676-689 P4P-01

Embed Size (px)

Citation preview

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    1/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    676

    P4P-01

    KOMPLEKS SESAR TREMBONO SEBAGAI GRAVI TATI ONALSTRUCTURE

    Ridha Sidi Mulyawan1*

    dan Salahuddin Husein1

    1Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, *Email: [email protected]

    Diterima 20 Oktober 2014

    Abstrak Kompleks struktur Trembono berada di wilayah Dusun Bentengwareng, Desa Tancep, Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daerah penelitiantersusun oleh batuan yang termasuk ke dalam Formasi Kebo-Butak berumur Oligosen Akhir hinggaawal Miosen Awal yang telah mengalami deformasi sehingga menciptakan suatu kompleks struktur geologi. Kompleks struktur geologi Trembono mungkin menjadi bukti salah satu dari beberapa proses deformasi yang terjadi di Pegunungan Selatan. Penelitian dilakukan dengan melakukan pemetaan struktur geologi serta aspek geologi permukaan lain, seperti data petrologi, petrografi dan paleontologi. Litologi penyusun daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan, yaitu satuan batulanau tufan dan satuan lapili. Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian berupakekar dan sesar yang dapat dibagi ke dalam beberapa kelompok berdasarkan arah orientasinya,yaitu struktur yang cenderung berarah utara-selatan, barat-timur, timurlaut-baratdaya dan tenggara- baratlaut. Kekar yang memotong satuan batulanau tufan lebih banyak dibandingkan dengan yangada pada satuan lapili, sedangkan sesar lebih banyak memotong satuan lapili. Sesar yang berkembang pada daerah penelitian umumnya berupa sesar turun Kompleks struktur Trembonoterbentuk akibat regim regangan dengan tegasan ekstensi berarah 03°/N246°E. Waktu pembentukan kompleks struktur Trembono tidak dapat ditentukan secara pasti. Pembentukan sesar menimbulkan ketidakstabilan sehingga memicu terbentuknya gravitational structure . Jenis dankarakteristik litologi memiliki pengaruh terhadap jenis struktur geologi yang terbentuk akibat proses deformasi yang sama pada daerah penelitian. Hasil penelitian ini diharapkan dapatmenambah pemahaman mengenai kondisi geologi di Pegunungan Selatan, khususnya mengenaistruktur-struktur geologi dan tektoniknya.

    Kata Kunci : Sesar Trembono, Bayat, Gravitational Structure

    Pendahuluan

    Kondisi geologi Pegunungan Selatan sudah banyak menjadi objek penelitian, namun belum banyak yang secara khusus meneliti mengenai struktur geologi di Pegunungan Selatan.VanBemmelen (1949) membuat peta geologi daerah Surakarta dan sekitarnya, namun petatersebut masih bersifat regional.Toha dkk.(1994) meneliti kondisi geologi PegununganSelatan, namun struktur geologi yang diteliti masih hanya berupa hasil interpretasikelurusan topografi.Penelitian yang secara khusus membahas mengenai struktur geologiPegunungan Selatan baru dilakukan oleh Sudarno (1997).

    Pada Perbukitan Jiwo di sebelah utara Pegunungan Selatan tersingkap batuan malihan berumur Kapur hingga Paleosen Awal yang selama ini dianggap sebagai batuan dasar Pegunungan Selatan.Formasi Wungkal-Gamping yang terdiri dari batupasir, napal pasiran, batulempung dan batugamping berumur Eosen Tengah-Eosen Akhir terendapkan secaratidak selaras diatas batuan malihan.

    Pegunungan Selatan tersusun oleh sedimen yang sangat tebal.Batuan tertua yangtersingkap pada Pegunungan Selatan adalah Formasi Kebo-Butak. Formasi Kebo-Butak

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    2/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    677

    menjadi bukti awal proses vulkanisme tersier di Pegunungan Selatan, meskipun begitusubduksi dan vulkanisme tersier di Pulau Jawa sudah dimulai sejak Eosen Tengah (Hall,2009; Smyth, dkk., 2005). Vulkanisme memiliki peran yang sangat penting dalam proses pengisian cekungan Pegunungan Selatan yang menurut Satyana (2005) merupakancekungan dalam busur (intra-arc basin). Proses pengendapan batuan vulkanik (FormasiSemilir dan Formasi Nglanggran) berlangsung dengan cepat (Miosen Awal) menghasilkan

    endapan yang sangat tebal (mencapai lebih dari 2000 meter). Smyth, dkk. (2011) berpendapat bahwa endapan ini merupakan hasil dari erupsi super yang berskala serupadengan erupsi Toba.

