Upload
rekyan-pandansari
View
32
Download
4
Embed Size (px)
Citation preview
http://market.bisnis.com/read/20150429/192/428309/rups-berau-coal-terganjal-masalah-hukum
RUPS Berau Coal Terganjal Masalah Hukum JIBI Rabu, 29/04/2015 16:43 WIB
Bisnis.com, JAKARTA – Rencana Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Berau Coal
Energy (BCE) yang sedianya akan dilaksanakan pada 30 April 2015 harus dibatalkan karena
terganjal masalah hukum.
Hal tersebut disampaikan oleh Muhamad Lukman Hakim, Ketua Serikat Pekerja Kimia,
Energi dan Pertambangan PT Berau Coal melalui keterangan resminya, Rabu (29/4/2015).
Dia menegaskan permintaan Keith John Downham kepada otoritas Bursa Efek Indonesia
untuk melaksanakan RUPS PT Berau Coal Energy (BCE) tidak bisa dilaksanakan dan harus
dibatalkan.
Keith John Downham (KJD) dan koleganya Paul Jeremy Martin Fenby (JMF), jelasnya,
bermasalah dengan pihak imigrasi dan ketenagakerjaan karena tidak memiliki izin kerja
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Indonesia.
Selain itu, imbuhnya, rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) dan izin
mempekerjakan tenaga kerja asing (IMTA) keduanya, masih berdasarkan sponsor dari tempat
kerja mereka sebelumnya, yakni PT Mutiara Tanjung Lestari (MTL).
“Dengan status hukum keduanya, maka permintaan untuk melakukan RUPS pun ilegal dan
tidak bisa dilaksanakan,” katanya, Rabu (29/4/2015).
Menurut Lukman, keduanya terbukti telah melanggar pasal 185, Undang-Undang nomor 13
tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Keduanya mengaku sebagai direksi BCE, sedangkan
RPTKA dan IMTA masih atas nama PT MTL. Dalam hal ini, KJD dan JMF bisa dikenakan
sanksi, pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama empat tahun dan/atau denda
paling sedikit Rp100 juta dan paling banyak Rp400 juta.
Selain soal RPTKA dan IMTA, KJD dan JMF juga dinilai telah melanggar ketentuan izin
tinggal terbatas yang dikeluarkan Dirjen Keimigrasian karena tidak ditujukan bekerja pada
PT Berau Coal. Keduanya jelas melanggar Undang-Undang No. 6 Tahun 2011 Tentang
Keimigrasian, yaitu menyalahgunakan atau melakukan kegiatan tidak sesuai dengan maksud
dan tujuan pemberian izin tinggal yang diberikan kepadanya berdasarkan ketentuan Pasal 122
Undang-Undang ini.
“Bisa dipenjara lima tahun dan denda Rp500 juta,” kata Lukman.
Bukti lain yang disampaikan Serikat Pekerja Berau Coal, bahwa PT MTL sudah
mengeluarkan surat pencabutan IMTA untuk KJD dan JMF. Surat yang ditujukan kepada
Ditjen Binapenta dengan nomor No. 019/MTL/BOD-STP/IV/2015, tanggal 27 April 2015 itu
menyebutkan bahwa pencabutan IMTA dilakukan kepada keduanya, karena sudah tidak lagi
bekerja pada PT MTL. Surat pencabutan itu berdasarkan surat Pemutusan Hubungan kerja
yang diberikan kepada keduanya pada 17 April 2015.
“Secara legal formal, administratif keduanya menyalahi ketentuan perundang-undangan di
negeri ini. Statusnya ya, ‘pendatang haram’ saat ini.”
TUGAS TENTANG ORGAN PERSEROAN TERBATAS
RUPS BERAU COAL TERGANJAL MASALAH HUKUM
Untuk memenuhi PersyaratanTugas Hukum Perusahaan
DOSEN PEMBIMBING:
Imam Ismanu, SH. MSDR. Reka Dewantara, SH. MH
REKYAN PANDANSARI
NIM. 125010100111002
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
I. Latar Belakang
Banyaknya orang asing yang berkunjung ke Indonesia setiap tahun jumlahnya
cenderung meningkat. Wisatawan mancanegara yang datang tercatat pada tahun 2009
sebanyak 547,2 ribu sedangkan pada tahun 2010 bertambah sebanyak 594,7 ribu orang.
Dari jumlah tersebut menunjukkan bahwa Indonesia mempunyai daya tarik yang
tergolong cukup tinggi terhadap orang asing. Kedatangan orang asing ke Indonesia
dipengaruhi oleh faktor alam dan kebudayaan. Begitu banyaknya kekayaan alam dan
kebudayaan Indonesia sudah menyebar hingga manca negara.
Orang asing yang ada di Indonesia jumlahnya memang tidak banyak dan sifatnya
hanya sementara karena bukan merupakan penduduk Indonesia. Selama berada di
Indonesia orang basing dapat melakukan perbuatan-perbuatan perdata atau memiliki hak-
hak perdata yang dilindungi oleh undang-undang. Hak-hak perdata yang dimili oleh
orang asing antara lain, membeli tanah yang berstatus hak pakai untuk membangun
tempat tinggal. Selain itu orang asing dapat bekerja di Indonesia, kemudian orang asing
dapat pula mendirikan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas di Indonesia.
