. 90
27 Muchsan, Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan PeradilanAdministrasi di Indonesia, (Yogyakarta : Liberty, 1981), h. 27
28Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta : UII Press, 2003), h. 17
23
3. Sikap tindak yang aktif itu dimungkinkan oleh hukum
4. Sikap tindak itu diambil atas inisiatif sendiri
5. Sikap tindak itu dimaksdukan untuk menyelesaikan persoalan-
persoalan penting yang timbul secara tiba-tiba
6. Sikap tindak aktif itu dapat dipertanggung jawabkan baik secara
moral kepada Tuhan Yang Maha Esa maupun secara hukum.
Dari uraian diatas jelas bahwa, kewenangan diskresi di dalam negara
hukum bukanlah sebagai kekuasaan tidak terbatas, akan tetapi harus tunduk
pada peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hukum tidak tertulis
berupa asas-asas hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan, yakni asas-
asas pemerintahan yang baik.
2. Diskresi menurut peraturan perundang-undangan di Indonesia
Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state), dimana
tujuan negara adalah untuk memajukan kesejahteraan umum sebagaimana
dinyatakan dalam pembukaan UUD 1945, menimbulkan beberapa
konsekuensi terhadap penyelenggaraan pemerintahan yaitu pemerintah
harus berperan aktif mencampuri bidang kehidupan sosial ekonomi
masyarakat. Untuk itu kepada pemerintah dilimpahkan bestuurszorg atau
public service.29
Agar service publik dapat dilaksanakan dan mencapai hasil
maksimal, kepada administrasi negara diberikan suatu kemerdekaan
tertentu untuk bertindak atas inisiatif sendiri untuk menyelesaikan
29 Lutfil Ansori, Diskresi dan PertanggunJawaban Pemerintah Dalam PenyelenggaraanPemerintahan, Jurnal Yuridis, Volume 2, No.1, Juni 2015
24
permasalahan pelik yang membutuhkan penanganan secara cepat,
sementara terhadap permasalahan itu tidak ada, atau masih belum dibentuk
suatu dasar hukum penyelesaiannya oleh lembaga legislatif yang kemudian
dalam hukum administrasi negara diberikan kewenangan bebas berupa
diskresi.30
Pengertian diskresi menurut kamus hukum, diskresi berarti
kebebasan mengambil keputusan dalam setiap situasi yang dihadapi
menurut pendapatnya sendiri31. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor
30 tahun 2014 tentang Administrasi Negara mengartikan diskresi sebagai
keputusan atau tindakan yang ditetapkan oleh pejabat pemerintahan untuk
mengatasi persoalan konkret yang dihadapi dalam penyelenggaraan
pemerintahan dalam hal peraturan perundang-undangan yang memberikan
pilihan, tidak mengatur, tidak lengkap atau tidak jelas, atau adanya stagnasi
pemerintahan.32
Sjachran Basah mengatakan bahwa diskresi adalah kebebasan untuk
bertindak atas inisiatif sendiri, akan tetapi dalam pelaksanaanya haruslah
tindakan-tindakan administrasi negara itu sesuai dengan hukum,
sebagaimana telah ditetapkan dalam negara hukum berdasarkan pancasila.33
30 SF Marbun dkk, Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,(Yogyakarta :UII Press, 2001), h. 73
31 Ridwan , Tiga Dimensi Hukum Administrasi dan Peradilan Administrasi, (Yogyakarta :FH UII Press,2009), h. 51
32 Ridwan, Tiga Dimensi . . . . . . . . hal. 80-81
33 Sjachran Basah, Eksistensi dan Tolak Ukur Peradilan Administrasi di Indonesia,(Bandung: Alumni, 1997), h.3
25
Sedangkan menurut Diana Halimkoentjoro mengartikan diskresi sebagai
kemerdekaan bertindak administrasi negara atau pemerintah untuk
menyelesaikan masalah yang timbul dalam kepentingan yang memaksa,
dimana peraturan untuk menyelesaikan masalah itu belum ada.34
Konsekuensi logis dari adanya kewenangan diskesi ini, pemerintah
diberikan kewenangan droit function, yaitu kekuasaan untuk menafsirkan
suatu peraturan perundang-undangan. Namun, bukan berarti pemerintah
boleh berbuat sewenang-wenang. Pemerintah dilarang melakukan tindakan-
tindakan yang bersifat melakukan sesuatu diluar tujuan kewenangan yang
diberikan atau perbuatan melawan hukum oleh penguasa. Sebab setiap
perbuatan yang merugikan warganya dapat dituntut baik melalui peradilan
administrasi negara maupun peradilan umum.35
Dengan adanya diskresi ini berarti bahwa sebagian kekuasaan yang
dipegang badan pembentuk undang-undang dipindahkan ke dalam tangan
pemerintah/administrasi negara sebagai badan eksekutif 36, karena
administrasi negara melakukan penyelesaian masalah tanpa harus
menunggu perubahan undang-undang dari badan legislatif.37 Hal tersebut
karena pada prinsipnya Badan/Pejabat administrasi pemerintahan tidak
boleh menolak untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat dengan
34 Diana Halim Koentjoro, Hukum Administrasi Negara, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004),h.41
35 SF Marbun dan Moh Mahmud MD, Pokok-Pokok Hukum Administrasi Negara,(Yogyakarta: Liberty, cetakan ke-6, 2006), h. 47
36Julista Mustama, Diskresi dan Tanggungjawab Administrasi Pemerintahan, Jurnal sasiVol. 17 No.2 Bulan April-Juni 2011
37 SF Marbun dkk, Hukum Administrasi . . . . . h. 73
26
alasan hukumnya tidak ada atau ada tapi tidak jelas, sepanjang hal tersebut
menjadi kewenangannya.
Adapun secara keseluruhan Pejabat Administrasi Pemerintahan yang
memiliki kewenangan untuk menetapkan keputusan diskresi adalah :
a. Presiden
b. Para Menteri atau Pejabat setingkat Menteri
c. Panglima TNI dan Kepala Staf Angkatan Darat, Laut dan Udara
d. Kepala kepolisian Negara
e. Ketua Komisi/Dewan dan Lembaga setara
f. Bupati dan Walikota
g. Pejabat eselon 1 di Pemerintahan Pusat dan Provinsi
h. Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota
i. Pimpinan badan serta pejabat operasional yang memiliki
kewenangan untuk menetapkan keputusan diskresi karena tugasnya
berhubungan langsung dengan pelayanan masyarakat seperti :
j. Kepala Resort Kepolisian
k. Camat
3. Bentuk Implementasi Diskresi Dalam Administrasi Negara
Pemberian kewenangan diskresi kepada pejabat negara bertujuan
untuk memudahkan dalam mengambil suatu keputusan tanpa harus takut
27
akan adanya sanksi. Dalam penerapannya, bentuk kewenangan diskresi
yang dapat di implementasikan ke dalam administrasi negara yaitu:38
c. Pembentukan peraturan perundang-undangan. Konsekuensi dari
adanya diskresi yaitu adanya penyerahan kekuasaan legislatif
kepada pemerintah sehingga dalam keadaan tertentu dan/atau dalam
porsi dan tingkat tertentu pemerintah dalam mengeluarkan peraturan
perundang-undangan (produk legislatif) tanpa persetujuan lebih dulu
dari parlemen.
d. Mengeluarkan beschikking yang bersifat konkrit,final dan
individual. Pengertian beschikking atau keputusan tata usaha negara
menurut Guru Besar Hukum Tata Negara UGM, Prof. Muchsan
adalah penetapan tertulis yang diproduksi oleh Pejabat Tata Usaha
Negara, mendasarkan diri pada peraturan perundang-undangan yang
berlaku, bersifat konkret, individual dan final.
e. Melakukan tindak administrasi yang nyata dan aktif. Diskresi adalah
suatu kebebasan pejabat negara dalam mengeluarkan suatu
kebijakan untuk mendobrak stagnasi dalam suatu pemerintahan,
dalam hal ini pemerintah dituntut untuk melakukan suatu tindakan
yang nyata dan dapat dirasakan oleh masyarakat secaa luas dalam
kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah.
38 Marbun SF, dkk, Dimensi-Dimensi Pemikiran Administrasi Negara, (Yogyakarta:UII Press, 2011),h.108-109
28
4. Batasan Penerapan Diskresi
Penerapan diskresi oleh pejabat negara sangat rentan akan adanya
penyalahgunaan wewenang, hal ini karena pejabat atau badan negara
memiliki kekuasaan yang besar dalam menjalankan administrasi negara,
bukan tidak mungkin penggunaan diskresi tersebut hanya akan
menguntungkan kelompok atau golongan tertentu. Maka dari itu beberapa
pakar hukum memberikan batasan penerapan diskresi.
