Upload
independent
View
3
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
KERAJAAN ACEH
DISUSUN OLEH :
1. AHMAD SYIHAB FAJARULLOH (03 / X MIA 5)
2. ANISA SHOFIANA UCHTAFIA (06 / X MIA 5)
3. MUHITUL HIMAM (21 / X MIA 5)
4. NABILA IHZA NUR MUTTAQI (22 / X MIA 5)
5. SHERINA SALMA H (29 / X MIA 5)
SMA NEGERI 1 REMBANG
2
TAHUN PELAJARAN 2014/2015DAFTAR ISI
Cover
Daftar isi ……………………………………………………………….. 2
Latar belakang ……………………………………………………….... 3
Sejarah berdirinya kerajaan ………………………………………….. 4
Kehidupan politik …………………………………………………….... 5
Kehidupan ekonomi ………………………………………………….... 8
Kehidupan social budaya ……………………………………………… 9
Keruntuhan kerajaan ………………………………………………… 10
Daftar pustaka ……………………………………………………….... 13
3
A. Latar belakang
Ketika awal kedatangan Bangsa Portugis di
Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua
pelabuhan dagang yang besar sebagai tempat transit para
saudagar luar negeri, yakni Pasai dan Pedir. Pasai dan
Pedir mulai berkembang pesat ketika kedatangan bangsa
Portugis serta negara-negara Islam. Namun disamping
pelabuhan Pasai dan Pedir, Tome Pires menyebutkan
adanya kekuatan ketiga, masih muda, yaitu “Regno
dachei” (Kerajaan Aceh).
Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu
jalur perdagangan lada yang semula melalui Laut Merah,
Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati sebuah
Tanjung Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan
besar bagi perdagangan Samudra Hindia, khususnya
Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan
pemeluk agama Islam kini lebih suka berlayar melewati
utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya
yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil
dagangannya dengan harga yang tinggi, terutama pada
para saudagar dari Cina. Namun hal itu justru
4
dimanfaatkan bangsa Portugis untuk menguasai Malaka dan
sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi
mulai terjadi, khususnya wilayah Aceh (Denys Lombard:
2006, 61-63)
Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh
Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim, berhasil
melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir pada
tahun 1520. Dan pada tahun itu pula Kerajaan Aceh
berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam
kekuasaannya. Dari situlah Kerajaan Aceh mulai
melakukan peperangan dan penaklukan untuk memperluas
wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu
penjajahan bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524,
Kerajaan Aceh bersama pimpinanya Sultan Ali Mughayat
Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra Pasai.
Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah
tersebut juga mampu mengalahkan kapal Portugis yang
dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh.
B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh
Kesultanan Aceh Darussalam mulai berdiri
ketika Kerajaan Samudera Pasai sedang berada di ambang
keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan
Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad
5
ke-14, tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat
kerajaan Islam pertama di nusantara itulah benih-benih
Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh
Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-
kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya,
seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra
Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan
Indrapura (Indrapuri).
Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat
Syah pada tahun 1496 yang sebelumnya telah dirintis
pada abad ke-15 oleh Mudzaffar Syah. Pada awalnya
kerajaan ini berdiri atas wilayahKerajaan Lamuri,
kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah
kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir,Lidie,Nakur.
Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi
bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti
dengan Aru. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya kerajaan
Aceh ini merupakan kelanjutan dari Samudera Pasai untuk
membangkitkan dan meraih kembali kegemilangan
kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya. Pada
awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda
Aceh dan Aceh Besar tetapi pada saat pemerintahan
Keterangan mengenai keberadaaan Kesultanan Aceh
Darussalam semakin terkuak dengan ditemukannya batu
nisan yang ternyata adalah makam Sultan Ali Mughayat
Syah. Di batu nisan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam
6
yang berada di Kandang XII Banda Aceh ini, disebutkan
bahwa Sultan Ali Mughayat Syah meninggal dunia pada 12
Dzulhijah tahun 936 Hijriah atau pada 7 Agustus 1530
dan berdasarkan penelitian batu-batu nisan yang
berhasil ditemukan, yaitu dari batu nisan Sultan Firman
Syah, salah seorang sultan yang pernah memerintah
Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan
Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh).