    Selama Eosen Tengah hingga Oligosen Akhir tidak terjadi perubahan lingkungan pengendapan yang signifikan di Pegunungan Selatan.Formasi Wungkal-Gamping (EosenTengah-Eosen Akhir) dan Formasi Kebo-Butak (Oligosen Akhir-Miosen Awal) sama-samaterendapkan pada lingkungan laut dangkal (Toha, dkk., 1994; Smyth, dkk.,2011).Kurangnya data permukaan akibat tidak ditemukannya kontak antara FormasiWungkal-Gamping dengan Formasi Kebo-Butak menyulitkan interpretasi tektonik danstratigrafi Pegunungan Selatan pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.

    Perubahan lingkungan pengendapan terjadi secara drastis pada Miosen Awal denganterendapkannya bagian atas Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir dan Formasi Nglanggran.Formasi Semilir terendapkan pada lingkungan laut dangkal yang berubahsecara gradual menjadi lingkungan transisi (delta).Smyth, dkk.(2005) menginterpretasikanFormasi Semilir terendapkan secara subaerial sementara Formasi Nglanggran terendapkan pada lingkungan darat. Formasi Wonosari yang tersusun oleh batugamping terumbuterbentuk pada tinggian-tinggian vulkanik menjemari dengan Formasi Sambipitu yangtersusun oleh endapan turbidit vulkaniklastik pada lereng hasil rework batuan gunungapi.Formasi Sambipitu menjari dengan Formasi Oyo yang secara komposisis bersifat lebihgampingan dibandingkan dengan Formasi Sambipitu.Formasi Wonosari yang tebal(mencapai 800 meter menurut Bothe (1929) dalam Sudarno (1997)) membutuhkan ruangakomodasi yang terus bertambah (transgresi).

    Pembentukan struktur-struktur geologi di Pegunungan Selatan dipengaruhi oleh perubahan jalur subduksi dan arah pergerakan lempeng Samudera Hindia serta terjadinyakolisi antara India dan Asia pada Miosen Awal.Jalur subduksi yang terbentuk pada EosenTengah merupakan subduksi miring (Hall, 2009). Akibat kolisi India dengan Asia,Sundaland mengalami rotasi berlawanan arah jarum jam selama Miosen. Rotasi inimenyebabkan perubahan arah jalur subduksi yang menyebabkan perubahan regim tektonik di Pulau Jawa.

    Batuan yang mengalami deformasi pada daerah penelitian termasuk ke dalam FormasiKebo-Butak yang terendapkan selama Oligosen Akhir hingga Miosen Awal.Deformasi pada batuan di daerah penelitian ini dapat terjadi dalam jangka waktu yang sangat panjang,yaitu dari Oligosen Akhir hingga sekarang.Rangkuman sejarah geologi PegununganSelatan dapat dilihat pada tabel 1.

    Maksud dan TujuanPenelitian dilakukan untuk mengetahui jenis dan karakteristik struktur geologi pada daerah penelitian, mengetahui arah tegasan yang membentuk struktur geologi pada daerah penelitian berdasarkan analisis struktur geologi dan mengetahui waktu pembentukanstruktur geologi tersebut, serta hubungannnya dengan kondisi tektonik regional.

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    3/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    678

    Geologi RegionalDaerah penelitian termasuk ke dalam Zona Pegunungan Selatan oleh Van Bemmelen(1949). Menurut Toha dkk (1994), stratigrafi Zona Pegunungan Selatan didominasi oleh batuan berumur Kenozoik yang terbentuk dengan mekanisme pengendapan gaya berat.Urutan formasi penyusun Zona Pegunungan Selatan dari mulai yang tertua, yaitu batuan

    malihan (Kapur – Paleosen Awal) dan Formasi Wungkal-Gamping (Eosen Tengah – EosenAkhir) yang tersingkap pada Perbukitan Jiwo, Formasi Kebo-Butak, Formasi Semilir, danFormasi Nglanggran (Oligosen Akhir – Miosen Tengah) yang merupakan hasil endapangaya berat, Formasi Sambipitu dan Formasi Oyo (Miosen Tengah) yang merupakan hasilendapan turbidit gampingan, Formasi Wonosari dan Formasi Kepek (Miosen Tengah) yang berupa batugamping reefal dan berlapis (Toha, dkk., 1994).

