23
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio budaya. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Upaya Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan atau masyarakat. Tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang yang melakukan konsultasi tentang kesehatan untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan. (Undang- undang Kesehatan No.36 tahun, 2014). Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan

PROPOSAL ASKEP GERONTIK RESIKO JATUH (ANISA)

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sehat dan sakit merupakan proses yang berkaitan dengan

kemampuan atau ketidakmampuan manusia beradaptasi dengan

lingkungan baik secara biologis, psikologis maupun sosio

budaya. Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan,

jiwa dan sosial yang memungkinkan hidup produktif secara

sosial dan ekonomi. Dalam pengertian ini maka kesehatan

harus dilihat sebagai satu kesatuan yang utuh terdiri

dari unsur-unsur fisik, mental dan sosial dan di dalamnya

kesehatan jiwa merupakan bagian integral kesehatan. Upaya

Kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan

meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan

atau masyarakat. Tenaga kesehatan adalah setiap orang

yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta

memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui

pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Penerima Pelayanan Kesehatan adalah setiap orang yang

melakukan konsultasi tentang kesehatan untuk memperoleh

pelayanan kesehatan yang diperlukan, baik secara langsung

maupun tidak langsung kepada tenaga kesehatan. (Undang-

undang Kesehatan No.36 tahun, 2014).

Lanjut Usia adalah fase menurunnya kemampuan akal

dan fisik, yang di mulai dengan adanya beberapa perubahan

2

dalam hidup. Sebagai mana di ketahui, ketika manusia

mencapai usia dewasa, ia mempunyai kemampuan reproduksi

dan melahirkan anak. Ketika kondisi hidup berubah,

seseorang akan kehilangan tugas dan fungsi ini, dan

memasuki selanjutnya, yaitu usia lanjut, kemudian mati.

Bagi manusia yang normal, siapa orangnya, tentu telah

siap menerima keadaan baru dalam setiap fase hidupnya dan

mencoba menyesuaikan diri dengan kondisi lingkunganya

(Darmojo, 2009).

Penyakit pada usia lanjut dengan gejala khas yaitu

multipatologi (lebih dari satu penyakit), kemampuan

fisiologis tubuh yang sudah menurun, tampilan gejala yang

tidak khas/menyimpang, dan penurunan status fungsional

(kemampuan kreraktivitas). Penyakit-penyakit yang

ditemukan pada pasien geriatri umumnya adalah penyakit

degeneratif kronik (Kane, 2008).

Pengertian penyakit degeneratif secara umum

dikatakan bahwa penyakit ini merupakan proses penurunan

fungsi organ tubuh yang umumnya terjadi pada usia tua.

Namun ada kalanya juga bisa terjadi pada usia muda,

akibat yang ditimbulkan adalah penurunan derajat

kesehatan yang biasanya diikuti dengan penyakit. Akibat

yang paling bahaya dari penyakit ini adalah rasa sakit

dan juga sangat menyita biaya terutama saat masa tua, dan

bisa juga akan berakhir dengan kematian (Darmojo,

2009).  

3

Setiap orang pasti ingin memiliki masa tua yang

bahagia tetapi keinginan tidaklah selalu dapat menjadi

nyata. Pada kehidupan nyata, banyak sekali lansia-lansia

yang menjadi depresi, stress, dan berpenyakitan. Banyak

kita temukan lansia yang dikirim ke panti jompo dan tidak

terurus oleh keluarga, ada lansia yang diasingkan dari

kehidupan anak cucunya meskipun hidup dalam lingkungan

yang sama, ada lansia yang masih harus bekerja keras

meskipun sudah tua, dan masih banyak hal-hal lainnya yang

menjadi penyebab gangguan keselamatan dan keamanan

(Lueckenotte, 2005).

Keselamatan dan keamanan adalah suatu keadaan

seseorang atau lebih yang terhindari dari ancaman bahaya

atau kecelakaan, keadaan aman dan tentram. Faktor-faktor

yang mempengaruhi gangguan keselamatan dan keamanan yaitu

usia, tingkat kesadaran, emosi, status mobilisasi,

gangguan sensori,informasi / komunikasi, penggunaan

antibiotik yang tidak rasional, keadaan imunitas,

ketidakmampuan tubuh dalam memproduksi sel darah putih,

status nutrisi, tingkat pengetahuan.

