View
218
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
KEBUDAYAAN INDONESIASTUPA : Akulturasi dan Transformasi Budaya
Disusun oleh :
Okky Wicaksono
09 / 282652 / SA / 14854
Sastra Inggris
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
1
Kata Pengantar
Memasuki abad ke 21 ini, Indonesia telah memasuki era baru dimana Indonesia
mengalami banyak sekali interaksi budaya baik regional maupun internasional. Hal ini
merupakan aktifitas budaya yang sangat potensial namun juga sangat riskan bagi
keberlangsungan atau kehidupan kebudayaan tradisional asli Indonesia. Dimana jika tidak
dilestarikan dengan baik, akan dapat dengan sangat mudah tergeser oleh kebudayaan asing
yang bersifat global.
Repetual gamelan yang merupakan jenis musik tradisional asli Indonesia dan sudah
menjadi indentitas diri bangsa bagi bangsa Indonesia memiliki peran yang sangat penting
dalam kebudayaan. Kemahsyurannya yang telah dikenal ke seluruh penjuru dunia
membuatnya menjadi harta kekayaan bangsa yang tak ternilai dan harus dilestarikan.
Di saat kondisi kebudayaan tradisional Indonesia yang sedang terpuruk dan hidup
segan mati tak mau, muncul sebuah kelompok musisi yang berasal dari salah satu
universitas negeri di Yogyakarta bernama STUPA. Dengan ide kreatif dan jalan yang
mereka tempuh sendiri, STUPA telah hampir selama lima tahun berkarya dan meniti karir
di belantika musik Yogyakarta.
Namun ternyata tanpa mereka sadari, mereka juga turut memberikan kontribusi yang
cukup signifikan terhadap pelestarian kebudayaan Indonesia yakni dalam bentuk
transformasi budaya yang mereka kemas dalam teknik akulturasi budaya. Sebagai
kelompok yang merasa minoritas dan tersudut, mereka mengerahkan seluruh kreatifitas
mereka untuk membantu menyelamatkan identitas dan kesadaran budaya bangsa
Indonesia.
Yogyakarta, 25 Desember 2010
2
Observasi Kegiatan BudayaDalam rangka kegiatan observasi kebudayaan di lingkungan sekitar untuk tugas akhir
semester mata kuliah Kebudayaan Indonesia, saya memutuskan untuk melakukan
pengamatan pada kelompok musik STUPA. Kebetulan mereka menjadi salah satu pengisi
acara di dalam kegiatan kebudayaan yang dilaksanakan pada hari Kamis, 23 Desember
2010 lalu. Acara tersebut bertajuk Tentacle (Talent, Art and Clever) terdiri dari dua
kegiatan, yakni Seminar Nasional : Membangun Indonesia Melalui Seni dengan pembicara
Pak Sutrisno, Ibu Eny Esita Kolopaking, Pak Anggito Abimanyu serta Agung Baskoro
sebagai moderator dan acara University Got Talent (ajang pencarian bakat versi UGM)
dengan juri Didik Nini Thowok, Bagus Jatmiko dan Moch. Ichsan Yulkarnaen. Kegiatan
yang diselenggarakan sebagai kegiatan Action Plan dari Sahabat Percepatan Peningkatan
Mutu Pendidikan (SP2MP) subdirektorat PPKB UGM tersebut bertempat di Gedung Pusat
Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri UGM (bekas Purna Budaya).
Di dalam acara University Got Talent sendiri, terdapat 11 peserta yang berunjuk gigi
menampilkan bakat – bakat mereka kepada para penonton dan ketiga juri untuk
memperebutkan posisi juara umum dan juara favorit. Beberapa pengisi acara yang lain
seperti Jasmine, Semata Wayang, Samantraya, STUPA, El Grillo, Akusara dan lain – lain
juga ikut menyemarakkan acara pesta budaya tersebut. Tak kurang dari sekitar 300 orang
menyaksikan pagelaran budaya tersebut dan sangat antusias menonton hingga akhir acara.
