3) Bab III Kajian SDA Pelalawan

Embed Size (px)

DESCRIPTION

kajian

Citation preview

  • 70

    BABIII

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    PROFIL KABUPATEN PELALAWAN

    3.1. Administrasi Pemerintahan

    Kabupaten Pelalawan terletak di pesisir Timur Pulau Sumatera,

    dengan wilayah daratan membentang di sepanjang bagian hilir Sungai

    Kampar, serta berdekatan dengan Selat Malaka. Secara geografis

    Kabupaten Pelalawan terletak antara 1o25` LU dan 0o20` serta antara

    100o42` sampai 103o28` BT yang berbatasan: sebelah Utara dengan

    Kecamatan Sungai Apit dan Kecamatan Siak Kabupaten Siak dan

    Kecamatan Tebing Tinggi Kabupaten Bengkalis; sebelah Selatan dengan

    Kabupaten Indragiri Hilir (Kecamatan Kateman, Mandah dan Gaung),

    Kabupaten Indragiri Hulu (Kecamatan Rengat, Pasir Penyu, dan Peranap),

    dan Kabupaten Kuantan Singingi (Kecamatan Kuantan Hilir dan Singingi);

    sebelah Barat dengan Kota Pekanbaru (Kecamatan Rumbai) dan

    Kabupaten Kampar (Kecamatan Kampar Kiri dan Siak Hulu); dan sebelah

    Timur dengan Kabupaten Tanjung Balai Karimun Propinsi Kepulauan

    Riau.

    Kabupaten Pelalawan beriklim tropis, temperatur rata-rata 22oC

    32oC, kelembaban nisbi 80-88%, dan curah hujan rata-rata 2.598

    mm/tahun. Sebagian besar daratan wilayah Kabupaten Pelalawan

    merupakan daratan rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan

    yang bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah/kota

    berkisar antara 3-6 mdpl, dengan kemiringan rata-rata 0-15% dan

    15-40%.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Luas Kabupaten Pelalawan 13.953,25 km2 dengan ibu kota

    Pangkalan Kerinci. Kabupaten Pelalawan terdiri dari 12 Kecamatan, 14

    Kelurahan, dan 105 Desa (Gambar 3.1). Karakteristik desa terdiri dari 37

    desa berada di pinggiran Sungai, 9 desa berbatasan dengan laut, 50 desa

    di kawasan perkebunan, PIR Trans dan pedalaman, dan 12 desa di

    kawasan kota. Adapun nama kecamatan dan luas masing-masing

    kecamatan di Kabupaten Pelalawan disajikan dalam Tabel 3.1.

    Tabel 3. 1. Luas Wilayah Kabupaten Pelalawan

    No KecamatanLuas Wilayah (ha)

    Daratan Sungai/ Danau Rawa Lautan Jumlah

    1 Langgam 139,005 453 75 0 139,5332 Pangkalan Kerinci 20,210 370 38 0 20,6183 Bandar Sekijang 33,408 20 10 0 33,4384 Pelalawan 140,316 811 41 0 141,1675 Pangkalan Kuras 121,581 310 240 0 122,1306 Bunut 41,467 49 295 0 41,8117 Bandar Petalangan 40,637 23 230 0 40,8908 Pangkalan Lesung 55,044 54 50 0 55,1489 Ukui 141,764 173 624 0 142,56110 Kerumutan 94,613 1,122 210 0 95,94511 Teluk Meranti 381,177 25,123 7,612 0 413,91112 Kuala Kampar 97,443 26 0 50,704 148,173

    Kab. Pelalawan 1,306,664 28,532 9,425 50,704 1,395,325

    Sumber : Pelalawan dalam Angka, 2008

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 1. Peta Administrasi Kajian Inventaris SDA Pelalawan

    Gam

    bar

    3.1.

    Peta

    Adm

    inis

    tras

    i Kaj

    ian

    Inve

    ntar

    is

    SDA

    Pela

    law

    an

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Kabupaten Pelalawan memiliki sungai utama yaitu Sungai Kampar

    yang panjangnya 413,5 Km, dengan kedalaman rata-rata 7,7 meter dan

    lebar rata-rata 143 meter. Sungai ini dan anak sungai berfungsi sebagai

    sarana transportasi, sumber air bersih, budidaya perikanan dan irigasi.

    Sedangkan wilayah dataran rendah Kabupaten Pelalawan pada umumnya

    merupakan dataran rawa gambut, dataran alluvial sungai dengan daerah

    dataran banjirnya. Jenis flora yang terdapat di hutan antara lain,

    seperti: Kulim, Meranti, Sungkai, Punak, Jelutung, Medang, Tembusu,

    Mentangor, dan Bakau. Kayu-kayu ini sebagian besar merupakan jenis

    komersial, sebagian bahan baku industri. Sementara jenis fauna yang ada

    di daerah ini, meliputi : Beruang Perut, Harimau Sumatra, Lutung,

    Siamang, Kera, Ungka, Pelanduk, Rusa/Kijang, Ayam Hutan, kelinci,

    berbagai jenis ular, berbagai jenis burung (Selendit, Puyuh Mahkota,

    Puyuh Biasa, Nuri, Elang, Enggang, Punai, Pergam, Lebah Madu, Kupu-

    kupu dan lain-lain).

    3.2. Tanah dan Geologi Lingkungan

    3.2.1. Tanah

    Sumber daya lahan/tanah merupakan suatu massa yang kita

    manfaatkan untuk berusaha dan untuk kehidupan. Lahan ini bukannya

    merupakan milik kita, tetapi lebih tepat sebagai lahan pinjaman dari

    anak cucu kita. Oleh karena itu perlu kita kelola secara baik dan benar,

    sesuai dengan potensinya. Pemaksaan penggunaannya akan berakibat

    kehancuran dan berakibat bencana pada masa-masa mendatang. Sumber

    daya lahan tidak dapat dipisahkan dengan tanah yang ada pada lahan

    tersebut, disamping faktor-faktor luar yang akan mempengaruhinya.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman atau suatu komoditas

    yang diusahakan. Oleh karena itu tanah banyak menjadi sorotan baik

    oleh para pengusaha maupun oleh para ilmuwan.

    Tanah tersusun dari Horizon-Horizon dekat permukaan bumi yang

    berbeda kontras terhadap bahan induk di bawahnya, telah mengalami

    perubahan oleh interaksi antara iklim, relief, dan jasad hidup selama

    waktu pembentukannya. Biasanya pada batas bawah tanah beralih

    berangsur ke batuan keras atau ke bahan-bahan tanah yang sama sekali

    bebas dari fauna tanah, perakaran, atau tanda-tanda kegiatan biologis

    lain. Untuk tujuan klasifikasi tanah, batas bawah tanah yang kita amati

    ditetapkan sampai kedalaman 200 cm.

    Secara sederhana tanah dapat diartikan sebagai wilayah

    daratan yang dapat digunakan untuk berbagai aktifitas manusia

    misalnya kehutanan, perkebunan, pertanian, peternakan, bangunan dan

    lain-lain. Salah satu fungsi penting tanah adalah sebagai media

    tumbuh tanaman, yaitu dengan menyediakan unsur hara dalam

    jumlah berimbang, aerasi dan drainase yang baik, dan penetrasi

    akar tidak terhambat. Fungsi ini dapat dipertahankan apabila

    tanah lapisan atas (top soil) yang subur dipertahankan dari tenaga

    perusak seperti erosi, banjir, dan longsor. Pada umumnya jenis tanah di

    Kabupaten Pelalawan merupakan jenis tanah yang cocok untuk jenis

    perkebunan sawit.

    3.2.1.1. Status Hara dan Kesuburan Tanah

    Dari segi sifat kimia, sifat-sifat tanah yang penting adalah

    nilai kemasaman tanah (pH), bahan organik, kandungan unsur hara

    makro (N, P dan K), kandungan dan jumlah basa-basa dapat tukar,

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    kapasitas tukar kation (KTK), kejenuhan basa (KB), dan kadar pirit.

    Semua ini merupakan sifat-sifat yang mempengaruhi tingkat

    kesuburan tanah. Kandungan abu dalam bahan gambut, menentukan

    apakah gambut termasuk eutrofik (relatif kaya hara), oligotrofik

    (masam dan miskin hara), atau mesotrofik, yang terletak diantaranya.

    Hasil analisa contoh tanah disajikan lengkap pada Lampiran 3. Dari

    interpretasi hasil analisa 29 contoh tanah tersebut, sebanyak 8

    contoh mewakili sifat tanah gambut (satuan lahan A1.1, A.2, A1.3

    dan A2) dan 21 contoh yang mewakili sifat tanah aluvial dan

    sedimen (satuan lahan A3, B, C, dan D), maka dapat disimpulkan

    Sifat-sifat kimia tanah sebagai berikut. Reaksi Tanah. Sifat tanah ini

    sangat menentukan ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Jika pH

    lebih rendah dari optimum, terjadi kekahatan unsur hara makro dan

    toksisitas unsur hara mikro. Pada pH lebih tinggi dari optimum,

    hampir semua unsur hara mikro berada dalam kondisi kahat. pH

    tanah yang optimum untuk pertumbuhan tanaman pada umumnya

    berkisar antara 5,0 0 7,0. Tanah gambut daerah studi mempunyai

    kisaran reaksi masam ekstrim (pH < 3,5) sampai sangat masam (pH

    3,604,5). Pada gambut dangkal dan gambut tengahan, kemasaman

    lapisan bawah cenderung tetap atau agak menurun. Pada gambut

    dalam dan gambut sangat dalam, reaksi gambut di lapisan bawah

    umumnya menjadi masam ekstrim, dan dapat mencapai pH 2,6.

    Gambut dangkal dan gambut tengahan umumnya menunjukkan reaksi

    tanah sedikit lebih baik daripada gambut dalam dan gambut sangat

    dalam. Tanah aluvial dan sedimen di daerah studi umumnya

    mempunyai reaksi sangat masam. Pada daerah yang merupakan

    dataran banjir dari Sungai Kampar, reaksi tanah menjadi masam.

    Bahan Organik Tanah (C, N, C/N). Bahan organik tanah berperanan

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    sangat penting dalam (1) cadangan unsur hara tanaman, (2)

    pengawetan lengas tanah, (3) memelihara struktur tanah, dan (4)

    sumber makanan bagi mikroorganisme tanah. Bahan organik tidak

    sekedar memegang kation-kation basa (Ca, Mg, K, Na) terhadap

    pencucian, tetapi juga mineralisasi bahan organik membebaskan

    unsur hara C, N, P, dan S. Rata-rata kadar bahan organik pada

    lapisan atasan tanah mineral pada umumnya berkisar antara 305 %,

    akan tetapi pengaruhnya sangat besar terhadap sifat-sifat tanah dan

    terhadap pertumbuhan tanaman. Kandungan bahan organik tanah

    gambut, yang ditunjukkan oleh kadar C0 organik, menunjukkan nilai

    sangat tinggi di seluruh satuan lahan. Kandungan N gambut berkisar

    antara tinggi sampai sangat tinggi. Nilai rasio C/N umumnya sangat

    tinggi, dan sebagian tinggi. Khusus pada satuan lahan dengan tingkat

    dekomposisi hemik mempunyai N yang rendah dan nilai rasio C/N

    sedang. Kandungan C, N, dan C/N seperti ini berlaku pada gambut

    dangkal sampai gambut sangat dalam.