C. Kehidupan Politik Penguasa
Berdasarkan Bustanus salatin 1637 M karangan
Naruddin Ar-raniri yang berisi silsilah sultan-sultan
aceh, dan berita-berita eropa. Kerajan aceh telah
berhasil membebaskan diri dari kaerajaan pedir. Raja-
raja yang pernah memerintah kerajaan aceh :
1. Sultan Ali Mughayat Syah
Adalah raja kerajaan aceh yang pertama. Ia
memerintah tahun 1514 – 1528 M. Dibawah
kekuasaannya, kerajaan aceh melakukan perluasan ke
beberapa daerah yang berada di daerah Daya dan
Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap bangsa
portugis di malaka dan juga menyerang Kerajaan
Aru.
2. Sultan Salahuddin
Wafatnya Sultan Ali Mughayat Syah pemerintahan
beralih kepada purtanya yang bergelar Sultan
7
Salahuddin. Ia memerintah tahun 1528 – 1537 M.
Selama menduduki tahta kerajaan ia tidak
memperdulikan pemerintahan kerajaannya. Keadaan
kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosotan
yang tajam. Oleh karena itu Sultan Salahuddin
digantikan saudaranya yang bernama Alauddin Riayat
Syah Al-kahar.
3. Sultan Alauddin Riayat Syah Al-kahar
Ia memerintah aceh dari tahun1537 – 1568 M. Ia
melakukan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan
dalam segala bentuk pemerintahan. Pada
pemerintahannya kerajaan aceh melakukan perluasan
wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan
terhadap kerajaan malaka ( tetapi gagal ). Daerah
kerajaan Aru berhasil diduduki. Pada masa
pemerintahannya kerajaan aceh mengalami masa suram
banyak pemberontakan dan perebutan kekuasaan
sering terjadi.
4. Sultan Iskandar Muda
Ia memerintah kerajaan aceh tahun 1607 – 1636 M.
Dibawah pemerintahannya kerajaan aceh mengalami
kejayaan, tumbuh menjadi kerajaan besar dan
berkuasa atas perdagangan islam, bahkan menjadi
bandar transito yang dapat menghubungkan dengan
perdagangan islam di barat.
Untuk mencapai kebesaran kerajaan aceh Sultan
Iskandar Muda meneruskan perjuangan dengan
8
menyerang portugis dan kerajaan johor di
semenanjung malaya. Tujuannya untuk menguasai
jalur perdagangan di selat malaka dan menguasai
daerah-daerah penghasil lada. Sulata Iskandar Muda
juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untu
membeli lada di pesisir sumatra bagian barat.
Selain itu, kerajaan aceh melakukan pendudukan
terhadap daerah-daerah sepertu Aru, Pahang, Kedah,
Perlak, dan Indragiri sehingga kerajaan aceh
memiliki wilayah yang sangat luas.
Pada masa kekuasaannya terdapat dua orang ahli
tasawwuf yang terkenal di aceh Syech Syamsuddin
bin Abdullah Asy-samatrani dan Syech Ibrahin Asy-
syamsi. Setelah sultan itu wafat digantikan oleh
menantunya Iskandar Thani.
5. Sultan Iskandar Thani
Ia memerintah tahun 1636 – 1641 M. Dalam
menjalankan pemerintahannya ia melanjutkan tradisi
Sultan Iskandar Muda.
Pada masa pemerintahannya muncul seorang ulama
besar yang bernama Nuruddin Ar-raniri. Ia menulis
buku sejarah aceh berjudul Bustanu’salatin.
