40
A. Judul Penelitian Pembelajaran Matematika dengan Model PBL ( Problem based learning ) untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika B. Latar Belakang Komunikasi matematika tidak hanya dikaitkan dengan pemahaman matematika, namun juga sangat terkait dengan peningkatan kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan menggunakan matematika sangat penting untuk diungkapkan. Kemampuan komunikasi dan pemecahan masalah penting dikuasai dalam pembelajaran matematika. SMP N 1 Wonopringgo merupakan salahsatu sekolah yang cukup senior di kabupaten Pekalongan. SMP N 1 Wonopringgo mempunyai 24 kelas dengan masing-masing tingkat yakni kelas VII, VIII dan IX terdapat 8 kelas dengan rata-rata ada 36 siswa setiap kelasnya. SMP N 1 Wonopringgo juga menjadi sekolah rujukan yang menggunakan kurikulum 2013. SMP ini selalu berusaha meningkatkan kualitas pembelajaran pada semua mata pelajaran termasuk matematika dengan ketentuan KKM 73. Setelah peneliti melakukan observasi gambaran siswa kelas VII.4 SMP Negeri 1 Wonopringgo dalam mengikuti pelajaran matematika mempunyai kecenderungan sebagai berikut : (1) Kemandirian siswa dalam belajar matematika juga belum nampak pada pembelajaran matematika, banyak ditemukan pula siswa pada awal pembelajaran kadang tidak mengetahui apa yang akan dipelajari, ia akan bergantung pada gurunya atau lingkungannya, banyak ditemukan siswa yang tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) dan tugas-tugas lain yang diberikan guru atau terdapat juga banyak siswa yang mengerjakan akan tetapi tidak tepat waktu dalam pengumpulan tugas. (2) Keaktifan siswa mengikuti pembelajaran matematika kurang nampak, hanya beberapa siswa saja yang aktif, mayoritas siswa jarang sekali mengajukan 1

PROPOSAL PENELITIAN PTK PBL DALAM MATERI HIMPUNAN

Embed Size (px)

Citation preview

A. Judul Penelitian

Pembelajaran Matematika dengan Model PBL ( Problem based learning )

untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika

B. Latar Belakang

Komunikasi matematika tidak hanya dikaitkan dengan pemahaman

matematika, namun juga sangat terkait dengan peningkatan kemampuan

pemecahan masalah. Kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan

menggunakan matematika sangat penting untuk diungkapkan. Kemampuan

komunikasi dan pemecahan masalah penting dikuasai dalam pembelajaran

matematika.

SMP N 1 Wonopringgo merupakan salahsatu sekolah yang cukup senior di

kabupaten Pekalongan. SMP N 1 Wonopringgo mempunyai 24 kelas dengan

masing-masing tingkat yakni kelas VII, VIII dan IX terdapat 8 kelas dengan

rata-rata ada 36 siswa setiap kelasnya. SMP N 1 Wonopringgo juga menjadi

sekolah rujukan yang menggunakan kurikulum 2013. SMP ini selalu berusaha

meningkatkan kualitas pembelajaran pada semua mata pelajaran termasuk

matematika dengan ketentuan KKM 73.

Setelah peneliti melakukan observasi gambaran siswa kelas VII.4 SMP

Negeri 1 Wonopringgo dalam mengikuti pelajaran matematika mempunyai

kecenderungan sebagai berikut : (1) Kemandirian siswa dalam belajar

matematika juga belum nampak pada pembelajaran matematika, banyak

ditemukan pula siswa pada awal pembelajaran kadang tidak mengetahui apa

yang akan dipelajari, ia akan bergantung pada gurunya atau lingkungannya,

banyak ditemukan siswa yang tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) dan

tugas-tugas lain yang diberikan guru atau terdapat juga banyak siswa yang

mengerjakan akan tetapi tidak tepat waktu dalam pengumpulan tugas. (2)

Keaktifan siswa mengikuti pembelajaran matematika kurang nampak, hanya

beberapa siswa saja yang aktif, mayoritas siswa jarang sekali mengajukan

1

pertanyaan atau mengemukakan ide pengerjaannya. (3) Siswa menganggap

bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan. (4)

Suasana yang kurang kondusif terhadap kegiatan belajar mengajar. (5)

Kurangnya rasa tanggungjawab dalam diri siswa sehingga mengakibatkan

siswa malas dalam memecahkan masalah dan mengerjakan soal.

Permasalahan yang telah dijabarkan diatas menjadi akar penyebab yang

dominan dari kurangnya kemampuan komunikasi matematika siswa terutama

siswa kelas VII.4 SMP N 1 Wonopringgo.

Untuk mengatasi masalah kemampuan komunikasi matematik siswa, maka

dalam proses pembelajaran dibutuhkan suatu model pembelajaran yang

membuat siswa bisa bekerjasama dalam mencapai tujuan pembelajaran.

Melalui model pembelajaran yang dapat pula meningkatkan keaktifan belajar

siswa selama pembelajaran berlangsung seperti bertanya apabila belum

memahami materi, mengerjakan soal, mengeluarkan pendapat, aktif dalam

berdskusi dan mampu untuk mempresentasikan hasil diskusi.

Salah satu alternatif pembelajaran yang memungkinkan dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi adalah model PBL. Selcuk (2010:

711) strategi pembelajaran PBL merupakan strategi pembelajaran yang

mendorong siswa untuk aktif dan menjadi percaya diri dalam pembelajaran.

Strategi pembelajaran PBL dapat mendorong siswa aktif sehingga dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.

Strategi pembelajaran PBL memiliki keunggulan yaitu dalam

pembelajarannya melatih siswa untuk bisa berpikir logis dan terampil berpikir

rasional dalam memecahkan suatu masalah. Karakteristik dalam

pembelajaran PBL Sumarji (2009: 130) yaitu: (1) pembelajaran bersifat

student centered, (2) pembelajaran pada kelompok-kelompok kecil, (3) guru

berperan sebagai fasilitator dan moderator, (4) masalah menjadi fokus, (5)

informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed

learning). Keunggulan PBL yaitu pembelajaran berpusat pada siswa dan guru

2

berperan sebagai fasilitator, ini sesuai dengan penerapan kurikulum yang

digunakan di SMP N 1 Wonopringgo yakni kurikulum 2013 .

