25
KERAJAAN ACEH DISUSUN OLEH : 1. AHMAD SYIHAB FAJARULLOH (03 / X MIA 5) 2. ANISA SHOFIANA UCHTAFIA (06 / X MIA 5) 3. MUHITUL HIMAM (21 / X MIA 5) 4. NABILA IHZA NUR MUTTAQI (22 / X MIA 5) 5. SHERINA SALMA H (29 / X MIA 5) SMA NEGERI 1 REMBANG

Makalah Kerajaan Aceh

Embed Size (px)

Citation preview

KERAJAAN ACEH

DISUSUN OLEH :

1. AHMAD SYIHAB FAJARULLOH (03 / X MIA 5)

2. ANISA SHOFIANA UCHTAFIA (06 / X MIA 5)

3. MUHITUL HIMAM (21 / X MIA 5)

4. NABILA IHZA NUR MUTTAQI (22 / X MIA 5)

5. SHERINA SALMA H (29 / X MIA 5)

SMA NEGERI 1 REMBANG

2

TAHUN PELAJARAN 2014/2015DAFTAR ISI

Cover

Daftar isi ……………………………………………………………….. 2

Latar belakang ……………………………………………………….... 3

Sejarah berdirinya kerajaan ………………………………………….. 4

Kehidupan politik …………………………………………………….... 5

Kehidupan ekonomi ………………………………………………….... 8

Kehidupan social budaya ……………………………………………… 9

Keruntuhan kerajaan ………………………………………………… 10

Daftar pustaka ……………………………………………………….... 13

3

A. Latar belakang

Ketika awal kedatangan Bangsa Portugis di

Indonesia, tepatnya di Pulau Sumatra, terdapat dua

pelabuhan dagang yang besar sebagai tempat transit para

saudagar luar negeri, yakni Pasai dan Pedir. Pasai dan

Pedir mulai berkembang pesat ketika kedatangan bangsa

Portugis serta negara-negara Islam. Namun disamping

pelabuhan Pasai dan Pedir, Tome Pires menyebutkan

adanya kekuatan ketiga, masih muda, yaitu “Regno

dachei” (Kerajaan Aceh).

Aceh berdiri sekitar abad ke-16, dimana saat itu

jalur perdagangan lada yang semula melalui Laut Merah,

Kairo, dan Laut Tengah diganti menjadi melewati sebuah

Tanjung Harapan dan Sumatra. Hal ini membawa perubahan

besar bagi perdagangan Samudra Hindia, khususnya

Kerajaan Aceh. Para pedagang yang rata-rata merupakan

pemeluk agama Islam kini lebih suka berlayar melewati

utara Sumatra dan Malaka. Selain pertumbuhan ladanya

yang subur, disini para pedagang mampu menjual hasil

dagangannya dengan harga yang tinggi, terutama pada

para saudagar dari Cina. Namun hal itu justru

4

dimanfaatkan bangsa Portugis untuk menguasai Malaka dan

sekitarnya. Dari situlah pemberontakan rakyat pribumi

mulai terjadi, khususnya wilayah Aceh (Denys Lombard:

2006, 61-63)

Pada saat itu Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh

Sultan Ali Mughayat Syah atau Sultan Ibrahim, berhasil

melepaskan diri dari kekuasaan Kerajaan Pedir pada

tahun 1520. Dan pada tahun itu pula Kerajaan Aceh

berhasil menguasai daerah Daya hingga berada dalam

kekuasaannya. Dari situlah Kerajaan Aceh mulai

melakukan peperangan dan penaklukan untuk memperluas

wilayahnya serta berusaha melepaskan diri dari belenggu

penjajahan bangsa Portugis. Sekitar tahun 1524,

Kerajaan Aceh bersama pimpinanya Sultan Ali Mughayat

Syah berhasil menaklukan Pedir dan Samudra Pasai.

Kerajaan Aceh dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah

tersebut juga mampu mengalahkan kapal Portugis yang

dipimpin oleh Simao de Souza Galvao di Bandar Aceh.