Selama berada di Indonesia orang asing dapat melakukan kegiatan bisnis yang
dipandang dapat menguntungkan dirinya. Peraturan perundang-undangan di Indonesia
juga tidak menutup kemungkinan orang asing untuk berbisnis. Sesuai dengan undang-
undang no. 40 tahun 2007 orang asing dapat mendirikan perseroan terbatas yang
berbadan hukum Indonesia. Orang asing dapat menanamkan modalnya ke dalam suatu
perusahaan dengan cara membeli saham langsung atau melalui bursa efek.1
Pada dasarnya orang asing yang berada di Indonesia memiliki kebebasan untuk
menginvestasikan modalnya. Ia dapat mendirikan perusahan di Indonesia sepanjang tidak
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Peraturan perundang-undangan
1 Gatot Supramono, 2012, Hukum Orang Asing di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, hal : 12
yang berlaku di bidang investasi adalah UU No.40 Tahun 2007 Tentang Perseroan, UU
No.1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing, UU No.25 Tahun 2007 Tentang
Penanaman Modal dan UU No.8 Tahun 1985 Tentang Pasar Modal.
II. Rumusan Masalah
Bagaimana keabsahan RUPS yang diminta oleh direksi yang berkewarganegaraan
asing ?
III. Pembahasan
Pengertian Orang Asing
Orang asing adalah orang yang bukan warga negara Indonesia dan sedang berada di
Indonesia. Pengertian orang asing termasuk pula badan hukum yang didirikan
berdasarkan hukum asing.2 Sehubungan dengan pengertian itu, pasal 7 UU No.12
Tahun 2006 menyebutkan setiap orang yang bukan Warga Negara Indonesia
diperlakukan sebagai orang asing.3
Orang asing dapat mendirikan perusahaan yang berbentuk perseroan terbatas (PT) di
Indonesia. Di dalam UU no.40 tahun 2007 tidak terdapat larangan untuk orang asing
mendirikan PT. Penanaman modal asing harus dalam bentuk perusahaan terbatas (PT)
berdasarkan hukum Indonesia dan berkedudukan di wilayah negara RI dan
memperoleh izin prinsip dari BKPM (badan koordinasi penanaman modal) sesuai
dengan pasal (pasal 11 dan pasal 34 peraturan kepala BKPM no.12 tahun 2009.
Pada prinsipnya PT didirikan minimal dua orang yang merupakan sebuah
perjanjiannya. Para pendiri PT dapat sesama orang asing atau bekerja sama dengan
2 ibid, hal : 153 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
orang Indonesia. Masing-masing pendiri mengambil bagian atas saham yang
merupakan modal awal PT.
Pendirian PT dilakukan pendirinya dengan menghadap ke notaris, karena akta
pendirian PT harus dalam bentuk akta otentik (pasal 7 ayat 1 UUPT). Sebagai
persekutuan modal PT harus berstatus badan hukum. Untuk mendapatkan status badan
hukum, maka akta pendirian PT diperlukan pengesahan dari pemerintah Indonesia.
Hal ini sesuai dengan teori Brinz bahwa badan hukum itu semata-mata buatan negara.
Permohonan pengesahan badan hukum tersebut, para pendiri PT dapat memilih untuk
mengajukan sendiri permohonan kepada Menteri Hukum dan Hanm atau melalui
notaris berdasarkan pemberian kuasa pasal 9 ayat 3 UUPT. Apabila semua
persyaratan administratif telah dipenuhi, Menteri Hukum dan Ham memberikan
pengesahan badan hukum PT dengan surat keputusan dan melakukan pendaftaran ke
dalam daftra perseroan. Selain itu, melakukan pengumuman pendirian PT dalam
berita negara RI agar masyarakat umum mengetahuinya. PT yang didirikan
berdasarkan UUPT berstatus sebagai badan hukum Indonesia.4
Semua bidang usaha yang ada di Indonesia pada prinsipnya harus dapat dikerjakan
oleh bangsa Indonesia. Perusahaan-perusahaan dalam negeri diharapkan menjadi tuan
rumah dalam mengelola kekayaan alam di negeri sendriri. Adapun perusahaan asing
yang beroperasi di Indonesia hanya bersifat melengkapi saja
Masuknya perusahaan asing dalam kegiatan investasi di Indonesia dimaksudkan
sebagai pelengkap untuk mengisi sektor-sektor usaha dan industri yang belum dapat
dilaksanakan sepenuhya oleh pihak swasta nasional, baik karena alasan teknologi,
manajemen maupun alasan permodalan. Modal asing juga diharapkan secara langsung
maupun tidak langsung dapat lebih merangsang dan menggairahkan iklim atau
kehidupan dunia usaha, serta dapat dimanfaatkan sebagai upaya menembus jaringan
4 Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas pasal 9 ayat 3
pemasaran Internasional melalui jaringan yang mereka miliki. Selanjutnya modal
asing diharapkan secara langsung dapat mempercepat proses pembangunan ekonomi
Indonesia.
Pada bidang-bidang tertentu pemerintah telah menutup total kesempatan akan
masuknya modal asing yaitu bidang-bidang yang penting bagi negara dan menguasai
hajt hidup orang banyak sebagaimana ditetapkan pasal 6 ayat 1 UU no.11 tahun 1970
jo UU no.1 tahun 1967 tentang penanaman modal asing sebagai berikut :
1. Pelabuhan-pelabuhan
2. Produksi,transmisi, dan distribusi tenaga listrik untuk umum
3. Telekomunikasi
4. Pelayaran
5. Penerbangan
6. Air minum
7. Kereta api umum
8. Pembangkitan tenaga atom
9. Mass media
Selain itu bidang-bidang yang menduduki peranan penting dalam pertahanan negara,
antara lain produksi senjata, mesin, alat-alat peledak, dan peralatan perang dilanag
sama sekali bagi modal asing. Hal ini disebabkan akan membahayakan kepentingan
negara jika modal asing menguasai bidang ini karena dapat menggangu kekuatan
pertahanan dan kedaulatan negara Indonesia.