    Kondisi seperti di atas dapat diartikan bahwa, walaupun

    kandungan N tanah gambut tinggi sampai sangat tinggi, namun berada

    dalam bentuk yang tidak tersedia bagi tanaman. Pada tanah aluvial

    dan sedimen, Kandungan C0 organik lapisan atas umumnya rendah.

    Begitu juga kandungan N0 total, tergolong rendah. Kadar C0 organik

    menunjukkan nilai bervariasi antara rendah sampai sangat tinggi.

    Sebagian besar sangat tinggi dan lapisan bawahnya biasanya sangat

    rendah. Begitu juga N0 total bervariasi antara rendah sampai sangat

    tinggi di lapisan atas dan sangat rendah di lapisan bawahnya. Dengan

    demikian, nilai rasio C/N juga bervariasi antara rendah sampai sangat

    tinggi. P dan K Tanah. Ekstraksi kandungan P dan K tanah, sebagai

    P2O5 dan K2O dengan 25 % HCI, mencerminkan kandungan total P dan

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    K dalam tanah. Sedangkan ekstraksi P dengan Bray0I menyatakan

    kandungan P0 tersedia dalam tanah. Kandungan P dan K total dalam

    tanah gambut umumnya bervariasi. Lapisan atas cenderung lebih

    baik, yakni rendah sampai sangat tinggi, dibanding lapisan bawah

    yang umumnya sangat rendah. Kandungan P tersedia termasuk sangat

    tinggi. Pada tanah-tanah aluvial dan sedimen, P dan K total umumnya

    bervariasi dari sangat rendah sampai sangat tinggi. Kandungan

    keduanya di lapisan atas, lebih tinggi dibanding di lapisan bawah.

    Kandungan P total umumnya lebih tinggi daripada K total, baik di

    lapisan atas maupun bawah. Kandungan P tersedia juga bervariasi dari

    sangat rendah sampai sangat tinggi. Lapisan bawah umumnya

    berkandungan P tersedia sangat rendah-rendah. Pada tanah

    berdrainase terhambat unsur ini biasanya rendah.

    Kecenderungannya, seperti pada P dan K total, adalah

    kandungan P tersedia lapisan atas sedikit lebih tinggi daripada

    kandungannya di lapisan-lapisan bawahnya. Kandungan P dan K

    lapisan atas yang lebih tinggi, diperkirakan datang dari siklus hara

    tanaman. Dimana perakaran tanaman dapat mengekstrak P dan K dari

    lapisan-lapisan bawah gambut, kemudian membebaskannya kembali

    sewaktu dekompisisi serasah di permukaan tanah. Basa-basa dapat

    ditukar, Kapasitas Tukar Kation, dan Kejenuhan Basa. Kation-kation

    yang dapat ditukar (H, K, Na, Ca, Mg, Al) akan tersedia bagi tanaman

    terutama karena terjadi pertukaran dengan ion H hasil metabolisme

    tumbuh-tumbuhan dan dikeluarkan ke dalam tanah lewat akar-akar

    tanaman. Ion H ini akan menukar kedudukan kation-kation basa (Na,

    K, Ca, dan Mg), selanjutnya akan diserap oleh tanaman. Kation-kation

    yang teradsorbsi tersebut dapat juga langsung diserap oleh tanaman

    dengan cara kontak langsung antara rambut-rambut akar dengan

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    koloid-koloid tanah. Kation-kation dapat dipertukarkan tidak hanya

    terdapat dalam larutan tanah, bahkan sebagian besar teradsorbsi

    oleh kompleks adsorbsi-tanah. Jika nilai KTK sangat rendah, maka

    jumlah muatan negatif di dalam kompleks adsorbsi tanah adalah

    rendah. Hal ini dapat memberi gambaran tentang macam koloid

    lempung yang merajai dan tentang potensi kesuburannya. Jika KB

    juga rendah berarti bahwa dalam jumlah muatan negatif yang rendah

    dari kompleks adsorbsi tanah ini hanya sedikit proporsi yang diduduki

    oleh basa-basa, sedang proporsi yang lainnya diduduki oleh kation H

    dan Al. Gambaran semacam ini dapat digunakan untuk menentukan

    kebutuhan kapur.

    Jumlah basa-basa dapat tukar pada tanah gambut, secara

    umum sebagian besar tergolong rendah sampai sangat rendah.

    Lapisan atas memiliki kandungan jumlah basa-basa sedikit lebih

    tinggi, dibanding lapisan bawah. Dari kandungan individual basa,

    kandungan Ca umumnya sangat rendah sampai rendah. Mg sedang

    sampai tinggi, dan K serta Na umumnya rendah sampai sedang. Pada

    gambut yang terpengaruh air payau atau salin, kandungan K dan Na

    dapat tinggi-sangat tinggi. Oleh karena kandungan bahan organik

    tinggi, nilai KTK hampir semuanya tergolong sangat tinggi. KB,

    sebaliknya, semuanya termasuk sangat rendah. Hal ini sangat

    berkaitan dengan pH tanah yang masam extrim sampai sangat masam

    sekali, disertai dengan kandungan basa-basa khususnya Ca yang sangat

    rendah sampai rendah. Pada tanah-tanah aluvial dan sedimen,

    jumlah basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, Na) tergolong sangat

    rendah, dan komplek adsorpsi didominasi oleh Ca dan Mg di semua

    lapisan. Dari kandungan individual basa, kandungan Ca umumnya

    sangat rendah sampai rendah. Mg rendah sampai sedang, dan K serta

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Na umumnya rendah sampai sangat rendah. Pada tanah-tanah yang

    terpengaruh air payau atau salin, kandungan K dan Na dapat tinggi-

    sangat tinggi. KTK umumnya rendah, dengan KTK lapisan atas lebih

    tinggi daripada lapisan bawah. KB termasuk sangat rendah sampai

    rendah. Hal ini sangat berkaitan dengan reaksi tanah (pH) yang

    sangat masam, disertai dengan kandungan basabasa khususnya Ca

    yang sangat rendah sampai rendah. Aluminium. Unsur Al termasuk

    unsur hara mikro sehingga jika kadarnya tinggi di dalam tanah, akan

    meracun tanaman. Al dalam bentuk dapat ditukarkan (Al-dd)

    umumnya terdapat pada tanah-tanah yang bersifat masam dengan

    pH < 5,0. Al ini sangat aktif karena berbentuk Al3+monomer yang

    sangat merugikan dengan meracuni tanaman atau mengikat P. Oleh

    karena itu untuk mengukur sejauh mana pengaruh Al ini perlu

    ditetapkan kejenuhannya. Semakin tinggi kejenuhan Al, akan semakin

    besar bahaya meracun terhadap tanaman. Kandungan aluminium

    dapat tukar (Al3+) mempengaruhi jumlah bahan kapur yang

    diperlukan untuk meningkatkan kemasaman tanah dan produktivitas

    tanah. Data kandungan Al gambut dapat dinyatakan sebagai

    kejenuhan Aluminium dan Al dapat ditukar (ekstraksi 1 N KCI).

    Kejenuhan Al dapat dinyatakan berdasarkan rasionya dengan KTK-

    pH7, atau berdasarkan rasionya dengan KTK Efektif (KTKE) (basa-

    basa +Al3++ H+). Berdasarkan pada KTKE, tanah aluvial daerah

    studi kejenuhan Al bervariasi, sangat rendah sampai tinggi (< 60 %).

    Kadar Pirit. Analisis kadar pirit dilakukan pada tanah di satuan

    lahan A3. pengamatan lapang menunjukkan bahwa kedalaman pirit

    umumnya lebih besar 100 cm, sedang pada kedalaman 5-100 cm

    pirit yang diidentifikasi berupa bercak-bercak dengan jumlah yang

    kecil. Kesuburan Tanah Gambut. Kandungan abu, yang merupakan

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    abu tanaman dan partikel tanah yang tersisa sesudah

    pembakaran bahan gambut pada 4000 C, adalah bahan mineral

    yang terkandung dalam gambut. Kandungan abu merupakan

    cerminan dari kandungan hara atau tingkat kesuburan tanah

    gambut. Biasanya abu dianalisa kandungan unsur hara makro, P2O5,

    K2O, CaO, MgO, dan Na2O, serta hara mikronya, Fe, Mn, Cu dan Zn.

    Kandungan abu, bersama dengan kandungan P2O5, CaO, dan K2O

    (dalam persen berat kering gambut) digunakan untuk menentukan

    tipe gambut, apakah eutrofik, mesotrofik atau oligotrofik.

    Gambut topogen adalah eutrofik, dan gambut ombogen

    termasuk oligotrofik. Pada kubah gambut, gambut peralihan di antara

    gambut topogen dan ombrogen murni dimana perakaran vegetasi

    hutannya memperoleh hara sebagian dari air tanah dan sebagian dari

    air hujan, termasuk mesotrofik (Polak, 1941). Coulter (1950, dalam

    Mutalib et al., 1991) juga membagi gambut dalam tiga kelompok,

    yaitu eutrofik (kandungan mineral tinggi, reaksi netral atau alkalis,

    berasal dari semak dan rumputan); oligotrofik (kandungan mineral

    rendah, terutama Ca, dan reaksi masam); dan mesotrofik (peralihan

    antara keduanya, pH sekitar 5,0 dan kandungan basa-basa tinggi).

    Batasan kandungan abu untuk gambut mesotrofik adalah oligotrofik

    tetap < 5 persen, mesotrofik menjadi 5-15 persen. dan eutrofik > 15

    persen (Subagyo, 1999). Dengan menggunakan batasan ini, dari

    analisa 6 contoh tanah gambut yang dianalisa kadar abunya,

    didapatkan bahwa gambut dangkal (satuan lahan A2) termasuk tipe

    mesotrofik. Gambut sangat dalam, dalam, dan tengahan (satuan

    lahan A1) sebagian terbesar merupakan tipe oligotrofik, dan sebagian

    kecil eutrofik. Akan tetapi. menurut (Subagyo, 1999) gambut sangat

    dalam (> 3 m), secara dominan merupakan tipe oligotrofik. Kesuburan

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Tanah Aluvial dan Sedimen. Memperhatikan kepada hasil analisa

    tanah (Lampiran 3), dapat disimpulkan bahwa kesuburan tanah

    sedimen di daerah studi termasuk rendah, sedangkan pada tanah

    aluvial, dengan adanya pengaruh pasang surut aliran sungai maka

    kesuburannya menjadi bervariasi dari rendah sampai tinggi. Tanah

    bereaksi sangat masam sampai masam.