B. Sejarah Berdirinya Kerajaan Aceh

Kesultanan Aceh Darussalam mulai berdiri

ketika Kerajaan Samudera Pasai sedang berada di ambang

keruntuhan. Samudera Pasai diserang oleh Kerajaan

Majapahit hingga mengalami kemunduran pada sekitar abad

5

ke-14, tepatnya pada 1360. Pada masa akhir riwayat

kerajaan Islam pertama di nusantara itulah benih-benih

Kesultanan Aceh Darussalam mulai lahir. Kesultanan Aceh

Darussalam dibangun di atas puing-puing kerajaan-

kerajaan Hindu dan Budha yang pernah ada sebelumnya,

seperti Kerajaan Indra Purba, Kerajaan Indra

Purwa, Kerajaan Indra Patra, dan Kerajaan

Indrapura (Indrapuri).

Kesultanan Aceh didirikan oleh Sultan Ali Mughayat

Syah pada tahun 1496 yang sebelumnya telah dirintis

pada abad ke-15 oleh Mudzaffar Syah. Pada awalnya

kerajaan ini berdiri atas wilayahKerajaan Lamuri,

kemudian menundukan dan menyatukan beberapa wilayah

kerajaan sekitarnya mencakup Daya, Pedir,Lidie,Nakur.

Selanjutnya pada tahun 1524 wilayah Pasai sudah menjadi

bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh diikuti

dengan Aru. Bisa dikatakan bahwa, sebenarnya kerajaan

Aceh ini merupakan kelanjutan dari Samudera Pasai untuk

membangkitkan dan meraih kembali kegemilangan

kebudayaan Aceh yang pernah dicapai sebelumnya. Pada

awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda

Aceh dan Aceh Besar tetapi pada saat pemerintahan  

Keterangan mengenai keberadaaan Kesultanan Aceh

Darussalam semakin terkuak dengan ditemukannya batu

nisan yang ternyata adalah makam Sultan Ali Mughayat

Syah. Di batu nisan pendiri Kesultanan Aceh Darussalam

6

yang berada di Kandang XII Banda Aceh ini, disebutkan

bahwa Sultan Ali Mughayat Syah meninggal dunia pada 12

Dzulhijah tahun 936 Hijriah atau pada 7 Agustus 1530

dan berdasarkan penelitian batu-batu nisan yang

berhasil ditemukan, yaitu dari batu nisan Sultan Firman

Syah, salah seorang sultan yang pernah memerintah

Kesultanan Aceh, didapat keterangan bahwa Kesultanan

Aceh beribukota di Kutaraja (Banda Aceh).

C. Kehidupan Politik Penguasa

Berdasarkan Bustanus salatin 1637 M karangan

Naruddin Ar-raniri yang berisi silsilah sultan-sultan

aceh, dan berita-berita eropa. Kerajan aceh telah

berhasil membebaskan diri dari kaerajaan pedir. Raja-

raja yang pernah memerintah kerajaan aceh :

1. Sultan Ali Mughayat Syah

Adalah raja kerajaan aceh yang pertama. Ia

memerintah tahun 1514 – 1528 M. Dibawah

kekuasaannya, kerajaan aceh melakukan perluasan ke

beberapa daerah yang berada di daerah Daya dan

Pasai. Bahkan melakukan serangan terhadap bangsa

portugis di malaka dan juga menyerang Kerajaan

Aru.

2. Sultan Salahuddin

Wafatnya Sultan Ali Mughayat Syah pemerintahan

beralih kepada purtanya yang bergelar Sultan

7

Salahuddin. Ia memerintah tahun 1528 – 1537 M.

Selama menduduki tahta kerajaan ia tidak

memperdulikan pemerintahan kerajaannya. Keadaan

kerajaan mulai goyah dan mengalami kemerosotan

yang tajam. Oleh karena itu Sultan Salahuddin

digantikan saudaranya yang bernama Alauddin Riayat

Syah Al-kahar.