Sebagai ulama besar Nuruddin Ar-raini sangat
dihormati Sultan Iskandar Thani dan keluarganya
serta rakyat aceh. Setelah Sultan Iskandar Thani
meninggal tahta kerajaan dipegang oleh putri dari
9
permasyurinya dengan gelar Putri Sri Alam
Permaisyuri ( 1641 – 1667 M ).
6. Sultan Sri Alam ( 1575 – 1576 M).
7. Sultan Zain Al-abidin ( 1576 – 1577 M).
8. Sultan Ala’ Al-din Mansur Syah ( 1577 – 1589 M).
9. Sultan Buyong ( 1589 – 1596 M).
10. Sultan Ala’ Al-din Riyayat Syah Sayyid Al-
mukkamil ( 1596 – 1604 M).
11. Sultan Ali Riayat Syah ( 1604 – 1607 M).
12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta
Alam ( 1607 – 1636 M).
13. Sultan Sri Ratu Salfi Al-din Taj Al-alam
( 1641 – 1675 M).
14. Sultan Sri Ratu Naqi Al-din Nur AL-alam
( 1675 – 1678 M).
15. Sultan Sri Ratu Zaqi Al-din Inayat Syah (1678
– 1688 M).
16. Sultan Sri Ratu Kamalat Syah Zinat Al-din
( 1688 – 1699 M).
17. Sultan Badr Al-alam Syarif Hashim Jamal Al-
din ( 1699 – 1702 M).
18. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui ( 1702 –
1703 M).
19. Sultan Jamal Al-alam Badr Al-munir ( 1703 –
1726 M).
20. Sultan Jauhar Al-alam Amin Al-din ( 1726 M).
21. Sultan Syams Al-alam ( 1726 – 1727 M).
10
22. Sultan Ala’ Al-din Ahmad Syah ( 1727 – 1735
M).
23. Sultan Ala’ Al-din Johan Syah ( 1735 – 1760
M).
24. Sultan Mahmud Syah ( 1760 – 1781 M).
25. Sultan Badr Al-din ( 1781 – 1785 M).
26. Sultan Sulaiman Syah ( 1785 - .... M).
27. Alauddin Muhammad Daud Syah
28. Sultan Ala’ Al-din Jauhar Al-alam ( 1795 –
1815 dan 1818 – 1824 M).
29. Sultan Syarif Syaif Al-alam ( 1815 – 1818 M).
30. Sultan Muhammad Syah ( 1824 - 1838 M).
31. Sultan Sulaiman Syah ( 1838 – 1857 M).
32. Sultan Mansyur Syah ( 1857 – 1870 M).
33. ltan Mahmud Syah ( 1870 – 1874 M).
34. Sultan Muhammad Daun Syah ( 1874 – 1903 M).
Masa Kejayaan
Meskipun Sultan dianggap sebagai penguasa
tertinggi, tetapi nyatanya selalu dikendalikan
oleh orangkaya atau hulubalang. Hikayat Aceh
menuturkan Sultan yang diturunkan paksa
diantaranya Sultan Sri Alam digulingkan pada 1579
karena perangainya yang sudah melampaui batas
dalam membagi-bagikan harta kerajaan pada
pengikutnya. Penggantinya Sultan Zainal Abidin
terbunuh beberapa bulan kemudian karena
11
kekejamannya dan karena kecanduannya berburu dan
adu binatang. Raja-raja dan orangkaya menawarkan
mahkota kepada Alaiddin Riayat Syah Sayyid al-
Mukamil dari Dinasti Darul Kamal pada 1589. Ia
segera mengakhiri periode ketidak-stabilan dengan
menumpas orangkaya yang berlawanan dengannya
sambil memperkuat posisinya sebagai penguasa
tunggal Kesultanan Aceh yang dampaknya dirasakan
pada sultan berikutnya.
Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan
pengaruh terluas pada masa kepemimpinan Sultan
Iskandar Muda (1607 - 1636) atau Sultan Meukuta
Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkan
Pahang yang merupakan sumber timah utama. Pada
tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan
terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang
terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000
tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas
dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung
Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun
pada tahun yang sama Aceh menduduki Kedah dan
banyak membawa penduduknya ke Aceh.
Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed
Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda)
didatangkan perutusan diplomatik ke Belanda pada
tahun 1602 dengan pimpinan Tuanku Abdul Hamid.
12
Sultan juga banyak mengirim surat ke berbagai
pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki Selim II,
Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I.
Semua ini dilakukan untuk memperkuat posisi
kekuasaan Aceh.
D. Kehidupan Ekonomi
Letak Aceh Darussalam yang strategis menyebabkan
perdagangan maju pesat. Bidang perdagangan yang maju
tersebut menjadikan Aceh Darussalam makin makmur.
Setelah dapat menaklukan Pedir yang kaya akan lada
putih, Aceh Darussalam makin bertambah makmur. Dengan
kekayaan yang melimpah, Aceh Darussalam mampu membangun
angkatan bersenjata yang kuat. Sumber pemasukan utama
Kerajaan Aceh Darussalam adalah lada dan emas. Mata
pencaharian utama penduduk Aceh Darussalam adalah
bidang perdagangan, terutama perdagangan lada dan emas.
Selain berdagang, rakyat Aceh Darussalam juga
menggantungkan diri pada sektor kelautan dan pertanian.
Aceh banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan
diantaranya:
1. Minyak tanah dari Deli,
2. Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah,
3. Kapur dari Singkil,
4. Kapur Barus dan menyan dari Barus.
5. Emas di pantai barat,
13
6. Sutera di Banda Aceh.
Selain itu di ibukota juga banyak terdapat pandai emas,
tembaga, dan suasa yang mengolah barang mentah menjadi
barang jadi. Sedang Pidie merupakan lumbung beras bagi
kesultanan.Namun di antara semua yang menjadi komoditas
unggulan untuk diekspor adalah lada.
Produksi terbesar terjadi pada tahun 1820. Menurut
perkiraan Penang, nilai ekspor Aceh mencapai 1,9 juta
dollar Spanyol. Dari jumlah ini $400.000 dibawa ke
Penang, senilai $1 juta diangkut oleh pedagang Amerika
dari wilayah lada di pantai barat. Sisanya diangkut
kapal dagang India, Perancis, dan Arab. Pusat lada
terletak di pantai Barat yaitu Rigas, Teunom, dan
Meulaboh
E. Kehidupan Sosial Budaya
Kehidupan sosial
Meningkatnya kemakmuran telah menyebabkan
berkembangnya sistem feodalisme dan ajaran agama islam
di aceh. Kaum bangsawan yang memegang kekuasaan dalam
pemerintahan sipil dalam golongan Teuku, sedangkan kaum
ulama yang memegang peranan penting dalam agama disebut
golongan Teungku, namun antara kedua golongan masyarakat
itu sering terjadi persaingan yang kemudian melemahkan
14
aceh. Sejak berkuasanya Kerajaan Perlah ( abad ke-12 M
samapai ke-13 M ) telah terjadi permusuhan antara
aliran Syiah dengan Sunnah Wal Jamma’ah. Tetapi pada
masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda aliran Syiah
memperoleh perlindungan dan berkembang sampai di
daerah-daerah kekuasaan aceh.
Aliran ini diajarkan oleh Hamzah Fansuri yang
diteruskan oleh muridnya yang bernama Syamsuddin Pasai.
Sesudah Sultan Iskandar wafat, aliran Sunnah Wal
Jamma’ah mengembangkan islam beraliran Sunnah Wal
Jamma’ah, ia juga menulis sejarah aceh yang berjudul
Busnanussalatin. ( Taman raja-raja dan berisi adat-
istiadat aceh beserta ajaran agama islam ).
Pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Thani
muncul ahli tasawwuf terkenal dari gujarad yang bernama
Nurruddin Ar-Raniri. Hasil karyanya yang terkenal
adalah Bustanus Salatin yang berisi sejarah Aceh.
Ajaran Nurruddin Ar-Raniri bertentangan dengan ajaran
Hamzah Fansyuri dan Syamsudin As-Samatrani. Hal itu
menyebabkan perpecahan di kerajaan aceh pada tahun
1641, Sultan Iskandar Thani wafat. Setelah Sultan
Iskandar Thani meninggal aceh mengalami kemunduran di
berbagai bidang.
Kehidupan Budaya
15
Kejayaan yang dialami oleh Kerajaan Aceh tersebut
tidak banyak diketahui dalam bidang kebudayaan.
Walaupun ada perkembangan dalam bidang kebudayaan,
tetapi tidak sepesat perkembangan dalam aktifitas
perekonomian. Peninggalan kebudayaan yang terlihat
nyata adalah Masjid Baiturrahman.
F. Keruntuhan Kerajaan Aceh
Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di
antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di
pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan
jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli,
Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam
pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya
ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris
tahta kesultanan.
Diplomat Aceh di Penang. Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku
Imeum Lueng Bata (kanan). Sekitar tahun 1870an
Hal ini bisa ditelusuri lebih awal setelah
kemangkatan Sultan Iskandar Tsani hingga serangkaian
16
peristiwa nantinya, dimana para bangsawan ingin
mengurangi kontrol ketat kekuasaan Sultan dengan
mengangkat janda Iskandar Tsani menjadi Sultanah.
Beberapa sumber menyebutkan bahwa ketakutan akan
kembalinya Raja tiran (Sultan Iskandar Muda) yang
melatar-belakangi pengangkatan ratu.
Sejak itu masa damai terasa di Aceh, para
Ulèëbalang bebas berdagang dengan pedagang asing tanpa
harus melalui pelabuhan sultan di ibukota. Lada menjadi
tanaman utama yang dibudidayakan seantero pesisir Aceh
sehingga menjadi pemasok utama lada dunia hingga akhir
abad 19. Namun beberapa elemen masyarakat terutama dari
kaum wujudiyah menginginkan penguasa nanti adalah
seorang laki-laki bergelar Sultan. Mereka mengklaim
bahwa pewaris sah masih hidup dan tinggal bersama
mereka di pedalaman. Perang saudara pecah, mesjid raya,
Dalam terbakar, kota Bandar Aceh dalam kegaduhan dan
ketidak-tentraman. Menindaklanjuti pertikaian ini,
Kadhi Malikul Adil (semacam mufti agung) Tgk. Syech
Abdurrauf As-Sinkily melakukan berbagai reformasi
terutama perihal pembagian kekuasaan dengan
terbentuknya tiga sagoe. Hal ini mengakibatkan kekuasaan
sultanah/sultan sangat lemah dengan hanya berkuasa
penuh pada daerah Bibeueh (kekuasaan langsung) semata.
Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut
berperan besar dalam melemahnya Kesultanan Aceh. Pada
17
masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824),
seorang keturunan Sultan yang terbuang Sayyid Hussain
mengklaim mahkota kesultanan dengan mengangkat anaknya
menjadi Sultan Saif Al-Alam. Perang saudara kembali
pecah namun berkat bantuan Raffles dan Koh Lay Huan,
seorang pedagang dari Penang kedudukan Jauhar (yang
mampu berbahasa Perancis, Inggris dan Spanyol)
dikembalikan. Tak habis sampai disitu, perang saudara
kembali terjadi dalam perebutan kekuasaan antara Tuanku
Sulaiman dengan Tuanku Ibrahim yang kelak bergelar
Sultan Mansur Syah (1857-1870).
