Upload
virmannsyah
View
321
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
MODUL PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PRAJABATAN GOLONGAN I DAN II
Drs. Salamoen Soeharyo, MPA Drs. Nasri Effendy, M.Sc
Lembaga Administrasi Negara – Republik Indonesia 2006
Hak Cipta© Pada: Lembaga Administrasi Negara Edisi Tahun 2006 Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia Jl. Veteran No. 10 Jakarta 10110 Telp. (62 21) 3868201-06 Ext. 193, 197 Fax. (62 21) 3800188 Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia
Jakarta – LAN – 2006 100 hlm: 15 x 21 cm ISBN: 979-8619-82-X
iii
LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
KATA PENGANTAR
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2005 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Nasional 2005 – 2009 telah menetapkan bahwa visi pembangunan nasional adalah: (1) terwujudnya kehidupan masyarakat yang aman, bersatu, rukun dan damai; (2) terwujudnya masyarakat, bangsa, dan negara yang menjunjung tinggi hukum, kesetaraan dan hak asasi manusia; serta (3) terwujudnya perekonomian yang mampu menyediakan kesempatan kerja dan penghidupan yang layak serta memberikan pondasi yang kokoh bagi pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mewujudkan visi ini, mutlak diperlukan peningkatan kompetensi Pegawai Negeri Sipil (PNS), khususnya para Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) yang akan menjadi PNS. PNS memainkan peran dan tanggung jawabnya yang sangat strategis dalam mendorong dan mempercepat perwujudan visi tersebut. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan PNS mengamanatkan bahwa Pendidikan dan Pelatihan (Diklat) Prajabatan dilaksanakan untuk memberikan pengetahuan dalam rangka pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, disamping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas, dan budaya organisasi agar mampu melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagai pelayan masyarakat. Untuk mewujudkan PNS yang memiliki kompetensi sesuai dengan amanat PP 101 Tahun 2000 maka seorang CPNS harus mengikuti dan lulus Diklat Prajabatan sebagai syarat untuk dapat diangkat menjadi PNS.
iv
Untuk mempercepat upaya meningkatkan kompetensi tersebut, Lembaga Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan kebijakan desentralisasi dengan pengendalian kualitas dengan standar tertentu dalam penyelenggaraan Diklat Prajabatan. Dengan kebijakan ini, jumlah penyelenggaraan dapat lebih menyebar disamping jumlah alumni yang berkualitas dapat meningkat pula. Standarisasi meliputi keseluruhan aspek penyelenggaraan Diklat, mulai dari aspek kurikulum yang meliputi rumusan kompetensi, mata Diklat dan strukturnya, metode dan skenario pembelajaran dan lain-lain sampai pada aspek administrasi seperti persyaratan peserta, administrasi penyelenggaraan, dan sebagainya. Dengan standarisasi ini, maka kualitas penyelenggaraan dan alumni diharapkan dapat lebih terjamin. Salah satu unsur Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan yang mengalami penyempurnaan antara lain modul atau bahan ajar untuk para peserta. Oleh karena itu, kami menyambut baik penerbitan modul yang telah disempurnakan ini, sebagai antisipasi dari perubahan lingkungan stratejik yang cepat dan luas diberbagai sektor. Dengan kehadiran modul ini, kami mengharapkan agar peserta Diklat dapat memanfaatkannya secara optimal, bahkan dapat menggali keluasan dan kedalaman substansinya bersama melalui diskusi sesama dan antar peserta dengan fasilitator para Widyaiswara dalam proses kegiatan pembelajaran selama Diklat berlangsung. Kepada penulis dan seluruh anggota Tim yang telah berpartisipasi, kami haturkan terima kasih. Semoga buku hasil perbaikan ini dapat dipergunakan sebaik-baiknya.
Jakarta, 2006
KEPALA LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
SUNARNO
v
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................iii
DAFTAR ISI...............................................................................v
BAB I PENDAHULUAN .......................................................1
A. Deskripsi Singkat .................................................1
B. Manfaat Pembelajaran..........................................1
C. Tujuan Pembelajaran............................................1
BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN NEGARA....................................3
A. Pengertian ............................................................3
B. Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan
Negara...................................................................4
C. Rangkuman...........................................................6
D. Latihan/Diskusi ....................................................6
BAB III PENYELENGGARAAN NEGARA YANG
BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI,
KOLUSI DAN NEPOTISME ....................................7
A. Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara .........7
B. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah...........9
C. Rangkuman.........................................................11
D. Latihan/Diskusi ..................................................12
BAB IV LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH...............13
A. Urusan Pemerintahan yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah....................................14
vi
B. Urusan Pemerintahan yang Menjadi
Kewenangan Daerah...........................................17
C. Lembaga Pemerintah Pusat.................................20
D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah ................42
E. Lembaga Perekonomian Negara.........................49
F. Rangkuman.........................................................53
G. Latihan/Diskusi...................................................55
BAB V PROSES MANAJEMEN PEMERINTAH................56
A. Perencanaan .......................................................56
B. Pengorganisasian ................................................59
C. Pelaksanaan ........................................................63
D. Pengawasan ........................................................74
E. Rangkuman.........................................................86
F. Latihan/Diskusi...................................................88
BAB VI PENUTUP.................................................................90
A. Tes.......................................................................90
B. Tindak Lanjut......................................................91
DAFTAR PUSTAKA...............................................................43
PANDUAN BAGI FASILITATOR .........................................44
1
BAB I P E N D A H U L U A N
A. Deskripsi Singkat Mata Diklat Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia membahas pengertian sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara RI, penyelenggaraan
negara yang bersih dan bebas dari KKN, lembaga-lembaga
pemerintah RI, dan proses menajemen pemerintahan dengan
mengacu kepada UUD 1945 dan perubahannya serta peraturan
perundang-undangan lain yang berlaku.
B. Manfaat Pembelajaran Dengan mempelajari mata Diklat ini peserta Diklat akan
memperoleh pengetahuan tentang Pelaksanaan Sistem
Penyelenggaraan Negara Kesatuan RI yang diharapkan dapat
mendukung pelaksanaan tugas peserta.
C. Tujuan Pembelajaran 1. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan
mampu memahami hal ikhwal tentang penyelenggaraan
pemerintahan negara kesatuan Republik Indonesia.
2. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan
mampu:
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
2
a. Menjelaskan sistem penyelenggaraan pemerintahan
negara;
b. Menjelaskan penyelenggaraan negara yang bersih dan
bebas dari KKN;
c. Menjelaskan lembaga-lembaga pemerintah;
d. Menjelaskan proses manajemen pemerintahan.
3
BAB II SISTEM PENYELENGGARAAN
PEMERINTAHAN NEGARA
A. Pengertian Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara pada hakikatnya
merupakan uraian tentang bagaimana mekanisme pemerintahan
negara dijalankan oleh Presiden sebagai pemegang kekuasaan
Pemerintahan Negara. Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan
Negara ialah sistem bekerjanya Pemerintahan sebagai fungsi
yang ada pada Presiden.
Pada dasarnya Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara
tidak membicarakan Sistem Penyelenggaraan Negara oleh
lembaga-lembaga Negara secara keseluruhan. Dalam arti sempit,
istilah Penyelenggaraan Negara tidak mencakup Lembaga-
lembaga Negara yang tercantum dalam UUD 1945. Sedangkan
dalam arti luas, istilah penyelenggaraan negara mengacu pada
tataran supra struktur politik (lembaga negara dan lembaga
pemerintah), maupun pada tataran infrastruktur politik
(organisasi politik dan organisasi kemasyarakatan).
Dengan demikian, yang dimaksud dengan Sistem
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara sebenarnya adalah
mekanisme bekerjanya lembaga eksekutif, yang dipimpin oleh
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
4
Presiden baik selaku Kepala Pemerintahan maupun sebagai
Kepala Negara.
B. Penyelenggaraan Kekuasaan Pemerintahan
Negara
Menurut UUD 1945, Presiden adalah sebagai penyelenggara atau
pemegang kekuasaan Pemerintahan Negara. Dalam melakukan
kewajibannya, Presiden dibantu oleh satu orang Wakil Presiden.
Selain itu, dalam menjalankan fungsinya Presiden dibantu oleh
Menteri-Menteri Negara, dimana setiap Menteri Negara
membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan. Menteri-
Menteri Negara ini diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Sebagai Kepala Lembaga Eksekutif atau Kepala Pemerintahan,
Presiden berhak mengajukan rancangan undang-undang dan
menetapkan peraturan pemerintah untuk melaksanakan undang-
undang sebagaimana mestinya. Presiden tidak dapat
membekukan dan atau membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR).
Dalam penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sebagai Kepala Negara, Presiden:
1. Memegang kekuasaan tertinggi atas Angkatan Darat,
Angkatan Udara, dan Angkatan Laut;
2. Menyatakan perang, membuat perdamaian dan perjanjian
dengan negara lain dengan persetujuan DPR;
3. Dalam membuat perjanjian lainnya yang menimbulkan
akibat luas dan mendasar bagi kehidupan rakyat yang terkait
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
5
dengan beban keuangan negara, dan/atau mengharuskan
perubahan atau pembentukan Undang-undang harus dengan
persetujuan DPR;
4. Menyatakan keadaan bahaya. Syarat-syarat dan akibat
keadaan bahaya ditetapkan dengan Undang-Undang;
5. Mengangkat duta dan konsul. Dalam mengangkat duta,
memperhatikan pertimbangan DPR;
6. Menerima penempatan duta negara lain dengan
memperhatikan pertimbangan DPR;
7. Memberi grasi dan rehabilitasi dengan memperhatikan
pertimbangan Mahkamah Agung (MA);
8. Memberi abolisi dan amnesti dengan memperhatikan
pertimbangan DPR;
9. Memberi gelar, tanda jasa dan lain-lain tanda kehormatan
yang diatur dengan Undang-undang;
10. Membentuk dewan pertimbangan yang bertugas memberi
nasehat dan pertimbangan kepada Presiden, yang selanjutnya
diatur dengan Undang-undang;
11. Membahas rancangan undang-undang untuk mendapatkan
persetujuan bersama DPR;
12. Mengesahkan rancangan undang-undang yang telah disetujui
bersama DPR untuk menjadi Undang-Undang;
13. Dalam hal ikhwal kegentingan memaksa, Presiden berhak
menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti
Undang-Undang;
14. Mengajukan rancangan Undang-Undang APBN untuk
dibahas bersama DPR dengan memperhatikan pertimbangan
DPD (Dewan Perwakilan Daerah);
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
6
15. Meresmikan anggota Badan Pemeriksa Keuangan yang telah
dipilih oleh DPR atas dasar pertimbangan DPD;
16. Menetapkan calon hakim agung yang diusulkan Komisi
Yudisial dan telah mendapat persetujuan DPR untuk menjadi
hakim agung;
17. Mengangkat dan memberhentikan anggota Komisi Yudisial
dengan persetujuan DPR;
18. Menetapkan dan mengajukan anggota hakim konstitusi.
C. Rangkuman Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan Negara tidak
membicarakan sistem penyelenggaraan negara oleh lembaga-
lembaga negara secara keseluruhan akan tetapi adalah
membicarakan mekanisme bekerjanya lembaga-lembaga
eksekutif yang dipimpin oleh Presiden baik selaku Kepala
Pemerintahan maupun sebagai Kepala Negara.
D. Latihan/Diskusi 1. Apakah yang dimaksud dengan Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara?
2. Apa saja tugas Presiden sebagai Kepala Pemerintahan dan
sebagai Kepala Negara?
3. Mengapa Menteri-Menteri tidak bertanggung jawab kepada
DPR?
7
BAB III PENYELENGGARAAN NEGARA YANG BERSIH DAN BEBAS DARI KORUPSI,
KOLUSI DAN NEPOTISME
A. Asas-Asas Umum Penyelenggaraan Negara
Penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi,
kolusi dan nepotisme ditetapkan dalam Ketetapan MPR No. XI
Tahun 1998.
Sebagai tindak lanjut dan Ketetapan MPR tersebut, kemudian
diterbitkan Undang-undang No. 28 Tahun 1999, tentang
Penyelenggaraan Negara Yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme. Dalam Undang-Undang ini dinyatakan
bahwa dalam rangka mewujudkan penyelenggaraan negara yang
mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-
sungguh dan penuh tanggung jawab, perlu diletakkan asas-asas
penyelenggaraan negara. Adapun yang dimaksud dengan
penyelenggara negara adalah pejabat negara yang menjalankan
fungsi eksekutif, legislatif atau yudikatif dan pejabat lain yang
fungsi dan tugas pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Penyelenggara negara tersebut meliputi: pejabat-pejabat negara
pada lembaga-lembaga negara, Menteri, Gubernur, Hakim,
pejabat negara lain sesuai dengan ketentuan peraturan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
8
perundang-undangan yang berlaku; pejabat lain yang memiliki
fungsi strategis dalam kaitannya dengan penyelenggaraan negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Asas-asas umum penyelenggaraan negara sebagaimana
disebutkan dalam UU No. 28 Tahun 1999 adalah: asas kepastian
hukum, asas tertib penyelenggaraan negara, asas kepentingan
umum, asas keterbukaan, asas proporsionalitas, asas
profesionalitas dan asas akuntabilitas.
1. Asas Kepastian Hukum, yaitu asas dalam negara hukum
yang mengutamakan landasan peraturan perundang-
undangan, kepatuhan, dan keadilan dalam setiap kebijakan
penyelenggaraan negara.
2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara, yaitu menjadi landasan
keteraturan, keserasian, dan keseimbangan dalam pengabdian
penyelenggaraan negara.
3. Asas Kepentingan Umum, yaitu asas yang mendahulukan
kesejahteraan umum dengan cara yang aspiratif, akomodatif
dan kolektif.
4. Asas Keterbukaan, yaitu asas yang membuka diri terhadap
hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar,
jujur dan tidak diskriminatif tentang penyelenggaraan negara
dengan tetap memperhatikan perlindungan atas hak asasi
pribadi, golongan, dan rahasia negara.
5. Asas Proporsionalitas, yaitu asas yang mengutamakan
keseimbangan antara hak dan kewajiban Penyelenggara
Negara.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
9
6. Asas Profesionalitas, yaitu asas yang mengutamakan
keahlian yang berlandaskan kode etik dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
7. Asas Akuntabilitas, yaitu asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil akhir dari kegiatan penyelenggaraan
negara harus dapat dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan
tertinggi negara sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
B. Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Dalam rangka meningkatkan pelaksanaan pemerintahan yang
berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab, telah
diterbitkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP).
Pelaksanaannya lebih lanjut didasarkan atas Pedoman
Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
yang diterbitkan oleh Lembaga Administrasi Negara (Keputusan
Kepala LAN No. 589/IX/6/4/1999 dan telah diubah dengan
Keputusan Kepala LAN No. 239/IX/6/8/2003).