3. Sultan Alauddin Riayat Syah Al-kahar

Ia memerintah aceh dari tahun1537 – 1568 M. Ia

melakukan berbagai bentuk perubahan dan perbaikan

dalam segala bentuk pemerintahan. Pada

pemerintahannya kerajaan aceh melakukan perluasan

wilayah kekuasaannya seperti melakukan serangan

terhadap kerajaan malaka ( tetapi gagal ). Daerah

kerajaan Aru berhasil diduduki. Pada masa

pemerintahannya kerajaan aceh mengalami masa suram

banyak pemberontakan dan perebutan kekuasaan

sering terjadi.

4. Sultan Iskandar Muda

Ia memerintah kerajaan aceh tahun 1607 – 1636 M.

Dibawah pemerintahannya kerajaan aceh mengalami

kejayaan, tumbuh menjadi kerajaan besar dan

berkuasa atas perdagangan islam, bahkan menjadi

bandar transito yang dapat menghubungkan dengan

perdagangan islam di barat.

Untuk mencapai kebesaran kerajaan aceh Sultan

Iskandar Muda meneruskan perjuangan dengan

8

menyerang portugis dan kerajaan johor di

semenanjung malaya. Tujuannya untuk menguasai

jalur perdagangan di selat malaka dan menguasai

daerah-daerah penghasil lada. Sulata Iskandar Muda

juga menolak permintaan Inggris dan Belanda untu

membeli lada di pesisir sumatra bagian barat.

Selain itu, kerajaan aceh melakukan pendudukan

terhadap daerah-daerah sepertu Aru, Pahang, Kedah,

Perlak, dan Indragiri sehingga kerajaan aceh

memiliki wilayah yang sangat luas.

Pada masa kekuasaannya terdapat dua orang ahli

tasawwuf yang terkenal di aceh Syech Syamsuddin

bin Abdullah Asy-samatrani dan Syech Ibrahin Asy-

syamsi. Setelah sultan itu wafat digantikan oleh

menantunya Iskandar Thani.

5. Sultan Iskandar Thani

Ia memerintah tahun 1636 – 1641 M. Dalam

menjalankan pemerintahannya ia melanjutkan tradisi

Sultan Iskandar Muda.

Pada masa pemerintahannya muncul seorang ulama

besar yang bernama Nuruddin Ar-raniri. Ia menulis

buku sejarah aceh berjudul Bustanu’salatin.

Sebagai ulama besar Nuruddin Ar-raini sangat

dihormati Sultan Iskandar Thani dan keluarganya

serta rakyat aceh. Setelah Sultan Iskandar Thani

meninggal tahta kerajaan dipegang oleh putri dari

9

permasyurinya dengan gelar Putri Sri Alam

Permaisyuri ( 1641 – 1667 M ).

6. Sultan Sri Alam ( 1575 – 1576 M).

7. Sultan Zain Al-abidin ( 1576 – 1577 M).

8. Sultan Ala’ Al-din Mansur Syah ( 1577 – 1589 M).

9. Sultan Buyong ( 1589 – 1596 M).

10. Sultan Ala’ Al-din Riyayat Syah Sayyid Al-

mukkamil ( 1596 – 1604 M).

11. Sultan Ali Riayat Syah ( 1604 – 1607 M).

12. Sultan Iskandar Muda Johan Pahlawan Meukuta

Alam ( 1607 – 1636 M).

13. Sultan Sri Ratu Salfi Al-din Taj Al-alam

( 1641 – 1675 M).

14. Sultan Sri Ratu Naqi Al-din Nur AL-alam

( 1675 – 1678 M).

15. Sultan Sri Ratu Zaqi Al-din Inayat Syah (1678

– 1688 M).

16. Sultan Sri Ratu Kamalat Syah Zinat Al-din

( 1688 – 1699 M).

17. Sultan Badr Al-alam Syarif Hashim Jamal Al-

din ( 1699 – 1702 M).

