Click here to load reader
View
380
Download
23
Embed Size (px)
1
ANALISA KASUS KEJAHATAN BISNIS YANG DILAKUKAN OLEH KORPORASI DALAM
PERSPEKTIF HUKUM PIDANA EKONOMI
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Perkembangan dunia usaha yang sedemikian pesat telah membuat para pelaku usaha
berlomba dan bersaing dalam rangka mengembangkan usahanya masing-masing. Hal ini
menimbulkan persaingan usaha yang demikian ketat, khususnya dalam pasar liberal atau
pasar bebas, termasuk di Indonesia saat ini. Dalam rangka memenangkan persaingan
usaha tersebut, seringkali para pelaku usaha menggunakan cara-cara dan langkah yang
melanggar aturan hukum, hal inilah yang kemudian disebut dengan kejahatan di bidang
bisnis atau kejahatan bisnis. Persaingan kadang merupakan hal yang ditakuti atau dibenci.
Padahal selayaknya persaingan tersebut harus dipandang sebagai hal positif. Dalam teori
ilmu ekonomi persaingan yang sempurna (perfect competition) adalah suatu kondisi pasar
(market) yang ideal.1 Namun, dalam kehidupan nyata sulit ditemui pasar yang didasarkan
pada persaingan yang sempurna, persaingan tetap dianggap sebagai hal yang esensial
dalam ekonomi pasar (Competition in the market system is very important for its effective
and responsive operation).2
Secara konseptual, kejahatan bisnis merupakan bagian dari tindak pidana ekonomi.
Dalam hal ini, para pelaku kejahatan bisnis seringkali terkait dengan korporasi, karena
korporasi merupakan salah satu subjek utama pelaku bisnis atau usaha. Dengan demikian
sebuah kejahatan korporasi merupakan bagian dari kejahatan bisnis, akan tetapi sebuah
kejahatan bisnis belum tentu merupakan kejahatan korporasi. Pernyataan tersebut sangat
terkait erat dengan subjek pelaku kejahatan bisnis dan pertanggungjawaban pidananya.
Kedudukan korporasi dalam sebuah kejahatan bisnis dapat berupa pelaku dapat juga
sebagai korban. Dalam hal korporasi berkedudukan sebagai pelaku dan dapat dikenakan
pertanggung jawaban pidana inilah yang kemudian kita kenal dengan istilah kejahatan
korporasi.
Kejahatan Korporasi (Corporate Crime) merupakan bagian dari White Collar Crime dan
selalu merupakan kejahatan yang sangat mengganggu masyarakat, bahkan negara dalam
artian yang sangat kompleks, sehingga dalam pendekatan mikro kejahatan korporasi ini
merupakan bagian dari tindak pidana di bidang ekonomi.3
1 Paul A. Samuelson, Economic An Introductory Analysis, Mc Graw-Hill Book Company,USA,
1984, hal. 36. 2 Hoon Hian Teck et.al, Economics: Theory an Aplication, Singapore, Mc Hill Book Co,
Singapore, 1998, hal.14. 3 Indriyanto Seno Adji, Tindak Pidana Ekonomi, Bisnis dan Korpusi Perbankan, Modul Kuliah
Kejahatan Bisnis, Tanpa Tahun, hal. 4
2
Dalam prakteknya, menentukan korporasi sebagai subjek hukum pidana sangat sulit,
dan masih menjadi perdebatan karena di dalam KUHP sendiri tidak dikenal korporasi
sebagai subjek hukum pidana. Meskipun demikian, sebagai sebuah tindak pidana khusus,
dalam beberapa peraturan perundang-undangan di Indonesia, telah diakui bahwa korporasi
merupakan salah satu subjek hukum pidana, seperti dalam Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2004 tentang Kehutanan dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang
Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dalam perspektif kejahatan bisnis, kedudukan dan pertanggung jawaban pidana
korporasi sebagai pelaku kejahatan bisnis, secara komprehensif dapat dijelaskan dan
dianalisa melalui hukum pidana ekonomi, hal ini mengingat bahwa kejahatan bisnis
merupakan bagian dari tindak pidana ekonomi. Tindak Pidana Ekonomi dalam arti luas
menurut Mardjono Reksodiputro adalah pelanggaran yang diancam dengan sanksi pidana
dan peraturan-peraturan di bidang keuangan, perdagangan dan perindustrian yang
kesemuanya diarahkan pada bidang bisnis terutama Big Scale Business.4
Berdasarkan definisi secara luas terhadap tindak pidana ekonomi tersebut, maka
dapat dikatakan bahwa segala bentuk kejahatan bisnis merupakan sub-kategori dari tindak
pidana ekonomi, oleh karena itu penjelasan dan analisa kedudukan serta pertanggung
jawaban pidananya, dalam kaitannya dengan korporasi sebagai subjek hukum pidana,
paling komprehensif dijelaskan dan dianalisa melalui perspektif hukum pidana ekonomi.
Penjelasan dan analisa dengan menggunakan persepektif kejahatan bisnis dan tindak
pidana ekonomi akan dipaparkan dalam analisa beberapa kasus kejahatan bisnis yang
melibatkan korporasi sebagai subjek hukum pidana, pada bagia selanjutnya dari tulisan ini.
2. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasi beberapa masalah
sebagai berikut:
1) Bagaimana kedudukan korporasi dalam sebuah kejahatan bisnis berdasarkan
perspektif Hukum Pidana Ekonomi?
