View
245
Download
0
Category
Preview:
Citation preview
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN ANTARA KONSEP DIRI DENGAN
KOMUNIKASI INTERPERSONAL PADA REMAJA
Disusun oleh :
Novi Mahayani 99320225
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA YOGYAKARTA
2007
I. PENGANTAR
Manusia adalah ciptaan Tuhan yang terbaik, tersempurna, dan terunik.
Namun, kadang-kadang manusia tidak sadar akan nilai dirinya. Relasi dengan diri
sendiri merupakan salah satu relasi dasariah manusia dalam kehidupannya.
Walaupun relasi tersebut kelihatannya berlangsung secara alamiah, namun bagi
seorang manusia, relasi ini merupakan “relasi sadar”. Manusia turut memainkan
peran menentukan didalamnya. manusia dapat membangun dan dapat juga
merusak relasi itu. Membangun relasi yang baik dengan diri tidak lain berarti :
memandang dan memperlakukan diri sendiri dengan baik, atau lebih singkat lagi
bersikap baik terhadap diri sendiri. Dalam kehidupannya, manusia mempunyai
peran sebagai makhluk individu dan sebagai makhluk sosial. Sebagai makhluk
individu, manusia mempunyai hak asasi yaitu hak yang didapatkan sejak lahir dan
mempunyai kewajiban terhadap diri sendiri yaitu bertanggung jawab terhadap diri
sendiri. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak dapat melangsungkan hidupnya
tanpa orang lain karena seorang manusia akan hidup bersama-sama dengan orang
lain secara positif. Karena dengan hubungannya dengan manusia yang lain
tersebut, manusia dapat mengenal dirinya sendiri.
Sebagai makhluk sosial dan manusia yang unik, remaja termasuk salah
satu didalamnya. Remaja sangat menarik untuk diamati. Dacey dan Maureen
(Yioe Ling & Agoes Dariyo, 2002) mendefinisikan remaja sebagai masa
transisi dan penyesuaian. Sebagai
periode transisi, masa remaja merupakan suatu masa kehidupan ketika individu
tidak dipandang sebagai anak-anak atau orang dewasa. Di satu sisi mereka tidak
bisa dan tidak ingin diperlakukan sebagai anak-anak. Namun di sisi lain, mereka
belum mencapai taraf kedewasaan penuh sehingga tidak dapat dikategorikan
sebagai orang dewasa. Dengan kata lain, periode ini merupakan periode transisi
atau peralihan dari kehidupan masa kanak-kanak (childhood) ke masa dewasa
(adulthood). Masa remaja juga dianggap sebagai masa penyesuaian. Maksudnya,
individu mulai masuk dan menghadapi lingkungan orang dewasa, yang memiliki
peraturan dan norma tersendiri yang harus dipatuhi, berbeda dengan peraturan dan
norma yang berlaku saat ia masih anak-anak. Itu sebabnya remaja harus
mempelajari peranan orang dewasa dan hidup sebagai orang dewasa di
lingkungan orang dewasa pula.
Perubahan yang terjadi pada individu (remaja) berupa perubahan fisik dan
perubahan psikologis. Perubahan fisik ditandai dengan terjadinya perubahan
proporsi tubuh dan organ-organ tubuh tertentu, terutama organ seksual. Sementara
perubahan psikologis meliputi perubahan cara berfikir, peran sosial, emosi yang
kurang stabil, dan sebagainya. Sebagai makhluk sosial remaja juga membutuhkan
hubungan atau komunikasi dengan manusia yang lain. Karena pada dasarnya
manusia secara alami mempunyai dorongan untuk berhubungan dengan manusia
lain. Manusia hanya dapat hidup, berkembang, dan berperan sebagai manusia
dengan dan bekerjasama dengan manusia lain. Menurut Supratiknya (Yoe Ling &
Agoes Dariyo, 2002) ada sejumlah kebutuhan di dalam diri manusia yang hanya
dapat dipuaskan lewat komunikasinya dengan sesamanya. Manusia berhubungan
dengan sesamanya karena mereka saling membutuhkan dan juga karena di dalam
hubungan itu terjadi komunikasi dan lewat komunikasi itulah manusia bisa
berkembang, termasuk proses perkembangan pribadi pada remaja. Proses
perkembangan remaja merupakan suatu proses yang kompleks dan dipengaruhi
oleh banyak faktor..