18. Sultan Perkasa Alam Syarif Lamtui ( 1702 –

1703 M).

19. Sultan Jamal Al-alam Badr Al-munir ( 1703 –

1726 M).

20. Sultan Jauhar Al-alam Amin Al-din ( 1726 M).

21. Sultan Syams Al-alam ( 1726 – 1727 M).

10

22. Sultan Ala’ Al-din Ahmad Syah ( 1727 – 1735

M).

23. Sultan Ala’ Al-din Johan Syah ( 1735 – 1760

M).

24. Sultan Mahmud Syah ( 1760 – 1781 M).

25. Sultan Badr Al-din ( 1781 – 1785 M).

26. Sultan Sulaiman Syah ( 1785 - .... M).

27. Alauddin Muhammad Daud Syah

28. Sultan Ala’ Al-din Jauhar Al-alam ( 1795 –

1815 dan 1818 – 1824 M).

29. Sultan Syarif Syaif Al-alam ( 1815 – 1818 M).

30. Sultan Muhammad Syah ( 1824 - 1838 M).

31. Sultan Sulaiman Syah ( 1838 – 1857 M).

32. Sultan Mansyur Syah ( 1857 – 1870 M).

33. ltan Mahmud Syah ( 1870 – 1874 M).

34. Sultan Muhammad Daun Syah ( 1874 – 1903 M).

Masa Kejayaan

Meskipun Sultan dianggap sebagai penguasa

tertinggi, tetapi nyatanya selalu dikendalikan

oleh orangkaya atau hulubalang. Hikayat Aceh

menuturkan Sultan yang diturunkan paksa

diantaranya Sultan Sri Alam digulingkan pada 1579

karena perangainya yang sudah melampaui batas

dalam membagi-bagikan harta kerajaan pada

pengikutnya. Penggantinya Sultan Zainal Abidin

terbunuh beberapa bulan kemudian karena

11

kekejamannya dan karena kecanduannya berburu dan

adu binatang. Raja-raja dan orangkaya menawarkan

mahkota kepada Alaiddin Riayat Syah Sayyid al-

Mukamil dari Dinasti Darul Kamal pada 1589. Ia

segera mengakhiri periode ketidak-stabilan dengan

menumpas orangkaya yang berlawanan dengannya

sambil memperkuat posisinya sebagai penguasa

tunggal Kesultanan Aceh yang dampaknya dirasakan

pada sultan berikutnya.

Kesultanan Aceh mengalami masa ekspansi dan

pengaruh terluas pada masa kepemimpinan Sultan

Iskandar Muda (1607 - 1636) atau Sultan Meukuta

Alam. Pada masa kepemimpinannya, Aceh menaklukkan

Pahang yang merupakan sumber timah utama. Pada

tahun 1629, kesultanan Aceh melakukan penyerangan

terhadap Portugis di Melaka dengan armada yang

terdiri dari 500 buah kapal perang dan 60.000

tentara laut. Serangan ini dalam upaya memperluas

dominasi Aceh atas Selat Malaka dan semenanjung

Melayu. Sayangnya ekspedisi ini gagal, meskipun

pada tahun yang sama Aceh menduduki Kedah dan

banyak membawa penduduknya ke Aceh.

Pada masa Sultan Alaidin Righayat Syah Sayed

Al-Mukammil (kakek Sultan Iskandar Muda)

didatangkan perutusan diplomatik ke Belanda pada

tahun 1602 dengan pimpinan Tuanku Abdul Hamid.

12

Sultan juga banyak mengirim surat ke berbagai

pemimpin dunia seperti ke Sultan Turki Selim II,

Pangeran Maurit van Nassau, dan Ratu Elizabeth I.

Semua ini dilakukan untuk memperkuat posisi

kekuasaan Aceh.

D. Kehidupan Ekonomi

Letak Aceh Darussalam yang strategis menyebabkan

perdagangan maju pesat. Bidang perdagangan yang maju

tersebut menjadikan Aceh Darussalam makin makmur.