    Pada daerah penelitian, batuan yang ada merupakan bagian dari Formasi Kebo-Butak.Surono (2008) membagi Formasi Kebo-Butak menjadi 2, yaitu Formasi Kebo danFormasi Butak.Komposisi batuan dalam Formasi Kebo dan Formasi Butak tersusun olehcampuran antara klastika sedimen dengan klastika vulkanik.

    Formasi Kebo merupakan perselingan antara batupasir dan batupasir kerikilan, dengansisipan batulanau, batulempung, tuf, dan serpih.Lava Bantal Nampurejo yang berkomposisi

    basal dan berselingan dengan batupasir hitam vulkanik banyak ditemukan pada bagian bawah Formasi Kebo.Struktur sedimen yang ditemukan berupa perlapisan normal, perariansejajar, perarian bergelombang, permukaan erosi, tikas suling dan penendatan( slump).Bioturbasi, foraminifera, kepingan koral dan kepingan arang ditemukan pada beberapa tempat.

    Formasi Butak yang selaras dengan Formasi Kebo tersusun atas breksi polimik denganselingan batupasir, batupasir kerikilan, batulempung dan batulanau/serpih.Struktur sedimenyang ditemukan berupa perlapisan normal, permukaan erosi, imbrikasi fragmen danburrow . Kepingan arang dan fosil foraminifera banyak ditemukan pada bagian atas formasiini.

    Surono (2008) melakukan perhitungan absolut terhadap Lava Bantal Nampurejo yangmenunjukkan umur 33,15-31,29 juta tahun lalu (Oligosen Awal). Rahardjo (2007) dalam

    Surono (2008) menemukan kandungan foraminifera berupa Globigerina ciperoensis ,Catapsydrax dissimilis dan Globigerinoides primordius yang menunjukkan umur P22 - N4(Oligosen Akhir – Miosen Awal) pada Formasi Kebo-Butak.

    Struktur lava bantal pada Lava Bantal Nampurejo dapat terbentuk pada lingkungan lautdalam dengan kolom air yang cukup tebal untuk menekan aliran lava panas. Batuan klastik penyusun Formasi Kebo dan Formasi Butak terbentuk oleh mekanisme transportasi gaya berat pada daerah cekungan yang dikelilingi gunungapi yang kegiatan vulkanismenyasangat intensif. Surono (2008) menduga bahwa sebagian kecil pusat erupsi sudah munculke atas muka air laut dengan ditemukannya kepingan arang pada beberapa tempat.

    Struktur geologi di Pegunungan Selatan sangat bervariasi.Kelurusan pada PegununganSelatan dominan berarah timurlaut-baratdaya.

    Struktur geologi dengan Pola Meratus dengan arah timurlaut – baratdaya yang berumur Kapur hingga Paleosen merupakan pola paling tua di Pulau Jawa. Sesar-sesar dengan polaMeratus di Pulau Jawa umumnya teraktifkan kembali pada umur-umur yang lebih muda.Kelurusan yang ada pada Zona Pegunungan Selatan dengan pola Meratus antara, yaitukelurusan Sungai Opak dan Bengawan Solo yang mencapai panjang lebih dari 30 km(Toha, dkk., 1994) dan diinterpretasikan sebagai struktur geologi yang terbentuk akibathasil reaktivasi struktur geologi pada batuan dasar.

    Struktur geologi dengan Pola Sunda dengan arah utara-selatan berumur Eosen Akhir – Oligosen Akhir.Kelurusan dengan arah utara-selatan hingga agak timurlaut-baratdaya,

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    4/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    679

    memiliki panjang yang paling pendek diantara pola lainnya, yaitu kurang dari 4 km (Toha,dkk., 1994).

    Struktur geologi dengan Pola Jawa dengan arah barat-timur merupakan pola termuda(berumur Oligosen Akhir – Miosen Awal) yang mengaktifkan kembali seluruh pola yangada sebelumnya.Kelurusan berarah barat-timur pada Pegunungan Selatan memiliki panjangmencapai 4-12 km (Toha, dkk., 1994).

    Purnomo dan Purwoko (1994) membagi proses pembentukan struktur geologi berumur Tersier di Pulau Jawa ke dalam 3 periode:

    Paleogene Extensional Rifting Periode ini mengawali terbentuknya cekungan Tersier di Pulau Jawa pada Eosen-Oligosen yang umumnya membentuk raben dan half-graben dengan arah tertentu.

