ZUHUD DAN WARA SEBAGAI PEMECAHAN MASALAH
SIKAP HIDUP MATERIALISTIS
PAPER
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mengikuti Ujian Akhir Pesantren
Tingkat Muallimin
Disusun oleh:
Muhammad Imam Asy Syakir
NIS : 08091050
PESANTREN PERSATUAN ISLAM 40 SARONGGE
PAMULIHAN-SUMEDANG
2011 M/1432 H
ZUHUD DAN WARA SEBAGAI PEMECAHAN MASALAH
SIKAP HIDUP MATERIALISTIS
Disusun oleh:
Muhammad Imam Asy Syakir
NIS : 08091050
Disahkan dan disetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Imas H. S.P. Deni Saeful Bukhary S.Pd.I
NPA: 13604 NIAT: 00.1389
Mengetahui:
Mudirul Am
Deni Saeful Bukhary S.Pd.I
NIAT: 00.1389
ZUHUD DAN WARA SEBAGAI PEMECAHAN MASALAH
SIKAP HIDUP MATERIALISTIS
Disusun oleh:
Muhammad Imam Asy Syakir
NIS : 08091050
Diujikan pada tanggal.
Penguji I Penguji II
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan bagi semua orang, yaitu siapapun yang haus
dan lapar akan bacaan dan karya-karya, juga bagi orang-orang yang telah ikut
membangun jatidiriku, mereka adalah kedua orang tua penulis Bapak Drs. Ian
Muniran dan Ibu Yayah Nurjannah, guru-guru yang telah mentransmisikan
ilmunya kepadaku, para penulis brilian yang bukunya selalu kubaca hingga
mendobrak cakrawala pengetahuanku, teman-teman yang selalu menghangatkan
kehidupan yang terasa dingin atau seperti apa yang dikatakan tokoh kartun Naruto
bahwa teman adalah mereka yang mengeluarkanmu dari neraka yang dipenuhi
rasa sepi.
Kutipan:
Hidup yang tak teruji bukanlah hidup yang berharga - Plato -
(Filsuf, penulis buku besar Republik)
Dalam hidup selalu perhatikan perubahan variabelnya - Ben Campbell -
(Kata-kata mutiara dalam film 21)
KATA PENGANTAR
Lectori salutem !
Alhamdulillahirabbilalamin. Segala ungkapan syukur kepada Allah swt
atas semua anugerah rahmat serta nikmat yang diturunkan kepada seluruh hamba-
Nya. Dan anugerah rahmat serta nikmat tersebut hanya bisa didapatkan bila
mengikuti seruan-Nya ke dalam diin yang disempurnakan dan diridlai-Nya, yaitu
Islam, melalui utusan-Nya Nabi Muhammad Shalallahu alaihi wa sallam.
Ex necessitate rei
Terlahir dari keadaan darurat. Demikianlah ungkapan yang menyertai
terjadinya karya tulis ini. Sekalipun demikian, Karya Tulis Ilmiah yang ada
ditangan pembaca ini, sengaja disusun untuk memenuhi syarat mengikuti ujian
tingkat Muallimin atau Madrasah Aliyah.
Les paroles sont faites pour masquer les pensees. Kata-kata itu
diciptakan untuk mencerminkan pikiran-pikiran. Sebagaimana ungkapan perancis
tersebut, begitulah tujuan lain penulis dalam menyusun karya tulis ini, yaitu dapat
menuangkan buah pikir penulis terhadap suatu permasalahan dari permasalahan-
permasalahan yang ada, khususnya yang dihadapi oleh kaum muslimin dewasa
ini. Semoga dengan adanya karya ini setidaknya memberi secercah cahaya dan
setetes solusi dalam pemecahannya.
Dalam proses penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis mengucapkan
terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan jasanya dan ikut serta
membantu penulis dalam penyusunan karya ini, diantaranya penulis ucapkan
terima kasih kepada:
1. Mudirul Am sekaligus pembimbing II yaitu Ustadz Deni Saeful
Bukhari, S.Pd.I.
2. Mudir Muallimin: Ustadz Muhammad Shagir, S.Psi.
3. Mudir Tsanawiyah sekaligus Guru pelajaran Metode Karya Tulis
(MPKT) di kelas XI dan pembimbing I: Bu Imas Haryati, S.P.
4. Semua Asatidz dan Asatidzah
5. Teman-teman santri RG dan UG baik Tsanawiyah maupun Muallimin
dan kawan-kawanku semua dimanapun mereka berada.
Ucapan terima kasih yang lebih khusus lagi kepada kedua orang tua
penulis, yaitu Bapak Drs. Ian Muniran dan Ibu Yayah Nurjannah, juga teman-
teman RG dan UG kelas III Muallimin atau kelas XII dan yang lainnya, yaitu:
1. My Partner dan kaka kelas Abadi Aa Kin kin Syamsudin Muallimin
Angkatan pertama yang selalu menyisakan waktunya bercakap-cakap
ilmiah dan saling transfer wawasan yang membuka lebar-lebar jendela
nalarku dan memberiku dunia baru, yaitu membaca. Syukran
katsiraan.
2. My Brother and Best Friends Sidiq Qamar Ramadlan angkatan
Tajhiziah terakhir (The Last Tajhiziah) yang selalu mengajak
Pabeulitz. Thanks for all.
3. My Sister Ibu alias Imas Nurlathifah sebagai UG senior dari
angkatan Tajhiziah terakhir (The Last Tajhiziah), Syukran.
4. My Partner dan kaka kelas satu angkatan diatasku Aa Hamdani
Musthafa. Teman seperjuangan ngaji kitab dan banyak menunjukkan
karya tulis ilmiahnya yang turut memotivasi penulis untuk melakukan
hal yang sama, Syukran.
5. My Sister Aam Amanah, Syukran.
6. My Sister Fitri Hanifa Muslimah, Syukran.
7. My Sister Hana Azizah Al Mutawakkil, Syukran.
8. My Sister Hana Fauziah, Syukran.
9. My Sister Ihat Shalihat, Syukran.
10. My Sister Linaeni Widiagustini, Syukran.
11. My Sister Muminah Khairiah, Syukran.
12. My Sister Nurutami Febriani, Syukran.
13. My Brother Rudi Hardian, Syukran.
14. My Sister Siti Rodiah Kolbiah, Syukran.
15. My Brother Ridlo Audah, Syukran.
16. My Sister Imas Nuraeni, Syukran.
17. My Brother Maruf Hidayat, Syukran.
18. My Brother and Best Friends Ramdan Gun gun Setiara, Syukran.
19. My Brother and Best Friends Umar Hadikusuma, Syukran.
20. My Brothers and My Sisters semua Angkatan Tajhiziah terakhir,
Syukran.
21. My Brothers and My Sisters semua santri Tsanawiyah angkatan 2008,
Thanks for you all.
22. My Brother Jamaah Cipelah, Andi Romansyah, Syukran.
23. My Brother Jamaah Cekdam, Yusef, Syukran.
Sebagai penutup prakata atau kata pengantar ini, penulis mengharapkan
dari pembaca, bila menemui kekeliruan dan kekurangan maupun kesalahan yang
fatal dalam Karya Tulis Ilmiah ini untuk tidak sungkan menyampaikan kritikan
dan saran yang bersifat membangun bagi karya ini. Karena penulis mengakui
untuk menghasilkan sebuah karya terbaik diperlukan bantuan dari orang lain dan
proses juga cara yang benar, sebagaimana ungkapan ariston matron, melakukan
sesuatu dengan caranya adalah yang paling baik. Sehingga akan terlahir suatu
karya yang terbaik dan memiliki manfaat yang besar bagi kehidupan..
Hasbunallah wanimal wakiil. Cukuplah Allah menjadi Penolong kami
dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.
Sumedang, 09 Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................i
KATA PENGANTAR .... ..................................................................................ii
DAFTAR ISI .................. ..................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.................................................................1
B. Rumusan Masalah ..........................................................................3
C. Batasan Masalah ............................................................................4
D. Tujuan Penulisan ...........................................................................4
E. Metode Penulisan ...........................................................................4
F. Sistematika Penulisan .....................................................................5
BAB II LANDASAN TEORITIS .....................................................................9
A. Zuhud ............................................................................................9
B. Wara .............................................................................................14
C. Konsep Materialistis ......................................................................17
BAB III ANALISIS ZUHUD DAN WARA SEBAGAI PEMECAHAN
MASALAH SIKAP HIDUP MATERIALISTIS ............................24
A. Analisis Zuhud...............................................................................24
B. Analisis Wara ...............................................................................40
C. Analisis Sikap Hidup Materialistis .................................................41
D. Analisis Relevansi Zuhud dan Wara Sebagai Pemecahan Masalah
Sikap Hidup Materialistis ..............................................................45
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ...........................................................47
A. Kesimpulan....................................................................................47
B. Saran..............................................................................................47
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................49
RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................53
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia adalah makhluk yang membutuhkan materi dalam kehidupan
sehari-harinya. Dewasa ini, materi seolah dipandang sebagai aspek penting
yang vital. Pandangan tersebut tidak lepas dari munculnya penemuan-
penemuan alat-alat modern dalam bidang teknologi yang berguna dalam
mempermudah manusia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari.
Sehingga aktivitas kehidupan pada akhirnya sangat bergantung kepadanya.
Selain itu, jargon hidup modern juga membawa manusia pada
pandangan hidup yang sangat materialistik, yaitu segala sesuatu diukur hanya
dengan aspek kebendaan. Pola hidup modern ini membawa dampak yang
signifikan dalam sikap hidup yang di anut umat manusia di era globalisasi.
Selain dari dampak yang positif, dampak negatif dari pola hidup modern yang
materialistis ini, cenderung lebih dominan dalam fenomena kehidupan
manusia.
Bertolak dari fenomena tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji dan
menemukan intisari dinamika kehidupan manusia, khususnya umat Islam pada
era globalisasi ini yang telah bergeser dari nilai-nilai kehidupan yang
spiritualis, yaitu berlandaskan pandangan atas ajaran suatu agama dalam hal
ini Islam pada suatu nilai-nilai kehidupan yang materialistis yang notabene
berasal dari suatu paham atau ajaran filsafat, yaitu Materialisme.
Materialisme merupakan bagian dari peradaban Barat, termasuk pula
Sekulerisme, Komunisme dan Liberalisme yang menjadi citra negatif dari
peradaban tersebut, selain daripada citra positifnya dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Dalam buku Recik-Recik Dakwah yang ditulis K.H.E. Abdurrahman,
disebutkan bahwa inti ajaran Materialisme adalah penolakan terhadap hukum
Tuhan dan hidup kejiwaan (K.H. E. Abdurrahman, 1993:2 ). Sehingga atas
dasar tersebut, Materialisme merupakan paham yang memiliki isi ajaran yang
bertentangan dengan risalah Nabi Muhammad saw yang dibawa dalam ajaran
Islam karena menolak hukum Allah swt. Premis diatas dapat dijadikan alasan
untuk menjauhi paham tersebut, bukan malahan menjadi pengikutnya
sebagaimana yang dewasa ini terjadi dengan bersikap hidup modern yang
materialistis.