    Masalah unsur yang dianggap meracun tanaman, seperti

    pirit, sulfat potensial ataupun salinitas masih jauh di bawah kriteria

    meracun tanaman.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.2.1.2. Tipologi

    Tipologi lahan merupakan pengelompokan lahan yang lebih

    bersifat praktis, didasarkan pada jenis tanah (mineral dan/atau

    organik) kedalam lapisan pirit dan ketebalan gambutnya. Tipologi

    lahan di Kabupaten Pelalawan disajikan pada

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Lahan Gambut Sangat Dalam, Dalam, dan Tengahan. Lahan

    gambut sangat dalam dan gambut dalam dijumpai di kubah gambut

    yang mempunyai karakteristik lahan drainase sangat terhambat,

    permiabilitas cepat, solum tanah sangat dalam sedangkan lahan

    gambut tengahan dijumpai pada kubah gambut yang mempunyai

    karakteristik lahan drainase terhambat, permiabilitas cepat, solum

    sangat dalam. Tanahnya termasuk Typic Haplohemist atau Typic

    Haplosaprist. Lahan Gambut Dangkal. Lahan gambut dangkal

    terutama dijumpai di rawa belakang (backswamp) sisi kubah gambut.

    Karakteristik lahannya adalah berdrainase terhambat, permiabilitas

    agak terhambat, solum sangat dalam. Tanahnya termasuk Typic

    Haplosaprist.

    Lahan Aluvial Bersulfida Dalam. Lahan aluvial bersulfida dalam

    dijumpai pada tanggul sungai, drainase terhambat sampai sangat

    terhambat, permiabilitas lambat, solum tanah sangat dalam, dan

    pirit pada kedalaman 50-100 cm. Tanah termasuk dalam Sulfic

    Endoaquepts. Lahan Aluvial Bersulfida Sangat Dalam. Lahan aluvial

    bersulfida sangat dalam dijumpai pada tanggul sungai yang berbentuk

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    cembung dan bertopografi lebih tinggi, drainase terhambat,

    permiabilitas lambat, solum tanah sangat dalam, dan pirit pada

    kedalaman > 100 cm. Tanah termasuk dalam Typic Endoaquepts,

    Humic Endoaquepts, dan Typic Fluvaquents. Lahan Sedimen. Lahan

    ini dijumpai pada dataran yang datar, berombak, bergelombang,

    bergelombang dengan bukit-bukit kecil, drainase baik, permiabilitas

    sedang sampai cepat, dan solum tanah dalam. Tanah termasuk

    dalam Typic Paleudults, Typic Kanhapludults, dan Typic Kandiudults.

    Pada bagian bawah lereng termasuk Typic Dystrudepts.

    3.2.1.3. Tipe Luapan Air

    Pengukuran tinggi muka air tanah dalam menentukan tipe

    luapan air dilakukan pada setiap titik observasi dan pengeboran

    tanah, baik berupa genangan maupun muka air di bawah permukaan

    tanah. Klasifikasi tipe luapan berkaitan dengan hidrotopografi

    manajemen air dan kondisi tata air. Klasifikasi hidrotopografi pada

    studi ini terdiri atas tipe luapan A, B, C, dan D. Klasifikasinya

    didasarkan pada terjadinya luapan pada saat pasang besar (spring

    tide) dan pasang kecil (neap tide) serta kedalaman muka air tanah.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.2.1.4. Jenis Tanah

    Telah diklasifikasikan empat ordo tanah utama di daerah studi

    yaitu Histosol, Entisol, Inseptisol, dan Ultisol berdasarkan pada

    sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998). Parameter yang

    membedakan diantaranya adalah perkembangan profil, warna, dan

    tekstur. Setelah diklasifikasikan lebih lanjut sampai kategori

    subgrup ditemukan 12 subgrup tanah, yaitu Sapric Haplohemist, Typic

    Haplohemist, Typic Haplosaprist, Typic Endoaquents, Typic

    Fluvaquents, Humic Endoaquepts, Sulfic Endoaquepts, Typic

    Dystrudepts, Typic Paleudults, Typic Kandiudults, Typic

    Kanhapludults, dan Typic Hapludults. Penyebaran subgrup disajikan

    pada Gambar 3.2, sedangkan karakteristik tanah masing-masing

    subgrup tanah disajikan pada Tabel berikut.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Typic Paleudults, Typic Kandiudults, Typic Kanhapludults, dan

    Typic Hapludults. Sebagian besar tanah mempunyai kedalaman yang

    dalam (> 1 m) dengan drainase umumnya baik, pH berkisar sangat

    masam sampai masam dan tekstur lempung berpasir sampai lempung

    liat berpasir. Kandungan C-organik lapisan atas umumnya rendah.

    N-total selalu rendah di antara semua tanah. Kandungan P-total

    dan P-tersedia bervariasi sangat rendah sampai sangat tinggi. Pada

    tanah berdrainase terhambat unsur ini biasanya rendah. Begitu juga

    kandungan K-total dan K-tersedia. Kapasitas tukar kation dan

    kejenuhan basa umumnya rendah. Sebaliknya Al-dd bervariasi sangat

    rendah sampai tinggi. Perkembangan profil bervariasi mulai yang

    terbentuk dari lapisan B yang lemah dengan illuviasi liat yang sangat

    sedikit sampai yang mempunyai lapisan Bt yang sudah berkembang,

    dimana iluviasi liat ditunjukan dengan adanya selaput liat yang

    tebal pada permukaan dan lubang-lubang akar. Di antara tanah yang

    berdrainase baik mempunyai warna kuning-kecoklatan (10YR),

    sedangkan yang berdrainase tidak sempurna mempunyai karatan yang

    berwarna kuning kemerahan terang (5YR, 7,5YR). Beberapa di

    antaranya menunjukkan adanya lapisan glei. Keanekaragam ini

    umumnya terlihat pada tebing-tebing jalan yang terdapat di daerah

    studi. Typic Dystrudepts. Jenis tanah ini mempunyai kedalaman yang

    dalam dengan drainase yang sedang samapi baik, reaksi tanah masam

    dan tekstur lempung. Kandungan C-organik dan N-total di lapisan

    atas umumnya rendah. Kandungan P total dan P0tersedia sangat

    rendah sampai tinggi. Begitu juga K0total dan K0tersedia. Total basa

    dapat ditukar (Ca, Mg, dan Na), KTK dan KB sangat rendah sampai

    rendah. Beberapa diantaranya menunjukkan adanya lapisan glei, dan

    sebagian besar mempunyai lapisan C yang berbeda-beda pada > 100

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    cm. Typic Endoaquepts. Berkembang dari bahan aluvium berupa

    endapan liat dan debu, endapan pasir dan sebagian berupa endapan

    liat di atas endapan pasir, reaksi tanah sangat masam, matang (ripe)

    dan drainase terhambat. Horison A berwarna kelabu sangat gelap

    sampai kelabu terang (2.5Y 3 1010YR 7/1), kadang-kadang terdapat

    karatan berwarna coklat kekuningan (l0 YR 5/6), tekstur lempung

    berdebu, konsistensi licin dan agak plastis. Tanah ini mengandung

    bahan sulfidik (pirit) pada 1000450 cm dari permukaan tanah. Jenis

    ini berada pada tanggul Sungai Kampar. Humic Endoaquepts.

    Berkembang dari bahan aluvium berupa endapan liat dan debu,

    endapan pasir dan sebagian berupa endapan liat di atas endapan

    pasir, matang (ripe) dan drainase agak terhambat. Horison A

    berwarna kelabu terang kecoklatan (10YR 6/2), tekstur liat sampai

    debu dan pasir, umumnya lempung, konsistensi agak lekat dan agak

    plastis serta reaksi tanah sangat masam. Tanah ini berada pada

    tanggul Sungai Nilo dan anak-anak sungainya.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 2. Peta Geologi Pelalawan

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Sulfic Endoaquepts. Tanah ini berkembang dari bahan aluvium

    berupa endapan liat dan debu, endapan pasir dan sebagian berupa

    endapan liat di atas endapan pasir, reaksi tanah sangat masam sampai

    masam, matang (ripe) dan drainase terhambat. Horison A berwarna

    kelabu sangat gelap sampai kelabu terang (2,5Y 3/1010YR 7/1),

    kadang-kadang terdapat karatan berwarna coklat kekuningan (10YR

    5/6), tekstur liat sampai liat berdebu, konsistensi lekat dan agak

    plastis, reaksi tanah sangat masam sampai masam. Lapisan ini

    mengandung bahan sulfidik (pirit) pada kedalaman 50-100 cm dari

    permukaan tanah. Typic Fluvaquents. Entisol ini berkembang dari

    bahan aluvium mempunyai tingkat kematangan setengah matang,

    reaksi tanah sangat masam sampai masam dan drainase terhambat.

    Tekstur bervariasi dari liat sampai pasir dan umumnya liat, berwarna

    kelabu sangat gelap kecoklatan (10YR 3/2), hitam (10YR 2/1). Tanah

    ini berada pada dataran banjir Sungai Kampar. Typic Haplosaprist.

    Tanah gambut yang mempunyai tingkat dekomposisi saprik berwarna

    kelabu sangat gelap (7,5YR 3/2 atau 5YR 3/1), hitam (5YR 2,5/1)

    dan coklat gelap kemerahan (5YR 2,5/202,5/2) dan reaksi tanah

    sangat masam sampai masam. Substratum liat pada kedalaman

    1,305,0 m berwarna kelabu sampai coklat gelap kekelabuan (2,5Y

    6/102,5Y 4/2) dan reaksi tanah masam (pH 5,0). Lapisan ini

    mengandung pirit yang dicirikan oleh reaksi H2O2 kuat dan pH

    turun mencapai 1,001,5. Kedalaman gambut bervariasi dari 90

    sampai > 3 m. Kedalaman yang mengandung bahan sulfidik bervariasi

    antara 100 sampai > 150 cm dari permukaan. Ciri utama lainnya

    adalah muka air tanah yang tinggi dan sering melebihi permukaan

    tanah.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Sapric Haplohemist, Typic Haplohemist. Tanah gambut yang

    mempunyai tingkat dekomposisi hemik berwarna hitam sampai kelabu

    sangat gelap (10YR 2/1 0 7,5YR 3/1), merah gelap (5YR 2,5/1) dan

    coklat gelap kemerahan (5YR 2,5/2) dan reaksi tanah sangat masam

    sampai masam. Kedalaman gambut bervariasi dari 90 sampai > 3

    m. Kedalaman yang mengandung bahan sulfidik > 150 cm dari

    permukaan.

    3.2.1.5. Jenis Tanah dan Hubungannya dengan Satuan Lahan.

    Jenis tanah di daerah studi umumnya baik dihubungkan dengan

    satuan lahan. Histosol dengan pelapukan hemik sampai saprik

    umumnya terdapat pada satuan lahan A1 dengan intrusi ke dalam

    saluran drainase yang meluas ke dataran tinggi. Entisol dan Inceptisol

    sebenarnya merupakan tanah pada satuan lahan A2 dan A3, tetapi

    termasuk juga Typic Haplosaprist. Jenis Typic Dystrudepts terdapat

    pada satuan lahan B, C, dan D yang biasanya terdapat pada posisi

    lereng tengah dan bawah. Ultisol sebagian besar terdapat pada satuan

    lahan C dan D yang menempati lereng bagian atas sampai tengah.