Jatuh merupakan masalah fisik yang sering terjadi

pada lansia, dengan bertambahnya usia kondisi fisik,

mental, dan fungsi tubuh pun menurun. Jatuh dan

kecelakaan pada lansia merupakan penyebab kecacatan yang

utama. Jatuh adalah kejadian secara tiba-tiba dan tidak

disengaja yang mengakibatkan seseorang mendadak

terbaring atau terduduk dilantai (Maryam, 2008).

4

Berdasarkan penduduk lansia di Indonesia pada tahun

2020 mendatang sudah mencapai angka 11.4% atau tercatat

sekitar 28.8 juta orang yang menyebabkan jumlah penduduk

lansia terbesar di dunia (BPS, 2007). Insiden jatuh di

Indonesia tercatat dari 115 penghuni panti sebanyak 30

lansia atau sekitar 43.47% mengalami jatuh. Kejadian

jatuh pada lansia dipengaruhi oleh faktor intrinsik

seperti gangguan gaya berjalan, kelemahan otot

ekstremitas bawah, kekakuan sendi, sinkope dan dizziness,

serta faktor ekstrinsik seperti lantai yang licin dan

tidak rata, tersandung benda-benda, penglihatan kurang

karena cahaya kurang terang dan lain-lain (Darmojo,

2009).  

Penyebab jatuh pada lansia adalah penyakit yang

sedang diderita, seperti hipertensi, stroke, sakit

kepala/pusing, nyeri sendi, reumatik dan diabetes.

Perubahan-perubahan akibat proses penuaan seperti

penurunan pendengaran, penglihatan, status mental,

lambatnya pergerakan, hidup sendiri, kelemahan otot kaki

bawah, gangguan keseimbangan dan gaya berjalan. Faktor

lingkungan terdiri dari penerangan yang kurang,

bendabenda dilantai (tersandung karpet), tangga tanpa

pagar, tempat tidur atau tempat buang air yang terlalu

rendah, lantai yang tidak rata, licin serta alat bantu

jalan yang tidak tepat. Jatuh (falls) merupakan suatu

masalah yang sering terjadi pada lansia (Maryam, 2008).

5

Faktor risiko jatuh meliputi faktor intrinsik dan

ekstrinsik, faktor intrinsik antara lain sistem saraf

pusat, demensia, gangguan sistem sensorik, gangguan

sistem kardiovaskuler, gangguan metabolisme, dan gangguan

gaya berjalan. Faktor ekstrinsik meliputi lingkungan,

aktifitas, dan obat-obatan, selama proses menua, lansia

mempunyai konsekuensi untuk jatuh salah satu masalah

kesehatan yang sering terjadi pada lansia adalah

instabilitas yaitu berdiri dan berjalan tidak stabil atau

mudah jatuh. Jatuh dianggap sebagai konsekuensi alami

tetapi jatuh bukan merupakan bagian normal dari proses

penuaan (Stanley, 2006).

Upaya pencegahan perlu dilakukan untuk meminimalisir

kejadian jatuh pada lansia. Pencegahan yang dapat

dilakukan untuk mencegah terjadinya jatuh pada lansia,

mengidentifikasi faktor risiko dilakukan untuk mencari

adanya faktor intrinsik risiko jatuh, keadaan lingkungan

rumah yang berbahaya yang dapat menyebabkan jatuh harus

dihilangkan. Penilaian keseimbangan dan gaya berjalan

dilakukan untuk berpindah tempat dan pindah posisi,

penilaian postural sangat diperlukan untuk mengurangi

faktor penyebab terjadinya risiko jatuh, serta mengatur

atau mengatasi fraktur situasional dapat dicegah dengan

melakukan pemeriksaaan rutin kesehatan lansia secara

periodik (Mariyam, 2008).

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis beralasan

mengambil judul penelitian tentang. “Asuhan Keperawatan

6

Pada Klien Gerontik dengan Gangguan Keamanan : Resiko

Jatuh ”.

B. RUMUSAN MASALAH

Jatuh adalah suatu kejadian secara tiba-tiba dan tidak

disengaja yang mengakibatkan seseorang terbaring atau

terduduk dilantai (Maryam, 2008). jatuh pada lanjut usia

merupakan masalah yang sering terjadi, penyebabnya adalah

multi-faktor, serta banyak yang berperan didalamnya, baik

faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik. Pencegahan

risiko jatuh pada lansia misalnya dengan memindahkan

benda berbahaya, ruangan tidak gelap, lantai tidak licin

dan lain-lain. Peningkatan jumlah penduduk lansia

berdampak pada masalah-masalah yang ditimbulkan seperti

yang diuraikan diatas salah satunya adalah risiko jatuh.