Abu Daud As-Sijistan meriwayatkan sebuah hadits dari sahabat Ibnu
Umar ra. yang berbunyi:
: .
Artinya: Rasulullah saw bersabda: Barang siapa yang meniru suatu kaum
maka dia adalah bagian dari mereka. (Tarjamah Bhulughul
Maram, Ahmad Hasan, 2002:673, hadits no: 1499)
Berdasarkan hadits ini, maka fenomena sikap hidup materialistis
adalah suatu bentuk tasyabuh (penyerupaan) bagi seorang muslim karena
berasal dari luar ajaran Islam. Keadaan tersebut, tentunya menjadi suatu
masalah yang harus dicari pemecahannya.
Penulis berikhtiar untuk mengatasi permasalahan ini adalah dengan
kembali pada sikap zuhud dan wara. Zuhud dan wara merupakan sikap
hidup yang telah dicontohkan Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya juga
oleh tabiin dan ulama sesudah mereka. Zuhud dan wara adalah alternatif
terbaik untuk mengatasi permasalahan ini, karena sikap ini merupakan
antimaterialistis atau kebalikan dari sikap hidup materialistis.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, penulis tertarik untuk
menulis dan menyajikannya dalam sebuah Karya Tulis Ilmiah dengan judul :
ZUHUD DAN WARA SEBAGAI PEMECAHAN MASALAH SIKAP
HIDUP MATERIALISTIS.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang telah diajukan dalam latar belakang
diatas, maka penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut :
1. Apa yang dimaksud dengan Zuhud?
2. Apa yang dimaksud dengan Wara?
3. Apa yang dimaksud dengan sikap hidup materialistis?
4. Bagaimana sikap hidup yang diajarkan oleh Islam?
C. Batasan Masalah
Berdasarkan permasalahan yang sebelumnya telah dirumuskan, maka
dibuatlah batasan masalah yang akan dikemukakan sebagai berikut :
1. Zuhud.
2. Wara.
3. Sikap hidup Materialistis.
4. Sikap hidup yang diajarkan oleh Islam.
D. Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan Karya tulis ini antara lain :
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Zuhud.
2. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Wara.
3. Mengetahui apa yang dimaksud dengan Sikap hidup materialistis.
4. Mengetahui sikap hidup yang diajarkan oleh Islam.
E. Metode Penulisan
Penulisan karya Tulis Ilmiah ini menggunakan metode normatif, yaitu
metode penelitian kepustakaan murni. Penulis menggunakan metode normatif
karena Analisis dan pengambilan kesimpulan didapat dari studi pustaka yang
berupa referensi dari buku, catatan dan karya tulis lainnya.
F. Sistematika Penulisan
Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini, penulis menyusun
sistematika penulisan agar mempermudah pembahasan dan meringkaskan
garis-garis besar isi tulisan ini, sistematika penulisan tersebut adalah sebagai
berikut :
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Rumusan Masalah
C. Batasan Masalah
D. Tujuan Penulisan
E. Metode Penulisan
F. Sistematika Penulisan
BAB II LANDASAN TEORITIS
A. Zuhud
1. Pengertian Zuhud
Pengertian Menurut Bahasa
Pengertian Menurut Istilah
2. Dalil-Dalil yang Berkenaan dengan Zuhud
2.1 Dalil Zuhud Dalam Al Quran
2.2 Dalil Zuhud Dalam Hadits
B. Wara
1. Pengertian Wara
1.1 Pengertian Menurut Bahasa
1.2 Pengertian Menurut Istilah
2. Dalil-Dalil yang Berkenaan dengan Wara
C. Konsep Materialistis
1. Materialisme
Pengertian Materialisme
Macam-Macam Aliran Materialisme
Tokoh-Tokoh Materialisme
2. Sikap Hidup Materialistis
Pengertian Sikap Hidup Materialistis
Dalil-Dalil yang Berkenaan dengan Sikap Hidup
Materialistis
BAB III ANALISIS ZUHUD DAN WARA SEBAGAI PEMECAHAN
MASALAH SIKAP HIDUP MATERIALISTIS
A. Analisis Zuhud
1. Sejarah Munculnya Zuhud
Asal Mula Zuhud
Istilah Zuhud Dalam Ajaran Selain Islam
Korelasi Antara Zuhud dengan Ajaran Tasawuf
2. Karakteristik Sikap Zuhud
2.1 Karakteristik Zuhud
2.2 Tingkatan Zuhud
3. Sikap Zuhud Nabi Muhammad saw
4. Kedudukan Kehidupan Duniawi Dalam Pandangan Islam
Sehingga Dituntut Zuhud Terhadapnya
B. Analisis Wara
1. Karakteristik Sikap Wara
2. Sikap Wara Nabi Muhammad saw.
3. Korelasi Antara Wara dengan Zuhud
C. Analisis Sikap Hidup Materialistis
1. Pandangan Islam Terhadap Sikap Hidup Materialistis
2. Kritikan-Kritikan Atas Sikap Hidup Materialistis
D. Analisis Relevansi Zuhud dan Wara Sebagai Pemecahan Masalah
Sikap Hidup Materialistis
1. Perbandingan Sikap Hidup yang Diajarkan Dalam Islam
dengan Sikap Hidup Materialistis
2. Relevansi Sikap Zuhud dan Wara Sebagai Penanganan
Terhadap Masalah Sikap Hidup Materialistis
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. ZUHUD
1. Pengertian Zuhud
1.1 Pengertian Menurut Bahasa
Dalam Kamus Al Munawwir yang disusun oleh Ahmad Warson
Munawwir, Zuhud berasal dari bahasa Arab, yaitu zahida-yazhadu-zuhdan
wa zahadah yang berarti meninggalkan dan tidak menyukai (Ahmad
Warson Munawwir, 1984:626-627 ). Kemudian dalam kamus Al Munjid,
az zuhdu wa zahadah adalah iraadlu anisy syai ihtiqaaran lahu, yaitu
berpaling dari sesuatu lantaran memandangnya rendah. Sementara
menurut apa yang terdapat dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi yang disusun Al
Imam Al Mubarakfuri, zuhud itu adalah dhiddur raghbah yang berarti
lawan dari menyukai (Al Mubarakfuri, 1990:485). Kemudian menurut
Ali bin Muhammad Al-Jurjani dalam kitab At Tarifaat, zuhud adalah
tarkul maili ila syaii yaitu menghindarkan diri dari kecenderungan atau
ketergantungan terhadap sesuatu (Al Jurjani:115).
1.2 Pengertian Menurut Istilah
Al Mubarakfuri dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi mencantumkan
pengertian Zuhud secara istilah yaitu, tarkur raghbati fid dunya ala ma
yaqtadliihil kitaab was sunnah yaitu meninggalkan keinginan terhadap
dunia atas apa yang menuntutnya Al Kitab (Al Quran) dan As Sunnah (Al
Mubarakfuri, 1990:485). Sementara dalam kitab At Tarifaat, bughdlud
dunya wal iraadlu anha yaitu benci terhadap dunia dan berpaling
darinya. Dikatakan pula tarku raaihatid dunya thalaban liraahatil
aakhirah yaitu meninggalkan kesenangan dunia karena mencari
kesenangan akhirat. Ada pula yang mendefinisikan an yakhluu qalbuka
mimma khalat minhu yadaka yaitu hatimu merasa cukup dengan apa-apa
yang ada di tanganmu (Al Jurjani:115).
2. Dalil-Dalil yang Berkenaan dengan Zuhud
2.1 Dalil Zuhud Dalam Al Quran
Al-Quran menyatakan kata zuhud hanya satu kali yaitu dalam surat
Yusuf ayat ke-20 itupun hanya dengan makna secara bahasanya saja
sebagaimana telah disebutkan dalam pengertian-pengertian zuhud diatas.
Sehingga ayat tersebut tidak mencakup makna yang dimaksud untuk
menjadi dalil atas sikap zuhud. Akan tetapi terdapat banyak sekali ayat
yang menyebutkan tentang perbandingan kehidupan duniawi dan
kehidupan akhirat.
Kehidupan duniawi adalah sementara, sekejap, permainan, senda
gurau, perhiasan, menumpuk kekayaan, berbangga akan keturunan dan
kesenangan yang fana dan menipu. Sementara akhirat adalah sebaik-baik
tempat kembali bagi manusia dan kehidupan dunia dibanding akhirat
adalah sedikit. Sehingga sikap zuhud diperlukan dalam menjalani
kehidupan duniawi tersebut. Ayat-ayat yang dimaksud antara lain:
1. Al Quran Surat An Nisa (4) ayat 77:
... .
Artinya: Katakanlah: "Kesenangan di dunia ini hanya sebentar dan
akhirat itu lebih baik untuk orang-orang yang bertakwa dan
kamu tidak akan dianiaya sedikitpun.
2. Al Quran Surat At Taubah (9) ayat 38:
.
Artinya: Apakah kamu puas dengan kehidupan di dunia sebagai ganti
kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) diakhirat hanyalah sedikit.
3. Al Quran Surat Al Hadid (57) ayat 20:
.
Artinya: Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-
megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-
tanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu
menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian
menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan
ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia
ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu.
Selain ayat-ayat Al Quran yang dituliskan diatas, masih terdapat
banyak ayat lainnya, namun karena jumlahnya yang banyak maka penulis
tidak menuliskan semua ayat tersebut satu persatu karena memerlukan
banyak tempat dalam karya tulis ini, sehingga tidak efisien dalam
penulisannya. Namun cukuplah sebagai referensi penulis akan
menyebutkan nama surat dan ayatnya saja. Ayat-ayat tersebut antara lain:
Al Baqarah (2) ayat 85-86, Ali Imran (3) ayat 14 dan 185, An Nisa (4) ayat
94, Al Anam (6) ayat 32, 70 dan 130, Al Araaf (7) ayat 51, Yunus (10)
ayat 7-8, dan 24, Huud (11) ayat 15, Ar Rad (13) ayat 26, Ibrahim (14)
ayat 2-3, An Nahl (16) ayat 104-109, Al Isra (17) ayat 18-21, Al Kahfi
(18) ayat 45-46 dan 103-105, Thaha (20) ayat 131, Al Muminun (23) ayat
33-38, Al Qashash (28) ayat 60-61 dan 79, Al Ankabut (29) ayat 64, Ar
Ruum (30) ayat 7, Luqman (31) ayat 33, Al Ahzab (33) ayat 28, Fathir
(35) ayat 5, Al- Mumin (40) ayat 39, Asy Syura (42) ayat 36, Az Zukhruf
(43) ayat 35, Al Jatsiyah (45) ayat 35, Muhammad (47) ayat 36, An Najm
(73) ayat 29, Al Qiyamah (75) ayat 20-21, An Naziat (79) ayat 37-39, Al
Ala (87) ayat 16-17 dan Ad Dluha (93) ayat 4.