    Neogene Compressional Wrenching Periode ini ditandai oleh pembentukan sesar-sesar geser akibat tumbukan lempengHindia. Sebagian besar sesar geser yang terbentuk merupakan hasil reaktivasi darisesar-sesar normal berumur Paleogen.

    Plio-Pleistocene Compressing Thrust-Folding Periode ini ditandai oleh pembentukan antiklinorium dan sesar naik yang umumnya berarah barat-timur.

    Metode

    Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua, yaitu metode pemetaangeologi permukaan dan analisis laboratorium. Metode pemetaangeologi permukaan yaitu dengan mengamati, mengukur, dan menganalisisaspek geologi yang berupa aspek litologi, geomorfologi, dan struktur geologi yang tersingkap di lapangan.Pengamatan litologi dilakukan dengan Aspek struktur geologi yang dipetakan berupastruktur garis, struktur bidang maupun struktur lain. Analisis yang dilakukan berupaanalisis pola kelurusan dari peta topografi, analisis struktur geologi (kinematik dandinamik), analisis paleontologi untuk penentuan umur batuan, analisis petrografi untuk penentuan jenis &nama batuan serta untuk analisa breksi sesar ( fault rocks ).

    Tahap PenelitianPelaksanaan penelitian ini dilaksanakan dengan beberapa tahap yang terdiri dari:

    Tahap observasi dan studi pustakaTahapan persiapan terdiri dari observasi awal, studi pustaka (penelitian terdahulu),studi literatur, analisis kelurusan dari peta topografi, dan persiapan alat dan bahan yangdiperlukan.

    Tahap pendahuluanTahap pendahuluan dilakukan dengan melakukan pemetaan kompas langkah gunamembuat peta dasar berskala 1:150 yang akan digunakan selama penelitian.

    Tahapan pemetaan geologi permukaan terperinciLangkah ini dilakukan dengan cara melakukan peninjauan dan pengamatan secaralangsung di lapangan. Pengamatan litologi berupa penentuan jenis batuan di lapangansecara megaskopis, yang meliputi komponen tekstur, struktur, kondisi dari batuantersebut serta pengukuran jurus, kemiringan batuan serta pengukuran stratigrafi.Pengamatan struktur geologi berupa identifikasi jenis struktur geologi dan pengukurankomponen-komponen struktur geologi tersebut menggunakan kompas geologi. Padatahap ini juga dilakukan pengambilan perconto batuan untuk dapat melakukandeskripsi mikroskopis.

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    5/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    680

    Tahapan pengolahan data dan analisis data lapanganTahapan ini terdiri dari pengolahan perconto batuan, analisis struktur geologi, analisisstratigrafi, analisis paleontologi dan analisis petrografi.perconto batuan diolah untuk dijadikan sebagai peraga ayak (paleontologi) dan peraga sayatan tipis (petrografi).Analisis stratigrafi dilakukan untuk menentukan mekanisme dan lingkungan pengendapan batuan. Analisa struktur geologi dilakukan untuk mengetahui kinematika

    dan dinamika struktur geologi tersebut. Analisis paleontologi bertujuan untuk mengetahui umur pengendapan batuan serta sebagai data tambahan dalam melakukaninterpretasi lingkungan pengendapan batuan.

    Tahap perumusan kesimpulanKesimpulan dilakukan dengan menggunakan analogi konfigurasi struktur geologilokasi penelitian dan arah tegangan hasil analisa struktur geologi dibandingkan denganhasil percobaan wrench fault dari peneliti lain. Data hasil analisis lain serta pengamatan lapangan juga menjadi data tambahan dalam merumuskan kesimpulanhasil penelitian ini.

    Pembahasan Data

    Stratigrafi

    Batuan penyusun daerah penelitian dapat dibagi menjadi ke dalam 2 satuan, yaitu satuan batulanau tufan dan satuan batupasir. Satuan batuan tertua berupa satuan batulanau tufanyang tersusun oleh perulangan batupasir tufan bergradasi normal dengan sisipan batupasir tufan laminasi dan batulanau tufan. Struktur sedimen yang dapat ditemukan berupa gradasinormal, laminasi planar, bioturbasi ( burrows ) vertikal dan horizontal tipa chondrites , lensa(lentikuler). Komposisi terdiri atas fragmen menyudut, fragmen berupa plagioklas(oligoklas, andesin, labradorit), mineral opak, gelas, piroksen dan litik dalam matriks yang berupa gelas vulkanik dan mineral lempung serta mineral ubahan berukuran halus berwarna kehijauan. Satuan batulanau tufan terendapkan dengan mekanisme arus turbiddan berdasarkan karakteristik struktur dan tekstur batuan satuan ini termasuk dalam fasies

