UJI DAYA HAMBAT ASAP CAIR (LIQUID SMOKE)
HASIL PIROLISIS RESIDU KOPI ARABIKA
TERHADAP BAKTERI STAPHYLOCOCCUS AUREUS
PADA ABSES ODONTOGENIK
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi
Syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi
MICHELLE NATASCHA WAHAB
NIM : 160600114
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2020
Fakultas Kedokteran Gigi
Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial
Tahun 2020
Michelle Natascha Wahab
Uji Daya Hambat Asap Cair (Liquid Smoke) Hasil Pirolisis Residu Kopi
Arabika terhadap Bakteri Staphylococcus aureus pada Abses Odontogenik
xiii + 48 halaman
Abses odontogenik merupakan suatu rongga patologis yang berisi nanah (pus)
yang dapat meningkatkan angka morbilitas dan mortalitas. Bakteri Staphylococcus
aureus adalah penyebab utama abses odontogenik yang telah resisten terhadap
berbagai jenis antibiotik. Salah satu perawatan alternatifnya adalah dengan aplikasi
asap cair (liquid smoke) yang merupakan hasil kondensasi pembakaran tidak
sempurna (pirolisa) dari bahan organik alamiah yang memiliki komponen utama,
yaitu hemiselulosa, selulosa, dan lignin sehingga membentuk zat antibakteri berupa
senyawa fenol, karbonil, dan asam-asam organik. Residu kopi arabika mengandung
komponen utama pembentuk asap cair yang bersifat antibakteri, sehingga sangat
cocok dimanfaatkan sebagai bahan baku penghasil asap cair untuk menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada abses odontogenik.
Penelitian ini berjenis eksperimental dengan rancangan penelitian true
experimental randomized posttest only control group design untuk mengetahui daya
hambat asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika terhadap bakteri Staphylococcus
aureus. Pelaksanaannya dimulai dengan pembuatan asap cair hasil pirolisis residu
kopi arabika. Asap cair yang diperoleh ber-pH 2,8. Diameter uji daya hambat asap
cair berkonsentrasi 6,25%, 12,5%, 25%, 50%, dan 100% terhadap bakteri
Staphylococcus aureus adalah 16,44 mm, 16,22 mm, 17,74 mm, 21,47 mm, dan
21,20 mm. Analisis data menunjukkan bahwa asap cair hasil pirolisis residu kopi
arabika mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, dimana
konsentrasi optimalnya adalah 50%.
Daftar Rujukan : 55 (2001-2019)
Faculty of Dentistry
Departement Oral and Maxillofacial Surgery
Year 2020
Michelle Natascha Wahab
Inhibitory Power Test of Liquid Smoke from Arabica Coffee Residue
Pyrolysates against Staphylococcus aureus in Odontogenic Abscess
xiii + 48 pages
Odontogenic abscess is a pathological cavity that contains a thick fluid called
pus which could increase the rate of morbility and mortality. Staphylococcus aureus,
the main bacteria that causes odontogenic abscess has been resistant to various types
of antibiotics. One of the alternative treatments is using liquid smoke which is the
result of incomplete combustion condensation (pyrolysis) from natural organic
material which has the main components, such as hemicellulose, cellulose, and lignin,
so that, it established antibacterial substances in the form of phenol compounds,
carbonyl, and organic acids. Arabica coffee residue contain the main components
above, so that it is suitable to be used as raw material for producing liquid smoke to
inhibit the growth of Staphylococcus aureus in odontogenic abscess.
The design of this research was true experimental randomized posttest only
control group design to know the inhibitory power and optimal concentration of
liquid smoke from arabica coffee residue pyrolysates against Staphylococcus aureus.
It was initiated by manufacturing liquid smoke through the pyrolysis of arabica coffee
residue. The result of pH measurement of liquid smoke was 2,8. Inhibition zone
diameter of liquid smoke 6.25%, 12.5%, 25%, 50%, dan 100% concentrated was
16.44 mm, 16.22 mm, 17.74 mm, 21.47 mm, dan 21.20 mm. Data analysis showed
that liquid smoke from arabica coffee residue pyrolysates could inhibit
Staphylococcus aureus growth with an optimal concentration 50%.
Bibliography : 55 (2001-2019)
ii
iii
TIM PENGUJI SKRIPSI
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji
pada tanggal 20 Januari 2020
TIM PENGUJI
KETUA : Gostry Aldica Dehude, drg., Sp.BM
ANGGOTA : 1. Isnandar, drg., Sp.BM (K)
2. Hendry Rusdy, drg., M.Kes., Sp.BM (K)
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi dengan judul “Uji Daya Hambat Asap Cair (Liquid Smoke) Hasil
Pirolisis Residu Kopi Arabika terhadap Bakteri Staphylococcus aureus pada Abses
Odontogenik” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana
Kedokteran Gigi.
Dalam skripsi ini, penulis telah banyak mendapatkan bimbingan, bantuan,
saran-saran, motivasi, serta doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala
kerendahan hati, serta penghargaan yang tulus, penulis menyampaikan rasa terima
kasih kepada:
1. Dr. Trelia Boel, drg., M.Kes., Sp. RKG (K) selaku Dekan Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Olivia Avriyanti Hanafiah, drg., Sp.BM (K) selaku Ketua Departemen
Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera
Utara.
3. Isnandar, drg., Sp.BM (K) selaku dosen pembimbing yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan pengarahan dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Hendry Rusdy, drg., M.Kes., Sp.BM (K) dan Gostry Aldica Dehude, drg.,
Sp.BM selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Pimpinan dan staf perusahaan Ekotani Indonesia yang telah memberikan
kesempatan, fasilitas, dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian.
6. Dosen dan asisten laboratorium di Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan,
fasilitas, dan bimbingan selama pelaksanaan penelitian.
7. Prof. Monang Panjaitan, drg., MS selaku dosen pembimbing akademis
v
yang telah membimbing dan mengarahkan penulis selama menjalankan pendidikan di
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.
8. Seluruh dosen di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
atas ilmu serta bantuan yang diberikan kepada penulis.
9. Orangtua, nenek, dan adik tercinta yang telah memberi doa, dukungan, dan
semangat kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.
10. Seluruh mahasiswa kepaniteraan dan staf klinik Departemen Bedah Mulut
dan Maksilofasial, kakak dan abang senior, serta teman-teman di Fakultas
Kedokteran Gigi stambuk 2016 yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas doa,
semangat, dan dukungan yang diberikan kepada penulis selama pembuatan skripsi.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga hasil karya atau skripsi ini dapat
memberikan manfaat dan sumbangan pikiran yang berguna bagi fakultas,
pengembangan ilmu dan masyarakat.
Medan, 16 Januari 2020
Penulis,
Michelle Natascha Wahab
NIM : 160600114
vi
DAFTAR ISI
Halaman
PERNYATAAN PERSETUJUAN ................................................................ ii
TIM PENGUJI SKRIPSI .............................................................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 3
1.3 Hipotesis Penelitian ........................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................. 3
1.4.1 Tujuan Umum ................................................................................ 3
1.4.2 Tujuan Khusus ............................................................................... 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
1.5.1 Manfaat Teoritis ............................................................................. 4
1.5.2 Manfaat Praktis .............................................................................. 4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 5
2.1 Abses Odontogenik ........................................................................... 5
2.1.1 Klasifikasi Abses Odontogenik ...................................................... 5
2.1.1.1 Abses Periodonsium .................................................................... 6
2.1.1.2 Abses Dentoalveolar ................................................................... 7
2.1.2 Patogenesis Abses Odontogenik .................................................... 10
2.1.3 Komplikasi Abses Odontogenik .................................................... 10
2.2 Bakteri Staphylococcus aureus ......................................................... 12
2.2.1 Taksonomi Bakteri Staphylococcus aureus ................................... 12
2.2.2 Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus ..................................... 13
vii
2.3 Residu Kopi Arabika ......................................................................... 13
2.3.1 Hemiselulosa .................................................................................. 14
2.3.2 Selulosa .......................................................................................... 14
2.3.3 Lignin ............................................................................................. 14
2.4 Asap Cair ........................................................................................... 15
2.4.1 Pirolisa ........................................................................................... 15
2.4.2 Kandungan Kimia dan Aktivitas Antibakteri Asap Cair ............... 16
2.5 Larutan Asam .................................................................................... 17
2.6 Uji Daya Hambat Bakteri dengan Metode Difusi ............................. 18
2.7 Kerangka Teori.................................................................................. 20
2.8 Kerangka Konsep .............................................................................. 21
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 22
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................. 22
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................ 22
3.2.1 Lokasi Penelitian ............................................................................ 22
3.2.2 Waktu Penelitian ............................................................................ 22
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ........................................................ 22
3.3.1 Populasi Penelitian ......................................................................... 22
3.3.2 Sampel Penelitian ........................................................................... 22
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ................................... 23
3.4.1 Variabel Penelitian ......................................................................... 23
3.4.1.1 Variabel Bebas ............................................................................ 23
3.4.1.2 Variabel Terikat .......................................................................... 24
3.4.1.3 Variabel Terkendali ..................................................................... 24
3.4.2 Definisi Operasional....................................................................... 24
3.5 Alat dan Bahan Penelitian ................................................................. 25
3.5.1 Alat Penelitian ................................................................................ 25
3.5.2 Bahan Penelitian............................................................................. 26
3.6 Alur Penelitian .................................................................................. 26
3.7 Prosedur Penelitian............................................................................ 27
3.7.1 Pembuatan Asap Cair (Liquid Smoke) Hasil Pirolisis Residu Kopi Arabika 27
3.7.2 Pembuatan Media Agar .................................................................. 30
3.7.2.1 Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA) .................................... 30
3.7.2.2 Pembuatan Medium Mueller Hinton Agar (MHA) ..................... 30
3.7.3 Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus .................... 30
3.7.4 Uji Daya Hambat terhadap Bakteri Staphylococcus aureus .......... 31
3.8 Analisis Data ..................................................................................... 32
3.8.1 Uji Normalitas Data ....................................................................... 32
viii
3.8.2 Analisis Data Univariat .................................................................. 33
3.8.3 Analisis Data Multivariat ............................................................... 33
BAB 4 HASIL PENELITIAN ....................................................................... 34
4.1.Asap Cair (Liquid Smoke) Hasil Pirolisis Residu Kopi Arabika....... 34