Menurut Sjachran Basah secara tersirat berpendapat bahwa
pelaksanaan diskresi atau freies ermessen tersebut harus dapat di
pertanggung jawabkan “secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan
bersama”.39
Gayus T. Lumbun berpendapat bahwa diskresi adalah kebijakan dari
pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat
publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar undang-undang
dengan tiga syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas
wilayah kewenangannya dan tidak melanggar asas-asas umum
pemerintahan yang baik (AUPB). Meskipun sebuah kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah melanggar undang-undang tetapi demi salah
satu hal diatas, tetap asas diskresi juga harus sesuai. Menurut Prof.
Muchsan, asas diskresi ada 2 hal yaitu landasan yuridis dan kebijakan.
39 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, (Yogyakarta: UII Press, 2003) h. 133
29
Diskresi dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan oleh aparat
pemerintah atau administrasi Negara dapat dijelaskan pada hal-hal sebagai
berikut:
a. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
penyelesaian secara konkrit terhadap suatu masalah tertentu,
sedangkan masalah tersebut menuntut penyelesaian dengan segera;
b. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat
pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya;
c. Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat
pemerintah diberi kesempatan untuk mengatur sendiri, yang
sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih
tinggi tingkatannya;.
d. Demi pemenuhan kepentingan umum.
B. Kekuasaan Lembaga Kepresidenan
1. Presiden
Sebagaimana dengan ajaran Trias Politica tugas badan eksekutif
merupakan penyelenggara undang-undang yang dibuat oleh badan
legislatif. Di negara demokratis badan eksekutif merupakan kepala negara
beserta menteri-menterinya. Eksekutif dijadikan pelaku utama kekuasaan
negara. Dalam sistem presidensil, menteri-menteri merupakan pembantu
presiden dan langsung dipimpin oleh presiden.
Dalam sistem presidensil, Presiden memperoleh mandat dari rakyat
dan karenanya bertanggung jawab kepada rakyat. Dalam sistem ini,
30
program eksekutif sepenuhnya merupakan tanggung jawab Presiden dengan
rakyat. Demikian juga pembentukan kabinet dalam sistem presidensil
didasarkan sepenuhnya kepada pilihan Presiden yang umumnya dipilih
berdasarkan kriteria yang profesional yang disebut kabinet keahlian.40
Sistem pemerintahan presidensil memiliki tiga kareteristik yang
mendasar yaitu :
1. Presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk periode tertentu dengan
masa jabatan yang pasti dan bertanggung jawab kepada rakyat.
Presiden tidak bertanggung jawab kepada legislatif.
2. Presiden tidak dapat diberhentikan dengan mosi tidak percaya
dengan alasan politik oleh legislatif. Presiden hanya dapat
diberhentikan oleh impeachment karena telah melanggar suatu
haluan negara.
3. Presiden merupakan kepala pemerintahan sekaligus kepala negara.
Presiden berada pada posisi yang kuat dan memiliki kekuasaan yang
luas dalam menentukan kebijakan publik dalam batas-batas rambu
undang-undang.
Sebelum amandemen UUD 1945, Presiden di pilih dan diangkat
oleh MPR; MPR adalah pemegang kekuasaan tertinggi; Presiden adalah
mandataris MPR; Presiden tunduk dan bertanggung jawab kepada MPR;
dan Presiden untergeordnet kepada majelis.41 Presiden hanya menjalankan
40 Hendarmin Ranadireksa, Dinamika Konstitusi Indonesia (Bandung : Fokus Media,2007), h. 87
41 Abdul Ghoffar, Pebandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD1945 dengan Delapan Negara Maju, (Jakarta : kencana, 2009), h. 5
31
garis-garis besar haluan negara yang dibuat MPR dan Presiden juga dapat
diberhentikan oleh MPR ketika Presiden tidak lagi memenuhi syarat
sebagai seorang Presiden atau telah melakukan suatu perbuatan yang
melanggar hukum.
Setelah UUD 1945 mengalami perubahan dari yang hanya 37 pasal
menjadi 73 pasal, banyak yang telah berubah. Begitu juga dalam sistem
pemerintahan. Perubahan-perubahan tersebut ditandai pada perubahan
pasal-pasal mengenai kekuasaan Presiden yang mengatakan bahwa Presiden
Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD.42
Selain itu Presiden dan Wakil Presiden dipilih dalam satu pasangan
secara langsung oleh rakyat.43 “Presiden dan Wakil Presiden terpilih
memegang jabatan selama lima tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali
dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.44 Kemudian
Presiden tidak dapat membekukkan dan/atau membubarkan DPR karena
sebelumnya ketentuan ini tidak ada diatur oleh Undang-Undang Dasar.45
Presiden juga dapat memberi Grasi dan Rehabilitasi kepada para
pelaku tindak pidana meskipun dengan memperhatikan pertimbangan
Mahkamah Agung, dan Presiden berhak memberi amnesti dan abolisi
dengan memperhatikan pertimbangan DPR.46 Dalam perubahan tersebut
42 Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
43 Pasal 6A Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 194544 Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
45 Pasal 7C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
46 Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
32
juga menyatakan bahwa menteri-menteri diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden.47
Menurut Dasril Radjab, dari pasal-pasal yang dianut oleh UUD 1945
setelah perubahan adalah sistem presidensial, karena:48
a. Presiden adalah kepala negara dan sekaligus merangkap kepala
pemerintahan yang memimpin penyelenggaraan pemerintahan
sehari-hari
b. Presiden dan Wakil Presiden dipilih secara langsung oleh rakyat,
maka tidak bertanggung jawab kepada parlemen baik kepada DPR
maupun kepada MPR
c. Presiden dan DPR menempati kedudukan yang sejajar sehingga
Presiden tidak berwenang membubarkan parlemen
d. Presiden mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri
e. Presiden melaksanakan tugas dan wewenangnya selama 5 (lima)
tahun atau dalam masa jabatan yang tetap (fixed term).
2. Tugas dan Wewenang
Di dalam ketatanegaraan Indonesia, kekuasaan Presiden dibedakan
menjadi dua macam, yaitu : Kekuasaan yang diperoleh secara atributif.
Perolehan kekuasaan secara atributif menyebabkan terjadinya pembentukan
kekuasaan, karena berasal dari keadaan yang belum ada menjadi ada.
Kekuasaan yang timbul karena pembentukan secara atributif bersifat asli
47 Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
48 Firdaus, Pertanggung jawaban Presiden Dalam Negara Hukum Demokrasi(Bandung :Yrama Widya, 2008), h. 112
33
dan pembentukan kekuasaan atributif menyebabkan adanya kekuasaan
baru.
Kekuasaan yang diperoleh secara atributif melalui UUD 1945 juga
dimiliki oleh Presiden selaku Kepala Pemerintahan dan Kepala Negara.
Kekuasaan Presiden yang diperoleh melalui pelimpahan kekuasaan secara
teoritis hanya dapat dilaksanakan oleh Presiden dalam fungsi selaku kepala
eksekutif. Ditinjau dari sumber formalnya, kekuasaan Presiden dapat
dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : kekuasaan yang berdsarkan UUD
1945, kekuasaan yang berdasarkan ketetapan MPR dan kekuasaan yang
berdasarkan undang-undang.
Menurut Suwoto Mulyosudarmo untuk menentukan kekuasaan yang
diperoleh secara atributif yang dilaksanakan dalam tugasnya selaku kepala
eksekutif adalah;49 sifat kekuasaan yang asli, sumber formal yang utama,
untuk jenis kekuasaan ini adalah UUD 1945 dan undang-undang.
Kekuasaan Presiden yang berkaitan dengan tugas kepala pemerintahan
adalah :
1. Kekuasaan yang membuat undang-undang yang meliputi kekuasaan
mempersiapkan, mengusulkan dan menetapkan undang-undang.
Presiden dan DPR bersama-sama membuat undang-undang
2. Kekuasaan menetapakan peraturan pemerintah pengganti undang-
undang. Dalam pasal 22 ayat (1) ini memberikan hak kepada
Presiden untuk membuat peraturan darurat. Peraturan yang
49 Suwoto, Mulyosudarmo, Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis dan Yuridis TerhadapPidato Nawaksara, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 52
34
dimaksud adalah peraturan pemerintah pengganti undang-undang
(PERPPU). Hak membuat peraturan ini hanya boleh digunakan bila
ada kegentingan yang memaksa.