Berdasarkan uraian dalam latar belakang diatas, maka

rumusan masalah penelitian ini adalah “Asuhan Keperawatan

Pada Klien Gerontik dengan Gangguan Keamanan : Resiko

Jatuh”.

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan

khusus sebagai berikut:

1. Tujuan Umum

Memahami asuhan keperawatan pada klien gerontik dengan

gangguan keamanan : resiko jatuh.

2. Tujuan Khusus

a.Memahami pengertian dari resiko jatuh.

7

b.Memahami penyebab dari jatuh pada lansia.

c.Memahami faktor risiko jatuh pada lansia.

d.Memahami pencegahan jatuh pada lansia.

e.Memahami komplikasi jatuh pada lansia.

f.Memahami pendekatan diagnostik dari jatuh pada

lansia.

g.Memahami penatalaksanaan jatuh pada lansia.

h.Memahami asuhan keperawatan pada lansia.

D. MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah terdiri dari:

1. Bagi Intitusi Pendidikan

Sebagai bahan informasi untuk mengetahui Asuhan

Keperawatan Pada Klien Gerontik dengan Gangguan

Keamanan : Resiko Jatuh dan sebagai sumber bacaan bagi

mahasiswa keperawatan, diharapkan dapat digunakan

sebagai bahan perbandingan, bahan kajian, atau

pengembangan terhadap ilmu keperawatan khususnya

keperawatan gerontik.

2. Bagi Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi

kepada keluarga dan masyarakat bahwa kejadian jatuh

pada lanjut usia berhubungan erat dengan faktor kondisi

8

lingkungan fisik rumah yang membahayakan sehingga

keluarga dan masyarakat dapat memodifikasi kondisi

lingkungan fisik rumah yang baik dan aman bagi lanjut

usia dalam mencegah kejadian jatuh pada lanjut usia.

3. Bagi Peneliti

Sebagai bahan masukan dari hasil penelitian ini

diharapkan dapat bermanfaat, memberikan kritik dan

saran, serta tambahan informasi guna memecahkan masalah

atau mencari solusi untuk menurunkan faktor risiko yang

dapat menyebabkan jatuh pada lansia.

BAB II

TINJAUAN TEORETIS

KONSEP DASAR MEDIS

A. PENGERTIAN

9

Jatuh merupakan masalah keperawatan utama pada lansia,

yang menyebabkan cedera, hambatan mobilitas dan kematian

(Sattin, 2004).

Selain cedera fisik yang berkaitan dengan jatuh,

individu dapat mengalami dampak psikologis, seperti takut

terjatuh kembali, kehilangan kepercayaan diri,

peningkatan kebergantungan dan isolasi sosial (Downton

dan Andrews, 2006).

Jatuh merupakan suatu kejadian yang dilaporkan

penderita atau saksi mata yang melihat kejadian, yang

mengakibatkan seseorang mendadak terbaring/terduduk di

lantai atau tempat yang lebih rendah dengan atau tanpa

kehilangan kesadaran atau luka (Ruben, 2005).

Berdasarkan beberapa pengertian jatuh di atas, dapat

disimpulkan bahwa jatuh adalah kejadian tiba-tiba dan

tidak disengaja yang mengakibatkan seseorang terbaring

atau terduduk di lantai dengan atau tanpa kehilangan

kesadaran atau luka.

B. ETIOLOGI

1. Osteoporosis menyebabkan tulang menjadi rapuh dan dapat

mencetuskan fraktur.

2. Perubahan refleks baroreseptor

Cenderung membuat lansia mengalami hipotensi postural,

menyebabkan pandangan berkunang-kunang, kehilangan

keseimbangan, dan jatuh.

10

3. Perubahan lapang pandang, penurunan adaptasi terhadap

keadaan gelap dan penurunan penglihatan perifer,

ketajaman persepsi kedalaman, dan persepsi warna dapat

menyebabkan salah interpretasi terhadap lingkungan, dan

dapat mengakibatkan lansia terpeleset dan jatuh.