Saya yang juga menjadi panitia acara tersebut di salah satu divisinya, dapat dengan
mudah menyaksikan secara langsung dan mendokumentasi kegiatan kebudayaan tersebut
terutama saya fokuskan kepada kelompok musik STUPA karena keunikan dan ide kreatif
mereka dalam bermusik. Selain mendokumentasikan dengan kamera tak lupa saya juga
melakukan wawancara singkat untuk bahan pembahasan esai dengan beberapa anggota
kelompok musik STUPA di belakang panggung, setelah mereka tampil memukau dan
menghibur ratusan mata penonton University Got Talent dengan permainan musik tak
biasa mereka yang merupakan perpaduan indah antara repetual gamelan dan alat musik
modern. Tak lupa juga saya meminta setidaknya dua contoh lagu “Funk Java” dan “Burn
Your Tap” yang merupakan ciptaan mereka sendiri, berbentuk format file mp3 dan saya
sertakan dalam CD bersama dengan esai ini.
3
Tentang STUPADengan nama STUPA, kelompok musik ini berdiri sejak tahun 2005 silam. Oleh
sekumpulan mahasiswa jurusan seni musik Universitas Negeri Yogyakarta, digagaslah sebuah
ide yang sangat cemerlang atas dasar keinginan mereka untuk berkarya, bermusik dan ingin
didengar. Dengan memikirkan ide kreatif serta inovasi, mereka sangat berharap untuk mampu
menarik perhatian para pecinta musik dan masyarakat luas. Dari hasil pemikiran itulah
kemudian STUPA terbentuk sebagai kelompok pemusik pemula yang bereksperimen
menggabungkan alat musik modern dan alat musik tradisional Jawa yakni gamelan.
STUPA adalah nama kelompok pemusik ini, memiliki makna atau simbol yakni posisi
yang tertinggi sesuai dengan ajaran agama Buddha. Kata Stupa juga sama seperti dalam
bahasa Indonesia umum yang merupakan sebutan untuk bangunan puncak dari sebuah candi
(terutama candi Borobudur). Demikian pula sepertinya, harapan kelompok STUPA yang ingin
menjadi yang terbaik dan juga harapan serta prinsip mereka bahwa budaya apapun yang kita
miliki saat ini hanyalah titipan belaka dari Tuhan Yang Maha Esa. Titipan tersebut harus
dijaga sebaik – baiknya dan dilestarikan supaya dapat diturun – temurunkan kepada anak cucu
kita. Titipan tersebut mereka ibaratkan sebagai kebudayaan tradisional gamelan. Prinsip itulah
yang merupakan motivasi dasar bagi STUPA untuk bermusik. Dengan ide dan jalannya
sendiri, mereka berusaha untuk melestarikan budaya tradisional gamelan yang bernilai luhur.
Kelompok musik STUPA yang sedikit enggan untuk disebut sebagai band ini hingga
akhir tahun 2010 lalu, memiliki 9 orang anggota dan mereka semua masih merupakan
mahasiswa dari universitas berbasis pendidikan tersebut. Kesembilan orang dengan alat
musiknya masing – masing tersebut adalah Bhakti Setyaji memegang gitar, Dimas Joko
Purnomo memegang perkusi, Okky Satya Rosadi memegang bass, Ari Bhayuardi memegang
demung, Cecep Megantara memegang saron, Aziz Rifkiyanto memegang biola, Yanuar
Dananjaya memegang bonang, Heru Radityo Adi memegang drum dan Panji Riyadi Putro
yang juga memegang saron.
Bagi sebagian orang, banyak yang beropini bahwa ide kreatif mereka sangatlah tidak
biasa dan cenderung tidak wajar. Beralasan bahwa pada saat ini mainstream musik favorit
masyarakat adalah musik pop atau rock dengan bentuk band, ataupun musik hip hop dengan
iringan musik yang keras dan tarian streetdance. Namun kelompok musik STUPA tidak ingin
mengikuti atau mencontoh apa yang sudah ada. Mereka memilih jalan mereka sendiri untuk
menggabungkan dua jenis musik yang sangat bertentangan dan berasal dari era atau jaman
4
yang sangat berbeda. Sebagai kelompok musisi yang pandai menciptakan musik yang sangat
unik, STUPA juga secara langsung berkontribusi dalam pelestarian budaya musik tradisional
gamelan.