3. Kekuasaan menetapkan peraturan pemerintah. Fungsi peraturan
pemerintah (selanjutnya disebut PP) yang dimaksud ini adalah untuk
mengatur pelaksanaan ketentuan-ketentuan yang lebih dahulu
tercantum dalam undang-undang. Tegasnya PP ini dibuat oleh pihak
eksekutif yaitu Presiden
4. Kekuasaan mengangkat dan memberhentikan menteri-menteri.
menteri- menteri itu sebagai pembantu Presiden bukan DPR atau
MPR. Kedudukan enteri itu tergantung pada Presiden. Presiden
berhak mengangkat, memberhentikan, menggantikan menteri dan
tidak lagi diperlukan adanya badan sebagai formatur yang berhak
menyusun komposisi dan personalia kabinet, berpedoman kepada
efisiensi kerja.
Pembuat UUD 1945 mengatur secara rinci macam substansi yang
harus ditetapkan dengan bentuk UU. Substansi yang harus ditetapkan
dengan UU, menurut pembuat UUD 1945 adalah:50
a. Menyatakan keadaan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain. Perang, damai dan membuat perjanjian adalah
tindakan menyangkut pergaulan politik nasional. Maka ketiga
macam tindakan ini selain berpedoman kepada hukum dan politik
50 Suwoto, Mulyosudarmo, PeralihanKekuasaan,Kajian........... h.53
35
nasional juga berpedoman kepada hukum internasional dan
dilakukan oleh Presiden dengan bantuan politik luar negeri
b. Menyatakan syarat-syarat dan akibat negara dalam bahaya. Hal ini
diatur dalam pasal 12 UUD 1945 yang menyatakan bahwa yang
berwenang manyatakan bahaya adalah Presiden, berarti melalui
suatu keputusan Presiden
c. Menetapkan dan menyusun Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) yang dimintakan persetujuan DPR. Penyusunan
APBN di lakukan oleh Presiden dibantu oleh para menterinya untuk
dimintai persetujuan oleh DPR dan ditetapkan oleh Presiden.
d. Menetapkan segala macam pajak untuk keperluan negara dengan
undang.
Kekuasaan atributif Kepala Negara digunakan untuk kepanjangan
kekuasaan Presiden yang diperoleh secara atributif. Kekuasaan yang
bersifat atributif Kepala Negara itu adalah :
a. Presiden memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,
Angakatan Laut dan Angkatan Udara. Kekuasaan tersebut diatur di
dalam pasal 10 UUD 1945. Kedudukan Presiden di dalam pasal ini
bukan sebagai Commander in Chief melainkan sebagai konsekuensi
dari kedudukan Presiden sebagai Kepala Negara.
b. Presiden mengangkat duta dan konsul, serta menerima duta dari
negara lain. Pengangkatan duta dan konsul oleh Presiden ini berarti
36
bahwa duta dan konsul merupakan pegawai negeri istimewa, yang
pengangkatannya tidak diserahkan kepada seorang menteri.
c. Presiden memberi grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi. Grasi
adalah Kepala Negara untuk menghapuskan hukuman
keseluruhannya ataupun sebagian yang dijatuhkan oleh hakim
dengan keputusan yang tidak dapat diubah lagi kepada seseorang
ataupun menukar hukuman itu dengan yang lebih ringan menurut
urutan tersebut sesuai pasal 10 KUHP
d. Presiden memberi gelar, tanda jasa kepada orang yang berjasa pada
bangsa dan negara. Pemberian gelar dan tanda jasa ini tidak hanya
diberikan kepada warga negara Indonesia, melainkan juga kepada
pejabat-pejabat dari negara asing yang dianggap oleh Indonesia
berjasa.
37
BAB III
JASA PENYEDIA LAYANAN OJEK BERBASIS APLIKASI
A. Fenomena Ojek Online
Fenomena perkembangan teknologi saat ini dan menjadi bahan
diskusi banyak kalangan adalah mengembangkan teknologi ke arah bisnis
transportasi yang modern dengan menggunakan kecanggihan aplikasi di
dunia virtual. Masyarakat saat ini sangat dimudahkan dengan adanya sarana
transportasi ini terutama untuk pemesanannya. Dimanapun dan kapanpun
juga secara cepat dan real time, masyarakat mudah melakukan mobilisasi
dengan memiliki aplikasi ini. Bisnis yang memanfaatkan aplikasi virtual
untuk memudahkan pemesanan sarana transportasi ini adalah bisnis Gojek
dan Grab Bike.51
Masalah transportasi dan kemacetan yang masih banyak dikeluhkan
oleh berbagai pihak dan menjadi pekerjaan rumah tersendiri bagi banyak
pihak tak hanya pemerintah. Terlebih jakarta pernah dinobatkan menjadi
kota termacet di dunia. Tapi ternyata kemacetan ini malah menjadi peluang
bagi PT. Gojek Indonesia dan Grab Bike dengan memanfaatkan akses
teknologi smartphone bisa menjadi bisnis menjanjikan dan memberikan
kemudahan bagi pengguna atau konsumen.52
51 www.cnnindonesia.com/teknologi/20150916182133-185-79208/indonesia-pasar-potensial-untuk-pengembang-aplikasi/, diakses pada tanggal 3 Agustus 2016, pukul 17.00 WIB
52 www.cnnindonesia.com/teknologi............., diakses pada tanggal 3 Agustus 2016, pukul17.15 WIB
38
Fenomena ojek online yang kini menyebar ke semua lapisan
masyarakat di kota besar seperti jakarta yang dominannya memiliki
masalah dengan kemacetan , ternyata menjadi solusi bagi masyarakat
terutama yang bertempat tinggal di Jabodetabek ( Jakarta, Bogor, Depok,
Tangerang dan Bekasi). Selain itu, fenomena ojek online ini menjawab
kekhawatiran masyarakat tentang jaminan keamanan di dalam transportasi
umum.53
Ojek online menjawab kekhawatiran masyarakat dengan kelebihan
aplikasi berbasis data, dimana masyarakat bisa mengetahui identitas
drivernya. Dalam aplikasinya, ojek online sangat mengedepankan faktor
keamanan si pengguna. Biasanya di dalam aplikasi sudah tersedia informasi
tentang pengendara seperti nama, kontak dan foto pengendara. Dengan
berbagai kelebihan-kelebihan yang ditawarkan ojek online ternyata
membawa perubahan yang signifikan terhadap kehidupan sosial
masyarakat.54
Fenomena ojek online menjadi Booming dan sangat populer
terutama pada jasa transportasi. Bahkan dengan adanya ojek online ini juga
mengubah kebiasaan masyarakat dan sistem sosial di dalam masyarakat.
Awalnya, menggunakan cara yang konvensional untuk menggunakan
transportasi umum, saat ini masyarakat mulai mengubah kebiasaan mereka
53 www.cnnindonesia.com/teknologi/20150916182133-185-79208/indonesia-pasar-potensial-untuk-pengembang-aplikasi/, diakses pada tanggal 3 Agustus 2016, pukul 17.20 WIB
54 www.motorexpertz.com/m/read/2016/1/10/10035/fenomena-ojek-online, diaksespada tanggal 5 Agustus 2016
39
dan beralih ke teknologi komunikasi untuk memesan transportasi umum
secara online.