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah adalah perwujudan
kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah
ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban secara periodik.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
10
1. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah kewajiban untuk memberikan
pertanggungjawaban atau menjawab dan menerangkan
kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan suatu
organisasi kepada pihak yang memiliki hak atau
berkewenangan untuk meminta keterangan atau
pertanggungjawaban. Berdasarkan pengertian ini, maka
semua instansi pemerintah, badan dan lembaga negara di
pusat dan daerah sesuai dengan tugas pokok masing-masing
harus memahami lingkup akuntabilitasnya masing-masing,
karena akuntabilitas yang diminta meliputi keberhasilan dan
juga kegagalan pelaksanaan misi instansi yang bersangkutan.
2. Prinsi-Prinsip Akuntabilitas
Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi
pemerintah, perlu memperhatikan Prinsi-Prinsip sebagai
berikut:
a. Harus ada komitmen dari pimpinan dan seluruh staf
instansi untuk melakukan pengelolaan pelaksanaan misi
agar akuntabel;
b. Harus merupakan suatu sistem yang dapat menjamin
penggunaan sumber-sumber daya secara konsisten
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
c. Harus dapat menunjukkan tingkat pencapaian tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan;
d. Harus berorientasi pada pencapaian visi dan misi serta
hasil dan manfaat yang diperoleh;
e. Harus jujur, obyektif, transparan, dan inovatif sebagai
katalisator perubahan manajemen instansi pemerintah
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
11
dalam bentuk pemutakhiran metode dan teknik
pengukuran kinerja dan penyusunan laporan
akuntabilitas.
C. Rangkuman Sejalan dengan paradigma baru dalam administrasi negara dan
untuk memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme berdasarkan
TAP MPR NO. XI/MPR/1998 telah diterbitkan Undang-Undang
No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih
dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dalam undang-
undang ini ditetapkan asas-asas umum penyelenggaraan negara;
yaitu Asas Kepastian Hukum, Asas Tertib Penyelenggaraan
Negara, Asas Kepentingan Umum, Asas Keterbukaan, Asas
Proporsionalitas, Asas Profesionalitas, dan Asas Akuntabilitas.
Dengan memperhatikan dan melaksanakan asas-asas
penyelenggaraan negara ini diharapkan para penyelenggara
negara mampu menjalankan fungsi dan tugasnya secara sungguh-
sungguh dan penuh tanggung jawab.
Di samping itu untuk mengetahui kinerja aparatur pemerintah
telah diterbitkan Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Akuntabilitas kinerja
adalah perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan pelaksanaan
misi organisasi dalam mencapai tujuan-tujuan dan sasaran-
sasaran yang telah ditetapkan melalui alat pertanggungjawaban
secara periodik.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
12
D. Latihan/Diskusi 1. Sebutkan Asas-asas Umum Penyelenggaraan Negara
berdasarkan UU No. 28 Tahun 1999?
2. Apa pengertian akuntabilitas yang resmi dianut pemerintah
dan apa saja prinsip-prinsipnya?
3. Mengapa para penyelenggara negara perlu
mempertanggungjawabkan keberhasilan/kegagalan
pencapaian misi atau tujuan organisasinya?
13
BAB IV LEMBAGA-LEMBAGA PEMERINTAH
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah
membentuk lembaga-lembaga pemerintah seperti Departemen,
Lembaga Pemerintah Non Departemen, dan Lembaga-lembaga
lainnya. Pada dasarnya lembaga-lembaga pemerintah ini dapat dibagi
dua, yaitu lembaga-lembaga pemerintah tingkat pusat dan lembaga-
lembaga pemerintah tingkat daerah. Lembaga-lembaga
penyelenggara pemerintahan negara tersebut merupakan aparatur
pemerintah atau disebut juga sebagai birokrasi pemerintah. Presiden
bersama-sama lembaga-lembaga pemerintah menyelenggarakan
tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan dalam rangka
mewujudkan tujuan nasional.
Tugas umum pemerintahan adalah tugas-tugas atau urusan-urusan
pemerintahan yang sejak dahulu dilaksanakan oleh pemerintah
dimana saja dalam rangka memenuhi kebutuhan dan kepentingan
masyarakat, seperti pemeliharaan keamanan dan ketertiban,
penyelenggaraan pendidikan, pelayanan kesehatan dan lain-lain.
Sedangkan tugas pembangunan adalah tugas-tugas atau urusan-
urusan dalam rangka pelaksanaan program-program pembangunan.
Dengan adanya lembaga-lembaga pemerintah ini, maka urusan-
urusan pemerintahan akan terbagi habis ke dalam lembaga-lembaga
pemerintahan yang ada. Akan tetapi tidak harus setiap urusan
pemerintahan diwadahi dalam satu lembaga pemerintahan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
14
A. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah
Urusan pemerintahan yang sepenuhnya menjadi kewenangan
pemerintah adalah urusan-urusan yang menyangkut terjaminnya
kelangsungan hidup bangsa dan negara secara keseluruhan.
Urusan pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah tersebut
adalah:
1. Politik Luar Negeri, antara lain meliputi: a. Mengangkat pejabat politik dan menunjuk warga negara
untuk duduk dalam jabatan lembaga internasional;
b. Menetapkan kebijakan luar negeri;
c. Melaksanakan perjanjian dengan negara lain;
d. Menetapkan kebijakan perdagangan luar negeri.
2. Pertahanan, antara lain meliputi: a. Mendirikan dan membentuk angkatan bersenjata;
b. Menyatakan damai dan perang;
c. Menyatakan negara atau sebagai wilayah negara dalam
keadaan bahaya;
d. Membangun dan mengembangkan sistem pertahanan
negara dan persenjataan;
e. Menetapkan kebijakan untuk wajib militer, bela negara
bagi setiap warga negara.
3. Keamanan, antara lain meliputi: a. Mendirikan dan membentuk kepolisian negara;
b. Menetapkan kebijakan keamanan nasional;
c. Menindak setiap orang yang melanggar hukum negara;
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
15
d. Menindak kelompok atau setiap organisasi yang
kegiatannya melanggar keamanan negara.
4. Moneter dan Fiskal, antara lain: a. Mencetak uang dan menentukan nilai mata uang;
b. Menetapkan kebijakan moneter;
c. Mengendalikan peredaran uang.
5. Yustisi, antara lain: a. Mendirikan lembaga peradilan;
b. Mengangkat hakim dan jaksa;
c. Mendirikan lembaga pemasyarakatan;
d. Menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian,
memberi grasi, amnesti, abolisi, membentuk Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang, Peraturan Pemerintah, dan peraturan lain yang
berskala nasional.
6. Agama, antara lain: a. Menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara
nasional;
b. Memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu
agama;
c. Menetapkan kebijakan dalam penyelenggaraan
kehidupan keagamaan.
Di samping itu terdapat bagian urusan pemerintah yang
bersifat concurrent, artinya urusan pemerintahan yang
penanganannya dalam bagian atau bidang tertentu dapat
dilaksanakan bersama antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah. Dengan demikian setiap urusan yang bersifat
concurrent senantiasa ada bagian urusan yang menjadi
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
16
kewenangan Pemerintah, ada bagian urusan yang diserahkan
kepada Provinsi, dan ada bagian urusan yang diserahkan
kepada Kabupaten/ Kota.
Dengan kata lain bahwa Pemerintah dapat:
a. Menyelenggarakan sendiri sebagian urusan
pemerintahan;
b. Melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada
Gubernur selaku Wakil Pemerintah; atau
c. Menugaskan sebagian urusan kepada pemerintahan
daerah dan/atau pemerintahan dengan berdasarkan asas
tugas pembantuan.
Untuk mewujudkan pembagian kewenangan yang
concurrent secara proporsional antara Pemerintah, Daerah
Provinsi, Daerah Kabupaten dan Kota, maka disusun kriteria
yang meliputi: eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi
dengan mempertimbangkan keserasian hubungan
pengelolaan urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan.
Kriteria Eksternalitas adalah pendekatan dalam pembagian
urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan dampak/
akibat yang ditimbulkan dalam penyelenggaraan urusan
pemerintahan tersebut.
Apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, maka
urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan
Kabupaten/Kota, apabila regional menjadi kewenangan
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
17
Provinsi, dan apabila nasional menjadi kewenangan
Pemerintah.
Kriteria Akuntabilitas adalah pendekatan dalam pembagian
urusan pemerintahan dengan pertimbangan bahwa tingkat
pemerintahan yang menangani sesuatu bagian urusan adalah
tingkat pemerintahan yang lebih langsung/dekat dengan
dampak/akibat dari urusan yang ditangani tersebut. Dengan
demikian akuntabilitas penyelenggaraan bagian urusan
pemerintahan tersebut kepada masyarakat akan lebih
terjamin.
Kriteria Efisiensi adalah pendekatan dalam pembagian
urusan pemerintahan dengan mempertimbangkan tersedianya
sumber daya (personil, dana, dan peralatan) untuk
mendapatkan ketepatan, kepastian, dan kecepatan hasil yang
harus dicapai dalam penyelenggaraan bagian urusan.
B. Urusan Pemerintahan Yang Menjadi
Kewenangan Daerah
Urusan yang menjadi kewenangan daerah, meliputi urusan wajib
dan urusan pilihan. Urusan pemerintahan wajib adalah urusan
pemerintahan yang berkaitan dengan pelayanan dasar seperti
pendidikan dasar, kesehatan, pemenuhan kebutuhan hidup
minimal, prasarana lingkungan dasar. Sedangkan urusan
pemerintahan yang bersifat pilihan terkait erat dengan potensi
unggulan dan kekhasan daerah.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
18
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintah daerah
provinsi merupakan urusan dalam skala provinsi yang meliputi:
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketenteraman
masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penyelenggaraan pendidikan dan alokasi sumber daya
manusia potensial;
7. Penanggulangan masalah sosial lintas kabupaten/kota;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan lintas kabupaten/kota;
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah termasuk lintas kabupaten/kota;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan termasuk lintas kabupaten/ kota;
12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal termasuk lintas
kabupaten/kota;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya yang belum dapat
dilaksanakan oleh kabupaten/kota; dan
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan pemerintahan provinsi yang bersifat pilihan meliputi
urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi,
kekhasan dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
19
Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah
Kabupaten/Kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota
meliputi:
1. Perencanaan dan pengendalian pembangunan;
2. Perencanaan, pemanfaatan, dan pengawasan tata ruang;
3. Penyelenggaraan ketertiban umum dan ketentraman
masyarakat;
4. Penyediaan sarana dan prasarana umum;
5. Penanganan bidang kesehatan;
6. Penyelenggaraan pendidikan;
7. Penanggulangan masalah sosial;
8. Pelayanan bidang ketenagakerjaan;
9. Fasilitasi pengembangan koperasi, usaha kecil, dan
menengah;
10. Pengendalian lingkungan hidup;
11. Pelayanan pertanahan;
12. Pelayanan kependudukan, dan catatan sipil;
13. Pelayanan administrasi umum pemerintahan;
14. Pelayanan administrasi penanaman modal;
15. Penyelenggaraan pelayanan dasar lainnya; dan
16. Urusan wajib lainnya yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan.
Urusan pemerintahan Kabupaten/Kota yang bersifat pilihan
meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan
berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai
dengan kondisi, kekhasan dan potensi unggulan daerah yang
bersangkutan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
20
Gambar: Pembagian Urusan Pemerintahan Provinsi, Kabupaten/Kota
Sumber : Undang-undang No. 32 Tahun 2004
C. Lembaga Pemerintah Pusat
Dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004 dikatakan bahwa
Pemerintah Pusat atau Pemerintah adalah Presiden RI yang
memegang kekuasaan pemerintahan negara RI. Dalam
penyelenggaraan pemerintahan, lembaga-lembaga pemerintah
tingkat pusat meliputi: Kementerian Negara, Lembaga
Pemerintah Non Departemen (LPND), Kesekretariatan yang
membantu Presiden; Kejaksaan Agung; Perwakilan RI di Luar
Negeri; Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kepolisian Negara RI
(Polri); Badan/Lembaga Ekstra Struktural.
1. Kementerian Negara Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
21
Kerja Kementerian Negara, disebutkan bahwa Kementerian
Negara terdiri dari Kementerian Koordinator, Kementerian
Negara yang berbentuk Departemen dan Kementerian
Negara.
a. Kementerian Koordinator
Kedudukan
Kementerian Koordinator adalah unsur pelaksana
Pemerintah yang dipimpin oleh Menteri Koordinator
yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden.
Tugas
Kementerian Koordinator mempunyai tugas membantu
Presiden dalam mengkoordinasikan perencanaan dan
penyusunan kebijakan, serta mensinkronkan pelaksanaan
kebijakan di bidangnya.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian
Koordinator menyelenggarakan fungsi:
1) Koordinasi perencanaan dan penyusunan kebijakan
di bidangnya;
2) Sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
3) Pengendalian penyelenggaraan kebijakan,
sebagaimana dimaksud pada huruf 1) dan 2);
4) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawabnya;
5) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
22
6) Pelaksanaan tugas tertentu yang diberikan oleh
Presiden;
7) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan
pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu dibawah pimpinan
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ada tiga
Kementerian Koordinator, yaitu: Kementerian
Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan;
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian; dan
Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat.
1) Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum,
dan Keamanan mengkoordinasikan: Departemen
Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri,
Departemen Pertahanan; Departemen Hukum dan
HAM; Kejaksanaan Agung; BIN; TNI; POLRI; dan
Instansi yang dianggap perlu.
2) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
mengkoordinasikan: Departemen Keuangan;
Departemen Energi dan SDM; Departemen
Perindustrian; Departemen Perdagangan;
Departemen Pertanian; Departemen Kehutanan;
Departemen Perhubungan; Departemen Kelautan dan
Perikanan; Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi; Departemen Pekerjaan Umum;
Departemen Kominfo; Kementerian Negara Ristek;
Kementerian Negara Koperasi dan UKM;
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
23
Kementerian Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal; dan Instansi yang dianggap perlu.
3) Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat mengkoordinasikan: Departemen Kesehatan;
Departemen Pendidikan Nasional; Departemen
Sosial; Departemen Agama; Departemen
Kebudayaan dan Pariwisata; Kementerian Negara
Lingkungan Hidup; Kementerian Negara PP;
Kementerian Negara PAN; Kementerian Negara
Perumahan Rakyat; Kementerian Negara Pemuda
dan Olah Raga; dan Instansi lain yang dianggap
perlu.