4.2.Daya Hambat Asap (Liquid Smoke) Hasil Pirolisis Residu Kopi Arabika
Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus ......................................... 35
BAB 5 PEMBAHASAN ................................................................................. 39
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 43
6.1. Kesimpulan ...................................................................................... 43
6.2. Saran ................................................................................................. 43
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 44
LAMPIRAN
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Perbedaan abses periodontal dan abses dentoalveolar ........................................ 5
2. Abses gingiva ...................................................................................................... 6
3. Abses periodontal ................................................................................................ 6
4. Abses perikoronal................................................................................................ 7
5. Abses dentoalveolar ............................................................................................ 7
6. Abses intraalveolar .............................................................................................. 8
7. Abses subperiosteal ............................................................................................. 8
8. Abses submukosa ................................................................................................ 9
9. Abses subkutan ................................................................................................... 9
10. Lokasi resorbsi tulang alveolar berdasarkan lokasi sumber infeksi ................ 11
11. Lokasi resorbsi tulang alveolar berdasarkan ketebalan dari tulang kortikal ... 11
12. Staphylococcus aureus .................................................................................... 13
13. Struktur pembentuk hemiselulosa pada residu kopi arabika ........................... 14
14. Struktur pembentuk selulosa pada residu kopi arabika ................................... 14
15. Struktur pembentuk lignin pada residu kopi arabika ...................................... 15
16. Pembuatan asap cair ........................................................................................ 15
17. Residu kopi arabika ......................................................................................... 27
18. Pemasukan residu kopi arabika ke dalam reaktor pirolisa .............................. 27
19. Pengeringan residu kopi arabika ..................................................................... 27
20. Suhu pengeringan ............................................................................................ 27
21. Uap air ............................................................................................................. 28
22. Air kondensat .................................................................................................. 28
23. Pirolisa residu kopi arabika ............................................................................. 28
24. Suhu pirolisa ................................................................................................... 29
25. Penampungan zat pengotor ............................................................................. 29
26. Penampungan asap cair hasil pirolisa residu kopi arabika .............................. 30
27. Penyaringan asap cair ...................................................................................... 30
x
28. Asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika dengan konsentrasi a. 100%
b. 50% c. 25% d. 12,5% e. 6,25% ............................................................. 34
xi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Definisi Operasional .................................................................................. 24
2. Hasil pengukuran diameter zona hambat asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis
residu arabika terhadap bakteri Staphylococcus aureus ........................... 34
3. Hasil uji normalitas data dengan uji Saphiro Wilks .................................. 36
4. Rata-rata zona hambat setiap kelompok perlakuan dan hasil uji ANOVA 36
5. Hasil uji Post-Hoc LSD rata-rata zona hambat setiap kelompok perlakuan 37
xii
DAFTAR GRAFIK
Grafik Halaman
1. Pengaruh konsentrasi terhadap pH asap cair ............................................. 34
2. Pengaruh konsentrasi asap cair terhadap rata-rata diameter zona hambat 37
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
2. Biaya Penelitian
3. Jadwal Kegiatan Penelitian
4. Surat Ethical Clearance
5. Dokumentasi Alat dan Bahan Penelitian
6. Dokumentasi Hasil Uji Antibakteri
7. Output Analisis Data dengan SPSS
8. Surat Keterangan Penelitian
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abses odontogenik merupakan suatu rongga patologis yang berisi cairan
kental yang disebut nanah (pus) akibat proses infeksi yang dipengaruhi oleh virulensi
dan resistensi bakteri.1 Abses odontogenik terbagi menjadi dua, yaitu abses
periodonsium dan abses dentoalveolar. Abses periodonsium adalah abses yang
infeksinya berasal dari poket periodontal, sedangkan abses dentoalveolar adalah abses
yang infeksinya berasal dari jaringan periapikal gigi.2 Abses dentoalveolar lebih
sering terjadi daripada abses periodonsium.3,4
Abses odontogenik jarang didiskusikan
sebelum abad ke-20 akibat tingkat morbilitas dan mortalitas yang kurang
diperhatikan.5
Pada abad ke-20, tingkat mortalitas akibat abses odontogenik yang
menyebar dan menyebabkan severe sepsis dinyatakan 10-40%.1,6
Pada tahun 1999
dan 2004, data dari Hull Royal Infirmary menunjukkan jumlah pasien bedah mulut
dan maksilofasial dengan dental sepsis meningkat.1
Para ahli ilmu bakteri menyatakan, bahwa penyebab abses odontogenik terdiri
dari bakteri anaerob obligat dan anaerob fakultatif.7 Staphylococcus aureus adalah
bakteri utama penyebab abses odontogenik.yang merupakan bakteri gram-positif
anaerob fakultatif dengan diameter 0,5-1,5 μm.1,8
Hasil penelitian Mahalakshmi dan
Chandrasekaran menunjukkan bahwa prevalensi Staphylococcus aureus pada abses
odontogenik adalah 44%.5
Pengobatan klinis untuk menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus aureus adalah dengan menggunakan antibiotik.9 Saat ini,
Staphylococcus aureus menjadi masalah yang sangat serius karena peningkatan
resistensi bakteri ini terhadap berbagai jenis antibiotik (Multi Drug Resistance).
Staphylococcus aureus memiliki kemampuan adaptasi yang luar biasa, sehingga
terjadi resistensi terhadap banyak antibiotik, seperti golongan penicillin dan β-laktam.
Selain itu, resistensi silang juga terjadi pada antibiotik non-β-laktam seperti
2
eritromisin, klindamisin, gentamisin, kotrimoksasol, dan siprofloksasin.9,10
Hal ini
terjadi akibat penggunaan antibiotik yang sudah semakin banyak dan bebas.10
Resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap berbagai golongan
antibiotik menjadi masalah utama dalam penanganan abses odontogenik, sehingga
membutuhkan strategi baru dalam membangun perawatan alternatif. Salah satu
perawatan alternatifnya adalah dengan menggunakan hasil kekayaan alam di
Indonesia, yaitu asap cair (liquid smoke). Asap cair merupakan hasil kondensasi asap
yang diperoleh melalui pembakaran tidak sempurna (pirolisa) dari bahan organik
alamiah yang memiliki komponen utama, yaitu hemiselulosa, selulosa, dan lignin.
Pirolisa komponen utama ini membentuk senyawa fenol, karbonil, dan asam-asam
organik yang mampu merusak dan menembus dinding sel sehingga dapat berfungsi
sebagai antibakteri.11
Beberapa penelitian menghasilkan asap cair dari berbagai bahan organik alami
seperti kayu,11,12
tongkol jagung,12
tempurung kelapa,13
cangkang kelapa sawit,14
kulit
kacang walnut,15
jerami padi.16
Di industri pangan, asap cair digunakan sebagai
bahan pengawet daging, ayam, ikan, dan daging olahan.13
Asap cair tidak merusak
protein pada daging.15
Oleh karena itu, asap cair merupakan bahan pengawet alami
yang aman digunakan.14
Di bidang peternakan, asap cair digunakan untuk
menghilangkan bau dari kandang ternak, kotoran, dan urin ternak, sehingga
lingkungan kandang tidak bau menyengat dan mengurangi hama penyakit.17
Pemakaian asap cair juga sudah diuji untuk pengobatan ulser di rongga mulut pada
penelitian yang dilakukan Surboyo, dkk pada tahun 2017.18,19
Kopi adalah salah satu minuman yang paling banyak dikonsumsi di dunia.20
Dalam industri pengolahan kopi arabika, dihasilkan residu kopi sebanyak lebih dari
50 % dari massa biji kopi yang diperoleh melalui proses ekstraksi bubuk kopi dengan
pelarut air untuk menghasilkan kopi instan.21
Selama ini sebagian residu ini dibakar
sebagai campuran bahan bakar boiler, sebagian lagi dibiarkan membusuk menjadi
pupuk kompos. Baik asap pembakaran maupun bau busuk yang timbul tentu dapat
mencemari lingkungan.22
Residu kopi mengandung hemiselulosa, selulosa, lignin,
abu, mineral, lemak, dan protein.22
Karena mengandung komponen utama pembentuk
3
asap cair yang bersifat zat antibakteri dan tersedia dalam jumlah yang berlimpah,
yaitu mencapai 6 juta ton/tahun,20
residu kopi arabika sangat cocok dimanfaatkan
sebagai bahan baku penghasil asap cair untuk menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus pada abses odontogenik. Dengan demikian masalah resistensi
bakteri Staphylococcus aureus terhadap antibiotik dapat teratasi. Selain itu,
pencemaran lingkungan dapat dikurangi dan peningkatan nilai tambah residu kopi
arabika juga terwujud.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dijelaskan di atas, maka dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut, yaitu: Apakah asap cair (liquid smoke) hasil
pirolisis residu kopi arabika mampu menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus pada abses odontogenik?
1.3 Hipotesis Penelitian
Ho : Asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika tidak mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada abses odontogenik.
Ha : Asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada abses odontogenik.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui daya hambat asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu
kopi arabika terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada abses odontogenik.
1.4.2 Tujuan Khusus
Untuk mengetahui konsentrasi optimal asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis
residu kopi arabika yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus pada abses odontogenik.
4
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
1. Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan atau kontribusi bagi
pengembangan ilmu pengetahuan di bidang kesehatan, khususnya dalam bidang ilmu
bedah mulut dan maksilofasial dalam perawatan abses odontogenik dengan
menggunakan asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat dikembangkan sebagai informasi awal
untuk penelitan yang lebih lanjut mengenai perawatan alternatif abses odontogenik.
1.5.2. Manfaat Praktis
1. Informasi ini dapat digunakan Dinas Kesehatan untuk program kesehatan
gigi dan mulut, yaitu dengan menggunakan asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis
residu kopi arabika sebagai perawatan alternatif abses odontogenik.
2. Bagi tenaga kesehatan dapat menjadi masukan dan memberikan informasi
perawatan alternatif abses odontogenik.
3. Bagi masyarakat dapat menjadi informasi baru bahwa asap cair (liquid
smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika dapat digunakan sebagai perawatan
alternatif abses odontogenik.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Abses Odontogenik
Abses odontogenik merupakan suatu rongga patologis yang berisi cairan
kental yang disebut nanah (pus) akibat proses infeksi yang dipengaruhi oleh virulensi
dan resistensi bakteri.1 Abses odontogenik yang tidak ditanggulangi dapat
menyebabkan morbilitas dan mortalitas yang tinggi.1,5
2.1.1. Klasifikasi Abses Odontogenik
Secara umum, abses odontogenik terdiri dari abses periodontal yang
infeksinya berasal dari poket periodontal dan abses dentoalveolar yang infeksinya
berasal dari jaringan periapikal gigi.2
Gambar 1. Perbedaan abses periodontal dan abses dentoalveolar (a)
Abses periodontal (b) Abses dentoalveolar23
b a
6
2.1.1.1. Abses Periodonsium
Abses periodonsium merupakan suatu rongga yang berisi nanah (pus) yang
infeksinya berasal dari poket periodontal dan bukan dari jaringan pulpa dari gigi.