Sultan Mansyur Syah berusaha semampunya untuk
memperkuat kembali kesultanan yang sudah rapuh. Dia
berhasil menundukkan para raja lada untuk menyetor
upeti ke sultan, hal yang sebelumnya tak mampu
dilakukan sultan terdahulu. Untuk memperkuat pertahanan
wilayah timur, sultan mengirimkan armada pada tahun
1854 dipimpin oleh Laksamana Tuanku Usen dengan
kekuatan 200 perahu. Ekspedisi ini untuk meyakinkan
kekuasaan Aceh terhadap Deli, Langkat dan Serdang.
Namun naas, tahun 1865 Aceh angkat kaki dari daerah itu
dengan ditaklukkannya benteng Pulau Kampai.
Sultan juga berusaha membentuk persekutuan dengan
pihak luar sebagai usaha untuk membendung agresi
Belanda. Dikirimkannya utusan kembali ke Istanbul
sebagai pemertegas status Aceh sebagai vassal Turki
18
Utsmaniyah serta mengirimkan sejumlah dana bantuan
untuk Perang Krimea. Sebagai balasan, Sultan Abdul
Majid I mengirimkan beberapa alat tempur untuk Aceh.
Tak hanya dengan Turki, sultan juga berusaha membentuk
aliansi dengan Perancis dengan mengirim surat kepada
Raja Perancis Louis Philippe I dan Presiden Republik
Perancis ke II (1849). Namun permohonan ini tidak
ditanggapi dengan serius.
Kemunduran terus berlangsung dengan naiknya Sultan
Mahmudsyah yang muda nan lemah ke tapuk kekuasaan.
Serangkaian upaya diplomasi ke Istanbul yang dipimpin
oleh Teuku Paya Bakong dan Habib Abdurrahman Az-zahier
untuk melawan ekspansi Belanda gagal. Setelah kembali
ke ibukota, Habib bersaing dengan seorang India Teuku
Panglima Maharaja Tibang Muhammad untuk menancapkan
pengaruh dalam pemerintahan Aceh. Kaum moderat
cenderung mendukung Habib namun sultan justru
melindungi Panglima Tibang yang dicurigai bersekongkol
dengan Belanda ketika berunding di Riau.[5]
Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang
disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan
dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala
unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di
bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan
Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak
itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer
19
disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia.
Para Ulee Balang Aceh dan utusan khusus Sultan
ditugaskan untuk mencari bantuan ke sekutu lama Turki.
Namun kondisi saat itu tidak memungkinkan karena Turki
saat itu baru saja berperang dengan Rusia di Krimea.
Usaha bantuan juga ditujukan ke Italia, Perancis hingga
Amerika namun nihil. Dewan Delapan yang dibentuk di
Penang untuk meraih simpati Inggris juga tidak bisa
berbuat apa-apa. Dengan alasan ini, Belanda memantapkan
diri menyerah ibukota. Maret 1873, pasukan Belanda
mendarat di Pantai Cermin Meuraksa menandai awal invasi
Belanda Aceh.