4. Gaya berjalan dan keseimbangan

berubah akibat penurunan fungsi sistem saraf, otot,

rangka, sensori, sirkulasi dan pernapasan. Semua

perubahan ini mengubahpusat gravitasi, mengganggu

keseimbangan tubuh dan menyebabkan limbung, yang pada

akhirnya mengakibatkan jatuh. Perubahan keseimbangan

dan properosepsi membua lansia sangat rentan terhadap

perubahan permukaan lantai (contoh lantai licin dan

mengkilat). Akhirnya, usia yang sangat tua atau

penyakit parah dapat mengganggu fungsi refleks

perlindungan dan membuat individu yang bersangkutan

berisiko terhadap jatuh (Lord, 2005).

C. FAKTOR RISIKO

1. Faktor intrinsik

Faktor intrinsik yang dapat mengakibatkan insiden jatuh

termasuk proses penuaan dan beberapa kondisi penyakit,

termasuk penyakit jantung, stroke dan gangguan

ortopedik serta neurologik.

Faktor intrinsik dikaitkan dengan insiden jatuh pada

lansia adalah kebutuhan eliminasi individu. Beberapa

kasus jatuh terjadi saat lnsia sedang menuju,

11

menggunakan atau kembali dari kamar mandi. Perubahan

status mental juga berhubungan dengan peningkatan

insiden jatuh.

Faktor intrinsik lain yang menimbulkan resiko jatuh

adalah permukaan lantai yang meninggi, ketinggian tmpat

tidur baik yang rendah maupun yang tinggi dan tidak ada

susut tangan ditempat yang strategis seperti kamar

mandi dan lorong.

2. Faktor Ekstrinsik

Faktor ekstrinsik juga memengaruhi terjadinya jatuh.

Jatuh umumnya terjadi pada minggu pertama

hospitalisasi, yang menunjukkan bahaw megenali

lingkungan sekitar dapat mengurangi kecelakaan.

Obat merupakan agen eksternal yang diberika kepada

lansia dan dapat digolongkan sebagai faktor risiko

eksternal.obat yang memengaruhi sistem kardiovaskular

dan sistem saraf pusat meningkatkan risiko terjadinya

jatuh, biasanya akibat kemungkina hipotensi atau

karena mengakibatkan perubahan status ,emtal. Laksatif

juga berpengaruh terhadap insida jatuh.

Individu yang mengalami hambatan mobilitas fisik

cenderung menggunakan alat bantu gerak seperti kursi

roda, tongkat tunggal, tongkat kaki empat dan walker.

Pasien yang menggunakan alat banu lebih mungkin jatuh

dibandingkan dengan pasien yang tidak menggunakan alat

bantu.

12

Penggunaan restrain mengakibatkan kelemahan otot dan

konfusi, yang merupakan faktor ekstrinsik terjadinya

jatuh.

D. KOMPLIKASI

Jatuh pada lansia menimbulkan komplikasi – komplikasi

seperti : ( Kane, 2005; Van – der – Cammen, 2000 )

1. Perlukaan ( injury )

a. Rusaknya jaringan lunak yang terasa sangat sakit

berupa robek atau tertariknya jaringan otot,

robeknya arteri / vena.

b. Patah tulang ( fraktur ) : Pelvis, Femur ( terutama

kollum ), humerus, lengan bawah, tungkai bawah,

kista.

c. Hematom subdural

2. Perawatan rumah sakit

a. Komplikasi akibat tidak dapat bergerak ( imobilisasi

).

b. Risiko penyakit – penyakit iatrogenik.

3. Disabilitas

a. Penurunan mobilitas yang berhubungan dengan

perlukaan fisik.

b. Penurunan mobilitas akibat jatuh, kehilangan

kepercayaan diri, dan pembatasan gerak.

E. PENCEGAHAN TERHADAP JATUH

1. Mengindentifikasi faktor risiko, penilaian

keseimbangan, gaya berjalan, diberikan latihan

13

fleksibilitas gerakan, latihan keseimbangan fisik,

koordinasi keseimbangan serta mengatasi faktor

lingkungan. Setiap lansia harus dievaluasi bagaimana

keseimbangan badannya dalam melakukan gerakan pindah

tempat dan pindah posisi. Penilaian goyangan badan

sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh,

begitu pula dengan penilaian apakah kekuatan otot

ekstremitas bawah cukup untuk berjalan tanpa bantuan,

apakah lansia menapakkan kakinya dengan baik, tidak

mudah goyah, dan mengangkat kaki dengan benar saat

berjalan. Kesemuanya itu harus diperbaiki bila terdapat

penurunan.