Faktor sekolah meliputi teman-teman sebaya (peers) dan guru-guru
dengan kepribadian masing-masing. Tanpa disadari sikap, cara mengajar dan
pandangan seorang guru dapat mempengaruhi perkembangan murid-muridnya
Kehidupan seseorang, sedikit atau banyak, akan dipengaruhi oleh gurunya karena
guru menjadi representasi orang tuanya saat berada di sekolah. Keberadaan guru
dapat membuat kehidupan seseorang menjadi berbeda. Erickson(Yoe Ling &
Agoes Dariyo, 2002), percaya bahwa seorang guru dapat membuat anak didiknya,
mengetahui bagaimana cara mengembangkan kemampuan dan bakat khusus yang
dimiliki anak didiknya, mengetahui bagaimana cara membuat seorang remaja
dapat menerima dan merasa bahagia atas keadaan mereka, dan juga mengetahui
bagaimana cara menangani murid-muridnya yang tidak mengerti akan pentingnya
belajar. Kesemuanya itu sangat berguna bagi seorang remaja agar dapat sukses
dan menikmati makna kehidupan. Menurut Mullis dan Norman(Yoe Ling &
Agoes Dariyo, 2002) sekolah merupakan tempat bagi remaja untuk berinteraksi
dan bersosialisasi dengan teman-teman sebaya dan gurunya karena lebih dari
enam jam per hari seorang remaja harus berada di lingkungan sekolah. Bahkan
hubungan sosial mereka terus berlanjut di luar lingkungan sekolah.
Remaja lebih banyak bergaul dan menghabiskan waktunya bersama
teman-teman sebayanya. Jika seorang remaja mempunyai masalah pribadi atau
masalah dengan orang tuanya, maka ia lebih sering membicarakannya dengan
Lingkungan yang pertama kali berhubungan dengan remaja adalah keluarga. Itu
sebabnya keluarga mempunyai pengaruh yang tidak kecil terhadap seorang remaja
meskipun ia lebih sering menghabiskan waktu bersama teman-teman sebayanya.
Anggota keluarga terdiri dari orang tua, saudara sekandung, dan mungkin juga
kerabat dekat yang tinggal di rumah yang sama. Menurut Hurlock(Yoe Ling &
Agoes Dariyo, 2002) keluarga atau orang tua yang telah mengasuh remaja sejak
masa kanak-kanak mempunyai pengaruh yang besar terhadap tingkah laku dan
nilai-nilai yang dipercaya seorang remaja.
Interaksi sosial merupakan hubungan interpersonal yang terjadi antara dua
orang atau lebih dengan menggunakan tindakan verbal maupun non verbal.
Interaksi sosial menjadi faktor utama dan terpenting di dalam hubungan antara
dua orang atau lebih yang saling mempengaruhi. Dengan lain perkataan, interaksi
sosial merupakan kunci utama dari semua kehidupan sosial. Tanpa interaksi sosial
tidak akan mungkin ada kehidupan bersama,oleh Soekanto 1990, (Yoe Ling &
Agoes Dariyo, 2002). Dalam proses interaksi sosial, komunikasi memegang
peranan penting karena selalu digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi dapat terjadi dimana-mana, misalnya di kampus, di sekolah, di
kantor, atau di masjid. Komunikasi berfungsi sebagai jembatan yang dapat
menghubungkan seseorang dengan orang lain. Komunikasi merupakan proses
memberi dan menerima berita, pengetahuan dan pikiran serta nilai dari pihak yang
lain. Salah satu bentuk komunikasi yang ada di masyarakat adalah komunikasi
antar pribadi melibatkan dua orang atau lebih dengan melibatkan faktor afeksi dan
aspek-aspek pribadi individu yang berkomunikasi (Rakhmat, 2001), bahkan
menurut Rakhmat (2001) manusia menggunakan waktunya 70% dari waktunya
untuk berkomunikasi.
