Upload
independent
View
1
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
A. Judul Penelitian
Pembelajaran Matematika dengan Model PBL ( Problem based learning )
untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika
B. Latar Belakang
Komunikasi matematika tidak hanya dikaitkan dengan pemahaman
matematika, namun juga sangat terkait dengan peningkatan kemampuan
pemecahan masalah. Kemampuan siswa dalam berkomunikasi dengan
menggunakan matematika sangat penting untuk diungkapkan. Kemampuan
komunikasi dan pemecahan masalah penting dikuasai dalam pembelajaran
matematika.
SMP N 1 Wonopringgo merupakan salahsatu sekolah yang cukup senior di
kabupaten Pekalongan. SMP N 1 Wonopringgo mempunyai 24 kelas dengan
masing-masing tingkat yakni kelas VII, VIII dan IX terdapat 8 kelas dengan
rata-rata ada 36 siswa setiap kelasnya. SMP N 1 Wonopringgo juga menjadi
sekolah rujukan yang menggunakan kurikulum 2013. SMP ini selalu berusaha
meningkatkan kualitas pembelajaran pada semua mata pelajaran termasuk
matematika dengan ketentuan KKM 73.
Setelah peneliti melakukan observasi gambaran siswa kelas VII.4 SMP
Negeri 1 Wonopringgo dalam mengikuti pelajaran matematika mempunyai
kecenderungan sebagai berikut : (1) Kemandirian siswa dalam belajar
matematika juga belum nampak pada pembelajaran matematika, banyak
ditemukan pula siswa pada awal pembelajaran kadang tidak mengetahui apa
yang akan dipelajari, ia akan bergantung pada gurunya atau lingkungannya,
banyak ditemukan siswa yang tidak mengerjakan Pekerjaan Rumah (PR) dan
tugas-tugas lain yang diberikan guru atau terdapat juga banyak siswa yang
mengerjakan akan tetapi tidak tepat waktu dalam pengumpulan tugas. (2)
Keaktifan siswa mengikuti pembelajaran matematika kurang nampak, hanya
beberapa siswa saja yang aktif, mayoritas siswa jarang sekali mengajukan
1
pertanyaan atau mengemukakan ide pengerjaannya. (3) Siswa menganggap
bahwa matematika merupakan pelajaran yang sulit dan menakutkan. (4)
Suasana yang kurang kondusif terhadap kegiatan belajar mengajar. (5)
Kurangnya rasa tanggungjawab dalam diri siswa sehingga mengakibatkan
siswa malas dalam memecahkan masalah dan mengerjakan soal.
Permasalahan yang telah dijabarkan diatas menjadi akar penyebab yang
dominan dari kurangnya kemampuan komunikasi matematika siswa terutama
siswa kelas VII.4 SMP N 1 Wonopringgo.
Untuk mengatasi masalah kemampuan komunikasi matematik siswa, maka
dalam proses pembelajaran dibutuhkan suatu model pembelajaran yang
membuat siswa bisa bekerjasama dalam mencapai tujuan pembelajaran.
Melalui model pembelajaran yang dapat pula meningkatkan keaktifan belajar
siswa selama pembelajaran berlangsung seperti bertanya apabila belum
memahami materi, mengerjakan soal, mengeluarkan pendapat, aktif dalam
berdskusi dan mampu untuk mempresentasikan hasil diskusi.
Salah satu alternatif pembelajaran yang memungkinkan dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi adalah model PBL. Selcuk (2010:
711) strategi pembelajaran PBL merupakan strategi pembelajaran yang
mendorong siswa untuk aktif dan menjadi percaya diri dalam pembelajaran.
Strategi pembelajaran PBL dapat mendorong siswa aktif sehingga dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.
Strategi pembelajaran PBL memiliki keunggulan yaitu dalam
pembelajarannya melatih siswa untuk bisa berpikir logis dan terampil berpikir
rasional dalam memecahkan suatu masalah. Karakteristik dalam
pembelajaran PBL Sumarji (2009: 130) yaitu: (1) pembelajaran bersifat
student centered, (2) pembelajaran pada kelompok-kelompok kecil, (3) guru
berperan sebagai fasilitator dan moderator, (4) masalah menjadi fokus, (5)
informasi-informasi baru diperoleh dari belajar mandiri (self directed
learning). Keunggulan PBL yaitu pembelajaran berpusat pada siswa dan guru
2
berperan sebagai fasilitator, ini sesuai dengan penerapan kurikulum yang
digunakan di SMP N 1 Wonopringgo yakni kurikulum 2013 .
Langkah-langkah yang digunakan untuk pembelajaran dapat berpengaruh
terhadap keberhasilan pembelajaran, pembelajaran yang baik akan
memberikan pengaruh yang baik pula pada pembelajaran begitupun
sebaliknya. Nurhadi (2004:111) mengungkapkan bahwa langkah-langkah
PBL yaitu: tahap pertama orientasi siswa pada masalah, tahap kedua
mengorganisasi siswa untuk belajar, tahap ketiga membimbing penyelidikan
individu dan kelompok, tahap keempat mengembangkan dan menyajikan
hasil karya, dan tahap yang terakhir adalah menganalisis dan mengevaluasi
proses pemecahan masalah. Artinya langkah-langkah yang digunakan dalam
strategi pembelajaran PBL dapat memberikan pengaruh yang baik dalam
belajar, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai.
Berdasarkan hal itu peneliti akan melakukan penelitian tindakan kelas
dengan menerapkan sebuah model pembelajaran yang diperkirakan mampu
mendukung upaya peningkatan kemampuan komunikasi dan prestasi
matematika siswa. Peneliti memperkirakan bahwa model pembelajaran PBL
menjadi sebuah alternatif model pembelajaran yang cukup efektif untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematika.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dikaji
dalam penelitian ini sebagai berikut :
1. Bagaimana pelaksanaan proses pembelajaran matematika dengan
penerapan model pembelajaran PBL sebagai upaya meningkatkan
kemampuan komunikasi belajar matematika siswa kelas VII.4 SMP N 1
Wonopringgo?
3
2. Adakah peningkatan kemampuan komunikasi belajar matematika siswa
kelas siswa kelas VII.4 SMP N 1 Wonopringgo setelah melakukan
pembelajaran matematika dengan penerapan model pembelajaran PBL ?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pembelajaran
matematika dengan model pembelajaran PBL dalam meningkatkan
komunikasi matematika siswa.
E. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu :
1. Bagi Guru
Sebagai bahan rujukan dalam menentukan model pembelajaran dengan
tujuan agar meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa.
2. Bagi Siswa
Dapat memberikan pengalaman atau wahana baru untuk dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi matematika.
3. Bagi Peneliti
Sebagai bahan pengembangan dalam penelitian di pendidikan matematika
F. Penelitian yang Relevan
Berikut ini adalah beberapa hasil penelitian yang mendukung
direkomendasikannya pembelajaran matematika dengan model PBL untuk
meningkatkan kemampuan komunikasi matematika :
1. Penelitian yang dilakukan oleh Nurjanah (A 410 090 183) Program Studi
Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Muhammadiyah Surakarta, tahun 2013 dengan judul 4
“Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika
Melalui Strategi Problem based learning (PBL) untuk Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 2 Banyudono”. Dari hasil penelitian menunjukkan adanya
peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa. Hal
ini dapat dilihat dari indikator kemampuan komunikasi matematika siswa
yang meliputi 1) keberanian bertanya tentang materi yang sulit sebelum
tindakan 23,33% dan setelah tindakan 82,76%, 2) keberanian mengerjakan
soal di depan kelas sebelum tindakan 6,67% dan setelah tindakan 51,72%.