Langkah-langkah yang digunakan untuk pembelajaran dapat berpengaruh

terhadap keberhasilan pembelajaran, pembelajaran yang baik akan

memberikan pengaruh yang baik pula pada pembelajaran begitupun

sebaliknya. Nurhadi (2004:111) mengungkapkan bahwa langkah-langkah

PBL yaitu: tahap pertama orientasi siswa pada masalah, tahap kedua

mengorganisasi siswa untuk belajar, tahap ketiga membimbing penyelidikan

individu dan kelompok, tahap keempat mengembangkan dan menyajikan

hasil karya, dan tahap yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi

proses pemecahan masalah. Artinya langkah-langkah yang digunakan dalam

strategi pembelajaran PBL dapat memberikan pengaruh yang baik dalam

belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.

Berdasarkan hal itu peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas

dengan menerapkan sebuah model pembelajaran yang diperkirakan mampu

mendukung upaya peningkatan kemampuan komunikasi dan prestasi

matematika siswa. Peneliti memperkirakan bahwa model pembelajaran PBL

menjadi sebuah alternatif model pembelajaran yang cukup efektif untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematika.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji

dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan

penerapan model pembelajaran PBL sebagai upaya meningkatkan

kemampuan komunikasi belajar matematika siswa kelas VII.4 SMP N 1

Wonopringgo?

3

2. Adakah peningkatan kemampuan komunikasi belajar matematika siswa

kelas siswa kelas VII.4 SMP N 1 Wonopringgo setelah melakukan

pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran PBL ?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembelajaran

matematika dengan model pembelajaran PBL dalam meningkatkan

komunikasi matematika siswa.

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat

yaitu :

1. Bagi Guru

Sebagai bahan rujukan dalam menentukan model pembelajaran dengan

tujuan agar meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.

2. Bagi Siswa

Dapat memberikan pengalaman atau wahana baru untuk dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi matematika.

3. Bagi Peneliti

Sebagai bahan pengembangan dalam penelitian di pendidikan matematika

F. Penelitian yang Relevan

Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang mendukung

direkomendasikannya pembelajaran matematika dengan model PBL untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematika :

1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (A 410 090 183) Program Studi

Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Muhammadiyah Surakarta, tahun 2013 dengan judul 4

“Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika

Melalui Strategi Problem based learning (PBL) untuk Siswa Kelas VIII

SMP Negeri 2 Banyudono”. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya

peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa. Hal

ini dapat dilihat dari indikator kemampuan komunikasi matematika siswa

yang meliputi 1) keberanian bertanya tentang materi yang sulit sebelum

tindakan 23,33% dan setelah tindakan 82,76%, 2) keberanian mengerjakan

soal di depan kelas sebelum tindakan 6,67% dan setelah tindakan 51,72%.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi PBL (Problem based

learning) dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan

kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa.

2. Skripsi Yovita Bambang Halini, Program Studi Pendidikan Matematika

FKIP Untan, dengan judul “Pengaruh Problem based learning (PBL)

Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi

Himpunan Kelas VII”. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa

pembelajaran Problem based learning (PBL) memberikan peningkatan

skor terbesar pada siswa tingkat kemampuan menengah. Berdasarkan data

tersebut dapat disimpulkan bahwa Problem based learning (PBL)

berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis Siswa Pada

Materi Himpunan Kelas VII.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Noviana Kusumawati (Prodi. Pend.

Matematika Fkip-Unikal) dengan judul “Pengembangan Perangkat

Pembelajaran Matematika Model Project Based Learning (PBL) Untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik”. Dari hasil penelitian

menunjukkan Keaktifan siswa yang ditumbuhkan oleh pembelajaran

model PBL berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi

matematik siswa. Siswa yang mendapatkan pembelajaran model PBL

mempunyai kemampuan komunikasi matematik lebih baik dibanding

dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model ekspositori. Nilai

5

KKM rata-rata kelas eksperimen 74,46 sedangkan nilai KKM rata-rata

kelas kontrol adalah 66,05.

G. Teori yang Mendukung

1. Pembelajaran Matematika

a. Pengertian pembelajaran

Menurut Amin Suyitno, pembelajaran adalah upaya menciptakan

iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan

kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara

guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Komponen yang

harus ada demi terciptanya sistem lingkungan yang memungkinkan

terjadinya proses belajar mengajar adalah tujuan, materi/bahan ajar,

metode dan media, evaluasi, didik/siswa, dan adanya pendidik/guru.

b. Faktor- faktor yang mempengaruhi pembelajaran

Hasil belajar akan dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis

besar faktor yang mempengaruhi pembelajaran dapat diklasifikasikan

menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern.

1) Faktor intern

Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri

siswa. Faktor intern dikelompokkan menjadi faktor jasmaniah

(meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis

(meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,

dan kesiapan), dan faktor kelelahan (meliputi kelelahan jasmani

seperti lemah lunglai, sedangkan kelelahan rohani seperti adanya

kelesuan dan kebosanan).

2) Faktor ekstern

6

Faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor

keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.

a) Faktor keluarga

Siswa akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara

orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana

rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.

b) Faktor sekolah

Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup

metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa

dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah,

standar pengajaran, kualitas pengajaran, keadaan gedung,

metode belajar dan tugas rumah.

c) Faktor masyarakat

Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga

berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi terkait

dengan keberadaan siswa dengan masyarakat.

c. Pembelajaran matematika

Pembelajaran matematika berdasarkan pada definisi pembelajaran

yang dikemukakan Suyitno adalah proses atau kegiatan guru mata

pelajaran matematika dengan mengajarkan matematika kepada siswa

yang di dalamnya terkandung upaya untuk menciptakan iklim dan

pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan

siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi

optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa

lainnya dalam mempelajari matematika.

Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata

pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan 7

berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara

luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2)

Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi

matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau

menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang

model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang

diperoleh, (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,

diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam

mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam

pemecahan masalah.

Jadi pembelajaran matematika merupakan proses dan upaya guru

dalam mengajarkan matematika terhadap siswanya dalam rangka

mencapai tujuan tertentu. Hal ini dilakukan dalam suatu lingkungan

pendidikan dengan metode dan model pembelajaran yang bisa

memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan. Oleh

karenanya proses pembelajaran matematika sebaiknya dilakukan

secara aktif, inovatif, efektif dan efisien, sehingga tujuan

pembelajaran bisa dicapai dengan mudah.

d. Teori pembelajaran matematika

Teori-teori yang mendukung tujuan pembelajaran diatas dengan

model PBL diantaranya dikemukakan oleh :

1) Dewey dan Kelas Berorientasi Masalah

Menurut pandangan Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan

masyarakat yang lebih besar dan kelas seharusnya menjadi

8

laboratorium untuk penyelidikan kehidupan nyata dan pemecahan

masalah. Pedagogi Dewey mendorong guru melibatkan siswa

dalam proyek-proyek berorientasi masalah dan membantu mereka

menyelidiki masalah-masalah sosial dan ilmu pengetahuan. Dewey

dan pengikutnya menegaskan bahwa pembelajaran di sekolah lebih

bermakna, tidak terlalu abstrak. Pembelajaran bermakna yang

terbaik dapat diwujudkan dengan meminta siswa berada dalam

kelompokkelompok kecil untuk mengerjakan proyek-proyek-

proyek pilihan yang sesuai dengan minat mereka sendiri. Visi

pembelajaran bermakna atau berpusat pada masalah ini digerakkan

oleh keinginan siswa yang bermakna secara pribadi. Visi ini

dengan jelas menghubungkan model PBL dengan filosofi

pendidikan dan pedagogi Dewey.