Orang-orang yang tidak pernah berkomunikasi dengan manusia, bisa
dipastikan akan tersesat, karena orang tersebut tidak berkesempatan menata
dirinya dalam suatu lingkungan sosial. Tanpa melibatkan diri dalam komunikasi,
seseorang tidak akan tahun bagaimana makan, minum, berbicara sebagai manusia
dan memperlakukan manusia lain secara beradab, karena cara-cara berperilaku
tersebut harus dipelajari lewat pengasuhan keluarga dan pergaulan dengan orang
lain yang intinya adalah komunikasi. Perilaku komunikasi pertama yang dipelajari
manusia berasal dari sentuhan orang tua sebagai respons atau upaya bayi untuk
memenuhi kebutuhannya. Orang tua menentukan upaya mana yang akan diberi
imbalan dan anak segera belajar merangsang dorongan itu dengan menciptakan
perilaku mulut yang memuaskan si pembelai. Pada tahap itu, komunikasi ibu dan
anak masih sederhana. Komunikasi anak hanya memadai bagi lingkungannya
yang terbatas. Pada tahap selanjutnya, anak memasuki lingkungan yang lebih
besar lagi seperti kerabat, keluarga, kelompok bermain, komunitas lokal
(tetangga), kelompok sekolah, dan seterusnya. Ketika anak itu dewasa dan mulai
memasuki dunia kerja, lebih banyak lagi ketrampilan komunikasi yang individu
butuhkan untuk mempengaruhi dan meyakinkan orang lain. Ringkasnya,
komunikasi itu penting bagi pertumbuhan sosial sebagaimana makanan penting
bagi pertumbuhan fisik
Berdasarkan kenyataan diatas, dapat dimengerti jika hal-hal yang
bersangkutan dengan tingkah laku, minat, bahkan sikap dan pikiran remaja
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pribadi diartikan sebagai organisme yang dinamis dalam system fisik-
psikis, yang menentukan keunikan seseorang menyesuaikan diri terhadap
lingkungannya (Sarwono, 2005). Jelas pribadi seseorang unik dan dinamis.
Keunikan itu bermula pada hakekat kepribadian itu sendiri yang merupakan
pembentukan dari faktor-faktor dalam dan luar. Faktor dalam adalah adalah
pembawaan (hereditas) yang melekat pada oganisme, dan citra diri (self-concept).
Sedangkan faktor luar adalah pengaruh lingkungan terutama lingkungan sosial.
Dari tiga hal yang berpengaruh kuat tadi (pembawaan, citra diri dan lingkungan
sosial) terdapat perbedaan dalam kualitas dan kuantitasnya yang terkenakan pada
individu sehingga seseorang membangun kepribadiannya secara unik.
Kedinamisan pribadi menjelaskan bahwa pribadi itu berkembang selaras dengan
pertumbuhan dan perkembangan segala aspek (biologis, psikologis, sosiologis)
seseorang. Sesungguhnyalah pribadi itu, disepakati oleh para ahli, sifatnya sebagai
tidak pernah diam atau tidak pernah statis. Remaja dengan konsep dirinya, menilai
diri sendiri dan menilai lingkungannya terutama lingkungan sosial. Misalnya
remaja menyadari adanya sifat dan sikap sendiri yang baik dan yang buruk.
Dengan kesadaran itu pula, remaja menilai sifat dan sikap teman-teman
sepergaulannya, yang kemudian diperbandingkan dengan sifat dan sikap yang
dimilikinya.
Moral sebagai standar yang muncul dari agama dan lingkungan sosial
remaja, memberikan konsep-konsep yang baik dan buruk, patut dan tidak patut,
layak dan tidak layak secara mutlak. Pada satu pihak, remaja tidak begitu saja
mnrima konsep-konsep dimaksud, tetapi dipertentangkannya dengan citra diri dan
struktur kognitif yang dimilikinya. Sehubungan dengan struktur kognitif, remaja
menilai moral dan kecenderungan praktis. Remaja menganggap bahwa yang benar
ialah kesesuaian antara ideal dengan prakteknya. Antara apa yang seharusnya
dilakukan dengan apa yang senyatanya nampak, selalu diperbandingkannya. Pada
saat remaja, perkembangan kognitif akan membuat konsep diri mengalami
perubahan dari yang semula bersifat konkrit menjadi lebih abstrak dan subjektif.
