15
Disampaikan dalam Konferensi Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif, “Extracting the Future: Menata Sumberdaya Ekstraktif untuk Pembangunan Berkelanjutan.” Jakarta, 17 November 2015

Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Disampaikan dalam Konferensi Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif,

“Extracting the Future: Menata Sumberdaya Ekstraktif untuk

Pembangunan Berkelanjutan.” Jakarta, 17 November 2015

Page 2: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

TATA KELOLA MIGAS DAN TAMBANG DALAM

TANTANGAN OTONOMI KHUSUS

dr. Zaini Abdullah (GUBERNUR NAD)

Page 3: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

1. PENDAHULUAN

Potensi sumberdaya alam (SDA) ekstraktif di Aceh antara lain minyak dan

gas bumi (migas), emas, batubara, pasir besi, dan lain-lain.

Aceh pernah jaya sebagai penghasil gas alam terdepan Indonesia selama

lebih 30 tahun (medio 1970-an s/d 2010). Migas Aceh menjadi salah satu

komoditas pengisi pundi-pundi devisa negara.

Pengusahaan SDA ekstraktif di Aceh yang bersifat sentralistik pada era

orde baru telah memarginalkan ekonomi Aceh dan masyarakat sekitar

wilayah tambang. Aceh yang kaya SDA ekstraktif merupakan salah satu

provinsi miskin di Indonesia.

Kelahiran PP No. 23 Tahun 2015 tentang pengelolaan bersama

migas di Aceh merupakan babak baru untuk memacu pembangunan Aceh

yang tertinggal jauh dari daerah-daerah lainnya.

Pemerintah Aceh masih mengandalkan sumberdaya alam migas yang

masih tersisa di Aceh, dapat dioptimalkan sebagai prime mover ekonomi

demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Keseriusan dan keikhlasan Pemerintah Pusat (Kementerian ESDM) duduk

bersama dengan Pemerintah Aceh mempercepat terbentuknya BPMA

Page 4: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

PENGUSAHAAN SDA EKSTRAKTIF ACEH

Pengusahaan Migas (a)

Pengusahaan minyak bumi di Aceh sudah dimulai sejak awal akhir

abad 19. Sementara gas bumi yang dijadikan LNG dimulai pada awal

1970an. Meski demikian, rakyat Aceh terutama masyarakat yang

bermukim sekitar lapangan-lapangan migas dan kilang LNG Arun,

justru hingga kini masuk kategori miskin

Kelahiran PP No. 23 Tahun 2015 tentang Pengelolaan Bersama

Migas di Aceh setelah ditunggu hampir 9 tahun sejak UU No. 11/2006,

tentang Pemerintahan Aceh diundangkan, menjadi salah satu solusi

yang menyejukkan yang mampu mengakselerasi pembangunan di

Aceh, membuka lapangan kerja, serta meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Namun hal tersebut hingga kini masih belum mampu berbuat banyak,

karena BPMA (Badan Pengelolaan Bersama Migas di Aceh) belum

terbentuk. Justru ketika menunggu pembentukan BPMA tersebut,

Pemerintah Pusat (ESDM) menyetujui pengalihan saham ExxonMobil

yang menjadi operator Blok B dan NSO (Aceh Utara) kepada

Pertamina, tanpa pemberitahuan apapun kepada Pemerintah Aceh,

selaku penguasa wilayah yang diakui undang-undang.

Page 5: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

REGULASI & PENGUSAHAAN SDA EKSTRAKTIF ACEH

Pengusahaan Migas (b).

Kedua Blok tersebut akan berakhir masa kontraknya pada 2018. Oleh

Kementerian ESDM diizinkan untuk dibeli oleh BUMN tanpa kejelasan

proses reklamasi pasca tambang. Kasus tersebut, menunjukkan ketidak

terbukaan yang berpotensi memarjinalkan fungsi Pemerintah Aceh seperti

dimasa lalu. Meski secara regulasi memiliki PP No. 23/2015 tentang

pengelolaan bersama migas di Aceh, hal tersebut dengan sengaja

dikangkangi oleh para pihak yang menafikan Pemerintah Aceh.