Setelah dapat menaklukan Pedir yang kaya akan lada

putih, Aceh Darussalam makin bertambah makmur. Dengan

kekayaan yang melimpah, Aceh Darussalam mampu membangun

angkatan bersenjata yang kuat. Sumber pemasukan utama

Kerajaan Aceh Darussalam adalah lada dan emas. Mata

pencaharian utama penduduk Aceh Darussalam adalah

bidang perdagangan, terutama perdagangan lada dan emas.

Selain berdagang, rakyat Aceh Darussalam juga

menggantungkan diri pada sektor kelautan dan pertanian.

Aceh banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan

diantaranya:

1. Minyak tanah dari Deli,

2. Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah,

3. Kapur dari Singkil,

4. Kapur Barus dan menyan dari Barus.

5. Emas di pantai barat,

13

6. Sutera di Banda Aceh.

Selain itu di ibukota juga banyak terdapat pandai emas,

tembaga, dan suasa yang mengolah barang mentah menjadi

barang jadi. Sedang Pidie merupakan lumbung beras bagi

kesultanan.Namun di antara semua yang menjadi komoditas

unggulan untuk diekspor adalah lada.

Produksi terbesar terjadi pada tahun 1820. Menurut

perkiraan Penang, nilai ekspor Aceh mencapai 1,9 juta

dollar Spanyol. Dari jumlah ini $400.000 dibawa ke

Penang, senilai $1 juta diangkut oleh pedagang Amerika

dari wilayah lada di pantai barat. Sisanya diangkut

kapal dagang India, Perancis, dan Arab. Pusat lada

terletak di pantai Barat yaitu Rigas, Teunom, dan

Meulaboh

E. Kehidupan Sosial Budaya

Kehidupan sosial

Meningkatnya kemakmuran telah menyebabkan

berkembangnya sistem feodalisme dan ajaran agama islam

di aceh. Kaum bangsawan yang memegang kekuasaan dalam

pemerintahan sipil dalam golongan Teuku, sedangkan kaum

ulama yang memegang peranan penting dalam agama disebut

golongan Teungku, namun antara kedua golongan masyarakat

itu sering terjadi persaingan yang kemudian melemahkan

14

aceh. Sejak berkuasanya Kerajaan Perlah ( abad ke-12 M

samapai ke-13 M ) telah terjadi permusuhan antara

aliran Syiah dengan Sunnah Wal Jamma’ah. Tetapi pada

masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda aliran Syiah

memperoleh perlindungan dan berkembang sampai di

daerah-daerah kekuasaan aceh.

Aliran ini diajarkan oleh Hamzah Fansuri yang

diteruskan oleh muridnya yang bernama Syamsuddin Pasai.

Sesudah Sultan Iskandar wafat, aliran Sunnah Wal

Jamma’ah mengembangkan islam beraliran Sunnah Wal

Jamma’ah, ia juga menulis sejarah aceh yang berjudul

Busnanussalatin. ( Taman raja-raja dan berisi adat-

istiadat aceh beserta ajaran agama islam ).

Pada saat pemerintahan Sultan Iskandar Thani

muncul ahli tasawwuf terkenal dari gujarad yang bernama

Nurruddin Ar-Raniri. Hasil karyanya yang terkenal

adalah Bustanus Salatin yang berisi sejarah Aceh.

Ajaran Nurruddin Ar-Raniri bertentangan dengan ajaran

Hamzah Fansyuri dan Syamsudin As-Samatrani. Hal itu

menyebabkan perpecahan di kerajaan aceh pada tahun

1641, Sultan Iskandar Thani wafat. Setelah Sultan

Iskandar Thani meninggal aceh mengalami kemunduran di

berbagai bidang.

Kehidupan Budaya

15

Kejayaan yang dialami oleh Kerajaan Aceh tersebut

tidak banyak diketahui dalam bidang kebudayaan.

Walaupun ada perkembangan dalam bidang kebudayaan,

tetapi tidak sepesat perkembangan dalam aktifitas

perekonomian. Peninggalan kebudayaan yang terlihat

nyata adalah Masjid Baiturrahman.