World Music dan kontemporer adalah dua jenis aliran musik yang menjadi acuan
STUPA dalam bermusik. Keduanya menciptakan kolaborasi unik antara alat musik tradisional
dan alat musik modern. Alat – alat musik tradisional yang biasanya digunakan oleh STUPA
yaitu balungan (saron), bonang, demung dan conga atau perkusi. Bahkan dalam kesempatan
tertentu mereka juga berani untuk menampilkan tabuhan kendhang sebagai variasi bermusik.
Sedangkan alat musik modern yang digunakan adalah gitar listrik, bass, drum dan biola.
Menurut pengakuan Mas Nano, pentolan STUPA yang dipercayai untuk memainkan
bonang, dalam proses aransemen musik digunakan instrumen kendhang sebagai penyelaras
nada maupun pembantu musikalitas STUPA. Grup musik yang lebih sering menggunakan
nada pelog sebagai nada acuan alat gamelan ini berpendapat bahwa dengan
mengkombinasikan semua jenis atau aliran musik dunia maka kreatifitas mereka akan
semakin tertantang dan kian berkembang.
Karena kesembilan anggota STUPA berasal dari Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas
Negeri Yogyakarta, maka mereka tidak pernah menemukan kendala dalam mengatur jadwal
latihannya. Umumnya kegiatan latihan mereka adalah 1 kali dalam seminggu dan karena
keterbatasan dana, mereka masih meminjam alat musik milik kampus mereka FBS UNY
untuk sesi latihan.
Lagu-lagu yang dimainkan dan diciptakan oleh STUPA, biasanya merupakan hasil
karya serta sumbangsih pemikiran dari semua anggota. Walaupun STUPA hingga saat ini
belum memiliki album musik, namun ternyata mereka telah memiliki beberapa koleksi lagu
yang unik, atraktif dan menarik untuk didengar. Diantaranya berjudul “Burn Your Tap” dan
“Funk Java”. Kebanyakan, lagu - lagu yang diciptakan oleh STUPA bertemakan sosial dan
lingkungan. Bahkan pada salah satu lagu mereka terdapat mantra - mantra seperti Ura Ura
sebagai bumbu keunikan dan menambah aura musik. Mantra tersebut bermakna tentang
kemurkaan manusia terhadap kerusakan dunia.
Membahas soal prestasi, STUPA telah berhasil mencetak kesuksesan dalam bermusik
dengan kerjasama dan kolaborasinya dengan musisi Belanda dan Jerman yang kemudian
ditampilkan di ARTEZ Conservatory Jerman pada tahun 2010.
5
Menurut pengakuan Mas Nano, mengkolaborasikan alat musik modern dan tradisional
menjadi kesulitan tersendiri sekaligus tantangan bagi STUPA. Kesulitan terletak pada saat
mengharmonisasikan nada yang dihasilkan oleh alat musik modern dengan nada yang
dihasilkan oleh alat musik tradisional. Sehingga dalam prosesnya alat musik modernlah yang
disesuaikan dengan bunyi alat musik tradisional atau jarang sekali terjadi sebaliknya.
STUPA sangat berkomitment untuk menjadi yang terunik dan tampil beda dari yang
lain. Bahkan untuk mencapai tingkat kreatifitas dan menghasilkan bunyi yang sangat
fenomenal, pemain bonang harus membalikkan posisi bonang dan menggeseknya dengan
menggunakan penggesek biola. Selain itu pemain bonang maupun saron juga memukul
balungan dengan menggunakan ujung tangkai pemukul gamelan tersebut untuk
bereksperimen penghasilan bunyi yang menarik. Sehingga STUPA telah memecahkan teori –
teori yang telah ada tentang teknik bermain gamelan dengan kreatifitas mereka.