Penelitian ini menyimpulkan bahwa strategi PBL (Problem based
learning) dalam pembelajaran matematika dapat meningkatkan
kemampuan penalaran dan komunikasi matematika siswa.
2. Skripsi Yovita Bambang Halini, Program Studi Pendidikan Matematika
FKIP Untan, dengan judul “Pengaruh Problem based learning (PBL)
Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi
Himpunan Kelas VII”. Berdasarkan analisis data diperoleh bahwa
pembelajaran Problem based learning (PBL) memberikan peningkatan
skor terbesar pada siswa tingkat kemampuan menengah. Berdasarkan data
tersebut dapat disimpulkan bahwa Problem based learning (PBL)
berpengaruh terhadap kemampuan komunikasi matematis Siswa Pada
Materi Himpunan Kelas VII.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Noviana Kusumawati (Prodi. Pend.
Matematika Fkip-Unikal) dengan judul “Pengembangan Perangkat
Pembelajaran Matematika Model Project Based Learning (PBL) Untuk
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik”. Dari hasil penelitian
menunjukkan Keaktifan siswa yang ditumbuhkan oleh pembelajaran
model PBL berpengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi
matematik siswa. Siswa yang mendapatkan pembelajaran model PBL
mempunyai kemampuan komunikasi matematik lebih baik dibanding
dengan siswa yang mendapatkan pembelajaran model ekspositori. Nilai
5
KKM rata-rata kelas eksperimen 74,46 sedangkan nilai KKM rata-rata
kelas kontrol adalah 66,05.
G. Teori yang Mendukung
1. Pembelajaran Matematika
a. Pengertian pembelajaran
Menurut Amin Suyitno, pembelajaran adalah upaya menciptakan
iklim dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan
kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara
guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Komponen yang
harus ada demi terciptanya sistem lingkungan yang memungkinkan
terjadinya proses belajar mengajar adalah tujuan, materi/bahan ajar,
metode dan media, evaluasi, didik/siswa, dan adanya pendidik/guru.
b. Faktor- faktor yang mempengaruhi pembelajaran
Hasil belajar akan dipengaruhi oleh banyak faktor, secara garis
besar faktor yang mempengaruhi pembelajaran dapat diklasifikasikan
menjadi dua, yaitu faktor intern dan ekstern.
1) Faktor intern
Faktor intern adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam diri
siswa. Faktor intern dikelompokkan menjadi faktor jasmaniah
(meliputi faktor kesehatan dan cacat tubuh), faktor psikologis
(meliputi intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan,
dan kesiapan), dan faktor kelelahan (meliputi kelelahan jasmani
seperti lemah lunglai, sedangkan kelelahan rohani seperti adanya
kelesuan dan kebosanan).
2) Faktor ekstern
6
Faktor ekstern dikelompokkan menjadi tiga, yaitu faktor
keluarga, faktor sekolah, dan faktor masyarakat.
a) Faktor keluarga
Siswa akan menerima pengaruh dari keluarga berupa cara
orang tua mendidik, relasi antar anggota keluarga, suasana
rumah tangga, dan keadaan ekonomi keluarga.
b) Faktor sekolah
Faktor sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup
metode mengajar, kurikulum, relasi guru dan siswa, relasi siswa
dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah,
standar pengajaran, kualitas pengajaran, keadaan gedung,
metode belajar dan tugas rumah.
c) Faktor masyarakat
Masyarakat merupakan faktor ekstern yang juga
berpengaruh terhadap belajar siswa. Pengaruh itu terjadi terkait
dengan keberadaan siswa dengan masyarakat.
c. Pembelajaran matematika
Pembelajaran matematika berdasarkan pada definisi pembelajaran
yang dikemukakan Suyitno adalah proses atau kegiatan guru mata
pelajaran matematika dengan mengajarkan matematika kepada siswa
yang di dalamnya terkandung upaya untuk menciptakan iklim dan
pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan
siswa tentang matematika yang amat beragam agar terjadi interaksi
optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa
lainnya dalam mempelajari matematika.
Berdasarkan PERMENDIKNAS No. 22 Tahun 2006, Mata
pelajaran matematika bertujuan agar siswa memiliki kemampuan 7
berikut: (1) Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan
antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara
luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah, (2)
Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi
matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika, (3) Memecahkan
masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang
model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang
diperoleh, (4) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel,
diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,
(5) Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam
kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam
mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam
pemecahan masalah.
Jadi pembelajaran matematika merupakan proses dan upaya guru
dalam mengajarkan matematika terhadap siswanya dalam rangka
mencapai tujuan tertentu. Hal ini dilakukan dalam suatu lingkungan
pendidikan dengan metode dan model pembelajaran yang bisa
memudahkan siswa dalam memahami materi yang disampaikan. Oleh
karenanya proses pembelajaran matematika sebaiknya dilakukan
secara aktif, inovatif, efektif dan efisien, sehingga tujuan
pembelajaran bisa dicapai dengan mudah.
d. Teori pembelajaran matematika
Teori-teori yang mendukung tujuan pembelajaran diatas dengan
model PBL diantaranya dikemukakan oleh :
1) Dewey dan Kelas Berorientasi Masalah
Menurut pandangan Dewey, sekolah seharusnya mencerminkan
masyarakat yang lebih besar dan kelas seharusnya menjadi
8
laboratorium untuk penyelidikan kehidupan nyata dan pemecahan
masalah. Pedagogi Dewey mendorong guru melibatkan siswa
dalam proyek-proyek berorientasi masalah dan membantu mereka
menyelidiki masalah-masalah sosial dan ilmu pengetahuan. Dewey
dan pengikutnya menegaskan bahwa pembelajaran di sekolah lebih
bermakna, tidak terlalu abstrak. Pembelajaran bermakna yang
terbaik dapat diwujudkan dengan meminta siswa berada dalam
kelompokkelompok kecil untuk mengerjakan proyek-proyek-
proyek pilihan yang sesuai dengan minat mereka sendiri. Visi
pembelajaran bermakna atau berpusat pada masalah ini digerakkan
oleh keinginan siswa yang bermakna secara pribadi. Visi ini
dengan jelas menghubungkan model PBL dengan filosofi
pendidikan dan pedagogi Dewey.
2) Piaget, Vygotsky dan Konstruktivisme
Menurut Piaget, Pedagogi yang baik itu harus melibatkan siswa
dengan situasi-situasi siswa itu sendiri yang melakukan
eksperimen. Makna yang luas dari ungkapan itu mencoba segala
sesuatu untuk mencari tahu apa yang terjadi memanipulasi benda-
benda, memanipulasi simbol-simbol, mengajukan pertanyaan dan
berupaya menemukan sendiri jawabannya, mencocokkan apa yang
ia temukan di waktu yang lain, dan membandingkan temuannya
dengan temuan siswa lain.