Abses ini berada di dalam dinding gingiva yang dapat menyebabkan destruksi
ligament periodontal dan tulang alveolar.2,24
Abses ini sering muncul sebagai
eksaserbasi akut dari saku periodontal yang ada sebelumnya, pembersihan kalkulus
yang tidak sempurna, setelah terapi antibiotik sistemik, dan akibat dari penyakit
rekuren.24
Karakteristik dari abses ini adalah terlihat licin, adanya edema, berwarna
kemerahan pada gingiva, terasa sakit, kedalaman sulkus gingiva meningkat sehingga
terbentuk poket periodontal yang memungkinkan kehilangan perlekatan periodontal
dengan cepat yang dapat menyebabkan terjadinya mobiliti pada gigi.2,24
Berdasarkan letaknya, abses periodonsium dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Abses gingiva
Abses gingiva adalah infeksi purulen yang terlokalisir dan hanya
melibatkan jaringan lunak yang dekat dengan margin gingival atau papilla
interdental.7
Gambar 2. Abses gingiva25
b. Abses periodontal
Abses periodontal adalah infeksi purulen yang terlokalisir dan ukurannya
lebih besar karena meluas ke apikal dan berbatasan dengan poket periodontal.7
Gambar 3. Abses periodontal25
7
c. Abses perikoronal
Abses perikoronal adalah infeksi purulen yang terlokalisir di dalam
gingival yang menyelubungi mahkota dari gigi yang telah erupsi sebagian
atau sempurna.7
Gambar 4. Abses perikoronal26
2.1.1.2. Abses Dentoalveolar
Abses dentoalveolar merupakan suatu rongga yang berisi nanah (pus) yang
infeksinya berasal dari gigi yang sudah nonvital, dimana bakteri keluar dari saluran
akar gigi yang terinfeksi ke jaringan periapikal.2 Abses ini muncul akibat karies gigi
yang telah mencapai pulpa, trauma, serta kegagalan perawatan saluran akar.1
Karakteristik abses ini dibagi menjadi 2 gejala, yaitu: gejala lokal dan sistemik.
Gejala lokalnya adalah rasa sakit yang tumpul berlanjut dan memburuk ketika gigi
diperkusi atau berkontak dengan gigi antagonisnya, edema intraoral atau ekstraoral
dan biasanya memliki lokasi di bukal, rasa elongasi, sedikit mobiliti, sangat sensitif
terhadap sentuhan, dan kesulitan dalam menelan. Gejala sistemiknya adalah demam
39-40°C, menggigil, meriang, sakit pada otot dan sendi, anoreksia, insomnia, mual,
dan muntah.2
Gambar 5. Abses dentoalveolar25
8
Berdasarkan tahap selular, gambaran klinis abses dentoalveolar dibedakan
menjadi:
a. Abses intraalveolar
Abses ini adalah infeksi purulen akut yang berakumulasi dan berkembang
pada tulang alveolar di bagian apikal gigi. Abses ini menimbulkan rasa sakit denyut
yang parah, mobiliti gigi, dan sensasi elongasi dari gigi penyebab.2
b. Abses subperiosteal
Abses ini adalah penyebaran dari abses intraalveolar ketika pus menembus
tulang dan menetap di bawah periosteum (ruangan subperiosteal). Abses ini
menimbulkan edema, rasa sakit yang parah karena penekanan pada periosteum dan
sensitivitas selama palpasi.2
Gambar 6. Abses intraalveolar (a) maksila (b) mandibula2
Gambar 7. Abses subperiosteal (a) Ilustrasi (b) Gambaran klinis2
a
.
b
.
9
c. Abses submukosa
Abses ini adalah penyebaran dari abses subperiosteal ketika pus menembus
periosteum dan menetap di bawah mukosa. Abses ini menimbulkan pembengkakan
mukosa dengan fluktuasi terlihat jelas, sensitivitas selama palpasi dan hilangnya
lipatan mukobukal pada daerah infeksi. Jika abses ini terjadi di palatal,
pembengkakannya bulat, dekat dengan gigi yang terlibat, mukosa terlihat kemerahan,
sensitivitas ketika palpasi dan fluktuasi.2
d. Abses subkutan
Abses ini adalah pembengkakan yang berfluktuasi yang terletak pada daerah
wajah di bawah kulit. Abses ini terjadi dari penyebaran infeksi utama yang tidak
segera diobati. Abses ini menimbulkan edema, bentuknya bulat dengan batas yang
jelas, kulit berwarna kemerahan, dan lubang mudah terbentuk ketika ditekan.2
Gambar 8. Abses submukosa (a) Ilustrasi (b) Gambaran klinis2
Gambar 9. Abses subkutan (a) Ilustrasi (b) Gambaran klinis2
a
.
b
.
a
.
b
.
10
2.1.2. Patogenesis Abses Odontogenik
Abses periodonsium diawali dari masuknya bakteri patogen ke dalam dinding
poket periodontal.27
Bakteri patogen tersebut kemudian menyebabkan proses
inflamasi sehingga terjadi aktivasi respon inflamasi. Kemudian sel-sel inflamatori dan
enzim ekstraseluler menyebabkan pertahanan jaringan periodonsium melemah dan
virulensi bakteri meningkat akibat terjadi enkapsulasi sel bakteri. Akhirnya terjadi
destruksi jaringan ikat yang menyebabkan bakteri menembus jaringan periodonsium
sehingga terbentuk abses periodonsium.27,28
Abses dentoalveolar diawali dari pembentukan plak dan terjadi kerusakan
pada lapisan enamel dan dentin yang melindungi pulpa dari bakteri patogen. Ketika
enamel dan dentin mengalami kerusakan, bakteri patogen memasuki pulpa melalui
pembuluh darah dan saraf.29
Hal ini menyebabkan terjadinya reaksi inflamasi, edema,
dan suplai darah menurun sehingga jaringan pulpa menjadi mati (nekrosis pulpa).
Nekrosis pulpa menjadi tempat bagi pertumbuhan bakteri anaerob yang kemudian
menyebar ke tulang alveolar sehingga terbentuk abses dentoalveolar.29,3
2.1.3. Komplikasi Abses Odontogenik
a. Resorbsi tulang alveolar
Abses periodonsium jarang menyebabkan resorbsi tulang alveolar.
Sedangkan, abses dentoalveolar secara bertahap akan menyebabkan resorbsi bagian
fasial atau lingual pada tulang alveolar maksila atau mandibula. Lokasi resorbsi
tulang alveolar dipengaruhi oleh terhadap lokasi sumber infeksi dan ketebalan dari
tulang kortikal.4,30
11
Gambar 10. Lokasi resorbsi tulang alveolar berdasarkan
lokasi sumber infeksi (A) Resorbsi tulang alveolar pada
bagian fasial (labial). (B) Resorbsi tulang alveolar pada
bagian palatal.30
Gambar 11. Lokasi resorbsi tulang
alveolar berdasarkan ketebalan dari
tulang kortikal30
Tulang alveolar pada maksila lebih tipis di bagian bukal. Sedangkan, tulang alveolar
pada mandibula lebih tipis di bagian lingual.30
b. Penyebaran infeksi
Abses dentoalveolar dapat menyebar ke wajah dengan memproduksi
hialuronidase yang merupakan enzim pengurai asam hialuronat sehingga infeksi
mampu menyebar melalui jaringan subkutan (di bawah kulit). Penyebaran abses ke
daerah wajah ini menyebabkan terciptanya lingkungan yang bersifat asam yang
12
memudahkan pertumbuhan bakteri anaerob. Dominasi bakteri anaerob menyebabkan
kerusakan jaringan yang lebih lanjut, terjadinya nekrosis likuifaksi akibat
peningkatan tekanan jaringan pulpa, dan kerusakan sel-sel darah putih. Selain itu,
tekanan dari perluasan abses meningkatkan tekanan hidrostatik pada pembuluh darah
di jaringan sekitarnya, mencegah aliran darah yang dapat menyebabkan iskemia, dan
menyebabkan perluasan nekrosis dalam rongga abses.30
2.2. Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri koagulase positif dan katalasi
positif, bersifat anaerob fakultatif. Hal ini membedakan Staphylococcus aureus
dengan spesies lainnya. Staphylococcus aureus merupakan patogen utama bagi
manusia, hamper setiap orang mengalami beberapa tipe infeksi Staphylococcus
aureus sepanjang hidupnya, yaitu mulai dari keracunan makanan atau infeksi kulit
ringan, sampai infeksi berat yang mengancam jiwa.31
Suhu optimum pertumbuhan Staphylococcus aureus adalah 35-37°C, suhu
minimum 6,7°C, dan suhu maksimum 45,4°C. Bakteri ini dapat tumbuh pada pH 4,0
– 9,8 pH optimum 7,0 – 7,5. Pertumbuhan pada pH mendekati 9,8 bila substratnya
mempunyai komposisi yang baik untuk pertumbuhannya.31
2.2.1. Taksonomi Bakteri Staphylococcus aureus
Berdasarkan klasifikasi menurut Berget, taksonomi Staphylococcus aureus
adalah:31
Kingdom : Monera
Divisio : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus aureus
13
2.2.2. Morfologi Bakteri Staphylococcus aureus
Staphylococcus aureus merupakan bakteri gram positif, tidak bergerak, tidak
berspora, dan mampu membentuk kapsul, berbentuk kokus, dan tersusun seperti buah
anggur. Ukuran Staphylococcus aureus berbeda-beda tergantung pada media
pertumbuhannya. Apabila ditumbuhkan pada media agar, Staphylococcus aureus
memiliki diameter 0,5-1 mm dengan koloni berwarna kuning. Dinding selnya
mengandung asam teikoat, yaitu sekitar 40% dari berat kering selnya. Asam teikoat
adalah beberapa kelompok antigen dari Staphylococcus aureus. Asam teikoat
mengandung aglutinogen dan N-asetilglukosamin.31
2.3. Residu Kopi Arabika
Residu kopi arabika mengandung banyak persenyawaan kimia seperti
karbohidrat, lignin, abu, mineral, lemak, dan protein.20,22
Karbohidrat merupakan
komponen terbanyak dalam residu kopi arabika, yaitu 51,50 % dari keseluruhan
kandungan yang terdapat dalam residu kopi arabika, terutama selulosa dan
hemiselulosa.20,22
Kandungan dalam residu kopi arabika yang berperan dalam proses
pirolisa pembentukan asap cair adalah hemiselulosa, selulosa, dan lignin.11
Gambar 12. Staphylococcus aureus (a) Mikroskopis32
(b) Pada media kultur33
a b
14
2.3.1. Hemiselulosa
Kandungan hemiselulosa dalam residu kopi arabika adalah 39,10%.22
Hemiselulosa dibentuk oleh lebih dari satu tipe polisakarida, yaitu arabinosa, manosa,
dan galaktosa.20,22
Manosa merupakan polisakarida utama penyusun hemiselulosa
yang terkandung dalam residu kopi arabika, yaitu sebanyak 19,07%, sedangkan
arabinosa 3,60% dan galaktosa 16,43%.22
2.3.2. Selulosa
Kandungan selulosa dalam residu kopi arabika adalah 12,40%.22
Selulosa
adalah rantai panjang linear yang dibentuk dari struktur glukosa yang diikat oleh
ikatan glikosidik. Selulosa terdiri dari 9.000-15.000 unit glukosa.11
Gambar 14. Struktur pembentuk selulosa pada residu kopi arabika11
2.3.3. Lignin
Kandungan lignin dalam residu kopi arabika adalah 23,90%. Lignin
merupakan makromolekul yang tersusun dari hidroksil fenolik, hidroksil alifatik,
metoksil, karboksil, dan sulfonat.22
Gambar 13. Struktur pembentuk hemiselulosa pada residu kopi arabika11
15
Gambar 15. Struktur pembentuk lignin pada residu kopi arabika11