Hak dan Kewajiban Investor Asing:5
1. Mendapatkan Perlakuan Yang Sama
Di dalam UU penanaman modal tidak membedakan hak dan kewajiban antara
pemodal yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Oleh karena itu
5Opcit, hal : 41
orang/ badan hukum asing yang menanamkan modal di Indonesia hak dan
kewajibannya sama dengan orang/badan hukum Indonesia.
Setiap orang yang menanamkan modalnya di Indonesia mempunyai hak,
kewajiban dan tanggung jawab yang diatur secara khusus dalam UU no.25 tahun
2007, guna memberikan kepastian hukum, mempertegas kewajiban penanaman
modal terhadap penerapan prinsip tata kelola perusahaan yang sehat, memberikan
penghormatan atas tradisi budaya masyarakat dan melaksanakan tanggung jawab
sosial perusahaan.6 Pengaturan tanggung jawab penanaman modal diperlukan
untuk mendorong iklim persaingan usaha yang sehat, memperbesar tanggung
jawab lingkungan dan pemenuhan hak dan kewajiban tenaga kerja, serta upaya
mendorong ketaatan investor terhadap peraturan perundang-undangan.
2. Hak-Hak Penanam Modal7
Setiap penanam modal mempunyai hak berdasarkan pasal 14 UU no.25 tahun
20007 untuk mendapat hal-hal sebagai berikut :
a. Kepastisn hak, hukum, dan perlindungan
b. Informasi yang terbuka mengenai bidang usaha yang dijalankannya
c. Hak pelayanan dan
d. Berbagai bentuk fasilitas kemudahan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kewajiban-Kewajiban Penanam Modal
Penanam modal berkewajiban untuk melakukan perbuatan-perbuatan sebagaimana
diatur dalam pasal 15 UU no.25 tahun 2007 sebagi berikut :
a. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik
b. Melaksanakan tanggung jawab sosial perusahaan
6 Undang0Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal 7Ibid, pasal 14
c. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikan
kepada badan koordinasi penanaman modal
d. Menghormati tradisi budaya masyrakat sekitar lokasi kegiatan usaha
penanaman modal dan
e. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan
4. Tanggung Jawab Pemodal8
Adapun mengenai tanggug jawab penanam modal pasal 16 UU no.25 tahun 2007
menyebutkan sebagai berikut :
a. Menjamin tersedianya modal yang berasal dari sumber yang tidak
bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
b. Menanggung dan menyelesaikan segala kewajiban dan kerugian jika penanam
modal menghentikan atau meninggalkan atau menelantarkan kegiatan
usahanya secara sepihak dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
c. Menciptakan iklim usaha persaingan yang sehat, mencegah praktik monopoli
dan hal-hal lain yang merugikan negara
d. Menjaga kelestarian lingkungan hidup
e. Menciptakan keselamatan, kesehatan, kenyamanan, dan kesejahteraan pekerja
f. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang-undangan
5. Timbal Balik Pemerintah
Sebagai timbal balik penanaman modal di Indonesia, pemerintah memberikan
sejumlah fasilitas kepada penanam modal baik yang melakukan usahanya atau
yang melakukan penanaman modal baru.
a. Kriteria pemberian fasilitas
8 Ibid, pasal 16
Meskipun demikian pemerintah tidak begitu saja memberikan fasilitas
kepada investor, namun fasilitas yang diberikan harus memenuhi minimal
salah satu kriteria sebagai berikut :
1. Menyerap banyak tenaga kerja
2. Termasuk skala prioritas tinggi
3. Termasuk pembangunan infrastruktur
4. Melakukan alih teknologi
5. Melakukan industri pionir
6. Berada di daerah terpencil, daerah tertinggal, daerah perbatasan, atau
daerah lain yang dianggap perlu
7. Menjaga kelestarian lingkungan hidup
8. Melaksanakan kegiatan penelitian, pengembangan dan inovasi
9. Bermitra denga usaha mikro, kecil, menengah atau koperasi
10. Industri yang mengutamakan barang modal atau mesin atau peralatan
yang diproduksi dalam negeri.
Dengan dapat memenuhi salah satu kriteria atau syarat tersebut setidaknya
penanaman modal telah memberikan suatu kegiatan yang tekag memberikan
dampak positif ke arah yang lebih maju kepada bangsa dan negara Indonesia.
b. Bentuk Fasilitas
Pemberian fasilitas dari pemerintah kepada investor, bentuknya telah
ditetapkan yaitu dapat berupa hal-hal sebagai berikut :
1. Pajak penghasilan melalui pengurangan penghasialan neto sampai
tingkat tertentu terhadap jumlah penanaman modal yang dilakukan
dalam waktu tertentu
2. Pembebasan atau keringanan bea masuk atas impor barang modal,
mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang belum dapat
diproduksi di dalam negeri
3. Pembebasan atau keringanan bea masuk bahan baku atau bahan
penolong untuk keperluan produksi untuk jangka waktu tertentu dan
persyaratan tertentu
4. Pembebasan atau penangguhan pajak pertambahan nilai atas impor
barang modal atau mesin atau peralatan untuk keperluan produksi yang
belum dapat di produksi di dalam negeri selama jangka waktu tertentu
5. Penyusutan atau amortisasi yang dipercepat
6. Keringanan pajak bumi dan bangunan, khususnya untuk bidang usaha
tertentu, pada wilayah atau daerah atau kawasan tertentu.
Jaminan Hukum Pemerintahan
Pemerintah memberikan jaminan hukum terhadap kepastian dan keamanan bagi
semua investor yang berusaha di Indonesia sebagaimana diatur dalam UU no.25 tahun
2007 , yaitu sebagai beriku :
1. Pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal
yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di
Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, kecuali telah
ada perjanjian antara Indonesia dengan negara investor bersangkutan (pasal 6).