Ide pokok yang dipetik dari perhatian Vygotsky pada aspek
sosial pembelajaran adalah konsep tentang zone of proximal
development atau perkembangan berbeda: tingkat perkembangan
aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan
aktual didefinisikan tingkat perkembangan intelektual individu saat
ini dan kemampuan mempelajari hal-hal khusus atas upaya
individu ini sendiri. Tingkat perkembangan potensial didefinisikan
9
sebagai tingkat perkembangan intelektual yang dapat dicapai
individu dengan bantuan orang lain.
Menurut Vygotsky dalam pendidikan, pembelajaran terjadi
melalui interaksi sosial antara siswa dengan guru dan teman
sebaya. Dengan tantangan dan bantuan yang sesuai dari guru atau
teman sebaya yang lebih mampu, siswa bergerak maju ke dalam
perkembanganya.
3) Bruner dan Pembelajaran Bruner
Jerome Bruner seorang ahli psikologi Harvard, adalah salah
seorang tokoh reformasi kurikulum pada masa itu. Ia dan para
koleganya menyediakan pendukung teoritis penting yang dikenal
dengan pembelajaran penemuan (discovery learning). Sebuah
model pembelajaran yang menekankan pentingnya membantu
siswa memahami struktur atau ide-ide pokok disiplin ilmu,
kebutuhan untuk keterlibatan aktif siswa dalam proses
pembelajaran dan keyakinan bahwa pembelajaran sebenarnya
terjadi melalui penemuan pribadi. Tujuan pendidikan tidak hanya
meningkatkan banyaknya basis pengetahuan siswa, tetapi juga
menciptakan peluang bagi penemuan dan daya cipta siswa.
Problem based learning (PBL) juga mendasarkan pada konsep
lain yang dicetuskan oleh Bruner, yaitu ide scaffolding. Bruner
mendeskripsikan scaffolding sebagai proses pada saat siswa
dibantu menuntaskan suatu masalah tertentu melampaui
kemampuan perkembangan siswa itu melalui bantuan (scaffolding)
guru atau orang yang lebih menguasai itu. Konsep scaffolding
Bruner mirip dengan konsep Zone of Proximal Development
Vygotsky.
10
Peran dialog sosial dalam pembelajaran juga penting bagi
Bruner, ia percaya bahwa interaksi sosial di dalam dan di luar
sekolah menyumbangkan banyak perolehan bahasa siswa dan
perilaku-perilaku pemecahan masalah. Namun, jenis dialog yang
dibutuhkan tidak ditemukan pada kebanyakan kelas. Strategi
kelompok kecil yang diterapkan pada model pembelajaran
kooperatif telah banyak dikembangkan sehingga memenuhi
tuntutan perubahan struktur dialog di dalam kelas.
2. Model pembelajaran PBL (Problem based learning)
a. Pengertian model PBL
Problem based learning (PBL) telah dikenal sejak zaman John
Dewey, yang sekarang ini mulai diangkat sebab ditinjau secara umum
PBL menyajikan kepada siswa situasi masalah yang otentik dan
bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada siswa untuk
melakukan penyelidikan dan inkuiri. Menurut Dewey (dalam Trianto)
belajar berdasarkan masalah adalah interaksi antara stimulus dengan
respon, merupakan hubungan antara dua arah belajar dan lingkungan.
Lingkungan memberi masukan kepada siswa berupa bantuan dan
masalah, sedangkan sistem saraf otak berfungsi menafsirkan bantuan
itu secara efektif sehingga masalah yang dihadapi dapat diselidiki,
dinilai, dianalisis serta dicari pemecahannya dengan baik. Pengalaman
siswa yang diperoleh dari lingkungan akan dijadikan bahan danmateri
guna memperoleh pengertian serta bisa dijadikan pedoman dan tujuan
belajarnya.
Menurut Arrends (1997), PBL merupakan suatu pendekatan
pembelajaran di mana siswa mengerjakan permasalahan yang otentik
dengan maksud untuk menyusun pengetahuan mereka sendiri,
mengembangkan inkuiri dan keterampilan berpikir tingkat tinggi,
mengembangkan kemandirian dan percaya diri. Sedangkan menurut
11
Wina Sanjaya PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah. Adapun menurut Sugiarso Model PBL
adalah suatu kegiatan pembelajaran yang berpusat pada masalah.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa
model PBL adalah suatu pendekatan pembelajaran dimana siswa
dihadapkan pada suatu masalah yang kemudian dengan melalui
pemecahan masalah itu siswa belajar keterampilan-keterampilan
melalui penyelidikan dan berpikir sehingga dapat memandirikan siswa
dalam belajar dan memecahkan masalah.
b. Ciri-ciri model PBL
Model PBL dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas
pembelajaran yang menekankan kepada proses penyelesaian masalah
yang dihadapi secara ilmiah.
Karakteristik dalam pembelajaran PBL Sumarji (2009: 130) yaitu:
(1) pembelajaran bersifat student centered, (2) pembelajaran pada
kelompok-kelompok kecil, (3) guru berperan sebagai fasilitator dan
moderator, (4) masalah menjadi fokus, (5) informasi-informasi baru
diperoleh dari belajar mandiri (self directed learning)
Terdapat tiga ciri utama dari model PBL:
1) PBL merupakan aktivitas pembelajaran, artinya dalam
implementasi PBL ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan
siswa. PBL tidak mengharapkan siswa hanya sekedar
mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi pelajaran,
akan tetapi melalui PBL siswa aktif berpikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data, dan akhirnya menyimpulkan.
12
2) Aktivitas pembelajaran diarahkan untuk menyelesaikan masalah.
PBL menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses
pembelajaran. Artinya, tanpa masalah maka tidak mungkin ada
proses pembelajaran.
3) Pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan
berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan metode
ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir
ini dilakukan secara sistematis dan empiris. Sistematis artinya
berpikir ilmiah dilakukan melalui tahap-tahap tertentu, sedangkan
empiris artinya proses penyelesaian masalah didasarkan pada data
dan fakta yang jelas.
c. Tujuan Model PBL
Tujuan yang ingin dicapai oleh PBL adalah kemampuan siswa
untuk berpikir kreatif, analitis, sistematis, dan logis untuk menemukan
alternatif pemecahan masalah malalui eksplorasi data secara empiris
dalam rangka menumbuhkan sikap ilmiah.
Menurut Ibrahim dan Nur, PBL dikembangkan untuk membantu
siswa dalam:
1) Mengembangkan keterampilan berpikir dan keterampilan
memecahkan masalah
Proses yang kita gunakan untuk berpikir tentang matematika
berbeda dengan proses yang kita gunakan untuk berpikir tentang
puisi. Proses-proses berpikir tentang ide-ide abstrak berbeda dari
proses-proses yang digunakan untuk berpikir tentang situasi-situasi
dunia nyata. Resnick menekankan pentingnya konteks dan
keterkaitan pada saat berpikir tentang berpikir yaitu meskipun
proses berpikir memiliki beberapa kesamaan antara situasi, proses
13
itu bervariasi tergantung dengan apa yang dipikirkan seseorang
dalam memecahkan masalah.
2) Belajar peran orang dewasa
Problem based learning (PBL) juga dimaksudkan untuk
membantu siswa berkinerja dalam situasi-situasi kehidupan nyata
dan belajar peran-peran penting yang biasa dilakukan oleh orang
dewasa. Resnick mengemukakan bahwa bentuk pembelajaran ini
penting untuk menjembatani kerjasama dalam menyelesaikan
tugas, memiliki elemen-elemen belajar magang yang mendorong
pengamatan dan dialog dengan yang lain sehingga dapat
memahami peran di luar sekolah.