Dengan adanya ojek online yang dilengkapi dengan sistem
keamanan yang terjamin dan juga keseragaman pada pakaian dan helmnya
membuat citra ojek yang dulunya sebagai kerjaan rendahan, sekarang
semakin meningkat prestisenya. Adanya ojek online ini bisa mengubah
mindset masyarakat tentang tukang ojek sebagai pekerjaan rendahan, hal ini
terbukti dengan semakin banyaknya orang yang tertarik menjadi tukang
ojek online sebagai pekerjaan sampingan atau bahkan pekerjaan utama
menjadi salah satu keberhasilan adanya ojek online. 55
Kehadiran ojek online juga mampu memberikan nafas segar bagi
orang-orang yang hanya tamat SMP untuk berprofesi sebagai pengemudi
ojek online dengan hasil yang terbilang menggiurkan sekitar Rp.4-6 juta
perbulan dengan durasi jam serta ketentuan penumpang yang telah
disepakati oleh perusahaan.56 Munculnya fenomena ojek online merupakan
solusi terbaik dari upaya pemerintah yang belum sanggup menyiapkan
transportasi massal yang cepat dan aman.57
Fenomena ojek online juga diakui oleh Kementerian Perhubungan,
dimana Kementerian Perhubungan ternyata sudah melakukan kajian
55 http:infoteknojek.com/fenomena-ojek-online-dalam-masyarakat/, diakses pada tanggal4Agustus 2016, pada pukul 12.30 WIB
56 http://m.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek-nasional/15/07/07/nr4czg-fenomena-gojek-yang--mulai-mengusik-ojek-pangkalan, diakses 4 Agustus 2016, pukul 14.00WIB
57 http://m.detik.com/news/berita/2991703/menilisik-fenomena-go-jek-yang-heboh-di-masyarakat-ada-apa, diakses 4 Agustus 2016, pukul 14.20 WIB
40
terhadap fenomena moda transportasi berbasis aplikasi roda dua (ojek
online). Direktur Jenderal Perhubungan Darat Djoko Sasono,
mengugkapkan, ada dua hal yang memicunya marak penggunaan ojek
online. “Pertama soal harga yang terjangkau,. Kedua, kepastian, “
katanya.58
Menurutnya, pengelola ojek online lumayan cerdik dengan mematok
harga flat untuk jarak tempuh tertentu. Kedua, masalah kepastian waktu
menggunakan moda transportasi itu. “ sebenarnya moda ini ada isu
keselamatan karena sepeda motor itu sangat rentan kecelakaan,” jelasnya.59
Harga untuk menggunakan jasa ojek online memang terbilang cukup murah
dibanding dengan moda transportasi lain. Untuk jarak jauh maupun dekat
berkisar Rp. 10.000 – Rp. 15.000, tentunya dengan harga yang terjangkau
membuat ojek online sangat diminati oleh masyarakat.
Satu catatan yang perlu digarisbawahi adalah berkembangnya
teknologi akan membuat banyaknya informasi yang dapat diakses dan
memberikan banyak kemudahan bagi para penggunanya. Dengan kehadiran
berbagai ojek online ini kiranya dapat mewarnai dan membantu banyak
masyarakat yang membutuhkannya dalam kehidupan sehari-hari.
B. Larangan Ojek Online
Fenomena ojek online ternyata tidak selalu ditanggapi positif oleh
berbagai pihak, walaupun membuka peluang bisnis baru yang potensial,
58 Htt;.m.indotelko.com/kanal?c=id&it=alasan-ojek-online-diminati-masyarakat, diakses padatnggal 5 Agustus 2016 pukul 12.30 WIB
59 http://m.indotelko.com/kanal?c=id&it=alasan-ojek-online-diminati-masyarakat, diaksespada tanggal 5 Agustus 2016 pukul 12.40 WIB
41
layanan ojek online juga mendatangkan konflik di masyarakat terutama di
jakarta. Protes datang dari supir ojek pangkalan yang mengaku bahwa
pendapatan mereka menurun semenjak ojek online menginvasi jalanan
ibukota. Inti permasalahannya jumlah penumpang ojek pangkalan menurun
drastis karena penumpang lebih memilih ojek online.60
Beberapa bulan setelah konflik tersebut menyurut dari pantauan
media dan masyarakat, muncul masalah baru. Kali ini masalah yang
dihadapi adalah pelarangan terhadap layanan transportasi berbasis online.
Kementerian perhubungan melarang ojek maupun taksi yang berbasis
online, seperti gojek, grab bike, uber dan grab car, beroperasi karena
dinilai tidak memenuhi ketentuan sebagai angkutan umum.61
Larangan itu disampaikan Direktur jendral Perhubungan Darat
Kementerian Perhubungan Djoko Sasono dalam konfrensi pers di Jakarta.
Selain tidak memenuhi ketentuan angkutan umum, sebenarnya ojek online
telah dilarang 7 tahun lalu melalui Undang-umdang Nomor 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada intinya, undang-undang
tersebut menyatakan bahwa sepeda motor dilarang menjadi angkutan umum
dikarenakan rentan terhadap kecelakaan.62
60 http://id.techinasia.com/mengapa -ojek-benci-go-jek-dan-grab-bike, diakses padatanggal 4 Agustus 2016, pukul 14.48 WIB
61 http:nasional.tempo.co/read/news/2015/12/18/173728863/ojek-online-dilarang-jokowi-aturan-itu-yang-buat-siapa-sih, diakses pada tanggal 6 Agustus 2016, pukul 09.10 WIB
62 http://finance.detik.com/read/2015/10/26/123023/3053278/4/kemenhub-masyarakat--senang-pakai-ojek-digital-meski-rawan-kecelakaan, diakses pada tanggal 6 Agustus 2016, pukul10.10 WIB
42
Dalam keterangan tertulisnya, kemenhub menyadari bahwa layanan
transportasi yang menggunakan aplikasi internet seperti uber taxi, go-jek,
go-box, grab taksi, grab car, blue-jak, lady-jak sudah menjadi bagian dari
masyarakat Indonesia. Layanan transportasi online sudah ada di Jakarta,
Bandung, Yogyakarta, Surabaya, Bali dan kota-kota besar lainnya, dengan
jumlah pengemudi mencapai 20.000.
Ojek online tidak hanya menyediakan jaasa transportasi antar-orang,
namun juga pengiriman paket dan pemesanan makanan. Kemudahan
pemesanan dan murahnya tarif pada masa promo sekitar 35 persen dari
angkutan umum diakui pihak kemenhub menjadi daya tarik masyarakat
mengguanakan jasa layanan ini. Namun, hal itu bisa bisa menimbulkan
gesekan dengan moda transportasi lain. Banyaknya masalah yang timbul
sesama ojek online dengan yang menyangkut masalah kesenjangan,
keamanan dan keselamatan masyarakat berlalu lintas.
Pelarangan beroperasi tersebut tertuang dalam surat pemberitahuan
Nomor Um.3012/1/21/phb/2015 yang ditandatangani oleh Menteri
Perhubungan Ignasius Jonan. seperti dikutip dari Kompas, petikan
keterangan tertulis kemenhub berbunyi “ Dengan terkoordinirnya Go-
jek/GrabBike menyalahi aturan lalu lintas dalam pemanfaatan sepeda
motor. Sepeda motor dan kendaraan pribadi yang dijadikan alat transportasi
43
angkutan umum sampai saat ini belum dilakukan penindakan secara tegas
oleh aparat penegak hukum”.63
Dasar hukum yang digunakan oleh kemenhub adalah Undang-
undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Angkutan jalan dan Lalu Lintas;
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 tahun 2003 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Orang di Jalan dengan Kendaraan Umum;
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 69 tahun 1993 tentang
Penyelenggaraan Angkutan Barang.
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan pada Bab I Pasal 1 menjelaskan bahwa kendaraan bermotor
umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk angkutan barang
dan/atau orang dengan dipungut bayaran. Undang-undang lalu lintas juga
membedakan antara kendaraan bermotor dengan kendaraan tidak bermotor
sesuai dengan Pasal 47 ayat (1).
Didalam kendaraan bermotor juga dikelompokan berdasarkan
jenis kendaraan bermotor yaitu sepeda motor, mobil penumpang, mobil
bus, mobil barang dan kendaraan khusus. Kendaraan bermotor juga
dibedakan berdasarkan fungsinya dimana yang dimaksud bermotor umum
yaitu itu angkutan umum yang diselenggarakan dalam upaya memenuhi
kebutuhan angkutan yang selamat, aman, nyaman, dan terjangkau;
63http://megapolitan.kompas.com/read/2015/12/18/06041701/alasan.dan.dasar.kemenhub.melarang.ojek.dan.taksi.online.beroperasi?page=all, diakses pada tanggal 6 Agustus 2016, pukul12.30 WIB
44
Angkutan dan/atau barang hanya dilakukan dengan kendaraan bermotor
umum.
Di dalam Pasal 23 ayat (3) dan Pasal 43 ayat (2) PP Nomor 74 tahun
2014 tentang Angkutan Jalan, yang dimaksud dengan kendaraan bermotor
umum adalah angkutan orang dengan kendaraan bermotor umum
menggunakan mobil penumpang umu dan mobil bus umum. Sedangkan
kendaraan beroda dua hanya diperuntukan untuk kendaraan pribadi bukan
kendaraan umum. Hal inilah yang menjadi dasar kemenhub melarang ojek
online beroperasi.