2. Pemerintah tidak akan melakukan tindakan nasionalisasi atau pengambil alihan
hak kepemilikan penanam modal, kecuali dengan undang-undang. Jika terjadi
tindakan nasionalisasi atau pengambil alihan hak kepemilikan maka pemerintah
akan memberikan kompensasi yang jumlahnya ditetapkan berdasarkan harga
pasar. Namun jika diantara dua pihak tidak tercapai kesepakatan mengenai
kompensasi maka akan diselesaikan melalui arbitrase.
3. Penanam modal dapat mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang
diinginkan oleh penanam modal sesuai dengan ketetuan peraturan perundang-
undangan. Sedangkan aset yang tidak termasuk aset mili investor merupakan aset
yang ditetapkan dengan undang-undang sebagai aset yang dikuasai negara (pasal
8).
Pengertian Organ Perseroan Terbatas
Suatu Perseroan menurut Pasal 1 angka 2 jo Pasal 1angka 5 Undang-Undang No.40
Tahun 2007 mempunyai 3 (tiga) organ yang terdiri atas :9
1. RUPS
Rapat umum pemegang saham, yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ
perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau
dewan komisaris dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini dan/atau
anggaran dasar (pasal 1 angka 4 undang-undang no.40 tahun 2007)
2. Direksi
Direksi adalah organ perseroan yang berwenang dan bertanggung jawab penuh
atas pengurusan perseroan untuk kepentingan perseroan, sesuai dengan maksud
dan tujuan perseroan serta mewakili perseroan, bik di dalam maupun di luar
pengadilan sesuai dengan ketentuan anggaran dasar (pasal 1 angka 5 undang-
undang no.40 tahun 2007)
3. Dewan Komisaris
9 Yahya harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, hal : 345
Dewan komisaris adalah organ perseroan yang bertugas melakukan pengawasan
secara umum dan/atau khusus sesuai dengan anggaran dasar serta memberi
nasihat kepada direksi (pasal 1 angka 6 undang-undang no.40 tahun 2007)
Sebagai Organ Perseroan, Direksi mempunyai kedudukan, kewenangan atau
memiliki kapasitas dan kewajiban, sebagai berikut :
1) Direksi Berfungsi Menjalankan Pengurusan Perseroan
2) Direksi Memiliki Kapasitas
Keabsahan Status Hukum Anggota Direksi yang Berkewarganegaraan
Asing dalam Kasus PT Berau Coal.
Pengangkatan Direksi
Pengangkatan Direksi meliputi pokok-pokok yang berkenaan dengan jumlah
Dieksi, syarat pengangkatan, pembagian tugas, metode pemilihan, gaji dan
tunjangan, penggantian dan pemberhentian Direksi.10
1. Jumlah Anggota Direksi
Berapa banyaknya jumlah anggota direksi, digantungkan pada faktor
“Kegiatan Usaha” yang dilakukannya dengan klasifikasi sebagai berikut:
a. Perseroan yang Bersifat Umum, Boleh 1 (satu) Orang
Berdasar pasal 92 ayat (3) Perseroan yang kegiatan usahanya bersifat umum:
Boleh terdiri dari satu orang saja anggota Direksinya, atau
Boleh lebih dari satu orang.
Undang-undang tidak membatasi berapa banyaknya, tetapi minimal satu
orang. Boleh lebih dari satu orang apabila kepentingan perseroan
membolehkan.
10 ibid Hal: 351
b. Perseroan yang melakukan kegiatan usaha tertentu, minimal 2 orang Pasal
92 ayat (4) menentukan secara imperative jumlah anggota direksi bagi
Perseroan tertentu, minimal atau paling sedikit 2 orang. Kedalamanya
termasuk Perseroan, yang kegiatanya usahanya berkaitan dengan :
1. Menghimpun dan atau mengelola dana masyarakat
2. Perseroan yang menerbitkan surat pengakuan hutang kepada
masyarakat, atau
3. Perseroan Terbuka
Perseroan yang memiliki kreteria yang disebut diatas “wajib” mempunyai
paling sedikit 2 orang anggota Direksi. Patokan yang menentukan anggota
Direksi minimal 2 orang untuk jenis kegatan yang di sebut diatas, sama dengan
ketentuan yang diatur pada Pasal 79 ayat 1 UUPT 1995.
2. Pembagian Tugas Direksi
Apabila anggota Direksi terdiri atas 2 orang atau lebih, harus dilakukan
pembagian tugas dan wewenang pengurusan Perseroan diantara anggota
Direksi tersebut. Menurut Pasal 92 ayat 5 Pembagian tugas dan wewenang
dimaksud, ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS. Akan tetapi, apabila
RUPS tidak menetapkan, pembagian tugas dan wewenang Direksi, ditetapkan
berdasarkan keputusan Direksi. 11
Kekusaan untuk menetapkan pembagian tugas dan wewenang tersebut dapat
beralih dari RUPS kepada Direksi. Untuk menghindari terjadinya
ketidakpastian fungsi dan wewenang masing – masing anggota direksi. Dan
menurut penjelasan Pasal 92 ayat (6), Direksi sebagai anggota Perseroan yang
melakukan pengurusan perseroan, dianggap memahami dengan jelas
kebutuhan pengurusan Perseroan. Oleh karena itu, apabila RUPS tidak
11 Ibid, hal : 353
menetapkan pembagian tugas dan wewenang anggota direksi, sudah
sewajarnya Penetapan tersebut dilakukan oleh Direksi sendiri.
3. Yang Dapat diangkat menjadi Anggota Direksi
Pasal 93 mengatur siapa yang dapat diangkat menjadi anggota Direksi.