Susunan Organisasi
Kementerian Koordinator dibantu oleh:
1) Sekretariat Kementerian Koordinator;
2) Deputi;
3) Staf Ahli;
4) Di lingkungan Kementerian Koordinator dapat
diangkat tiga orang Staf Khusus Menteri (Perpres
No.62 Tahun 2005).
b. Departemen
Kedudukan
Departemen adalah unsur pelaksana Pemerintah yang
dipimpin oleh Menteri yang berada dibawah dan
bertanggung jawab kepada Presiden.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
24
Tugas
Departemen mempunyai tugas membantu Presiden
dalam menyelenggarakan sebagian tugas pemerintahan.
Fungsi
Dalam pelaksanaan tugasnya, Departemen
menyelenggarakan fungsi:
1) Perumusan kebijakan nasional, kebijakan
pelaksanaan dan kebijakan teknis di bidangnya;
2) Pelaksanaan urusan pemerintahan sesuai dengan
bidang tugasnya;
3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
menjadi tanggung jawabnya;
4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan
pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu (2004-2009) ada 20
(dua puluh) Departemen, yaitu:
1) Departemen Dalam Negeri;
2) Departemen Luar Negeri;
3) Departemen Pertahanan;
4) Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia;
5) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
6) Departemen Perindustrian;
7) Departemen Perdagangan;
8) Departemen Pertanian;
9) Departemen Kehutanan;
10) Departemen Perhubungan;
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
25
11) Departemen Kelautan dan Perikanan;
12) Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
13) Departemen Pekerjaan Umum;
14) Departemen Kesehatan;
15) Departemen Pendidikan Nasional;
16) Departemen Sosial;
17) Departemen Agama;
18) Departemen Kebudayaan dan Pariwisata;
19) Departemen Komunikasi dan Informatika;
20) Departemen Keuangan.
Susunan Organisasi
Departemen terdiri dari:
1) Menteri;
2) Sekretariat Jenderal, bertugas melaksanakan
pembinaan dan koordinasi pelaksanan tugas dan
administrasi Departemen;
3) Direktorat Jenderal, bertugas melaksanakan rumusan
dan pelaksanaan kebijakan serta standarisasi teknis
di bidangnya;
4) Inspektorat Jenderal, bertugas melaksanakan
pengawasan fungsional;
5) Badan dan/atau Pusat;
6) Staf Ahli;
7) Di lingkungan Departemen dapat diangkat 3 (tiga)
orang Staf Khusus Menteri (Perpres No. 62 Tahun
2005).
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
26
Departemen yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang tidak diserahkan kepada Daerah
dapat membentuk Instansi Vertikal yang ditetapkan
dengan Peraturan Presiden. Departemen secara selektif
dapat membentuk UPT sebagai pelaksana tugas teknis
operasional dan/atau tugas teknis penunjang.
c. Kementerian Negara
Kedudukan
Kementerian Negara adalah unsur pelaksana pemerintah
yang dipimpin oleh Menteri Negara yang berada di
bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas
Kementerian Negara mempunyai tugas membantu
Presiden dalam merumuskan kebijakan dan koordinasi di
bidang tertentu dalam kegiatan pemerintahan negara.
Fungsi
Dalam melaksanakan tugasnya, Kementerian Negara
menyelenggarakan fungsi:
1) Perumusan kebijakan nasional di bidangnya;
2) Koordinasi pelaksanaan kebijakan di bidangnya;
3) Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang
mengabdi tanggung jawabnya;
4) Pengawasan atas pelaksanaan tugasnya;
5) Penyampaian laporan hasil evaluasi, saran, dan
pertimbangan di bidang tugas dan fungsinya kepada
Presiden;
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
27
Berdasarkan Perpres No. 62 Tahun 2005, Kementerian
Negara Koperasi dan UKM, Kementerian Negara
Perumahan Rakyat, dan Kementerian Negara Pemuda
dan Olah Raga, di samping melaksanakan fungsi-fungsi
sebagaimana tersebut diatas, juga melaksanakan fungsi
teknis pelaksanaan/fungsi operasionalisasi kebijakan di
bidang masing-masing.
Dalam Kabinet Indonesia Bersatu, Kementerian Negara
terdiri dari:
1) Kementerian Negara Riset dan Teknologi;
2) Kementerian Negara Koperasi dan UKM;
3) Kementerian Negara Lingkungan Hidup;
4) Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan;
5) Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur
Negara;
6) Kementerian Negara Pembangunan Daerah
Tertinggal;
7) Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan
Nasional/Kepala Bappenas (Keppres No.
171/M/Tahun 2005 tentang Perubahan Kedua
Keppres No. 187/M/ Tahun 2005);
8) Kementerian Negara Badan Usaha Milik Negara;
9) Kementerian Negara Perumahan Rakyat;
10) Kementerian Negara Pemuda dan Olah Raga.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
28
Susunan Organisasi
Kementerian Negara dibantu oleh:
1) Sekretariat Kementerian Negara;
2) Deputi;
3) Staf Ahli;
4) Di lingkungan Kementerian Negara dapat diangkat 3
(tiga) orang Staf Khusus Menteri (Perpres No. 62
Tahun 2005).
2. Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND)
LPND diatur dengan Keppres No. 103 Tahun 2001 yang
telah enam kali mengalami perubahan terakhir perubahannya
dengan Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005.
Kedudukan
LPND dalam Pemerintahan Negara RI adalah lembaga
pemerintah pusat yang dibentuk untuk melaksanakan tugas
pemerintahan tertentu dari Presiden. LPND berada di bawah
dan bertanggung jawab kepada Presiden.
Tugas
LPND mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan
tertentu dari Presiden sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Dalam Perpres No. 11
Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima atas Keppres No. 103
Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja LPND,
pada Pasal 3-nya menyebutkan bahwa LPND terdiri dari:
1) Lembaga Administrasi Negara (LAN);
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
29
2) Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI);
3) Badan Kepegawaian Negara (BKN);
4) Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas);
5) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(Bappenas);
6) Badan Pusat Statistik (BPS);
7) Badan Standarisasi Nasional (BSN);
8) Badan Pengawas Tenaga Nuklir (BAPETEN);
9) Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN);
10) Badan Intelijen Negara (BIN);
11) Lembaga Sandi Negara (LEMSANEG);
12) Badan Koordinasi Keluarga Berencana (BKKBN);
13) Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (LAPAN);
14) Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional
(BAKOSURTANAL);
15) Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP);
16) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI);
17) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT);
18) Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM);
19) Badan Pertanahan Nasional (BPN);
20) Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM);
21) Lembaga Ketahanan Nasional (LEMHANAS);
22) Badan Meterologi dan Geofisika (BMG).
Sesuai dengan Perpres No. 64 Tahun 2005, masing-masing
LPND melaksanakan tugasnya dikoordinasikan oleh Menteri,
yang meliputi:
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
30
1) Menteri Dalam Negeri bagi BPN;
2) Menteri Pertahanan bagi LEMHANAS dan
LEMSANEG;
3) Menteri Perdagangan bagi BKPM;
4) Menteri Kesehatan bagi BPOM dan BKKBN;
5) Menteri Pendidikan Nasional bagi PERPUSNAS;
6) Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara bagi
LAN, BKN, BPKP, dan ANRI;
7) Menteri Negara Riset dan Teknologi bagi LIPI,
LAPAN, BPPT, BATAN, BAPETEN,
BAKOSURTANAL, dan BSN;
8) Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional
bagi BPS;
9) Menteri Perhubungan bagi BMG.
Dalam Keppres No. 103 Tahun 2001, Susunan Organisasi
LPND diatur sebagai berikut:
1) Kepala;
2) Bila dipandang perlu Kepala dapat dibantu oleh seorang
Wakil Kepala;
3) Sekretariat Utama, sebagai pelaksana fungsi
staf/penunjang dan mengkoordinasikan perencanaan,
pembinaan dan pengendalian terhadap program
administrasi dan sumber daya yang dipimpin oleh
seorang Sekretaris Utama;
4) Deputi, pelaksana fungsi lini dan membawahi Direktorat
dan/atau pusat Direktorat digunakan sebagai
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
31
nomenklatur unit yang fungsinya pembinaan. Sedangkan
Pusat untuk unit yang fungsinya pelaksanaan;
5) Unit pengawasan dapat berbentuk Inspektorat Utama
atau Inspektorat, dan bertugas untuk melaksanakan
pengawasan fungsional;
3. Kesekretariatan yang Membantu Presiden
a. Sekretariat Negara
Berdasarkan Kepres No. 117 Tahun 2000, Sekretariat
negara adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden
dan mempunyai tugas untuk memberikan dukungan staf
dan pelayanan administrasi kepada Presiden selaku
Kepala Negara dalam menyelenggarakan kekuasaan
pemerintahan negara. Sekretariat Negara dipimpin oleh
Sekretaris Negara.
b. Sekretariat Kabinet
Berdasarkan Kepres No. 111 Tahun 2000, Sekretariat
Kabinet adalah lembaga pemerintah yang berkedudukan
dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada
Presiden dan mempunyai tugas memberikan dukungan
staf dan pelayanan administrasi kepada Presiden selaku
Kepala Pemerintahan dalam menyelenggarakan
kekuasaan pemerintahan negara. Sekretariat Kabinet
dipimpin oleh Sekretaris Kabinet.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
32
4. Kejaksaan Agung
Berdasarkan Undang-undang No. 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut
Kejaksaan adalah lembaga pemerintahan yang melaksanakan
kekuasaan negara secara merdeka di bidang penuntutan serta
kewenangan lain berdasarkan undang-undang. Kejaksaan
adalah satu dan tidak terpisahkan.
Pelaksanaan kekuasaan negara bidang penuntutan ini
diselenggarakan oleh Kejaksaan Agung, Kejaksaan Tinggi,
dan Kejaksaan Negeri.
Kejaksaan Agung berkedudukan di Ibukota Negara RI dan
daerah hukumnya meliputi wilayah kekuasaan negara RI.
Kejaksaan Tinggi berkedudukan di Ibukota Provinsi dan
daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Kejaksaan Negeri berkedudukan di Ibukota Kabupaten/Kota
yang daerah hukumnya meliputi wilayah daerah
kabupaten/kota.
Dalam hal tertentu di daerah hukum kejaksaan negeri dapat
dibentuk cabang Kejaksaan Negeri:
a. Tugas dan Wewenang
Umum
1) Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan
wewenang:
(a) Melakukan penuntutan;
(b) Melaksanakan penetapan hakim dan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan
hukum tetap;
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
33
(c) Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan
putusan pidana bersyarat, putusan pidana
pengawasan, dan putusan lepas bersyarat;
(d) Melakukan penyidikan terhadap tindak pidana
tertentu berdasarkan UU;
(e) Melengkapi berkas perkara tertentu dan untuk itu
dapat melakukan pemeriksaan tambahan
sebelum dilimpahkan kepengadilan yang dalam
pelaksanaannya dikoordinasikan dengan
penyidik;
2) Di bidang perdata dan tata usaha negara, kejaksaan
dengan kuasa khusus dapat bertindak baik di dalam
maupun di luar pengadilan untuk dan atas nama
negara atau pemerintah;
3) Dalam bidang ketertiban dan ketenteraman umum,
kejaksaan turut menyelenggarakan kegiatan:
(a) Peningkatan kesadaran hukum;
(b) Pengamanan kebijakan penegakkan hukum;
(c) Pengawasan peredaran barang cetakan;
(d) Pengawasan aksi kepercayaan yang dapat
membahayakan masyarakat dan negara;
(e) Pencegahan penyalahgunaan dan/atau penodaan
agama;
(f) Penelitian dan pengembangan hukum serta
statistik kriminal.
4) Kejaksaan dapat diserahi tugas dan wewenang lain
berdasarkan Undang-undang;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
34
5) Kejaksaan berwenang menangani perkara pidana
yang diatur dalam Qanun sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang No. 18 Tahun 2001 tentang
Otonomi Khusus bagi Provinsi Daerah Istimewa
Aceh sebagai Provinsi NAD sesuai Undang-undang
No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Khusus
Jaksa Agung mempunyai tugas dan wewenang:
1) Menetapkan serta mengendalikan kebijakan
penegakkan hukum dan keadilan dalam ruang
lingkup tugas dan wewenang kejaksaan;
2) Mengefektifkan proses penegakkan hakim yang
diberikan oleh Undang-undang;
3) Mengesampingkan perkara demi kepentingan umum;
4) Mengajukan kasasi demi kepentingan hukum kepada
Mahkamah Agung dalam perkara pidana, perdata,
dan tata usaha negara;
5) Mengajukan pertimbangan teknis hukum kepada
Mahkamah Agung dalam pemeriksaan kasasi perkara
pidana;
6) Mencegah atau menangkal orang tertentu untuk
masuk atau keluar wilayah NKRI karena
keterlibatannya dalam perkara pidana sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
35
5. Perwakilan RI di Luar Negeri
Perwakilan RI di luar negeri adalah satu-satunya Aparatur
yang mewakili kepentingan Negara RI secara keseluruhan di
negara lain atau pada Organisasi Internasional, dan dapat
berupa Kedutaan Besar RI (KBRI), Konsulat Jenderal RI
(KONJENRI), Konsulat RI, Perutusan Tetap RI (PTRI) pada
PBB maupun Perwakilan RI tertentu yang bersifat sementara.
Perwakilan RI terdiri atas Perwakilan Diplomatik dan
Perwakilan Konsulat.
a. Perwakilan Diplomatik
Cakupan kegiatan Perwakilan Diplomatik menyangkut
semua kepentingan Negara RI dan wilayah kerjanya
meliputi seluruh wilayah negara penerima atau yang
bidang kegiatannya meliputi bidang kegiatan suatu
Organisasi Internasional.
Perwakilan Diplomatik terdiri atas Kedutaan Besar RI
dan Perwakilan Tetap RI yang dipimpin oleh seorang
Duta Besar Luar Biasa dan Berkuasa Penuh dan
bertanggungjawab kepada Presiden selaku Kepala
Negara melalui Menteri Luar Negeri.
Tugas Pokok Perwakilan Diplomatik adalah mewakili
Negara RI dalam melaksanakan hubungan diplomatik
dengan negara penerima atau Organisasi Internasional
serta melindungi segenap kepentingan negara dan warga
negara RI di negara penerima sesuai dengan kebijakan
pemerintah yang ditetapkan dan berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku termasuk hukum dan
tata cara hubungan internasional.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
36
b. Perwakilan Konsuler Kegiatan Perwakilan Konsuler meliputi semua
kepentingan negara RI di bidang konsuler dan
mempunyai wilayah kerja tertentu dalam wilayah negara
penerima.
Perwakilan Konsuler terdiri atas Konsulat Jenderal RI
dan Konsulat RI yang dipimpin oleh Konsul Jenderal dan
Konsul, yang bertanggung jawab kepada Duta Besar
Luar Biasa dan Berkuasa Penuh, bertanggung jawab
langsung kepada Menteri Luar Negeri.