2.1 Dalil Zuhud Dalam Hadits
Sebagaimana disebutkan dalam Al Quran, bahwa kehidupan
duniawi begitu penuh dengan tipu muslihat dan kefanaan, dalam banyak
haditspun disebutkan hal yang serupa dan adanya perintah atau anjuran
supaya bersikap zuhud. Hadits-hadits tersebut antara lain:
1. Hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah dari sahabat Abu Abbas Sahl
bin Sad al Saidiy ra.
:
:
.
Artinya: Ada seorang lelaki datang kepada Nabi s.a.w., lalu berkata: Ya Rasulullah, tunjukkanlah padaku sesuatu amalan yang apabila
amalan itu saya lakukan, maka saya akan dicintai oleh Allah dan
juga dicintai oleh seluruh manusia. Beliau s.a.w. bersabda: Berzuhudlah di dunia, tentu engkau dicintai oleh Allah dan berzuhudlah dari apa yang dimiliki oleh para manusia, tentu
engkau akan dicintai oleh para manusia. (Tarjamah Bhulughul Maram, Ahmad Hasan, 2002:674, hadits no. 1501)
2. Hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari sahabat Abu Said Al
Khudriy ra.
.:
.
Artinya: Rasulullah saw duduk di atas mimbar dan kita duduk di
sekitarnya, lalu beliau saw bersabda: Sesungguhnya salah satu
yang saya takutkan atasmu semua sepeninggalku nanti ialah apa
yang akan dibukakan untukmu semua itu dari keindahan harta
dunia serta hiasan-hiasannya. (Riyadus Shalihin, hadits no.
456, An Nawawi)
3. Hadits riwayat Muslim dari sahabat Al Mustaurid bin Syaddad ra.
:
.
Artinya: Rasulullah saw bersabda: Tidaklah dunia ini kalau
dibandingkan dengan akhirat, melainkan seperti sesuatu yang
seseorang di antara engkau semua menjadikan jarinya masuk
dalam air lautan, maka cobalah lihat dengan apa ia kembali?
(Riyadus Shalihin, hadits no. 461, An Nawawi)
4. Hadits riwayat At Tirmidzi dari sahabat Abdullah bin Masud ra.
: .
Artinya: Rasulullah s.a.w. bersabda: Janganlah engkau semua
terlampau cinta dalam mencari sesuatu untuk kehidupan, sebab
dengan terlampau mencintainya itu, maka engkau semua akan
mencintai pula keduniaan. (Riyadus Shalihin, hadits no. 477,
An Nawawi)
B. WARA
1. Pengertian Wara
1.1 Pengertian Menurut Bahasa
Dalam Kamus Al Munawwir yang disusun oleh Ahmad Warson
Munawwir, Wara berasal dari bahasa Arab, yaitu waraa-yarau-waraan
yang berarti menjauhkan diri dari dosa, maksiat dan perkara syubhat. Ada
juga waria an kadza yang berarti menahan diri (Ahmad Warson
Munawwir, 1984:1657).
1.2 Pengertian menurut Istilah
Dalam kitab Subulussalam karya Al Imam Muhammad bin Ismail
As Shananiy sebagai syarah atas kitab Bulughul Maram dan Terjemah
Bulughul Maram oleh Ahmad Hassan, disebutkan bahwa wara adalah
meninggalkan sesuatu yang meragu-ragukan kamu kepada sesuatu yang
tidak meragu-ragukan kamu. Ada juga tajannaba syubuhaat khaufal
wuqui fi muharram, yaitu menjauhi barang-barang syubhat lantaran
takut terjatuh di haram (As Shananiy, 1960:171 dan Ahmad Hassan,
2002:671). Pengertian syubhat sendiri adalah ma lam yatayaqqan kaunuhu
haraman au halalan, yaitu apa-apa yang diragukan keadaannya apakah
haram atau halal (Al Jurjani:124).
2. Dalil-Dalil yang Berkenaan dengan Wara
Sebagai pondasi untuk membangun pemahaman terhadap sikap
wara yang berlandaskan ajaran Islam yang benar atas apa yang
dicontohkan oleh Rasulullah saw, maka penulis akan menyajikan beberapa
hadits yang didalamnya diterangkan secara inflisit dan eksflisit apa itu
sikap wara. Hadits-hadtis yang dimaksud antara lain:
1. Hadits riwayat Bukhary dan Muslim dari sahabat Numan bin Basyir ra.
.
Artinya: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda sambil Numan masukkan dua jarinya di dua telinganya : sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas, tetapi diantara keduanya
ada beberapa yang syubhat yang tidak diketahui oleh
kebanyakan manusia. Oleh karena itu, barang siapa menjauhi
syubhat-syubhat, sesungguhnya ia telah membersihkan
agamanya dan dirinya. Dan barang siapa termasuk di dalam
syubhat, (dikhawatirkan) akan termasuk pada yang haram.
Sebagaimana gembala yang menggembala di keliling batas,
tidak lama ia akan jatuh padanya. Dan ketahuilah!
Bahwasannya di dalam tubuh itu ada sekepal daging, yang
apabila ia baik, maka baik pula tubuh itu seluruhnya. Dan
apabila ia rusak, maka rusak pula tubuh itu seluruhnya. Dan
ketahuilah! Bahwa dia itu adalah hati. (Tarjamah Bhulughul Maram, Ahmad Hasan, 2002:671-672, hadits no. 1496)
2. Hadits riwayat At Tirmidzi dari sahabat Hassan bin Ali ra.
: .
Artinya: Saya hafal sesuatu sabda dari Rasulullah saw: Tinggalkanlah
apa-apa yang meragu-ragukan padamu untuk beralih kepada
apa-apa yang tidak meragu-ragukan padamu. (Riyadus
Shalihin, hadits no. 593, An Nawawi)
3. Hadits riwayat At Tirmidzi dari sahabat Athiyyah bin Urwah As
Sadiy As Shahabiy ra.
:
.
Artinya: Rasulullah saw bersabda: Seseorang hamba itu belum sampai
kepada tingkat menjadi orang yang bertaqwa, sehingga ia suka
meninggalkan sesuatu yang tidak ada larangannya karena takut
kalau-kalau dalam ha! itu ada larangannya (yaitu hal-hal yang
syubhat). (Riyadus Shalihin, hadits no. 596, An Nawawi )
Dari hadits-hadits diatas, dapat dipahami bahwa wara begitu
diperlukan dalam menjaga hati dan amalan dari hal-hal yang
dikhawatirkan haram atau berdosa sehingga dengan wara tersebut seorang
muslim dapat mencapai derajat taqwa.
Dengan demikian, pengertian wara menurut para ulama dalam
bagian sebelumnya, dikuatkan dengan keberadaan hadits-hadits ini sebagai
dalilnya.
C. KONSEP MATERIALISTIS
1. Materialisme
1.1 Pengertian Menurut Bahasa
Materialisme terdiri dari dua kata material dan isme. Dalam
Websters New World Dictionary dicantumkan bahwa Material berasal
bahasa Latin, yaitu materia atau dalam bahasa Inggris Matter, yang berarti
bahan, zat atau benda. Sementara isme berasal dari bahasa Latin, yaitu
isma atau bahasa Yunani ismos, yang berarti doktrin, teori, prinsip, atau
sistem (Victoria E. Neufeldt, 1988:716 & 834).
Jadi, secara sederhana pengertian Materialisme adalah doktrin atau
paham tentang kebendaan.
1.1.2 Pengertian Menurut Istilah
Dalam Websters New World Dictionary, disebutkan bahwa
materialisme adalah the philosophic doctrine that matter is the only
reality, yang berarti ajaran filsafat yang mengemukakan bahwa materi
adalah satu-satunya kenyataan (Victoria E. Neufeldt, 1988:834).
Sebagaimana disebutkan pula dalam buku Filsafat Modern: Dari
Machiavelli sampai Nietzsche, disebutkan bahwa Materialisme adalah
suatu istilah yang mengacu pada salah satu aliran filsafat Barat modern
yang berpandangan bahwa kenyataan yang sungguh-sungguh nyata itu
adalah materi (F. Budi Hardiman, 2007: 295-296). Kemudian dalam
Oxford Advanced Learners Dictionary halaman 768, materialisme adalah
(philosophy) theory or believe that only material things exist, yaitu teori
atau keyakinan filasafat bahwa hanya yang material yang ada (selain dari
yang material berarti tidak ada pen.). Kemudian dalam buku Ensiklopedia
Indonesia, materialisme adalah sebutan bagi nama filsafat yang
mengajarkan bahwa segala-galanya berdasarkan materi atau zat.
1.2 Macam-Macam Aliran Materialisme
Materialisme dalam perjalanan sejarahnya, berkembang menjadi
beberapa macam aliran, diantaranya Materialisme Mekanik, Materialisme
Dialektik, dan Materialisme Historis.
Dalam karya tulis ilmiah ini ketiga macam aliran materialisme
diatas tidak akan dibahas secara lebih mendalam, tapi cukup sebagai
pengenalan saja.
1.3 Tokoh-Tokoh Materialisme
Para tokoh Materialisme atau sering disebut kaum materialis yang
paling berpengaruh dalam perkembangan paham ini, diantaranya ada
empat tokoh materialis besar, mereka adalah:
a. Ludwig Fueurbach (1804-1872)
Feurbach lahir di Landshut, Jerman pada tanggal 28 Juli 1804.
Semula dia adalah murid G. W. F. Hegel, seorang filsuf besar pada saat
itu di Berlin, tapi kemudian dia menentang filsafat gurunya tersebut.
Menurut Feurbach, agama itu adalah ciptaan manusia sendiri,
Tuhan dan surga (akhirat) tidak lain merupakan perwujudan dari cita-
citanya sendiri. Dengan kata lain, Allah adalah hasil proyeksi diri manusia
itu sendiri, yakni manusia yang diabsolutkan dan diobjektifkan. Selain itu,
pandangan materialistiknya dapat disimak dari perkatannya, bahwa alam
adalah dasar bagi manusia. Masih menurutnya, alam material adalah
kenyataan terakhir.
Diantara karya-karyanya adalah Das Wesen der Christentums
(Hakikat agama kristen) dan Das Wesen der Religion (Hakikat agama).