Ketentuan ini mengatur persyaratan orang yang dapat diangkat menjadi
anggota Direksi.
a. Syarat Pokok
Syarat Pokoknya boleh dikatakan sangat minim sekali, hanya terdiri atas:
1. Orang Perorangan
2. Cakap Melakukan Perbuatan Hukum.
b. Tidak ada syarat kualifikasi pendidikan
Pasal 93 ayat (1) tidak mengatur secara spesifik kualifikasi pendidikan (no
particular qualification education).
c. tidak disyaratkan nasionalitas dan tempat tinggal
Pasal 93 ayat (1) tidak ada yang mengatur nasionaltas maupun tempat
tinggal anggota direksi. Kalau begitu UU tidak melarang orang asing yang
bertempat tinggal diluar negeri diangkat menjadi anggota direksi. Tidak
diisyaratkan harus bekebangsaan Indonesia juga tidak bertempat tinggal di
wilayah Indonesia.
d. Tidak di syaratkan harus pemegang saham
UU tidak mengisyaratkan anggota direksi harus memegang saham.
Namun hal itu tidak mengurangi kebolehan menetukan dalam anggaran
dasar yang mengharuskan anggota direksi harus memegang saham dalam
perseroan yang bersangkutan.
4. Kewarganegaraan, Domisili, dan Kedudukan Anggota Direksi12
12Adrian Sutedi, 2015, Buku Pintar Perseroan Terbatas, Raih Asa Sukses, Jakarta, hal : 125
Pendirian perseroan terbatas dilakukan oleh pendiri sekurang-kurangnya dua
orang atau dua pihak yang (masing-masing) wajib mengambil bagian saham
pada saat pendirian. Pendirian tersebut dilakukan di hadapan Notaris dengan
membuat Akta Pendirian yang memuat Anggaran Dasar sebagai suatu
agreement bagi para pendiri yang notabene adalah pemegang saham.
Dalam rangka pendiriran perseroan terbatas, berdasarkan Pasal 8 ayat (1) dan
(2), bahwa Akta Pendirian Perseroan Terbatas yang di dalamnya termuat
Anggaran Dasar dan keterangan lainnya, sekurang-kurangnya memuat (antara
lain) :
a. Nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan
kewarganegaraan pendiri perseroan,atau nama, tempat kedudukan dan
alamat lengkap serta nomor dan tanggal Keputusan Menteri mengenai
pengesahan badan hukum dari pendiri Perseroan.
b. Nama lengkap, tempat, dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal,
kewarganegaraan anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang pertama
kali diangkat.
c. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian saham, rincian
jumlah saham, dan nilai nominal saham yang telah ditempatkan dan
disetor.
Dengan demikian, dalam mendirikan Perseroan diperlukan kejelasan mengenai
kewarganegaraan pendiri. Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang
berbentuk Perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum
Indonesia. Namun, kepada warga negara asing atau badan hukum asing
diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang
berbentuk Perseroan sepanjang undang-undang yang mengatur bidang usaha
Perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian Perseroan tersebut diatur
dengan undang-undang tersendiri. Dalam hal pendirian adalah badan hukum
asing, nomor dan tanggal pengesahan badan hukum pendiri adalah dokumen
yang sejenis dengan itu, antara lain certificate of incorporation. Dalam hal
pendiri adalah badan hukum negara atau daerah, diperlukan Peraturan
Pemerintah tentang penyertaan dalam Perseroan atau Peraturan Daerah tentang
penyertaan daerah dalam Perseroan (penjelasan Pasal 8 ayat (2) huruf a).
Pemahaman “mengambil bagian saham” dalam pasal 8 ayat (2) huruf c
adalah jumlah saham yang diambil oleh pemegang saham pada saat pendirian
Perseroan. Apabila ada penyetoran yang melebihi nilai nominal sehingga
menimbulkan selisih antara nilai yang sebenarnya dibayar dengan nilai
nominal, selisih tersebut dicatat dalam laporan keuangan sebagai agio. Di
samping itu, susunan, nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan,
tempat tinggal, dan kewarganegaraan anggota Direksi dan Komisaris yang
pertama kali diangkat. Nama pemegang saham yang telah mengambil bagian
saham (shareholders), rincian jumlah saham dan nominal atau nilai yang
diperjanjiakan dari saham yang telah ditempatkan dan disetor pada saat
pendirian.
Dikaitkan dengan Perseroan Terbatas yang merupakan penanaman
Modal Asing (PMA), Direksi dapat saja beranggotakan seorang yang
berkewarganegaraan asing (WNA), WNA pada Perseroan Terbatas PMA
tersebut dapat menjabat sebagai Direktur ataupun Presiden Direktur dengan
memperhatikan ketentuan anggaran dasar Perseroan Terbatas PMA terkait.
Selain itu, pengangkatan Direksi ini juga harus memperhatikan ketentuan
hukum lainnya yang berlaku, termasuk ketentuan dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM).13
Dalam Peraturan surat Keputusan BKPM No. 57/SK/2004 tanggal 20
Juli 2004 (SK 57) tidak dinyatakan secara tegas/eksplisit bahwa Direksi harus
bertempat tinggal di wilayah Indonesia. Dalam Pasal 27 ayat (1) jo ayat (6)
Surat Keputusan tersebut, diisyaratkan bahwa Tenaga Kerja Asing yang siap
datang ke Indonesia wajib memiliki Visa Izin Tinggal Terbatas (VITAS) yang
diberikan oleh Kantor Perwakilan Republik Indonesia.