3) Keterampilan-keterampilan untuk belajar mandiri
Guru yang secara terus menerus membimbing siswa dengan
cara mendorong dan mengarahkan siswa untuk mengajukan
pertanyaan dan memberi penghargaan untuk pertanyaan-
pertanyaan berbobot yang mereka ajukan, dengan mendorong
siswa mencari solusi/penyelesaian terhadap masalah nyata yang
dirumuskan oleh siswa sendiri, maka diharapkan siswa dapat
belajar menangani tugas-tugas pencarian solusi itu secara mandiri
dalam hidupnya kelak.
d. Tahapan-tahapan Model PBL
Sesuai dengan tujuan PBL adalah untuk menumbuhkan sikap
ilmiah, maka secara umum PBL dilakukan dengan langkah-langkah:
1) Menyadari masalah
Implementasi PBL harus dimulai dengan kesadaran adanya
masalah yang harus dipecahkan. Pada tahapan ini guru
membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjangan yang
14
dirasakan. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada
tahapan ini adalah siswa dapat menentukan atau menangkap
kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
Mungkin pada tahap ini siswa dapat menemukan kesenjangan lebih
dari satu, akan tetapi guru dapat mendorong siswa agar
menentukan satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk dikaji
baik melalui kelompok besar atau kelompok kecil atau bahkan
individual.
2) Merumuskan masalah
Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari
kesenjangan, selanjutnya difokuskan pada masalah apa yang pantas
untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya
akan berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang
masalah dan berkaitan dengan data-data apa yang harus
dikumpulkan untuk menyelasaikannya. Kemampuan yang diharap
dari siswa dalam langkah ini adalah siswa menentukan prioritas
masalah. Siswa dapat memanfaatkan pengetahuannya untuk
mengkaji, memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada
akhirnya muncul rumusan masalah yang jelas, spesifik, dan dapat
dipecahkan.
3) Merumuskan hipotesis
Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari
berpikir deduktif dan induktif, maka merumuskan hipotesis
merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan.
Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah
siswa dapat menentukan sebab akibat dari masalah yang ingin
diselesaikan. Melalui analisis sebab akibat inilah pada akhirnya
siswa diharapkan dapat menentukan berbagai kemungkinan
penyelesaian masalah. Dengan demikian, upaya yang dapat
15
dilakukan selanjutnya adalah menyimpulkan data yang sesuai
dengan hipotesis yang diajukan.
4) Mengumpulkan data
Sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses
berpikir ilmiah merupakan hal yang sangat penting. Sebab
menentukan cara penyelesaian masalah sesuai dengan hipotesis
yang diajukan harus sesuai dengan data yang ada. Proses berpikir
ilmiah bukan proses berimajinasi akan tetapi proses yang
didasarkan pada pengalaman. Oleh karena itu, dalam tahap ini
siswa didorong untuk mengumpulkan data yang relevan.
Kemampuan yang diharapkan dalam tahap ini adalah kecakapan
siswa untuk mengumpulkan dan memilih data, kemudian
memetakan dan menyajikannya dalam berbagai tampilan sehingga
mudah dipahami.
5) Menguji hipotesis
Berdasarkan data yang dikumpulkan, akhirnya siswa
menentukan hipotesis mana yang diterima dan mana yang ditolak.
Kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahap ini adalah
kecakapan menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk
melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji. Di samping itu,
diharapkan siswa dapat mengambil keputusan dan kesimpulan.
6) Menentukan pilihan penyelesaian
Menentukan pilihan penyelesaian merupakan akhir dari proses
PBL. Kemampuan yang diharapkan dari tahapan ini adalah
kecakapan memilih alternatif penyelesaian yang memungkinkan
dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan kemungkinan yang
akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya,
16
termasuk memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada setiap
pilihan.
e. Pelaksanaan Model PBL
Pengajaran PBL menurut Nurhadi (2004:111) terdiri dari lima
tahapan utama yang dimulai dengan guru memperkenalkan siswa
dengan situasi masalah dan diakhiri dengan penyajian dan analisis
hasil kerja siswa. Kelima langkah tersebut dijelaskan berdasarkan
tahapan-tahapan pada tabel berikut ini:
Tabel 1. Sintaks Model pembelajaran berdasarkan masalah
Fase Indikator Aktifitas / Kegiatan Guru
1 Orientasi siswa
kepada masalah
Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik
yang diperlukan, pengajuan masalah,
memotivasi siswa terlibat dalam
aktivitas pemecahan masalah yang
dipilihnya.
2 Mengorganisasikan
siswa untuk belajar
Guru membantu siswa
mendefenisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar
yang berhubungan dengan masalah
tersebut.
3 Membimbing
penyelidikan
individual maupun
kelompok
Guru mendorong siswa untuk
mengumpulkan informasi yang
sesuai, melaksanakan eksperimen,
untuk mendapat penjelasan
pemecahan masalah.
4 Mengembangkan
dan menyajikan hasil
karya
Guru membantu siswa dalam
merencanakan dan menyiapkan
karya yang sesuai seperti laporan,
17
video, model dan membantu mereka
untuk berbagai tugas dengan
kelompoknya.
5 Menganalisa dan
mengevaluasi proses
pemecahan masalah
Guru membantu siswa melakukan
refleksi atau evaluasi terhadap
penyelidikan mereka dalam proses-
proses yang mereka gunakan.
Berdasarkan tahapan pembelajaran berbasis masalah, maka
penjabaran dari tahap-tahap di atas adalah sebagai berikut:
Tahap 1 : Mengorientasikan siswa pada masalah
Pada fase ini, guru mengingatkan kembali materi yang
telah dipelajari sebelumnya, guru menyampaikan indikator
pembelajaran dan memotivasi siswa belajar dengan
menghubungkan materi dengan kehidupan sehari-hari.
Tahap 2 : Mengorganisasikan siswa untuk belajar
Pada fase ini, guru mengorganisasikan siswa dalam
kelompok beranggotakan 4 orang. Guru memberikan
masalah yang terdapat pada LKS serta alat dan bahan yang
digunakan untuk memecahkan masalah pada masing-
masing kelompok. Guru meminta setiap kelompok untuk
membaca dan memahami masalah, serta memberikan
kesempatan bertanya kepada siswa jika ada hal yang tidak
jelas dalam masalah yang diberikan. Guru meminta siswa
mendiskusikan bersama kelompoknya, penyelesaian dari
permasalahan yang ada pada LKS.
Tahap 3 : Membimbing penyelidikan mandiri atau kelompok
18
Pada fase ini, guru mengamati kerja tiap kelompok dan
memberikan bantuan yang dibutuhkan tanpa mencampuri
penyelidikan siswa dengan cara mengarahkan mereka
dengan pernyataan atau informasi yang mendekati
penyelesaian masalah dan bukan cara penyelesaian dari
masalah yang diberikan. Selain itu, guru selalu mendorong
siswa untuk selalu berdiskusi antar tim sekelompok agar
masalah cepat terselesaikan.