2.4. Asap Cair
Asap cair merupakan hasil kondensasi asap yang diperoleh melalui
pembakaran tidak sempurna (pirolisa) dari bahan organik alamiah.11
Metode pirolisa
adalah penguraian dengan bantuan panas tanpa adanya atau dengan jumlah oksigen
yang terbatas. Pirolisis dilakukan dengan membakar bahan organik alamiah dalam
tabung tertutup. Melalui proses pirolisa akan terbentuk karbon berupa zat padat dan
gas pirolisa berupa asap. Asap kemudian didinginkan (dikondensasi) melalui
kondensator sehingga terbentuk asap cair.34
Gambar 16. Pembuatan asap cair 35
2.4.1. Pirolisa
Berdasarkan temperaturnya, reaksi pirolisa terhadap residu kopi arabika
terjadi dalam 3 tahapan, yaitu:11
16
a. Pirolisa hemiselulosa
Pada temperatur 200-260°C, hemiselulosa merupakan komponen residu kopi
yang pertama-tama terurai. Pada suhu ini akan terbentuk asam asetat, asam format,
furan dan derivatnya, serta asam karboksilat alifatik.11
b. Pirolisa selulosa
Selulosa terurai pada suhu 260-310°C. Berdasarkan suhu, penguraian selulosa
dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah pada saat suhu di bawah 300°C. Di
tahap ini ada terjadi pirolisis, propagasi, dan pembentukan produk yang menghasilkan
arang, karbon monoksida, karbon dioksida, dan air. Tahap kedua adalah pada suhu di
atas 300°C, di mana terjadi penguraian molekul yang membentuk senyawa karbonil,
fenolat, hidrokarbon, aromatik, keton, alifatik, dan alkohol siklik, aldehid, ester,
furan.11
c. Pirolisa lignin
Lignin terurai pada suhu 310-500°C. Pembakaran lignin menghasilkan
senyawa fenol, ester fenolat (guiakol dan siringol). Selain itu, juga ada susunan dari
senyawa metal, etil, propel, vinil, alil, propinil yang berada di ujung rantai. Ikatan
eter, cincin piran, dan furan heterosiklik terurai menjadi fenol dan kresol.11
2.4.2. Kandungan Kimia dan Aktivitas Antibakteri Asap Cair
Kandungan kimia yang terdapat dalam hasil pirolisa dari hemiselulosa,
selulosa, dan lignin dalam bahan organik yang efektif sebagai antibakteri adalah:
a. Senyawa fenol
Kandungan senyawa fenol dalam asap cair adalah 0,2-2,9%. Senyawa ini
memiliki kemampuan bakteriostatik dan bakterisidal. Fenol terdiri dari 4 senyawa,
yaitu fenol sederhana, flavonoid, asam hydroksisinnamat, dan asam fenolat. Asam
fenolat dalam asap cair berfungsi untuk merusak membran sitoplasma pada bakteri,
sehingga terjadi kebocoran terhadap cairan intraseluler dari bakteri.11
b. Senyawa karbonil
Kandungan senyawa karbonil dalam asap cair adalah 2,6-4,6%. Karbonil
berperan dalam mencegah pertumbuhan bakteri dengan menembus dinding sel dan
17
menginaktivasi enzim yang berada di sitoplasma dan membran sitoplasma. Karbonil
terdiri dari 3 tipe, yaitu tipe A, B, dan C. Tipe A menurunkan gizi pada media
pertumbuhan bakteri. Tipe B berperan dalam menginaktivasi dan menghentikan
enzim ekstraseluler yang disekresikan oleh bakteri. Hal ini akan menghilangkan
asam amino esensial dan gula pada bakteri yang berfungsi untuk metabolisme normal
pada bakteri. Tipe C berperan untuk memodifikasi polimer substrat yang akan
mengalami depolimerasi, sehingga polimer substrat tersebut menjadi bentuk yang
tidak efisien bagi enzim untuk bekerja.11
c. Senyawa asam organik
Kandungan senyawa asam organik dalam asap cair adalah 2,8-9,5%. Asam
organik yang terdapat dalam asap cair terdiri dari asam asetat, asam propionat, dan
asam benzoat. Dalam peran antibakteri, asam organik menguraikan dirinya. Asam
organik pada bentuk yang terurai berperan untuk menembus membran sel lipid
bilayer pada bakteri. Karena pH di dalam sel bakteri lebih tinggi dari pH di luar sel,
asam terurai dalam sel. Ketika asam terurai di dalam sel bakteri, sel akan
mengeluarkan seluruh cadangan ATP yang menyebabkan sel bakteri tidak dapat
bertahan hidup.11
2.5. Larutan Asam
Dalam kehidupan sehari-hari, kita mengenal berbagai zat yang digolongkan
sebagai asam, misalnya asam cuka, asam sitrun, asam jawa, asam belimbing, serta
“asam lambung” (asam klorida dengan kadar sekitar 0,1 molar yang dihasilkan
lambung untuk mencerna makanan), asam sulfat, dan lain-lain. Salah satu sifat asam
adalah rasanya masam. Tingkat keasamaan suatu larutan dapat diketahui dengan
mengukur pH-nya.36
pH merupakan parameter untuk menyatakan tingkat keasaman larutan. Namun
demikian, perlu diperhatikan bahwa tingkat keasaman berbanding terbalik dengan
nilai pH. Artinya, semakin asam suatu larutan, maka semakin kecil nilai pH-nya, dan
sebaliknya. Larutan asam mempunyai pH lebih kecil dari 7, larutan basa mempunyai
18
pH lebih besar dari 7, sedangkan larutan netral mempunyai pH = 7. pH larutan dapat
ditentukan dengan menggunakan pH-meter.36
Pembawa sifat asam adalah ion H+. Derajat atau tingkat keasaman larutan
bergantung pada konsentrasi ion H+ dalam larutan. Semakin besar konsentrasi ion H
+,
semakin asam larutan tersebut. Nilai konsentrasi ion H+ tersebut sering kali sangat
kecil. Misalnya, konsentrasi ion H+ dalam asam cuka 0,1 M adalah sekitar 0,001 M;
dan konsentrasi ion H+ dalam akuades adalah sekitar 1 x 10
-7 M.
36
Untuk menyederhanakan penulisan, Sorensen mengusulkan konsep pH untuk
menyatakan konsentrasi ion H+, yaitu sama dengan negatif logaritma konsentrasi ion
H+. Secara matematika, nilai pH diungkapkan dengan persamaan:
36
pH = -log [H+]
dari persamaan tersebut disimpulkan rumus sebagai berikut:
[H+] = 10
-pH
Dengan menggunakan kalkulator, untuk menghitung konsentrasi ion H+
dapat
menggunakan tombol yang berlabel log-1
atau INV log terhadap nilai pH. Prosedur
ini dikenal dengan menghitung antilogaritma yang merupakan kebalikan dari cara
menghitung logaritma suatu angka.37
2.6. Uji Daya Hambat Bakteri dengan Metode Difusi
Metode ini merupakan metode yang mudah dan efisien, dimana dasar
pengamatannya adalah terbentuk atau tidaknya zona hambatan di sekeliling cakram
yang berisi zat antibakteri yang digunakan untuk menentukan aktivitas zat antibakteri.
Metode ini dilakukan dengan meletakkan kertas cakram (blanc disc) yang sudah diisi
dengan suatu zat antibakteri pada media agar yang telah diinokulasikan dengan
bakteri. Area jernih mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan bakteri oleh zat
antibakteri.38
Mekanisme proses adsorpsi kertas cakram terhadap zat antibakteri terbagi
menjadi 4 tahap, yaitu:39
a. Transfer partikel-partikel zat antibakteri menuju lapisan film yang
mengelilingi kertas cakram.
19
b. Difusi zat antibakteri yang teradsorpsi melalui lapisan film yang
mengelilingi kertas cakram (film diffusion process).
c. Difusi zat antimikroba yang teradsorpsi melalui kapiler atau pori dalam
kertas cakram (pore diffusion process).
d. Adsorpsi zat antibakteri yang teradsorpsi pada dinding pori atau permukaan
kertas cakram.
20
2.7 Kerangka Teori
Abses Odontogenik
Abses Periodonsium Abses Dentoalveolar
Penyebab
Bakteri anaerob fakultatif
Perawatan
Staphylococcus aureus
Umumnya
Alternatif Pemberian Antibiotik
Resistensi
Asap Cair
Fenol
Karbonil
Asam Organik
Residu Kopi Arabika
Hemiselulosa
Selulosa
Lignin
Reaktor
Pirolisa
Asap
Kondensator
Karbon
Bakteri anaerob obligat
Uji Daya Hambat
21
2.8. Kerangka Konsep
Residu
Kopi Arabika
Uji Daya Hambat terhadap
Bakteri Staphylococcus aureus
pada Abses Odontogenik
Asap Cair
22
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan rancangan
penelitian true experimental randomized posttest only control group design untuk
mengetahui daya hambat asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika
terhadap bakteri Staphylococcus aureus pada abses odontogenik.40
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di beberapa tempat, yakni pembuatan asap cair
hasil pirolisis residu kopi arabika di Ekotani Indonesia, sedangkan pembiakan dan
pengujian bakteri di Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara.
3.2.2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai November 2019.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
3.3.1. Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah bakteri gram positif anaerob fakultatif pada
abses odontogenik.
3.3.2. Sampel Penelitian
Sampel penelitian ini adalah bakteri Staphylococcus aureus. Besar sampel
pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus Federer, yaitu:40
23
(t-1) (n-1) ≥ 15
Keterangan:
t = banyak kelompok perlakuan
n = jumlah replikasi
Dalam penelitian dilakukan 7 kelompok perlakuan, yaitu:
a. Kelompok 1 : Asap cair berkonsentrasi 100%.
b. Kelompok 2 : Asap cair berkonsentrasi 50%.
c. Kelompok 3 : Asap cair berkonsentrasi 25%.
d. Kelompok 4 : Asap cair berkonsentrasi 12,5%.
e. Kelompok 5 : Asap cair berkonsentrasi 6,25%.
f. Kelompok 6 : Clindamycin (kontrol positif).
g. Kelompok 7 : Aquades (kontrol negatif).
Jadi,
(t-1) (n-1) ≥ 15
(7-1) (n-1) ≥ 15
(6) (n-1) ≥ 15
(n-1) ≥ 2,5
n ≥ 3,5
n = 4
Hasil perhitungan di atas menunjukkan bahwa jumlah sampel setiap
kelompok perlakuan dalam penelitian ini adalah 4 sampel. Oleh karena itu, besar
sampel keseluruhan dalam penelitian ini adalah 28 sampel.
3.4 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
3.4.1. Variabel Penelitian
3.4.1.1. Variabel Bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi asap cair (liquid
smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika.
24
3.4.1.2. Variabel Terikat
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat bahan
perlakuan terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
3.4.1.3. Variabel Terkendali
Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah waktu yang dibutuhkan untuk
pembiakan bakteri Staphylococcus aureus dan suhu yang digunakan dalam inkubator
saat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
3.4.2. Definisi Operasional
Tabel 1. Definisi Operasional
No. Variabel Definisi Operasional Alat
Ukur
Hasil
Pengukuran
Skala
Ukur
1.