Ludwig Feurbach dapat dikatakan sebagai tokoh besar materialis
dalam bidang teologi dan filsafat, ia meninggal di Rechenberg dekat
Nuernberg pada tanggal 13 September 1872.
b. Karl Marx (1818-1883)
Karl Marx lahir di kota Trier, Jerman (dahulu disebut Prusia) pada
tanggal 5 Mei 1813 dari keluarga Yahudi. Marx tumbuh dalam keadaan
kecewa terhadap agama Yahudi dan Kristen. Karena itu sejak kecil dia
telah memandang jijik pada agama.
Sebagai pemikir, dia lebih percaya pada ilmu pengetahuan (sains)
ketimbang agama. Yang dia yakini adalah bahwa yang prinsipil itu adalah
materi. Marx menyebut agama sebagai candu (opium).
Diantara karya-karyanya adalah: Die Heilige Familie (Keluarga
kudus), Das Kapital (Modal), Das Elend der Philosophie (Miskinnya
Filsafat), dan Manifest der Kommunistischen (Manifesto partai komunis).
Karl Marx adalah seorang materialis dalam bidang ekonomi dan
politik, Marx meninggal di London pada tanggal 14 Maret 1883.
c. Sigmund Freud (1856-1939)
Sigmund Freud dilahirkan pada tanggal 6 Mei tahun 1856 di
Freiberg, kota kecil daerah Moravia. Ia merupakan keturunan Yahudi.
Seperti Marx, kekecewaan Freud pada praktik keagamaan pada saat itu,
oleh para pendetanya, membuatnya berpikir negatif terhadap agama.
Diantara pandangan materialistik Freud, yaitu sebutannya untuk
agama sebagai ilusi, karena muncul dan memperoleh kekuatannya dari
keinginan-keinginan manusia (human wishes). Dalam bukunya The
Ecyclopaedia of Religion and Ethics, dengan tegas dia mengatakan,
daripada menyembah Tuhan yang kita ciptakan, lebih baik kita
menghadapi dunia ini secara berani dan rasional (Mulyadhi Kartanegara,
2005:155).
Karya-karyanya antara lain, Studies of Hysteria, The Interpretation
of Dreams (Penafsiran atas Mimpi), dan The Future of an Illusion.
Sigmund Freud adalah seorang materialis dari kalangan ilmu
psikologi, kemudian dia mendirikan sendiri disiplin ilmu baru di bidang
ini yaitu psikoanalisis. Freud meningal di London setelah menghindar dari
Nazy pada 1939.
d. Emile Durkheim (1858-1917)
Durkheim lahir di Epinal, Prancis pada 1858, dari sebuah keluarga
rabi Yahudi. Dia adalah seorang materialis dari kalangan sosiolog.
Pernyatannya yang terkenal adalah, what we call God is actually
society. (apa yang kita sebut Tuhan tidak lain dari masyarakat), dengan
alasan bahwa masyarakatlah yang mampu mengakomodasi semua sifat
yang biasanya kita alamatkan kepada Tuhan. Dengan demikian, Tuhan
bukanlah Dzat transenden yang menciptakan dunia dengan segala isinya,
termasuk manusia dan lembaga-lembaga sosialnya, melainkan tercipta
oleh apa yang disebut dengan kesadaran kolektif, yang seperti pikiran
(ruh), juga merupakan fenomena alamiah yang dapat dikaji secara
objektif (Mulyadhi Kartanegara, 2005:156).
Hasil-hasil karyanya yang terkemuka antara lain, The Social
Division of Labor (1893), The Rules of Sociological Method (1895), The
Elementary Forms of Religious (1912).
Emile Durkheim adalah seoarang materialis dari kalangan sosiolog,
ia meninggal pada tahun 1917.
Selain keempat tokoh materialis diatas, sebenarnya masih banyak
tokoh lainnya. Namun keempat tokoh diatas memiliki pengaruh yang
paling besar dalam perkembangan paham materialisme, sehingga penulis
keempat tokoh tersebut saja yang dicantumkan dalam karya tulis ini.
2. Sikap Hidup Materialistis
2.1 Pengertian Sikap Hidup Materialistis
Dari istilah materialisme muncul istilah materialis dan
materialistis. Dalam Websters New World Dictionary halaman 834,
disebutkan bahwa Materialis adalah a person who believe in materialism,
yaitu orang yang percaya pada materialisme. Sementara dalam Oxford
Advanced Learners Dictionary halaman 768, disebutkan bahwa materialis
adalah person excessively interested in material things, yaitu orang yang
sangat menggandrungi urusan material atau kebendaan atau believer in
materialism, yaitu penganut materialisme, kemudian materialistis adalah
adjektive of materialism, yaitu istilah yang menunjukkan sifat dari
materialisme.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap hidup
materialistis adalah sikap hidup yang berasal dari aliran materialisme,
yang berarti orang yang bersikap materialistis adalah seorang materialis
atau pengikut materialisme.
2.2 Dalil-Dalil yang Berkenaan dengan Sikap Hidup Materialistis
Sikap hidup materialistis sebenarnya telah diprediksi oleh Nabi
Muhammad saw akan menimpa umatnya, sebagaimana sabda Beliau:
.
Artinya: Sesungguhnya salah satu yang saya takutkan atasmu semua
sepeninggalku nanti ialah apa yang akan dibukakan untukmu
semua itu dari keindahan harta dunia serta hiasan-hiasannya.
(Riwayat Bukhary dan Muslim dari sahabat Abu Said Al
Khudriyi ra. Riyadus Shalihin, hadits no. 456, karya An Nawawi)
Selain perdiksi Nabi saw tadi, Beliau saw juga menyebutkan
bahwa hal-hal materialistik seperti harta benda adalah fitnah bagi umatnya.
Sebagaimana sabda Beliau:
.
Artinya: Sesungguhnya setiap ummat itu ada fitnahnya dan fitnah
ummatku ialah harta. (Riwayat At Tirmidzi dari sahabat Kaab
bin Iyadl ra., Riyadus Shalihin, hadits no. 479, An Nawawi)
Nabi saw juga membuat sebuah perumpamaan bahwa harta dan
kemegahan dapat membahayakan urusan keagamaan umatnya. Beliau
bersabda:
.
Artinya: Tidaklah dua ekor serigala yang lapar yang dikirimkan ke
tempat kambing itu lebih berbahaya padanya daripada tamaknya
seseorang itu pada harta dan kemegahan dalam membahayakan
agamanya. (Riwayat At Tirmidzi dari sahabat Kaab bin Malik
ra, Riyadus Shalihin, hadits no. 483, An Nawawi)
BAB III
ANALISIS ZUHUD DAN WARA SEBAGAI PEMECAHAN MASALAH
SIKAP HIDUP MATERIALISTIS
A. Analisis Zuhud
1. Sejarah Munculnya Zuhud
1.1 Asal Mula Zuhud
Ada beberapa pendapat yang menyebutkan tentang asal-usul/asal
mula zuhud, diantaranya:
A. Menurut Prof. Dr. Harun Nasution
Prof. Dr. Harun Nasution mencatat ada lima pendapat tentang asal-
usul zuhud, yaitu:
1. Pengaruh cara hidup rahib-rahib Kristen.
2. Pengaruh ajaran Phytagoras yang mengharuskan meninggalkan
kehidupan materi dalam rangka membersihkan roh.
3. Pengaruh ajaran Plotinus yang menyatakan bahwa harus meninggalkan
dunia dalam rangka penyucian roh yang telah kotor, sehingga bisa
menyatu dengan Tuhan.
4. Pengaruh Budha dengan paham nirwananya bahwa untuk mencapainya
orang harus meninggalkan dunia dan memasuki hidup kontemplasi.
5. Pengaruh Hindu yang mendorong manusia meninggalkan dunia dan
mendekatkan diri kepada Tuhan untuk mencapai persatuan Atman
dengan Brahman.
B. Menurut Abul Ala Afifi
Abul Ala Afifi mencatat ada empat pendapat para peneliti tentang
faktor atau asal-usul zuhud, yaitu:
1. Berasal atau dipengaruhi oleh India dan Persia.
2. Berasal atau dipengaruhi oleh askestisme Nasrani.
3. Berasal atau dipengaruhi oleh berbagai sumber yang berbeda-beda
kemudian menjelma menjadi satu ajaran.
4. Berasal dari ajaran Islam.
Untuk faktor yang keempat tersebut Afifi memerinci lebih jauh
menjadi tiga, yaitu:
a. Faktor ajaran Islam sebagaimana terkandung dalam kedua sumbernya,
al-Quran dan al-Sunnah. Kedua sumber ini mendorong untuk hidup
wara, taqwa dan zuhud.
b. Reaksi rohaniah kaum muslimin terhadap sistem sosial politik dan
ekonomi di kalangan Islam sendiri, yaitu ketika Islam telah tersebar ke
berbagai negara.
c. Reaksi terhadap fiqih dan Ilmu Kalam, sebab keduanya tidak bisa
memuaskan dalam pengamalan agama Islam.
Menurut at-Taftazani, pendapat Afifi yang terakhir ini perlu diteliti
lebih jauh (blog.uin-malang.ac.id/2011/02/definisi-dan-sejarah-tasawuf
dan pasaronlineforall.blogspot.com/2010/12/makalah-zuhud.html).
1.2 Istilah Zuhud Dalam Ajaran Selain Islam
Dalam agama dan aliran kepercayaan selain Islam, terdapat pula
praktik kehidupan yang menyerupai zuhud.
Dalam ajaran Hindu dikenal istilah samsara yang mempraktikkan
sikap hidup yang menempuh kesengsaraan dan meninggalkan urusan
duniawi untuk mencapai persatuan Atman dan Brahman. Kemudian dalam
ajaran Kristen dikenal istilah asketisme yang sering diartikan sebagai
zuhud, padahal antara kedua istilah ini berbeda satu sama lain.
Asketisme berasal dari bahasa Yunani, yaitu askein yang berarti
exercise atau latihan (Victoria E. Neufeldt, 1988:79). Asketisme adalah
ajaran-ajaran yang mengendalikan latihan rohani dengan cara
mengendalikan tubuh dan jiwa sehingga tercapai kebijakan-kebijakan
rohani (id.wikipedia.org/wiki/Asketisme).
Selain dalam ajaran Hindu dan Kristen, praktik yang menyerupai
zuhud juga terdapat dalam ajaran Jainisme, Budha, aliran Phytagoras,
Plotinus, dan lain-lain.