Tahap 4 : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
Pada fase ini, guru meminta kelompok yang sudah
memperoleh penyelesaian masalah untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan meminta
kelompok yang tidak presentasi untuk memberikan
tanggapan. Guru memfasilitasi adanya diskusi antar
kelompok, apabila diskusi tidak menghasilkan
penyelesaian yang benar, guru dapat merangsang siswa
dengan pertanyaan-pertanyaan atau informasi-informasi
yang mengarahkan siswa untuk memperoleh penyelesaian
yang benar.
Tahap 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
Pada fase ini, guru bersama siswa mengkaji kembali
proses pemecahan masalah dan pemecahan masalah
diarahkan untuk mencari solusi. Guru memberikan tugas
rumah dan tidak lupa mengingatkan siswa untuk
mempelajari materi selanjutnya.
3. Komunikasi Matematika
Komunikasi pada dasarnya suatu konsep yang multimakna. Makna
komunikasi pada dasarnya dapat dibedakan bedasarkan; pertama, sebagai
19
proses sosial, kedua, sebagai peristiwa, ketiga, sebagai ilmu dan ke empat
sebagai kiat atau keterampilan. Komunikasi secara umum dapat diartikan
sebagai suatu cara untuk menyampaikan suatu pesan dari pembawa pesan
ke penerima pesan untuk memberitahu, pendapat, atau perilaku baik
langsung secara lisan, maupun tak langsung melalui media. Di dalam
berkomunikasi tersebut harus dipikirkan bagaimana caranya agar pesan
yang disampaikan seseorang itu dapat dipahami oleh orang lain.
Komunikasi pada hakikatnya merupakan proses penyampaian pesan
dari pengirim kepada penerima. Hubungan komunikasi dan interaksi
antara si pengirim dan si penerima dibangun berdasarkan penyusunan kode
atau simbol bahasa oleh pengirim dan pembongkaran kode atau simbol
bahasa oleh penerima. Komunikasi matematika merupakan refleksi
pemahaman matematik dan merupakan bagian dari daya matematik.
Siswa-siswa mempelajari matematika seakan-akan mereka berbicara dan
menulis tentang apa yang mereka sedang kerjakan. Mereka dilibatkan
secara aktif dalam mengerjakan matematika, ketika mereka diminta untuk
memikirkan ide-ide mereka, atau berbicara dengan dan mendengarkan
siswa lain, dalam berbagi ide, strategi dan solusi.
Di dalam proses pembelajaran matematika di kelas, komunikasi
gagasan matematika bisa berlangsung antara guru dengan siswa, antara
buku dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Setiap kali
mengkomunikasikan gagasan-gagasan matematika, harus menyajikan
gagasan tersebut dengan suatu cara tertentu. Ini merupakan hal yang
sangat penting, sebab bila tidak demikian, komunikasi tersebut tidak akan
berlangsung efektif. Gagasan tersebut harus disesuaikan dengan
kemampuan orang yang diajak berkomunikasi dan harus mampu
menyesuaikan dengan sistem representasi yang digunakan. Tanpa itu,
komunikasi hanya akan berlangsung dari satu arah dan tidak mencapai
sasaran.
20
Kemampuan komunikasi matematika siswa dapat dilihat dari
kemampuan berikut :
a. Menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam ide
matematika.
b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar.
c. Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika.
d. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
e. Membaca dengan pemahaman suatu presentasi matematika tertulis.
f. Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi.
g. Menjelaskan dan membuat pertanyaan matematika yang telah
dipelajari.
Sedangkan indikator komunikasi matematika menurut National
Council of Teacher of Mathematics (NCTM, 1989 : 214) antara lain:
a. Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
b. Kemampuan memahami, menginterpretasikan dan mengevaluasi ide-ide
matematis baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya.
c. Kemampuan dalam menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi.
21
Adapun aspek-aspek komunikasi matematika dalam pembelajaran
harus dapat membantu siswa mengkomunikasikan ide matematika melalui
lima aspek komunikasi yaitu representing (representasi), listening
(mendengar), reading (membaca), discussing (diskusi) dan writing
(menulis).
Jadi komunikasi matematika merupakan suatu kemampuan siswa
dalam menyampaikan gagasan atau ide terkait matematika dari suatu
konsep tertentu menjadi gagasan yang lebih mudah dan sederhana. Hal ini
bisa terlihat bagaimana siswa menghubungkan benda atau kejadian nyata
dalam bahasa matematika. Selain itu juga bisa terlihat dari kemampuan
siswa dalam menerapkan atau menguraikan rumus tertentu menjadi bagian
yang lebih sederhana.
4. Himpunan
Materi himpunan merupakan materi yang ada pada kurikulum untuk
kelas VII SMP / MTs. Kompetensi dasar yang akan dikembangkan dalam
pembelajaran himpunan di kelas VII adalah menjelaskan pengertian
himpunan, himpunan bagian, komplemen himpunan, operasi himpunan
dan menunjukkan contoh dan bukan contoh suatu himpunan.
Berikut penjabaran dari materi himpunan :
a. Pengertian himpunan
Himpunan adalah kumpulan benda-benda yang didefinisikan
dengan jelas. Objek-objek dari himpunan yang didefinisikan dengan
jelas yaitu suatu objek yang dapat ditentukan dengan pasti termasuk
dalam himpunan tersebut atau tidak. Pada umumnya himpunan
disimbolkan dengan huruf kapital A, B, C, …. Objek dalam himpunan
disebut elemen/anggota himpunan yang disimbolkan dengan huruf
alfabet kecil a, b, c, ….
22
b. Anggota himpunan
Misalkan M adalah sebuah himpunan dan M = {a, b, c, d} maka:
1) Anggota atau elemen M adalah a, b, c,dan d.
Ditulis a ∈ M (dibaca: a anggota himpunan M atau a elemen M), b ∈ M, c ∈ M, dan d ∈ M.
2) Banyak anggota M dinotasikan dengan n(M). Pada contoh di atas
n(M) = 4.
c. Cara menyatakan himpunan
Himpunan dapat dinyatakan dengan 3 cara, yaitu:
1) Dengan kata-kata (deskripsi)
2) Notasi pembentuk himpunan
3) Mendaftar anggotanya
d. Menemukan konsep himpunan semesta dan diagram venn
Salah satu karakteristik matematika adalah memperhatikan semesta
pembicaraannya. Penyelesaian suatu masalah dalam matematika
dimungkinkan akan berbeda jika semesta pembicaraannya berbeda.
Demikian juga anggota himpunan tertentu ditentukan oleh
semestanya.
Suatu himpunan dapat dinyatakan dengan cara menuliskan
anggotanya dalam suatu gambar (diagram) yang dinamakan diagram
Venn. Aturan dalam pembuatan diagram Venn adalah sebagai berikut.
1) Menggambar sebuah persegi panjang untuk menunjukkan semesta
dengan mencantumkan huruf S di pojok kiri atas.
23
2) Menggambar kurva tertutup sederhana yang menggambarkan
himpunan.
3) Memberi noktah (titik) berdekatan dengan masing-masing anggota
himpunan.