Jadi, kendala utama dalam penerapan PP No. 23/2015 dimaksud adalah

keseriusan para pejabat pusat, ikhlas duduk bersama Pemerintah Aceh,

untuk membentuk BPMA yang akan mengelola semua kegiatan MIGAS di

Aceh sejak penentuan blok migas yang baru, melakukan tender untuk blok

baru, perpanjangan blok yang sedang berjalan, mengawasi semua kegiatan

ekploitasi dan produksi.

Akselerasi pembangunan Aceh melalui pengelolaan bersama migas di Aceh,

sesuai amanah undang-undang terancam gagal kalau BPMA tidak terbentuk

segera karena oknum-oknum pusat yang terkesan memperlambat. Lalu,

ketika regulasi belum dapat diimplementasikan dengan utuh karena

perangkatnya belum siap, para pemangku kepentingan menelikung lewat

celah-celah peraturan, yang sesungguhnya bertentangan dengan UU No. 11

Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh (UUPA)

Page 6: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Sumber Daya Manusia (SDM)

Terkait SDM yang akan duduk dalam BPMA, berdasarkan batas usia

manajemen BPMA maksimum 60 tahun, maka untuk 3 – 5 tahun kedepan

dapat dipenuhi oleh para putra daerah dari pensiunan Pertamina atau

Perusahaan Migas lainnya, sambil mempercepat penyiapan tenaga-

tenaga muda pengganti.

Para professional muda putra putra daerah akan diberikan training yang

cukup agar mampu melaksanakan tugas tugas BPMA kedepan

Percepatan penyediaan tenaga kerja baik untuk bidang migas maupun

minerba dapat dilakukan lewat kerjasama dengan Unsyiah, Unima,

Politeknik Lhokseumawe, Univ Samudra Pasai, UTU, dll

Page 7: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Kebijakan Pemerintah Aceh dalam

Pengelolaan Sektor Pertambangan, Mineral

dan Batu Bara.

Diawali dengan menerbitkan Instruksi Gubernur Aceh

Nomor: 11/INSTR/2014 tentang Moratorium Izin

Usaha Pertambangan Mineral Logam dan Batubara

pada tanggal 30 Oktober 2014, dalam rangka

Penyempurnaan tata kelola usaha pertambangan

secara strategis, terpadu dan terkoordinir.

Page 8: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Langkah-Langkah yang Telah, Sedang dan Akan

dilakukan

1. Langkah-Langkah yang Telah Dilakukan :

a. Sebelum diterbitkannya Instruksi Gubernur Aceh Nomor:

11/INSTR/2014 tentang Moratorium Izin Usaha Pertambangan

Mineral Logam dan Batubara telah dilakukan Rapat Koordinasi

Tingkat Pimpinan yang menghasilkan Seruan Bersama Forum

Koordinasi Pimpinan Daerah tanggal 5 Agustus 2014 tentang

Penertiban Kegiatan Penambangan Tanpa Izin (PETI);

b. Menugaskan Instansi Terkait Sesuai Kewenangannya untuk

Mendukung Moratorium Izin Usaha Pertambangan Mineral

Logam dan Batubara dengan melibatkan peran aktif masyarakat /

Lembaga Sosial Masyarakat (LSM);dan

c. Evaluasi dan Verifikasi terhadap seluruh Izin Usaha

Pertambangan/Izin Pertambangan Rakyat yang telah diterbitkan

oleh Bupati/Walikota; dan

Page 9: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Lanjutan..

Menerbitkan Keputusan Gubernur Aceh Nomor

540/777/2015 Tentang Pembentukan Tim Pemantau

Pelaksanaan Moratorium Izin Usaha Pertambangan

Mineral Logam dan Batubara di Aceh, yang

anggotanya terdiri dari 9 (sembilan) unsur

Pemerintah Aceh dan 6 (enam) unsur LSM serta 1

(satu) unsur Akademisi.