    D (Mutti dan Lucchi, 1978). Berdasarkan adanya struktur bioturbasi jenis chondrites yangtermasuk kumpulan fosil jejak tipe cruziana (Tucker, 2003) pada satuan ini,diinterpretasikan bahwa satuan batulanau tufan terendapkan pada lingkungan laut dangkal( sublitoral ) dengan kedalaman

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    6/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    681

    Kekar berarah utara-selatanKelompok ini kerapatannya sangat tinggi, bersifat sistematis, bentuknya hampir lurussempurna dan menerus, ukurannya sangat panjang, cenderung terbuka.

    Kekar berarah barat-timur Kelompok ini kerapatannya cukup, bersifat tidak sistematis, bentuknya banyak yangmelengkung dan terpotong pada kelompok kekar berarah utara-selatan, ukurannyacenderung pendek, terbuka dan ada yang terisi oleh mineral kuarsa.

    Kekar berarah barat laut-tenggaraKelompok ini kerapatannya sangat rendah, cukup sistematis, bentuknya cenderunglurus, ukurannya cukup panjang, terbuka dan ada yang terisi oleh mineral kuarsa.

    Sesar

    Sesar yang memotong satuan batulanau tufan memiliki arah barat-timur dan utara-selatan.Kinematika sesar yang memotong satuan batuan ini didominasi sesar turun.

    Pada bagian paling selatan terdapat sesar 1 & 2 (sketsa A-B pada gambar 1). Sesar 1 berkedudukan N005°E/65°dengan striasi berarah 5°E, sedangkan kedudukan sesar 2 N023°E/62° dengan striasi berarah 05°E. Kedua sesarmerupakan sesar geser sinistraldengan sedikit komponen turun. Berdasarkan analisa dinamik, arah tegangan kompresi berarah barat. Breksi sesar pada kedua sesar ini bersifat lepas-lepas dengan kondisiyang masih cukup segar.

    Sesar 3 (sketsa C-D pada gambar 1) berada pada bagian utara daerah penelitian.Kedudukan sesar 3 adalah N348°E/65° dengan pergeseran normal yang dapat terlihatdari adanya ofset litologi. Tegangan ekstensionalnya berarah baratdaya-timurlaut.

    Sesar 4 (sketsa E-F pada gambar 1) merupakan sesar terbesar pada daerah penelitianyang menjadi pemisah antara satuan perulangan batulanau bergradasi dengan satuan batupasir berlapis. Ketebalan breksi sesar pada sesar ini mencapai 50 cm kondisinyasudah melapuk. Kedudukan sesar 4 adalah N285°E/75°. Tegangan ekstensionalnya berarah utara-selatan. Perconto breksi sesar dari sesar ini yang diolah menjadi sayatantipis tidak menunjukkan adanya penjajaran mineral atau fragmen maupun bukti lain

    yang menunjukkan arah pergerakan sesar. Sesar 5 (sketsa G-H pada gambar 1) berada pada bagian selatan daerah penelitian.Kedudukan sesar ini diperkirakan sekitar N190°E/33° untuk sementara diduga berupasesar turun akibat mekanisme gravitational gliding karena sesar ini berlanjut melaluilandaian ( ramp ) yang berupa lapisan batuan berukuran lanau. Pergerakan sesar diinterpretasikan dari kenampakan lapangannya dari adanya kekar yang mengalamidistorsi di sekitarnya. Breksi sesar yang terbentuk bersifat lepas-lepas dan rapuhdengan kondisi yang masih segar. Tegangan ekstensionalnya berarah barat-timur.Perconto breksi sesar dari sesar ini yang diolah menjadi sayatan tipis juga tidak menunjukkan adanya penjajaran mineral atau fragmen maupun bukti lain yangmenunjukkan arah pergerakan sesar.

    Sesar 6 (sketsa I-J pada gambar 1) berada pada bagian tengah daerah penelitian.

    Kedudukan sesar ini adalah N155°E/75°. Pergerakan sesar diketahui karena sesar inimemotong lapisan batuan yang menjadi ramp dari sesar 5. Tegangan ekstensionalnya berarah utara-selatan.