Selanjutnya, perusahaan pengguna mengajukan penerbitan Kartu Izin Tinggal
Terbatas (KITAS) kepada Kantor Imigrasi setempat. Mengingat tempat tinggal
Direksi yang berkewarganegaraan asing, berdasarkan keterangan dalam Surat
Departemen Tenaga Kerja, hal ini telah ditentukan dalam :
1. Surat Direktur Perdata Ditjen AHU Dep. Hukum dan HAM No.C2-
HT01-10.A.1561 tanggal 7 September 2004.
2. Surat Direktur Perdata Ditjen AHU Dep. Hukum dan HAM No.C2-
HT01-10.A.1940 tanggal 14 Oktober 2004.
3. Surat Direktur Perdata Ditjen AHU Dep. Hukum dan HAM No.C2-
HT01-10.A.317 tanggal 28 Februari 2005.
Ketiga surat tersebut untuk selanjutnya disebut sebgai Surat Direktur
Perdata. Menurut surat Departemen Tenaga Kerja, dalam surat Direktur
Perdata tersebut di atas, dijelaskan bahwa anggota Direksi harus bertempat
tinggal di Indonesia. Apabila bertempat tinggal dan mengurus Perseroan
Terbatas dari luar negeri, perbuatan hukumnya (yang dilakukan atas nama
Perseroan Terbatas) tidak mempunyai kekuatan hukum.
13 Ibid, hal : 126
Dalam prakteknya, kita tidak dapat menutup mata bahwa ada anggota
Direksi suatu perseroan terbatas PMA yang WNA, tetapi ia bertempat tinggal
di luar negeri. Hal ini bisa saja terjadi dalam PT PMA yang merupakan anak
perusahaan dari suatu perusahaan transnasional atau Multinational Company
(MNC). Anggota Direksi yang WNA tersebut mungkin saja menjadi Direktur
di anak perusahaan lain dalam grup MNC tersebut, yang bukan berbadan
hukum Indonesia. Demi efektivitas dan efisiensi, anggota Direksi tersebut bisa
saja tidak bertempat tinggal di Indonesia.
Oleh karena itu, terdapat pandangan-pandangan yang agak berbeda
dengan kebijakan yang telah ditulis dalam surat Direktur Perdata tersebut
diatas. Pandangan ini menyatakan bahwa tidak seluruh anggota Direksi WNA
harus bertempat tinggal di Indonesia. Cukup sebagian saja, asalkan Direksi
dapat menjalankan fungsi manajemen dan fungsi reprensentasi sesuai dengan
anggaran dasar PT PMA yang terkait dengan konsep fiduciary duty.
Dari fungsi manajemen, Direksi bertugas untuk mengatur
kepengurusan day to day bussines dari suatu PT. Untuk fungsi ini, dapat
dilakukan oleh Presiden Direksi atau anggota Direksi lainnya (yang mungkin
bukan WNA), tergantung pengaturan dalam anggaran dasar PT tersebut. Dari
fungsi representasi, biasanya Direksi diwakili oleh Presiden Direktur. Dalam
hal Presiden Direktur tidak hadir, ia dapat diwakili oleh anggota Direksi
lainnya.
Dengan demikian, kendati pun seorang anggota Direksi yang WNA bertempat
tinggal di luar negeri, sepanjang masih ada anggota Direksi lain (baik WNA
maupun WNI) yang bertempat di Indonesia, PT PMA dapat melakukan
tindakan hukum yang mengikat melalui representasi oleh anggota Direksi lain
yang memang bertempat tinggal di Indonesia. Hal ini sesuai demgan anggaran
dasar Perseroan Terbatas PMA tersebut.
Tidak ada ketentuan yang menyatakan bahwa anggota Direksi haruslah
berkewarganegaraan Indonesia. Orang asing sebagai tenaga kerja asing (TKA)
akan menjadi seorang anggota Direksi di suatu Perseroan tempat ia akan
menjadi anggota Direksi. Dipersyaratkan perseroannya harus membuat
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA). Rencana ini merupakan
proses penggunaan expatriat untuk kemudian memiliki Izin Menggunakan
Tenaga Kerja Asing (IMTA) adalah suatu hal lain yang terpisah. Hal ini pun
masih sering menjadi silang pendapat di antara instansi dan institusi terkait
satu dengan yang lain.
KEABSAHAN RUPS YANG D IMINTA O LEH D IREKSI YANG
B ERKEWARGANEGARAAN A SING .
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dimaksud dapat dilihat dalam Pasal 1
angka 4 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas yang
menyatakankan:
“Rapat Pemegang Umum Saham yang selanjutnya disebut RUPS, adalah organ perseroan yang mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada Direksi atau Dewan Komisaris dalam batas yang ditentukan undang-undang ini dan/ atau anggaran dasar.”