2) Piaget, Vygotsky dan Konstruktivisme

Menurut Piaget, Pedagogi yang baik itu harus melibatkan siswa

dengan situasi-situasi siswa itu sendiri yang melakukan

eksperimen. Makna yang luas dari ungkapan itu mencoba segala

sesuatu untuk mencari tahu apa yang terjadi memanipulasi benda-

benda, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan

berupaya menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang

ia temukan di waktu yang lain, dan membandingkan temuannya

dengan temuan siswa lain.

Ide pokok yang dipetik dari perhatian Vygotsky pada aspek

sosial pembelajaran adalah konsep tentang zone of proximal

development atau perkembangan berbeda: tingkat perkembangan

aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan

aktual didefinisikan tingkat perkembangan intelektual individu saat

ini dan kemampuan mempelajari hal-hal khusus atas upaya

individu ini sendiri. Tingkat perkembangan potensial didefinisikan

9

sebagai tingkat perkembangan intelektual yang dapat dicapai

individu dengan bantuan orang lain.

Menurut Vygotsky dalam pendidikan, pembelajaran terjadi

melalui interaksi sosial antara siswa dengan guru dan teman

sebaya. Dengan tantangan dan bantuan yang sesuai dari guru atau

teman sebaya yang lebih mampu, siswa bergerak maju ke dalam

perkembanganya.

3) Bruner dan Pembelajaran Bruner

Jerome Bruner seorang ahli psikologi Harvard, adalah salah

seorang tokoh reformasi kurikulum pada masa itu. Ia dan para

koleganya menyediakan pendukung teoritis penting yang dikenal

dengan pembelajaran penemuan (discovery learning). Sebuah

model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu

siswa memahami struktur atau ide-ide pokok disiplin ilmu,

kebutuhan untuk keterlibatan aktif siswa dalam proses

pembelajaran dan keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya

terjadi melalui penemuan pribadi. Tujuan pendidikan tidak hanya

meningkatkan banyaknya basis pengetahuan siswa, tetapi juga

menciptakan peluang bagi penemuan dan daya cipta siswa.

Problem based learning (PBL) juga mendasarkan pada konsep

lain yang dicetuskan oleh Bruner, yaitu ide scaffolding. Bruner

mendeskripsikan scaffolding sebagai proses pada saat siswa

dibantu menuntaskan suatu masalah tertentu melampaui

kemampuan perkembangan siswa itu melalui bantuan (scaffolding)

guru atau orang yang lebih menguasai itu. Konsep scaffolding

Bruner mirip dengan konsep Zone of Proximal Development

Vygotsky.

10

Peran dialog sosial dalam pembelajaran juga penting bagi

Bruner, ia percaya bahwa interaksi sosial di dalam dan di luar

sekolah menyumbangkan banyak perolehan bahasa siswa dan

perilaku-perilaku pemecahan masalah. Namun, jenis dialog yang

dibutuhkan tidak ditemukan pada kebanyakan kelas. Strategi

kelompok kecil yang diterapkan pada model pembelajaran

kooperatif telah banyak dikembangkan sehingga memenuhi

tuntutan perubahan struktur dialog di dalam kelas.

2. Model pembelajaran PBL (Problem based learning)

a. Pengertian model PBL

Problem based learning (PBL) telah dikenal sejak zaman John

Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum

PBL menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan

bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk

melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Trianto)

belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan

respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.

Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan

masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan

itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,

dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman

siswa yang diperoleh dari lingkungan akan dijadikan bahan danmateri

guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan

belajarnya.

Menurut Arrends (1997), PBL merupakan suatu pendekatan

pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik

dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,

mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,

mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Sedangkan menurut

11

Wina Sanjaya PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas

pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah

yang dihadapi secara ilmiah. Adapun menurut Sugiarso Model PBL

adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

model PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa

dihadapkan pada suatu masalah yang kemudian dengan melalui

pemecahan masalah itu siswa belajar keterampilan-keterampilan

melalui penyelidikan dan berpikir sehingga dapat memandirikan siswa

dalam belajar dan memecahkan masalah.

b. Ciri-ciri model PBL

Model PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas

pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah

yang dihadapi secara ilmiah.

Karakteristik dalam pembelajaran PBL Sumarji (2009: 130) yaitu:

(1) pembelajaran bersifat student centered, (2) pembelajaran pada

kelompok-kelompok kecil, (3) guru berperan sebagai fasilitator dan

moderator, (4) masalah menjadi fokus, (5) informasi-informasi baru

diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning)

Terdapat tiga ciri utama dari model PBL:

1) PBL merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam

implementasi PBL ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan

siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekedar

mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran,

akan tetapi melalui PBL siswa aktif berpikir, berkomunikasi,

mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.

12

2) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.

PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses

pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada

proses pembelajaran.

3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan

berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode

ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir

ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya

berpikir ilmiah dilakukan melalui tahap-tahap tertentu, sedangkan

empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data

dan fakta yang jelas.

c. Tujuan Model PBL

Tujuan yang ingin dicapai oleh PBL adalah kemampuan siswa

untuk berpikir kreatif, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan

alternatif pemecahan masalah malalui eksplorasi data secara empiris

dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.

Menurut Ibrahim dan Nur, PBL dikembangkan untuk membantu

siswa dalam:

1) Mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan

memecahkan masalah

Proses yang kita gunakan untuk berpikir tentang matematika

berbeda dengan proses yang kita gunakan untuk berpikir tentang

puisi. Proses-proses berpikir tentang ide-ide abstrak berbeda dari

proses-proses yang digunakan untuk berpikir tentang situasi-situasi

dunia nyata. Resnick menekankan pentingnya konteks dan

keterkaitan pada saat berpikir tentang berpikir yaitu meskipun

proses berpikir memiliki beberapa kesamaan antara situasi, proses

13

itu bervariasi tergantung dengan apa yang dipikirkan seseorang

dalam memecahkan masalah.