Konsentrasi
asap cair
(liquid smoke)
residu kopi
arabika
Pembagian
konsentrasi asap cair
ditimbang dengan
satuan gram, yaitu
pada konsentrasi
6,25% ditimbang
sebanyak 6,25 g asap
cair, konsentrasi
12,5% ditimbang
sebanyak 12,5 g asap
cair, konsentrasi 25%
ditimbang sebanyak
25 g asap cair,
konsentrasi 50%
ditimbang sebanyak
50 g asap cair, dan
Timbangan
dan gelas
ukur
Konsentrasi
asap cair
(%)
Kategorik
25
konsentrasi 100%
ditimbang sebanyak
100 g asap cair. Setiap
konsentrasi dilarutkan
dengan aquades
hingga 100 g.
2.
Zona hambat
dari bahan
perlakuan
terhadap bakteri
Staphylococcus
aureus
Diameter dari zona
bening di sekeliling
kertas cakram yang
tidak ditemukan
pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus
Kaliper
digital
Diameter
zona hambat
(mm)
Numerik
3. Waktu
pembiakan
Waktu yang
diperlukan untuk
membiakkan bakteri
Staphylococcus aureus
adalah 24 jam.
Stopwatch Jam Numerik
4. Suhu
inkubator
Suhu yang digunakan
dalam inkubator saat
pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus
adalah 37°C
Termometer Derajat
Celcius Numerik
3.5. Alat dan Bahan Penelitian
3.5.1. Alat Penelitian
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah seperangkat unit
pengolahan lengkap dengan pemanas, termometer, reaktor pirolisa, kondensator,
bejana penampung asap cair, corong, pH meter, sprayer, lampu spiritus, jarum ose,
cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, vortex, kuvet, spektofotometer,
26
erlenmeyer, spatula, batang pengaduk, pipet volume, inkubator untuk kultur bakteri,
alat pemanas, pinset, autoclave, kaliper digital.
3.5.2. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah residu kopi arabika,
kertas saring, air, aquades steril, alkohol 70%, bakteri Staphylococcus aureus, kapas
lidi, medium Nutrient Agar (NA), medium Müller Hinton Agar (MHA), aluminium
foil, kapas, kertas cakram kosong steril 6 mm, plastic wrap.
3.6. Alur Penelitian
Residu kopi arabika
Asap cair
Uji daya hambat terhadap
bakteri Staphylococcus aureus
Pengeringan
Pirolisis
Kondensasi
27
3.7. Prosedur Penelitian
3.7.1. Pembuatan Asap Cair (Liquid Smoke) Hasil Pirolisis Residu Kopi
Arabika
1. Residu kopi arabika dimasukkan ke dalam reaktor pirolisa yang dilengkapi
pemanas
Gambar 17. Residu kopi arabika
Gambar 18. Pemasukan residu
kopi arabika ke dalam reaktor
pirolisa
2. Residu kopi arabika dikeringkan mulai dari suhu 27 °C dengan
peningkatan suhu 40 °C setiap jam. Pengeringan bertekanan -35 cmHg ini
berlangsung selama 5 jam hingga temperatur mencapai 200°C.
Gambar 19. Pengeringan residu kopi arabika
Gambar 20. Suhu
pengeringan
28
3. Uap air dan sedikit asap pirolisa yang terbentuk di dalam reaktor pirolisa
mengalir ke dalam kondensator sehingga uap air dikondensasi dan terbentuk air
kondensat bercampur asap cair yang tertampung di dalamnya. Larutan ini dapat
dikeluarkan setiap saat dengan membuka kran yang terdapat pada pangkal
kondensator.
Gambar 21. Uap air
Gambar 22. Air kondensat
4. Selanjutnya suhu residu kopi arabika yang telah dikeringkan di dalam
reaktor pirolisa ini ditingkatkan hingga 260 °C dengan ratio peningkatan 60°C/jam.
Suhu ini dipertahankan selama 2 jam.
Gambar 23. Pirolisa residu kopi arabika
29
Gambar 24. Suhu pirolisa
5. Asap yang terbentuk di dalam reaktor pirolisa mengalir ke dalam
kondensator sehingga asap dikondensasi dan terbentuk asap cair yang tertampung di
bagian bawah kondensator. Asap cair ini dapat dikeluarkan setiap saat melalui kran
yang terdapat pada bagian bawah kondensator. Zat-zat pengotor seperti debu dan
sedikit tar yang terbentuk akan diendapkan melalui sebuah pipa penampung di antara
reaktor dan kondensator. Melalui kran di bagian bawah pipa tersebut zat pengotor
dapat dikeluarkan.
Gambar 25. Penampungan zat
pengotor
6. Asap cair yang berada di dalam bagian bawah kondensator mengalami
penguapan karena dasar kondensator dipanaskan hingga suhu 200 °C. Uap yang
terbentuk mengalir melalui kondensator pada tingkat berikutnya dan kembali
mengalami kondensasi membentuk asap cair yang bebas dari zat-zat pengotor. Asap
30
cair yang terbentuk kini merupakan asap cair murni dan dapat dikeluarkan melalui
sebuah kran.
Gambar 26. Penampungan asap cair
hasil pirolisa residu kopi arabika
7. Setelah dibiarkan selama seminggu, asap cair disaring untuk membebaskan
partikel karbon hasil reaksi reduksi asap cair.
Gambar 27.
Penyaringan asap cair
8. Asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika dalam penelitian ini dibagi
menjadi 5 konsentrasi, yaitu 100%, 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25% yang diencerkan
dengan aquades.
9. Pengukuran pH dari asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika.42,43
31
3.7.2. Pembuatan Media Agar
3.7.2.1. Pembuatan Medium Nutrient Agar (NA)
Sebanyak 28 g NA dilarutkan dalam 1 L aquades. Setelah itu dihomogenkan
dengan spatula diatas penangas air sampai mendidih. Selanjutnya sebanyak 5 ml
dituangkan pada tabung reaksi steril dan ditutup dengan aluminium foil. Media tersebut
disterilkan dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit, kemudian dibiarkan pada
suhu ruangan selama ± 30 menit sampai media memadat pada kemiringan 30°. Media
NA miring digunakan untuk inokulasi bakteri.43
3.7.2.2. Pembuatan Medium Mueller Hinton Agar (MHA)
Sebanyak 38 g MHA dilarutkan dalam 1 L aquades. Setelah itu dihomogenkan
dengan spatula diatas penangas air sampai mendidih. Selanjutnya sebanyak 15 ml
dituangkan pada 8 tabung reaksi steril dan ditutup dengan aluminium foil. Media
disterilkan dengan menggunakan autoklaf pada suhu 121°C, tekanan 1,5 atm dan
selama 15 menit. Setelah disterilisasi, MHA dalam setiap tabung reaksi dituang ke
masing-masing cawan petri yang akan digunakan sebagai medium dalam uji daya
hambat bakteri.43
3.7.3. Pembuatan Suspensi Bakteri Staphylococcus aureus
1. Bakteri uji diambil dengan kawat ose steril, lalu ditanamkan pada media
NA miring dengan cara menggores. Selanjutnya diinkubasi dalam inkubator pada
suhu 37°C selama 24 jam.
2. Bakteri uji yang telah diinokulasi diambil dengan kawat ose steril lalu
disuspensikan kedalam tabung yang berisi 10 ml larutan NaCl 0,9% kemudian
dilakukan vortex. Setelah dilakukan vortex, suspensi diukur absorbansinya dengan
spektofotometer pada panjang gelombang 600 nm sampai diperoleh absorbansi 0,5
Mc Farland.44
32
3.7.4. Uji Daya Hambat Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
1. Lakukan sterilisasi terhadap semua alat yang akan digunakan. Sekitar meja
dibersihkan dengan alkohol 70%, tangan dicuci terlebih dahulu dengan alkohol 70%,
seluruh alat dicuci dikeringkan dan disterilisasi dalam autoclave dengan suhu 121oC
dan tekanan sebesar 15 Psi (Persquare inchi) selama 15 menit. Alat yang tidak tahan
temperatur tinggi disterilisasi dengan alkohol 70%.
2. Ambil kapas lidi steril dengan pinset steril, kemudian celupkan ke dalam
suspensi bakteri Staphylococcus aureus.
3. Setelah salah satu ujung kapas lidi steril tercelup dalam suspensi bakteri
Staphylococcus aureus, pegang ujung kapas lidi steril yang satunya lagi dengan
tangan, lalu buat streak rapat pada media MHA sebanyak 3 kali pengulangan setiap
cawan petri.
4. Dua puluh delapan buah cakram kosong steril diambil dengan
menggunakan pinset steril dan dicelupkan masing-masing 4 cakram dalam setiap
bahan perlakuan asap cair berkonsentrasi 100%, 50%, 25%, 12,5%, 6,25%,
clindamycin, dan aquades selama 10 menit.
5. Setelah itu, masing-masing cakram diambil dengan pinset steril dan
diamkan selama 5 detik agar bahan perlakuan tidak menetes lagi, kemudian
diletakkan diatas media MHA yang telah dibuat di cawan petri.
6. Semua cawan petri dililit dengan plastic wrap untuk menghindari
kontaminan lalu dimasukkan dalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam.
7. Diameter daya hambat ditandai dengan adanya zona bening yang diukur
menggunakan kaliper digital yang diukur sebanyak 3 kali kemudian diambil rata-
ratanya.38,45
3.8. Analisis Data
3.8.1. Uji Normalitas Data
Pengujian normalitas data dalam penelitian ini dilakukan dengan uji Saphiro
Wilks karena besar sampel dalam penelitian ini adalah 24 sampel (n ≤ 50).40
33
3.8.2. Analisis Data Univariat
Analisis univarian dalam penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai rata-
rata dan standar deviasi diameter zona bening yang merupakan daya hambat dari
setiap kelompok perlakuan dalam penelitian ini terhadap petumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.40
3.8.3. Analisis Data Multivariat
Jika data dalam penelitian ini terdistribusi normal, maka analisis data yang
digunakan adalah:
1. Uji ANOVA (Analysis of Variance) untuk melihat pengaruh daya hambat
perlakuan-perlakuan dalam penelitian ini terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.
2. Uji Post-Hoc LSD untuk mengetahui pasangan perlakuan mana dalam
penelitian ini yang memiliki perbedaan daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus.40,46
Sedangkan, jika data dalam penelitian ini terdistribusi tidak normal, maka analisis
data yang digunakan adalah uji Kruskall-Wallis.40
34
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1. Asap Cair (Liquid Smoke) Hasil Pirolisis Residu Kopi Arabika
Asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika dalam penelitian
ini dibagi menjadi 5 konsentrasi, yaitu 100%, 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25%.
Gambar 28. Asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika dengan
konsentrasi a. 100% b. 50% c. 25% d. 12,5% e. 6,25%
f. Aquades (kontrol negatif)
Asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika yang dihasilkan memiliki pH 2,8.