2. Memperbaiki kondisi lingkungan yang dianggap tidak

aman, misalnya dengan memindahkan benda berbahaya,

peralatan rumah dibuat yang aman (stabil, ketinggian

disesuaikan, dibuat pegangan pada meja dan tangga)

serta lantai yang tidak licin dan penerangan yang

cukup.

3. Menanggapi adanya keluhan pusing, lemas atau penyakit

yang baru. Apabila keadaan lansia lemah atau lemas

tunda kegiatan jalan sampai kondisi memungkinkan dan

usahakan pelan-pelan jika akan merubah posisi (Darmojo,

2009).

F. PENATALAKSANAAN

Tujuan penatalaksanaan ini untuk mencegah terjadinya

jatuh berulang dan menerapi komplikasi yang terjadi,

14

mengembalikan fungsi AKS terbaik, mengembalikan

kepercayaan diri penderita.

1. Penatalaksanaan penderita jatuh dengan mengatasi atau

meneliminasi faktor risiko, penyebab jatuh dan

menangani komplikasinya. Penatalaksanaan ini harus

terpadu dan membutuhkan kerja tim yang terdiri dari

dokter (geriatrik, neurologik, bedah ortopedi,

rehabilitasi medik, psikiatrik, dll), sosiomedik,

arsitek dan keluarga penderita.

2. Penatalaksanaan bersifat individual, artinya berbeda

untuk setiap kasus karena perbedaan factor – factor

yang bekerjasama mengakibatkan jatuh. Bila penyebab

merupakan penyakit akut penanganannya menjadi lebih

mudah, sederhanma, dan langsung bisa menghilangkan

penyebab jatuh serta efektif. Tetapi lebih banyak

pasien jatuh karena kondisi kronik, multifaktorial

sehingga diperlukan terapi gabungan antara obat

rehabilitasi, perbaikan lingkungan, dan perbaikan

kebiasaan lansia itu. Pada kasus lain intervensi

diperlukan untuk mencegah terjadinya jatuh ulangan,

misalnya pembatasan bepergian / aktifitas fisik,

penggunaan alat bantu gerak.

3. Untuk penderita dengan kelemahan otot ekstremitas bawah

dan penurunan fungsional terapi difokuskan untuk

meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot sehingga

memperbaiki nfungsionalnya. Sayangnya sering terjadi

kesalahan, terapi rehabilitasi hanya diberikan sesaat

15

sewaktu penderita mengalami jatuh, padahal terapi ini

diperlukan terus – menerus sampai terjadi peningkatan

kekuatan otot dan status fumgsional. Penelitian yang

dilakukan dalam waktu satu tahun di Amerika Serikat

terhadap pasien jatuh umur lebih dari 75 tahun,

didapatkanpeningkatan kekuatan otot dan ketahanannya

baru terlihat nyata setelah menjalani terapi

rehabilitasi 3 bulan, semakin lama lansia melakukan

latihan semakin baik kekuatannya.

4. Terapi untuk penderita dengan penurunan gait dan

keseimbangan difokuskan untuk mengatasi / mengeliminasi

penyebabnya/faktor yang mendasarinya. Penderita

dimasukkan dalam program gait training, latihan

strengthening dan pemberian alat bantu jalan. Biasanya

program rehabilitasi ini dipimpin oleh fisioterapis.

Program ini sangatmembantu penderita dengan stroke,

fraktur kolum femoris, arthritis, Parkinsonisme.

5. Penderita dengan dissines sindrom, terapi ditujukan

pada penyakit kardiovaskuler yang mendasari,

menghentikan obat – obat yang menyebabkan hipotensi

postural seperti beta bloker, diuretik, anti depresan,

dll.

6. Terapi yang tidak boleh dilupakan adalah memperbaiki

lingkungan rumah / tempat kegiatan lansia seperti di

pencegahan jatuh (Reuben,2005).

G. PENDEKATAN DIAGNOSTIK

16

Setiap penderita lansia jatuh, harus dilakukan assesmen

seperti dibawah ini

1. Riwayat Penyakit ( Jatuh )

Anamnesis dilakukan baik terhadap penderita ataupun

saksi mata jatuh atau keluarganya ( Kane,2005).