2) Belajar peran orang dewasa

Problem based learning (PBL) juga dimaksudkan untuk

membantu siswa berkinerja dalam situasi-situasi kehidupan nyata

dan belajar peran-peran penting yang biasa dilakukan oleh orang

dewasa. Resnick mengemukakan bahwa bentuk pembelajaran ini

penting untuk menjembatani kerjasama dalam menyelesaikan

tugas, memiliki elemen-elemen belajar magang yang mendorong

pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga dapat

memahami peran di luar sekolah.

3) Keterampilan-keterampilan untuk belajar mandiri

Guru yang secara terus menerus membimbing siswa dengan

cara mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan

pertanyaan dan memberi penghargaan untuk pertanyaan-

pertanyaan berbobot yang mereka ajukan, dengan mendorong

siswa mencari solusi/penyelesaian terhadap masalah nyata yang

dirumuskan oleh siswa sendiri, maka diharapkan siswa dapat

belajar menangani tugas-tugas pencarian solusi itu secara mandiri

dalam hidupnya kelak.

d. Tahapan-tahapan Model PBL

Sesuai dengan tujuan PBL adalah untuk menumbuhkan sikap

ilmiah, maka secara umum PBL dilakukan dengan langkah-langkah:

1) Menyadari masalah

Implementasi PBL harus dimulai dengan kesadaran adanya

masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru

membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan yang

14

dirasakan. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada

tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap

kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.

Mungkin pada tahap ini siswa dapat menemukan kesenjangan lebih

dari satu, akan tetapi guru dapat mendorong siswa agar

menentukan satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk dikaji

baik melalui kelompok besar atau kelompok kecil atau bahkan

individual.

2) Merumuskan masalah

Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari

kesenjangan, selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas

untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya

akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang

masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang harus

dikumpulkan untuk menyelasaikannya. Kemampuan yang diharap

dari siswa dalam langkah ini adalah siswa menentukan prioritas

masalah. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk

mengkaji, memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada

akhirnya muncul rumusan masalah yang jelas, spesifik, dan dapat

dipecahkan.

3) Merumuskan hipotesis

Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari

berpikir deduktif dan induktif, maka merumuskan hipotesis

merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan.

Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah

siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin

diselesaikan. Melalui analisis sebab akibat inilah pada akhirnya

siswa diharapkan dapat menentukan berbagai kemungkinan

penyelesaian masalah. Dengan demikian, upaya yang dapat

15

dilakukan selanjutnya adalah menyimpulkan data yang sesuai

dengan hipotesis yang diajukan.

4) Mengumpulkan data

Sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses

berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting. Sebab

menentukan cara penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis

yang diajukan harus sesuai dengan data yang ada. Proses berpikir

ilmiah bukan proses berimajinasi akan tetapi proses yang

didasarkan pada pengalaman. Oleh karena itu, dalam tahap ini

siswa didorong untuk mengumpulkan data yang relevan.

Kemampuan yang diharapkan dalam tahap ini adalah kecakapan

siswa untuk mengumpulkan dan memilih data, kemudian

memetakan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga

mudah dipahami.

5) Menguji hipotesis

Berdasarkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa

menentukan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak.

Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahap ini adalah

kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk

melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Di samping itu,

diharapkan siswa dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.

6) Menentukan pilihan penyelesaian

Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses

PBL. Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah

kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan

dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang

akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya,

16

termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap

pilihan.

e. Pelaksanaan Model PBL

Pengajaran PBL menurut Nurhadi (2004:111) terdiri dari lima

tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa

dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis

hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan

tahapan-tahapan pada tabel berikut ini:

Tabel 1. Sintaks Model pembelajaran berdasarkan masalah

Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru

1 Orientasi siswa

kepada masalah

Guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, menjelaskan logistik

yang diperlukan, pengajuan masalah,

memotivasi siswa terlibat dalam

aktivitas pemecahan masalah yang

dipilihnya.

2 Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

Guru membantu siswa

mendefenisikan dan

mengorganisasikan tugas belajar

yang berhubungan dengan masalah

tersebut.

3 Membimbing

penyelidikan

individual maupun

kelompok

Guru mendorong siswa untuk

mengumpulkan informasi yang

sesuai, melaksanakan eksperimen,

untuk mendapat penjelasan

pemecahan masalah.

4 Mengembangkan

dan menyajikan hasil

karya

Guru membantu siswa dalam

merencanakan dan menyiapkan

karya yang sesuai seperti laporan,

17

video, model dan membantu mereka

untuk berbagai tugas dengan

kelompoknya.

5 Menganalisa dan

mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa melakukan

refleksi atau evaluasi terhadap

penyelidikan mereka dalam proses-

proses yang mereka gunakan.

Berdasarkan tahapan pembelajaran berbasis masalah, maka

penjabaran dari tahap-tahap di atas adalah sebagai berikut:

Tahap 1 : Mengorientasikan siswa pada masalah

Pada fase ini, guru mengingatkan kembali materi yang

telah dipelajari sebelumnya, guru menyampaikan indikator

pembelajaran dan memotivasi siswa belajar dengan

menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari.

Tahap 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Pada fase ini, guru mengorganisasikan siswa dalam

kelompok beranggotakan 4 orang. Guru memberikan

masalah yang terdapat pada LKS serta alat dan bahan yang

digunakan untuk memecahkan masalah pada masing-

masing kelompok. Guru meminta setiap kelompok untuk

membaca dan memahami masalah, serta memberikan

kesempatan bertanya kepada siswa jika ada hal yang tidak

jelas dalam masalah yang diberikan. Guru meminta siswa

mendiskusikan bersama kelompoknya, penyelesaian dari

permasalahan yang ada pada LKS.

Tahap 3 : Membimbing penyelidikan mandiri atau kelompok

18

Pada fase ini, guru mengamati kerja tiap kelompok dan

memberikan bantuan yang dibutuhkan tanpa mencampuri

penyelidikan siswa dengan cara mengarahkan mereka

dengan pernyataan atau informasi yang mendekati

penyelesaian masalah dan bukan cara penyelesaian dari

masalah yang diberikan. Selain itu, guru selalu mendorong

siswa untuk selalu berdiskusi antar tim sekelompok agar

masalah cepat terselesaikan.

Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

Pada fase ini, guru meminta kelompok yang sudah

memperoleh penyelesaian masalah untuk

mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan meminta

kelompok yang tidak presentasi untuk memberikan

tanggapan. Guru memfasilitasi adanya diskusi antar

kelompok, apabila diskusi tidak menghasilkan

penyelesaian yang benar, guru dapat merangsang siswa

dengan pertanyaan-pertanyaan atau informasi-informasi

yang mengarahkan siswa untuk memperoleh penyelesaian

yang benar.

Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah

Pada fase ini, guru bersama siswa mengkaji kembali

proses pemecahan masalah dan pemecahan masalah

diarahkan untuk mencari solusi. Guru memberikan tugas

rumah dan tidak lupa mengingatkan siswa untuk

mempelajari materi selanjutnya.

3. Komunikasi Matematika

Komunikasi pada dasarnya suatu konsep yang multimakna. Makna

komunikasi pada dasarnya dapat dibedakan bedasarkan; pertama, sebagai

19

proses sosial, kedua, sebagai peristiwa, ketiga, sebagai ilmu dan ke empat

sebagai kiat atau keterampilan. Komunikasi secara umum dapat diartikan

sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan

ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik

langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam

berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan

yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain.

Komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan

dari pengirim kepada penerima. Hubungan komunikasi dan interaksi

antara si pengirim dan si penerima dibangun berdasarkan penyusunan kode

atau simbol bahasa oleh pengirim dan pembongkaran kode atau simbol

bahasa oleh penerima. Komunikasi matematika merupakan refleksi

pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik.

Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan

menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan

secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk

memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan

siswa lain, dalam berbagi ide, strategi dan solusi.

Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi

gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara

buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Setiap kali

mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, harus menyajikan

gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang

sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan

berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan

kemampuan orang yang diajak berkomunikasi dan harus mampu

menyesuaikan dengan sistem representasi yang digunakan. Tanpa itu,

komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak mencapai

sasaran.

20

Kemampuan komunikasi matematika siswa dapat dilihat dari

kemampuan berikut :

a. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide

matematika.

b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan

dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.

c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol

matematika.

d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.

e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.

f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan

generalisasi.

g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah

dipelajari.

Sedangkan indikator komunikasi matematika menurut National

Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 1989 : 214) antara lain:

a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,

dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.

b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide

matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual

lainnya.

c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi

matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,

menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.

21

Adapun aspek-aspek komunikasi matematika dalam pembelajaran

harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui

lima aspek komunikasi yaitu representing (representasi), listening

(mendengar), reading (membaca), discussing (diskusi) dan writing

(menulis).

Jadi komunikasi matematika merupakan suatu kemampuan siswa

dalam menyampaikan gagasan atau ide terkait matematika dari suatu

konsep tertentu menjadi gagasan yang lebih mudah dan sederhana. Hal ini

bisa terlihat bagaimana siswa menghubungkan benda atau kejadian nyata

dalam bahasa matematika. Selain itu juga bisa terlihat dari kemampuan

siswa dalam menerapkan atau menguraikan rumus tertentu menjadi bagian

yang lebih sederhana.

4. Himpunan

Materi himpunan merupakan materi yang ada pada kurikulum untuk

kelas VII SMP / MTs. Kompetensi dasar yang akan dikembangkan dalam

pembelajaran himpunan di kelas VII adalah menjelaskan pengertian

himpunan, himpunan bagian, komplemen himpunan, operasi himpunan

dan menunjukkan contoh dan bukan contoh suatu himpunan.

Berikut penjabaran dari materi himpunan :

a. Pengertian himpunan

Himpunan adalah kumpulan benda-benda yang didefinisikan

dengan jelas. Objek-objek dari himpunan yang didefinisikan dengan

jelas yaitu suatu objek yang dapat ditentukan dengan pasti termasuk

dalam himpunan tersebut atau tidak. Pada umumnya himpunan

disimbolkan dengan huruf kapital A, B, C, …. Objek dalam himpunan

disebut elemen/anggota himpunan yang disimbolkan dengan huruf

alfabet kecil a, b, c, ….

22

b. Anggota himpunan

Misalkan M adalah sebuah himpunan dan M = {a, b, c, d} maka:

1) Anggota atau elemen M adalah a, b, c,dan d.

Ditulis a ∈ M (dibaca: a anggota himpunan M atau a elemen M), b ∈ M, c ∈ M, dan d ∈ M.

2) Banyak anggota M dinotasikan dengan n(M). Pada contoh di atas

n(M) = 4.

c. Cara menyatakan himpunan

Himpunan dapat dinyatakan dengan 3 cara, yaitu:

1) Dengan kata-kata (deskripsi)

2) Notasi pembentuk himpunan

3) Mendaftar anggotanya

d. Menemukan konsep himpunan semesta dan diagram venn

Salah satu karakteristik matematika adalah memperhatikan semesta

pembicaraannya. Penyelesaian suatu masalah dalam matematika

dimungkinkan akan berbeda jika semesta pembicaraannya berbeda.

Demikian juga anggota himpunan tertentu ditentukan oleh

semestanya.

Suatu himpunan dapat dinyatakan dengan cara menuliskan

anggotanya dalam suatu gambar (diagram) yang dinamakan diagram

Venn. Aturan dalam pembuatan diagram Venn adalah sebagai berikut.

1) Menggambar sebuah persegi panjang untuk menunjukkan semesta

dengan mencantumkan huruf S di pojok kiri atas.

23

2) Menggambar kurva tertutup sederhana yang menggambarkan

himpunan.

3) Memberi noktah (titik) berdekatan dengan masing-masing anggota

himpunan.

4) Macam-macam diagram Venn adalah sebagai berikut

Gambar Bentuk – bentuk Diagram Venn

Himpunan semesta adalah himpunan seluruh unsur yang

menjadi objek pembicaraan, dan dilambangkan dengan S.

e. Kardinalitas himpunan

Kardinalitas Himpunan adalah bilangan yang menyatakan

banyaknya anggota dari suatu himpunan dan dinotasikan dengan n(A)

f. Menemukan konsep himpunan kosong

Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota

yang dinotasikan dengan Ø atau { }.

g. Himpunan Bagian

Himpunan A merupakan himpunan bagian (subset) dari himpunan

B atau B superset dari A jika dan hanya jika setiap anggota himpunan A

merupakan anggota himpunan B, dinotasikan A ⊂ B atau B ⊃ A. 24

S

A

B

S

A, B

S

A B

S

A B

Jika ada anggota A yang bukan anggota B maka A bukan himpunan

bagian dari B, dinotasikan dengan A ⊄ B. Himpunan kosong

dilambangkan dengan "Ø" atau "{ }" merupakan himpunan bagian dari

setiap himpunan

h. Himpunan Kuasa

Himpunan Kuasa himpunan A adalah himpunan-himpunan bagian

dari A, dilambangkan dengan P(A). Banyak anggota himpunan kuasa

dari himpunan A dilambangkan dengan n(P(A)).