1.3 Korelasi Antara Zuhud dengan Ajaran Tasawuf
Menurut Prof. Dr. H. Amin Syukur, M.A. zuhud dalam
terminologinya tidak terlepas dari dua hal. Pertama, zuhud sebagai bagian
yang tidak terpisahkan dari tasawuf. Kedua, zuhud sebagai moral (akhlak)
Islam dan gerakan protes (pasaronlineforall.blogspot.com/2010/12/
makalah-zuhud.html). Selain itu, zuhud merupakan salah satu maqam yang
sangat penting dalam tasawuf. Hal ini dapat dilihat dari pendapat ulama
tasawuf yang senantiasa mencantumkan zuhud dalam pembahasan tentang
maqamat, meskipun dengan sistematika yang berbeda-beda. Al Ghazali
menempatkan zuhud dalam sistematika : at-taubah, ash-shabr, al-faqr, az-
zuhud, at-tawakkul, al-mahabbah, al-marifah dan ar-ridla. Al Tusi
menempatkan zuhud dalam sistematika : at-taubah, al-wara, az-zuhud,
al-faqr, ash-shabr, ar-ridla, at-tawakkul dan al-marifah. Sementara Al
Qusyairi menempatkan zuhud dalam urutan maqam : at-taubah, al-wara,
az-zuhud, at-tawakkul dan ar-ridla. (blog.uin-malang.ac.id/.../2011/02//
definisi-dan-sejarah-tasawuf).
Atas dasar itulah, istilah zuhud selalu diidentikan dengan tasawuf.
2. Karakteristik Sikap Zuhud
2.1 Karakteristik Zuhud
Menurut Ibnu Taimiyyah zuhud yang disyariatkan adalah:
meninggalkan segala sesuatu yang tidak akan bermanfaat di negeri
akhirat dan terikatnya hati pada apa yang ada di sisi Allah swt.
Kemudian beliau melanjutkan: Adapun dalam praktiknya ialah
meninggalkan Fudlulu (kelebihan-kelebihan) yang tidak akan menopang
taat kepada Allah, baik berupa makanan, pakaian, harta, dan yang
lainnya. (Majmuatu Fatawa Ibn Taimiyyah, kitab Ilmis-suluk, 10: 642
dalam Majalah Risalah, No 7 th. 45 Ramadlan 1428/Oktober 2007:18)
Berkaitan dengan hal tersebut, yaitu meninggalkan fudlulu, Imam
Al Ghazaliy membagi kebutuhan manusia kedalam dua kategori yaitu,
muhim (primer) dan fudlul (sekunder). Muhim menurut beliau ada enam
yaitu, (1) makanan, (2) pakaian, (3) tempat tinggal, (4) peralatan rumah
tangga, (5) pernikahan/rumah tangga, (6) harta dan kedudukan. Selain dari
keenam muhim ini, bisa dimasukkan kedalam kategori fudlul. Beliau
memberi contoh kuda pilihan termasuk sebagai kategori fudlul. Hal
tersebut dikarenakan manusia memilikinya untuk identitas kemewahan
(lit-turfah), karena dengan berjalan pun masih bisa. Dan zuhud yang
diajarkan Islam itu adalah meninggalkan fudlul tanpa melupakan muhim.
(Ihya Ulumiddin 4: 198 dalam Majalah Risalah, No 7 th. 45 Ramadlan
1428/Oktober 2007:18)
2.2 Tingkatan Zuhud
Dalam buku berjudul Mereka yang Zuhud, disebutkan bahwa
zuhud memiliki tingkatan, sebagaimana perkataan Ibrahim bin Adham,
zuhud itu ada tiga tingkatan, yaitu zuhud fardh (wajib), zuhud fadhl
(keutamaan) dan zuhud salamah (keselamatan). Adapun zuhud fardh
adalah zuhud terhadap yang haram, sedangkan zuhud fadhl adalah zuhud
dari yang halal dan zuhud salamah adalah adalah zuhud dari yang syubhat
(Dr. Syauqi Abu Khalil, 2006:3).
3. Sikap Zuhud Nabi Muhammad saw.
Sikap zuhud yang ada dalam Islam notabene diinspirasi oleh
akhlak Nabi Muhammad saw yang merupakan perwujudan ajaran Quran.
Sebagaimana pula disebutkan dalam sebuah hadits dari Ummul
Muminiin, Aisyah ra.
.
Artinya: Bahwasannya Akhlak Beliau adalah Al Quran. (Riwayat
Muslim, Al Jamiu Liahkaamil Quran, karya Al Qurthuby, juz
18:227 )
Selain daripada itu, akhlak Nabi saw disebut sebagai yang paling
baik diantara manusia dalam hadits dari Anas bin Malik ra., dan beliau saw
juga diabadikan dalam Quran sebagai yang memiliki budi pekerti atau
akhlak yang agung dan tinggi, sebagaimana berikut.
.
Artinya: Rasulullah saw adalah manusia yang paling baik akhlaknya.
(Riwayat Muslim, Shahih Muslim, juz 2:323)
.
Artinya: Dan engkau sesungguhnya mempunyai budi pekerti yang tinggi.
(Tafsir Quran,1987:845)
Syed Mahmudunnasir dalam bukunya yang berjudul Islam:
Konsepsi dan Sejarahnya, menulis akhlak Nabi saw sebagai berikut.
Kesederhanaan merupakan inti akhlak Nabi saw.Moral-moral yang tinggi yang merupakan gambaran yang menarik dari akhlaknya,
bukan suatu kemahiran yang ada pada dirinya, melainkan merupakan hal
yang melekat di dalam sifatnya.
Dia biasa memeras susu kambing-kambingnya, menambal pakaian yang sobek dan memperbaiki sendiri sepatunya. Tidak ada
pekerjaan yang dianggap rendah olehnya.Apapun yang ditawarkan kepadanya, dia akan dengan gembira memakannya. Makanan yang sedikit
yang dimilikinya selalu dibagi-bagi dengan mereka yang datang ke
rumahnya. Makanan sehari-harinya adalah kurma dan air atau roti barley.
Susu dan madu merupakan makanan mewah yang digemarinya, tetapi dia
selalu menahan diri terhadap makanan itu. Pakaiannya juga sangat
sederhana.tempat tinggalnyapun terdiri atas ruangan-ruangan kecil yang terbuat dari batu bata. Dia juga biasa menggunakan wangi-wangian.
Dia menemui setiap orang dengan wajah ceria. Kadang-kadang dia menyukai gurauan yang baik bersama sahabat-sahabatnya.
Dia biasa bertingkah laku sebagaimana orang lain. Dia tidak pernah memarahi pembantu-pembantunya karena kesalahan mereka. Nabi
tidak pernah membiarkan siapapun menjadi budaknya. Begitu dia
mendapat budak, dia membebaskannya.
Nabi tidak pernah mengecewakan orang-orang fakir dan sengsara.
Dia akan memberi makan orang yang lapar meskipun akibatnya sendiri
tidak mempunyai makanan. Nabi Muhammad saw, meskipun dia menjadi penguasa Arabia,
tetapi menempuh kehidupannya secara sederhana.(Syed Mahmudunnasir, 1994:117-118)
Dari akhlak beliau tersebut, tercermin sikap zuhud yang sejati.
Sikap zuhud dari sebuah totalitas keimanan, karena beliau adalah orang
yang paling takut kepada Allah swt dan paling taqwa kepadanya diantara
hamba-hamba-Nya pada zamannya maupun zaman sesudahnya, karena
beliau adalah Nabi sekaligus Rasulullah saw yang diutus sebagai pemberi
kabar gembira dan peringatan bagi seluruh alam. Dalam Al Quran dan
hadits dari Beliau disampaikan:
... ...
Artinya: sesungguhnya saya adalah orang yang paling takut kepada
Allah dari kamu sekalian dan orang yang paling taqwa kepada-
Nya dibanding kamu sekalian. (Riwayat Bukhary, Fathul
Bari, Kitabun Nikah, juz 10:130, hadits no. 5063)
.
Artinya: Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi)
rahmat bagi semesta alam. (Q.S. Al Anbiyaa, ayat 107)
...
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengutusmu (Muhammad) dengan
kebenaran, sebagai pembawa berita gembira dan pemberi
peringatan. (Q.S. Al Baqarah, ayat 119)
Diantara contoh sikap zuhud Nabi saw dalam kehidupannya adalah
sebagaimana yang diutarakan sahabat Abdullah bin Masud dalam sebuah
hadits berikut.
.
Artinya: Rasulullah saw pernah tidur di atas sebuah hamparan, ketika beliau bangun, sungguh terlihat bekasnya pada badannya. Kami
berkata: Wahai Rasulullah! Andai saja kami buatkan untuk anda hamparan yang empuk. Beliau malah menjawab: Apalah artinya dunia ini bagiku, tidaklah aku didunia ini melainkan
seperti seorang penunggang kendaraan yang berteduh dibawah
pohon lalu ia pergi dan meninggalkannya. (Riwayatkan At-Tirmidzi, Sunan At-Tirmidzi, Kitab Zuhud, hadits no. 2377,
Menurut Imam Albaniy derajatnya shahih)
Selain hadits diatas, ada pula dalam sebuah kesempatan Abu Dzar
bercerita tentang sikap zuhud Rasulullah saw:
: . : . :
. :
.
Artinya: Aku berjalan bersama Nabi saw di sebuah daerah berbatuan hitam di Madinah, sehingga sampai di Uhud yang menghadap ke
kami. Laul beliau bersabda: Wahai Abu Dzar! Aku menjawab: Iya, wahai Rasulullah. Beliau bersabda: Tidak menyenangkanku seandainya aku mempunyai emas sebesar
gunung Uhud ini tinggal di rumahku selama tiga hari, dan
tersisa darinya untukku satu dinar, selain yang aku sisihkan
untuk bayar utang, kecuali aku akan bagikan kepada hamba-
hamba Allah, seperti ini, ini, dan ini i(ke sebelah kanannya,
kirinya, dan belakangnya). Kemudian beliau berjalan lagi dan bersabda: Sesungguhnya orang-orang yang banyak (hartanya) akan menjadi orang-orangyang sedikit (hartanya) pada hari
Qiyamat, kecuali orang yang membagikannya seperti ini, ini, dan
ini (ke sebelah kanannya, kirinya dan belakangnya). (Riwayat Bukhary dalam Shahih Al Bukhary, kitab al-istiqradl wa adaad-duyun wal-hijr wat-taflis, hadits no. 2258, kitab ar-riqaq, hadits
no. 6079. Riwayat Muslim dalam Shahih Muslim, kitab az-zakat,
hadits no. 990)
Bahkan meskipun beliau menjabat sebagai Rasulullah dan
pemimpin negara, ketika wafat Beliau tidak meninggalkan sepeserpun
uang atau harta yang melimpah, beliau hanya meninggalkan keledai
putihnya, pedang dan sebidang tanah yang disedekahkan untuk ibnu sabil,
sebagaimana hadits dari Juwairiyah, salah satu istri beliau berikut.
.