    Sesar 7 berada dekat dengan sesar 4. Kenampakkan pada lapangan berupa breksi sesar dengan dihimpit oleh kekar-kekar berkedudukan N340°E/90° dengan sangat rapat(lihat gambar 5). Pergerakannya tidak diketahui.

    Hasil analisa dinamik seluruh sesar pada satuan ini menghasilkan tegasan utama cenderungvertikal dan tegasan ekstensi berarah baratdaya-timurlaut (lihat gambar 6).

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    7/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    682

    Struktur Geologi pada Satuan Lapili

    Seluruh struktur geologi yang memotong satuan lapili dapat diamati pada gambar 4.

    Sesar

    Sesar yang mendeformasi satuan ini memilki arah timurlaut-baratdaya dan baratlaut-tenggara. Semua sesar yang ada memiliki kinematika gerakan turun.

    Pada bagian paling selatan singkapan terdapat beberapa sesar yang saling yang salingsejajar dengan kedudukan masing-masing: N142°E/47° dengan striasi berarah 46°/ N212°E; N140°E/58° dengan striasi berarah 58°/ N225°E; N140°E/40° dengan striasi berarah 40°/ N230°E; N135°E/33° dengan kinematika sesar turun; dan N122°E/65°dengan kinematika sesar turun.

    Pada bagian tengah terdapat sesar beberapa sesar yang saling yang juga saling sejajar dengan kedudukan bidang yang semakin melandai ke arah timur. Striasi yangditemukan pada bidang umumnya sudah dalam kondisi yang kurang baik. Kedudukanmasing-masing sesar, yaitu: N50°E/76° dengan sudut rake striasi sekitar 90°; N55°E/84° dengan sudut rake striasi sekitar 90°; N50°E/88° dengan sudut rake striasisekitar 90°; N45°E/88° dengan sudut rake striasi sekitar 90°; dan N55°E/50° dengan

    sudut rake striasi sekitar 90°; N38°E/90° dengan sudut rake striasi sekitar 90°, N45°E/85° dengan sudut rake striasi sekitar 90°; dan N45°E/85° dengan sudut rakestriasi sekitar 90°.

    Pada bagian utara singkapan terdapat sesar yang memotong satuan batulanau tufan dansatuan lapili. Sesar ini memiliki kedudukan N319°E/69° dan menyebabkan satuan batulanau tufan mengalami efek seretan. Efek seretan yang terjadi mengindikasikan bahwa kinematika sesar berupa sesar turun. Beberapa bidang sesar lain memilikikedudukan sebagai berikut: N153°E/57° dengan striasi berarah 57°/ N235°E; N107°E/42° dengan striasi diperkirakan memiliki pitch sebesar 90°; N119°E/79°dengan rake diperkirakan sebesar 90°; N340°E/70° dengan sudut rake sekitar 90°.

    Hasil analisa dinamik seluruh sesar pada satuan ini menghasilkan tegasan utama cenderungvertikal dan arah tegasan ekstensi yang relatif sama dengan tegasan ekstensi yang

    membentuk sesar pada satuan batulanau tufan, yaitu berarah baratdaya-timurlaut (lihatgambar 6).

    Pembentukan Struktur Geologi Daerah Penelitian

    Mekanisme

    Kompleks struktur geologi daerah penelitian terbentuk akibat adanya regim tektonik regangan yang berarah timurlaut-baratdaya. Berdasarkan analisis kinematika seluruhstruktur geologi yang terdapat pada satuan batulanau tufan, didapatkan tegasan σ 3 berarah14°/N062°E, sedangkan dari struktur yang ada pada satuan lapili tegasan σ 3 berarah 9°/ N200°E. Berdasarkan kesamaan arah tegasan σ 3 ini, diketahui bahwa struktur geologi yangmendeformasi satuan batulanau tufan dan satuan lapili terbentuk akibat proses pada regimtektonik regangan yang sama berarah timurlaut-barat daya (14°/N062°E) (gambar 7).

    Perbandingan dengan Stratigrafi Regional

    Berdasarkan data stratigrafi regional yang dapat dilihat pada tabel 1, sedimen penyusunPegunungan Selatan mengalami transgresi pada Oligosen Akhir-awal Miosen Awal danMiosenTengah-Miosen Akhir. Proses transgresi memerlukan adanya keseimbangan antara jumlah suplai sedimen dengan pembentukan ruang akomodasi. Selama masa transgresi,

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    8/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    683

    regim tektonik regangan dibutuhkan dalam membentuk ruang akomodasi yang cukup bagi pengendapan sedimen atau pertumbuhan organisme karbonatan.