Misalkan A himpunan dan P(A) adalah himpunan kuasa A Jika

n(A) = k, dengan k bilangan cacah, maka n(P(A)) = 2k

i. Kesamaan Dua Himpunan

Dua himpunan A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika A ⊂ B

dan B ⊂ A, dinotasikan dengan A = B.

Jika n(A) = n(B), tetapi A ⊄ B dan B ⊄ A maka himpunan A

ekuivalen dengan himpunan B.

j. Memahami operasi himpunan

1) Irisan

Misalkan S adalah himpunan semesta, irisan himpunan A dan

B adalah himpunan yang anggotanya semua anggota S yang

merupakan anggota himpunan A dan anggota himpunan B,

dilambangkan dengan A ∩ B. Irisan dua himpunan dinotasikan A

∩ B = {x | x ∈ A dan x ∈ B}.

2) Gabungan

Misalkan S adalah himpunan semesta, gabungan himpunan A

dan B adalah himpunan yang anggotanya semua anggota S yang

25

merupakan anggota himpunan A atau anggota himpunan B,

dilambangkan dengan A ∪ B. Gabungan dua himpunan ditulis A ∪ B = {x | x ∈ A atau x ∈ B}.

3) Komplemen

Misalkan S adalah himpunan semesta dan A adalah suatu

himpunan. Komplemen himpunan A adalah suatu himpunan semua

anggota himpunan S yang bukan anggota himpunan A, dinotasikan

dengan AC. Notasi pembentuk himpunan AC adalah AC = {x | x ∈ S tetapi x ∉ A} .

4) Selisih

Selisih himpunan B terhadap himpunan A adalah himpunan

semua anggota himpunan A yang bukan anggota himpunan B,

dinotasikan dengan A – B. Dengan notasi pembentuk himpunan

dapat dituliskan A – B = {x | x ∈ A dan x ∉ B} = A ∩ B C

H. Kerangka Berfikir

Belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan tau

pemahaman sendiri. Maka kegiatan pembelajaran seharusnya memberikan

kesempatan kepada siswa untuk melakukan proses belajarnya secara mudah,

lancar dan termotivasi. Oleh karena itu, suasana belajar yang diciptakan guru

seharusnya melibatkan siswa secara aktif, misalnya mengamati, meneliti,

bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan dan memberi contoh.

Selain itu, pemilihan model dan metode yang tepat serta peran aktif siswa

dalam pembelajaran akan lebih membantu siswa dalam memahami materi.

Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan dalam memilih dan

menggunakan model pembelajaran sehingga dapat mewujudkan proses

pembelajaran yang lebih efektif.

26

Pemilihan model pembelajaran problem based learning, peneliti rasa

sangat sesuai jika digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi

matematika siswa pada materi pokok himpunan. Hal ini karena pembelajaran

materi himpunan harus diiringi dengan kemampuan komunikasi matematika

siswa dalam mengkaitkan permasalahan sehari-hari yang bisa dituangkan

dalam bahasa matematika ataupun sebaliknya, karena banyak sekali

penggunaan himpunan terutama operasi himpunan dalam permasalahan

kehidupan sehari-hari seperti dalam menentukan jumlah suatu komunitas.

Selain hal diatas, pemilihan model ini dirasa sangat tepat karena melihat

kelebihan-kelebihan model pembelajaran tersebut dan faktor-faktor yang ada

dalam sekolah yang akan dilakukan penelitian yakni:

1. Setiap siswa menjadi siap, karena telah belajar di rumah terlebih dahulu.

2. Siswa tidak hanya menerima materi dari guru, tetapi siswa berusaha juga

menyampaikan ide-idenya sesuai dengan materi yang disampaikan yakni

himpunan.

3. Dapat melakukan diskusi dan bekerjasama dengan kelompoknya secara

sungguh-sungguh.

4. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

5. Siswa akan lebih mengingat materi yang disampaikan karena mereka

disajikan permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan materi..

Melihat kelebihan model pembelajaran tersebut diharapkan akan membuat

siswa mengetahui lebih dalam materi pokok himpunan dan dapat

mengembangkan pemikirannya masing-masing sehingga pemahaman siswa

dapat lebih meningkat dan tujuan pembelajaran yang dikehendaki dapat

tercapai dengan maksimal.

Pemilihan model pembelajaran ini dirasa juga sesuai dengan teori

belajarnya Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif

27

sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun system makna dan

pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi

mereka.

Problem based learning (PBL) juga mendasarkan pada konsep lain yang

dicetuskan oleh Bruner, yaitu ide scaffolding. Bruner mendeskripsikan

scaffolding sebagai proses pada saat siswa dibantu menuntaskan suatu

masalah tertentu melampaui kemampuan perkembangan siswa itu melalui

bantuan (scaffolding) guru atau orang yang lebih menguasai itu.

I. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan masalah dan kajian pustaka diatas, maka dapat dirumuskan

hipotesis sebagai berikut: “Penerapan pembelajaran matematika dengan

model PBL (Problem based learning) untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi matematika”

J. Metodologi Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Dalam

penelitian tindakan kelas ini dapat diartikan sebagai proses pengkajian

masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk

memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan

yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari

perlakuan tersebut.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII.4 SMP N 1

Wonopringgo. Sedangkan data yang diambil dalam penelitian ini adalah data

kuantitatif (nilai tes hasil belajar) dan data kualitatif (lembar observasi siswa).

Materi yang diambil dalam penelitian ini adalah materi himpunan.

1. Subjek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII.4 SMP N 1

Wonopringgo yang berjumlah 36 siswa dan objek penelitian ini adalah

28

SIKLUS I

SIKLUS II

keseluruhan kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran

matematika dengan penerapan model pembelajaran PBL ( Problem based

learning ) di kelas VII.4 SMP N 1 Wonopringgo.

2. Prosedur ( Langkah-Langkah Penelitian )

Secara umum, terdapat empat langkah dalam melakukan penelitian

tindakan kelas, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.

Dalam penelitian ini direncanakan dalam dua siklus, setiap siklus

terdiri dari 4 tahap, yaitu : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan

refleksi.