Perkembangan kognitif ini membuat remaja akan melihat dirinya dengan
pemahaman yang berbeda seperti halnya remaja mengalami perubahan pandangan
dan sistim sosial disekitarnya. Menurut Shavelson dan Roger (1982) konsep diri
terbentuk dan berkembang berdasarkan pengalaman dan interpretasi dari
lingkungan, terutama dipengaruhi oleh penguatan-penguatan penilaian orang lain,
dan atribut seseorang bagi tingkah lakunya. Pengembangan konsep diri tersebut
berpengaruh terhadap tingkah laku yang ditampilkan, sehingga bagaimana orang
lain memperlakukan individu dan apa yang dikatakan orang lain tentang diri
individu akan dijadikan acuan untuk menilai diri sendiri. Tanggapan yang positif
dari lingkungan terhadap keadaan remaja akan menimbulkan rasa puas dan
menerima keadaan dirinya, sedangkan tanggapan negatif dari lingkungan
terhadap keadaan remja akan menimbulkan rasa tidak puas pada dirinya dan
individu cenderung tidak menyukai dirinya. Remaja yang mempunyai konsep diri
positif akan mampu mengatasi dan mengarahkan dirinya, memperhatikan dunia
luar dan mempunyai kemampuan untuk berinteraksi sosial. Interaksi sosial
merupakan hubungan interpersonal yang terjadi antara dua orang atau lebih
dengan menggunakan tindakan verbal maupun nonverbal. Dalam proses interaksi
sosial, komunikasi memegang peranan yang sangat penting. Karena komunikasi
terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi adalah dasar bagi semua interaksi manusia dan kelompok, dan
dalam kehidupan manusia sehari-hari diisi dengan pengalaman komunikasi antara
satu orang dengan yang lainnya. Setiap kali seseorang menyampaikan pikiran atau
perasaannya kepada orang lain dan orang yang dituju bias menerima pesannya,
hal ini berarti telah terjadi suatu komunikasi. Komunikasi akan semakin
meningkat jika didukung oleh pengetahuan tentang diri, dan pada saat yang sama,
berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri. Jadi,
konsep diri merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
komunikasi interpersonal. Dalam komunikasi, membuka diri menjadi faktor yang
juga sangat berpengaruh. Karena dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih
dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman individi, maka
individu tersebut akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman
dan gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif, dan lebih cermat
memandang diri individu dan orang lain. Remaja yang memiliki konsep diri
negatif, akan cenderung menarik diri dan menjaga jarak dari lingkungan
sosialnya. Karena remaja tersebut merasa tidak percaya diri pada keadaan dirinya
sendiri, sehingga sebisa mungkin, remaja tersebut akan menghindari situasi
komunikasi. Berdasarkan pernyataan yang disimpulkan di atas adalah remaja yang
memiliki konsep diri positif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut : spontan, kreatif
dan orisinil, menghargai diri sendiri dan orang lain, bebas dan dapat
mengantisipasi hal negatif, serta memandang dirinya secara utuh, disukai,
diinginkan dan diterima orang lain Sedangkan Coopersmith (Winayoga, 1999)
mengemukakan karakteristik remaja dengan konsep diri tinggi, yaitu bebas
mengemukakan pendapat, memiliki motivasi yang tiggi untuk mencapai prestasi,
mampu mengaktualisasikan potensinya, dan mampu menyelaraskan dengan
lingkungannya. Sedangkan remaja yang memiliki konsep diri yang rendah yaitu
mempunyai perasaan tidak amam, kurang penerimaan diri dan biasanya
mempunyai harga diri yang rendah. Dari ciri-ciri remaja dengan konsep diri
positif dan remaja dengan konsep diri negatif, seperti yang telah disebutkan tadi,
maka konsep diri sangatlah berpengaruh terhadap terbentuknya kualitas
komunikasi yang tinggi atau rendah.