    Pada Tabel berikut disajikan klasifikasi tanah masing-masing satuan

    lahan beradasarkan sistem Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 1998)

    berserta padanannya dari sistem FAO (1974) dan Pusat Penelitian

    Tanah (1983).

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Tanah pada Satuan Lahan A1. Tanah pada satuan lahan A1

    terbentuk dari kumpulan bahan organik. Keadaannya selalu

    tergenang dan dalam keadaan reduksi. Tanah pada satuan lahan ini

    diklasifikasikan sebagai Histosol. Tanah ini sangat dalam (mencapai

    > 4 m), kematangan hemik sampai saprik tergantung keadaan basah

    atau kering. Kemasaman tinggi karena adanya asam humik yang

    menjadikan warna air coklat dimana tanah ini terdapat dan sifatnya

    juga lepas dan porous. Karakteristik tanah gambut adalah terdapatnya

    batang-batang pohon besar, perakaran, dan ranting-ranting pohon

    yang jatuh ke dalam gambut dan mengalami proses pembusukan.

    Tanah pada Satuan Lahan A2. Tanah pada satuan lahan A2 umumnya

    atas Typic Haplosaprist. Jenis tanah lainnya adalah Aquic Dystrudepts,

    tetapi luasannya lebih kecil. Histosol pada satuan lahan ini sama

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    dengan yang terdapat pada A1, tetapi letaknya meluas sepanjang

    tepi sungai dan ketebalannya lebih dangkal, dimana tingkat

    dekomposisinya sudah lebih lanjut dan mengalami kekeringan yang

    cukup lama bila tidak ada banjir. Tanah pada Satuan Lahan A3. Tanah

    pada satuan lahan ini terdiri atas Typic Endoaquepts, Humic

    Endoaquepts, Sulfic Endoaquepts, dan Typic Fluvaquents. Jenis

    Inceptisol dan Entisol lainnya juga dapat ditemui pada satuan lahan

    ini, tetapi luasannya lebih kecil. Typic Fluvaquents merupakan tanah

    mineral yang kadang-kadang tergenang dan teksturnya didominasi

    oleh tekstur yang agak kasar, sedangkan tiga jenis lainnya didominasi

    oleh tekstur yang lebih halus. Tanah pada Satuan Lahan B. Tanah

    pada satuan lahan B berasal dari sedimen kuarter batulumpur, pasir,

    dan sedikit kerikil. Tanah yang dominan adalah Typic Dystrudepts.

    Tanah ini berdrainase bervariasi sedang sampai baik, dalam (> 1 m),

    serta gembur pada lapisan atas dan gembur sampai teguh pada lapisan

    bawah. Tanah pada Satuan Lahan C. Terbentuk dari sedimen kuarter

    dan tersier dari batu lumpur, batupasir, kerikil, dan serpih. Typic

    Paleudults, Typic Hapludults dan Typic Kandiudults dominan pada

    satuan lahan ini. Pada satuan lahan ini keadaan tanah dalam (>

    1 m), drainase baik, tetapi pada kemiringan yang curam mudah

    tererosi karena lapisan atas gembur. Typic Dystrudepts juga

    terdapat pada satuan lahan ini dengan ciri-ciri yang sama seperti

    pada B. Tanah pada Satuan Lahan D. Seperti pada C2, tanah pada

    satuan lahan ini juga terbentuk dari sedimen kuarter dan tersier

    yang sama dan didominasi oleh Typic Paleudults, Typic

    Kanhapludults, dan Typic Dystrudepts pada luasan yang lebih kecil.

    Kemiringan lahan cukup curam pada satuan lahan ini, tanah dalam (>

    1 m) dan berdrainase baik. Oleh karena konsistensi tanah gembur

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    pada lapisan atas, tanah ini cenderung mudah tererosi pada

    kemiringan yang curam.

    3.2.2. Geologi Lingkungan

    Geologi Lingkungan adalah interaksi antara manusia dengan

    lingkungan geologis. Lingkungan geologis terdiri dari unsur-unsur fisik bumi

    (batuan, sedimen, tanah dan fluida) dan unsur permukaan bumi, bentang

    alam dan proses-proses yang mempengaruhinya. Bagi kehidupan manusia,

    lingkungan geologis tidak hanya memberikan unsur-unsur yang

    menguntungkan/bermanfaat seperti ketersediaan air bersih, mineral

    ekonomis, bahan bangunan, bahan bakar dan lain-lain, tetapi juga memiliki

    potensi bagi terjadinya bencana seperti gempa bumi, letusan gunung api

    dan banjir.

    Geologi Lingkungan bisa dikategorikan sebagai bagian dari ilmu

    lingkungan, karena ilmu lingkungan adalah dasar pemahaman kita

    mengenai bumi dan membahas interaksi manusia dengan seluruh aspek

    yang ada disekelilingnya, termasuk aspek geologis serta dampaknya bagi

    kehidupan manusia. Karena itu filosofi utama dari geologi lingkungan

    adalah konsep manajemen lingkungan yang didasarkan pada sistem

    geologi untuk pembangunan berkelanjutan dan bukan pada beban

    lingkungan yang tidak bisa diterima. Berdasarkan hal tersebut, Geologi

    Lingkungan memiliki empat komponen kajian utama sebagai berikut:

    1. Mengelola sumber daya geologis, yaitu pengawasan dan mitigasi

    kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas eksplorasi dan

    eksploitasi

    2. Memahami dan menyesuaikan batasan-batasan pada rekayasa dan

    konstruksi yang dipengaruhi oleh lingkungan geologis suatu daerah.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3. Penerapan lingkungan geologis yang tepat untuk pembuangan limbah

    sehingga bisa mengurangi masalah kontaminasi dan polusi.

    4. Pemahaman tentang bencana alam dan mengurangi dampaknya pada

    manusia.

    Geologi lingkungan lahir dari kebutuhan akan interaksi antara tiga

    ilmu bumi terapan yaitu Geomorfologi Terapan, Geologi Ekonomi dan

    Geologi Teknik. Perkembangan dari interaksi ketiga ilmu terapan ini dan

    fokusnya pada penataan lingkungan menghasilkan tiga kecenderungan

    utama, yaitu:

    1. Sustainable Development

    Konsep untuk mempertemukan antara kepentingan pembangunan/

    eksploitasi dan konservasi lingkungan dan sistem pengawasannya.

    Yaitu menciptakan sebuah konsep manajemen yang mampu

    mengurangi dampak negatif dari eksplotasi sumber daya alam dan

    pembuangan limbah.

    2. Pertentangan dalam pengelolaan proses-proses yang terjadi di alam

    Dalam mitigasi bencana alam muncul dua tipe konsep pengelolaan,

    yaitu:

    The Structural Response

    Menekankan pada aspek-aspek teknik sipil untuk mengatasi

    masalah yang timbul dari bencana alam, misalnya dibuatnya

    konstruksi sea wall untuk mengatasi erosi pantai.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    The Process-based Response

    Menekankan pada sistem yang telah terbentuk di alam

    dimanfaatkan dan dipelihara oleh kita agar tidak menimbulkan

    bencana bagi manusia. Misalnya dalam pengelolaan kondisi pantai,

    kita berusaha memahami proses dasar yang terjadi secara alamiah

    di alam dan berusaha agar kondisi pantai tetap terjaga dan

    terpelihara seperti aslinya.

    3. Adanya pergeseran dari keterlibatan reaktif menjadi proaktif

    Sejalan dengan konsep teknis geologi tentang proses-proses alam telah

    menimbulkan konsep yang baik dalam pengelolaan lingkungan

    terhadap bencana alam yaitu mencegah (proaktif) adalah lebih baik

    dari pada memperbaiki (reaktif). Akan tetapi untuk dapat proaktif

    dibutuhkan data dan informasi yang akurat tentang penyebaran

    sumber daya, bencana alam dan kondisi tanah maka berarti

    dibutuhkan integrasi yang efektif antara tiga cabang ilmu kebumian

    yaitu Geomorfologi Terapan, Geologi Teknik dan Geologi.

    Komponen-komponen dalam lingkungan secara langsung maupun tidak

    langsung akan terpengaruh dan atau mempengaruhi aktivitas

    pertambangan. Komponen-komponen tersebut diantaranya adalah

    karakteristik fisik dan kimiawi, karakteristik biologi, dan respon

    manusia terhadap lingkungan pertambangan (karakteristik sosial).

    Geologi Lingkungan sebagai ilmu yang mempelajari bumi, mempunyai

    peranan penting di dalam penataan lingkungan daerah pertambangan,

    yang kajian utamanya adalah membahas karakteristik fisik dan kimiawi

    lingkungan pertambangan tersebut. Beberapa aspek dalam geologi

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    tatalingkungan akan selalu terkait dan berhubungan timbal balik

    dengan komponen-komponen lingkungan lainnya. Aspek-aspek yang

    dimaksud adalah:

    1. Klimatologi (iklim/cuaca).

    2. Geomorfologi (fisiografi, topografi, dan pola pengaliran sungai).

    3. Geologi (tanah/batuan/kandungan mineral dan struktur geologi).

    4. Hidrogeologi.

    Beberapa aspek tersebut di atas selain memiliki potensi

    pengembangan yang dapat dipertimbangkan untuk membuka suatu

    kawasan pertambangan, juga memiliki potensi bencana geologi yang

    harus diantisipasi oleh suatu operasi pertambangan.

    Secara regional tatanan geologi Indonesia sangat rumit, hal ini

    tercermin dari bentuk struktur geologi yang dipetakan melalui hasil

    survei permukaan maupun bawah permukaan yang menghasilkan Peta

    Geologi Indonesia. Kerumitan tersebut menurut ahli sturktur geologi

    Indonesia (seperti Sukendar Asikin dsb) karena Indonesia terletak pada

    tiga titik pertemuan lempeng benua yaitu Australia, Pasifik dan

    Hindia-Australia. Pertemuan lempeng benua tersebut saling bergerak

    dan terjadi tumbukan satu sarna lain yang menyebabkan gempa. Suatu

    hal yang tidak mustahil terjadi karena tumbukan itu terus berlangsung

    hingga waktu sekarang (berdasarkan data seismik) dan saling

    menekan, maka akan muncul gunung api-gunung api tinggi yang

    merupakan efek hasil tumbukan lempeng-lempeng benua yang

    menyebabkan permukaan tanah menjulang dan di sisi lain pulau kita

    akan tenggelam. Dengan bergeraknya lempeng-lempeng tersebut

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    melalui kecepatan tertentu maka terjadi tekanan dan tarikan di suatu

    tempat sehingga daerah itu tidak stabil. Ketidakstabilan suatu daerah

    tergantung dari kondisi pelapisannya. di mana daerah yang mempunyai

    batuan keras akan merasakan akibat gempa yang lebih besar dibanding

    dengan daerah yang mempunyai batuan yang lunak.

    Secara admministrasi Kabupaten Pelalawan berdekatan dengan

    region batuan Selat Malaka dan cekungan sumatera bagian tengah.