Berikut gambaran siklus yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini

(Suyadi, 2010):

29

PermasalahaAlternatif Pemecahan

Pelaksanaan Tindakan

Observasi Analisis Refleksi 1

Permasalahan baru dari siklus 1

Alternatif Pemecahan

Pelaksanaan Tindakan

Observasi Analisis Refleksi 2

Berhas Selesai

Belum terselesaikan Siklus berikutnya

Adapun uraian kegiatan nya adalah sebagai berikut :

a. Rancangan penelitian siklus I

1) Perencanaan

a) Mengidentifikasi masalah dan merumuskan masalah.

b) Mempersiapkan instrumen yang dibutuhkan seperti :

(1) membuat rencana pembelajaran (RPP), sesuai materi pokok

yang diambil,

(2) membuat lembar observasi siswa,

(3) membuat kisi-kisi soal tes siklus I,

(4) membuat soal-soal tes untuk siklus I dan membuat kunci

jawaban,

c) Menyiapkan alat dokumentasi.

2) Pelaksanaan

a) Guru menyapa siswa memberi salam, memberi salam, doa, dan

menanyakan kabar serta mengecek kehadiran siswa.

b) Guru mengingatkan kembali siswa mengenai pembelajaran

pada pertemuan sebelumnya.

c) Guru mengecek kemampuan prasyarat siswa dengan tanya

jawab tentang materi sebelumnya (Apersepsi)

d) Guru memberi motivasi kemanfatan belajar siswa.

e) Guru menyampaikan rencana kegiatan pembelajaran yang akan

dilaksanakan dan garis besar materi yang akan dipelajari.

30

f) Guru menyampaikan tujuan belajar dan hasil belajar yang akan

dicapai.

Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah

(1) Guru mengajukan masalah dalam bentuk bahan ajar mengenai

memahami operasi himpunan (irisan dan gabungan).

(2) Guru meminta siswa mengamati (membaca) dan memahami

masalah secara individu dan mengajukan hal-hal yang belum

dipahami terkait masalah yang disajikan.

(3) Guru memotivasi siswa dengan bertanya terkait permasalahan

dalam bahan ajar.

(4) Guru meminta siswa menuliskan informasi yang terdapat dari

masalah tersebut secara teliti dengan menggunakan bahasa

sendiri.

(5) Guru membimbing diskusi bersama untuk siswa menganalisis,

menalar, menyimpulkan informasi yang telah diperoleh dalam

rangka memahami konsep himpunan semesta dan diagram

venn (mengolah informasi).

(6) Guru meminta salah satu siswa untuk menyampaikan

informasi yang sudah dicatat, kemudian memandu siswa untuk

menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama

(mengkomunikasikan).

Tahap 2: Mengorganisasikan siswa belajar

(1) Guru meminta siswa membentuk kelompok yang

beranggotakan 4 siswa.

(2) Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisikan

masalah dan meminta siswa berkolaborasi untuk

menyelesaikan masalah (mengamati).

31

(3) Guru berkeliling mencermati siswa bekerja, mencermati dan

menemukan berbagai kesulitan yang dialami siswa, serta

memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal-hal

yang belum dipahami (menanya).

(4) Guru memberi bantuan berkaitan kesulitan yang dialami siswa

secara individu, atau kelompok.

(5) Meminta siswa bekerja sama untuk menghimpun berbagai

konsep dan aturan matematika yang sudah dipelajari serta

memikirkan secara cermat strategi pemecahan yang berguna

untuk pemecahan masalah (mengumpulkan informasi).

(6) Mendorong siswa agar bekerja sama dalam kelompok

(mengolah informasi) .

Tahap 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.

(1) Meminta siswa melihat hubungan-hubungan berdasarkan

informasi/data yang berkaitan.

(2) Guru meminta siswa mendiskusikan cara yang digunakan

untuk menemukan semua kemungkinan dari jenis persoalan

tersebut. Bila siswa belum mampu menjawabnya, guru

memberi bantuan dengan mengingatkan siswa mengenai cara

mereka menentukan himpunan yang ada.(mengolah

informasi)

Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

(1) Guru meminta siswa menyiapkan laporan hasil diskusi

kelompok secara rapi, rinci, dan sistematis. .(mengumpulkan

informasi)

(2) Guru berkeliling mencermati siswa bekerja menyusun laporan

hasil diskusi, dan memberi bantuan, bila diperlukan.

32

Tahap 5: Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan

masalah.

(1) Guru meminta salah satu siswa dari kelompok yang ditunjuk

untuk mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya di

depan kelas secara runtun, sistematis, santun, dan singkat

(mengkomunikasikan).

(2) Guru memberi kesempatan kepada siswa dari kelompok

penyaji untuk memberikan penjelasan tambahan dengan baik.

(3) Guru memberi kesempatan kepada siswa dari kelompok lain

untuk memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok

penyaji dengan sopan.

(4) Guru melibatkan siswa mengevaluasi jawaban kelompok

penyaji serta masukan dari siswa yang lain dan membuat

kesepakatan, bila jawaban yang disampaikan siswa sudah

benar.

(5) Guru mengumpulkan semua hasil diskusi tiap kelompok

Dengan tanya jawab, guru mengarahkan semua siswa pada

kesimpulan mengenai permasalahan yang ada dalam Lembar

Kerja Siswa.

g) Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran.

h) Guru memberikan tugas individu yang harus dikumpulkan

siswa sebagai evaluasi pembelajaran siklus 1.

i) Guru menginformasikan garis besar isi kegiatan pada

pertemuan berikutnya.

j) Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.

3) Pengamatan

33

Pengamatan dilakukan dengan beberapa aspek, yaitu:

a) Pengamatan kepada siswa, meliputi:

(1) Mengamati komunikasi siswa, keberhasilan dan hambatan

siswa dalam melaksanakan tugas.

(2) Memberikan penilaian untuk masing-masing siswa tentang

indikator keberhasilan.

b) Pengamatan secara kolaboratif, meliputi:

(1) Mengamati jalannya proses pembelajaran.

(2) Mengamati hasil evaluasi akhir apakah sudah mengalami

peningkatan rata-rata.

(3) Peneliti mengamati keberhasilan dan hambatan-hambatan

yang dialami dalam proses pembelajaran yang belum sesuai

dengan harapan penelitian.

4) Refleksi

Kegiatan refleksi merupakan bagian penting dalam PTK.