Setelah diencerkan pH asap cair dengan konsentrasi 50% adalah 3,1, konsentrasi 25%
adalah 3,4, konsentrasi 12,5% adalah 3,7, dan konsentrasi 6,25% adalah 4. Aquades
sebagai kontrol negatif dalam penelitian ini memiliki pH 7.
a b c d e f
35
Grafik 1. Pengaruh konsentrasi terhadap pH asap cair
4.2. Daya Hambat Asap (Liquid Smoke) Hasil Pirolisis Residu Kopi
Arabika Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus
Hasil pengukuran diameter zona hambat asap cair (liquid smoke) hasil
pirolisis residu arabika terhadap bakteri Staphylococcus aureus yang dilakukan
dengan 4 kali replikasi pada konsentrasi 6,25% adalah 18,43 mm, 18,83 mm, 14,03
mm, dan 14,47 mm, pada konsentrasi 12,5% adalah 18,97 mm, 19,00 mm, 14,60 mm,
dan 12,30 mm, pada konsentrasi 25% adalah 18,03 mm, 17,07 mm, dan 18,17 mm,
pada konsentrasi 50% adalah 23,43 mm, 20,23 mm, 24,90 mm, dan 17,30 mm, pada
konsentrasi 100% adalah 21,30 mm, 19,47 mm, 25,00 mm, dan 19,03 mm.
Sedangkan diameter zona hambat pada Clindamycin sebagai kontrol positif adalah
17,37 mm, 16,37 mm, 17,23 mm, dan 16,10 mm.
Tabel 2. Hasil pengukuran diameter zona hambat asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis
residu arabika terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Replikasi
Diameter Zona Hambat (mm)
Konsentrasi Asap Cair (Liquid Smoke)
Hasil Pirolisis Residu Arabika Kontrol
6,25% 12,5% 25% 50% 100% Positif Negatif
1 18,43 18.97 18,03 23,43 21,30 17,37 0,00
2 18,83 19,00 17,07 20,23 19,47 16,37 0,00
3 14,03 14,60 17,70 24,90 25,00 17,23 0,00
4 14,47 12,30 18,17 17,30 19,03 16,10 0,00
0
400
800
1200
1600
0
2
4
6
8
0 25 50 75 100
Ko
nse
ntr
asi
Io
n H
+
Laru
tan
Asa
p C
air
[m
mo
l/k
L]
pH
Laru
tan
Asa
p C
air
Konsentrasi Larutan Asap Cair [%]
pH CH+ [mmol/kL]
36
Hasil uji normalitas data dengan uji Saphiro Wilks menunjukkan data dalam
penelitian ini terdistribusi normal yang ditunjukkan oleh p-value ≥ 0,05 sehingga
analisis data multivariat dalam penelitian ini menggunakan uji ANOVA dan Post-Hoc
LSD.
Tabel 3. Hasil uji normalitas data dengan uji
Saphiro Wilks
Kelompok Perlakuan p-value
Asap cair berkonsentrasi 6,25% 0,12
Asap cair berkonsentrasi 12,5% 0,24
Asap cair berkonsentrasi 25% 0,50
Asap cair berkonsentrasi 50% 0,77
Asap cair berkonsentrasi 100% 0,33
Kontrol positif 0,31
Rata-rata zona hambat asap cair hasil pirolisis residu arabika pada konsentrasi
6,25% adalah 16,44 ± 2,54 mm, pada konsentrasi 12,5% adalah 16,22 ± 3,33 mm,
pada konsentrasi 25% adalah 17,74 ± 0,49 mm, pada konsentrasi 50% adalah 21,47 ±
3,38 mm, dan pada konsentrasi 100% adalah 21,20 ± 2,72 mm. Sedangkan rata-rata
zona hambat Clindamycin sebagai kontrol positif adalah 16,77 ± 0,63 mm dan
aquadest sebagai kontrol negatif adalah 0 mm.
Hasil penelitian yang diuji dengan uji ANOVA menunjukkan bahwa asap cair
(liquid smoke) hasil pisolisis residu kopi arabika mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus pada abses odontogenik yang ditunjukkan oleh p-
value ≤ 0,05.
Tabel 4. Rata-rata zona hambat setiap kelompok perlakuan dan hasil uji ANOVA
Kelompok Perlakuan Rata-rata zona hambat ± standar deviasi
(mm) p-value
Asap cair berkonsentrasi 6,25% 16,44 ± 2,54
0,001
Asap cair berkonsentrasi 12,5% 16,22 ± 3,33
Asap cair berkonsentrasi 25% 17,74 ± 0,49
Asap cair berkonsentrasi 50 % 21,47 ± 3,38
Asap cair berkonsentrasi 100% 21,20 ± 2,72
Kontrol positif 16,77 ± 0,63
Kontrol negatif 0
37
Grafik 2. Pengaruh konsentrasi asap cair
terhadap rata-rata diameter zona hambat
Hasil penelitian yang diuji dengan uji Post-Hoc LSD menunjukkan bahwa
daya hambat antara asap cair hasil pirolisis residu arabika pada konsentrasi 6,25%
dan 12,5%, 6,25% dan 25%, 6,25% dan kontrol positif, 12,5% dan 25%, 12,5% dan
kontrol positif, 25% dan kontrol positif, 50% dan 100% tidak memiliki perbedaan
yang ditunjukkan oleh p-value > 0,05. Sedangkan daya hambat antara asap cair hasil
pirolisis residu arabika pada konsentrasi 6,25% dan 50%, 6,25% dan 100%, 6,25%
dan kontrol negatif, 12,5% dan 50%, 12,5% dan 100%, 12,5% dan kontrol negatif,
25% dan 50%, 25% dan 100%, 25% dan kontrol negatif, 50% dan kontrol positif,
50% dan kontrol negatif, 100% dan kontrol positif, 100% dan kontrol negatif
memiliki perbedaan yang ditunjukkan oleh p-value ≤ 0,05.
Tabel 5. Hasil uji Post-Hoc LSD rata-rata zona hambat setiap kelompok perlakuan
Kelompok Perlakuan Selisih rata-rata
(mm) p-value
Asap cair
berkonsentrasi
6,25%
Asap cair berkonsentrasi 12,5% 0,22 0,89
Asap cair berkonsentrasi 25% 1,30 0,43
Asap cair berkonsentrasi 50 % 5,03 0,01
Asap cair berkonsentrasi 100% 4,76 0,01
Kontrol positif 0,33 0,84
Kontrol negatif 16,44 0,01
38
Asap cair
berkonsentrasi
12,5%
Asap cair berkonsentrasi 25 % 1,53 0,36
Asap cair berkonsentrasi 50 % 5,26 0,01
Asap cair berkonsentrasi 100% 4,98 0,01
Kontrol positif 0,55 0,74
Kontrol negatif 16,22 0,01
Asap cair
berkonsentrasi
25 %
Asap cair berkonsentrasi 50 % 3,73 0,03
Asap cair berkonsentrasi 100% 3,46 0,04
Kontrol positif 0,98 0,06
Kontrol negatif 17,74 0,01
Asap cair
berkonsentrasi
50 %
Asap cair berkonsentrasi 100% 0,27 0,87
Kontrol positif 4,70 0,01
Kontrol negatif 21,47 0,01
Asap cair
berkonsentrasi
100%
Kontrol positif 4,43 0,01
Kontrol negatif 21,20 0,01
39
BAB 5
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengukuran zona hambat dalam penelitian ini, asap cair
(liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika dengan konsentrasi 100%, 50%,
25%, 12,5%, dan 6,25% mampu menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus
aureus pada abses odontogenik . Hasil analisis data dalam penelitian ini menunjukkan
bahwa ada 2 kelompok daya hambat asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus, yaitu kelompok pertama
adalah yang berkonsentrasi 6,25%, 12,5%, dan 25% dengan masing-masing zona
hambatnya adalah 16,44 mm, 16,22 mm, dan 17,74 mm, sedangkan kelompok kedua
adalah yang berkonsentrasi 50% dan 100% dengan masing-masing zona hambatnya
adalah 21,47 mm dan 21,20 mm.
Menurut Greenwood, zona hambat yang terbentuk pada metode disc diffusion
kurang dari 10 mm dikategorikan tidak ada daya hambat, 10-15 mm dikategorikan
daya hambat lemah, 16-20 mm dikategorikan sedang, dan jika lebih dari 20 mm
dikategorikan daya hambat kuat terhadap pertumbuhan bakteri.47
Berdasarkan hasil
pengukuran zona hambat dalam penelitian ini, asap cair hasil pirolisis residu kopi
arabika dengan kelompok pertama dikategorikan memiliki daya hambat yang sedang
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan asap cair hasil pirolisis
residu kopi arabika kelompok kedua dikategorikan memiliki daya hambat yang kuat
terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
Asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika antara kelompok pertama dan
kedua menunjukkan terjadi peningkatan daya hambat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Pelczar dan Chan bahwa semakin tinggi konsentrasi suatu zat antibakteri,
maka semakin banyak bakteri yang mati atau terhambat pertumbuhannya.48
Dari
perbandingan dua kelompok ini, terlihat bahwa kelompok kedua memiliki daya
hambat yang lebih baik terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.
40
Pada kelompok kedua ini, terlihat asap cair berkonsentrasi 50% dan 100%
memiliki daya hambat yang sama. Hal ini berhubungan dengan mekanisme proses
adsorpsi yang merupakan suatu proses yang terjadi ketika fluida (cairan) terserap ke
dalam pori-pori suatu padatan. Dalam adsorpsi digunakan istilah adsorbat dan
adsorben. Adsorbat merupakan substansi yang terserap, dimana dalam penelitian ini
adalah asap cair, sedangkan adsorben merupakan suatu media penyerap, dimana
dalam penelitian ini adalah kertas cakram. Secara umum, faktor yang mempengaruhi
proses adsorpsi adalah luas permukaan pori adsorben dan jumlah partikel adsorbat.
Namun, dalam penelitian ini luas permukaan adsorben (cakram) tidak mempengaruhi
karena tidak divariasikan, sedangkan jumlah partikel adsorbat (asap cair)
mempengaruhi proses adsorpsi karena konsentrasi asap cair dalam penelitian ini
divariasikan. Jumlah partikel dari asap cair berkonsentrasi 100% terlalu terlalu tinggi
dibandingkan dengan daya tampung luas permukaan pori dari kertas cakram,
sehingga tidak semua zat aktif dari asap cair berkonsentrasi 100% bisa terserap
sempurna dalam kertas cakram.39
Selain itu, juga terjadi perbedaan kecepatan difusi zat antibakteri pada
konsentrasi yang berbeda yang dinyatakan pada penelitian Qamariah, dkk.49
Pada
penelitian Suryani, dkk juga dinyatakan bahwa apabila konsentrasi zat antibakteri
terlalu tinggi, maka zat antibakteri akan sulit berdifusi dibandingkan dengan zat
antibakteri yang konsentrasinya lebih rendah.50
Pernyataan ini juga dipertegas oleh
Cappucino dan Sherman yang menyatakan bahwa kemampuan difusi dari zat
antibakteri ke dalam media dan interaksinya dengan bakteri uji adalah salah satu
faktor yang mempengaruhi zona hambat selain jumlah bakteri yang diinokulasi dan
kecepatan pertumbuhan bakteri.38
Asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika dengan konsentrasi 6,25%, 12,5%,
dan 25% memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
yang sama dengan Clindamycin sebagai kontrol positif dalam penelitian ini,
sedangkan asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika dengan konsentrasi 50% dan
100% memiliki daya hambat terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus
yang lebih baik daripada Clindamycin.