Remaja yang mempunyai konsep diri positif akan mampu mengatasi dan
mengarahkan dirinya, memperhatikan dunia luar dan mempunyai kemampuan
untuk berinteraksi sosial. Interaksi sosial merupakan hubungan interpersonal yang
terjadi antara dua orang atau lebih dengan menggunakan tindakan verbal maupun
nonverbal. Dalam proses interaksi sosial, komunikasi memegang peranan yang
sangat penting. Karena komunikasi terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Komunikasi adalah dasar bagi semua interaksi manusia dan kelompok, dan
dalam kehidupan manusia sehari-hari diisi dengan pengalaman komunikasi antara
satu orang dengan yang lainnya. Setiap kali seseorang menyampaikan pikiran atau
perasaannya kepada orang lain dan orang yang dituju bias menerima pesannya,
hal ini berarti telah terjadi suatu komunikasi. Komunikasi akan semakin
meningkat jika didukung oleh pengetahuan tentang diri, dan pada saat yang sama,
berkomunikasi dengan orang lain meningkatkan pengetahuan tentang diri. Jadi,
konsep diri merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam
komunikasi interpersonal. Dalam komunikasi, membuka diri menjadi faktor yang
juga sangat berpengaruh. Karena dengan membuka diri, konsep diri menjadi lebih
dekat pada kenyataan. Bila konsep diri sesuai dengan pengalaman individi, maka
individu tersebut akan lebih terbuka untuk menerima pengalaman-pengalaman
dan gagasan baru, lebih cenderung menghindari sikap defensif, dan lebih cermat
memandang diri individu dan orang lain. Remaja yang memiliki konsep diri
negatif, akan cenderung menarik diri dan menjaga jarak dari lingkungan
sosialnya. Karena remaja tersebut merasa tidak percaya diri pada keadaan dirinya
sendiri, sehingga sebisa mungkin, remaja tersebut akan menghindari situasi
komunikasiSedangkan remaja yang memiliki konsep diri yang rendah yaitu
mempunyai perasaan tidak amam, kurang penerimaan diri dan biasanya
mempunyai harga diri yang rendah. Dari ciri-ciri remaja dengan konsep diri
positif dan remaja dengan konsep diri negatif, seperti yang telah disebutkan tadi,
maka konsep diri sangatlah berpengaruh terhadap terbentuknya kualitas
komunikasi yang tinggi atau rendah.
III. METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan subyek remaja dengan karakteristik
sebagai berikut :
1. Berusia 15-20 tahun.
2. Aktif dalam kegiatan organisasi.
3. Bersedia menjadi subyek penelitian tanpa ada unsur paksaan.
Metode Pengumpulan Data
Metode pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan metode
skala. Azwar (1999) menyatakan bahwa guna mengungkap aspek-aspek atau
variabel-variabel yang ingin diteliti, diperlukan alat ukur berupa skala atau alat tes
yang reliabel dan valid agar kesimpulan peneliti nantinya tidak keliru dan tidak
memberikan gambaran yang jauh berbeda dari keadaan yang sebenarnya. Skala
yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Komunikasi Interpersonal dan
Skala Konsep Diri.
1. Skala Komunikasi Interpersonal.
Skala Komunikasi Interpersonal digunakan untuk mengungkap sejauh
mana tingkat kemampuan komunikasi interpersonal. Skala komunikasi
interpersonal yang digunakan dalam penelitian ini disusun dengan mengacu
pendapat dari De Vito (1986). Adapun aspek komunikasi interpersonal menurut
De Vito (1986) adalah sebagai berikut:
1) Keterbukaan adalah keinginan untuk saling memberi informasi mengenai diri
sendiri; keinginan untuk bereaksi secara jujur terhadap perasaan dan pikiran
yang dimiliki dalam arti tidak mengkambinghitamkan orang lain.