Pelaksanaan refleksi dengan maksud untuk mengevaluasi hasil

pembelajaran dan merumuskan perencanaan berikutnya. Evaluasi

yang dilaksanakan antara lain meliputi kualitas pembelajaran,

intensitas waktu yang digunakan, ketercapaian indikator

pembelajaran, kendala-kendala yang dihadapi selama proses

pembelajaran, dan respon siswa terhadap pembelajaran dengan

PBL. Keseluruhan hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai

pedoman untuk melaksanakan siklus II, yakni diadakan perbaikan

tindakan yang menyebabkan hambatan ketercapaian sasaran pada

siklus I.

b. Rancangan penelitian siklus II.

34

Kegiatan yang dilakukan pada siklus II merupakan perbaikan

pelaksanaan pembelajaran matematika pada siklus I. Tahapan-

tahapan pelaksanaan pada siklus II sama dengan tahapan-tahapan

pelaksanaan pada siklus I, yaitu diawali dengan perencanaan

(planning), pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observing), dan

refleksi (reflecting).

Apabila pada siklus II rata-rata kemampuan komunikasi matematika

siswa belum terjadi peningkatan, maka dilakukan siklus III dan

seterusnya. Menurut Rochiati Wiraatmadja (2004: 103) siklus penelitian

akan dihentikan apabila apa yang direncanakan sudah berjalan

sebagaimana yang diharapkan, data yang ditampilkan di kelas sudah jenuh,

dalam arti tidak ada data baru yang dapat ditampilkan dan diamati, dan

kondisi kelas sudah stabil. Berdasarkan pendapat tersebut, siklus penelitian

ini akan dihentikan setelah indikator keberhasilan tercapai.

3. Instrumen Penelitian

a. Lembar observasi

Lembar obsevasi digunakan sebagai pedoman ketika melakukan

pengamatan untuk mendapatkan data yang akurat dalam pengamatan.

Lembar observasi ini berisi aktivitas siswa, guna mengetahui

keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran PBL.

b. Wawancara

Wawancara bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh dari

hasil observasi. Selain itu digunakan untuk mengetahui sikap siswa

terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBL.

c. Tes

35

Tes dipakai untuk mengukur kemampuan siswa yang mencakup

pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil kegiatan belajar

mengajar. Metode ini digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa

dalam belajar dan pembelajaran matematika, tes dilaksanakan pada

setiap pembelajaran dan akhir siklus.

d. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah silabus,

rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), daftar nilai siswa, daftar

kelompok, dokumen guru mengenai nilai siswa, foto-foto selama

proses pembelajaran.

e. Catatan lapangan

Catatan lapangan adalah gambaran umum tentang hal-hal yang

terjadi selama proses pembelajaran di kelas selama proses observasi.

Catatan lapangan dibuat oleh peneliti berdasarkan hasil observasi.

Catatan lapangan berisi tentang berbagai aspek pembelajaran di kelas,

pengelolaan kelas, hubungan interaksi antara guru dengan siswa.

4. Teknik Analisis Data

Data hasil pengamatan diolah dengan analisis deskriptif untuk

menggambarkan keadaan peningkatan indikator keberhasilan setiap

siklus dan untuk menggambarkan keberhasilan pembelajaran melalui

model PBL ( Problem based learning ).

a. Data hasil observasi siswa

Adapun perhitungan persentase data hasil observasi kemampuan

komunikasi matematika siswa selama mengikuti pembelajaran

adalah sebagai berikut:

Persentase % = x 100%

36

Kriteria penafsiran variabel penelitian ini sebagai berikut:

75% – 100 % = baik sekali (A)

50% - 75% = baik (B)

25% - 75% = cukup (C)

0% - 25% = kurang (D)

b. Data mengenai hasil tes evaluasi

Data mengenai hasil tes evaluasi diambil dari kemampuan

kognitif siswa dalam memecahkan masalah dianalisis dengan

menghitung rata-rata nilai ketuntasan belajar.

1) Menghitung rata-rata

Untuk menghitung rata-rata digunakan rumus :

Keterangan :

rata-rata nilai

∑ X = jumlah seluruh nilai

n = jumlah siswa

2) Menghitung ketuntasan belajar

a) Ketuntasan belajar individu

Data yang diperoleh dari hasil belajar siswa dapat ditentukan

ketuntasan belajar individu menggunakan analisis deskriptif

persentase dengan perhitungan:

37

b) Ketuntasan belajar klasikal

Data yang diperoleh dari hasil belajar dapat ditentukan

ketuntasan belajar klasikal menggunakan analisis deskriptif

persentase dengan perhitungan:

5. Indikator pencapaian

Dalam penelitian ini, peningkatan komunikasi matematika siswa

secara optimal ditandai dengan tercapainya ketuntasan belajar tiap

individu. Dengan demikian yang menjadi tolak ukur keberhasilan

penelitian ini adalah:

a. Komunikasi matematika siswa di atas 70%

b. Nilai rata – rata kelas di atas 75

c. Ketuntasan belajar klasikal minimal 75 %.

DAFTAR PUSTAKA38

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineke Cipta, Cet.13.

Djemari Mardapi. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes.

Jogjakarta: Mitra Cendekia Press.

Aunurrohman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.

Dimyati dan Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta,

Cet.I.

Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.

Jakarta: Prestasi Pustaka.

Sugiarso dan Mustaji. 2005. Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik Penerapan

dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya :

Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka

Cipta.

Suyadi. 2010. Panduan Penelitian Tindakan Kelas (Buku Panduan Wajib Bagi

Para Pendidik). Jogjakarta: Diva Press.

Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.

Mardapi, Djemari. 2012. Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.

Yogyakarta : Nuha Medika.

Nurjanah. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika

Melalui Strategi Problem based learning (PBL) untuk Siswa Kelas VIII

SMP Negeri 2 Banyudono. http://eprints.ums.ac.id/23462/1/.pdf. Diakses

pada tanggal 23 Desember 2015 jam 11.11 WIB.

39

Yovita Bambang Halini. Pengaruh Problem based learning (PBL) Terhadap

Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi Himpunan Kelas

VII. http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/3563. Diakses

pada tanggal 23 Desember 2015 jam 10.59 WIB.

Noviana Kusumawati. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika

Model Project Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan

Komunikasi Matematik. http://download.portalgaruda.org/article.php?

article=104890&val=1322&title=PENGEMBANGAN

%20PERANGKAT%20PEMBELAJARAN%20MATEMATIKA

%20MODEL%20PROJECT%20BASED%20LEARNING%20(PBL)

%20UNTUK%20MENINGKATKAN%20KEMAMPUAN

%20KOMUNIKASI%20MATEMATIK. Diakses pada tanggal 23

Desember 2015 jam 10.58 WIB.

40