Artinya: Tidaklah Rasulullah saw ketika wafatnya meninggalkan satu dinarpun tidak pula satu dirham, tidak pula hamba sahaya baik
laki-laki maupun perempuan dan tidak pula yang lainnya,
kecuali hanya keledai putih yang biasa ditungganginya, serta
pedang dan sebidang tanah yang dishadaqahkan untuk ibnu
sabil. (Riwayat Bukhary, Shahih Bukhary, kitab al washaya, hadits no. 2588)
Dalam sejarah hidupnya, Nabi Muhammad saw menempuh jalan
hidup yang sederhana bahkan cenderung kekurangan dalam hal materi.
Tetapi dengan hal tersebut bukan berarti beliau mengajarkan jalan hidup
dalam kekurangan, namun apa yang beliau ajarkan adalah bagaimana
menyikapi kondisi kehidupan duniawi dalam konteks yang relevan dengan
risalah yang diembannya yaitu lebih fokus terhadap akhirat ketimbang
kehidupan duniawi, namun sekalipun demikian, beliau tidak melarang
umatnya untuk mendapatkan kehidupan duniawi tersebut.
Ada sebuah nasihat beliau yang patut kita pegang dalam menjalani
kehidupan sebagai seorang muslim yang konsekuen terhadap urusan
agamanya, sehingga urusan duniawi tidak menjadi hal yang melalaikan
baginya. Beliau menasihati umatnya supaya tidak takut untuk hidup dalam
kefakiran karena mencintai Rasulullah saw (memeluk agama Islam).
: :
: :
:
.
Artinya: Dari Abdullah bin Mughaffal ra, katanya: Ada seorang lelaki berkata kepada Nabi saw: Ya Rasulullah! demi Allah,
sesungguhnya saya ini niscaya cinta kepada Tuan. Beliau lalu
bersabda: Lihatlah baik-baik apa yang engkau ucapkan itu.
Orang itu berkata lagi. Demi Allah, sesungguhnya saya ini
niscayalah cinta kepada Tuan. Dia berkata demikian sampai tiga
kali. Kemudian beliau saw bersabda: Jikalau engkau mencintai
saya, maka sediakanlah sebuah baju tijfaf untuk menempuh
kefakiran, sebab sesungguhnya kefakiran itu lebih cepat
mengenai orang yang mencintai saya daripada cepatnya air
banjir sampai di tempat penghabisannya. (Riwayat At Tirmidzi, Riyadush Shalihin, hadits no. 482, An Nawawi)
Demikian Nabi Muhammad saw memberikan contoh bersikap
zuhud dalam kehidupan. Sebagai teladan yang baik, beliau tentunya tidak
memberikan contoh yang salah dan berakibat buruk. Sehingga kita sebagai
umatnya dituntut untuk mengikuti setiap hal yang dicontohkan olehnya,
sebagaimana tercantum dalam surat Al Ahzab ayat 21:
.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat)
Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.
4. Kedudukan Kehidupan Duniawi Dalam Pandangan Islam Sehingga
Dituntut Zuhud Terhadapnya
Dalam Islam, kehidupan duniawi senantiasa diperbandingkan dengan
kehidupan akhirat. Dua kehidupan yang dalam kepercayaan kaum muslimin
benar adanya. Kehidupan dunia sedang dan telah mereka jalani, sementara
kehidupan akhirat adalah yang akan dijalani nanti setelah mati. Kehidupan
akhirat dipandang jauh lebih utama daripada kehidupan dunia karena
disebutkan begitu adanya dalam Al Quran dan Al Hadits.
Dalam Al Quran cukup banyak ayat yang menyinggung mengenai
keutamaan akhirat dibadingkan duniawi, dalam bab II penulis sudah
mencantumkan nama surat dan ayat yang menyebut urusan ini. Adapun dalam
hadits yang menerangkan urusan ini, konteksnya sama saja dengan apa yang
diterangkan dalam Al Quran. Kehidupan dunia dianggap sebagai kehidupan
yang sementara, yang nilainya lebih rendah daripada kehidupan akhirat yang
dinilai sebagai kehidupan yang abadi dan menjanjikan kebahagiaan yang
hakiki bagi mereka yang menginginkan dan menuntutnya. Dan pemikiran
tersebut tentunya merupakan pemikiran yang muncul dari keimanan terhadap
akhirat, sehingga membawa kesadaran terhadap eksistensi hidup di alam dunia
dengan tidak terjebak dalam tipu dayanya.
Dalam sebuah hadits dari Aisyah, disebutkan bahwasannya dunia dan
seisinya tidak lebih baik dibandingkan satu ibadah yang mandub, yaitu:
.
Artinya: Dua rakaat fajar itu lebih baik daripada dunia seisinya.
(Riwayat Ahmad, Muslim dan Tirmidzi, Nailul Authar, 3: 22,
Asy Syaukani)
Kemudian dalam hadits riwayat Anas bin Malik ra. Nabi saw bersabda
bahwa kehidupan itu hanyalah kehidupan akhirat.
.
Artinya: Ya Allah. Tidak ada kehidupan yang kekal melainkan kehidupan
di akhirat. (Riwayat Bukhary dan Muslim, Riyadus Shalihin,
hadits no. 458 An Nawawi)
Anas bin Malik ra juga menyampaikan hadits mengenai kenikmatan
dan kesengsaraan hidup di dunia tidak menjamin hal yang sama dirasakan
kembali di akhirat.
: :
: . :
: .
Artinya: "Rasulullah s.a.w. bersabda: Akan didatangkanlah orang yang paling enak kehidupannya di dunia dan ia termasuk golongan
ahli neraka pada hari kiamat nanti, lalu diceburkan dalam
neraka sekali ceburan, lalu dikatakan: "Hai anak Adam, adakah
engkau dapat merasakan sesuatu kebaikan sekalipun sedikit?
Adakah suatu kenikmatan yang pernah menghampirimu
sekalipun sedikit? Ia berkata: "Tidak.demi Allah, wahai Tuhanku. Juga akan didatangkanlah orang yang paling menderita kesengsaraan di dunia dan ia termasuk ahli syurga,
lalu ia dimasukkan sekali masuk dalam syurga, lalu dikatakan
padanya: Hai anak Adam, adakah engkau dapat merasakan sesuatu kesengsaraan sekalipun sedikit? Adakah suatu kesukaran
yang pernah menghampirimu sekalipun sedikit? Ia menjawab: Tidak, demi Allah, tidak pernah ada kesukaranpun yang menghampiri diriku dan tidak pernah saya melihat suatu
kesengsaraanpun sama sekali. (Riwayat Muslim, Riyadus Shalihin, hadits no. 460, An Nawawi)
Sementara dalam hadits dari Abu Hurairah ra, Rasulullah saw
menuturkan bahwa kehidupan dunia adalah penjara bila dibandingkan dengan
kenikmatan di akhirat kelak (surga).
:
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. pula, katanya: Rasulullah saw bersabda:
Dunia ini adalah penjara bagi orang mu'min dan surga bagi
orang kafir.(Riwayat Muslim, Riyadus Shalihin, hadits no. 468,
An Nawawi)
Seterusnya Rasulullah saw membuat perbandingan nilai dunia dengan
akhirat menggunakan perumpamaan jari yang dicelupkan kedalam air, dengan
maksud bahwa jari itu hanya sedikit sekali membawa bekas air. Juga beliau
saw. Membuat perumpamaan nilai dunia dengan sesuatu yang ditemuinya di
sebuah perjalanan di pasar bersama para sahabatnya, yaitu seekor kambing
yang cacat.
:
: .
.
Artinya: Dari al-Mustaurid bin Syaddad r.a., katanya: "Rasulullah s.a.w.
bersabda: "Tidaklah dunia ini kalau dibandingkan dengan
akhirat, melainkan seperti sesuatu yang seseorang di antara
engkau semua menjadikan jarinya masuk dalam air lautan, maka
cobalah lihat dengan apa ia kembali - yakni, seberapa banyak
air yang melekat di jarinya itu. Jadi dunia itu sangat kecil
nilainya dan hanya seperti air yang melekat di jari tadi
banyaknya." (Riwayat Muslim, Riyadus Shalihin, hadits no. 461,
An Nawawi)
:
: : : .
: .
Artinya: Dari Jabir r.a. bahwasanya Rasulullah s.a.w. berjalan melalui
pasar, sedang orang-orang ada di sebelahnya kiri kanan.
Kemudian melalui seekor anak kambing kecil telinganya dan
telah mati. Beliau s.a.w. menyentuhnya lalu mengambil
telinganya, terus bertanya: "Siapakah di antara engkau semua
yang suka membeli ini dengan wang sedirham?" Orang-orang
menjawab: "Kita semua tidak suka menukarnya dengan sesuatu
apapun dan akan kita gunakan untuk apa itu?" Beliau bertanya
lagi: "Sukakah engkau semua kalau ini diberikan saja padamu."
Orang-orang menjawab: "Demi Allah, andaikata kambing itu
hidup, tentunya juga cacat karena ia kecil telinganya. Jadi apa
harganya lagi setelah kambing itu mati?" Kemudian beliau
s.a.w. bersabda: "Demi Allah, niscayalah dunia ini lebih hina di
sisi Allah daripada kambing ini bagimu semua." (Riwayat
Muslim, Riyadus Shalihin, hadits no. 462, An Nawawi)
Dalam suatu kesempatan beliau memberikan nasihat untuk hidup
didunia. Yaitu, dengan gaya bicara beliau yang mengandung ijaaz dan padat
makna, beliau menganjurkan untuk hidup seperti seorang pengelana atau
pengembara yang hanya singgah di dunia ini, bukan untuk menetap lama.
Sehingga menjadikan kita betah dan tidak ingin meninggalkannya.
:
: .
:
.
Artinya: Dari Ibnu Umar ra, katanya: Rasulullah saw menepuk kedua belikatku, lalu bersabda: Jadilah engkau di dunia ini seolah-olah engkau orang gharib atau sebagai orang yang
menyeberangi jalan. Ibnu Umar berkata: Jikalau engkau di waktu sore, maka janganlah menantikan waktu pagi dan jikalau
engkau di waktu pagi, maka janganlah menantikan waktu sore,
ambillah kesempatan sewaktu engkau sehat untuk masa sakitmu,
sewaktu engkau masih hidup untuk masa matimu (Riwayat Bukhary, Shahih Al Bukhary, kitab ar riqaaq, hadits no. 6416)
Sabda beliau saw diatas semakin terkokohkan dengan apa yang beliau
sendiri perbuat, sebagaimana dalam hadits berikut.
:
:
:
.
Artinya: Dari Abdullah bin Masud ra, katanya: Rasulullah saw tidur di atas selembar tikar, lalu bangun sedang di lambungnya tampak
bekas tikar itu. Kami berkata: Ya Rasulullah, alangkah baiknya kalau kita ambilkan saja sebuah kasur untuk Tuan." Beliau
bersabda: Apakah untukku ini dan apa pula untuk dunia? Saya di dunia ini tidaklah lain kecuali seperti seorang yang
mengendarai kenderaan yang bernaung di bawah pohon,
kemudian tentu akan pergi dan meninggalkan pohon
tersebut.(Riwayat Tirmidzi, Riyadus Shalihin, hadits no. 484, An Nawawi)
Kemudian dalam hadits-hadits berikut semakin teranglah kecilnya nilai
dunia dibandingkan akhirat.