1. Kedudukan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) mempunyai segala wewenang yang
tidak diberikan kepada Direksi atau komisaris dalam batas yang ditentukan dalam
undang-undang perseroan dan anggaran dasar. Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS) berhak memperoleh segala keterangan yang berkaitan dengan kepentingan
perseroan dari Direksi dan/atau komisaris. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
diadakan ditempat kedudukan perseroan atau tepat perseroan melakukan kegiatan
usahanya, kecuali ditentukan lain dalam anggaran dasar, tempat tersebut harus terletak
di wilayah Negara Republik Indonesia.14
Setiap pemegang saham mempunyai hak untuk menghadiri Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS). Undang-Undang Perseroan pada masa modern mengatur
ketentuan yang mengatur ketentuan yang menegaskan hak tersebut. Begitu juga
dengan Anggaran Dasar (AD) Perseroan, mengatur ketentuan Perseroan harus
mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) paling tidak satu kali satu
tahun. Pada dasarnya, dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pemegang
saham melakukan kontrol atas jalannya kepengurusan Perseroan yang
dilakukanDireksi.15 Di dalam perseroan, jabatan pemegang saham bukanlah
pemegang kedaulatan tertinggi namun acapkali digunakan untuk mempengaruhi
kebijakan perseroan. Sehingga di dalam perseroan seharusnya peegang saham tidak
mempunyai kekuasaan sama sekali (di luar forum), namun para pemegang saham baru
mempunyai kekuasaan atas Peseroan Terbatas (PT), apabila mereka dalam suatu
ruangan pertemuan atau forum yang dinamakan Rapat Umum Pemegang Saham
(RUPS).16
Batas-batas dan ruang lingkup kewenangan yang dapat dilakukan oleh Rapat
Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam suatu Perseroan Terbatas (PT), antara lain
sebagai berikut:
14 Frans Satrio Wicaksono, hal : 4.15 M. Yahya Harahap, hal. 305, yang dikutip dari James D. Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O’ Neal,
Corporations, Alpen Law & Business, 1977, hal. 306.16 Handri Raharjo, Hukum Perusahaan, (Jakarta : Pustaka Yustisia, 2009), hal. 91.
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak dapat mengambil keputusan yang
bertentangan dengan hukum yag berlaku dan ketentuan dalam anggaran dasarnya
(meskipun anggaran dasar dapat diubah oleh Pemegang Umum Saham (RUPS)
asal memenuhi syarat untuk itu).
b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang
bertentangan dengan kepentingan yang dilindungi oleh hukum, yaitu kepentingan
stakeholders, seperti pemegang saham minoritas, karyawan, kreditor, masyarakat
sekitar dan lain sebagainya.
c. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tidak boleh mengambil keputusan yang
merupakan kewenangan Direksi dan Dewan Komisaris, sejauh kedua organ
perusahaan tersebut tidak menyalahgunakan kewenangannya.17
2. Kewenangan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) memiliki beberapa kewenangan,
antara lain sebagai berikut:
a. Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas tentang perubahan anggaran dasar yang ditetapkan oleh Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS).
b. Pasal 38 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
tentang pembelian kembali saham atau pengalihannya hanya boleh dilakukan
berdasarkan persetujuan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), kecuali
ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan di bidang pasar modal.
c. Pasal 41 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas tentang penambahan modal perseroan dilakukan dengan persetujuan
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
17 Munir Fuady, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, (Bandung : CV Utomo, 2005), hal. 126-127.
d. Pasal 44 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
tentang pengurangan modal perseroan.
e. Pasal 64 Undang–Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
tentang memberikan persetujuan laporan tahunan dan pengesahan laporan
keuangan atau perhitungan keuangan
f. Pasal 69 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas tentang persetujuan laporan tahunan termasuk pengesahan laporan
keuangan serta laporan tugas pengawasan dewan komisaris dilakukan oleh
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
g. Pasal 71 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas tentang penggunaan laba bersih termasuk penentuan jumlah penyisihan
untuk cadangan diputuskan oleh Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).
h. Pasal 105 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
tentang penetapan mengenai penggabungan, peleburan, dan pengambilalihan.
i. Pasal 123 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
tentang penetapan pembubaran perseroan.
3. Bentuk Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
Menurut Pasal 78 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan
Terbatas menyebutkan:
1. RUPS terdiri atas RUPS tahunan dan RUPS lainnya.
2. RUPS tahunan wajib diadakan dalam jangka waktu paling lambat 6 (enam)
bulan setelah tahun buku berakhir.
3. Dalam RUPS tahunan, harus diajukan semua dokumen dari laporan tahunan
Perseroan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat (2).
4. RUPS lainnya dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk
kepentingan Perseroan.
a. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan (annual general meeting)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan bertujuan memberikan
penilaian dan pengambilan keputusan atas laporan Direksi mengenai kegiatan
Perseroan Terbatas dan hasil-hasilnya pada tahun yang lalu dan rencana kegiatan
tahun berikutnya. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan wajib
diadakan dalam jangka waktu paling lambat enam bulan setelah tahun buku
berakhir. Dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) tahunan harus diajukan
semua dokumen dari laporan tahunan perseroan.
b. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) lainnya (RUPS luar biasa/extraordinary
general meeting)
Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) luar biasa bertujuan untuk
membahas dan mengambil keputusan atas masalah-masalah yang timbul
mendadak dan memerlukan penanganan segera maka akan menghambat
operasionalisasi Perseroan Terbatas. Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS)
lainnya ini dapat diadakan setiap waktu berdasarkan kebutuhan untuk kepentingan
perseroan.
Pasal 75 UUPT berbunyi:
(1) RUPS mempunyai wewenang yang tidak diberikan kepada direksi atau
dewan komisaris, dalam batas yang ditentukan dalam undang-undang ini
dan/atau anggaran dasar.
(2) Dalam forum RUPS, pemegang saham berhak memperoleh keterangan yang
berkaitan dengan perseroan dari direksi dan/atau dewan kpmisaris sepanjang
berhubungan dengan mata acara rapat dan tidak bertentangan dengan
kepentingan perseroan, antara lain, hak pemegang saham untuk melihat
daftar pemegang saham, daftar khusus mengenai saham anggota direksi dan
dewan komisaris serta keluarganya.
(3) RUPS dalam mata acara lain-lain tidakberhak mengambil keputusan,
kecuali semua pemegang saham hadir dan/atau diwakili dalam RUPS dan
menyetujui penambahan mata acara rapat.
(4) Keputusan atas mata acara rapat yang ditambahkan harus disetujui dengan
suara bulat.