Tugas Pokok Perwakilan Konsuler adalah mewakili
negara RI dalam melaksanakan hubungan konsuler
dengan negara penerima di bidang perekonomian,
perdagangan, perhubungan, kebudayaan dan ilmu
pengetahuan serta mengeluarkan izin prinsip penanaman
modal asing di Indonesia untuk Menteri Luar Negeri atas
nama Menteri yang bertanggungjawab di bidang
investasi sesuai dengan kebijakan pemerintah yang
ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
6. Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Peran, tugas, susunan dan kedudukan TNI secara pokok-
pokoknya diatur dalam TAP No. VI/MPR /2000 tentang
Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian
Negara Republik Indonesia; TAP No. VII/MPR/2000 tentang
Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran Kepolisian
Negara Republik Indonesia, dan kemudian diatur dengan
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
37
Undang-Undang No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia.
Kedudukan
Sesuai dengan Undang-undang No. 34 Tahun 2004
kedudukan TNI diatur sebagai berikut:
a. Dalam pengesahan dan penggunaan kekuatan militer,
TNI berkedudukan di bawah Presiden;
b. Dalam kebijakan dan strategi pertahanan serta dukungan
administrasi; TNI di bawah koordinasi Departemen
Pertahanan.
TNI terdiri dari TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut,
dan TNI Angkatan Udara yang melaksanakan tugasnya
secara merata atau gabungan di bawah pimpinan Panglima.
Tiap-tiap angkatan (AD, AL, dan AU) mempunyai
kedudukan yang sama dan sederajat.
Peran
TNI berperan sebagai alat negara di bidang pertahanan yang
dalam menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan
keputusan politik negara.
Fungsi
Sebagai alat pertahanan negara, TNI berfungsi sebagai:
a. Penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan
ancaman bersenjata dari luar dan dalam negeri terhadap
kedaulatan, keutuhan wilayah, dan keselamatan bangsa;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
38
b. Penindak terhadap setiap bentuk ancaman sebagaimana
tersebut butir a;
c. Pemulihan terhadap kondisi keamanan negara yang
terganggu akibat kekacauan keamanan.
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, TNI merupakan
komponen utama Sistem Pertahanan Negara.
Tugas Pokok
TNI mempunyai tugas pokok untuk:
a. Menegakkan kedaulatan negara;
b. Mempertahankan keutuhan wilayah NKRI yang
berdasarkan Pancasila dan UUD 1945;
c. Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan
bangsa dan negara.
Susunan Organisasi
Organisasi TNI terdiri dari:
a. Markas Besar TNI membawahi: Markas Besar TNI
Angkatan Darat, Markas Besar TNI Angkatan Laut, dan
Markas Besar TNI Angkatan Udara.
b. Markas Besar TNI terdiri dari: unsur pimpinan, unsur
pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan pelaksana
pusat, dan Komando Utama Operasi.
c. Markas Besar Angkatan terdiri atas unsur pimpinan,
unsur pembantu pimpinan, unsur pelayanan, badan
pelaksana pusat, dan komando utama pembinaan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
39
TNI dipimpin oleh seorang Panglima yang diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden setelah mendapat persetujuan
DPR.
Angkatan dipimpin oleh seorang Kepala Staf Angkatan dan
berkedudukan di bawah Panglima serta bertanggungjawab
kepada Panglima. Kepala Staf Angkatan diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Panglima.
7. Kepolisian Negara RI (Polri) Peran, tugas, susunan dan kedudukan POLRI, sebagaimana
TNI secara pokok-pokoknya diatur dalam TAP No.
VI/MPR/2000 dan TAP No. VII/MPR/ 2000. Kemudian
diatur dalam UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia.
Peran dan Tugas POLRI
a. POLRI merupakan alat negara yang berperan dalam
memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, memberikan pengayoman dan
pelayanan kepada masyarakat.
b. Selain tugas pokok tersebut di atas, POLRI juga
melaksanakan tugas bantuan:
1) Dalam keadaan darurat memberikan bantuan kepada
TNI yang diatur dengan undang-undang;
2) Turut secara aktif dalam tugas-tugas penanggulangan
kejahatan internasional sebagai anggota
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
40
International Criminal Police Organization –
Interpol;
3) membantu secara aktif tugas pemeliharaan
perdamaian dunia (peace keeping operation) di
bawah bendera PBB.
Susunan dan Kedudukan POLRI:
a. POLRI merupakan Kepolisian Nasional yang
organisasinya disusun secara berjenjang dari tingkat
pusat sampai tingkat daerah;
b. POLRI berada di bawah Presiden;
c. POLRI dipimpin oleh Kepala Kepolisian Negara RI
(KAPOLRI) yang diangkat dan diberhentikan oleh
Presiden dengan persetujuan DPR;
d. Anggota POLRI tunduk pada kekuasaan peradilan
umum;
Lembaga Kepolisian Nasional
a. Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian
Negara RI dibantu oleh lembaga kepolisian nasional,
yang dibentuk oleh Presiden yang diatur dengan undang-
undang.
b. Lembaga Kepolisian Nasional memberikan
pertimbangan kepada Presiden dalam pengangkatan dan
pemberhentian KAPOLRI.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
41
Keikutsertaan POLRI dalam penyelenggaraan negara:
a. POLRI bersikap netral dalam politik dan tidak
melibatkan diri pada kegiatan politis praktis;
b. Anggota POLRI dapat menduduki jabatan diluar
kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari
dinas kepolisian.
8. Badan/Lembaga Ekstra Struktural
Badan/Lembaga Ekstra Struktural pada dasarnya adalah
badan/lembaga yang bersifat penunjang dan/atau pelengkap
tatanan organisasi pemerintahan yang melaksanakan
fungsifungsi khusus di bidang tertentu untuk menunjang
pelaksanaan urusan pemerintahan. Badan/Lembaga ini secara
organik tidak termasuk dalam struktur organisasi
Kementerian Negara (Kementerian Koordinator,
Departemen, Kementerian Negara) dan/atau LPND.
Badan/Lembaga Ekstra Struktural dapat dipimpin atau di
Ketuai oleh Menteri, bahkan Presiden atau Wakil Presiden.
Badan/Lembaga ini mempunyai karakteristik yang berbeda
satu dengan yang lainnya. Perbedaan yang signifikan terletak
pada dasar hukum pembentukannya. Nomenklatur yang
digunakan juga beragam seperti: Dewan, Badan, Komisi,
Komite, Lembaga, dan Tim.
Badan/Lembaga Ekstra Struktural yang terbentuk:
a. Dewan, antara lain: Dewan Ekonomi Nasional, Dewan
Ketahanan Pangan, Dewan Maritim Nasional, Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
42
b. Badan, antara lain: Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi
(BAKORNAS PBP), Badan Koordinasi Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia (BKPTKI), Badan Rehabilitasi
dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat
Provinsi NAD dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera
Utara, Badan Pertimbangan dan Pendidikan Nasional.
c. Komisi, antara lain: Komisi Nasional Hak Asasi Manusia
(Komnas HAM), Komisi Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (KPK), Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Komisi Ombudsman, Komisi Pengawas Persaingan
Usaha (KPPU).
d. Komite, antara lain: Komite Kebijakan Sektor Keuangan,
Komite Nasional Keselamatan Transportasi, Komite
Olah Raga Nasional, Komite Standar Nasional Untuk
Satuan Ukuran.
e. Lembaga, antara lain: Lembaga Sensor Film, Lembaga
Koordinasi Pangan dalam Peningkatan Kesejahteraan
Sosial Penyandang Cacat.
D. Lembaga Pemerintah Tingkat Daerah Penyelenggara Pemerintahan Daerah adalah Pemerintah Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Sedangkan
Pemerintah Daerah adalah Gubernur, Bupati, atau Walikota, dan
Perangkat Daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan
daerah. Dengan demikian lembaga pemerintah tingkat daerah
disebut perangkat daerah sebagaimana tercantum dalam Undang-
Undang No. 32 Tahun 2004. Dalam penyelenggaraan
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
43
pemerintahan daerah, Kepala Daerah dibantu oleh perangkat
daerah.
Secara umum perangkat daerah terdiri dari:
1. Unsur staf yang membantu penyusunan kebijakan dan
koordinasi, diwadahi dalam Lembaga Sekretariat;
2. Unsur pendukung tugas Kepala Daerah dalam penyusunan
dan pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik,
diwadahi dalam Lembaga Teknis Daerah;
3. Unsur pelaksana urusan daerah, diwadahi dalam Lembaga
Dinas Daerah.
Perangkat Daerah Provinsi terdiri dari :
1. Sekretariat Daerah;
2. Sekretariat DPRD;
3. Dinas Daerah; dan
4. Lembaga Teknis Daerah.
Perangkat Daerah Kabupaten /Kota, terdiri atas:
1. Sekretariat Daerah;
2. Sekretariat DPRD;
3. Dinas Daerah;
4. Lembaga Teknis Daerah;
5. Kecamatan; dan
6. Kelurahan.
Sekretariat Daerah
Sekretariat Daerah dipimpin oleh Sekretaris Daerah. Sekretaris
Daerah Provinsi diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
44
usul Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota diangkat dan diberhentikan
oleh Gubernur atas usul Bupati/Walikota sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Sekretaris Daerah diangkat dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi persyaratan dan karena kedudukannya Sekretaris
Daerah sebagai pembina pegawai negeri sipil di daerahnya.
Sekretaris Daerah mempunyai tugas dan kewajiban membantu
kepala daerah dalam menyusun kebijakan dan
mengkoordinasikan dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
Dalam pelaksanaan tugas dan kewajibannya, Sekretaris Daerah
bertanggung jawab kepada kepala daerah.
Sekretariat DPRD
Sekretariat DPRD dipimpin oleh Sekretaris DPRD. Sekretaris
DPRD diangkat dan diberhentikan oleh Gubernur/Bupati/
Walikota dengan persetujuan DPRD.
Tugas Sekretaris DPRD adalah:
1. Menyelenggarakan administrasi kesekretariatan DPRD;
2. Menyelenggarakan administrasi keuangan DPRD;
3. Mendukung pelaksanaan tugas dan fungsi DPRD;
4. Menyediakan dan mengkoordinasi tenaga ahli yang
diperlukan oleh DPRD dalam melaksanakan fungsinya sesuai
dengan kemampuan keuangan daerah.
Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat DPRD secara teknis
operasional berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
45
pimpinan DPRD dan secara administratif bertanggung jawab
kepada Kepala Daerah melalui Sekretaris Daerah.
Dinas
Dinas daerah merupakan unsur pelaksana otonomi daerah yang
dipimpin oleh Kepala Dinas. Kepala Dinas diangkat dan
diberhentikan oleh Kepala Daerah dari pegawai negeri sipil yang
memenuhi syarat atas usul Sekretaris Daerah.
Lembaga Teknis Daerah
Lembaga teknis daerah merupakan unsur pendukung tugas
kepala daerah dalam penyusunan dan pelaksanaan kebijakan
daerah yang bersifat spesifik. Lembaga teknis daerah berbentuk
badan, kantor, atau rumah sakit umum daerah.
Badan, Kantor, atau Rumah Sakit Umum Daerah masing-masing
dipimpin oleh Kepala yang diangkat oleh Kepala Daerah dari
pegawai negeri sipil yang memenuhi syarat atas usul Sekretaris
Daerah.
Kepala Badan, Kepala Kantor, atau Kepala Rumah Sakit Umum
Daerah bertanggung jawab kepada Kepala Daerah melalui
Sekretaris Daerah.
Kecamatan
Kecamatan dibentuk di wilayah Kebupaten/Kota dengan
peraturan daerah (Perda) dengan berpedoman pada peraturan
pemerintah.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
46
Kecamatan dipimpin oleh Camat yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan sebagian wewenang Bupati
atau Walikota untuk menangani sebagian urusan otonomi daerah.
Di samping itu, Camat juga menyelenggarakan tugas umum
pemerintahan yang meliputi:
1. Mengkoordinasikan kegiatan pemberdayaan masyarakat;
2. Mengkoordinasikan upaya penyelenggaraan ketentuan dan
ketertiban umum;
3. Mengkoordinasikan penerapan dan penegakkan peraturan
perundang-undangan;
4. Mengkoordinasikan pemeliharaan prasarana dan fasilitas
pelayanan umum;
5. Mengkoordinasikan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan
di tingkat kecamatan;
6. Membina penyelenggaraan pemerintahan dasar dan/atau
kelurahan;
7. Melaksanakan pelayanan masyarakat yang menjadi ruang
lingkup tugasnya dan/atau yang belum dapat dilaksanakan
pemerintahan daerah atau kelurahan.
Camat diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Sekretaris Daerah
Kabupaten/Kota dari pegawai negeri sipil yang menguasai
pengetahuan teknis pemerintahan dan memenuhi persyaratan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Camat dibantu oleh
Perangkat Kecamatan dan bertanggung jawab kepada
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
47
Bupati/Walikota melalui Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota.
Perangkat kecamatan bertanggung jawab kepada Camat.
Kelurahan
Kelurahan dibentuk di wilayah kecamatan dengan peraturan
daerah (Perda).
Kelurahan dipimpin oleh Lurah yang dalam pelaksanaan
tugasnya memperoleh pelimpahan dari Bupati/ Walikota.
Di samping itu, Lurah mempunyai tugas:
1. Pelaksanaan kegiatan pemerintahan kelurahan;
2. Pemberdayaan masyarakat;
3. Pelayanan masyarakat;
4. Penyelenggaraan ketentuan dan ketertiban umum;
5. Pemeliharaan prasarana dan fasilitas pelayanan umum.
Lurah diangkat oleh Bupati/Walikota atas usul Camat dari
pegawai negeri sipil yang menguasai pengetahuan teknis
pemerintahan dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
Dalam melaksanakan tugas-tugasnya, Lurah dibantu oleh
perangkat kelurahan dan bertanggung jawab kepada Bupati/
Walikota melalui Camat. Perangkat kelurahan bertanggung
jawab kepada Lurah. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas lurah,
pada kelurahan dapat dibentuk lembaga lainnya sesuai dengan
kebutuhan yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
48
Dasar utama penyusunan perangkat daerah dalam bentuk suatu
organisasi adalah adanya urusan pemerintahan yang perlu
ditangani. Akan tetapi tidak berarti bahwa setiap penanganan
urusan pemerintahan harus dibentuk atau diwadahi dalam
organisasi tersendiri.