Anamnesis ini meliputi :

a. Seputar jatuh : mencari penyebab jatuh misalnya

terpeleset, tersandung, berjalan, perubahan posisi

badan, waktu mau berdiri dari jongkok, sedang makan,

sedang buang air kecil atau besar, sedang batuk atau

bersin, sedang menoleh tiba – tiba atau aktivitas

lain.

b. Gejala yang menyertai : nyeri dada, berdebar –

debar, nyeri kepala tiba-tiba, vertigo, pingsan,

lemas, konfusio, inkontinens, sesak nafas.

c. Kondisi komorbid yang relevan : pernah stroke,

Parkinsonism, osteoporosis, sering kejang, penyakit

jantung, rematik, depresi, defisit sensorik.

d. Review obat – obatan yang diminum : antihipertensi,

diuretik, autonomik bloker, antidepresan, hipnotik,

anxiolitik, analgetik, psikotropik.

e. Review keadaan lingkungan : tempat jatuh, rumah

maupun tempat – tempat kegiatanny.

2. Pemeriksaan Fisik

17

a. Tanda vital : nadi, tensi, respirasi, suhu badan

( panas / hipotermi )

b. Kepala dan leher : penurunan visus, penurunan

pendengaran, nistagmus, gerakan yang menginduksi

ketidakseimbangan, bising

c. Jantung : aritmia, kelainan katup

d. Neurologi : perubahan status mental, defisit fokal,

neuropati perifer, kelemahan otot, instabilitas,

kekakuan, tremor.

e. Muskuloskeletal : perubahan sendi, pembatasan gerak

sendi problem kaki ( podiatrik ), deformitas.

KONSEP DASAR ASKEP

A. PENGKAJIAN

1. Aktivitas/Istirahat:

Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan,

memburuk dengan stres pada sendi, kekakuan pada pagi

hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris.Limitasi

fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu

senggang, pekerjaan, keletihan.

Tanda :Malaise, keterbatasan rentang gerak; atrofi

otot, kulit, kontraktor/kelaianan pada sendi.

2. Kardiovaskular:

Gejala : Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki ( mis:

pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada

jari sebelum warna kembali normal).

3. Integritas Ego:

18

Gejala : Faktor-faktor stres akut/ kronis: mis;

finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor

hubungan, keputusan dan ketidakberdayaan (situasi

ketidakmampuan), ancaman pada konsep diri, citra tubuh,

identitas pribadi ( misalnya ketergantungan pada orang

lain).

4. Makanan/Cairan:

Gejala :  Ketidakmampuan untuk menghasilkan/

mengkonsumsi makanan/ cairan adekuat: mual, anoreksia,

kesulitan untuk mengunyah.

Tanda :   Penurunan berat badan, kekeringan pada

membran mukosa.

5. Hygiene:

Gejala : Berbagai kesulitan untuk melaksanakan

aktivitas perawatan pribadi, ketergantungan.

6. Neurosensori:

Gejala : Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya

sensasi pada jari tangan.

Tanda : Pembengkakan sendi simetris.

7. Nyeri/Kenyamanan:

Gejala :  Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai

oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi).

8. Keamanan:

Gejala :  Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutan, Lesi

kulit, ulkus kaki. Kesulitan dalam ringan dalam

19

menangani tugas/ pemeliharaan rumah tangga. Demam

ringan menetap Kekeringan pada mata dan membran mukosa.

9. Interaksi Sosial:

Gejala : Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/

orang lain; perubahan peran; isolasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan

keterbataan rentang gerak.

2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma

jaringan akibat jatuh

3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang

berhubungan dengan fraktur, pemasangan traksi pen,

imobilitas fisik.

C. INTERVENSI

1. Gangguan mobilitas fisik yang berhubungan dengan

keterbatasan rentang gerak

20

Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:

- Klien mampertahankan kekuatan dan ketahanan sistem

muskuloskeletal dan fleksibilitas sendi-sendi

dibuktikan oleh tidak adanya kontraktur.

Intervensi Keperawatan Rasional

Observasi tanda dan gejala

penurunan mobilitas sendi,

dan kehilangan ketahanan

Observasi status respirasi

dan fungsi jantung klien.

Observasi lingkungan

terhadap bahaya-bahaya

keamanan yang potensial.

Ubah lingkungan untuk

menurunkan bahaya-bahaya

keamanan.

Ajarkan tentang tujuan dan

pentingnya latiha

Ajarkan penggunaan alat-

alat bantu yang tepat

Memberikan informasi

sebagai dasar dan

pengawasan keefektifan

intervensi.