2) Empati adalah kemampuan untuk merasakan dan mengalami apa yang
dirasakan oleh orang lain tanpa kehilangan identitas diri sendiri.
3) Dukungan, dalam hal ini ada 2 hal, yang diperlukan yaitu lebih bersikap
deskriptif cenderung menimbulkan reaksi defensive pada orang lain dan
kesediaan untuk mendengarkan dan membuka diri terhadap pendapat yang
berbeda.
Kepositifan mencakup sifat positif terhadap diri sendiri, orang lain dan situasi
komunikasi.
Tabel 2
Distribusi butir-butir sahih Skala Komunikasi Interpersonal (setelah uji Validitas)
Nomor Butir Aspek
Favorabel Unfavorabel Total
1. Keterbukaan 1(2),8,10(11),
11(10)
2(6),3(1),4(5),12(9) 7
2. Empati 5(3),6(4),13,
23(19)
7(7),9(8),18(15),
21(17)
7
3. Dukungan 16(13),22(18),24(20)
,36(28)
14,15(12),32(26),
38(31)
7
4. Kepositifan 19,20(16),28,29 25(21),26(22),
27(23),39
4
5. Kesamaan 31,33(27),34(25),
35(29),37(30)
17(14),30(24),40 6
Total 15 16 31
Catatan : angka dalam kurung ( ) adalah nomor urut butir yang baru
Analisis aitem juga dilakukan pada skala konsep diri menunjukkan bahwa
dari 50 aitem yang diujicobakan diperoleh 35 aitem yang sahih dan memiliki
koefisien validitas antara 0,337– 0,682 aitem yang sahih adalah
1,2,3,4,5,7,8,9,11,12,13,14,15,16,17,19,20,21,22,23,24,25,27,28,30,32,33,34,36,3
7,38,42,45,47,50.
Tabel 3
Distribusi butir-butir sahih Skala Konsep Diri (setelah uji validitas)
Nomor Butir Aspek
Favorabel Unfavorabel Total
1.Nilai diri
fisik
1(3),29,31,33(37),46 7(9),14(12),21(23),
22(24),42(31)
7
2. Nilai diri
pribadi
6(45),28,32(27),
34(30),38(32)
2(5),18,19,26,49 5
3. Nilai diri
moral
etik
3(4),25(20),27(21),
39,44(29)
30(26),37(33),43,
47(35),50(34)
8
4. Nilai diri
keluarga
8(11),15(10),20(17),
23(19),36
5(2),10(15),12(15),
40,41
7
5. Nilai diri
sosial
4(1),11(13),13(11),
35,45(6),48
9(8),16(14),17(18),
24(22)
8
Total 35
Catatan : angka dalam kurung ( ) adalah nomor urut butir baru setelah uji coba
1. Uji Validitas
Uji validitas dilakukan terhadap Skala Komunikasi Interpersonal
dan Skala Konsep Diri. Hasil analisis aitem yang dilakukan pada Skala
Komunikasi Interpersonal. Dari hasil analisis aitem menunjukkan 31 aitem
dari 40 aitem yang disebarkan dinyatakan sahih. Aitem yang sahih adalah
1,2,3,4,5,6,7,9,10,11,12,15,16,17,18,20,21,22,23,24,25,26,27,30,32,33,34,
35,36,37,38. Koefisien validitasnya adalah antara 0,314 – 0,710. Berikut
distribusi penyebaran aitem pada skala komunikasi interpersonal setelah
uji validitas.
2. Uji Reliabilitas
Koefisien alpha yang diperoleh untuk skala komunikasi interpersonal
sebesar 0,894 , sedangkan untuk skala konsep diri diperoleh koefisien
alpha sebesar 0,904. Setelah diketahui aitem yang sahih dan aitem
yang gugur, serta reliabilitasnya. Peneliti mulai mengganti serta
mengacak nomor-nomor aitem yang sahih untuk disebarkan sebagai
angket penelitian.