    Kenampakan yang dominan pada bagian selatan Selat Malaka merupakan

    punggungan-punggungan kecil berarah Timur Laut Barat Daya dan

    saluran-saluran lebar (broad channel yang sejajar sepanjang pantai

    (Kudrass & Schlueter, 1983)

    Punggungan-punggungan ini muncul 10 meter - 30 meter di atas

    dasar laut dan beberapa tempat kurang dari 10 meter dan menerus

    hingga ke arah timur laut. Morfologi dasar laut Selat Malaka, pada

    umumnya banyak terbentuk struktur sedimen antara lain sand waves,

    ripples (gelembur) dengan tinggi 0,2 - 5 m dan linier furrows dengan

    lebar 15 m yang mempunyai arah sejajar dengan punggungan dan sumbu

    selat Malaka.

    Secara stratigrafis batuan tertua Selat Malaka adalah sekuen

    arenaceaous dan argillaceaous serpih berumur Trias - Jura serta intrusi

    granit. Sedimen- sedimen berumur mesozoik lebih banyak dijumpai di

    Selatan Selat Malaka.

    Sedimen-sedimen berumur Tersier dan kuarter terdapat di

    sepanjang pantai Sumatera dengan ketebalan mencapai 300 m

    (Cekungan Sumatera Tengah) dan sedimen ini menipis ke arah tengah

    Selat Malaka. Sedimen sedimen kuarter menurut Aleva, 1973, terdiri dari

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    sedimenter tua berupa pasir lempungan masif asal darat, kompleks

    alluvial berupa pasir lempungan yang diendapkan di cekungan dalam dan

    sedimen muda berupa lumpur laut.

    Cekungan Sumatera Tengah merupakan rangkaian bagian dari

    rangkaian cekungan busur belakang yang terbentuk sepanjang tepi

    paparan sunda akibat subduksi lempeng samudera Hindia dengan

    lempeng benua Asia selama Paleogen. Dataran pantai pada umumnya

    merupakan pantai maju dan tidak berkembangnya coastal sand bar di

    Sumatera menunjukkan bahwa pengaruh gelombang di Selat Malaka

    kecil.

    Secara stratigrafis batuan penyusun cekungan Sumatera Tengah

    dari Tua ke Muda adalah batuan dasar cekungan berupa graywacke,

    kuarsa, granit dan argilit. Kelompok Pematang. Kelompok Sihapas,

    Kelompok Petani dan Formasi Minas.

    Daratan wilayah Kabupaten Pelalawan adalah sebagian besar

    daratan rendah dan sebagian merupakan daerah perbukitan yang

    bergelombang. Secara umum ketinggian beberapa daerah/kota berkisar

    antara 2-6 mdpl, dengan kemiringan lahan rata-rata 0-15% dan 15-40%.

    Daerah/kota yang tinggi adalah Sorek I dengan ketinggian 6 mdpl dan

    yang terendah adalah Teluk Dalam (Kecamatan Kuala Kampar) dengan

    ketinggian 3,5 mdpl.

    Wilayah daratan rendah Kabupaten Pelalawan pada umumnya

    merupakan daratan rawa gambut. Daratan alluvium sungai dengan

    daerah daratan banjirnya. Daratan ini dibentuk oleh endapan alluvium

    muda dan alluvium tua yang terdiri dari endapan pasir, danau, lempung,

    sisa tumbuhan dan gambut. Sedangkan wilayah perbukitan dan

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    bergelombang tanahnya termasuk jenis orgonosol (hostosal) dan humus

    yang mengandung bahan organik.

    3.2.3. Geomorfologi

    Bentuk-bentuk umum roman muka bumi, perubahan-perubahan

    yang terjadi sepanjang evolusinya dan hubungannya dengan keadaan

    struktur di bawahnya serta sejarah perubahan geologi yang diperlihatkan

    atau tergambar pada bentuk permukaan dipelajari dalam geomorfologi

    (American Geological Institute, 1973, dalam Adjat Sudradjat, 1975).

    Thornbury (1969), menganggap bahwa faktor-faktor penyebab terjadinya

    bentuk permukaan bumi antara lain adanya pengaruh proses fisika dan

    kimia yang kemudian dikenal sebagai proses geomorfologi. Adanya

    pengaruh struktur, proses serta tingkat perkembangan erosi akan

    berpengaruh dalam pembentukan roman muka bumi (Davis, 1901, dalam

    Thornbury, 1969).

    a. Bentang Alam dan Pola Pengaliran Sungai

    Bentuk roman muka bumi (bentang alam) yang sesuai untuk suatu

    kawasan pertambangan ditentukan berdasarkan hasil pengamatan

    terhadap lansekap lapangan yang meliputi relief, kemiringan lereng,

    ketinggian daerah (elevasi), pola pengaliran sungai, litologi, dan

    struktur geologi yang berkembang. Data tersebut ditunjang oleh

    analisis terhadap peta topografi, foto udara, data satelit dan GIS

    (yang dapat diperoleh dari instansi pemerintah maupun pihak

    swasta). Relief suatu daerah akan mencirikan beda tinggi satu tempat

    dengan tempat lainnya dan juga menampakkan curam landainya

    lereng, pola bentuk dan ukuran bukit, lembah, gunung, dataran,

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    gawir, dan sebagainya. Van Zuidam (1988) telah membuat suatu

    klasifikasi dari penamaan relief berdasarkan kemiringan lereng,

    sebagai berikut :

    a. 0-2 (0%-2%) : datar (almost flat)

    b. 2-4 (2%-7%) : landai (gently sloping)

    c. 4-8 (7%-15%) : miring (sloping)

    d. 8-16 (15%-30%) : agak curam (moderately steep)

    e. 16-35 (30%-70%) : curam (steep)

    f. 35-55 (70%-140%) : sangat curam (very steep)

    g. >55 (>140%) : terjal (extremely steep)

    Bentang alam yang landai umumnya berkembang pada daerah

    aluvial atau daerah yang batuannya lunak (seperti lempung, napal,

    dsb), daerah ini cocok untuk dijadikan sebagai kawasan penunjang

    pertambangan seperti kawasan pemukiman, pertanian dan

    perkebunan tanaman-tanaman yang diperuntukkan bagi reklamasi

    lahan pasca penambangan. Bentang alam bergelombang biasanya

    ditempati oleh batuan sedimen/metamorf yang keras (seperti breksi,

    konglomerat, batupasir, dsb), sedangkan intrusi batuan beku akan

    membentuk bukit-bukit yang berdiri sendiri (soliter) seperti halnya

    batugamping dengan perbukitan karstnya yang disertai dengan sungai

    terputus-putus, depresi dan dolina-dolina. Daerah dengan bentang

    alam seperti ini sebenarnya merupakan daerah yang perlu

    dikonservasi (dilindungi) mengingat umumnya daerah ini adalah

    daerah resapan bagi kebutuhan air di daerah hilir. Apabila potensi

    sumber daya mineralnya cukup bagus, daerah ini dapat dijadikan

    kawasan pertambangan dengan memperhatikan aspek-aspek dampak

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    lingkungan dan penanggulangan potensi bencana geologi yang dapat

    ditimbulkannya.

    Pola pengaliran sungai pada suatu daerah memberikan

    gambaran umum jenis batuan dan struktur geologi yang berkembang.

    Beberapa pola pengaliran sungai yang penting antara lain :

    Dendritik

    Mempunyai pola seperti ranting daun, anak sungai bergabung pada

    sungai utama dengan sudut yang tajam, menunjukkan batuan yang

    homogen yang dapat berupa batuan sedimen atau volkanik.

    Daerah yang memiliki pola pengaliran seperti ini cukup aman

    untuk dijadikan kawasan pertambangan, karena kondisi geologinya

    relatif stabil.

    Paralel

    Terbentuk pada permukaan yang memiliki kemiringan yang

    seragam, sudut anak sungai dengan sungai utama dikontrol oleh

    adanya sesar atau rekahan. Daerah yang memiliki pola pengaliran

    seperti ini apabila akan dijadikan kawasan pertambangan harus

    memperhatikan sesar yang berkembang dan mengontrol sungai

    utama.

    Rektangular

    Arah anak sungai dan hubungannya dengan sungai utama dikontrol

    oleh kekar (joint), rekahan (fracture) dan bidang foliasi yang

    membentuk sudut tegak lurus dengan sungai utama, umumnya

    terdapat pada batuan metamorf. Sebelum daerah yang memiliki

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    pola pengaliran seperti ini dijadikan kawasan pertambangan harus

    diperhitungkan dahulu pola kekar dan rekahan yang berkembang,

    untuk menghindari zona-zona lemah yang cukup berpotensi bagi

    terjadinya bencana geologi.

    Trelis

    Mempunyai anak sungai yang pendek-pendek sejajar, pola ini lebih

    menunjukkan struktur geologi daripada jenis litologi, umumnya

    terdapat pada daerah batuan sedimen dengan kemiringan tertentu

    dan adanya perselingan antara batuan yang lunak dengan batuan

    yang keras, sungai utama akan mengikuti arah jurus daripada

    perlapisan. Daerah ini tidak cukup aman bagi kawasan

    pertambangan karena memiliki struktur sesar dan kemiringan

    lereng curam, apabila akan dijadikan kawasan pertambangan

    harus menggunakan teknologi yang cukup mahal biayanya.

    Radial

    Aliran sungai menyebar dari daerah puncak yang lebih tinggi,

    umumnya berasosiasi dengan gunung atau bukit. Seperti halnya

    pada pola pengaliran trelis, daerah ini membutuhkan teknologi

    yang cukup mahal biayanya karena memiliki kemiringan lereng

    curam hingga terjal, sebaiknya daerah ini dijadikan kawasan

    lindung apabila sumber daya mineralnya tidak cukup bagus.

    Sentripetal

    Sungai menunjuk ke satu arah, umumnya menunjukkan adanya

    depresi atau akhir daripada antiklin/sinklin yang tererosi. Daerah

    ini cukup baik untuk dijadikan kawasan penunjang pertambangan,

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    dengan memanfaatkan daerah depresi (pedataran) sebagai

    kawasan pemukiman, pertanian dan instalasi pertambangan

    lainnya.

    b. Potensi Bencana Geologi

    Daerah dengan bentang alam curam hingga terjal (kemiringan lereng

    15% hingga >140 %) memiliki potensi bencana geologi longsoran atau

    runtuhan yang cukup besar, yang frekuensinya tergantung dari iklim,

    kekerasan batuan, kemiringan lereng dan ketinggian permukaan.

    Kemiringan lereng yang curam ini dapat terbentuk secara alamiah

    akibat pengikisan oleh sungai secara vertikal (denudasi), proses

    pelarutan kimiawi (di daerah batu gamping) atau akibat adanya

    proses pembentukan sesar yang menghasilkan gawir sesar. Bentang

    alam curam hingga terjal biasanya dijumpai pada daerah perbukitan

    bergelombang, perbukitan intrusi, perbukitan karst atau pada daerah

    yang memiliki pola pengaliran sungai trelis, rektangular, paralel, dan

    radial.