Besaran organisasi atau susunan organisasi perangkat daerah
sekurang-kurangnya mempertimbangkan faktor:
1. Kemampuan keuangan;
2. Kebutuhan daerah;
3. Cakupan tugas yang meliputi sasaran tugas yang harus
diwujudkan;
4. Jenis dan banyaknya tugas;
5. Luas wilayah kerja dan kondisi geografis;
6. Jumlah dan kepadatan penduduk;
7. Potensi daerah yang bertahan dengan urusan yang akan
ditangani;
8. Sarana dan prasarana penunjang tugas.
Dengan demikian kebutuhan organisasi perangkat daerah bagi
masing-masing daerah tidak selalu sama.
Susunan organisasi perangkat daerah ditetapkan dalam Peraturan
Daerah dengan memperhatikan faktor-faktor tertentu (beban
tugas, cakupan wilayah, jumlah pegawai) dan berpedoman pada
Peraturan Pemerintah tentang Pedoman Organisasi Perangkat
Daerah (catatan: pada waktu penulisan modul ini Peraturan
Pemerintah tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
49
adalah PP No. 8 Tahun 2003 dalam proses Revisi karena akan
disesuaikan dengan makna Undang-undang No. 32 Tahun 2004
dan kondisi obyektif lainnya).
Pengendalian penataan organisasi perangkat daerah dalam arti
penerapan prinsip koordinasi, integrasi, sinkronisasi, dan
simplifikasi dilakukan oleh:
1. Pemerintah untuk perangkat daerah provinsi; dan
2. Gubernur untuk perangkat daerah Kabupaten/Kota dengan
tetap berpedoman pada Peraturan Pemerintah.
E. Lembaga Perekonomian Negara Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, juga
dikenal adanya lembaga perekonomian negara yang disebut
dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha
Milik Daerah (BUMD).
1. Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
BUMN saat ini diatur dengan UU No.19 Tahun 2003.
BUMN yang seluruh atau sebagian besar modalnya berasal
dari kekayaan negara yang dipisahkan, merupakan salah satu
pelaku ekonomi dalam Sistem Perekonomian Nasional, di
samping usaha swasta dan koperasi. Dalam menjalankan
kegiatan usahanya, BUMN, Swasta dan Koperasi
melaksanakan peran saling mendukung berdasarkan
demokrasi ekonomi. Dalam sistem perekonomian nasional,
BUMN ikut berperan menghasilkan barang dan/atau jasa
yang dipasarkan dalam rangka mewujudkan sebesar-besarnya
kemakmuran masyarakat.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
50
Peran BUMN dirasakan semakin penting sebagai pelopor
dan/atau perintis dalam sektor-sektor usaha yang belum
diminati usaha swasta. Di samping itu, BUMN juga
mempunyai peran strategis sebagai pelaksana pelayanan
publik, penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar, dan
turut membantu pengembangan usaha kecil/koperasi.
BUMN juga merupakan salah satu sumber penerimaan
negara yang signifikan dalam bentuk berbagai jenis pajak,
dividen dan hasil privatisasi.
a. Maksud dan Tujuan Pendirian BUMN.
Sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU No. 19
Tahun 2003, maksud dan tujuan pendirian BUMN
adalah:
1) Memberikan sumbangan bagi perkembangan
perekonomian nasional pada umumnya dan
penerimaan negara pada khususnya;
2) Mengejar keuntungan;
3) Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa
pengendalian barang dan/atau jasa yang bermutu
tinggi dan memadai bagi pemenuhan hajat hidup
orang banyak;
4) Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yang belum
dapat diselesaikan oleh sektor swasta dan koperasi;
5) Turut aktif memberikan bimbingan dan bantuan
kepada pengusaha kalangan ekonomi lemah,
koperasi dan masyarakat.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
51
b. Jenis BUMN.
BUMN terdiri dari: Perusahaan Perseroan (Persero) dan
Perusahaan Umum (Perum).
1) Perusahaan Perseroan (Persero) adalah BUMN yang
berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi
dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 %
(lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh
Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya
mengejar keuntungan.
Perusahaan Perseroan Terbuka yang selanjutnya
disebut Persero Terbuka, adalah Persero yang modal
dan jumlah pemegang sahamnya memenuhi kriteria
tertentu atau Persero yang melakukan penawaran
umum yang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan di bidang pasar modal.
Terhadap Persero berlaku segala ketentuan dan
prinsip-prinsip yang berlaku bagi perseroan terbatas
sebagaimana diatur dalam UU No. 1 Tahun 1995
tentang Perseroan Terbatas.
Maksud dan Tujuan Pendirian Persero adalah:
a) Menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu
tinggi dan berdaya saing kuat;
b) Mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai
perusahaan.
Organ Persero adalah: Rapat Umum Pemegang
Saham (RUPS), Direksi, dan Komisaris.
2) Perusahaan Umum (Perum) adalah BUMN yang
seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
52
atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan
umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang
bermutu tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan
berdasarkan prinsip pengolahan perusahaan.
Maksud dan Tujuan pendirian Perum adalah untuk
kemanfaatan umum berupa pengendalian barang
dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang
terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip
pengolahan perusahaan yang sehat.
Organ Perum adalah: Menteri, Direksi, dan Dewan
Pengawas.
2. Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
Dalam Undang-Undang No. 32 Tahun 2004; Pasal 177
disebutkan bahwa Pemerintah Daerah dapat memiliki BUMD
yang pembentukan penggabungan, pelepasan kepemilikan,
dan/atau pembubarannya ditetapkan dengan Peraturan
Daerah yang berpedoman pada peraturan perundang-
undangan.
Perusahaan Daerah dibentuk berdasarkan Undang-Undang
No. 5 Tahun 1992 tentang Perusahaan Daerah dan yang
dimaksud adalah semua perusahaan yang modal seluruhnya
atau sebagian merupakan kekayaan daerah yang dipisahkan,
kecuali jika ditentukan lain dengan atau berdasarkan undang-
undang. Perusahaan Daerah didirikan dengan Peraturan
Daerah. Pembinaan umum terhadap Perusahaan Daerah
dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
53
Agar pengelolaan Perusahaan Daerah dapat diselenggarakan
secara efisien, efektif dan produktif, sehingga benar-benar
dapat menunjang perwujudan otonomi seluas-luasnya, maka
sambil menunggu berlakunya undang-undang yang baru
tentang Perusahaan Daerah, sudah diterbitkan Instruksi
Menteri Dalam Negeri No. 5 Tahun 1990 tentang Perubahan
Bentuk Badan Usaha Milik Daerah ke dalam dua bentuk,
yaitu Perumda dan Perseroda.
a. Perumda (Perusahaan Umum Daerah Public
Corporation/ Service)
Didirikan dengan maksud, tujuan dan sifat usahanya
adalah mengutamakan penyelenggaraan pelayanan
umum di samping mencari keuntungan sebagai sumber
pendapatan asli daerah, dengan tetap berpegang teguh
pada: (1) syarat-syarat efisiensi dan efektivitas, (2)
prinsip-prinsip ekonomi perusahaan dan (3) pelayanan
yang baik pada masyarakat.
b. Perseroda (Perusahaan Perseroan Daerah)
Maksud dan tujuan usaha Perseroda adalah untuk
memupuk keuntungan dalam arti baik pelayanan dan
pembinaan organisasinya harus secara efektif dan efisien
dengan orientasi bisnis.
F. Rangkuman Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan negara, pemerintah
membentuk lembaga-lembaga pemerintah baik di tingkat pusat
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
54
maupun di tingkat daerah dengan memperhatikan peraturan
perundang-undangan yang terkait.
Setiap lembaga-lembaga pemerintah melaksanakan urusan
pemerintahan tertentu. Urusan-urusan yang menjadi kewenangan
pemerintah pusat adalah politik luar negeri, pertahanan,
keamanan, moneter dan fiskal, yustisi, dan agama. Sedangkan
urusan-urusan yang menjadi kewenangan daerah terbagi ke
dalam dua pula, yaitu: urusan wajib dan urusan pilihan.
Lembaga pemerintah tingkat pusat meliputi: Kementerian
Koordinator, Departemen, Kementerian Negara, LPND,
Kesekretariatan yang membantu Presiden, Kejaksaan Agung,
Perwakilan RI di Luar Negeri, TNI, POLRI, Badan/Lembaga
Ekstra Struktural. Lembaga pemerintah tingkat daerah meliputi:
Sekretariat Daerah, Sekretariat DPRD, Dinas Daerah, Lembaga
Teknis Daerah, Kecamatan, dan Kelurahan. Lembaga
Perekonomian Negara meliputi: Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Derah. BUMN berbentuk Persero dan Perum.
Sedangkan BUMD berbentuk Perseroda dan Perumda.
Dasar utama penyusunan lembaga-lembaga pemerintah dalam
bentuk organisasi baik di tingkat pusat maupun di daerah adalah
adanya urusan pemerintahan yang harus ditangani. Namun tidak
semua urusan-urusan pemerintahan tersebut dibentuk dalam
organisasi tersendiri.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
55
G. Latihan/Diskusi 1. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Pusat?
2. Sebutkan urusan-urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan Pemerintah Daerah?
3. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah
tingkat Pusat?
4. Apa saja yang termasuk lembaga-lembaga pemerintah
tingkat Daerah?
5. Apa tujuan dibentuknya Lembaga Perekonomian Negara?
56
BAB V PROSES MANAJEMEN
PEMERINTAHAN
Dalam modul ini uraian tentang proses manajemen pemerintahan
mencakup empat aspek, yaitu perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan dan pengawasan.
A. Perencanaan
Landasan hukum di bidang perencanaan pembangunan baik oleh
Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah adalah Undang-
Undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Dalam undang-undang ini ditetapkan
bahwa Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional adalah satu
kesatuan tata cara perencanaan pembangunan untuk
menghasilkan rencana pembangunan dalam jangka panjang,
jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur
penyelenggara pemerintahan di pusat dan daerah dengan
melibatkan masyarakat. Perencanaan Pembangunan Nasional
terdiri dari atas perencanaan pembangunan yang disusun secara
terpadu oleh Kementerian/Lembaga dan perencanaan
pembangunan oleh Pemerintah Daerah sesuai dengan
kewenangannya.
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional bertujuan untuk:
1. Mendukung koordinasi antar pelaku pembangunan;
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
57
2. Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik
antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi
pemerintah maupun antar Pusat dan Daerah;
3. Menjamin keterkaitan dan konstitusi antara perencanaan,
penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
4. Mengoptimalkan partisipasi masyarakat;
5. Menjamin tercapainya penggunaan sumber daya secara
efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
Sebagai tindak lanjut dari UU No. 25 Tahun 2004 ini, Presiden
mengeluarkan Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional
Tahun 2004 – 2009.
RPJM Nasional Tahun 2004 – 2009 merupakan penjabaran dari
visi, misi, dan program Presiden hasil Pemilihan Umum yang
dilaksanakan secara langsung pada tahun 2004. RPJM Nasional
ini menjadi pedoman bagi:
1. Kementerian/Lembaga dalam menyusun Rencana Strategis
Kementerian/Lembaga;
2. Pemerintah Daerah dalam menyusun RPJM Daerah;
3. Pemerintah dalam menyusun Rencana Kerja Pemerintah.
Tahap-tahap Perencanaan Pembangunan:
1. Penyusunan Rencana
Dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap suatu
sistem rencana yang siap untuk ditetapkan, yang terdiri dari 4
(empat) langkah yaitu:
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
58
a) Penyiapan rancangan rencana pembangunan yang
bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur;
b) Masing-masing instansi pemerintah menyiapkan
rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada
rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan;
c) Melibatkan masyarakat (stakeholders) dan
menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan
masing-masing jenjang pemerintahan melalui
musyawarah perencanaan pembangunan;
d) Penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan.
2. Penetapan Rencana
Menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak
untuk melaksanakannya.
Menurut UU No. 25 Tahun 2004, Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional/Daerah (20 Tahun) ditetapkan
sebagai UU/Perda, Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional/Daerah (5 Tahun) ditetapkan sebagai
Perpres/Kepala Daerah, dan Rencana Pembangunan Tahunan
Nasional/Daerah ditetapkan sebagai Perpres/Kepala Daerah.
3. Pengendalian Pelaksanaan Rencana
Dimaksudkan untuk menjamin tercapainya tujuan dan
sasaran pembangunan yang tertuang dalam rencana melalui
kegiatan-kegiatan koreksi dan penyesuaian selama
pelaksanaan rencana tersebut oleh pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah.
Selanjutnya, Menteri/Kepala Bappeda menghimpun dan
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
59
menganalisis hasil pemantauan pelaksanaan rencana
pembangunan dari masing-masing pimpinan
Kementerian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah
sesuai dengan tugas dan kewenangannya.
4. Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Bagian dari kegiatan perencanaan pembangunan yang secara
sistematis mengumpulkan dan menganalisis data dan
informasi untuk menilai pencapaian sasaran, tujuan dan
kinerja pembangunan. Evaluasi ini dilakanakan berdasarkan
indikator dan sasaran kinerja yang tercantum dalam dokumen
rencana pembagunan.
B. Pengorganisasian
Fungsi pengorganisasian sangat erat kaitannya dengan fungsi
perencanaan. Pengorganisasian dapat diartikan sebagai penetapan
pekerjaan-pekerjaan yang harus dilaksanakan, pengelompokkan
tugas-tugas dan pembagian pekerjaan kepada setiap pegawai dan
penetapan hubungan-hubungan kerja. Misalnya jika
pengorganisasian dilaksanakan dengan baik, maka organisasi
yang dihasilkan pun akan lebih baik dan tujuan organisasi relatif
akan mudah dicapai.
Untuk membentuk atau menyempurnakan organisasi/
kelembagaan perlu diperhatikan prinsip pengorganisasian dan
pertimbangan-pertimbangan yang rasional lainnya seperti
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dari hasil
analisis jabatan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
60
Dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No.
21 Tahun 1990 tentang Pedoman dan Proses Pembentukan atau
Penyempurnaan Kelembagaan di lingkungan Instansi Pemerintah
Pusat, Perwakilan RI di luar negeri dan pemerintah di Daerah,
disebutkan prinsip-prinsip pengorganisasian sebagai berikut:
1. Prinsip Pembagian Habis Tugas
Prinsip ini dimaksudkan agar supaya tugas pokok dan fungsi
pemerintah terbagi habis dalam Departemen-Departemen dan
Lembaga-lembaga Non Departemen, sehingga bagaimanapun
cara yang dipergunakan untuk menyusun organisasi aparatur
pemerintah secara fungsional, ada yang mengurus dan
bertanggung jawab atas setiap fungsi.
2. Prinsip Perumusan Tugas Pokok dan Fungsi yang Jelas
Usaha yang sungguh-sungguh harus dilaksanakan untuk
menjamin bahwa tugas pokok dan fungsi instansi pemerintah
adalah jelas, sehingga dapat dihindarkan timbulnya duplikasi,
ataupun overlapping atau paling tidak dapat dikurangi.