2) Bagaimana pertanggung jawaban pidana korporasi dalam sebuah kejahatan bisnis
dalam perspektif Hukum Pidana Ekonomi?
B. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian dan Ruang Lingkup Tindak Pidana Ekonomi
Hukum pidana ekonomi adalah bagian dari hukum pidana yang mempunyai ciri
tersendiri yaitu sifat ekonomisnya. Banyak para praktisi dan akademisi memberikan definisi
4 Ibid, hlm.vii
3
tentang apa itu tindak pidana ekonomi,5 namun, secara umum, tindak pidana ekonomi dibagi
menjadi dua pengertian: pengertian dalam arti sempit dan arti luas. Terlepas dari
perbedaannya, kedua pengertian itu mempunyai persamaan yaitu keduanya mempunyai
motif ekonomi dan/atau mempunyai pengaruh negatif terhadap kegiatan perekonomian dan
keuangan negara serta dunia usaha.6
Secara umum dapat dikatakan bahwa tindak pidana ekonomi adalah tindakan-tindakan
di bidang ekonomi yang dilarang dan dapat dipidana baik dalam arti sempit maupun dalam
arti luas.7
Tindak pidana di bidang perekonomian dalam arti sempit adalah seluruh tindakan yang
tercantum Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi. Tindak pidana jenis ini disebut sempit karena secara
substansial memuat sebagian kecil dari kegiatan ekonomi secara menyeluruh. Undang-
Undang Darurat ini mulai berlaku pada tanggal 13 Mei tahun 1955 karena keadaan yang
mendesak yang diakibatkan oleh kesulitan ekonomi pada saat itu. Undang-undang ini
dikeluarkan dengan harapan dapat mencegah terjadinya kerugian negara pada saat itu.
Menurut Undang-Undang Darurat No. 7 Tahun 1955, yang dimaksud dengan tindak
pidana ekonomi adalah:
1) Tindak Pidana Ekonomi berdasarkan Pasal 1 sub 1e:
a. pelanggaran di bidang devisa;
b. pelanggaran terhadap prosedur impor, ekspor/penyelundupan;
c. pelanggaran izin;
d. pelanggaran ketentuan barang-barang yang diawasi.
2) Tindak Pidana Ekonomi berdasarkan Pasal 1 sub 2e:
a. Pasal 26, dengan sengaja tidak memenuhi tuntutan pegawai pengusut
berdasarkan suatu ketentuan dalam undang-undang;
b. Pasal 32, dengan sengaja berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang
bertentangan dengan:
suatu hukuman tambahan sebagai tercantum dalam pasal 7 sub s, b, dan c;
suatu tindakan tata tertib sebagai tercantum dalam pasal 8;
suatu peraturan termaksud dalam pasal 10;
5 Kartin S. Hulukati, Kebijakan Formulasi Tindak Pidana Ekonomi Dengan Undang-undang No.
7/DRT/1955, Universitas Diponegoro, 2003, hal. 41 & 42. 6 Andi Hamzah, Hukum Pidana Ekonomi, Pradnya Paramita, 1993, hal. 12. 7 Para ahli menggunakan istilah lain seperti kejahatan bisnis, kejahatan kontemporer, kejahatan
kerah putih. Diskusi mengenai masing-masing istilah dapat dilihat di: Romli Atmasasmita, Hukum Kejahatan Bisnis: Teori & Praktik di Era Globalisasi, Jakarta: Prenadamedia Group, 2014, hal. 43-48; Reksodiputro, Kemajuan Pembangunan Ekonomi dan Kejahatan; Kumpulan Karang Buku Kesatu, Jakarta: Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum, Universitas Indonesia, 1994, hal. 1 & 2.
4
suatu tindakan tata tertib sementara atau menghindari hukuman tambahan
atau tindakan tata tertib sementara seperti tersebut diatas.
c. Pasal 33, dengan sengaja baik sendiri maupun perantara orang lain menarik
bagian-bagian kekayaan untuk dihindarkan dari: tagihan-tagihan, pelaksanaan
suatu hukuman atau tindakan tata tertib sementara, yang dijatuhkan
berdasarkan undang-undang.
3) Tindak Pidana Ekonomi berdasarkan Pasal 1 sub 3e: Pelanggaran sesuatu
ketentuan dalam undang-undang lain dan berdasarkan undang-undang lain.
Undang-Undang Darurat No. 7 tahun 1955 dalam perkembangannya telah mengalami
perubahan dan penambahan.8 Namun Undang-Undang Darurat ini tidak pernah dicabut
walaupun sudah lama mandul dan tidak diterapkan.9 Hal ini tidak terlepas dari tujuan
pembuat undang-undang yang menyatakan bahwa tindak pidana ekonomi hanya memiliki
sifat temporer atau sementara, artinya undang-undang tersebut hanya difungsikan pada saat
negara dalam keadaan kesulitan ekonomi dan sampai keadaan ekonomi pulih kembali.
Tindak pidana ekonomi dalam arti luas adalah semua tindak pidana di luar Undang-
Undang Darurat No. 7 Tahun 1955 tentang pengusutan, penuntutan, dan peradilan tindak
pidana ekonomi. Hal ini mencakup pelbagai tindak pidana di bidang perekonomian yang
diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya seperti Undang-Un