    Sementara itu daerah dengan bentang alam pedataran (kemiringan

    lereng 0% hingga

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    dan fisika yang terjadi di dekat atau di bawah permukaan bumi (Kodoatie,

    1996). Berbicara hidrogeologi tidak akan lepas dari daur hidrologi sebagai

    berikut; evaporasi dari tanah atau air laut dan transpirasi dari tumbuh-

    tumbuhan kondensasi dalam awan presipitasi dalam bentuk hujan

    infiltrasi dan perkolasi ke dalam tanah atau menjadi air limpasan (sungai

    dan danau) kembali evapotranspirasi (Davies dan DeWiest, 1966, dalam

    Rahn, 1996).

    Data curah hujan di suatu daerah pada kurun waktu tertentu

    merupakan unsur penting dalam penentuan neraca keseimbangan air

    (water balance). Di daerah pedataran dan kaki pegunungan yang memiliki

    vegetasi sangat lebat hujan akan meresap (infiltrasi) dengan baik ke dalam

    tanah, sedangkan di daerah lereng pegunungan yang cukup terjal hujan

    akan lebih cepat melimpas ke dalam saluran-saluran sungai dari pada

    berinfiltrasi ke dalam tanah (kecepatan run off > infiltrasi). Air yang

    melimpas ini akan membentuk suatu sistem daerah aliran sungai (DAS),

    yang dibatasi oleh batas-batas aliran air (watershed). Penataan lingkungan

    pertambangan dengan memanfaatkan air permukaan (sungai, danau, laut)

    harus direncanakan sebaik mungkin dan tidak mengganggu air permukaan

    yang sering dipergunakan oleh penduduk setempat untuk mandi, mencuci,

    minum, dan lain sebagainya.

    Air yang meresap ke dalam tanah akan membentuk suatu sistem

    aliran air bawah permukaan (air tanah), yang akan berbeda pada masing-

    masing daerah, tergantung dari litologi dan bentang alamnya. Litologi atau

    lapisan batuan yang mengandung air tanah disebut lapisan akifer.

    Berdasarkan sifat fisik dan kedudukannya dalam kerak bumi, akifer dapat

    dibedakan menjadi empat jenis, yaitu :

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Akifer bebas, yaitu akifer tak tertekan (unconfined aquifer) dan

    merupakan air tanah dangkal (umumnya 40 m) dan terletak di bawah akifer bebas. Air

    tanah dalam adalah air tanah yang kualitas dan kuantitasnya lebih

    baik daripada air tanah dangkal, oleh karenanya umum

    dipergunakan oleh kalangan industri termasuk di dalamnya

    kawasan pertambangan.

    3.3. Pemanfaatan Lahan

    Penggunaan lahan di Kabupaten Pelalawan pada umumnya

    didominasi oleh hutan tanaman industri (akasia) yaitu mencakup

    luasan 35% dan perkebunan kelapa sawit (muda dan tua) yaitu

    mencakup luasan 25% luas wilayah Kabupaten Pelalawan, sisanya

    berupa hutan rawa, hutan rawa gambut, hutan pasang surut,

    perkebunan rakyat, semak belukar, dan pemukiman. Tutupan

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    lahan hutan sangat sedikit karena hutan yang ada sudah

    terfragmentasi oleh HTI, perkebunan atau jalan.

  • 70

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.3.1. Analisa dan Pemetaan Citra Satelit ( Tutupan Lahan/Land Use )

    Tahapan analisa dan peta yang dihasilkan dalam proses pemetaan

    citra satelit berdasarkan penafsiran terhadap Citra Satelit Landsat 7 ETM

    kabupaten Pelalawan dan Ground Check ( peninjauan lahan ) / tinjauan

    lapangan adalah sebagai berikut:

    Peta tutupan lahan (land cover) berupa : vegetasi (tebal, tipis,

    sedang), lahan terbangun, jalan tambak, jalan, sungai, danau.

  • 71

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Tabel 3. 2. Luas Kawasan Penggunaan lahan (Ha)

    Penggunaan Lahan1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 12 Jumlah

    Kecamatan Bunut Kerumutan

    Kuala Kampar Langgam

    PKl Kerinci Pelalawan

    Pangkalan Kuras

    Pangkalan Lesung

    teluk meranti Ukui

    Bandar Petalangan Bandar Sikijang

    Hutan 4054,33 67219,78 4473,94 5312,46 35737,06 2121,66 68169,28 318,06 15318,22 202724,8

    Hutan Akasia 18387,57 24318,14 13735,4 603,1 80502,76 20663,91 327,24 3638,08 11721,54 8639,11 3871,21 186408,1

    Hutan Bakau 52,5 1583,83 1636,33

    Hutan Rawa 3258,49 28744,7 15715,08 194,22 2129,98 36081,27 962,07 309125,35 4870,93 401082,1

    Belukar 1838,66 14785,55 5955,49 17539,51 939,07 6909,57 15559,1 2764,53 11985,28 7197,59 85474,35

    Semak alang 172,06 46,78 8748,1 960,49 448,7 222,1 168,45 1403,72 257,44 431,54 119,58 12978,96

    ladang/tegalan 10517,1 1230,95 3989,23 878,46 45,79 530,15 96,61 4108,26 21396,55

    Kerkebunan Kelapa 6685,33 17148,48 49088,81 31059,22 2478,3 9722,6 25366,77 39204,74 23693,62 34506,71 13702,41 12754,63 265411,6

    Perkebunan rakyat 5377,77 4567,47 1312,89 106,91 4,88 125,7 4336,69 1835,29 17667,6

    sawah 3134,14 215,9 29,07 3379,11

    permungkiman 552,76 34,29 286,09 622,94 2895,04 6691,11 18739,35 5030,04 122,5 252,98 1693,25 36920,35

    lahan kosong terbuka 85,06 75,65 1557,52 2229,26 90,16 663,23 1188,59 330,55 3002,59 6213,76 186,55 15622,92

    lahan pertambangan 1212,86 1212,86

    pasir 259,23 248,94 508,17

    rawa 185,33 50,8 8,51 81,39 493,35 819,38

    danau 16,49 22,09 38,58

    Tubuh air 39413,28 39413,28

    Total 41497,03 95983,88 80616,33 143908,8 18826,01 147354,65 118489,62 50603,06 359340,69 130154,59 34443,46 71476,92 1292695

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.3.1.1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Bunut

    Berdasarkan hasil interprestasi citra, dapat diketahui bahwa

    penggunaan lahan yang ada di Kecamatan Bunut tersebut tidak merata.

    Seperti hutan akasia sangat mendominasi sebagiai wilayah kecamatan yaitu

    18,387,57 Ha atau 44,21 % dari luas kecamatan dan lading/ tegalan seluas

    10.517,1 Ha atau 25,35 % .

    Dengan melihat perbandingan penutupan lahan yang ditunjukkan

    oleh grafik dibawah, diketahui bahwa diperlukan relokasi kembali terhadap

    fungsi lahan yang ada di Kecamatan Bunut.

    Relokasi dapat dimaksudkan sebagai alih fungsi dari penutupan

    lahan yang didominasi oleh hutan menjadi kawasan perkebunan atau

    pertanian.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 3. Frafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bunut

    3.3.1.2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Kerumutan

    Sebaran Penggunaan Lahan di Kecamatan Kerumutan tersebut cukup

    merata, hal ini dapat dilihat dari hasil interprestasi citra. Penggunaan

    lahan yang terluas di Kecamatan Kerumutan yaitu Hutan Rawa seluas

    28.744,7 Ha atau 29,95 % dan Hutan Akasia 24.318,14 Ha atau 25,34 % dari

    luas Kecamatan. Penggunaan lahan yang paling terkecil yaitu Pemukiman

    seluas 34,29 Ha atau 0,04 % dan semak/alang-alang seluas 46,78 Ha atau

    0,05 %.

    Kecamatan Kerumutan merupakan daerah Kabupaten Pelalawan

    yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Indragiri Hulu. Dengan

    dominasi tutupan lahan merupakan hutan rawa, maka sangat tepat

    dijadikan daerah cagar alam dan resapan. Di Kecamatan Kerumutan

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    terdapat fungsi tutupan lahan kawasan hutan sebagai Hutan Lindung/

    Taman Nasional Tesso (TNTN ). Dengan struktur tanah yang didominasi oleh

    rawa dangkal sangat tidak effisien jika dilakukan sebagai kawasan budidaya

    baik pertanian maupun non pertanian.

    Gambar 3. 4. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Kerumutan

    3.3.1.3. Penggunaan Lahan di Kecamatan Kuala Kampar

    Berdasarkan hasil interprestasi citra, bahwa penggunaan lahan yang

    ada di Kecamatan Kuala Kampar tersebar tidak merata. Lebih dari

    setengah atau 60,89 % dari luas kecamatan diisi perkebunan kelapa sawit

    (49.088,81 Ha ). Dan yang paling terkecil adalah hutan bakau 52,5 Ha atau

    0,07 % dari luas kecamatan.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Dengan memperhatikan grafik perbandingan tutupan lahan hasil

    interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan untuk

    Kecamatan Kuala Kampar, maka dominasi perkebunan sangat mencolok

    jika dibandingkan dengan tutupan lahan yang lainnya. Hal ini perlu

    dipahami bahwa bukan hanya perkebunan dengan komoditi Kelapa Sawit

    yang mendominasi, namun juga terdapat perkebunan kelapa, dan ladang-

    ladang masyarakat.

    Gambar 3. 5. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Kuala Kampar

    3.3.1.4. Penggunaan Lahan di kecamatan Langgam

    Penggunaan Lahan yang ada di Kecamatan Langgam tersebar kurang

    merata, hal ini disebabkan luasan hutan hampir mencapai setengah dari

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    luas kecamatan yaitu 67.219,78 Ha atau 46,71 % Di Kecamatan Langgam

    masih tersedia lahan kosong yang dapat di manfaatkan seluas 2.229,26 Ha

    atau 1,55 % dari luas Kecamatan.

    Dari table XI.1 dapat digambarkan grafik perbandingan penutupan

    lahan yang terdapat di Kecamatan Langgam yang didominasi oleh fungsi

    hutan, dan perkebunan. Pernyataan ini tepat dengan kondisi eksisting

    Kecamatan Langgam yang banyak terdapat perusahaan, baik pengelolaan

    kawasan hutan ( HPH/HPHTI ) dan perusahaan pengelolaan perkebunan.