Tabel 4
Uji asumsi normalitas
NPar Tests
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
40 4092,22 103,888,163 12,801
,136 ,096,136 ,096
-,066 -,078,860 ,608,450 ,854
NMeanStd. Deviation
Normal Parametersa,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
Konsep DiriKomunikasi
Interpersonal
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Dari hasil uji normalitas dapat diketahui bahwa hasil sebaran skor variabel
komunikasi interpersonal adalah normal ( K-SZ = 0,608; p> 0,05 ). Sedangkan
hasil sebaran skor variabel konsep diri adalah normal ( K-SZ = 0,860; p> 0,05 ).
Tabel 5
Uji asumsi Linearitas
Means Dari hasil uji linearitas di atas dapat dikatakan bahwa variabel komunikasi
interpersonal memiliki korelasi yang linier dengan variabel konsep diri dengan F
Linearity = 24,735 dengan p = 0,000, (p<0,05), dan F Deviation from Linearity =
0,917 dengan p = 0,593, (p>0,05).
Tabel 6
Correlations
Correlations
1 ,639**, ,000
40 40,639** 1,000 ,
40 40
Pearson CorrelationSig. (2-tailed)NPearson CorrelationSig. (2-tailed)N
Komunikasi Interpersonal
Konsep Diri
KomunikasiInterpersonal Konsep Diri
Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).**.
Tabel 7
Deskripsi Data Penelitian
Hipotetik Empirik Variabel Min Max Rerata SD Min Max Rerata SD Konsep Diri
35 140 87,5 17,5 77 114 92,23 8,163
Komunikasi Interpersonal
31
124 77,5 15,5 77 124 103,88 12,801
ANOVA Table
2084,142 1061,200 1022,941 514,833 2598,975
27 1 26 12 3977,190 1061,200 39,344 42,903
1,799 24,735 ,917,143 ,000 ,593
Sum ofSquaresdfMean SquareFSig.
(Combined) Linearity Deviation from LinearityBetween Groups
Within Groups Total
Konsep Diri * Komunikasi Interpersonal
Tabel 8
Ketegorisasi Variabel Konsep Diri
Kategori Nilai Jumlah % Tinggi 105 < X 26 65 Sedang 70 < X = 105 14 35 Rendah X = 70 0 0
Tabel 9
Ketegorisasi Variabel Komunikasi Interpersonal
Kategori Nilai Jumlah % Tinggi 93 < X 25 62,5 Sedang 62 < X = 93 15 37,5 Rendah X = 62 0 0
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini telah membuktikan bahwa ada hubungan positif yang
sangat signifikan antara konsep diri dengan komunikasi interpersonal pada remaja
anggota dengan perolehan koefisien korelasi sebesar r = 0,639 dengan p = 0,000
(p<0,01), maka hipotesis diterima. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi konsep
diri yang dimiliki remaja maka semakin tinggi pula komunikasi interpersonalnya,
sebaliknya semakin rendah konsep diri yang dimiliki oleh remaja maka semakin
rendah pula komunikasi inetrpersonalnya. Konsep diri memiliki sumbangan
efektif sebesar 40,8% terhadap komunikasi interpersonal. Hal ini berarti masih
terdapat sisa 59,2% berasal dari sumbangan variabel lain yang turut berperan
dalam menentukan faktor komunikasi interpersonal namun tidak diperhatikan
dalam penelitian ini. Hasil deskripsi data penelitian rerata empirik keseluruhan
subyek untuk variabel konsep diri adalah 92,23 yang berarti bahwa subyek berada
dalam kategori tinggi, sedangkan rerata empirik untuk variabel komunikasi
interpersonal adalah 103,88 yang termasuk juga dalam kategori tinggi.
Penelitian ini menyebutkan bahwa ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara konsep diri dengan komunikasi interpersonal. Berdasarkan hasil
penelitian yang diperoleh, maka peneliti ingin mengemukakan beberapa saran
sebagai berikut:
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh menyebutkan bahwa ada
hubungan positif yang sangat signifikan antara konsep diri dengan komunikasi
interpersonal. Adapun konsep diri yang dimiliki subyek pada penelitian ini adalah
termasuk tinggi, sehingga kualitas komunikasi interpersonalnya juga tinggi. Maka
diharapkan kondisi seperti ini bisa dipertahankan sebagai kualitas dan identitas
yang melekat pada remaja.