    Perbandingan dengan Tektonik Regional

    Jalur subduksi yang terbentuk di selatan Pulau Jawa pada Eosen Tengah merupakan jalur subduksi miring (Hall, 1996; Hall, 2009). Jalur subduksi miring ini memungkinkanterbentuknya regim regangan. Jalur subduksi miring ini baru mengalami perubahanorientasi pada Miosen Awal (sekitar 20 juta tahun yang lalu) akibat rotasi Sundaland yangdipicu dimulainya kolisi subkontinen India dengan Asia. Daerah penelitian yang berumur N4 (awal Miosen Awal) masih dipengaruhi subduksi miring, sehingga regim tektonik regangan masih mungkin dapat terjadi. Hal ini juga didukung data lingkungan pengendapan yang menunjukkan bahwa sejak Eosen hingga awal Miosen Awal tidak terjadi perubahan lingkungan di Pegunungan Selatan, walaupun endapan yang terbentuk sangat tebal.

    Penelitian mengenai struktur geologi dan tektonik di Pegunungan Selatan yangdilakukan Sudarno (1997) menghasilkan data bahwa sejak Oligosen hingga Pliosen regimtektonik yang bekerja pada Pegunungan Selatan berupa regim tektonik kompresi,sedangkan regim tektonik regangan baru terjadi pada Plio-Pleistosen.

    Kompleks struktur Trembono dapat terbentuk sejak terendapkannya satuan lapili(Miosen Awal) hingga sekarang. Berdasarkan data stratigrafi dan tektonik regional dari beberapa peneliti pendahulu, Kompleks struktur Trembono dapat terbentuk pada akhir masa transgresi Oligosen-awal Miosen Awal, masa transgresi Miosen Tengah-MiosenAkhir dan pada Plio-Pleistosen. Waktu pembentukan kompleks struktur Trembono tidak dapat ditentukan secara pasti, namun memiliki rentang waktu yang sangat panjang, yaitudari Miosen Awal hingga Plio-Pleistosen.

    KesimpulanBerdasarkan hasil pengolahan, analisis dan interpretasi data, maka dapat dirumuskankesimpulan sebagai berikut:

    1. Struktur geologi yang mendeformasi batuan pada daerah penelitian berupa kekar dansesar.

    2. Struktur yang berupa kekar secara intensif memotong satuan batulanau tufan dengankedudukan relatif tegak dengan arah utara-selatan dan barat-timur, sedangkan padasatuan lapili kekar lebih jarang ditemui.

    3. Sesar pada daerah penelitian memiliki arah yang beragam. Sesar yang memotongsatuan batulanau tufan berarah utara-selatan dan barat-timur, sedangkan sesar yangmemotong satuan lapili berarah baratlaut-tenggara dan baratdaya-timurlaut. Jumlahsesar yang memotong satuan lapili lebih banyak daripada sesar yang memotong satuan batulanau tufan.

    4. Kinematika sesar pada daerah penelitian dominan berupa sesar turun.

    5. Sesar pada daerah penelitian terbentuk akibat regim regangan berarah baratdaya-timur laut (14°/N062°E).6. Waktu pembentukan kompleks struktur Trembono tidak dapat dipastikan secara pasti.7. Jenis dan karakteristik litologi memiliki pengaruh terhadap jenis struktur geologi yang

    terbentuk di daerah penelitian.

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    9/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    684

    Daftar PustakaBolli, H.M., Saunders, J.B., Perch, K., Plankton Stratigraphy , Cambridge University

    Press,Cambridge, 1985Delvaux, D. dan Sperner, B., Stress Tensor Inversion from Fault Kinematic Indicators and

    Focal Mechanism Data: the TENSOR program .In: New Insight into Structural

    Interpretation and Modelling (D. Nieuwland Ed.), Geological Society, London, SpecialPublication, 212:75-100, 2003Hall, R., Reconstructing Cenozoic SE Asia. Tectonic Evolution of SE Asia . Geological

    Society, London, Special Publications , hal. 153-184, 1996.Hall, R., Hydrocarbon basins in SE Asia: understanding why they are there. Petroleum

    Geosciences , Vol. 15, hal.131-146, 2009.Hamilton, W., Tectonics of the Indonesian Region . United States Geological Survey

    Professional Paper , p. 1078, 1979.Mutti, E., dan F.R. Lucci. Turbidites of the Northern Apennines: Introduction to Facies

    Analysis. International Geology Review, v. 20, no. 2, hal. 125-166, 1978 Novita, D., Biozonasi Formasi Kebo Bagian Bawah Daerah Kalinampu dan Sekitarnya,

    Bayat, Jawa Tengah . Skripsi (S1), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.