    Beberapa perusahaan pengelolaan kawasan hutan seperti HPH, yang

    terdapat di Kecamatan Langgam yaitu PT. Siak Raya Timber, PT. Nusa

    Wana Raya, PT. Nanjak Makmur, PT. Arara Abadi. Semuanya merupakan

    perusahaan yang memiliki izin usaha pengelolaan hutan kayu alam

    (IUPHKHA ). Sementara perusahaan perkebunan yang beroperasi di

    Kecamatan Langgam merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang

    terdiri dari PT. Agrita Sari Prima, PT. Peputra Spra Jaya, PT. Mitra Unggul

    Pusaka, PT. Langgam Inti Hibrindo dan CV. Safari Riau. Berikut gambar

    XI.4. Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di

    Kecamatan Langgam hasil interpretasi citra satelit Landsat 7 ETM

    Kabupaten Pelalawan.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 6. Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Langgam

    3.3.1.5. Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Kerinci

    Kecamatan Pangkalan Kerinci merupakan ibukota kabupaten, oleh

    karena itu penggunaan lahan tersebar merata. Kecamatan Pangkalan

    Kerinci memiliki lahan terbangun yang cukup luas yaitu 2.895,04 Ha atau

    15,35 %. Penggunaan lahan yang paling luas adalah hutan dengan luas

    4.473,94 Ha atau 23,76 % dan tegalan seluas 3.989,23 Ha atau 21,19 % dari

    luas kecamatan.

    Dari table XI.1 dapat digambarkan grafik perbandingan penutupan

    lahan yang terdapat di Kecamatan Pangkalan Kerinci yang didominasi oleh

    fungsi hutan, dan lahan terbangun. Pernyataan ini tepat dengan kondisi

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    eksisting Kecamatan Pangkalan Kerinci yang merupakan pusat ibukota

    Kabupaten Pelalawan, sehingga semua aktifitas pemerintahan dan

    perusahaan terpusat di kecamatan ini, pada Kecamatan Pangkalan Kerinci

    juga banyak terdapat perusahaan baik pengelolaan kawasan Hutan

    (HPH/HPHTI) dan perusahaan pengelolaan perkebunan. Beberapa

    perusahaan besar HPH maupun HPHTI yang terdapat di Kecamatan

    Pangkalan Kerinci adalah PT. Riau Andalan Pulp & Paper ( RAPP ).

    Gambar 3. 7. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Kerinci

    Sementara perusahaan perkebunan yang beroperasi di Kecamatan

    Pangkalan Kerinci merupakan perusahaan perkebunan kelapa sawit yang

    terdiri dari PT. Inti Indo Sawit, PT. Langgam Inti Hibrindo. Berikut gambar

    IV.5. Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Kecamatan Pangkalan Kerinci hasil interpretasi citra Landsat 7 ETM

    Kabupaten Pelalawan.

    3.3.1.6. Penggunaan Lahan di Kecamatan Pelalawan

    Berdasarkan Interprestasi Citra Kecamatan Pelalawan didominasi

    oleh Hutan Akasia seluas 80.502,76 Ha atau 54,63 % dari luas kecamatan

    dan Hutan Rawa seluas 36.081,27 Ha atau 24,49 % dari luas kecamatan,

    sedangkan luas penggunaan lahan yang paling terkecil adalah Rawa seluas

    8,51 Ha atau 0,01 %.

    Berikut Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang terdapat di

    Kecamatan Pelalawan hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM.

    Gambar 3. 8. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pelalawan

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.3.1.7. Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Kuras

    Sebaran Penggunaan lahan di Kecamatan Pangkalan Kuras tersebar

    cukup merata, hal ini dapat dilihat dari hasil interprestasi citra.

    Penggunaan lahan yang terluas di Kecamatan Pangkalan Kuras yaitu Hutan

    seluas 35.737,06 Ha atau 30,16 % dan Perkebunan Sawit seluas 25.366,77

    Ha atau 21,51 % dari luas kecamatan. Penggunaan lahan yang paling

    terkecil yaitu Ladang / Tegalan 45,79 Ha atau 0,04 % dan semak/alang-

    alang seluas 222,1 Ha atau 0,19 %.

    Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang

    terdapat di Kecamatan Pangkalan Kuras hasil interpretasi citra satelit

    Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 9. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Kuras

    3.3.1.8. Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Lesung

    Berdasarkan hasil interprestasi citra, bahwa penggunaan lahan yang

    ada di Kecamatan Pangkalan Lesung tersebar tidak merata, Lebih dari

    setengah atau 77,84 % dari luas kecamatan diisi perkebunan kelapa sawit

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    (39.204,74 Ha ). Dan yang paling sedikit adalah Perkebunan Rakyat 125,70

    Ha atau 0,25 % dari luas kecamatan.

    Di Kecamatan Pangkalan Lesung terdapat beragam fungsi tutupan

    lahan. Namun demikian tetap didominasi oleh perusahaan perkebunan

    Kelapa Sawit. Beberapa perusahaan kelapa sawit yang mendominasi adalah

    PT. Musim Mas, PT. Sari Lembah Subur, dan PT. Mahesa Agro buana.

    Walaupun pengelolaan kawasan perkebunan ini dikuasai oleh

    perusahaan atau pihak swasta, namun terdapat pola kemitraan yang

    ditawarkan oleh perusahaan untuk kelompok masyarakat dalam mengelola

    perkebunan kelapa sawit sendiri yang dikenal dengan pola pir-bun atau

    KKPA. Pengelolaan perkebunanan pola kemitraan ini dipercayakan kepada

    koperasi masyarakat sekitar. Di Kecamatan Pangkalan Lesung terdapat

    perkebunan pola kemitraan antara PT. Musim Mas yang dikelola oleh KKPA

    Merbau Sakti.

    Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang

    terdapat di Kecamatan Pangkalan Lesung hasil interpretasi citra satelit

    Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 10. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Pangkalan Lesung

    3.3.1.9. Penggunaan lahan di Kecamatan Teluk Meranti

    Berdasarkan hasil interprestasi citra, bahwa penggunaan lahan yang

    ada di Kecamatan Teluk Meranti tersebar tidak merata, Lebih dari

    setengah atau 78,84 % dari luas kecamatan diisi Hutan Rawa ( 309.125,35

    Ha). Dan yang paling terkecil adalah rawa 81,39Ha atau 0,02 % dari luas

    kecamatan. Kecamatan Teluk Meranti berada di Desa Teluk meranti yang

    terletak dipinggir sungai Kampar.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Tutupan Lahan yang terdapat di Kecamatan Teluk Meranti

    didominasi oleh Hutan, dan hampir keseluruhan fungsi hutan telah dimiliki

    izin usaha oleh perusahaan baik HPH maupun HPHTI, namun juga terdapat

    2 (dua) buah kawasan lindung dalam bentuk suaka margasatwa di

    kecamatan ini.

    Beberapa perusahaan HPH dan HPHTI yang terdapat izin usaha di

    kecamatan ini adalah PT. The Best One Timber, PT. Agam Sempurna, PT.

    RAPP, PT. Putra Riau Perkasa, PT. Triomas FDI, PT. Satria Perkasa Agung,

    PT. Yos Raya Timber, PT. Mitra Hutani Jaya, dan PT. Uniseraya.

    Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang

    terdapat di Kecamatan Teluk Meranti hasil interprestasi citra satelit

    Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 11. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Teluk Meranti

    3.3.1.10.Penggunaan Lahan di Kecamatan Ukui

    Penggunaan Lahan yang ada di Kecamatan Ukui tersebar kurang

    merata, hal ini disebabkan luasan hutan mencapai setengah dari luas

    kecamatan yaitu 68.169,28 Ha atau 52.38 % dan perkebunan Kelapa Sawit

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    seluas 34.506,71 Ha Kecamatan Ukui masih tersedia lahan kosong yang

    dapat dimanfaatkan seluas 6213,76 Ha atau 4,77 % dari luas Kecamatan.

    Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan lahan yang

    terdapat di Kecamatan Ukui hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 EM.

    Gambar 3. 12. Grafik Luas Penggunaan lahan di Kecamatan Ukui.

    3.3.1.11.Penggunaan Lahan di Kecamatan Bandar Petalangan

    Berdasarkan interprestasi citra Kecamatan Bandar Petalangan

    penggunaan lahan yang terluas awa seluas 8.639,11 Ha atau 25,8 % dari

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    luas Kecamatan, sedangkan luas penggunaan lahan yang paling terkecil

    adalah Lahan Kosong seluas 186,55 Ha atau 0,54 % .

    Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang

    terdapat di Kecamatan Bandar Petalangan hasil interprestasi citra satelit

    Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan.

    Gambar 3. 13. Grafik luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bandar Petalangan

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.3.1.12.Penggunaan Lahan di Kecamatan Bandar Sikijang

    Berdasarkan hasil interprestasi citra, Penggunaan lahan yang ada di

    Kecamatan Bandar Sikijang hanya ada empat jenis penggunaan lahan

    antara lain hutan, hutan akasia, semak alang-alang, dan perkebunan

    kelapa sawit. Jenis penggunaan lahan yang paling luas adalah hutan

    15.318,22 Ha (47,77%) dan yang terkecil adalah semak/ alang-alang yaitu

    119,58 Ha atau 0,37% dari luas kecamatan.

    Berikut gambar Grafik Perbandingan Luas Penutupan Lahan yang

    terdapat di Kecamatan Bandar Sekijang hasil interprestasi citra satelit

    landsast 7 ETM Kabupaten Pelalawan.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 14. Grafik Luas Penggunaan Lahan di Kecamatan Bandar Seikijang.

    Berikut merupakan peta citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten

    Pelalawan dan peta Pelalawan hasil interprestasi citra satelit Landsat

    7 ETM.

    Gambar peta citra satelit Landsat 7 ETM Kabupaten Pelalawan dan

    peta Pelalawan hasil interprestasi citra satelit Landsat 7 ETM

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Gambar 3. 15. Peta Potensi SDA Pelalawan

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.3.2. Lokasi Kawasan Hutan dan Perkebunan

    Hasil Interprestasi Citra dan Groundcheck di lapangan menunjukan

    bahwa sebaran lokasi kawasan hutan dan perkebunan merata hampir ditiap

    Kecamatan.

    Untuk kawasan Hutan Lindung yang ada di Kabupaten Pelalawan

    berdasarkan data dari Dinas Kehutanan terdapat di Kecamatan Kerumutan

    seluas 19.000 Ha, Kecamatan Teluk Meranti seluas 18.123,27 Ha dan

    Kecamatan Ukui seluas 31.629,89 Ha (taman Nasional Tesso Nilo)

    Sementara untuk kawasan HTI hampir tersebar dibeberapa kecamatan.

    3.3.3. Lokasi Kepemilikan Hutan.

    Dari data yang diperoleh dari berbagai sumber, terdapat 7

    perusahaan yang mengelola hutan yang ada di Kabupaten Pelalawan. Dari

    data tersebut, luas yang diusahakan hampir mencapai 246,699,03 Ha atau

    sekitar 18,61 % dari luas Kabupaten Pelalawan. Hasil data sekunder yang

    diperoleh, kemudian dilakukan interprestasi citra yang didukung dengan

    kegiatan groundcheck di lapangan terdapat perbedaan luas di beberapa

    lokasi yang ada di Kabupaten Pelalawan. Untuk lebih memberikan

    gambaran tentang kepemilikan hutan, dapat dijelaskan pada lampiran.

    Dalam pengelolaan kawasan Hutan, dikenal 2 (dua) izin yang

    diberikan kepada tiap perusahaan swasta, yaitu : Izin Usaha Pengusahaan

    Hutan Kayu Alam atau lebih dikenal dengan HPHTI.