Pasal 76 ayat (1) sampai ayat (3) UUPT berbunyi:
(1) RUPS diadakan di tempat kedudukan Perseroan atau di tempat Perseroan
melakukan kegiatan usahanya yang utama sebagaimana ditentukan dalam
anggaran dasar.
(2) RUPS Perseroan Terbuka dapat diadakan di tempat kedudukan bursa
dimana saham Perseroan dicatatkan.
(3) Tempat RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) harus
terletak di wilayah negara Republik Indonesia.
Pasal 77 ayat (1) UUPT berbunyi:
(1) Selain penyelenggaraan RUPS sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76,
RUPS dapat juga dilakukan melalui media telekonferensi, video konferensi,
atau sarana media elektronik lainnya yang memungkinkan semua peserta
RUPS saling melihat dan mendengar secara langsung serta berpartisipasi
dalam rapat.
Pasal 81
(1) Direksi melakukan pemanggilan kepada pemegang saham sebelum
menyelenggarakan RUPS.
(2) Dalam hal tertentu, pemanggilan RUPS sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) dapat dilakukan oleh Dewan Komisaris atau pemegang saham
berdasarkan penetapan ketua pengadilan negeri.
Penyelenggaraan RUPS di dalam perseroan terbuka diadakan atas permintaan
dari direksi baik yang WNI maupun WNA. Dengan syarat bahwa direksi yang meminta
diadakannya RUPS berstatus hukum sah sesuai dengan syarat yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan sehingga memiliki kewenangan tersebut.
Bila kita analisa dalam kasus “RUPS PT.BERAU COAL TERGANJAL MASALAH
HUKUM” pada dasarnya kasus ini bermula pada anggota direksi WNA yang meminta
diadakannya RUPS masih dipertanyakan keabsahan status hukumnya sebagai direksi.
Hal tersebut dikarenakan Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Ijin
Menggunakan Tenaga Kerja Asing (IMTA) kedua anggota direksi pada PT tersebut
masih sponsor dari perusahaan sebelumnya, yakni PT.Mutiara Tanjung Lestari.
Padahal RPTKA dan IMTA dari PT. Mutiara Tanjung Lestari sudah ada permintaan
pencabutan.
Maka, sesuai dengan ketentuan yang ada pada pasal 42 ayat (1) Undang-Undang
Ketenagakerjaan Indonesia seharusnya sebelum mengangkat kedua direksi WNA
tersebut, PT. Berau Coal wajib mengurus RPTKA keduanya, hal tersebut juga demi
mendapatkan IMTA. Barulah keduanya dapat diangkat menjadi anggota direksi melalui
RUPS yang diselenggarakan oleh PT. Berau Coal. Sehingga, status Hukum mereka
juga tidak akan menjadi masalah dikemudian hari, seperti saat ini.
Untuk bisa mendapatkan IMTA, perusahaan harus terlebih dahulu membuat
Rencana Penggunaan Tenaga Kerja Asing (“RPTKA”) sebagaimana diatur Pasal 3
Permenakertrans 02/2008. Tata cara pengesahan RPTKA selanjutnya diatur dalam
Pasal 5 ayat (1) dan (2) Permenakertrans 01/2008:
(1) Untuk mendapatkan pengesahan RPTKA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat
(1), pemberi kerja TKA harus mengajukan permohonan secara tertulis yang
dilengkapi alasan penggunaan TKA dengan melampirkan:
a. formulir RPTKA yang sudah dilengkapi;
b. surat ijin usaha dari instansi yang berwenang;
c. akte pendirian sebagai badan hukum yang sudah disahkan oleh pejabat yang
berwenang;
d. keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah setempat;
e. bagan struktur organisasi perusahaan;
f. surat penunjukan TKI sebagai pendamping TKA yang dipekerjakan;
g. copy bukti wajib lapor ketenagakerjaan yang masih berlaku berdasarkan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di
perusahaan; dan
h. rekomendasi jabatan yang akan diduduki oleh TKA dari instansi tertentu apabila
diperlukan.
(2) Formulir RPTKA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a memuat:
a. identitas pemberi kerja TKA;
b. jabatan dan/atau kedudukan TKA dalam struktur bagan organisasi perusahaan
yang bersangkutan;
c. besarnya upah TKA yang akan dibayarkan;
d. jumlah TKA;
e. uraian jabatan dan persyaratan jabatan TKA;
f. lokasi kerja;
g. jangka waktu penggunaan TKA;
h. penunjukan tenaga kerja warga negara Indonesia sebagai pendamping TKA
yang dipekerjakan; dan
i. rencana program pendidikan dan pelatihan tenaga kerja Indonesia.
Karena status hukum keduanya yang dapat dikatakan tidak sah sebagai anggota
direksi disebabkan kedua direksi WNA tersebut tidak memenuhi syarat yang ada, maka
dari itu mereka juga tidak memiliki hak untuk meminta diadakannya RUPS. Sehingga
permintaan tersebut tidak sah, bukan ilegal seperti yang ada pada artikel. Karena tidak
sah maka tentu tidak dapat dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Yahya harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta,
Adrian Sutedi, 2015, Buku Pintar Perseroan Terbatas, Raih Asa Sukses, Jakarta,
James D. Cox, Thomas Lee Hazen, Hedge O’ Neal, 1977, Corporations, Alpen Law & Business.
Handri Raharjo, 2009, Hukum Perusahaan, Pustaka Yustisia, Jakarta
Munir Fuady, 2005, Perlindungan Pemegang Saham Minoritas, Bandung : CV Utomo, Bandung.
Gatot Supramono, 2012, Hukum Orang Asing di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta
Frans Satrio Wicaksono, Hukum perusahaan Indonesia
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Nomor 12 tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia
Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas
Undang-Undang No. 25 tahun 2007 tentang penanaman modal