C. Respon Masyarakat
Kemunculan ojek online memang sangat fenomenal. Di tengah
kemacetan Ibu Kota, jasa ojek di kota besar seperti Jakarta memang sangat
membantu masyarakat agar cepat sampai ke tempat tujuan. Namun,
kehadiran Gojek dan ojek lainnya kini kembali menjadi perbincangan
masyarakat di Tanah Air. Tepat pada kamis (17/12/2015) malam,
Kementerian Perhubungan (kemenhub) melalui Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat (Ditjen Hubdat) menyatakan bahwa mereka melarang
adanya pengoperasian layanan transportasi online seperti Gojek.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Liputan6.com, larangan
operasi tersebut karena tak sesuai dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun
2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan peraturan perundang-
undangan turunannya. Kabar tersebut sontak langsung ditanggapi respon
publik, khususnya para pengguna jejaring sosial. Tampak sejak beredarnya
45
kabar tersebut, para onliner mulai meramaikan linimasa dengan cuitan kesal
dan kekecewaan mereka atas dilarangnya ojek online untuk beroperasi.64
Saking banyaknya cuitan mengenai layanan kendaraan online,
perbincangan tersebut pun menjadi topik paling ramai dibahas netizen.
Bahkan, tagar #SaveGojek dan kata kunci ojek online berada di jajaran
trending topic Twitter Indonesia. Sebuah petisi terhadap pelarangan ojek
online pun muncul di change.org. Dalam petisi yang diusung Fitria Frico itu
dijelaskan jika ojek berbasis online merupakan kebutuhan di kota besar
yang berkembang. Apabila memenuhi syarat sebagai operator angkutan
umum harusnya ojek tradisonal juga dilarang.
Fitria Frico memberikan alasan bahwa sejak dahulu mereka tidak
memenuhi syarat sebagai angkutan umum. Petisi tersebut meminta
pemerintah mengkaji pelarangan itu. Pasalnya ojek berbasis online
dianggap memberikan banyak manfaat salah satunya mengurangi
kemacetan. Hingga berita ini diturunkan, petisi yang meminta Menteri
Perhubungan Ignasius Jonan meninjau ulang larangan pemerintah terhadap
layanan ojek dan taksi berbasis online itu sudah didukung oleh 15.811
orang.65
Beberapa pengguna ojek online pun mengeluhkan terkait larangan
Menteri Jonan seperti di kutip dari pojoksatu.id. Menurut para pengguna
ojek online, layanan transportasi ini sangat membantu untuk memecah
64 http://m.liputan6.com/citizen6/read/2392932/ojek-online-dilarang-kemenhub-netizen-buka-suara, diakses pada tanggal 7 Agustus 2106 , pukul 09.00 WIB
65 http://m.liputan6.com/bisnis/read/2393196/drama-pelarangan-ojek-online, diakses padatanggal 7 Agustus 2016, pukul 09.46 WIB
46
kemacetan yang terjadi di Jakarta, selain itu ojek online juga memberikan
rasa aman dan nyaman serta para pengemudinya selalu memberikan
pelayanan terbaik bagi para pengguna ojek online.
Ojek online hadir bukan hanya untuk mengantar manusia dari satu
tempat ke tempat lain, namun juga berupa barang dan makanan. Hal
tersebut sangat membantu para pengusaha menegah ke bawah untuk
mengirimkan barang dan makanan tanpa harus mengeluarkan biaya besar,
karena jika harus menyewa mobil tentunya akan memakan biaya yang
cukup besar.
Hingga kini, dukungan terhadap ojek online masih terus digulirkan
masyarakat. Mereka menilai keputusan Menteri Jonan sangatlah tidak tepat,
karena berdampak kepada hilangnya lahan pejerjaan yang dapat dijadikan
sebagai sumber penghidupan. Pengemudi ojek online saat ini diperkirakan
lebih dari 100.000 orang yang tersebar di berbagai daerah 66
Saat ini kebutuhan masyarakat (publik) akan ojek online semakin
meningkat. Apalagi menurut Anggota Masyarakat Transportasi Indonesia
(AMTI) Melatia Kusuma, pemerintah seharusnya realistis dengan
kebutuhan masyarakat yang tidak terpenuhi di transportasi publik. ”Kita
juga harus realistis kenapa ada kebutuhan Gojek ini. Karena transportasi
publik yang buruk,” kata Melatia dalam dialog Pro3 RRI, Jumat
(18/12/2015).
66 http://pojoksatu.id/news/berita-nasional/2015/12/18/keputusan-menteri-jonan-tidak-tepat-bikin-masyarakat-kecewa/, diakses pada tanggal 7 Agustus 2016, pukul 09.50. WIB
47
Dijelaskannya, selama ada kebutuhan dan orang selalu ada
keinginan untuk memenuhi kebutuhannya, terutama dalam hal mobilitas
manusia. Sehingga waktu dan fasilitas itu tidak cukup baik, dan mereka
akan mencari solusi atau jalan keluarnya sendiri. “ Bila ada demand
berarti ada supply. Bila pemerintah tidak mengisi kekosongan itu, tentu
otomatis akan ada yang mengisi kekosongan tersebut.67 Ojek online telah
menjadi kebutuhan alternatif masyarakat dalam hal transportasi, karena
selama ini pemerintah belum mampu menyediakan transportasi yang baik.
Dalam sebuah survei yang dilakukan YouGov, salah satu perusahaan
riset pasar online populer, menunjukkan sebagaian besar warga indonesia
mendukung keberadaan layanan ojek online. Pada survei ini, YouGov
melakukan jejak pendapat terhadap 4.785 responden dari seluruh indonesia
dengan rincian 52 persen pria dan 48 persen wanita. Dalam keterangan
tertulis yang diterima VIVA.co.id, rabu 16 september 2015, survei
menemukan 82 persen responden setuju dengan keberadaan ojek online.
Survei menemukan pada empat wilayah yang telah hadir layanan
ojek online yaitu Jabodetabek, Bandung, Surabaya dan Makasar, ditemukan
responden jauh lebih tinggi dibandingkan area mana yang layanan ojek
online belum tersedia. Menariknya, YouGov, menuliskan 68 persen
responden pada kota yang belum tersedia layan ojek online, menginginkan
67http://gunungsitoli.rri.co.id/post/berita/229565/nasional/transportasi-publik-buruk-publik-butuh-ojek-online-.html, diaksespada tanggal 7 Agustus 2016, pukul 10.10 WIB
48
agar ojek online bisa segera hadir di kota mereka. Sedangkan 32 persen
lainnya mengatakan tidak peduli dengan keberadaan ojek online.68
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Yougov menunjukkan bahwa
masyarakat sangat membuthkan moda transportasi alternatif untuk
memobilisasi dalam kegiatan sehari-hari dan ojek online menjadi sebuah
jawaban akan kebutuhan dasar masyarakat dalam hal transportasi.
Masyarakat membutuhkan ojek online, begitupun sebaliknya para
pengemudi ojek online membutuhkan masyarakat dan hal ini menjadi suatu
keuntungan bagi masyarakat maupun pengemudi ojek online.
58. “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak
menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya
kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (Qs.
An-Nisa)
Ayat tersebut menjelaskan bagaimana seorang pemimpin harus adil
dalam menetapkan hukum demi kemaslahatan umat yang lebih luas.
Melihat apa yang terjadi terkait dengan kasus dilarangannya ojek online
68 http://m.news.viva.co.id/news/read/674846-polling-rakyat-pilih-gojek-dibanding-ojek-pangkalan, diakses pada tanggal 7 Agustus 2016, pukul 11.00 WIB
49
oleh Kementerian Perhubungan dengan mengeluarkan surat edaran tersebut
jauh dari apa yang telah dijelaskan dalam surat An-nisa ayat 58. Surat
edaran tersebut tidak menunjukkan rasa adil bagi sebagaian masyarakat
karena dapat menghilangkan mata pencaharian bagi ribuan orang yang
terdaftar sebagai ojek online dan juga mempersulit masyarakat untuk
mendapatkan transportasi yang cepat dan murah.
Menetapkan hukum adalah kewajiban bagi seorang pemimpin
namun juga harus di dasarkan kepada kemaslahatan umat yang lebuh besar.
Jangan sampai suatu hukum ditetapkan atau ditegakkan namun malah
menjadi membuat masyarakat menjadi menderita.
50
BAB IV
Diskresi Presiden Dalam Menjalankan Undang-undang
A. Batasan Penerapan Diskresi
Pada dasarnya diskresi atau freies ermessen diartikan sebagai salah
satu sarana yang memberikan ruang gerak bagi pejabat atau badan-badan
administrasi negara untuk melakukan tindakan tanpa harus terikat
sepenuhnya kepada perundang-undangan, atau tindakan yang dilakukan
dengan mengutamakan pencapaian tujuan, artinya subyek atau
penyelenggara administrasi Negara diberi kebebasan dan ruang gerak untuk
melakukan terobosan berupa tindakan administrasi diluar yang diatur dalam
perundang-undangan.