    Perusahaan Hutan yang bergerak sebagai HPH memiliki ciri bahwa

    kayu logging yang dihasilkan merupakan kayu alam dengan diameter diatas

    ukuran tertentu, berbeda dengan perusahaan yang memegang izin HTI.

    Dimana perusahaan HTI memiliki pola pengusahaan Hutan dengan

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    menanam jenis tanaman industri tertentu seperti umumnya adalah Pohok

    Akasia dan kemudian dalam range waktu tertentu dilakukan panen dan

    penebangan terhadap pohon tersebut. Akasia lazim diproduksi sebagai

    bahan mentah untuk menghasilkan bubuk kertas dan tissu. Salah satu

    perusahaan besar bidang HTI yang terdapat di Kabupaten Pelalawan adalah

    PT. Riau Andalan Pulp& Paper, dimana PT. RAPP ini memiliki lahan izin

    usaha HTI dan pabrik untuk produksi dan pengolahan Akasia di Kabupaten

    Pelalawan.

    3.3.4. Lokasi Kepemilikan Perkebunan

    Data kepemilikan perkebunan yang ada di Kabupaten Pelalawan

    yang diperoleh dari berbagai sumber, terdapat 58 data perusahaan yang

    terdaftar diberbagai sumber. Namun dari daftar tersebut hanya ada 19

    perusahaan yang memiliki Hak Guna Usaha. Dari data tersebut luas yang

    diusahakan hampir mencapai 323.916,05 Ha atau sekitar 24,44% dari luas

    Kabupaten Pelalawan. Hasil data sekunder yang diperoleh, kemudian

    dilakukan interprestasi citra yang didukung dengan kegiatan grouncheck

    dilapangan terdapat beberapa perbedaan luas di beberapa lokasi yang ada

    di Kabupaten Pelalawan. Disamping itu juga terdapat beberapa perusahaan

    yang belum merealisasikan kegiatan usahanya. Untuk lebih memberikan

    gambaran tentang kepemilikan perkebunan, dapat dijelaskan pada table

    dibawah ini yang akan dijelaskan pada tiap -tiap perusahaan.

    Mayoritas perkebunan yang terdapat di kabupaten merupakan

    perkebunan dengan komoditi Kelapa Sawit dan Karet. Untuk perkebunan

    Kelapa Sawit dikelola oleh pihak swasta dengan izin HGU yang dikeluarkan

    oleh BPN. Dalam permodalan juga terdapat bantuan dan dampingan dari

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    pemerintah maupun pihak asing yang dikenal dengan modal PMD dan modal

    PMA.

    Dalam pengelolaan perkebunan juga terdapat pola kemitraan yang

    terjadi antara perusahaan dengan masyarakat sekitar yang dikelola oleh

    kelompok masyarakat dibawah naungan koperasi. Beberapa pola kemitraan

    yang terjadi dikenal dengan KKPA, perusahaan perkebunan yang memiliki

    KKPA diantaranya adalah PT. Musim Mas dengan nama KKPA yaitu Merbau

    Sakti yang berada di Kecamatan Pangkalan Lesung.

    3.4. Daerah Aliran Sungai

    DAS merupakan ekosistem alamiah berupa geomorfologi,

    penggunaan lahan dan iklim yang memungkinkan terwujudnya ekosistem

    hidrologi yang unik. Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari air dalam

    segala bentuknya (cairan, padat, gas) pada, dalam, dan di atas

    permukaan tanah, termasuk di dalamnya penyebaran, daur dan

    perilakunya, sifat-sifat fisika dan kimianya, serta yang berhubungan

    dengan unsur-unsur hidup dalam air itu sendiri (Asdak, 2002).

    Pemahaman prinsip-prinsip hidrologi penting dalam pemanfaatan

    dan konservasi air. Dalam menelaah permasalahan hidrologi daerah

    tangkapan air harus lebih ditekankan pada tinjauan komponen-komponen

    daur hidrologi, pengaruh antar komponen serta kaitannya dengan

    komponen lain di luar bidang hidrologi secara holistik. Sementara,

    pemahaman proses-proses hidrologi menjadi penting dalam perencanaan

    konservasi tanah dan air untuk menentukan: a) perilaku hujan dalam

    kaitannya dengan proses terjadinya erosi dan sedimentasi, b) hubungan

    curah hujan dan air larian (runoff), c) debit puncak untuk keperluan

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    merancang penanggulangan banjir, dan d) hubungan karakteristik suatu

    DAS dengan debit puncak yang terjadi di daerah tersebut, sehingga

    dapat diambil langkah pengendalian terhadap perilaku arus debit

    tersebut.

    DAS adalah kawasan lahan di mana semua air, dari hujan,

    mengalir ke bawah menuju suatu penampung air seperti kali, sungai,

    danau, atau rawa-rawa. DAS juga disebut kawasan tangkapan

    (catchment) karena lahan di bagian atas dan kawasan hulu menangkap

    seluruh air dan selanjutnya air tersebut mengalir ke bawah dan ke

    kawasan hilir.

    DAS dapat dianggap sebagai satu kesatuan ekosistem (Lovelace

    dan Rambo, 1986 dalam Asdak, 2007). Selain sebagai sistem ekologi yang

    bersifat kompleks, DAS juga dapat dianggap sebagai sistem hidrologi.

    Sebagai suatu sistem hidrologi, masukan (input) ke dalam sistem dapat

    dievaluasi proses yang telah dan sedang berlangsung dengan melihat

    keluaran (output) dari sistem. Dalam sistem hidrologi DAS, komponen

    masukan utama terdiri atas curah hujan dan energi matahari sedangkan

    komponen keluaran terdiri atas debit aliran dan muatan sedimen,

    termasuk unsur hara dan bahan pencemar. DAS yang terdiri atas

    komponen-komponen utama vegetasi, tanah, air/sungai, dan manusia

    (termasuk Iptek) dalam hal ini berlaku sebagai prosesor. Artinya,

    komponen-komponen DAS tersebut memberikan respons dalam bentuk

    fluktuasi debit aliran dan sedimen serta bahan pencemar lainnya

    (keluaran) akibat interaksi antar komponen terhadap curah hujan

    (sebagai masukan).

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    Berdasarkan kondisi geografisnya hampir seluruh Kecamatan di

    Kabupaten Pelalawan memiliki sungai. Disamping berfungsi sebagai

    sarana transportasi dan aktivitas sosial (mandi, cuci, kakus), sungai

    tersebut juga digunakan untuk budidaya perikanan, terutama bagi

    masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan. Secara umum

    jumlah sungai yang ada di Kabupaten Pelalawan adalah 195 buah dengan

    total luas 27.627,58 ha dan panjang 1.821,7 Km. Dari total luas tersebut

    yang berpotensi untuk dikembangkan dalam perikanan tangkap adalah

    9.233,9 ha, sedangkan untuk budidaya karamba adalah 189,22 ha.

    3.5. Kondisi Sosial Ekonomi

    Potensi sosial ekonomi penduduk di Kabupaten Pelelawan dibedakan

    menjadi (1) potensi ekonomi, (2) potensi sosial.

    3.5.1. Ekonomi

    Potensi ekonomi di Kabupaten Pelalawan ditentukan oleh nilai

    produk domestik bruto. Produk domestik regional bruto Kabupaten

    Pelalawan dari tahun 2001 sampai 2007 mengalami peningkatan dari Rp.

    2.658.616,71 juta (2001) menjadi Rp. 10.218.682,3 juta (2007). Potensi

    PDRB terbesar disumbang oleh sektor pertanian, peternakan, kehutanan

    dan perikanan dan sektor industri pengolahan. Peningkatan pemanfaatan

    potensi sektor kehutanan, pertanian, dan perkebunan hendaknya dibarengi

    dengan penerapan teknologi, dan peningkatan potensi sumber daya

    alamnya. Hal ini disebabkan apabila potensi sumber daya alam tersebut

    rendah maka tingkat pemanfaatan akan menjadi rendah, yang pada

    akhirnya akan berdampak pada tingkat PDRB daerah Pelalawan.

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.5.2. Sosial

    Penduduk Kabupaten Pelalawan berdasarkan data akhir Tahun 2007

    sekitar 276.353 jiwa dengan kepadatan penduduk 21 jiwa/km2, yang

    terdiri dari masyarakat pesisir, petalangan dan pendatang. Dari jumlah

    tersebut, penduduk laki-laki berjumlah 142.998 jiwa dan penduduk

    perempuan 133.355 jiwa.

    Sampai saat ini, sarana pendidikan yang ada adalah Taman Kanak-

    Kanak (TK) negeri 2 buah dan swasta berjumlah 75 unit dengan jumlah

    guru sebanyak 294 orang dan murid sebanyak 3.992 orang. Sekolah Dasar

    (SD) Negeri dan Swasta berjumlah 196 unit dengan jumlah guru sebanyak

    1.860 orang dan murid sebanyak 37.944 orang. Sekolah Lanjutan Tingkat

    Pertama (SLTP) Negeri dan Swasta berjumlah sebanyak 41 unit dengan

    jumlah guru sebanyak 762 orang dan murid sebanyak 8.872 orang, Sekolah

    Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) berjumlah 16 unit dengan jumlah guru

    sebanyak 317 orang dan murid sebanyak 3.828 orang. Sementara sekolah

    menengah kejuruan (SMK) berjumlah 8 unit dengan jumlah guru sebanyak

    216 orang dan murid sebanyak 1.603 orang.

    Sarana kesehatan yang ada di Kabupaten Pelalawan tercapat sampai

    tahun 2007 berupa rumah sakit negeri 1 buah, rumah sakit swasta 2 buah,

    praktek dokter 50 buah, praktek dokter gigi 14 buah, balai pengobatan 28

    buah, rumah bersalin 10 buah, lab kesehatan 15 buah, puskesmas 12 buah,

    Puskesmas Pembantu 37 buah, Posyandu 271 buah.

    _____________________

  • 97

    Laporan AkhirKajian Iventarisasi Potensi Sumber Daya Alam di Kabupaten PelalawanTahun 2009

    3.1. Administrasi Pemerintahan ............................................................................. 32 3.2. Tanah dan Geologi Lingkungan ..................................................................... 35

    3.2.1. Tanah ....................................................................................................... 35 3.2.1.1. Status Hara dan Kesuburan Tanah .................................................. 36 3.2.1.2. Tipologi ........................................................................................... 44 3.2.1.3. Tipe Luapan Air .............................................................................. 46 3.2.1.4. Jenis Tanah ....................................................................................... 47 3.2.1.5. Jenis Tanah dan Hubungannya dengan Satuan Lahan. ................... 53

    3.2.2. Geologi Lingkungan ................................................................................. 56 3.2.3. Geomorfologi .......................................................................................... 62 3.2.4. Hidrogeologi ........................................................................................... 66

    3.3. Pemanfaatan Lahan ......................................................................................... 68 3.3.1. Analisa dan Pemetaan Citra Satelit ( Tutupan Lahan/Land Use ) ........... 70

    3.3.1.1. Penggunaan Lahan di Kecamatan Bunut .......................................... 72 3.3.1.2. Penggunaan Lahan di Kecamatan Kerumutan