    Pulunggono, A., dan Martodjojo, S.,Perubahan tektonik Paleogen-Neogen merupakan peristiwa tektonik terpenting di Jawa, Proceedings Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa sejak akhir Mesozoik hingga Kuarter. Seminar Jurusan Teknik Geologi Fak.Teknik UGM, 253-274, 1994

    Purnomo, J., dan Purwoko, Kerangka Tektonik dan Stratigrafi Pulau Jawa secara Regionaldan kaitannya dengan Potensi Hidrokarbon. Proceedings Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa. Seminar Jurusan Teknik Geologi Fak. Teknik UGM, 1994.

    Satyana, A. H., 2005, Oligo-Miocene Carbonates of Java, Indonesia: Tectonic-VolcanicSetting and Petroleum Implications. Indonesian Petroleum Association, Proceedings30th Annual Convention . Jakarta, 218-249, 2005.

    Smyth, H., Hall, R., Hamilton, J., Kinny, P., East Java: Cenozoic Basins Volcanoes andAncient Basement. Indonesian Petroleum Association, Proceedings 30th Annual

    Convention . Jakarta, 251-266, 2005Sudarno, Kendali Tektonik terhadap Pembentukan Struktur pada Batuan Paleogen dan

    Neogen di Pegunungan Selatan, Daerah Istimewa Yogyakarta dan Sekitarnya , ThesisMagister Teknik, Institut Teknologi Bandung, Bandung: tidak diterbitkan, 1997.

    Surono.Litostratigrafi dan Sedimentasi Formasi Kebo dan Formasi Butak di PegununganBaturagung, Jawa Tengah Bagian Selatan., Jurnal Geologi Indonesia , Vol. 3 No. 4.Bandung: Pusat Survei Geologi, 2008.

    Surono, Toha, B., Sudarno, I., Peta Geologi Lembar Surakarta-Girintolo skala 1:100.000 .Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, 1992

    Toha, B., Purtyasti, R.D., Sriyono, Soetoto, Rahardjo, W., Pramumijoyo, S., GeologiDaerah Pegunungan Selatan: Suatu Kontribusi. Proceedings Geologi dan Geotektonik Pulau Jawa . Yogyakarta: NAFIRI, 1992.

    Tucker, M., Sedimentary Rocks in The Field , John Wiley & Sons, London, 2003Van Bemmelen, R.W. 1949. The Geology of Indonesia. v.IA . The Hague. Gov. Printing

    Office. Martinus Nijhoff. 732p. Amsterdam.

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    10/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    685

    Tabel 1 . Rangkuman geologi regional Pegunungan Selatan. Fokus penelitian ditandaidengan kotak putus-putus.

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    11/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    686

    Gambar 1 . Peta struktur geologi yang memotong satuan batulanau tufan di lembah SungaiTrembono. Analisis struktur geologi menggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux

    dan Sperner, 2003)

    Gambar 2. Kenampakan struktur boudinage (A), salah satu lokasi pengambilan data kekar (B), sketsa singkapan yang membuktikan waktu terbentuknya sesar (C), kekar dengan arah

    N90°E (kiri) dan N135°E (kanan) yang terisi mineral kuarsa

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    12/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    687

    Gambar 3. Diagram Rose dari 3 arah orientasi kekar pada satuan batulanau tufanmenggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux dan Sperner, 2003)

    Gambar 4. Peta struktur geologi yang memotong satuan lapili. Analisis struktur geologimenggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux dan Sperner, 2003)

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    13/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    688

    Gambar 5 . Breksi sesar pada sesar 7

    Gambar 6. Hasil analisis dinamika struktur geologi pada satuan batulanau tufan (bawah)dan satuan lapili (atas) menggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux dan Sperner,

    2003)

  • 8/19/2019 676-689 P4P-01

    14/14

    PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014

    689

    Gambar 7. Hasil analisis dinamika struktur geologi pada daerah penelitian menggunakan perangkat lunak Win-Tensor (Delvaux dan Sperner, 2003)