F. Keruntuhan Kerajaan Aceh

Kemunduran Aceh disebabkan oleh beberapa faktor, di

antaranya ialah makin menguatnya kekuasaan Belanda di

pulau Sumatera dan Selat Malaka, ditandai dengan

jatuhnya wilayah Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli,

Mandailing, Deli, Barus (1840) serta Bengkulu kedalam

pangkuan penjajahan Belanda. Faktor penting lainnya

ialah adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris

tahta kesultanan.

Diplomat Aceh di Penang. Duduk: Teuku Kadi Malikul Adil (kiri) dan Teuku

Imeum Lueng Bata (kanan). Sekitar tahun 1870an

Hal ini bisa ditelusuri lebih awal setelah

kemangkatan Sultan Iskandar Tsani hingga serangkaian

16

peristiwa nantinya, dimana para bangsawan ingin

mengurangi kontrol ketat kekuasaan Sultan dengan

mengangkat janda Iskandar Tsani menjadi Sultanah.

Beberapa sumber menyebutkan bahwa ketakutan akan

kembalinya Raja tiran (Sultan Iskandar Muda) yang

melatar-belakangi pengangkatan ratu.

Sejak itu masa damai terasa di Aceh, para

Ulèëbalang bebas berdagang dengan pedagang asing tanpa

harus melalui pelabuhan sultan di ibukota. Lada menjadi

tanaman utama yang dibudidayakan seantero pesisir Aceh

sehingga menjadi pemasok utama lada dunia hingga akhir

abad 19. Namun beberapa elemen masyarakat terutama dari

kaum wujudiyah menginginkan penguasa nanti adalah

seorang laki-laki bergelar Sultan. Mereka mengklaim

bahwa pewaris sah masih hidup dan tinggal bersama

mereka di pedalaman. Perang saudara pecah, mesjid raya,

Dalam terbakar, kota Bandar Aceh dalam kegaduhan dan

ketidak-tentraman. Menindaklanjuti pertikaian ini,

Kadhi Malikul Adil (semacam mufti agung) Tgk. Syech

Abdurrauf As-Sinkily melakukan berbagai reformasi

terutama perihal pembagian kekuasaan dengan

terbentuknya tiga sagoe. Hal ini mengakibatkan kekuasaan

sultanah/sultan sangat lemah dengan hanya berkuasa

penuh pada daerah Bibeueh (kekuasaan langsung) semata.

Perang saudara dalam hal perebutan kekuasaan turut

berperan besar dalam melemahnya Kesultanan Aceh. Pada

17

masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824),

seorang keturunan Sultan yang terbuang Sayyid Hussain

mengklaim mahkota kesultanan dengan mengangkat anaknya

menjadi Sultan Saif Al-Alam. Perang saudara kembali

pecah namun berkat bantuan Raffles dan Koh Lay Huan,

seorang pedagang dari Penang kedudukan Jauhar (yang

mampu berbahasa Perancis, Inggris dan Spanyol)

dikembalikan. Tak habis sampai disitu, perang saudara

kembali terjadi dalam perebutan kekuasaan antara Tuanku

Sulaiman dengan Tuanku Ibrahim yang kelak bergelar

Sultan Mansur Syah (1857-1870).

Sultan Mansyur Syah berusaha semampunya untuk

memperkuat kembali kesultanan yang sudah rapuh. Dia

berhasil menundukkan para raja lada untuk menyetor

upeti ke sultan, hal yang sebelumnya tak mampu

dilakukan sultan terdahulu. Untuk memperkuat pertahanan

wilayah timur, sultan mengirimkan armada pada tahun

1854 dipimpin oleh Laksamana Tuanku Usen dengan

kekuatan 200 perahu. Ekspedisi ini untuk meyakinkan

kekuasaan Aceh terhadap Deli, Langkat dan Serdang.

Namun naas, tahun 1865 Aceh angkat kaki dari daerah itu

dengan ditaklukkannya benteng Pulau Kampai.