Ketika dimintai pendapat mengenai kesempatan mereka untuk berpartisipasi sebagai
elemen yang memperkaya belantika musik Indonesia, mereka cenderung pesimis jika terdapat
perusahaan rekaman yang segan untuk mengontrak mereka. Menurut mereka, kreatifitas
bermusik seringkali tidak sejalan dengan mainstream masyarakat luas dan hal itu tidak
membuat mereka untuk pernah berpikir dengan sudut pandang komersial. Idealisme utama
STUPA adalah hanya satu yakni membantu melestarikan kebudayaan tradisional gamelan.
Tidak ada seorang pemimpin di dalam STUPA, sehingga semangat kebersamaan adalah
hal yang cukup penting. Alih – alih berkonflik dalam menyuarakan ide dan pendapat mereka
dalam bermusik, justru mereka mampu untuk menerima semua opini dan memberikan
kesempatan kepada semua anggota untuk bereksplorasi lebih dalam serta mengkombinasikan
seluruhnya menjadi satu kesatuan utuh di dalam tubuh STUPA.
Dengan nilai – nilai positif dan berbagai kelebihan STUPA sebagai musisi, hal ini
sangatlah potensial bagi STUPA untuk mendapatkan lebih banyak kesempatan dan
menjadikan mereka lebih sukses meraih impian mereka menciptakan musik untuk dinikmati
oleh semua orang dan melestarikan kebudayaan tradisional gamelan. Untuk kedepannya
mereka berencana untuk mendapatkan seorang vokalis, lebih cocoknya seorang wanita untuk
melengkapi keutuhan dan keunikan STUPA sebagai grup musik.
6
Pembahasan STUPA Dari Sudut Pandang Budaya
Seperti telah kita ketahui bersama bahwa STUPA merupakan grup musisi yang dengan
kreatifitas mereka, mencoba untuk menghadirkan music taste yang berbeda dan unik dari jenis
musik pada umumnya. Mereka juga memiliki komitment yang kuat terhadap pelestarian
budaya, terutama kebudayaan tradisional gamelan Jawa dengan cara mengkombinasikannya
bersamaan dengan alat musik modern yang lebih umum dikenal oleh masyarakat luas.
Demikian, terlihat dengan jelas disini bahwa STUPA ingin mempertahankan
keeksistensian sesuatu dengan cara menggabungkan dua kebudayaan yang benar – benar
berbeda dari berbagai sudut pandang. Dengan itu dapat kita simpulkan dengan mudah bahwa
STUPA sedang berusaha untuk melakukan akulturasi dalam bidang kebudayaan, terutama
musik. Seperti dikatakan oleh berbagai teori yang salah satunya adalah sebagai berikut
“Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan
asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa
menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri”.
Disini sudah bisa kita simpulkan secara sederhana bahwa alat musik tradisional gamelan
Jawa sudah ada dan melekat ke dalam budaya Jawa sejak ratusan tahun yang lalu, sedangkan
alat musik modern atau instrumen orkestra (asing) baru dikenalkan atau masuk ke Indonesia
melalui penjajahan kolonial dan imperialis bangsa barat. Dengan demikian kita mengenal dua
kebudayaan yang berbeda di dalam sebuah peradaban masyarakat. Hal ini bisa dibilang cukup
diperparah dengan kondisi bahwa alat musik modern lebih populer di kalangan masyarakat
Indonesia, terutama para generasi muda daripada musik tradisional gamelan. Kesadaran
masyarakat atas identitas budaya asli seolah telah hilang dan tergantikan oleh kebudayaan
asing yang baru masuk dan lambat laun diinternalisasi oleh masyarakat Indonesia.
Namun terdapat sekelompok kecil masyarakat yang terlibat konflik kesadaran budaya
dan bersikeras untuk tetap menyelamatkan kebudayaan (identitas) orisinil Indonesia, STUPA
sebagai contohnya. Perlawanan ini disebabkan oleh adanya tekanan yang cukup kuat dari
kebudayaan asing yang mencoba untuk berpengaruh kedalam masyarakat Indonesia. Karena
merasa sangat terancam keeksistensiannya dan merasa takut kalah serta tergusur oleh unsur
maupun elemen asing, maka diambillah jalan tengah yang menguntungkan kedua belah
pihak.