Pemberian wewenang diskresi atau freies ermessen kepada
pemerintah merupakan konsekuensi logis dari konsepsi Negara
Kesejahteraan (welfare state), namun demikian dalam negara hukum
wewenang bebas bertindak tersebut tidak dapat digunakan tanpa batas dan
tidak bisa hanya pendekatan kekuasaan saja, akan tetapi harus ada
pembatasan-pembatasan tertentu. Pembatasan-pembatasan yang dimaksud
adalah sebagai berikut :69
a. Tidak boleh bertentangan dengan sistem hukum yang berlaku
(kaidah positif). Artimya bahwa setiap penggunaan diskresi oleh
69 Muchsan, Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan PeradilanAdministrasi di Indonesia (Yogyakarta : Liberty, 1981), h.27-28
51
pejabat atau badan-badan administrasi negara tidak boleh melanggar
suatu peraturan perundang-undangan yang ada.
b. Hanya ditujukan untuk kepentingan umum. Artinya bahwa setiap
penggunaan diskresi oleh pejabat atau badan-badan administrasi
negara harus didasarkan untuk kepentingan masyarakat secara luas
bukan untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu.
Sementara menurut Sjachran basah secara tersirat berpendapat
bahwa pelaksanaan diskresi atau freies ermessen tersebut harus dapat di
pertanggung jawabkan “secara moral kepada Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran
dan keadilan, mengutamakan persatuan dan kesatuan, demi kepentingan
bersama”.70 Pemberian wewenang diskresi kepada pejabat negara untuk
mewujudkan suatu tatananan kehidupan yang baik bagi pejabat negara
dalam menjalankan tugas dan fungsinya.
Gayus T. Lumbun berpendapat bahwa diskresi adalah kebijakan dari
pejabat negara dari pusat sampai daerah yang intinya membolehkan pejabat
publik melakukan sebuah kebijakan yang melanggar undang-undang
dengan tiga syarat. Yakni, demi kepentingan umum, masih dalam batas
wilayah kewenangannya dan tidak melanggar asas-asas umum
pemerintahan yang baik (AUPB). Meskipun sebuah kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah melanggar undang-undang tetapi demi salah
70 Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara (Yogyakarta : UII Press, 2003), h.133
52
satu hal diatas, tetap asas diskresi juga harus sesuai. Menurut Prof.
Muchsan, asas diskresi ada 2 hal yaitu landasan yuridis dan kebijakan.
Di dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, diskresi oleh
aparat pemerintah atau administrasi Negara dalam hal-hal, sebagai berikut:
a. Belum ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
penyelesaian secara konkrit terhadap suatu masalah tertentu,
sedangkan masalah tersebut menuntut penyelesaian dengan segera;
b. Peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar berbuat aparat
pemerintah memberikan kebebasan sepenuhnya;
c. Adanya delegasi perundang-undangan, maksudnya aparat
pemerintah diberi kesempatan untuk mengatur sendiri, yang
sebenarnya kekuasaan itu merupakan kekuasaan aparat yang lebih
tinggi tingkatannya;.
d. Demi pemenuhan kepentingan umum, maksudnya adalah dalam
suatu kebijakan harus didasarkan kepada manfaat yang luas bagi
masyarakat.
Di dalam Undang-undang nomor 30 tahun 2014 tentang administrasi
pemerintahan tidak disebutkan secara ekplisit tentang batasan penerapan
diskresi oleh pejabat negara namun secara tersirat mengatur bagaimana
penggunaan diskresi tersebut, seperti yang tertuang di dalam pasal 22 ayat
(2) tujuan dari diskresi :
a. Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan;
b. Mengisi kekosongan hukum;
53
c. Memberikan kepastian hukum;
d. Mengatasi stagnasi pemerintahan dalam keadaan tertentu guuna
kepentingan umum. Adapun yang dimaksud dengan stagnasi
pemerintahan adalah tidak dapat dilaksanakannya aktivitas
pemerintahan sebagai akibat kebuntuan atau disfungsi dalam
penyelenggaraan pemerintahan. 71
Dalam penerapannya, diskresi oleh pejabat negara sesuai pasal 23
hanya di perbolehkan dalam hal :
a. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang memberikan suatu pilihan
keputusan dan/atau tindakan;
b. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak mengatur;
c. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan
perundang-undangan tidak lengkap atau tidak jelas;
d. Pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena adanya stagnasi
pemerintahan guna kepentingan lebih luas.
Pejabat pemerintahan yang menggunakan diskresi harus memenuhi
syarat sesuai dengan pasal 24 :
a. Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 22 ayat (2);
71 http://m.hukumonline.com/klinik/detail/lt54b538f5f35f5/arti-tujuan-lingkup-dan-contoh-diskresi, diakses pada tanggal 8 Agustus 2016, pukul 10.30 WIB
54
b. Tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku;
c. Sesuai dengan asas-asas umum pemerintahan yang naik (AUPB);
d. Tidak menimbulkan konflik kepentingan;
e. Dilakukan dengan itikad baik .
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa penerapan diskresi
oleh Presiden dalam menjalankan undang-undang juga dibatasi.
Pemabatasan penerapan diskresi oleh Presiden untuk menutup
kemungkinan terjadinya penyalahgunaan wewenang, karena Presiden
memiliki kekuasaan yang sangat besar dalam menjalankan kekuasaan
negara. Selain itu, tujuan pembatasan ini dikarenakan pengguna diskresi
dalam hal ini Presiden juga seorang manusia biasa, yang dapat setiap saat
berbuat keliru atau salah.
Batasan penerapan diskresi oleh Presiden dalam menjalankan
undang-undang dapat disimpulkan dari pemahaman yang diberikan oleh
Prof. Muchsan dan Prof.Gayus T. Lumbun :
a. Apabila terjadi kekosongan hukum;
b. Adanya kebebasan interprestasi
c. Adanya delegasi perundangan-undangan
d. Demi pemenuhan kepentingan umum
e. Tidak melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik
(AUPB).
55
B. Penerapan Asas Diskresi Oleh Presiden Joko Widodo dalam
Pembatalan Surat Pemberitahuan Nomor UM.3012/1/21/phb/2015
tentang Larangan Ojek dan Taksi Online.
Kontroversi mengenai surat edaran dari Kementerian Perhubungan
yang melarang ojek berbasis daring atau online beroperasi memantik respon
negatif dari masyarakat. Baik melalui media sosial maupun petisi online,
masyarakat menyuarakan aspirasinya terkait larangan tersebut. Banyak dari
masyarakat yang merasa bahwa larangan ini akan mengurangi kemudahan
yang ditawarkan oleh penyedia layanan ojek online. Ojek online telah
menjadi kebutuhan masyarakat dalam memobilisasi dari satu tempat ke
tempat lain.
Presiden Joko Widodo merespon cepat larangan beroperasinya ojek
online oleh kementerian perhubungan. Jokowi berencana memanggil
Menteri Perhubungan Iganasius Jonan yang meminta pemiliki kendaraan
umum berbasis aplikasi online berhenti beroperasi. Presiden Jokowi
berpendapat bahwa ojek, seperti Gojek hadir karena dibutuhkan oleh rakyat.
Maka dari itu, aturan yang dibuat jangan sampai merugikan, dalam hal ini
adalah rakyat sebagai pengguna.72 Larangan tersebut tentunya akan
berdampak kepada masyarakat dalam mencari moda alternatif transportasi.
Presiden menambahkan bahwa aturan jangan sampai mengekang
sebuah inovasi, seperti Gojek aplikasi anak-anak muda yang berinovasi.
Sebuah ide yang baik untuk membantu pemerintah dalam hal memberikan
72 http://m.cnnindone9sia.com/teknologi/20151218111258-185-99074/menhub-larang-gojek-jokowi-aturan-jangan-bikin-rakyat-susah, diakses pada tanggal 11 Agustus 2016 pada pukul13.00 WIB
56
alternatif transportasi yang nyaman, mudah dan murah, namun Presiden
juga meminta agar hal tersebut kemudian ditata, misal dari Dishub atau
Menhub memberi pembinaan, menata, sehingga keselamatan penumpang
terjaga. Keselamatan penumpang adalah prioritas utama dalam transportasi.
Pemanggilan Meneteri Perhubungan Ignasius Jonan dilakukan pada
siang hari. Hal ini dibenarkan oleh Sekretaris Kabinet Pramono Anung.