3. Prinsip Fungsionalisasi
Prinsip fungsionalisasi dimaksudkan di dalam
penyelenggaraan pemerintahan ada organisasi yang secara
fungsional bertanggungjawab atas sesuatu bidang dan tugas
pemerintahan dan prinsip ini juga menentukan batas-batas
kewenangannya. Dalam kerjasama dengan instansi lain
fungsionalisasi menentukan instansi mana yang harus
memprakarsai kerjasama tersebut.
4. Prinsip Koordinasi, Integrasi dan Sinkronisasi
Mengingat bahwa tidak ada satupun kegiatan pemerintahan,
baik tugas umum pemerintahan maupun pembangunan yang
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
61
sepenuhnya dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi
pemerintah saja, maka mutlak diperlukan organisasi yang
benar-benar sadar terhadap kerjasama dengan instansi lain.
Lebih-lebih kegiatan pembangunan pada dasarnya harus
ditangani secara multifungsional dan interdisipliner, baik di
dalam perumusan kebijakan maupun pelaksanaannya.
Kebijakan-kebijakan yang dirumuskan oleh berbagai instansi
harus serasi satu sama lainnya (mutually consistent policies).
5. Prinsip Kontinuitas
Pelaksanaan kegiatan pemerintah yang efektif dan efisien
akan lebih terjamin apabila ada kontinuitas dalam perumusan
kebijakan, perencanaan penyusunan program dan
pelaksanaan kegiatan-kegiatan operasional. Aparatur
pemerintah tidak seharusnya menggantungkan diri pada
individu pejabat tetapi kepada kelangsungan kelembagaan.
6. Prinsip Lini dan Staf
Bentuk organisasi yang dipandang baik yaitu apabila
menggunakan bentuk lini dan staf. Bentuk ini dipandang
cocok untuk digunakan di Indonesia terutama karena dengan
bentuk lini dan staf terdapat pembagian tugas dan fungsi
yang jelas antara unit-unit organisasi yang bertanggung
jawab untuk melaksanakan tugas pokok organisasi dengan
unit-unit organisasi yang bertanggung jawab untuk
melaksanakan kegiatan yang bersifat penunjang.
7. Prinsip Kesederhanaan
Organisasi yang efektif adalah organisasi yang bentuknya
sederhana dalam arti bahwa bentuknya disesuaikan dengan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
62
tugas pokok dan fungsi, besar kecilnya organisasi itu
ditentukan oleh beban kerja yang harus dilaksanakan.
8. Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas menghendaki agar organisasi dapat mengikuti
dan menyesuaikan diri dengan perkembangan dan perubahan
keadaan sehingga dapat dihindari kekacauan dalam
pelaksanaan tugasnya.
9. Prinsip Pendelegasian Wewenang Yang Jelas
Mengingat luasnya wilayah Republik Indonesia dan
mengingat pula kondisi geografisnya, maka perlu ada
pendelegasian wewenang pelaksanaan tugas-tugas umum
pemerintahan maupun pembangunan kepada unit organisasi
atau pejabat pada eselon di tingkat bawah untuk bertindak
secara efektif tanpa setiap kali memerlukan petunjuk dari
pusat.
10. Prinsip Pengelompokkan Yang Homogen
Karena sedemikian luasnya tugas-tugas yang harus dilakukan
oleh pemerintah baik tugas umum pemerintahan maupun
pembangunan, maka sudah barang tentu tidak semua tugas
tersebut dapat dituangkan kedalam bentuk Departemen
pemerintahan atau Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Oleh karena itu, sesuai pula dengan prinsip kesederhanaan
maka pengelompokkan tugas-tugas harus diusahakan
sehomogen mungkin, karena dengan demikian maka prinsip
KIS akan dapat diterapkan dengan lebih mudah.
11. Prinsip Rentang/Jenjang Pengendalian
Mengingat terbatasnya kemampuan seseorang pimpinan/
atasan untuk mengadakan pengendalian terhadap
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
63
bawahannya, maka perlu diperhitungkan secara rasional
dalam menentukan jumlah unit atau orang yang dibawahkan
oleh seorang pejabat pimpinan.
12. Prinsip Akordion
Pada prinsipnya kegiatan pemerintah baik berupa tugas
umum pemerintahan maupun pembangunan dapat diperluas
atau dipersempit sesuai dengan beban kerja/kondisi dan
situasi, demikian pula susunan organisasinya.
C. Pelaksanaan
Dalam penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan
pembangunan, setiap aparatur pemerintah atau lembaga-lembaga
pemerintah bertugas melaksanakan sebagian tugas-tugas umum
pemerintahan dan pembangunan di bidang masing-masing.
Namun demikian tujuan dan sasaran yang harus dicapai oleh
pemerintah selalu menyangkut kegiatan-kegiatan atau tugas lebih
dari satu aparatur pemerintah. Oleh karena itu dalam pencapaian
tujuan atau sasaran tersebut perlu dilakukan pendekatan
multifungsional. Artinya bahwa setiap persoalan harus ditinjau
dari berbagai fungsi aparatur pemerintah yang terkait, baik antar
dan antara instansi ditingkat pusat maupun daerah. Dengan
demikian setiap pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan
dan pembangunan mau tidak mau melibatkan berbagai aparatur
pemerintah yang terkait sebagaimana dimaksud di atas.
Sehubungan dengan itu baik dalam rangka pelaksanaan tugas-
tugas umum pemerintahan maupun dalam rangka menggerakkan
dan memperlancar pelaksanaan pembangunan, kegiatan aparatur
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
64
pemerintah perlu dipadukan, diserasikan dan diselaraskan untuk
mencegah timbulnya tumpang tindih, perbenturan,
kesimpangsiuran dan atau kekacauan. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaan kegiatan-kegiatan pemerintahan, koordinasi antar
kegiatan aparatur pemerintah harus dilakukan.
Atas dasar hal tersebut maka koordinasi dalam pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan pada hakekatnya merupakan upaya
memadukan (mengintegrasikan), menyerasikan dan
menyelaraskan berbagai kepentingan dan kegiatan yang saling
berkaitan, beserta segenap gerak, langkah dan waktunya dalam
rangka pencapaian tujuan dan sasaran bersama. Koordinasi perlu
dilaksanakan mulai dari proses perumusan kebijakan,
perencanaan, pelaksanaan sampai pada pengawasan dan
pengendaliannya.
1. Jenis Koordinasi
Koordinasi dalam kegiatan pemerintahan dan pembangunan
dapat dibedakan atas:
a. Koordinasi hierarkis (vertical) yang dilakukan oleh
seorang pejabat pimpinan dalam suatu instansi
pemerintah terhadap pejabat (pegawai) atau instansi
bawahannya. Misalnya Kepala Biro terhadap Kepala
Bagian dalam lingkungannya, Direktur Jenderal terhadap
Kepala Direktorat dan sebagainya.
b. Koordinasi fungsional, yang dilakukan oleh seorang
pejabat atau suatu instansi terhadap pejabat atau instansi
lainnya yang tugasnya saling berkaitan berdasarkan asas
fungsionalisasi. Dalam Peraturan Pemerintah No. 6
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
65
Tahun 1988 tentang Koordinasi Kegiatan Instansi
Vertikal di Daerah, koordinasi ini disebut dengan
koordinasi instansional. Koordinasi ini dapat dibedakan
atas koordinasi fungsional horizontal, koordinasi
fungsional diagonal dan koordinasi fungsional teritorial.
1) Koordinasi fungsional horizontal, dilakukan oleh
seorang pejabat atau suatu unit/instansi terhadap
pejabat atau unit/instansi lain yang setingkat.
Misalnya Sekretaris Jenderal mengkoordinasikan
para Direktur Jenderal, Inspektur Jenderal dan
Kepala Badan dalam menyusun rencana di
lingkungan departemennya. Dinas Kesehatan
mengkoordinasikan kegiatan Dinas Pendidikan dan
Pengajaran, Dinas Kebersihan dan lain-lain yang
mempunyai kaitan tugas dengan pelaksanaan
program kesehatan;
2) Koordinasi fungsional diagonal, dilakukan oleh
seorang pejabat atau instansi terhadap pejabat atau
instansi lain yang lebih rendah tingkatannya tetapi
bukan bawahannya. Misalnya Biro Keuangan pada
Sekretariat Jenderal mengkoordinasikan kegiatan-
kegiatan Bagian Keuangan dari Sekretariat
Direktorat Jenderal dalam lingkungan departemen
yang bersangkutan, Badan Kepegawaian Negara
mengkoordinasikan Biro-biro Kepegawaian pada
Departemen atau Instansi Pemerintah lainnya dalam
bidang Kepegawaian;
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
66
3) Koordinasi fungsional teritorial, dilakukan oleh
seorang pejabat pimpinan atau instansi lainnya yang
berada dalam suatu wilayah (teritorial) tertentu
dimana dalam semua urusan yang ada dalam wilayah
(teritorial) tersebut menjadi wewenang atau tanggung
jawab pejabat/pimpinan yang bersangkutan.
Misalnya, koordinasi yang dilakukan oleh
Administrator Pelabuhan, koordinasi oleh Pembina
Lokasi Transmigrasi yang belum diserahkan kepada
pemerintah daerah, koordinasi oleh Gubernur selaku
kepala wilayah, wakil Pemerintah Pusat terhadap
instansi-instansi vertikal yang ada diwilayahnya.
2. Pedoman Koordinasi
Beberapa hal yang perlu diperhatikan atau dipedomani dalam
koordinasi antara lain:
a. Koordinasi sudah harus dimulai pada saat perumusan
kebijakan;
b. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau satuan kerja
mana yang secara fungsional berwenang dan
bertanggung jawab atas sesuatu masalah;
c. Pejabat atau instansi yang secara fungsional berwenang
dan bertanggung jawab menangani sesuatu masalah,
berkewajiban memprakarsai penyelenggaraan
koordinasi;
d. Perlu kejelasan wewenang, tanggung jawab dan tugas
unit/instansi yang terkait;
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
67
e. Perlu dirumuskan program kerja organisasi secara jelas
yang memperlihatkan keserasian kegiatan di antara
satuan-satuan kerja;
f. Perlu ditetapkan prosedur dan tata cara melaksanakan
koordinasi;
g. Perlu dikembangkan komunikasi dan konsultasi timbal-
balik untuk menciptakan kesatuan bahasa dan kerjasama;
h. Koordinasi akan lebih efektif apabila pejabat yang
berkewajiban mengkoordinasikan mempunyai
kemampuan kepemimpinan dan kredibilitas yang tinggi;
i. Dalam pelaksanaan koordinasi perlu dipilih sarana
koordinasi yang paling tepat.
3. Sarana atau Mekanisme Koordinasi
a. Kebijakan
Kebijakan sebagai alat koordinasi memberikan arah
tujuan yang harus dicapai oleh segenap organisasi atau
instansi sebagai pedoman, pegangan atau bimbingan
untuk mencapai kesepakatan sehingga tercapai
keterpaduan, keselarasan dan keserasian dalam
pencapaian tujuan.
b. Rencana
Rencana dapat digunakan sebagai alat koordinasi karena
di dalam rencana yang baik tertuang secara jelas, sasaran,
cara melakukan, waktu pelaksanaan, orang yang
melaksanakan dan alokasi.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
68
c. Prosedur dan Tata Kerja
Prosedur dan tata kerja pada prinsipnya dapat digunakan
sebagai alat untuk kegiatan yang sifatnya berulang-ulang.
Prosedur dan tata kerja dapat digunakan sebagai alat
koordinasi karena di dalamnya memuat ketentuan siapa
melakukan apa, kapan dilaksanakan dan dengan siapa
harus berhubungan. Untuk itu prosedur perlu dituangkan
dalam manual, petunjuk pelaksanaan (juklak), petunjuk
teknis (juknis) atau pedoman kerja agar mudah diikuti
oleh semua pihak-pihak yang berkepentingan.
d. Rapat (Briefing)
Untuk menyatukan bahasa dan saling pengertian
mengenai sesuatu masalah, rapat dapat digunakan
sebagai sarana koordinasi. Rapat sebagai sarana
koordinasi digunakan untuk memberikan pengarahan,
memperjelas atau menegaskan kebijakan sesuatu
masalah.
e. Surat Keputusan Bersama (SKB)/Surat Edaran Bersama
(SEB)
Untuk memperlancar penyelesaian sesuatu kegiatan yang
tidak dapat dilaksanakan hanya oleh satu instansi, dapat
diterbitkan Surat Keputusan Bersama atau Surat Edaran
Bersama. Sarana koordinasi ini sangat efektif dalam
mewujudkan kesepakatan dan kesatuan gerak dalam
pelaksanaan tugas antara dua atau lebih instansi yang
terkait. Namun demikian, SKB/SEB perlu ditindaklanjuti
dengan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis yang
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
69
disusun oleh masing-masing instansi secara serasi dan
saling menunjang.
f. Tim, Panitia, Kelompok Kerja, Gugus Tugas atau Satuan
Tugas
Apabila sesuatu kegiatan yang dilakukan bersifat
kompleks, mendesak, multisektor, multidisiplin,
multifungsi sehingga asas fungsionalisasi secara teknis
operasional sulit dilaksanakan, maka untuk lebih
memantapkan koordinasi dapat dibentuk Tim, Panitia,
Kelompok Kerja, Gugus Tugas atau Satuan Tugas yang
bersifat sementara dengan anggota-anggota dari berbagai
instansi terkait.
g. Dewan atau Badan
Dewan atau Badan sebagai sarana koordinasi, untuk
menangani masalah yang sifatnya kompleks, sulit dan
terus menerus, serta belum ada sesuatu instansi yang
secara fungsional menangani atau tidak mungkin
dilaksanakan oleh sesuatu instansi fungsional yang sudah
ada. Misalnya, Dewan Ketahanan Pangan, Dewan
Maritim Nasional, Badan Pertimbangan Pendidikan
Nasional, Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan
Bencana dan Penanganan Pengungsi (BAKORNAS
PBP).
h. Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT
atau One Roof System) dan Sistem Pelayanan Satu Pintu
(One Door Service):
1) SAMSAT dibentuk untuk memperlancar dan
mempercepat pelayanan kepentingan masyarakat
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
70
yang kegiatannya diselenggarakan dalam satu atap.
Misalnya dalam pengurusan surat-surat kendaraan
bermotor, pelayanan pembayaran pajak kendaran
bermotor dan bea balik nama diberikan oleh Dinas
Pendapatan Daerah, asuransi kecelakaan lalu lintas
oleh Perum Asuransi Jasa Raharja, sedangkan
pengurusan surat-surat kendaraan bermotor seperti
BPKB dan plat nomor serta STNK diberikan
kepolisian, yang semuanya dilakukan pada satu
tempat.