:
:
.
Artinya: Dari Sahal bin Sa'ad as-Sa'idi ra, katanya: Rasulullah saw
bersabda: "Andaikata dunia ini di sisi Allah dianggap menyamai
dengan selembar sayap nyamuk, niscayalah Allah tidak akan
memberi minum seteguk airpun kepada orang kafir
daripadanya.(Riwayat Tirmidzi, Riyadus Shalihin, hadits no.
475, An Nawawi).
:
:
.
Artinya: Dari Abu Hurairah ra, katanya: Saya mendengar Rasulullah saw bersabda: Ingatlah, sesungguhnya dunia itu dilaknat, dilaknat pula segala sesuatu yang ada di dalamnya, melainkan
berzikir kepada Allah dan apa-apa yang menyamainya, juga
orang yang alim serta orang yang menuntut ilmu. (Riwayat Tirmidzi, Riyadus Shalihin, hadits no. 476, An Nawawi)
Demikian deskripsi perbandingan kehidupan dunia dengan akhirat.
Sebenarnya masih banyak dalil-dalil yang berkaitan dengan pembahasan ini,
namun penulis anggap dengan dalil-dalil yang diatas saja sudah cukup untuk
memberi gambaran mengenai nilai dunia dibanding akhirat, sehingga harus
bersikap zuhud terhadapnya.
B. Analisis Wara
1. Karakteristik Sikap Wara
Menurut Qomar Kailani wara itu ada dua macam:
1. Wara lahiriyah, yaitu tidak mempergunakan anggota tubuhnya untuk hal-
hal yang tidak diridlai Allah.
2. Wara bathiniyah, yaitu tidak menempatkan atau mengisi hatinya kecuali
Allah. (pasaronlineforall.blogspot.com/2010/12/makalah-zuhud.html)
2. Sikap Wara Nabi Muhammad saw.
Dalam sebuah riwayat diterangkan bahwa Nabi saw begitu hati-hati
dalam memakan sesuatu, karena beliau khawatir bahwa makanan tersebut
termasuk dalam sedekah, sebagaimana hadits dari Anas bin Malik ra. berikut.
:
.
Artinya: Bahwasanya Nabi saw menemukan sebiji buah kurma di jalanan,
lalu beliau saw bersabda: Andaikata saya tidak takut bahwa kurma
ini termasuk golongan barang sedekah, pastilah saya akan
memakannya. (Riwayat Bukhary dan Muslim, Riyadlush Shalihin
karya An Nawawi, hadits no. 589)
3. Korelasi Antara Wara dengan Zuhud
Zuhud dan wara merupakan dua sikap yang memiliki definisinya
tersendiri, namun keduanya memiliki kesamaan dalam peran. Keduanya dapat
direlevansikan dalam upaya menyikapi, menghadapi dan mengatasi
permasalahan dari modernisasi yang negatif yang membawa dampak
signifikan dalam aspek-aspek kehidupan terutama sikap hidup yang dianut,
dalam hal ini materialistis.
sikap wara memiliki peranan penting dalam upaya menghadapi
modernisasi. Sikap wara akan menjadi perisai sekaligus benteng dalam
menjawab tantangan modernisasi, karena dengan sikap tersebut seseorang
akan memilki kekuatan batin yang luar biasa. (pasaronlineforall.blogspot.
com/2010/12/makalah-zuhud.html). Sementara dengan sikap zuhud, seseorang
dalam hal ini seorang muslim dapat menjaga eksistensi dirinya dalam
menghadapi sikap hidup yang sekuler dalam pengetian keduniawian dan tetap
dalam jalur yang ditentukan Islam.
Atas dasar itulah sikap zuhud dan wara memiliki korelasi yang
relevan untuk disandingkan dalam memecahkan permasalahan sikap hidup
materialistis sebagai akibat dari modernisasi yang negatif.
C. Analisis Sikap Hidup Materialistis
1. Pandangan Islam Terhadap Sikap Hidup Materialistis
Sikap hidup materialistis merupakan konsekuensi logis bagi penganut
paham materialisme. Ada enam dasar ideologi yang dijadikan dasar keyakinan
paham ini, yaitu:
1. Segala yang ada (wujud) berasal dari satu sumber yaitu materi.
2. Tidak meyakini adanya alam ghaib.
3. Menjadikan panca indra sebagai satu-satunya alat mencapai ilmu.
4. Memposisikan ilmu sebagai pengganti agama dalam meletakkan hukum.
5. Menjadikan kecondongan dan tabiat manusia sebagai akhlak.
6. Sebuah paham garis pemikiran, manusia sebagai narasumber dan juga
sebagai resolusi dari tindakan yang sudah ada dengan jalan dialektis.
(id.wikipedia.org/wiki/Materialisme)
Dasar-dasar tersebut bila diberi komentar dari sudut pandang Islam
maka akan negatif, karena dasar-dasar ideologi tersebut bertolak belakang
dengan dasar ideologi Islam.
Dalam Islam dapat dirangkum bahwa hal-hal pokoknya adalah aqidah,
ibadah, muammalah dan akhlak. Kesemua pokok tersebut didasari
sepenuhnya oleh wahyu yaitu, Al Quran sebagai pedoman utamanya
bergandengan dengan Sunnah Rasulullah saw. beliau saw bersabda:
: .
Artinya: Ku tinggalkan untuk kalian dua perkara, tidaklah kalian
akan tersesat selama kalian berpegang teguh kepada keduanya, yaitu
Kitabullah dan Sunnah Nabi-Nya. (Riwayat Malik bin Anas, Al Muwatha,
Kitab Al Qadr, hadits no. 1662)
Atas dasar inilah maka paradigma yang dibangun dalam pemikiran dan
pengamalannya selalu dikembalikan pada apa yang terdapat dalam Al Quran
dan Sunnah.
.
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu
benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang
demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya. (Q.S. An Nisa, ayat: 59)
Dan dalam keduanya, yaitu Al Quran dan Sunnah tidaklah ada
satupun kerancuan yang menyebutkan mengenai satu-satunya realitas adalah
materi saja dengan menafikan aspek non materi dan kekufuran (tidak
meyakini) pada hal yang gaib sebagaimana terdapat dalam poin satu dan dua,
karena rujukan utama ajaran Islam tersebut dalam banyak tempat menyebut
aspek-aspek yang non material, seperti Allah swt yang disebutkan dalam Al
Quran surat Asy Syura ayat ke-11, yang berbunyi:
.
Artinya: tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah
yang Maha Mendengar dan Melihat.
Dari ayat tersebut dapat dipahami, bila menurut kaum materialis
semua realitas adalah materi, lalu bagaimana menjelaskan sesuatu yang tidak
sama dengan segala sesuatu, sementara semuanya adalah materi. Namun ayat
diatas menyebutkan bahwa dalam aqidah Islam, Allah swt tidaklah ada yang
menyamainya sesuatupun. Terlepas dari persoalan apakah zat Allah itu materi
atau non materi, karena tak ada satupun yang mengetahuinya, selain zat Allah
sendiri.
Kemudian dalam ayat lain terdapat bantahan untuk poin nomor dua
yaitu, Firman Allah Taala:
- -
.
Artinya: Alif laam miin. Kitab (Al Quran) ini tidak ada keraguan
padanya, petunjuk bagi mereka yang bertaqwa, yaitu mereka
yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada
mereka. (Q.S. Al Baqarah, 2 ayat 3)
Demikianlah bantahan terhadap dua poin dari dasar ideologi paham
materialisme, dengan mematahkan dua poin saja sudah cukup kiranya untuk
meruntuhkan pondasi ideologi paham ini. Sementara poin-poin selanjutnya
akan runtuh dengan sendirinya dengan runtuhnya dua poin pertama.
2. Kritikan-Kritikan Atas Sikap Hidup Materialistis
Dalam buku biografi singkat berjudul Muhammad Iqbal, yang ditulis
oleh Donny Gahrial Adian. Disebutkan bahwa pandangan materialisktik,
dalam hal ini materialisme mekanik didasari atas matinya pandangan
metafisik. Pandangan materialisme mekanik ini pada prinsispnya, yaitu:
1. Mendesakralisasi realitas, memandang alam sebagai alam profan yang
dikendalikan bukan oleh kuasa gaib melainkan hukum alam (naturalisme).
2. Memandang manusia sebgai subjek yang meneliti alam (subjektivisme
Cartesian).
3. Memandang Tuhan sekadar pencipta alam beserta hukum-hukumnya yang
lalu cuci tangan (Deisme). (Donny Gahral Adian, 2003:16-17)
Selanjutnya disebutkan bahwa pandangan materialisme mekanis
memiliki banyak kelemahan, seperti dikemukakan Berger dalam bukunya,
Toward a Critique of Modernity bahwa ada lima dilema, yaitu:
1. Abstraksi (hidup manusia melayani birokrasi dan teknologi).
2. Futurisasi (masa depan sebagai orientasi utama aktivitas dan imajinasi,
hidup dotentukan oleh jam)
3. Individuasi (pemisahan individu dari kepekaan sebagai entitas kolektif,
oleh karenanya menghasilkan alienasi).
4. Deliberasi (hidup didominasi oleh pilihan dan bukan takdir).
5. Sekularisasi (marginalisasi agama dari pelbagai bidang kehidupan).
(Donny Gahral Adian, 2003:18)
Selain kritikan dari kaum muslimin, kritikan terhadap materialisme
juga bermunculan dari orang-orang Barat itu sendiri yang notabene tempat
lahirnya paham ini, sebagaimana dipaparkan dalam lima poin diatas. Bahkan
John Ruskin yang merupakan seorang komunis gaya lama meyakini bahwa
materialisme adalah dosa sosial yang besar.
D. Analisis Relevansi Zuhud dan Wara Sebagai Pemecahan Masalah Sikap
Hidup Materialistis
1. Perbandingan Sikap Hidup dalam Islam dengan Sikap Hidup
Materialistis
Islam begitu kompleks, dengan Al Quran dan sunnah Nabi saw
sebagai dasar utamanya. Segala aspek kehidupan dari yang urgen sampai yang
berkenaan dengan urusan yang remeh tak lepas dari sentuhan ajaran Islam.
Begitupun dengan aspek sikap hidup.
Sikap hidup dalam Islam adalah sikap hidup yang diajarkan oleh
Rasulullah saw, karena demikianlah hakikatnya. Yaitu, apa yang disebut
dengan Islam adalah apa yang Rasulullah saw sampaikan kepada umat
manusia sebagai ajaran Tuhan. Termasuk dalam hal ini urusan sikap hidup
yang berasal dari apa yang harus disampaikannya kepada umat manusia.