Dalam pernyataannya Pramono Anung mengatakan bahwa Presiden di
lingkaran Istana langsung berkomunikasi dan merasa bahwa Gojek harus
diberikan apresiasi dan kemudahan, jangan malah dilarang. Presiden telah
berkomunikasi dengan Menteri Perhubungan dan minta segera di ubah
larangan tersebut. Pemanggilan Menteri Perhubungan ke Istana untuk
meminta penjelasan terkait kebijkan Menteri Perhubungan dalam melarang
ojek online.
Penerapan asas diskresi oleh Presiden Joko widodo terlihat ketika
pemanggilan Menteri Perhubungan Iganasius Jonan dan meminta untuk
membatalkan surat edaran yang di keluarkan Kementerian Perhubungan
terkait larangan ojek online, walaupun tidak secara langsung membatalkan
surat edaran yanng dikeluarkan Menteri Perhubungan terkait larangan ojek
online namun secara tersirat permintaan pembatalan surat edaran tersebut
telah menjadi bukti bahwa Presiden telah menerapkan hak diskresinya.
Permintaan pembatalan surat edaran tersebut langsung di respon
cepat oleh Menteri Perhubungan dengan mengirimkan pernyataan pers yang
meralat surat pemberitahuannya sendiri. Dalam pernyataan persnya,
57
Ignasius Jonan menyatakan bahwa ojek dan transportasi umum berbasasis
aplikasi online lainnya dipersilahkan tetap beroperasi sebagai solusi sampai
transportasi publik dapat terpenuhi dengan layak. Sebelumnya Ignasius
Jonan menjelaskan sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang
lalu Lintas dan Angkutan Jalan, kendaraan roda dua tidak dimaksudkan
untuk angkutan publik.73
Bila ditelisik lebih dalam penerapan diskresi oleh Presiden Joko
Widodo dapat dilihat ketika Presiden menggunakan kekuasaannya sebagai
Kepala Pemerintahan meminta kepada Menteri Perhubungan Ignasius Jonan
untuk membatalkan surat edaran yang dikeluarkan Kemernterian
Perhubungan tentang larangan ojek online. Kebijakan Presiden dalam
pembatalan surat edaran tersebut merupakan sebuah asas diskresi karena
melabrak aturan yang telah ada.
C. Analisis
Jika mencoba dilihat secara hukum mengenai perbuatan Presiden
Joko widodo dalam pembatalan surat edaran yang dikeluarkan
Kementerian Perhubungan terkait larangan ojek online, penulis
berpendapat bahwa Presiden Jokowi telah melakukan penyalahgunaan
wewenang karena dengan sengaja dan tanpa unsur keterpaksaan
melanggar hukum. Juga ternyata, jika dilihat pelanggaran hukum tersebut
dengan menerapkan dasar perbuatannya adalah penerapan asas diskresi.
73 http://m.bangsaonline.com/berita/17127/ternyata-menteri-jonan-cabut-larangan-ojek-online-karena-ditegur-jokowi, diakses pada tanggal 12 Agustus 2016, pada pukul 11.50 WIB
58
Jika merujuk kepada pengertian diskresi dari Gayus T. Lumbun
ternyata kebijakan pembatalan surat edaran yang dilakukan oleh Presiden
Jokowi, melanggar Asas-asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB),
karena secara yuridis pun tidak ada permasalahan terhadap surat edaran
yang dikeluarkan Kementerian Perhubungan, dengan berlandaskan diskresi
(karena pembatalan surat edaran tersebut atas instruksi Presiden), dan
dengan berlandaskan diskresi tersebut juga seharusnya Presiden Jokowi
bukan membatalkan tapi mendukung kebijakan Menteri Perhubungan.
Kebijakan Menteri Perhubungan untuk mendukung adanya
supremasi hukum karena prinsip dari sebuah negara hukum yaitu semua
masalah diselesaikan dengan hukum sebagai pedoman tertinggi. Di dalam
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
jalan disebutkan bahwa motor tidak diperuntukan untuk angkutan umum.
Hal ini yang menjadi dasar Menteri Perhubungan dalam membuat surat
edaran tersebut, dan ternyata dalam sumpah jabatan Presiden disebutkan
bahwa Presiden akan memegang teguh Undang-undang Dasar serta
Undang-undang.
Jika merujuk pada Muchsan, pegangan kebijakan yang berlandaskan
diskresi yang dilakukan Jokowi (dalam pembatalan surat edaran
Kementerian Perhubungan tentang larangan ojek online) ternyata tidak
memiliki kelayakan :
a. Adanya kekosongan hukum. Jelas disini bahwa motor memang tidak
diperuntukan untuk angkutan umum sesuai dengan amanah Undang-undang
59
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan pasal 47
ayat (1) yang berbunyi “Kendaraan terdiri atas kendaraan Bermotor dan
Kendaraan tidak Bermotor”, lalu dijelaskan pula pada ayat (2) “Kendaran
bermotor sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a dikelompokkan
berdasarkan jenis : (a) Sepeda Motor, (b) Mobil penumpang, (c) Mobil bus,
(d) mobil barang, dan (e) Kendaraan khusus. Pada ayat (3) dijelaskan
bahwa kendaraan brmotor umum yaitu (a), (b), (c) dan (d).
Hal ini diperkuat dengan pasal 23 ayat (3) dan pasal 43 ayat (2) PP
Nomor 74 tahun 2014 tentang Angkutan Jalan yang berbunyi “Angkutan
orang dengan kendaraan bermotor umum menggunakan Mobil Penumpang
Umum dan Mobil bus Umum. Pasal 39 ayat (3) peraturan Kepolisian
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2012 yang berbunyi “Nomor
kendaraan umum adalah dasar kuning, tulisan hitam. Jika dikatakan telah
terjadi kekosongan hukum maka hal tersebut dirasa kurang tepat karena
secara yuridis sudah sangat jelas bahwa sepeda motor bukan kendaraan
umum.
b. Adanya kebebasan interprestasi. Jelas disini bahwa surat edaran tersebut
bertujuan untuk menegakkan aturan yang berlaku dan menunjukkan
kedaulatan hukum. Sebuah aturan yang telah sah menjadi sebuah hukum
wajib di tegakkan dan seluruh masyarakat harus tunduk terhadap hukum
tersebut. Penulis berpendapat bahwa terkait surat edaran tersebut sudah
tidak bisa di interprestasikan lagi karena memang sudah jelas tujuan dari
surat edaran tersebut.
60
c. Adanya delegasi perundang-undangan. Meskipun secara yuridis, Presiden
Joko Widodo merupakan tokoh yang memiliki kewenangan dalam
penerapan diskresi, tetapi secara yuridis juga sudah ada aturan yang
menjelaskan bagaimana proses penerapan diskresi tersebut, dan tentu saja
pelanggaran yang dilakukan terhadap aturan main itu sendiri, tidak bisa lagi
menggunakan unsur diskresi, karena tidak ada keterpaksaan dilanggarnya
aturan main tadi.
Aturan main tersebut bisa kita lihat dalam Undang-undang Nomor
30 tahun 2014 tentang administrasi pemerintahan pada pasal 22 ayat (2); a).
Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan (tanpa penerapan diskresi
tersebut penyelenggaraan pemerintahan tidak terganggu), b). Mengisi
kekosongan hukum (tidak ada kekosongan hukum yang terjadi dalam kasus
tersebut), c). Memberikan kepastian hukum (malah membuat tidak jelas
terkait peruntukan sepeda motor), d). Mengatasi stagnasi pemerintahan
(jalannya pemerintahan tidak akan buntu walaupun tanpa diterapkannya
disresi tersbut).
Pada pasal 24 juga tersirat aturan main penerapan diskresi
tersebut; a). Sesuai dengan tujuan diskresi sebagaimana dimaksud dalam
pasal 22 ayat (2) (secara keseluruhan penerapan diskresi jauh dari tujuan
diskresi), b). Tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan (jelas bahwa penerapan diskresi yang di lakukan oleh Presiden
Joko Widodo bertentang dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan), c). Berdasarkan alasan-alasan
61
yang objektif (Presiden mengatakan bahwa aturan jangan menyusahkan
rakyat, penulis berpendapat bahwa alasan tersebut tidak objektif karena
aturan dibuat untuk mengatur kehidupan masyarakat), d). Tidak
menimbulkan konflik (sesungguhnya penerapan diskresi tersebut malah
menimbulkan konflik horizontal karena jenis angkutan umum lainnya yang
tidak berbasis aplikasi merasa di anak tirikan, dimana para pengemudi
angkutan umum lainnya harus mengikuti aturan yang telah dibuat oleh
pemerintah sedangkan ojek online diberikan keistimewaan dengan tidak
perlu mengikuti aturan tersebut), e). Dilakukan dengan iktikad baik (penulis
berpendapat bahwa diskresi itu dilakukan tidak dilakukan dengan iktikad
baik karena hanya untuk kepentingan menjaga nama baik Presiden).
d. Demi kepentingan umum (Jika ini yang menjadi pegangan Presiden Joko
Widodo untuk melakukan diskresi, maka secara sosial memang benar
karena menyangkut hajat hidup orang banyak, namun secara yuridis tidak
memberikan kepastian hukum yang jelas bagi para pengendara ojek online.