Memberikan informasi

tentang status respirasi

dan fungsi jantung klien.

Mencegah risiko cedera

pada lansia

Meningkatkan harga diri:

meningkatkan rasa kontrol

dan kemandirian klien

Membantu perawatan diri

dan kemandirian pasien.

2. Gangguan nyaman nyeri yang berhubungan dengan trauma

jaringan akibat jatuh Tujuan atau kriteria hasil yang

diharapkan:

21

- Klien menyatakan nyeri terkontrol

- Klien mampu membatasi fungsi posisi dengan

pembatasan kontraktur

- Klien mampu mempertahankan atau meningkatkan

kekuatan dan fungsi kompensasi tubuh.

- TTV dalam batas normal

Intervensi Keperawatan Rasional

1.     Evaluasi atau lanjutkan

pemantauan tingkat

inflamasi atau rasa sakit

pada sendi.

2.    Bantu dan ajari keluarga

klien untuk pertahankan

istirahat tirah baring atau

duduk jika diperlukan,

jadwal aktifitas untuk

memberikan periode

istirahat yang terus

menerus dan tidur dimalam

hari yang tidak terganggu.

3.    Bantu  dan ajari

keluarga dengan rentang

gerak aktifatau pasif,

demikian juga latihan

resistif dan isometric jika

memungkinkan.

Tingkat aktifitas atau

latihan tergantung dari

perkembangan atau resolusi

dari proses inflamasi

       Istirahat sistemik

dianjurkan selama

eksaserbasi akut dan

seluruh fase penyakit yang

penting untuk mencegah

kelelahan dan

mempertahankan kekuatan.

      Mempertahankan atau

menigkatkan fungsi sendi,

kekuatan otot dan stamina

umum. Catatan: latihan

yang tidak adekuat dapat

menyebabkan kekakuan sendi

      Menghilangkan tekanan

pada jaringan dan

22

4.    Ajari klien dan keluarga

ubah posisi dengan sering

dengan personel cukup serta

demonstrasikan atau bantu

tehnik pemindahan dan

penggunaan bantuan

mobilitas, mis: trapeze.

5.    Dorong klien

mempertahankan postur tegak

dan duduk tinggi, berdiri,

berjalan.

6.    Ajarkan keluarga untuk

memberikan lingkungan yang

aman, mis: menaikkan kursi

atau kloset, menggunakan

pegangan tangga pada bak

atau pancuran dan toilet,

penggunaan alat bantu

mobilitas atau kursi roda

meningkatkan  sirkulasi,

tehnik pemindahan yang

tepat dapat mencegah

robekan abrasi kulit.

      Memaksimalkan fungsi

sendi, mempertahankan

mobilitas.

      Menghindari cedera

akibat kecelakaan atau

jatuh.

3. Resiko terhadap kerusakan integritas kulit yang

berhubungan dengan fraktur, pemasangan traksi pen,

imobilitas fisik.

Tujuan atau kriteria hasil yang diharapkan:

- Klien menyatakan ketidaknyamanan hilang

- Klien menunjukkan perilaku untuk mencegah kerusakan

kulit atau memudahkan penyembuhan sesuai indikasi

23

- Mencapai penyembuhan luka sesuai waktu atau

penyembuhan lesi terjadi

Intervensi Keperawatan Rasional

Kaji kulit untuk luka

terbuka, benda asing,

kemerahan , perdarahan,

perubahan warna, kelabu,

memutih.

1.

Ajarkan keluarga lansia

agar mengubah posisi

sesering mungkin.

2.

3.    Ajarkan keluarga lansia

agar sesering mungkin

membersihkan kulit dengan

air sabun hangat.

4.   Tekuk ujung kawat atau

tutup ujung kawat atau pen

dengan karett atau gabus

pelindung atau tutup jarum.

5.  Ajarkan keluarga agar

memberikan bantalan atau

pelindung dari kulit domba

atau busa.

      Memberikan informasi

tentang sirkulasi kulit

dan pembentukan edema yang

membutuhkan intervensi

medik lanjut

      Mengurangi tekanan

konstan pada area yang

sama dam meminimalkan

resiko kerusakan kulit .

Menurunkan kadar

kontaminasi kulit

     

Mencegah cedera pada

bagian tubuh lain

    Mencegah tekanan

berlebihan pada kulit,

meningkatkan eaporasi

kelembapan yang menurunkan

resiko ekskoriasi.