Sultan juga berusaha membentuk persekutuan dengan

pihak luar sebagai usaha untuk membendung agresi

Belanda. Dikirimkannya utusan kembali ke Istanbul

sebagai pemertegas status Aceh sebagai vassal Turki

18

Utsmaniyah serta mengirimkan sejumlah dana bantuan

untuk Perang Krimea. Sebagai balasan, Sultan Abdul

Majid I mengirimkan beberapa alat tempur untuk Aceh.

Tak hanya dengan Turki, sultan juga berusaha membentuk

aliansi dengan Perancis dengan mengirim surat kepada

Raja Perancis Louis Philippe I dan Presiden Republik

Perancis ke II (1849). Namun permohonan ini tidak

ditanggapi dengan serius.

Kemunduran terus berlangsung dengan naiknya Sultan

Mahmudsyah yang muda nan lemah ke tapuk kekuasaan.

Serangkaian upaya diplomasi ke Istanbul yang dipimpin

oleh Teuku Paya Bakong dan Habib Abdurrahman Az-zahier

untuk melawan ekspansi Belanda gagal. Setelah kembali

ke ibukota, Habib bersaing dengan seorang India Teuku

Panglima Maharaja Tibang Muhammad untuk menancapkan

pengaruh dalam pemerintahan Aceh. Kaum moderat

cenderung mendukung Habib namun sultan justru

melindungi Panglima Tibang yang dicurigai bersekongkol

dengan Belanda ketika berunding di Riau.[5]

Pada akhir November 1871, lahirlah apa yang

disebut dengan Traktat Sumatera, dimana disebutkan

dengan jelas "Inggris wajib berlepas diri dari segala

unjuk perasaan terhadap perluasan kekuasaan Belanda di

bagian manapun di Sumatera. Pembatasan-pembatasan

Traktat London 1824 mengenai Aceh dibatalkan." Sejak

itu, usaha-usaha untuk menyerbu Aceh makin santer

19

disuarakan, baik dari negeri Belanda maupun Batavia.

Para Ulee Balang Aceh dan utusan khusus Sultan

ditugaskan untuk mencari bantuan ke sekutu lama Turki.

Namun kondisi saat itu tidak memungkinkan karena Turki

saat itu baru saja berperang dengan Rusia di Krimea.

Usaha bantuan juga ditujukan ke Italia, Perancis hingga

Amerika namun nihil. Dewan Delapan yang dibentuk di

Penang untuk meraih simpati Inggris juga tidak bisa

berbuat apa-apa. Dengan alasan ini, Belanda memantapkan

diri menyerah ibukota. Maret 1873, pasukan Belanda

mendarat di Pantai Cermin Meuraksa menandai awal invasi

Belanda Aceh.

G. Daftar Pustaka

http://www.artikelsiana.com/2014/11/sejarah- kerajaan-islam-kerajaan-aceh.html#_

http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh http://awal-berdiri-kerajaan-aceh.blogspot.com/ http://id.wikipedia.org/wiki/Kesultanan_Aceh

20

Rincian

1. Ahmad Syihab F : Latar Belakang dan Sejarah Berdirinya

2. Anissa Shofiana U : Kehidupan Politik (Penguasa)

3. Muhitul Himam : Kehidupan Ekonomi4. Nabila Ihza N. M : Masa Kejayaan dan Keruntuhan

Kerajaan5. Sherina S. H : Kehidupan Sosial Budaya

21

SOAL

A. Pilihan ganda1. Sebelum Kerajaan Aceh dibangun, kerajaan ini

sudah dirintis oleh seseorang pada abad ke-15. Perintis tersebut adalah ...a. Mudzaffar Syahb. Ali Mughayat Syahc. Sultan Salahudind. Sultan Iskandar Mudae. Sultan Iskandar Thani

2. Raja yang membangun Kerajaan Aceh, sekaligus raja pertama di kerajaan Aceh adalah ...a. Mudzaffar Syahb. Ali Mughayat Syahc. Sultan Salahudind. Sultan Iskandar Mudae. Sultan Iskandar Thani