Sementara mengenai sikap hidup yang bagaimana yang beliau coba sampaikan
kepada umat manusia yaitu, sikap hidup yang memerhatikan betul urusan
keakhiratan (ukhrawi).
Adapun sikap hidup selain itu, tak perlu dibahas lagi apalagi
dipertimbangkan untuk dipilih dan dilaksanakan dalam kehidupan.
2. Relevansi Sikap Zuhud dan Wara Sebagai Penanganan Terhadap
Sikap Hidup Materialistis
Sikap hidup materialistis jelas bukanlah merupakan suatu aspek
kehidupan yang datang dari Islam, karena telah terbukti secara analisis bahwa
hakekatnya berasal dari ajaran filsafat yang bersifat profan dan berbenturan
dengan hakekat ajaran Islam.
Adapun alternatif bagi kaum muslimin untuk terjauh dari sikap hidup
yang materialistis adalah dengan kembali mengamalkan sikap zuhud dan juga
wara, karena sudah jelas keduanya merupakan bagian dari sunnah Rasulullah
saw.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Dari discourse yang telah dipaparkan sedemikian rupa dalam karya
tulis ini, dapat diperoleh kesimpulan seperti berikut.
1. Zuhud adalah sikap hidup yang mengutamakan sisi akhirat
2. Wara adalah sikap kehati-hatian terhadap segala urusan
3. Sikap hidup materialistis berasal dari paham filsafat yang inti ajarannya
berbenturan dengan ajaran Islam.
4. Sikap zuhud dan wara merupakan sikap hidup yang berasal dari ajaran
Islam.
5. Kaum muslimin hendaknya bersikap zuhud dan wara dan meninggalkan
sikap hidup materialistis.
B. SARAN
Sebagai penutup dari tulisan ini, penulis ingin menyampaikan dua poin
yang semoga dapat bermanfaat untuk dijadikan sebagai pandangan atau
sekedar saran, sebagaimana berikut.
1. Sikap hidup bagi seorang muslim haruslah jelas orientasinya, karena di
dalam ajaran Islam semuanya harus jelas, kejelasan tersebut dipahami dari
adanya tata cara dan aturan-aturan di dalam Islam bagi penganutnya yang
semuanya dikupas secara tuntas dalam Al Quran dan As Sunnah.
2. Manusia adalah pemegang amanat kekhalifahan dimuka bumi ini (Q.S. Al
Ahzab ayat 72 dan Al Baqarah ayat 30). Karena itu manusia adalah
makhluk yang memiliki keunggulan dari makhluk lainnya, keunggulan
tersebut diantaranya adalah akal pikiran, hawa nafsu dan hati nurani.
Dengan akal pikiran, manusia dapat paham pada hakikat yang rasional,
dengan hawa nafsu, manusia memiliki hasrat untuk mencapai sesuatu dan
dengan hati nurani, manusia dapat menerima hakikat spiritual. Maka
dalam menjalankan amanat yang kita emban, ketiga perangkat yang
dianugerahkan kepada kita haruslah menjadi alat bagi kita untuk
membawa kita pada keselamatan (dunia dan akhirat) dalam menjalankan
amanat itu. Wallahu Alamu bishawwab.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, K.H.E., Recik-Recik Dakwah, Sinar Baru, Bandung, 1993.
Adian, Donny Gahrial, Muhammad Iqbal, Teraju, Jakarta, 2003.
Al Ahli, Abdul Aziz Sayyid, Al Khalifah Az Zahid Umar ibni Abd Al Aziz, Dar
An Nahdhah, Kairo, t.t.p., edisi Indonesia diterjemahkan oleh Abdillah,
Kholil, Umar bin Abdul Aziz: Khalifah yang Zuhud yang Memenuhi
Dunia dengan Keadilan, Samara, Jakarta, 2009.
Al Asqalaniy, Ahmad bin Ali Ibnu Hajar, Fathul Bari, Daarul Fikr, Beirut,
1996.
Al Bukhary, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail, Shahih Al Bukhary, Daarul
Fikr, Beirut, 1981.
Al Haritsi, Jaribah bin Ahmad, Al Fiqh Al Iqtishadi li Amiril Muminin Umar ibn
Al Khaththab, Dar Al Andalus Al Khadra, Jeddah, Cet. Ke-1, 2003, edisi
Indonesia diterjemahkan oleh Zamakhsyari, Asmuni Solihan, Fikih
Ekonomi Umar bin Al Khatab, Khalifa, Jakarta, 2006.
Al Jurjaniy, Ali bin Muhammad, At Tariifaat, Al Haramain, t.t.p.
Al Mahaliy, Jalaludin dan As Suyuthiy, Jalaludin , Tafsirul Jalalain, Al-
Haramain, Cetakan ke-6, 2007.
Al Mubarakfury, Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim, Tuhfatul Ahwadzi fi
Syarhi Jamiut Tirmidzi, Daarul Kutub Al Ilmiah, Beirut, 1990.
Al Munjid fillugoti wal Alaam, Daarul Masyriq, Beirut, 2007.
Al Quran dan terjemahnya, PT Intermasa, Jakarta, 1993.
Al Qurthuby, Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad Al Anshary, Al Jamiu
Liahkaamil Quran, Daarul Fikr, Beirut, 1987.
Abu Daud, Sulaiman bin Asy Syaats As Sijistani, Sunan Abu Daud, Daarul Fikr,
Beirut, 1994.
Anas, Malik bin, Al Muwatha, Daarul Fikr, Beirut, 2002.
An Nawawi, Abu Zakariya Yahya bin Syaraf, Riyadlush Shalihin, Daarul Ilmi,
Surabaya, t.t.p.
As Shananiy, Muhammad bin Ismail, Subulus Salam, Maktabah Dahlan,
Bandung, 1960.
At Tirmidzi, Abu Isa Muhammad bin Isa, Al Jamius Shahih, Daarul Fikr,
Beirut, 2003.
Boangmanalau, Singkop Boas, Marx-Dostoevsky-Nietzsche: Menggugat Teodisi
dan Merekonstruksi Antropodisi, AR-RUZZ MEDIA, Yogyakarta, 2008.
Budiono, Kamus Ilmiah Populer Internasional, Alumni, Surabaya, 2005.
Echols, John M., dan Shadily, Hassan, Kamus Inggris Indonesia, Gramedia,
Jakarta, 1984.
Ensiklopedi Indonesia, W. Van Hoeven, Bandung, t.t.p.
Fathur Rahman Lithalibi Ayaatil Quran, Maktabah Dahlan, t.t.p.
Hamidy, Muammal, M., Imran A., dan Fanany, Umar, Terjemah Nailul Authar,
PT Bina Ilmu, surabaya, 1993.
Hamidy, Zainuddin, dan Hs., Fachruddin, Tafsir Quran, Widjaya Jakarta,
Jakarta, 1987.
Hardiman, F. Budi, Filsafat Modern, dari Machiavelli sampai Nietzsche, PT
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2007.
Hart, Michael H., The 100, 2005, edisi Indonesia, 100 Tokoh Paling Berpengaruh
Sepanjang Masa, Karisma Publishing group, t.t.p.
Hassan, Ahmad, Tafsir Al Furqan, Pustaka Tamaam, Bangil, 1999.
Hassan, Ahmad, Tarjamah Bulughul Maram, CV Penerbit Dipenegoro, Bandung,
2002.
Hornby, AS, Oxford Advanced Learners Dictionary, Oxford English, Oxford,
1989.
Ibnu Majah, Abu Abdillah Muhammad bin Yazid Al Quzwainiy, Sunan Ibnu
Majah, Daarul Fikr, Beirut, 2004.
Kertanegara, Mulyadi, Menembus Batas Waktu: Panorama Filsafat Islam, Mizan,
Bandung, 2005.
Khalil, Syauqi Abu, Baitun Ussisa Ala At Taqwa, edisi Indonesia diterjemahkan
oleh Awaluddin, Imam, Mereka yang Zuhud, Embun Publishing, Jakarta,
2006.
Mahmudunnasir, Syed, Islam: Concepts and History, Kitab Bhavan, New Delhi,
1981, edisi Indonesia diterjemahkan oleh Adang Affandi, Islam: Konsepsi
dan Sejarahnya, PT Rosda Karya, Bandung, 1994.
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al Munawwir, Pustaka Progressif,
Yogyakarta, 1984.
Murchland, Bernard, Humanism and Capitalism: A Survey of Thought on
Morality, edisi Indonesia diterjemahkan oleh Hadikusumo, Hartono,
Humanisme dan Kapitalisme: Kajian Pemikiran tentang Moralitas, PT
Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1992.
Muslim, Abu Husein bin Muslim bin Al Hajjaj Al Qusyairiy, Shahih Muslim,
Syirkatul Muaraf, Bandung, t.t.p.
Neufeldt, Victoria E., (Editor in Chief), Websters New World Dictionary, Third
College Edition, Websters New world, New York, 1988.
Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, CV Rajawali, Jakarta, 1989.
Solihin, M., Perkembangan Filsafat dari Klasik hingga Modern, Pustaka Setia,
Bandung, 2007.
Wojowasito, S., dan W., Tito Wasito, Kamus Lengkap: Inggris-Indonesia,
Indonesia-Inggris, Hasta, Bandung, 1980.
Referensi lainnya dari:
Majalah:
Risalah, Jangan Lupakan Zuhud, edisi no. 7, Th. 45 Ramadlan 1428/Oktober
2007, Yayasan Risalah Pers, Bandung., 2007.
Internet:
1. Sumberkristen.com/berkenalan-dengan-asketisme-teologi-penyangkalan-
diri/
2. Blog.uin-malang.ac.id/2011/02/definisi-dan-sejarah-tasawuf/
3. Pasaronlineforall.blogspot.com/2010/12/makalah-zuhud.html/
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Sumedang pada hari Selasa 13 Agustus 1991. Nama
lengkap penulis adalah Muhammad Imam Asy-Syakir. Saat ini masih mengikuti
kegiatan pembelajaran atau pendidikan di Pesantren Persatuan Islam 40 Sarongge
ditingkat Muallimin, tepatnya berada dikelas II Muallimin. Sebelumnya penulis
menyelesaikan pendidikan di Pesantren yang sama, 1 tahun untuk kelas Tajhiziah
(2004-2005), dimana penulis termasuk generasi atau angkatan terakhir dari
keberadaan kelas Tajhiziah disana, kemudian melanjutkan 3 tahun untuk tingkat
Tsanawiyah (2005-2008), lulus pada tahun 2008. Sementara untuk pendidikan
tingkat Sekolah Dasar (SD) penulis menghabiskan 6 tahun (1998-2004) di SD
Sirnasari, lulus tahun 2004.