4) Macam-macam diagram Venn adalah sebagai berikut
Gambar Bentuk – bentuk Diagram Venn
Himpunan semesta adalah himpunan seluruh unsur yang
menjadi objek pembicaraan, dan dilambangkan dengan S.
e. Kardinalitas himpunan
Kardinalitas Himpunan adalah bilangan yang menyatakan
banyaknya anggota dari suatu himpunan dan dinotasikan dengan n(A)
f. Menemukan konsep himpunan kosong
Himpunan kosong adalah himpunan yang tidak memiliki anggota
yang dinotasikan dengan Ø atau { }.
g. Himpunan Bagian
Himpunan A merupakan himpunan bagian (subset) dari himpunan
B atau B superset dari A jika dan hanya jika setiap anggota himpunan A
merupakan anggota himpunan B, dinotasikan A ⊂ B atau B ⊃ A. 24
S
A
B
S
A, B
S
A B
S
A B
Jika ada anggota A yang bukan anggota B maka A bukan himpunan
bagian dari B, dinotasikan dengan A ⊄ B. Himpunan kosong
dilambangkan dengan "Ø" atau "{ }" merupakan himpunan bagian dari
setiap himpunan
h. Himpunan Kuasa
Himpunan Kuasa himpunan A adalah himpunan-himpunan bagian
dari A, dilambangkan dengan P(A). Banyak anggota himpunan kuasa
dari himpunan A dilambangkan dengan n(P(A)).
Misalkan A himpunan dan P(A) adalah himpunan kuasa A Jika
n(A) = k, dengan k bilangan cacah, maka n(P(A)) = 2k
i. Kesamaan Dua Himpunan
Dua himpunan A dan B dikatakan sama jika dan hanya jika A ⊂ B
dan B ⊂ A, dinotasikan dengan A = B.
Jika n(A) = n(B), tetapi A ⊄ B dan B ⊄ A maka himpunan A
ekuivalen dengan himpunan B.
j. Memahami operasi himpunan
1) Irisan
Misalkan S adalah himpunan semesta, irisan himpunan A dan
B adalah himpunan yang anggotanya semua anggota S yang
merupakan anggota himpunan A dan anggota himpunan B,
dilambangkan dengan A ∩ B. Irisan dua himpunan dinotasikan A
∩ B = {x | x ∈ A dan x ∈ B}.
2) Gabungan
Misalkan S adalah himpunan semesta, gabungan himpunan A
dan B adalah himpunan yang anggotanya semua anggota S yang
25
merupakan anggota himpunan A atau anggota himpunan B,
dilambangkan dengan A ∪ B. Gabungan dua himpunan ditulis A ∪ B = {x | x ∈ A atau x ∈ B}.
3) Komplemen
Misalkan S adalah himpunan semesta dan A adalah suatu
himpunan. Komplemen himpunan A adalah suatu himpunan semua
anggota himpunan S yang bukan anggota himpunan A, dinotasikan
dengan AC. Notasi pembentuk himpunan AC adalah AC = {x | x ∈ S tetapi x ∉ A} .
4) Selisih
Selisih himpunan B terhadap himpunan A adalah himpunan
semua anggota himpunan A yang bukan anggota himpunan B,
dinotasikan dengan A – B. Dengan notasi pembentuk himpunan
dapat dituliskan A – B = {x | x ∈ A dan x ∉ B} = A ∩ B C
H. Kerangka Berfikir
Belajar adalah proses bagi siswa dalam membangun gagasan tau
pemahaman sendiri. Maka kegiatan pembelajaran seharusnya memberikan
kesempatan kepada siswa untuk melakukan proses belajarnya secara mudah,
lancar dan termotivasi. Oleh karena itu, suasana belajar yang diciptakan guru
seharusnya melibatkan siswa secara aktif, misalnya mengamati, meneliti,
bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan dan memberi contoh.
Selain itu, pemilihan model dan metode yang tepat serta peran aktif siswa
dalam pembelajaran akan lebih membantu siswa dalam memahami materi.
Oleh karena itu, guru perlu memperhatikan dalam memilih dan
menggunakan model pembelajaran sehingga dapat mewujudkan proses
pembelajaran yang lebih efektif.
26
Pemilihan model pembelajaran problem based learning, peneliti rasa
sangat sesuai jika digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi
matematika siswa pada materi pokok himpunan. Hal ini karena pembelajaran
materi himpunan harus diiringi dengan kemampuan komunikasi matematika
siswa dalam mengkaitkan permasalahan sehari-hari yang bisa dituangkan
dalam bahasa matematika ataupun sebaliknya, karena banyak sekali
penggunaan himpunan terutama operasi himpunan dalam permasalahan
kehidupan sehari-hari seperti dalam menentukan jumlah suatu komunitas.
Selain hal diatas, pemilihan model ini dirasa sangat tepat karena melihat
kelebihan-kelebihan model pembelajaran tersebut dan faktor-faktor yang ada
dalam sekolah yang akan dilakukan penelitian yakni:
1. Setiap siswa menjadi siap, karena telah belajar di rumah terlebih dahulu.
2. Siswa tidak hanya menerima materi dari guru, tetapi siswa berusaha juga
menyampaikan ide-idenya sesuai dengan materi yang disampaikan yakni
himpunan.
3. Dapat melakukan diskusi dan bekerjasama dengan kelompoknya secara
sungguh-sungguh.
4. Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
5. Siswa akan lebih mengingat materi yang disampaikan karena mereka
disajikan permasalahan sehari-hari yang berkaitan dengan materi..
Melihat kelebihan model pembelajaran tersebut diharapkan akan membuat
siswa mengetahui lebih dalam materi pokok himpunan dan dapat
mengembangkan pemikirannya masing-masing sehingga pemahaman siswa
dapat lebih meningkat dan tujuan pembelajaran yang dikehendaki dapat
tercapai dengan maksimal.
Pemilihan model pembelajaran ini dirasa juga sesuai dengan teori
belajarnya Jean Piaget yang berpendapat bahwa perkembangan kognitif
27
sebagai suatu proses dimana anak secara aktif membangun system makna dan
pemahaman realitas melalui pengalaman-pengalaman dan interaksi-interaksi
mereka.
Problem based learning (PBL) juga mendasarkan pada konsep lain yang
dicetuskan oleh Bruner, yaitu ide scaffolding. Bruner mendeskripsikan
scaffolding sebagai proses pada saat siswa dibantu menuntaskan suatu
masalah tertentu melampaui kemampuan perkembangan siswa itu melalui
bantuan (scaffolding) guru atau orang yang lebih menguasai itu.
I. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan masalah dan kajian pustaka diatas, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut: “Penerapan pembelajaran matematika dengan
model PBL (Problem based learning) untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematika”
J. Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas (PTK). Dalam
penelitian tindakan kelas ini dapat diartikan sebagai proses pengkajian
masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi diri dalam upaya untuk
memecahkan masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan
yang terencana dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari
perlakuan tersebut.
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII.4 SMP N 1
Wonopringgo. Sedangkan data yang diambil dalam penelitian ini adalah data
kuantitatif (nilai tes hasil belajar) dan data kualitatif (lembar observasi siswa).
Materi yang diambil dalam penelitian ini adalah materi himpunan.
1. Subjek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa-siswi kelas VII.4 SMP N 1
Wonopringgo yang berjumlah 36 siswa dan objek penelitian ini adalah
28
SIKLUS I
SIKLUS II
keseluruhan kegiatan guru dan siswa dalam proses pembelajaran
matematika dengan penerapan model pembelajaran PBL ( Problem based
learning ) di kelas VII.4 SMP N 1 Wonopringgo.
2. Prosedur ( Langkah-Langkah Penelitian )
Secara umum, terdapat empat langkah dalam melakukan penelitian
tindakan kelas, yaitu: perencanaan, pelaksanaan, pengamatan, dan refleksi.