2) Sistem pelayanan satu pintu diselenggarakan untuk
memperlancar dan mempercepat pelayanan
kepentingan masyarakat oleh satu instansi yang
mewakili berbagai instansi lain yang masing-masing
mempunyai kewenangan tertentu atas sebagian
urusan yang harus diselesaikan. Misalnya dalam
proses penanaman modal yang dilakukan oleh Badan
Koordinasi Penanaman Modal.
Baik pelayanan satu atap maupun satu pintu
dimaksudkan juga untuk mempermudah masyarakat
dalam mengurus kepentingannya yang melibatkan
berbagai instansi.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
71
4. Pelaksanaan Koordinasi dalam Sistem Penyelenggaraan
Pemerintahan Negara
a. Sidang Kabinet
Sidang Kabinet adalah suatu forum koordinasi tertinggi
yang dipimpin langsung oleh Presiden. Sidang Kabinet
itu ada dua macam:
1) Sidang Kabinet Paripurna yaitu Sidang Kabinet
lengkap yang dihadiri oleh seluruh anggota Kabinet
dan pejabat-pejabat lain yang dianggap perlu oleh
Presiden.
2) Sidang Kabinet Terbatas yaitu Sidang Kabinet yang
dihadiri oleh Menteri-Menteri tertentu sesuai dengan
bidang yang akan dibahas. Sidang Kabinet ini
dihadiri pula oleh pejabat lainnya yang bukan
Menteri yang ditunjuk oleh Presiden.
b. Rapat di Lingkungan Menteri Koordinator
Oleh karena menteri-menteri yang harus dikoordinasikan
oleh Presiden jumlahnya banyak, dengan beraneka ragam
permasalahan, maka Presiden mengangkat Menteri
Koordinator, seperti dalam Kabinet Indonesia Bersatu
sekarang ini ada Menteri Koordinator Politik, Hukum
dan Keamanan; Menteri Koordinator Perkonomian; dan
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat. Rapat rapat
Menteri Koordinator sesuai dengan bidangnya dipimpin
oleh Menteri Koordinator yang bersangkutan dengan
dihadiri oleh Menteri dan pejabat-pejabat lain bukan
Menteri yang tugasnya berkaitan erat dengan bidang
permasalahan yang sedang dibahas. Hasil rapat-rapat
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
72
Menteri Koordinator yang dipimpin oleh Menteri
Koordinator ini dilaporkan kepada Presiden.
c. Koordinasi antara Departemen/Instansi pemerintah
Tingkat Pusat
Dilaksanakan antara Departemen/Instansi Pemerintah
Tingkat Pusat yang satu dengan Departemen/Instansi
Pemerintah Tingkat Pusat lainnya, yang dalam
pelaksanaannya dapat terjadi baik tanpa wadah tertentu,
maupun dengan menggunakan suatu wadah seperti Rapat
Koordinasi Sektor-sektor, Panitia-panitia antar
Departemen dan lain-lain.
Pola koordinasi tersebut berlaku pula untuk koordinasi
antara suatu satuan organisasi dalam suatu
Departemen/Instansi Pemerintah Tingkat Pusat dengan
satuan organisasi Departemen/Instansi Pemerintah
Tingkat Pusat lainnya. Peningkatan koordinasi tersebut
merupakan suatu keharusan dalam pelaksanaan
pembangunan nasional.
d. Koordinasi Aparatur Pemerintah Pusat di Luar Negeri
Untuk melaksanakan kebijakan hubungan Luar Negeri
antara lain dibentuk perwakilan Pemerintah Republik
Indonesia di Luar Negeri yang pembinaannya dilakukan
oleh Departemen Luar Negeri.
Sebagai wakil dari Pemerintah Republik Indonesia,
perwakilan-perwakilan di luar negeri itu mempunyai
hubungan fungsional dengan instansi-instansi
Pemerintah Tingkat Pusat. Jika dipandang perlu instansi-
instansi tersebut dapat mempunyai Atase di dalam
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
73
Perwakilan Republik Indonesia di luar negeri di negara-
negara tertentu sesuai dengan kebutuhan, seperti Atase
Kebudayaan, Atase Pertahanan, setelah berkonsultasi
dengan Departemen Luar Negeri. Dalam pelaksanaan
tugasnya di Luar Negeri, para Atase tersebut
dikoordinasikan oleh Kepala Perwakilan RI setempat.
e. Koordinasi Pemerintah Pusat terhadap Pemerintah
Daerah
1) Selaku aparatur pusat yang secara fungsional
membantu Presiden dalam urusan-urusan daerah
pada umumnya, Menteri Dalam Negeri:
(a). Secara fungsional horizontal
mengkoordinasikan departemen dan instansi
tingkat pusat lainnya sepanjang mengenai
masalah-masalah umum di daerah.
(b). Secara fungsional diagonal
mengkoordinasikan provinsi, kabupaten dan
kota.
2) Menteri/Departemen dan instansi teknis melakukan
koordinasi baik terhadap instansi pusat lainnya
(koordinasi fungsional horizontal) maupun terhadap
provinsi, kabupaten dan kota (koordinasi fungsional
diagonal) sepanjang mengenai bidang tugas
pokoknya.
f. Koordinasi Tingkat Daerah
1) Gubernur selaku Wakil Pemerintah Pusat
melakukan koordinasi fungsional teritorial di
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
74
samping terhadap instansi vertikal, juga terhadap
Bupati dan Walikota;
2) Kepala Daerah, di samping mengkoordinasikan
aparatur daerahnya sendiri (koordinasi hierarkis),
berwenang pula secara operasional
mengkoordinasikan instansi-instansi lain yang
berada di daerahnya (koordinasi fungsional
teritorial).
5. Koordinasi dan Hubungan Kerja
Koordinasi dan hubungan kerja merupakan dua hal yang
tidak identik, namun sulit untuk dibedakan secara tegas,
apalagi dipisahkan. Untuk mengefektifkan koordinasi mutlak
diperlukan adanya hubungan kerja, baik formal maupun
informal.
Koordinasi selalu bersifat hubungan kerja, namun demikian,
hubungan kerja tidak selalu bersifat koordinatif, karena
hubungan kerja dapat pula bersifat konsultatif dan informatif
saja.
D. Pengawasan Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang
merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan
menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas-tugas organisasi
akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana,
kebijakan, instruksi dan ketentuan-ketentuan yang telah
ditetapkan. Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya
adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat manapun.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
75
Hakekat pengawasan adalah untuk mencegah sedini mungkin
terjadinya penyimpangan, pemborosan, penyelewengan,
hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan
sasaran serta pelaksanaan tugas-tugas organisasi.
1. Jenis-jenis Pengawasan
a. Pengawasan Melekat (Waskat)
Waskat menurut Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989
adalah serangkaian kegiatan yang bersifat sebagai
pengendalian yang terus menerus dilakukan oleh atasan
langsung terhadap bawahannya, secara preventif atau
represif agar pelaksanaan tugas bawahan tersebut
berjalan secara efektif dan efisien sesuai dengan rencana
kegiatan dan peraturan perundangan yang berlaku.
Berhasil tidaknya pencapaian tujuan dan pelaksanaan
tugas-tugas suatu organisasi, atau baik buruknya citra
suatu organisasi dalam pandangan masyarakat adalah
merupakan tanggung jawab atasan langsung/
pimpinannya. Demikian pula, masalah-masalah yang
telah, sedang dan mungkin akan dihadapi, termasuk
bagaimana kualitas orang-orang yang ada dalam
organisasi semuanya menjadi tanggung jawab pimpinan
untuk menyelesaikan dan membinanya sebaik mungkin.
Setiap pimpinan instansi pemerintah ataupun pimpinan
satuan/unit kerja termasuk pimpinan proyek, pimpinan
kelompok kerja yang ada dalam organisasi tersebut
memiliki kewajiban dan tanggung jawab yang melekat
pada dirinya untuk mengawasi pelaksanaan kegiatan di
organisasinya. Untuk itu pimpinan harus selalu berusaha
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
76
sedini mungkin dapat memonitor dan mengetahui
kemungkinan akan terjadinya penyimpangan, hambatan,
kesalahan dan atau kegagalan dari pelaksanaan tugas-
tugas satuan kerja yang dipimpinnya dalam rangka
pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan.
Selanjutnya pimpinan berkewajiban pula untuk secepat
mungkin mengadakan langkah-langkah tindak lanjut
(follow up) guna dapat meniadakan dan mencegah
terjadinya atau berlanjutnya keadaan tersebut. Pimpinan
juga perlu berusaha untuk mempertahankan hal-hal yang
sudah baik, dan bahkan bila masih mungkin juga
meningkatkannya. Semuanya itu hanya dapat
diwujudkan dengan baik, kalau pimpinan melakukan
pengawasan sendiri dengan sebaik-baiknya atas kegiatan
organisasi dan bawahan yang dipimpinnya.
Sasaran Waskat:
1) Meningkatkan disiplin, prestasi kerja, pencapaian
sasaran pelaksanaan tugas;
2) Menekan hingga sekecil mungkin penyalahgunaan
wewenang;
3) Menekan hingga sekecil mungkin kebocoran,
pemborosan keuangan negara dan segala bentuk
pungutan liar;
4) Mempercepat penyelesaian perizinan dan
peningkatan pelayanan kepada masyarakat;
5) Mempercepat penyusunan kepegawaian sesuai
ketentuan perundangan yang berlaku.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
77
Prinsip-Prinsip Pokok Waskat
Agar pelaksanaan Waskat dapat tercapai dengan baik,
maka perlu diperhatikan prinsip-prinsip pokoknya, yaitu:
1) Berjenjang
Pada prinsipnya Waskat dilakukan secara berjenjang.
Namun demikian setiap pimpinan pada saat-saat
tertentu dapat melakukan Waskat pada setiap jenjang
yang ada di bawahnya.
2) Kesadaran dan Kewajiban
Waskat harus dilaksanakan oleh setiap pimpinan
secara sadar dan wajar sebagai salah satu fungsi
manajemen yang penting dan tak terpisahkan dari
perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan.
3) Pencegahan
Waskat lebih diarahkan pada usaha pencegahan
terhadap penyimpangan, karena itu perlu ada sistem
yang jelas yang dapat mencegah terjadinya
penyimpangan. Dalam setiap fungsi manajemen
perlu dilakukan Waskat untuk menjamin agar tujuan
dapat dicapai secara efisien dan efektif.
4) Pembinaan
Waskat harus bersifat membina, karena itu
penentuan adanya suatu penyimpangan harus
didasarkan pada kriteria yang jelas dan
penyimpangan tersebut harus dapat dideteksi sedini
mungkin.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
78
5) Obyektif
Tindak lanjut terhadap temuan-temuan dalam
Waskat harus dilakukan secara tepat dan tertib,
didasarkan pada penilaian yang obyektif melalui
analisis yang cermat sesuai dengan kebijakan dan
peraturan perundangan yang berlaku termasuk tindak
lanjut berupa penghargaan bagi pegawai yang
berprestasi baik.
6) Terus menerus
Waskat harus merupakan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus dan berkesinambungan sebagai
kegiatan rutin sehari-hari dalam rangka pelaksanaan
tugas umum pemerintahan dan pembangunan.
7) Sistematis
Waskat harus dilaksanakan secara tertib dan teratur,
mengikuti prosedur dan ketentuan-ketentuan yang
berlaku.
8) Diterministik
Waskat merupakan pengawasan yang pokok dan
menentukan, sedangkan pengawasan-pengawasan
lainnya menunjukkan keberhasilan Waskat.
Di samping memperhatikan Prinsip-Prinsip Waskat,
dalam pelaksanaan Waskat baik pimpinan manapun
bawahan harus pula berpedoman pada Sarana Waskat
(Sarwaskat), yaitu: struktur organisasi, kebijakan
pelaksanaan, rencana kerja, prosedur kerja dan
pencatatan hasil kerja dan pelaporan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
79
Dengan berpedoman pada Sarwaskat ini, pimpinan dapat
dengan mudah memastikan:
1) Apakah bawahan telah bekerja sesuai dengan bidang
pekerjaan, wewenang dan tanggung jawabnya;
2) Apakah bawahan telah melaksanakan tugas/
pekerjaan, wewenang dan tanggung jawab dengan
hasil yang baik.
b. Pengawasan Fungsional (Wasnal)
Wasnal adalah pengawasan yang dilakukan oleh
aparat/pegawai yang tugas pokoknya khusus membantu
pimpinan untuk melaksanakan tugasnya masing-masing.
Wasnal pada dasarnya bersifat intern. Oleh karena itu,
aparat Wasnal dalam suatu instansi secara umum disebut
Satuan Pengawasan Intern (SPI).
Pada dasarnya peranan SPI atau aparat wasnal hanyalah
membantu pimpinan agar dapat melakukan
manajemennya, melakukan Waskat atau
pengendaliannya dengan baik. Dengan demikian, SPI
melaksanakan pengawasan atas nama pimpinan.
Beda dengan Waskat, aparat Wasnal tidak berwenang
mengambil tindak lanjut sendiri. Untuk hal-hal yang
bersifat teknis dan tidak prinsipil, aparat wasnal dapat
langsung memberikan petunjuk-petunjuk perbaikan.
Tetapi untuk hal-hal yang prinsipil, aparat Wasnal hanya
berkewajiban melaporkan temuannya kepada pimpinan
disertai saran-saran tindak lanjutnya. Tindak lanjut
merupakan wewenang pimpinan, oleh karena itu Wasnal
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
80
bukan pengendalian. Walaupun Waskat ditingkatkan,
Wasnal tetap masih diperlukan.
Di lingkungan instansi pemerintah, aparat wasnal dapat
dibedakan, sebagai berikut:
1) Aparat Wasnal Intern Instansi, meliputi:
a) Inspektorat Jenderal di Departemen;
b) Inspektorat/Inspektorat Utama di LPND;
c) Badan Pengawas Daerah Provinsi, Kabupaten/
Kota;
d) Satuan Pengawas Intern di berbagai BUMN/
BUMD.
2) Aparat Wasnal Ekstern Instansi/Intern Pemerintah.
BPKP (Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan).
c. Pengawasan Teknis Fungsional
Setiap instansi berkewajiban untuk melakukan
pengawasan agar kebijakan-kebijakan Negara/
Pemerintah, sesuai dengan bidang tugas pokoknya
masing-masing, ditaati oleh masyarakat dan/atau
aparatur. Pengawasan ini merupakan konsekuensi dari
pelaksanaan asas fungsionalisasi dan merupakan fungsi
lini/operasional, dari instansi tersebut.