7
Demi mewujudkan idealismenya, mereka melakukan proses akulturasi budaya dimana
mereka mempertemukan dua kebudayaan yang berbeda dan mencampurkan keduanya hingga
menciptakan suatu hasil tanpa menghilangkan ciri – ciri atau sifat – sifat asli dari kedua unsur
budaya berbeda tersebut. Hal ini, menurut saya sangatlah efektif dan terbukti berhasil.
Walaupun harus dilakukan dengan usaha yang besar dan pengorbanan yang tidak sedikit,
namun STUPA telah membuktikan kepada dunia bahwa teknik pelestarian kebudayaan seperti
ini sangatlah menjanjikan.
STUPA juga bisa dikategorikan sebagai salah satu contoh atau tanda – tanda dari akan
terjadinya sebuah transformasi budaya selanjutnya di Indonesia. Seperti pada teori yang
menyebutkan bahwa “Suatu proses dialog yang terus menerus antara kebudayaan lokal
dengan kebudayaan donor, sampai tahap tertentu membentuk proses sintesa dengan pelbagai
wujud yang akan melahirkan format akhir budaya yang mantap. Dalam proses dialog, sintesa
dan pembentukan format akhir tersebut didahului oleh proses inkulturasi dan akulturasi”.
Sebagai catatan Indonesia sudah melalui beberapa kali transformasi budaya dan terakhir
kalinya adalah pada jaman penjajahan dimana kebudayaan lokal dipertemukan dengan
kebudayaan kolonial (Portugis, Inggris dan Belanda) dan Indonesia mengalami cultural shock
karena berbeda karakteristiknya. Baru pada akhir abad ke-19 mulai terjadi dialog antara dua
kebudayaan itu yang ditandai oleh lahirnya Budi Utomo, Sumpah Pemuda dan berbagai
gerakan politik modern. Memasuki abad ke – 21 ini, Indonesia dan dunia telah dengan mantap
melangkah ke dalam tahap globalisasi dimana mau tidak mau Indonesia dituntut untuk
berinteraksi secara langsung kepada hampir seluruh bangsa dari seluruh dunia dan hal ini
mungkin menjadikan transformasi kebudayaan selanjutnya bagi Indonesia. Disini, Indonesia
dituntut untuk tidak hanya bersiap mengalami cultural shock namun juga harus selalu siaga
untuk melakukan dialog adaptasi pelestarian budaya dengan akulturasi kebudayaan : budaya
tradisional dengan multi budaya dari seluruh dunia (contohnya seperti aliran musik world
music atau kontemporer).
Dalam teori lain juga disebutkan bahwa proses mengajarkan kebudayan secara turun
temurun atau yang biasa disebut dengan pewarisan kebudayaan juga termasuk bagian dari
proses transformasi budaya. Sehingga idealisme STUPA yang berprinsip bahwa kebudayaan
adalah titipan Tuhan Yang Maha Esa adalah salah satu bagian nyata dari proses terjadinya
transformasi budaya dimana STUPA menjaga dan melestarikan salah satu kebudayaan
tradisional Indonesia untuk diwariskan kepada anak cucu dan generasi Indonesia selanjutnya.
8
Koleksi Dokumentasi Dalam Bentuk Foto
9
10
Daftar Pustaka
Spiller, H. 2004. Gamelan : The Traditional Sounds of Indonesia. California : ABC – Clio.
Sumanto. 2008. Pengenalan Seni Karawitan Jawa. Yogyakarta : Jurusan Sastra Nusantara.
http://www.anneahira.com/transformasi-budaya.html
http://digilib.art.itb.ac.id/go.php?id=jbptitbart-gdl-s2-1994-agussachar-1084
http://id.wikipedia.org/wiki/Akulturasi
http://hubungan-etnik.blogspot.com/2009/10/konsep-akulturasi.html
http://definisi-pengertian.blogspot.com/2010/09/pengertian-akulturasi.html
11
Recommended