Hal ini bisa menjadi bisa menjadi masalah baru karena akan terjadi
kecemburuan sosial antara ojek online dan angkutan umum yang memang
telah mengikuti aturan sesuai dengan amanat dari undang-undang)
Penulis berpendapat jika berdasarkan asas diskresi itu sendiri, maka
kebijakan Presiden Joko Widodo dalam pembatalan surat edaran tersebut
ternyata tidak memenuhi asas diskresi. Asas landasan yuridis, dari sini jelas
bahwa secara hukum pembatalan surat edaran tersebut tidak relevan dengan
ketentuan Undang-undang yang berlaku baik itu Undang-undang Nomor 22
62
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan maupun Undang-
undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan dan
tidak ada keterpakasaan untuk dilanggarnya UU tersebut (tidak
keterpaksaan menerapkan asas diskresi)
Landasan kebijakan. Penulis berpendapat jika Presiden
menggunakan landasan ini, maka harus menunjukkan jika memang jelas
tidak ada UU yang mengatur, sehingga boleh membuat kebijakan yang
mengharuskan dilakukannya diskresi. Jadi ibarat ada suatu permasalahan
dimana belum ada UU yang mengaturnya tetapi ada kepentingan mendesak
yang harus segera dilakukan, maka dengan kuasa dengan kuasa sebagai
Eksekutif diperbolehkan untuk melakukan diskresi yang tentunya
memperhatikan UU yang ada, agar tidak terjadi pelanggaran.
Sedangkan yang dilakukan Presiden Joko Widodo dengan sengaja
dan tanpa unsur keterpaksaan melakukan diskresi dimana UU nya sudah
ada dan tidak ada juga keterpaksaan untuk dilanggarnya UU tersebut. Hal
ini bisa menjadi preseden buruk bagi para penyelenggara negara lainnya
karena yang menerapkan diskresi tersebut adalah presiden yang notabane
adalah Kepala Pemerintahan sekaligus Kepala Negara.
63
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Batasan penerapan diskresi oleh Presiden dalam menjalankan undang-
undang yaitu : Harus berpatokan kepada asas-asas umum pemerintahan
yang baik, adanya kekosongan hukum, adanya kebebasan interpretasi,
adanya delegasi perundang-undangan, demi kepentingan umum dan
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi
Pemerintahan secara tersirat membatasi penerapan diskresi tersebut
yaitu: Dalam pengambilan keputusan atau tindakan harus berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undanga yang memberikan suatu
pilihan keputusan dan/atau tindakan, pengambilan keputusan dan/atau
tindakan karena peraturan perundang-undangan tidak berlaku,
pengambilan keputusan dan/atau tindakan karena peraturan perundang-
undangan tidak lengkap atau tidak jelas, pengambilan keputusan
dan/atau tindakan karena adanya stagnasi pemerintahan guna
kepentingany yang lebih luas
2. Penerapan diskresi oleh Presiden Joko Widodo dalam pembatalan surat
pemberitahuan Nomor um.3012/1/21/phb/2015 tentang Larangan Ojek
dan Taksi Online dapat dilihat ketika Presiden meminta Menteri
Perhubungan Iganasius Jonan untuk membatalkan surat edaran tersebut
64
B. Saran
Untuk memberikan kepastian hukum dan menghindari terjadinya
penyalahgunaan wewenang dalam menggunakan diskresi maka penulis
memberikan saran kepada pemerintah sebagai berikut:
1. Dalam menggunakan diskresi kedepannya, pemerintah tetap
harus mengedepankan supremasi hukum dan legalitas karena
Indonesia adalah negara yang berlandaskan hukum, wajib
menjunjung tinggi prinsip dari negara hukum.
2. Pemerintah dalam mengambil suatu keputusan atau kebijakan
harus mengikuti prosedur yang telah ada agar jangan sampai
melanggar peraturan perundang-undangan
3. Pemerintah harus melakukan revisi Undang-undang Nomor 22
Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan agar
memberikan kepastian hukum terhadap ojek online
65
Daftar Pustaka
Buku
Asshiddiqie, Jimly, 2013. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta:
RajaGrafindo Persada
Anggriani, Jum, 2012. Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: Graha
Ilmu
Atmosudirjo, S Prajudi, 2005. Hukum Administrasi Negara, Jakarta: Ghalia
Indonesia
Bungin, Burhan, 2007. Penelitian Kualitatfi , Jakarta: Kencana Prenada Media
Group
Basah,Sjachran, 1997. Eksistensi dan Tolak Ukur Peradilan Administrasi di
Indonesia, Bandung: Alumni
Daud Busroh, Abu, 2009. Ilmu Negara, Jakarta: PT Bumi Aksara
Firdaus, 2008. Pertanggung jawaban Presiden Dalam Negara Hukum Demokrasi,
Bandung: Yrama Widya
Ghoffar, Abdul, 2009. Pebandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah
Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Jakarta: kencana
Halim Koentjoro, Diana, 2004. Hukum Administrasi Negara, Bogor: Ghalia
Indonesia
Ibrahim, Johnny, 2008. Teori dan Metodelogi Penelitian Hukum Normatif,
Malang: Bayumedia Publishing
Ilmar, Aminudin, 2014. Hukum Tata Pemerintahan, Jakarta: Prenadamedia Group
66
Muchsan, 1981. Beberapa Catatan tentang Hukum Administrasi Negara dan
Peradilan Administrasi di Indonesia, Yogyakarta: Liberty
Mahmud, Marzuki, Peter. 2013. Penilitian Hukum, cet. VIII, Jakarta : Kencana
Prenada Media Group.
Mulyosudarmo, Suwoto, 1997. Peralihan Kekuasaan, Kajian Teoritis dan Yuridis
Terhadap Pidato Nawaksara, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Ranadireksa, Hendarmin, 2007. Dinamika Konstitusi Indonesia, Bandung: Fokus
Media
Ridwan HR, 2011. Hukum Administrasi negara, Jakarta: RajaGrafinda Persada
Ridwan HR, 2003. Hukum Administrasi Negara, Yogyakarta: UII Press
Sadjijono, 2008. Memehami Beberapa Bab Pokok Administrasi, Yogyakarta:
Laksbang Pressindo
Said, Umar Sugiarto, 2014. Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika
SF Marbun dkk, 2001. Dimensi-dimensi Pemikiran Hukum Administrasi Negara,
Yogyakarta: UII Press
Sibuea, Hotma , 2010. Asas Negara Hukum, Peraturan Kebijakan dan Asas-asas
Umum Pemerintahan yang baik, Jakarta: Penerbit Erlangga
Soekanto, Soerjono, 2010. Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Jakarta: Rajawali
Pres.
Soekanto, Soerjono, 2002. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hukum, Jakarta:
Raja Grafindo Persada
67
Tutik, Triwulan Tutik, 2011. Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca
Amendemen UUD1945, Jakarta: Prenada Media
Jurnal
Sarira, Iron, 2011.Kebijakan perizinan sesuai asas diskresi terkait manajemen
risiko dalam perspektif negara hukum kesejahteraan.Humaniora
jurnal.Volume 2, No.2, research-dashboard.binus.ac.id,
Mustama, Julista, 2011. Diskresi dan Tanggungjawab Administrasi
Pemerintahan, Jurnal sasi Vol. 17 No.2
Ansori, Luthfi, 2005. Diskresi dan PertanggunJawaban Pemerintah Dalam
Penyelenggaraan Pemerintahan, Jurnal Yuridis, Volume 2, No.1
Perundang-undangan.
Undang-Undang Dasar 1945.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan
Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Angkutan Jalan dan Lalu Lintas
Internet
www.cnnindonesia.com
www.motorexpertz.com
www.infoteknojek.com
www.republika.co.id
www.detik.com
68
www.bangsaonline.com
www.hukumonline.com
www.techinasia.com
wwwz.tempo.co
www.wikipedia.com