3. Kerajaan Aceh tumbuh menjadi kerajaan besar danberkuasa atas perdagangan islam bahkan menjadi bandar transito yang dapat menghubungkan denganpedagang islam di dunia barat. Pada saat itu Kerajaan Aceh mengalami masa kejayaan yang sangat pesat berkat dan kegigihan dari raja ...a. Sultan Salahudinb. Ali Mughayat Syahc. Sultan Iskandar Mudad. Sultan Iskandar Thani

22

e. Sultan Alaudin Riayat Syah Al-Kahar

4. Kerajaan Aceh merupakan kerajaan yang besar danpemerintahan yang kuat. Dalam hal ini Aceh menganut pemeerintahan yang bercorak ...a. Pemerintahan sipil atas dasar agamab. Pemerintahan presidensiil atas dasar agamac. Pemerintahan diktator atas dasar kekuasaan

rajad. Pemerintahan yang menganut faham liberale. Pemerintahan yang menganut faham komunis

5. Dalam sistem pemerintahan Aceh yang memimpin setiap kampung adalah ...a. Teukub. Teungkuc. Pang;ima sagid. Ulebalange. Imam

B. Uraian 1. Apa yang menyebabkan Kerajaan Aceh berkembang

dengan pesat baik dari segi ekonomi, sosial, agama, dll ?

2. Sebutkan dan jelaskan struktur pemerintahan yang ada di Kerajaan Aceh !

3. Apa saja tindakan Sultan Iskandar Muda yang menjadikan Aceh sebagai kerajaan besar dan mengalami kejayaan ?

4. Sebutkan raja-raja yang pernah memerintah di kerajaan Aceh !

5. Sebutkan faktor kemunduran dari Kerajaan Aceh !

KUNCI JAWABAN

23

A. 1. A2. B3. C4. A5. D

B. 1. Karena letak Kerajaan Aceh yang sangat

strategis yaitu terletak di dekat jalur pelayaran dan perdagangan Internasional yang tepatnya di pulau sumatra bagian utara.

2. Struktur pemerintahan di kerajaan aceh yaitu dengan corak pemerintahan sipil atas dasar agama yang dipimpin oleh kaum bangsawan, dibawahnya terdapat :

Ulebalang : pemimpin setiap kampong. Panglima sagi : pemimpin beberapa kampong

(gampong) yang digabung menjadi sagi. Teuku : kaum bangsawan yang memegang

kekuasaan sipil. Imam : kepala tiap-tiap mukim. Teungku : kaum ulama yang berkuasa dalam

bidang keagamaan.

3. Tindakan Sultan Iskandar Muda Merebut sejumlah pelabuhan penting di

pesisir barat dan timur sumatra, serta pesisir barat semenanjung malaya.

Menyerang kedudukan portugis di malaka dankapal-kapalnya yang melalui selat malaka. Aceh sempat menang perang melawan armada portugis pada tahun 1614.

Bekerja sama dengan inggris dan belanda untuk memperlemah pengaruh potugis. Iskandar muda mengizinkan persekutuan

24

dagang kedua negara itu untuk membuka kantor di Aceh.

4. Raja-raja di Kerajaan Aceh Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528 M) Sultan Salahuddin (1528-1537 M) Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahar

(1537-1568 M) Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M) Sultan Iskandar Thani (1636-1641 M)

5. Kemuduran Kerajaan Aceh Kekalahan aceh dalam perang melawan

portugis di malaka pada tahun 1629 M Tokoh pengganti Sultan Iskandar Muda tidak

secapak pendahulunya Permusuhan yang hebat diantara kaum ulama

yang menganut ajaran Syamsudin as-Sumatrani dan penganut ajaran Nurrudin ar-Raniri

Daerah-daerah yang jauh dari pemerintahan pusat seperti Johor, Perlak, Pahang, Minangkabau, dan Siak melepaskan diri dariAceh

Pertahanan aceh lemah sehingga bangsa-bangsa Eropa berhasil mendesak dan menggeser daerah perdagangan aceh. Akibatnya perekonomian di aceh menjadi lemah.

25