Sesuai dengan bidang tugas pokoknya, berkaitan dengan
pengawasan dalam rangka asas fungsionalisasi, instansi
Pemerintah dapat dibedakan menjadi:
1) Pengawasan yang ditujukan kepada aparatur saja,
yaitu pengawasan yang dilakukan oleh instansi-
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
81
instansi pemerintah yang secara keseluruhan
melaksanakan fungsi staf, misalnya:
a) Kantor MENPAN, di bidang pendayagunaan
aparatur;
b) BKN, di bidang kepegawaian;
c) LAN, di bidang Diklat Pegawai Negeri dan
Litbang Administrasi Negara;
d) Ditjend Anggaran, di bidang anggaran;
e) Bappenas, di bidang perencanaan pembangunan
nasional.
2) Pengawasan yang ditujukan kepada masayarakat dan
aparatur, yaitu instansi-instansi pemerintah yang
secara keseluruhan berkewajiban melaksanakan
fungsi pengayoman, pelayanan dan pemberdayaan
kepada masyarakat, yang pada dasarnya juga
mencakup Aparatur Pemerintah sendiri. Misalnya
yang dilakukan oleh:
a) Dinas Tata Kota, mengenai bangunan;
b) BPN, mengenai pertanahan;
c) Depdiknas, mengenai pendidikan sekolah, baik
sekolah negeri/swasta, termasuk kedinasan;
d) Kepolisian, mengenai keamanan dan ketertiban.
d. Pengawasan Legislatif (Wasleg) atau Pengawasan Politik
(Waspol)
Berdasarkan Pasal 20A ayat (1) UUD 1945, DPR
memiliki fungsi legislasi, fungsi anggaran, dan fungsi
pengawasan.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
82
Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang
Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD,
masing-masing fungsi ini dijelaskan sebagai berikut:
Fungsi Legislasi adalah fungsi membentuk Undang
Undang yang dibahas dengan Presiden untuk
mendapatkan persetujuan bersama.
Fungsi Anggaran adalah fungsi menyusun dan
menetapkan APBN bersama Presiden dengan
memperhatikan pertimbangan DPD.
Fungsi Pengawasan adalah fungsi melakukan
pengawasan terhadap pelaksanaan UUD Republik
Indonesia Tahun 1945, Undang-Undang dan peraturan
pelaksanaannya.
Dalam Pasal 20A ayat (2), dikatakan bahwa dalam
melaksanakan fungsinya, DPR mempunyai hak
interpelasi, hak angket, dan hak menyatakan pendapat.
Dalam Undang-undang No. 22 Tahun 2003, masing-
masing hak ini dijelaskan sebagai berikut:
Hak Interpelasi adalah hak DPR untuk meminta
keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan
pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak
luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara.
Hak Angket adalah hak DPR untuk melakukan
penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang
penting dan strategis serta berdampak luas pada
kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang diduga
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
83
Hak Menyatakan Pendapat adalah hak DPR untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah
atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi ditanah air
atau situasi dunia internasional disertai dengan
rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lajut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap
dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden
melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan
terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi
memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
Setiap pejabat/instansi berkewajiban memberi tanggapan
terhadap pandangan, kritik, saran ataupun pertanyaan
dari DPR/DPRD, dengan sebaik-baiknya. Pandangan,
kritik, saran ataupun pertanyaan itu harus dimanfaatkan
sebagai masukan baik bagi pelaksanaan waskat maupun
wasnal, termasuk dalam rangka mengambil langkah-
langkah tindak lanjut. Pandangan, kritik, saran, temuan,
pertanyaan dari DPR/DPRD harus dijadikan salah satu
indikator keberhasilan waskat dan wasnal pada
khususnya, dan pelaksanaan tugas pemerintahan dan
pembangunan pada umumnya.
e. Pengawasan Masyarakat (Wasmas)
Pengawasan masyarakat (Wasmas) atau kontrol sosial
adalah pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat
sendiri atas penyelenggaraan pemerintahan dan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
84
pembangunan. Wasmas perlu sekali
ditumbuhkembangkan, sehingga merupakan pengawasan
yang efisien dan efektif. Adapun alasan-alasannya, antara
lain adalah seperti berikut:
1) Pemerintah Republik Indonesia berdasarkan
demokrasi, di mana kedaulatan ditangan rakyat.
Pegawai Negeri bukan saja unsur aparatur negara
dan abdi negara, tetapi sekaligus juga abdi
masyarakat;
2) Keberhasilan penyelenggaraan negara antara lain
tergantung kepada partisipasi seluruh rakyat.
Wasmas merupakan suatu bentuk partipasi
masyarakat tersebut;
3) Salah satu arah kebijakan bidang penyelenggara
negara adalah membersihkan penyelenggara negara
dari praktek KKN dengan memberikan sanksi
seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum
yang berlaku, meningkatkan efektivitas pengawasan
intern dan fungsional serta pengawasan masyarakat
dan mengembangkan etika dan moral.
4) Wasmas diperlukan karena keterbatasan kemampuan
waskat dan wasnal. Wasmas mendukung
keberhasilan Waskat dan Wasnal.
5) Tujuan pengembangan Wasmas yang sehat dan
positif adalah makin tumbuh dan meningkatnya
tanggung jawab dan peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan negara. Oleh karena itu aparatur
pemerintah berkewajiban untuk selalu memberikan
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
85
kesempatan agar masyarakat mampu melaksanakan
wasmas atau kontrol sosial dengan sebaik-baiknya.
Bagaimanapun kecilnya nilai informasi yang
disampaikan, wasmas harus diperhatikan dan
dihargai pula. Surat kaleng sekalipun misalnya, perlu
mendapat perhatian, karena seringkali informasi
yang disampaikan ternyata memang benar dan sangat
berharga.
Kriteria Wasmas yang baik
Wasmas yang baik antara lain memiliki kriteria
berikut:
1) Obyektif tidak bersifat memfitnah;
2) Dimaksudkan untuk adanya perbaikan;
3) Memberitahukan faktanya dengan jelas dan
lengkap dengan bukti-buktinya;
4) Memberitahukan bentuk-bentuk pelanggaran,
penyimpangan, penyelewengan, penyalahgunaan
wewenang, kesalahan atau kelemahan yang
terjadi;
5) Menjelaskan patokan-patokan yang dilanggar;
6) Memuat saran-saran;
7) Jelas identitas yang menyampaikannya.
Memang tidak dapat selalu diharapkan, wasmas
memenuhi kriteria tersebut. Adalah kewajiban
instansi untuk berusaha melengkapi, memperjelas,
memastikan kebenaran serta mengungkapnya lebih
lanjut, sehingga dapat diambil langkah-langkah
tindak lanjut yang tepat.
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
86
f. Pengawasan Yudikatif
Salah satu fungsi Mahkamah Agung adalah mengawasi
peraturan perundang-undangan yang antara lain
dilaksanakan dengan:
1) Menguji secara material terhadap Peraturan
Perundangan di bawah Undang-Undang;
2) Menyatakan tidak sah semua Peraturan Perundangan
di bawah Undang-Undang apabila bertentangan
dengan Peraturan Perundangan yang lebih tinggi.
Mahkamah Konstitusi mempunyai kewenangan bersifat
formal untuk menguji Undang-Undang terhadap
Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan demikian, Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi memiliki wewenang sekaligus kewajiban
untuk melakukan pengawasan ekstern terhadap
pemerintah. Pengawasan ini sangat penting, karena
negara Indonesia adalah negara hukum, sehingga:
1) Dapat dicegah penyalahgunaan wewenang baik yang
disengaja maupun tidak;
2) Kepastian dan tertib hukum dapat diwujudkan
dengan baik.
E. Rangkuman
Proses manajemen pemerintahan negara pada dasarnya meliputi
empat aspek, yaitu: perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan
dan pengawasan.
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
87
Perencanaan pembangunanan Nasional dasar hukumnya adalah
UU No. 25 tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional. Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional bertujuan untuk: mendukung koordinasi antar pelaku
pembangunan; menjamin terciptanya integrasi; sinkronisasi dan
sinergi baik antar daerah, antar ruang, antar waktu, antar fungsi
pemerintah maupun antara pusat dan daerah; menjamin
keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran,
pelaksanaan dan pengawasan; mengoptimalkan partisipasi
masyarakat; tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien,
efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
Pengorganisasian dapat diartikan sebagai penetapan pekerjaan-
pekerjaan yang harus dilaksanakan, pengelompokkan tugas dan
pembangunan pekerjaan kepada setiap pegawai dan penetapan
hubungan kerja. Agar pengorganisasian dapat dilaksanakan
dengan baik perlu diperhatikan prinsip-prinsip pengorganisasian.
Pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan pada
dasarnya terbagi habis kepada setiap aparat pemerintah atau
lembaga-lembaga pemerintah. Dengan kata lain bahwa setiap
aparat pemerintah atau masing-masing lembaga-lembaga
pemerintah melaksanakan sebagian urusan-urusan pemerintahan
di bidangnya masing-masing. Agar pelaksanaan tugas-tugas
pemerintahan tersebut berjalan dengan baik maka sangat
diperlukan koordinasi yang baik pula. Koordinasi sudah harus
dimulai sejak penyusunan kebijakan dan perencanaan. Pada
dasarnya koordinasi ada dua jenis, yaitu koordinasi vertikal dan
koordinasi fungsional. Koordinasi fungsional dapat dibedakan
Sistem Penyelenggaraan Pemerintahan NKRI
88
atas koordinasi fungsional horizontal, koordinasi fungsional
diagonal dan koordinasi fungsional teritorial.
Dalam pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan negara secara
menyeluruh koordinasi dapat dilaksanakan melalui: sidang
kabinet; rapat-rapat koordinasi oleh Menko; rapat-rapat
koordinasi antar Departemen di tingkat pusat dan daerah, rapat
koordinasi antara aparat pusat dan aparat daerah, dan lain-lain.
Pengawasan, yang pada dasarnya adalah kegiatan pimpinan yang
berupa agar tugas-tugas terlaksana sesuai dengan rencana yang
telah ditetapkan atau dapat mencapai hasil sebagaimana yang
diharapkan.
Dalam penyelenggaraan pemerintahan negara terdapat berbagai
jenis pengawasan seperti: pengawasan melekat; pengawasan
fungsional; pengawasan teknis fungsional; pengawasan legislatif;
pengawasan masyarakat; dan pengawasan yudikatif.
F. Latihan/Diskusi 1. Apa yang dimaksud dengan Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional? Dan apa pula yang dimaksud
dengan RPJM Nasional?
2. Mengapa pengorganisasian diperlukan dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara? Sebutkan pula
prinsip-prinsip pengorganisasian.
3. Mengapa koordinasi sangat diperlukan dalam pelaksanaan
tugas-tugas pemerintahan?
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
89
4. Apa saja fungsi DPR dan apa saja hak yang dimiliki DPR
dalam rangka pelaksanaan pengawasan bagi pemerintah?
5. Mengapa waskat merupakan pengawasan intern yang paling
pokok?
6. Bagaimana sikap aparatur pemerintah sebaiknya dalam
menghadapi wasmas?
90
BAB VI P E N U T U P
A. TES
Dari uraian yang telah disajikan dalam Bab II sampai dengan
Bab V, diharapkan peserta dapat memahami pengertian dari
beberapa hal penting dalam sistem penyelenggaraan
pemerintahan negara.
Sebagai salah satu sarana untuk mengukur keberhasilan
pembangunan tersebut, di bawah ini disiapkan bahan tes yang
dapat membantu peserta.
1. Apakah sebenarnya yang dimaksud dengan Sistem
Penyelenggaraan Pemerintahan Negara berdasarkan UUD
1945?
2. Berapa kali seseorang bisa dipilih menjadi Presiden atau
Wakil Presiden?
3. Sebutkan asas-asas umum penyelenggaraan negara yang
baik?
4. Apakah akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah itu?
5. Jelaskan persamaan dan perbedaan antara Departemen dan
Lembaga Non Departemen?
6. Dalam penyelenggaran pemerintahan daerah, apakah
perbedaan pokok antara Sekretariat, Dinas, Badan dan
Kantor?
7. Sebutkan jenis-jenis pengawasan?
Modul Diklat Prajabatan Golongan I dan II
91
B. Tindak Lanjut Sistem penyelenggaraan pemerintahan negara mencakup bahasan
yang sangat luas. Apa yang telah diuraikan dalam Bab II sampai
dengan Bab V, baru memberikan pengertian tentang sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara dan beberapa hal yang
penting saja. Masih banyak lagi hal-hal penting yang tidak
disampaikan dalam modul ini. Ada di antaranya yang telah
menjadi mata pelajaran tersendiri dalam Diklat ini. Di samping
itu ada pula bagian-bagian lain yang menjadi mata Diklat pada
program Diklat jenjang yang lebih tinggi.
Oleh karena itu untuk lebih memahami tentang sistem
penyelenggaraan pemerintahan negara ini, peserta dianjurkan
untuk mempelajari, antara lain:
� bahan bacaan yang telah digunakan untuk menulis modul
ini, sebagaimanan tersebut dalam referensi.
� Modul mata pelajaran lain seperti tentang kepegawaian,
administrasi keuangan dan lain-lain.
92
REFERENSI
Undang-undang Dasar RI Tahun 1945.
Undang-undang No. 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan
MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Undang-undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik
Negara.
Undang-undang No. 3 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1999 tentang
Bank Indonesia.
Undang-undang No. 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Nasional.
Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan
Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan
Nepotisme.
TAP MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara
Yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas,
Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja
Lembaga Pemerintah Non Departemen.
Peraturan Presiden No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2004 –
2009.
Peraturan Presiden No. 9 Tahun 2005 tentang Kedudukan, Tugas,
Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Kementeri
an Negara.
93
Peraturan Presiden No. 10 Tahun 2005 tentang Unit Organisasi dan
Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Presiden No. 11 Tahun 2005 tentang Perubahan Kelima
Atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan
Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen.
Peraturan Presiden No. 12 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam
Atas Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001
tentang Unit Organisasi dan Tugas eselon I Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
Peraturan Presiden No. 62 Tahun 2005 tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2005 tentang
Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia.
Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam
Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001
tentang Kedududkan, Tugas, Fungsi, Kewenang an,
Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga
Pemerintah Non Departemen.
Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pengawasan.
Instruksi Presiden No. 1 Tahun 1989 tentang Pengawasan Melekat
Instruksi Presiden No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Instruksi Presiden No. 7 tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah.
Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 21 Tahun
1998 tantang Pedoman dan Proses Pemben tukan
94
Kelembagaan di Lingkungan Instansi Pusat, Perwakilan,
Republik Indonesia di Luar dan Pemerintah Daerah.