Bagi peneliti selanjutnya, jika hendak melakukan penelitian yang sejenis
dengan penelitian ini hendaknya memperhatikan faktor-faktor lain yang lebih
berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi interpersonal pada remaja. Karena
sebenarnya masih banyak hal lain yang kemungkinan besar berpengaruh terhadap
kemampuan komunikasi interpersonal pada remaja, untuk itu guna membahas
lebih lanjut tentang masalah ini dapat disertakan faktor-faktor lain di luar variable
konsep diri.
Hal lain yang disarankan penulis adalah alat ukur yang akan digunakan.
Alat ukur yang digunakan hendaknya disesuaikan dengan kondisi subyek
penelitian dan kondisi saat penelitian dilakukan, terutama alat ukur modifikasi
dari penelitian terdahulu. Adanya perbedaan tahun penelitan akan mempengaruhi
hasil uji coba alat ukur sebelum dilakukan penelitian. Pengambilan sampel ada
baiknya lebih diperluas lagi, dengan demikian hasil penelitian dapat
digeneralisasikan dalam populasi.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. 1997. Reliabilitas dan Validitas. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Azwar, S. 1999. Penyusunan Skala Psikologi. Edisi Pertama. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar. BarnLund, D. C. 1968. Interpersonal Communication : Survey and Studies.
Boston: Houghton MiffLin Co. Baron, R. A. & Byrne, D. 1991. Social Psychology : Understanding Human
Interaction. USA: Allyn and Bacon. Burgoon & Ruffner. 1978. Human Communication. New York: Rinehart &
Winston, Inc. Burns, R. B. 1979. Self Concept : In Theory Measurement, Development and
Behavior. New York: Longman Group Limited. Cole, L. 1963. Psychology of Adolescence. New York: Holt, Rinehart and
Winston, Inc. Darmawan, A. 1993. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal dengan
Keterlibatan Kerja Pada Tenaga Perawat di Rumah Sakit Bethesda Yogyakarta. Skirpsi (Tidak Diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universiras Gadjah Mada.
De Vito, J. A. 1986. The Interpersonal Communication. Fourth Ed. New York:
Harper and Row Publisher. Fitts, W. H. 1971. The Self Concept and Behavior : Overview and Supplement.
California: Research Monograph No. VII. Library of Congress catalog Card Number 72 – 80269.
Fuhrmann, B. S. 1990. Adolescence Adolescents. A Division of Scott. ILLionis:
Foresman & Company. Gea, A. A.& Wulandari, A. P.Y & Babari, Y. 2002. Relasi dengan Diri Sendiri.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo. Hadi, S. 1995. Statistik 2. Yogyakarta: Andi Offset.
Hurlock, E. B. 1973. Adolescent Development. Tokyo: Mc. Graw-Hill Kogakusha, Ltd.
Mappiare, A. 1982. Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha Nasional. Marwati, S . 2001. Kepercayaan Diri dan Kecemasan dalam Komunikasi
Interpersonal Pada Mahasiswa Tahun Awal Fakultas Psikologi Ahmad
Dahlan. Skripsi ( Tidak Diterbitkan ). Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Ahmad Dahlan.
Myers , D. G. & Myers, M. T. 1992. The Dynamic of Human Communication : a
Laboratory Approach. Singapore : Mc Graw Hill.
Puruitasari, T. 1999. Hubungan Kepercayaan Diri dengan Komunikasi Interpersonal Pada Wiraniaga Jasa Asuransi. Skripsi ( Tidak Diterbitkan ). Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Rakhmat, 2005. Psikologi Komunikasi. Edisi ke-22. Bandung: PT Remaja
RosdaKarya. Sarwono, S. W. 2005. Psikologi Remaja. Edisi Revisi. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada. Winayoga, F. 1999. Hubungan Konsep Diri dengan Kenakalan Remaja dalam
Pembinaan BAPAS. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.
Recommended