G. Daftar Pustaka
http://www.artikelsiana.com/2014/11/sejarah- kerajaan-islam-kerajaan-aceh.html#_
http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh http://awal-berdiri-kerajaan-aceh.blogspot.com/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh
20
Rincian
1. Ahmad Syihab F : Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya
2. Anissa Shofiana U : Kehidupan Politik (Penguasa)
3. Muhitul Himam : Kehidupan Ekonomi4. Nabila Ihza N. M : Masa Kejayaan dan Keruntuhan
Kerajaan5. Sherina S. H : Kehidupan Sosial Budaya
21
SOAL
A. Pilihan ganda1. Sebelum Kerajaan Aceh dibangun, kerajaan ini
sudah dirintis oleh seseorang pada abad ke-15. Perintis tersebut adalah ...a. Mudzaffar Syahb. Ali Mughayat Syahc. Sultan Salahudind. Sultan Iskandar Mudae. Sultan Iskandar Thani
2. Raja yang membangun Kerajaan Aceh, sekaligus raja pertama di kerajaan Aceh adalah ...a. Mudzaffar Syahb. Ali Mughayat Syahc. Sultan Salahudind. Sultan Iskandar Mudae. Sultan Iskandar Thani
3. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar danberkuasa atas perdagangan islam bahkan menjadi bandar transito yang dapat menghubungkan denganpedagang islam di dunia barat. Pada saat itu Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaan yang sangat pesat berkat dan kegigihan dari raja ...a. Sultan Salahudinb. Ali Mughayat Syahc. Sultan Iskandar Mudad. Sultan Iskandar Thani
22
e. Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Kahar
4. Kerajaan Aceh merupakan kerajaan yang besar danpemerintahan yang kuat. Dalam hal ini Aceh menganut pemeerintahan yang bercorak ...a. Pemerintahan sipil atas dasar agamab. Pemerintahan presidensiil atas dasar agamac. Pemerintahan diktator atas dasar kekuasaan
rajad. Pemerintahan yang menganut faham liberale. Pemerintahan yang menganut faham komunis
5. Dalam sistem pemerintahan Aceh yang memimpin setiap kampung adalah ...a. Teukub. Teungkuc. Pang;ima sagid. Ulebalange. Imam
B. Uraian 1. Apa yang menyebabkan Kerajaan Aceh berkembang
dengan pesat baik dari segi ekonomi, sosial, agama, dll ?
2. Sebutkan dan jelaskan struktur pemerintahan yang ada di Kerajaan Aceh !
3. Apa saja tindakan Sultan Iskandar Muda yang menjadikan Aceh sebagai kerajaan besar dan mengalami kejayaan ?
4. Sebutkan raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Aceh !
5. Sebutkan faktor kemunduran dari Kerajaan Aceh !
KUNCI JAWABAN
23
A. 1. A2. B3. C4. A5. D
B. 1. Karena letak Kerajaan Aceh yang sangat
strategis yaitu terletak di dekat jalur pelayaran dan perdagangan Internasional yang tepatnya di pulau sumatra bagian utara.
2. Struktur pemerintahan di kerajaan aceh yaitu dengan corak pemerintahan sipil atas dasar agama yang dipimpin oleh kaum bangsawan, dibawahnya terdapat :
Ulebalang : pemimpin setiap kampong. Panglima sagi : pemimpin beberapa kampong
(gampong) yang digabung menjadi sagi. Teuku : kaum bangsawan yang memegang
kekuasaan sipil. Imam : kepala tiap-tiap mukim. Teungku : kaum ulama yang berkuasa dalam
bidang keagamaan.
3. Tindakan Sultan Iskandar Muda Merebut sejumlah pelabuhan penting di
pesisir barat dan timur sumatra, serta pesisir barat semenanjung malaya.
Menyerang kedudukan portugis di malaka dankapal-kapalnya yang melalui selat malaka. Aceh sempat menang perang melawan armada portugis pada tahun 1614.
Bekerja sama dengan inggris dan belanda untuk memperlemah pengaruh potugis. Iskandar muda mengizinkan persekutuan
24
dagang kedua negara itu untuk membuka kantor di Aceh.
4. Raja-raja di Kerajaan Aceh Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M) Sultan Salahuddin (1528-1537 M) Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar
(1537-1568 M) Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M)
5. Kemuduran Kerajaan Aceh Kekalahan aceh dalam perang melawan
portugis di malaka pada tahun 1629 M Tokoh pengganti Sultan Iskandar Muda tidak
secapak pendahulunya Permusuhan yang hebat diantara kaum ulama
yang menganut ajaran Syamsudin as-Sumatrani dan penganut ajaran Nurrudin ar-Raniri
Daerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat seperti Johor, Perlak, Pahang, Minangkabau, dan Siak melepaskan diri dariAceh
Pertahanan aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa berhasil mendesak dan menggeser daerah perdagangan aceh. Akibatnya perekonomian di aceh menjadi lemah.