41
Asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika dalam penelitian
ini memiliki pH 2,8. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Noor, dkk yang
menghasilkan asap cair hasil pirolisis serabut kelapa dengan pH 2,87-2,97.51
Pada
penelitian yang dilakukan oleh Maulina, dkk dihasilkan asap cair hasil pirolisis
tempurung kelapa sawit dengan pH 2,2-2,4. Asap cair yang bagus memiliki pH
berkisar antara 1,5-3,7, karena pada kondisi pH rendah ini spora mikroba tidak dapat
hidup dan berkembang biak sehingga dapat mengambat pertumbuhan mikroba.
Semakin rendah pH yang dimiliki asap cair, maka kualitas asap cair tersebut semakin
bagus karena memiliki kemampuan untuk menghambat pertumbuhan mikroba yang
lebih besar. Nilai pH yang terkandung dalam asap cair dipengaruhi oleh adanya
kandungan senyawa, yaitu asam asetat dan asam-asam lainnya. Selain itu, kadar fenol
juga mempengaruhi nilai pH karena karakter asam, yang dimiliki fenol memiliki
pengaruh cincin aromatis.52
Dalam penelitian Akbar, dkk dihasilkan asap cair hasil pirolisis kayu pelawan
pada suhu 200-250°C yang mengandung asam asetat sebanyak 30-32 mg/ml.53
Pada
suhu 200-260°C terjadi pirolisa hemiselulosa yang membentuk asam-asam organik.11
Molekul asam lemah yang terdisosiasi (menghasilkan ion H+
dan anion)
menyebabkan penurunan pH lingkungan dan dapat kontak dengan dinding sel,
permukaan sel sitoplasma, sehingga menyebabkan efek kerusakan pada sel bakteri.
Pada pH lingkungan yang sangat rendah, asam asetat dapat menyebabkan denaturasi
enzim dan ketidakstabilan permeabilitas membran sel bakteri sehingga menghambat
pertumbuhan dan menurunkan daya hidup bakteri atau mikroba lainnya.51
Selain asam-asam organik, pada suhu 200°C juga terbentuk senyawa fenol
dari hasil pirolisa primer dari lignin.54
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian oleh
Maulina, dkk tentang pirolisis pelepah kelapa sawit pada berbagai suhu, di mana
pirolisa pada suhu 200°C dihasilkan senyawa fenol sebanyak 3,349% dalam waktu 30
menit dan jumlahnya meningkat sampai pada waktu 90 menit. Secara umum, kadar
fenol akan meningkat dengan kenaikan suhu pada waktu pirolisis yang konstan.
Demikian juga halnya dengan peningkatan waktu pada suhu pirolisis yang konstan.
Hal ini disebabkan semakin lama waktu pirolisis, maka kontak antara panas dengan
42
kandungan penyusun bahan organik yang akan diuraikan akan lebih lama sehingga
semakin banyak kandungan bahan organik yang teruraikan.55
Kandungan fenol
memiliki sifat bakteristatik yang tinggi yang merusak membran sitoplasma pada
bakteri sehingga terjadi kebocoran terhadap cairan intraseluler dari bakteri dan
menyebabkan bakteri tidak dapat berkembang biak.11,51
43
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian Uji Daya Hambat Asap Cair (Liquid Smoke) Hasil
Pirolisis Residu Kopi Arabika Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus pada Abses
Odontogenik, dapat disimpulkan bahwa:
1. Asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika mampu
menghambat bakteri Staphylococcus aureus pada abses odontogenik pada konsentrasi
100%, 50%, 25%, 12,5%, dan 6,25%.
2. Konsentrasi optimal dari asap cair hasil pirolisis residu kopi arabika yang
kuat untuk menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus adalah 50%
dengan hasil yang lebih baik daripada Clindamycin.
6.2. Saran
Bagi peneliti berikutnya:
1. Melakukan optimasi konsentrasi asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis
residu kopi arabika dalam menghambat bakteri Staphylococcus aureus.
2. Melakukan penelitian tentang kandungan dari asap cair (liquid smoke) hasil
pirolisis residu kopi arabika yang spesifik dalam menghambat bakteri Staphylococcus
aureus.
3. Melakukan penelitian tentang toksisitas asap cair (liquid smoke) hasil
pirolisis residu kopi arabika.
4. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan metode dilusi.
5. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan suhu pirolisis yang lebih tinggi.
6. Melakukan penelitian lebih lanjut dengan membandingkan daya hambat
asap cair (liquid smoke) hasil pirolisis residu kopi arabika dengan metronidazole gel
yang merupakan obat untuk menanggulangi abses periodontal secara topikal.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Shweta, Praskash SK. Dental abscess: A microbiological review. Dental Research
Journal. 2013;10(5):585-91.
2. Fragiskos FD. Oral surgery. Springer: Liepzig; 2007:205-10.
3. Malik NA. Textbook of oral and maxillofacial surgery. 3rd ed. New Delhi: Jaypee
Brothers Medical Publishers (P) Ltd; 2012:661-3.
4. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 5th
ed. Missouri: Elsevier; 2008:291-2.
5. Mahalakshmi K, Chandrasekaran SC. Frequencies of staphylococcus aureus in
periodontal abscess-a pilot study. IOSR JPBS. 2017; 12(5):27-8.
6. Robertson D, Smith AJ. The microbiology of the acute dental abscess. Journal of
Medical Microbiology 2009; 58:155–62.
7. Gupta D, Verma P, Dhariwal G, Chaudhary S. Periodontal abscess – a localized
collection of pus a review. TMU J Dent. 2015; 2(1):17-22.
8. Ejaz R, Ashfaq UA, Idrees S. Antimicrobial potential of Pakistani medical plants
gainst multi-drug resistance staphylococcus aureus. J of Cost Life Med
2014;2(9):710-20.
9. Syed R, Prasad G, Deeba F, et al. Antibiotic drug resistance of hospital acquired
staphylococcus aureus in Andra Paradesh: A monitoring study. Afr J Microbiol
Res 2011; 5(6):671-4.
10. Afifurrahman, Samadin KH, Aziz S. Pola kepekaan bakteri staphylococcus aureus
terhadap antibiotik vancomycin di RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang.
MKS 2014 Oktober: 266-70.
11. Milly PJ. Antimicrobial properties of liquid smoke fractions. Thesis. Athens:
Universisty of Georgia, 2003: 3-20.
12. Swastawati F, Agustini TW, Darmanto YS. Liquid smoke performance of lamtoro
45
wood and corn cob. J of Coastal Development 2007; 10(3):189-96.
13. Zuraida I, Sukarno, Budijanto S. Antibacterial activity of coconut shell liquid
smoke (CS-LS) and its application on fish ball preservation. Int Food Res J 2011;
18:405-10.
14. Achmadi SS, Mubarik NR, Nursyamsi R, Septiaji P. Characterization of
redistilled liquid smoke of oil-palm shells and its application as fish preservatives.
J Appl Sci 2013; 13(3):401-8.
15. Yusnaini, Soeparno, Suryanto E, Armunanto R. Physical, chemical and sensory
properties of kenari (Canariun indicum L.) shell liquid smoke-immersed beef on
different level of dilution. J Indones Trop Anim Agric 2012; 37(1):27-33.
16. Kim SP, Yang JY, Kang MY, Park JC, Nam SH, Friedman M. Composition of
liquid rice hull smoke and anti-inflammatory effects in mice. J Agric Food Chem
2011; 59(9):4570-81.
17. Aisyah I. Multimanfaat arang dan asap cair dari limbah biomasa. Yogyakarta :
Deepublish Publisher, 2019:85-7.
18. Surboyo MDC, Arundina I, Rahayu RP. Increase of collagen in diabetes-related
traumatic ulcers after the application of liquid smoke coconut shell. DJMKG
2017;50(2):71-5.
19. Surboyo MDC. Oral ulcer healing after treatment with distilled liquid smoke of
coconut shell on diabetic rats. JKIMSU 2019;8(2):70-9.
20. Mussatto SI, Caneiro LM, Silva JPA, Roberto IC, Teixera JA. A study on
chemical constituents and sugars extraction from spent. J Carb Pol 2011;83:368-
74.
21. Vega RC, Pina GL, Castaneda HV, Oomah BD. Spent coffee grounds: A review
on current research and future prospects. Trends in Food Science & Technology
2015 12 April: 1-15.
22. Ballesteros LF. Teixeira JA, Mussatto SI. Chemical, functional, and structural
properties of spent coffee grounds and coffee silverskin. Food Bioprocess
46
Technol 2014 28 May: 3493-503.
23. Favpng. Dental abscess periodontal disease periodontal abscess gingivitis. 9
September 2018. https://favpng.com/png_view/carie-dental-abscess-periodontal-
disease-periodontal-abscess-gingivitis-png/RC6C7E75 (10 Agustus 2019).
24. Newman MG, Takei HH, Klokkevold PR, Carranza FA. Clinical periodontal.
13th ed. Los Angeles: Elsevier; 2018:2603-4.
25. Schroeder M. Types of dental abscesses. 5 Juli 2017.
https://fineartamerica.com/featured/types-of-dental-abscesses-illustration-monica-
schroeder.html (8 Agustus 2019).
26. Salem S. Tooth abscess treatment. 11 November 2019.
https://sharedentalcare.com/tooth-abscess-treatment/ (18 November 2019).
27. Lang NP, Lindhe J. Clinically periodontology and implant dentistry. 6th ed.
Pondicherry: SPi Publisher Services; 2015:191-4.
28. Patel PV, Kumar GS, Patel A. Periodontal abscess: A review. JCDR. 2011; 5(2):
404-9.
29. Tyagi N, Sharma M, Khanna P. Periapical abscess - a review. WJPPS. 2017;
6(9):618-23.
30. Hupp JR, Ellis E, Tucker MR. Contemporary oral and maxillofacial surgery. 7th
ed. Philadelphia: Elsevier; 2019: 318-20.
31. Nasution M. Pengantar mikrobiologi. Medan: USU Press; 2016:76-8.
32. Medical Laboratory. Staphylococcus aureus. 10 May 2019.
https://medical.talalm.com/2019/05/10/staphylococcus-aureus/ (20 Agustus
2019).
33. Aryal S. Mannitol Salt Agar for the isolation of staphylococcus aureus. 15
Agustus 2019. https://microbiologyinfo.com/mannitol-salt-agar-for-the-isolation-
of-staphylococcus-aureus/ (22 Agustus 2019).
34. Salmet S. Hidayat T. Studi eksperimen pemilihan biomassa untuk memproduksi
gas asap cair (liquid smoke gases) sebagai bahan pengawet. Jurnal SIMETRIS.
47
2015; 6(1): 189-96.
35. Kailaku SI, Syakir M, Mulyawanti. Antimicrobial activity of coconut shell liquid
smoke. In ANA S, editor. : IOP Conference Series: Materials Science and
Engineering, Bogor, 2016: 1-6.
36. Purba M. Kimia. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2018:1-12.
37. Chang R. ed.3.Kimia Dasar. Jakarta: Penerbit Erlangga, 2003:312.
38. Cappuccino JG, Welsh C. Microbiology a laboratory manual. 11th
ed. Harlow:
Pearson Education Limited; 2018: 305-11.