Page 10: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Langkah-Langkah yang Sedang

Dilakukan:

Memerintahkan Bupati/Walikota untuk

Mencabut Izin Usaha Pertambangan/Izin

Pertambangan Rakyat yang tidak

melaksanakan kewajiban sesuai dengan

peraturan perundang-undangan yang

berlaku.

Page 11: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Langkah-Langkah yang Akan Dilakukan :

Revisi Qanun Aceh Nomor: 15 Tahun 2013 Tentang

Pengelolaan Pertambangan Mineral Dan Batubara

untuk disesuaikan dengan ketentuan peraturan

dibawah ini :

Peraturan Pemerintah Nomor: 3 Tahun 2015 Tentang

Kewenangan Pemerintah Yang Bersifat Nasional Di

Aceh;

Undang-Undang Nomor: 23 Tahun 2014 Tentang

Pemerintahan Daerah; dan

Peraturan Pelaksana Undang-Undang Nomor 23 Tahun

2014;

Page 12: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Efektifitas Moratorium Perizinan yang pernah

diterapkan oleh Pemerintah Aceh

Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang telah berstatus

Clear and Clean sejumlah 37 IUP dan 3 IUP dalam

proses pengurusan;

Bupati/Walikota telah mengeluarkan Surat

Keputusan Pencabutan terhadap 39 IUP dari 138

IUP/IPR;

45 IUP yang sudah berakhir masa berlakunya dan

tidak memenuhi kewajiban sesuai ketentuan dan

peraturan perundang-udangan yang berlaku, tidak

diperpanjang; dan

Terdatanya Jumlah Piutang PNBP 2003-2014 sebesar

± Rp. 51.600.000.000,00,-

Page 13: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

Kesiapan Pemerintah Aceh dalam Pelaksanaan

UU Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan

Daerah

Rapat koordinasi dengan Bupati/Walikota terhadap Revisi

Qanun Aceh Nomor: 15 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan

Pertambangan Mineral Dan Batubara untuk disesuaikan

kembali dengan peraturan perundang-undangan yang

berlaku saat ini;

Mempersiapkan penetapan Wilayah IUP yang sesuai

dengan Qanun Tata Ruang Aceh; dan

Melaksanakan Tata Kelola Kegiatan Usaha Pertambangan

di Aceh yang telah disempurnakan sebagaimana yang

telah tertuang dalam Instruksi Gubernur Aceh Nomor:

11/INSTR/2014 tentang Moratorium Izin Usaha

Pertambangan Mineral Logam dan Batubara.

Page 14: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus

KESIMPULAN

Pengelolaan bersama migas Aceh sebagai lokomotif pembangunan

Wilayah Ujung Barat Indonesia, terancam stagnan ketika BPMA tidak

segera dibentuk. Justru, di tengah masa transisi itu Pemerintah Pusat

melakukan kebijakan yang bernuansa tidak transparan (non GCG)

dengan ExxonMobil dan Pertamina, menyetujui jual-beli saham Blok B

dan NSO (Aceh Utara) tanpa memperdulikan eksistensi Pemerintah

Aceh yang diakui Undang-Undang.

Terkait SDM yang akan duduk dalam BPMA, berdasarkan batas usia

manajemen BPMA maksimum 60 tahun, maka untuk 3 – 5 tahun

kedepan dapat dipenuhi oleh para putra daerah dari pensiunan

Pertamina atau Perusahaan Migas lainnya baik di dalam maupun luar

negeri, sambil mempercepat penyiapan tenaga-tenaga muda pengganti.

Kerjasama strategis dengan lembaga riset dan pendidikan tinggi yang

ada di Aceh, khususnya dan kawasan regional Baratdaya Asean pada

umumnya merupakan bagian dari kebijakan percepatan penyediaan

SDM yang kapabel untuk mendukung pengusahaan SDA Ekstratif di

Aceh sesuai koridor 3 P (Planet, People, and Profit)

Page 15: Tata Kelola Migas dan Tambang dalam Tantangan Otonomi Khusus