Dalam penelitian ini direncanakan dalam dua siklus, setiap siklus
terdiri dari 4 tahap, yaitu : perencanaan, tindakan, pengamatan, dan
refleksi.
Berikut gambaran siklus yang akan dilaksanakan dalam penelitian ini
(Suyadi, 2010):
29
PermasalahaAlternatif Pemecahan
Pelaksanaan Tindakan
Observasi Analisis Refleksi 1
Permasalahan baru dari siklus 1
Alternatif Pemecahan
Pelaksanaan Tindakan
Observasi Analisis Refleksi 2
Berhas Selesai
Belum terselesaikan Siklus berikutnya
Adapun uraian kegiatan nya adalah sebagai berikut :
a. Rancangan penelitian siklus I
1) Perencanaan
a) Mengidentifikasi masalah dan merumuskan masalah.
b) Mempersiapkan instrumen yang dibutuhkan seperti :
(1) membuat rencana pembelajaran (RPP), sesuai materi pokok
yang diambil,
(2) membuat lembar observasi siswa,
(3) membuat kisi-kisi soal tes siklus I,
(4) membuat soal-soal tes untuk siklus I dan membuat kunci
jawaban,
c) Menyiapkan alat dokumentasi.
2) Pelaksanaan
a) Guru menyapa siswa memberi salam, memberi salam, doa, dan
menanyakan kabar serta mengecek kehadiran siswa.
b) Guru mengingatkan kembali siswa mengenai pembelajaran
pada pertemuan sebelumnya.
c) Guru mengecek kemampuan prasyarat siswa dengan tanya
jawab tentang materi sebelumnya (Apersepsi)
d) Guru memberi motivasi kemanfatan belajar siswa.
e) Guru menyampaikan rencana kegiatan pembelajaran yang akan
dilaksanakan dan garis besar materi yang akan dipelajari.
30
f) Guru menyampaikan tujuan belajar dan hasil belajar yang akan
dicapai.
Tahap 1: Orientasi siswa pada masalah
(1) Guru mengajukan masalah dalam bentuk bahan ajar mengenai
memahami operasi himpunan (irisan dan gabungan).
(2) Guru meminta siswa mengamati (membaca) dan memahami
masalah secara individu dan mengajukan hal-hal yang belum
dipahami terkait masalah yang disajikan.
(3) Guru memotivasi siswa dengan bertanya terkait permasalahan
dalam bahan ajar.
(4) Guru meminta siswa menuliskan informasi yang terdapat dari
masalah tersebut secara teliti dengan menggunakan bahasa
sendiri.
(5) Guru membimbing diskusi bersama untuk siswa menganalisis,
menalar, menyimpulkan informasi yang telah diperoleh dalam
rangka memahami konsep himpunan semesta dan diagram
venn (mengolah informasi).
(6) Guru meminta salah satu siswa untuk menyampaikan
informasi yang sudah dicatat, kemudian memandu siswa untuk
menyelesaikan permasalahan secara bersama-sama
(mengkomunikasikan).
Tahap 2: Mengorganisasikan siswa belajar
(1) Guru meminta siswa membentuk kelompok yang
beranggotakan 4 siswa.
(2) Guru membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS) yang berisikan
masalah dan meminta siswa berkolaborasi untuk
menyelesaikan masalah (mengamati).
31
(3) Guru berkeliling mencermati siswa bekerja, mencermati dan
menemukan berbagai kesulitan yang dialami siswa, serta
memberikan kesempatan kepada siswa untuk bertanya hal-hal
yang belum dipahami (menanya).
(4) Guru memberi bantuan berkaitan kesulitan yang dialami siswa
secara individu, atau kelompok.
(5) Meminta siswa bekerja sama untuk menghimpun berbagai
konsep dan aturan matematika yang sudah dipelajari serta
memikirkan secara cermat strategi pemecahan yang berguna
untuk pemecahan masalah (mengumpulkan informasi).
(6) Mendorong siswa agar bekerja sama dalam kelompok
(mengolah informasi) .
Tahap 3: Membimbing penyelidikan individu dan kelompok.
(1) Meminta siswa melihat hubungan-hubungan berdasarkan
informasi/data yang berkaitan.
(2) Guru meminta siswa mendiskusikan cara yang digunakan
untuk menemukan semua kemungkinan dari jenis persoalan
tersebut. Bila siswa belum mampu menjawabnya, guru
memberi bantuan dengan mengingatkan siswa mengenai cara
mereka menentukan himpunan yang ada.(mengolah
informasi)
Tahap 4: Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
(1) Guru meminta siswa menyiapkan laporan hasil diskusi
kelompok secara rapi, rinci, dan sistematis. .(mengumpulkan
informasi)
(2) Guru berkeliling mencermati siswa bekerja menyusun laporan
hasil diskusi, dan memberi bantuan, bila diperlukan.
32
Tahap 5: Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan
masalah.
(1) Guru meminta salah satu siswa dari kelompok yang ditunjuk
untuk mempresentasikan hasil diskusi dengan kelompoknya di
depan kelas secara runtun, sistematis, santun, dan singkat
(mengkomunikasikan).
(2) Guru memberi kesempatan kepada siswa dari kelompok
penyaji untuk memberikan penjelasan tambahan dengan baik.
(3) Guru memberi kesempatan kepada siswa dari kelompok lain
untuk memberikan tanggapan terhadap hasil diskusi kelompok
penyaji dengan sopan.
(4) Guru melibatkan siswa mengevaluasi jawaban kelompok
penyaji serta masukan dari siswa yang lain dan membuat
kesepakatan, bila jawaban yang disampaikan siswa sudah
benar.
(5) Guru mengumpulkan semua hasil diskusi tiap kelompok
Dengan tanya jawab, guru mengarahkan semua siswa pada
kesimpulan mengenai permasalahan yang ada dalam Lembar
Kerja Siswa.
g) Siswa bersama guru menyimpulkan hasil pembelajaran.
h) Guru memberikan tugas individu yang harus dikumpulkan
siswa sebagai evaluasi pembelajaran siklus 1.
i) Guru menginformasikan garis besar isi kegiatan pada
pertemuan berikutnya.
j) Guru mengakhiri pelajaran dengan mengucapkan salam.
3) Pengamatan
33
Pengamatan dilakukan dengan beberapa aspek, yaitu:
a) Pengamatan kepada siswa, meliputi:
(1) Mengamati komunikasi siswa, keberhasilan dan hambatan
siswa dalam melaksanakan tugas.
(2) Memberikan penilaian untuk masing-masing siswa tentang
indikator keberhasilan.
b) Pengamatan secara kolaboratif, meliputi:
(1) Mengamati jalannya proses pembelajaran.
(2) Mengamati hasil evaluasi akhir apakah sudah mengalami
peningkatan rata-rata.
(3) Peneliti mengamati keberhasilan dan hambatan-hambatan
yang dialami dalam proses pembelajaran yang belum sesuai
dengan harapan penelitian.
4) Refleksi
Kegiatan refleksi merupakan bagian penting dalam PTK.