39. Syauqiyah I, Amalia M, Kartini HA. Analisis variasi waktu dan kecepatan
pengaduk pada proses adsorpsi limbah logam berat dengan arang aktif. Info
Teknik 2011. 12(1):11-14.
40. Notoatmodjo S. Metodologi penelitian. Jakarta: Rineka cipta; 2017: 50-64,171-
87.
41. Emig G, Klemm E. Chemische reaktionstechnik. 6th
ed. Erlangen: Springer-
Lehrbuch; 2017: 82-109.
42. Scholz R, Beckmann M, Schulenburg. Abfallbehandlung in thermischen
Verfahren. Stuttgart: Encourage Creativity; 2001:115-21.
43. Hudaya A, Radiastuti N, Sukandar D, Djajanegara I. Uji aktivitas antibakteri
ekstrak air bunga kecombrang terhadap bakteri e. coli dan s. aureus sebagai bahan
pangan fungsional. Al-Kauniyah Jurnal Biologi. 2014;7(1):9-10.
44. Wangkanusa D, Lolo WA, Wewengkang DS. Uji aktivitas antibakteri dari ekstrak
daun prasman (Eupatorium triplinerve Vahl.) terhadap pertumbuhan bakteri
staphylococcus aureus dan pseudomonas aeruginosa. Pharmacon Jurnal Ilmiah
Farmasi. 2016;5(4):206.
45. Vitko NP, Richardson AR. Laboratory maintenance of metlicillin-resistance
staphylococcus aureus (MRSA). Curr Protoc Microbiol 2014 25 Juni:1-7.
46. Sabri L, Hastono SP. ed.1. Statistik kesehatan. Jakarta: Rajawali Pers; 2014: 125-
9.
47. Alfath CR, Yulina V, Sunnati. Antibacterial effect of granati fructus cortex
48
extract on streptococcus mutans in vitro. JDI 2013; 20(1):5-8.
48. Apriani D, Amaliawati N, Kurniati E. Efektifitas berbagai konsentrasi infusa daun
salam (Eugenia polyantha Weight) terhadap daya antibakteri staphylococcus
aureus secara in vitro. J Tekno Lab 2014. 3(2):1-8.
49. Qamariah N, Handayani R, Friskila A. Uji daya hambat ekstrak etanol batang
tumbuhan saluang belum terhadap bakteri staphylococcus aureus. JSM 2018.
4(1):90-101.
50. Suryani Y, Sophia LW, Cahyanto T, Kinasih I. Uji aktivitas antibakteri dan
antioksidan infusum cacing tanah (Lumbricus rubellus) dengan tambahan kitosan
udang pada Salmonella thypi. Jurnal Istek 2015. 9(2):270-4.
51. Noor E, Pari G. Isolasi dan pemurnian asap cair berbahan dasar tempurung kelapa
secara pirolisis dan distilasi. Dalam Luditama C,ed. Prosiding Konferensi
Nasional Kelapa VIII, Bogor, 2014:93-102.
52. Maulina S, Putri FS. Pengaruh suhu, waktu, dan kadar air bahan baku terhadap
pirolisis serbuk pelepah kelapa sawit. Jurnal Teknik Kimia 2017. 6(2):35-9.
53. Akbar A, Paindoman R, Coniwanti P. Pengaruh variabel waktu dan temperatur
terhadap pembuatan asap cair dari limbah kayu pelawan (Cyanometra cauliflora).
Jurnal Teknik Kimia 2013; 19(1):1-8.
54. Kawamoto H. Lignin pyrolysis reactions. Springer 2016 17 Desember: 1-10.
55. Maulina S, Putri FS. Pirolisis pelepah kelapa sawit untuk mengasilkan fenol pada
asap cair. Jurnal Teknik Kimia 2018. 7(2):12-6.
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Michelle Natascha Wahab
Tempat / Tanggal Lahir : Erlangen / 10 September 1998
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Katolik
Alamat : Jl. Sekip No.5E / 7 Medan
Riwayat Pendidikan
1. 2003 – 2004 : TK Kalam Kudus Medan
2. 2004 − 2010 : SD Santo Yoseph Medan
3. 2010 – 2013 : SMP Santo Yoseph Medan
4. 2013 – 2016 : SMA Sutomo 1 Medan
5. 2016 – 2019 : Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN 2
BIAYA PENELITIAN
1. Biaya pencetakan : Rp 600.000,00
2. Biaya print dan fotokopi : Rp 225.000,00
3. Biaya transportasi : Rp 500.000,00
4. Biaya penggandaan dan penjilidan : Rp 200.000,00
5. Biaya residu kopi arabika : Rp 100.000,00
6. Biaya pembuatan asap cair dari residu kopi arabika : Rp 3.000.000,00
7. Biaya bakteri Staphylococcus aureus : Rp 75.000,00
8. Biaya uji daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus : Rp 1.000.000,00
Rp 5.700.000,00
+
LAMPIRAN 3
JADWAL KEGIATAN PENELITIAN
Kegiatan
Bulan
Agustus September Oktober November Desember Januari
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan dan
Pembuatan
Proposal
Seminar
Proposal
Penelitian
Pengumpulan
dan Pengolahan
Data
Pembuatan
Laporan Hasil
Penelitian
Seminar Hasil
Penelitian
Sidang Skripsi
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
Residu kopi arabika Corong
pH-meter
Seperangkat unit pengolahan asap cair
Media NA Media MHA
Sprayer berisi
alkohol 70%
Gelas ukur
Erlenmeyer
Cawan petri
Rak tabung dan tabung reaksi
Timbangan Alat pemanas
Pipet volume
Vortex
Autoklaf Inkubator
Spektofotometer
Kuvet
Kaliper digital
Batang pengaduk
Spatula
Kawat ose
Pinset
Cakram kosong steril
LAMPIRAN 6
LAMPIRAN 7
Oneway
Descriptives
DIAMETER_ZONA_HAMBAT
N Mean Std. Deviation Std. Error 95% Confidence Interval for Mean Minimum Maximum
Lower Bound Upper Bound
LS 6,25% 4 16,4400 2,54042 1,27021 12,3976 20,4824 14,03 18,83
LS 12,5 % 4 16,2175 3,33075 1,66537 10,9175 21,5175 12,30 19,00
LS 25% 4 17,7425 ,48972 ,24486 16,9632 18,5218 17,07 18,17
LS 50% 4 21,4725 3,38052 1,69026 16,0933 26,8517 17,33 24,90
LS 100% 4 21,2000 2,71734 1,35867 16,8761 25,5239 19,03 25,00
K (+) 4 16,7675 ,62729 ,31364 15,7693 17,7657 16,10 17,37
K (-) 4 ,0000 ,00000 ,00000 ,0000 ,0000 ,00 ,00
Total 28 15,6914 7,13814 1,34898 12,9235 18,4593 ,00 25,00
ANOVA
DIAMETER_ZONA_HAMBAT
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1264,752 6 210,792 39,887 ,000
Within Groups 110,978 21 5,285
Total 1375,730 27
Tests of Normalityb
PERLAKUAN Kolmogorov-Smirnov
a Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
DIAMETER_ZONA_HAMBAT
LS 6,25% ,283 4 . ,809 4 ,119
LS 12,5 % ,296 4 . ,854 4 ,240
LS 25% ,221 4 . ,914 4 ,503
LS 50% ,219 4 . ,959 4 ,775
LS 100% ,238 4 . ,877 4 ,326
K (+) ,270 4 . ,874 4 ,315
a. Lilliefors Significance Correction
b. DIAMETER_ZONA_HAMBAT is constant when PERLAKUAN = K (-). It has been omitted.
Post Hoc Tests
Multiple Comparisons
Dependent Variable: DIAMETER_ZONA_HAMBAT
LSD
(I) PERLAKUAN (J) PERLAKUAN Mean Difference
(I-J)
Std. Error Sig. 95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
LS 6,25%
LS 12,5 % ,22250 1,62553 ,892 -3,1580 3,6030
LS 25% -1,30250 1,62553 ,432 -4,6830 2,0780
LS 50% -5,03250* 1,62553 ,005 -8,4130 -1,6520
LS 100% -4,76000* 1,62553 ,008 -8,1405 -1,3795
K (+) -,32750 1,62553 ,842 -3,7080 3,0530
K (-) 16,44000* 1,62553 ,000 13,0595 19,8205
LS 12,5 %
LS 6,25% -,22250 1,62553 ,892 -3,6030 3,1580
LS 25% -1,52500 1,62553 ,359 -4,9055 1,8555
LS 50% -5,25500* 1,62553 ,004 -8,6355 -1,8745
LS 100% -4,98250* 1,62553 ,006 -8,3630 -1,6020
K (+) -,55000 1,62553 ,738 -3,9305 2,8305
K (-) 16,21750* 1,62553 ,000 12,8370 19,5980
LS 25%
LS 6,25% 1,30250 1,62553 ,432 -2,0780 4,6830
LS 12,5 % 1,52500 1,62553 ,359 -1,8555 4,9055
LS 50% -3,73000* 1,62553 ,032 -7,1105 -,3495
LS 100% -3,45750* 1,62553 ,045 -6,8380 -,0770
K (+) ,97500 1,62553 ,555 -2,4055 4,3555
K (-) 17,74250* 1,62553 ,000 14,3620 21,1230
LS 50%
LS 6,25% 5,03250* 1,62553 ,005 1,6520 8,4130
LS 12,5 % 5,25500* 1,62553 ,004 1,8745 8,6355
LS 25% 3,73000* 1,62553 ,032 ,3495 7,1105
LS 100% ,27250 1,62553 ,868 -3,1080 3,6530
K (+) 4,70500* 1,62553 ,009 1,3245 8,0855
K (-) 21,47250* 1,62553 ,000 18,0920 24,8530
LS 100%
LS 6,25% 4,76000* 1,62553 ,008 1,3795 8,1405
LS 12,5 % 4,98250* 1,62553 ,006 1,6020 8,3630
LS 25% 3,45750* 1,62553 ,045 ,0770 6,8380
LS 50% -,27250 1,62553 ,868 -3,6530 3,1080
K (+) 4,43250* 1,62553 ,013 1,0520 7,8130
K (-) 21,20000* 1,62553 ,000 17,8195 24,5805
K (+) LS 6,25% ,32750 1,62553 ,842 -3,0530 3,7080
LS 12,5 % ,55000 1,62553 ,738 -2,8305 3,9305
LS 25% -,97500 1,62553 ,555 -4,3555 2,4055
LS 50% -4,70500* 1,62553 ,009 -8,0855 -1,3245
LS 100% -4,43250* 1,62553 ,013 -7,8130 -1,0520
K (-) 16,76750* 1,62553 ,000 13,3870 20,1480
K (-)
LS 6,25% -16,44000* 1,62553 ,000 -19,8205 -13,0595
LS 12,5 % -16,21750* 1,62553 ,000 -19,5980 -12,8370
LS 25% -17,74250* 1,62553 ,000 -21,1230 -14,3620
LS 50% -21,47250* 1,62553 ,000 -24,8530 -18,0920
LS 100% -21,20000* 1,62553 ,000 -24,5805 -17,8195
K (+) -16,76750* 1,62553 ,000 -20,1480 -13,3870
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
LAMPIRAN 8