Pelaksanaan refleksi dengan maksud untuk mengevaluasi hasil
pembelajaran dan merumuskan perencanaan berikutnya. Evaluasi
yang dilaksanakan antara lain meliputi kualitas pembelajaran,
intensitas waktu yang digunakan, ketercapaian indikator
pembelajaran, kendala-kendala yang dihadapi selama proses
pembelajaran, dan respon siswa terhadap pembelajaran dengan
PBL. Keseluruhan hasil evaluasi tersebut digunakan sebagai
pedoman untuk melaksanakan siklus II, yakni diadakan perbaikan
tindakan yang menyebabkan hambatan ketercapaian sasaran pada
siklus I.
b. Rancangan penelitian siklus II.
34
Kegiatan yang dilakukan pada siklus II merupakan perbaikan
pelaksanaan pembelajaran matematika pada siklus I. Tahapan-
tahapan pelaksanaan pada siklus II sama dengan tahapan-tahapan
pelaksanaan pada siklus I, yaitu diawali dengan perencanaan
(planning), pelaksanaan tindakan (acting), observasi (observing), dan
refleksi (reflecting).
Apabila pada siklus II rata-rata kemampuan komunikasi matematika
siswa belum terjadi peningkatan, maka dilakukan siklus III dan
seterusnya. Menurut Rochiati Wiraatmadja (2004: 103) siklus penelitian
akan dihentikan apabila apa yang direncanakan sudah berjalan
sebagaimana yang diharapkan, data yang ditampilkan di kelas sudah jenuh,
dalam arti tidak ada data baru yang dapat ditampilkan dan diamati, dan
kondisi kelas sudah stabil. Berdasarkan pendapat tersebut, siklus penelitian
ini akan dihentikan setelah indikator keberhasilan tercapai.
3. Instrumen Penelitian
a. Lembar observasi
Lembar obsevasi digunakan sebagai pedoman ketika melakukan
pengamatan untuk mendapatkan data yang akurat dalam pengamatan.
Lembar observasi ini berisi aktivitas siswa, guna mengetahui
keterlaksanaan pembelajaran dengan menggunakan model
pembelajaran PBL.
b. Wawancara
Wawancara bertujuan untuk melengkapi data yang diperoleh dari
hasil observasi. Selain itu digunakan untuk mengetahui sikap siswa
terhadap pembelajaran matematika dengan menggunakan model PBL.
c. Tes
35
Tes dipakai untuk mengukur kemampuan siswa yang mencakup
pengetahuan dan keterampilan sebagai hasil kegiatan belajar
mengajar. Metode ini digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa
dalam belajar dan pembelajaran matematika, tes dilaksanakan pada
setiap pembelajaran dan akhir siklus.
d. Dokumentasi
Dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah silabus,
rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), daftar nilai siswa, daftar
kelompok, dokumen guru mengenai nilai siswa, foto-foto selama
proses pembelajaran.
e. Catatan lapangan
Catatan lapangan adalah gambaran umum tentang hal-hal yang
terjadi selama proses pembelajaran di kelas selama proses observasi.
Catatan lapangan dibuat oleh peneliti berdasarkan hasil observasi.
Catatan lapangan berisi tentang berbagai aspek pembelajaran di kelas,
pengelolaan kelas, hubungan interaksi antara guru dengan siswa.
4. Teknik Analisis Data
Data hasil pengamatan diolah dengan analisis deskriptif untuk
menggambarkan keadaan peningkatan indikator keberhasilan setiap
siklus dan untuk menggambarkan keberhasilan pembelajaran melalui
model PBL ( Problem based learning ).
a. Data hasil observasi siswa
Adapun perhitungan persentase data hasil observasi kemampuan
komunikasi matematika siswa selama mengikuti pembelajaran
adalah sebagai berikut:
Persentase % = x 100%
36
Kriteria penafsiran variabel penelitian ini sebagai berikut:
75% – 100 % = baik sekali (A)
50% - 75% = baik (B)
25% - 75% = cukup (C)
0% - 25% = kurang (D)
b. Data mengenai hasil tes evaluasi
Data mengenai hasil tes evaluasi diambil dari kemampuan
kognitif siswa dalam memecahkan masalah dianalisis dengan
menghitung rata-rata nilai ketuntasan belajar.
1) Menghitung rata-rata
Untuk menghitung rata-rata digunakan rumus :
Keterangan :
rata-rata nilai
∑ X = jumlah seluruh nilai
n = jumlah siswa
2) Menghitung ketuntasan belajar
a) Ketuntasan belajar individu
Data yang diperoleh dari hasil belajar siswa dapat ditentukan
ketuntasan belajar individu menggunakan analisis deskriptif
persentase dengan perhitungan:
37
b) Ketuntasan belajar klasikal
Data yang diperoleh dari hasil belajar dapat ditentukan
ketuntasan belajar klasikal menggunakan analisis deskriptif
persentase dengan perhitungan:
5. Indikator pencapaian
Dalam penelitian ini, peningkatan komunikasi matematika siswa
secara optimal ditandai dengan tercapainya ketuntasan belajar tiap
individu. Dengan demikian yang menjadi tolak ukur keberhasilan
penelitian ini adalah:
a. Komunikasi matematika siswa di atas 70%
b. Nilai rata – rata kelas di atas 75
c. Ketuntasan belajar klasikal minimal 75 %.
DAFTAR PUSTAKA38
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineke Cipta, Cet.13.
Djemari Mardapi. 2008. Teknik Penyusunan Instrumen Tes dan Nontes.
Jogjakarta: Mitra Cendekia Press.
Aunurrohman. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Bandung: Alfabeta.
Dimyati dan Mujiono. 1999. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : Rineka Cipta,
Cet.I.
Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik.
Jakarta: Prestasi Pustaka.
Sugiarso dan Mustaji. 2005. Pembelajaran Berbasis Konstruktivistik Penerapan
dalam Pembelajaran Berbasis Masalah. Surabaya :
Djamarah, Syaiful Bahri. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Suyadi. 2010. Panduan Penelitian Tindakan Kelas (Buku Panduan Wajib Bagi
Para Pendidik). Jogjakarta: Diva Press.
Sudjana. 2005. Metoda Statistika. Bandung: Tarsito.
Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung : Alfabeta.
Mardapi, Djemari. 2012. Pengukuran Penilaian dan Evaluasi Pendidikan.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Nurjanah. Peningkatan Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematika
Melalui Strategi Problem based learning (PBL) untuk Siswa Kelas VIII
SMP Negeri 2 Banyudono. http://eprints.ums.ac.id/23462/1/.pdf. Diakses
pada tanggal 23 Desember 2015 jam 11.11 WIB.
39
Yovita Bambang Halini. Pengaruh Problem based learning (PBL) Terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa pada Materi Himpunan Kelas
VII. http://jurnal.untan.ac.id/index.php/jpdpb/article/view/3563. Diakses
pada tanggal 23 Desember 2015 jam 10.59 WIB.
Noviana Kusumawati. Pengembangan Perangkat Pembelajaran Matematika
Model Project Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik. http://download.portalgaruda.org/article.php?
article=104890&val=1322&title=PENGEMBANGAN
%20PERANGKAT%20PEMBELAJARAN%20MATEMATIKA
%20MODEL%20PROJECT%20BASED%20LEARNING%20(PBL)
%20UNTUK%20MENINGKATKAN%20KEMAMPUAN
%20KOMUNIKASI%20MATEMATIK. Diakses pada tanggal 23
Desember 2015 jam 10.58 WIB.
40