17
1 ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG MEMENGARUHI ANAK PUTUS SEKOLAH DAN STRATEGI MENGATASINYA 1 Rokhmaniyah, 1 Siti Fatimah, 1 Kartika Chrysti S., 2 Umi Mahmudah 1) UNS FKIP PGSD Kebumen 2) IAIN Pekalongan E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi anak putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Kebumen tahun 2020, 2) mendeskripsikan faktor yang paling dominan, 3) menganalisis dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah, 4) menemukan strategi untuk menekan anak putus sekolah. Penelitian ini merupakan penelitian mixed methods dengan model desain sequential exploratory. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 144 siswa putus sekolah yang tersebar di 7 kecamatan yaitu kec. Kebumen, kec. Karangsambung, kec. Karanggayam, kec. Puring, kec. Rowokele, kec. Sempor, dan kec. Buayan. Instrumen pengambilan data terdiri dari lembar angket, lembar observasi, lembar wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data penelitian terdiri dari dua tahap: pertama penelitian kualitatif terdiri dari data collection, data reduction, data display, and conclusions. Kedua, penelitian kuantitatif menggunakan teknik analisis Fuzzy Structural Equation Modelling (FSEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang memengaruhi angkat putus sekolah di Kabupaten Kebumen meliputi: faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Mayoritas faktor yang memengaruhi anak putus sekolah yaitu rendahnya kemampuan anak dalam berpikir; keluarga yang broken home; budaya; dan sistem zonasi; 2) Faktor yang paling dominan dalam memengaruhi anak putus sekolah di Kabupaten Kebumen adalah faktor ekonomi; 3) Dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah adalah kesulitan mencari kerja, masuk kelompok “Anak Punk” (anak bradalan), menikah usia muda dan mendapatkan penghasilan keluarga yang rendah, memperbanyak pengangguran, meresahkan masyarakat, menjadi generasi yang kurang berwawasan, mempengaruhi kualitas pendidikan, dan melemahkan sektor ekonomi; 4) Strategi untuk menanggulangi anak putus sekolah adalah menambahkan tempat dan pengelola pendidikan nonformal kejar paket A di lokasi/desa terpencil, menambahkan penyelenggaraan sekolah inklusi, memberdayakan aparat desa beserta darma wanitanya untuk aktif memberikan pengawasan dan berperan aktif mencegah/mengatasi anak putus sekolah, menambahkan subsidi pembiayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu, meningkatkan pengawasan terhadap penyaluran subsidi pembiayaan pendidikan tepat sasaran, menerbitkan peraturan desa tentang wajib belajar 9 tahun sebagai persyaratan pernikahan, sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru ditinjau ulang khususnya untuk daerah terpencil, sistem zonasi penerimaan siswa baru agar memprioritaskan kepada lingkungan penduduk terdekat satuan pendidikan, dan keterlibatan orang tua dan masyarakat akan pentingnya pendidikan anak. Kata kunci: faktor ekonomi, faktor nonekonomi, anak putus sekolah, strategi mengatasi anak putus sekolah

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

  • Upload
    others

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

1

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

MEMENGARUHI ANAK PUTUS SEKOLAH DAN STRATEGI

MENGATASINYA

1Rokhmaniyah, 1Siti Fatimah, 1Kartika Chrysti S., 2Umi Mahmudah

1)UNS FKIP PGSD Kebumen 2)IAIN Pekalongan

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi anak

putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar di Kabupaten Kebumen tahun 2020, 2) mendeskripsikan faktor yang paling dominan, 3) menganalisis dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah, 4) menemukan strategi untuk menekan anak putus

sekolah. Penelitian ini merupakan penelitian mixed methods dengan model desain sequential exploratory. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 144 siswa putus sekolah yang tersebar di 7 kecamatan yaitu kec. Kebumen, kec. Karangsambung, kec. Karanggayam, kec. Puring, kec. Rowokele, kec. Sempor, dan kec. Buayan. Instrumen pengambilan data terdiri dari

lembar angket, lembar observasi, lembar wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data penelitian terdiri dari dua tahap: pertama penelitian kualitatif terdiri dari data collection, data reduction, data display, and conclusions. Kedua, penelitian kuantitatif menggunakan teknik analisis Fuzzy Structural Equation Modelling (FSEM). Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1) Faktor-faktor yang memengaruhi angkat putus

sekolah di Kabupaten Kebumen meliputi: faktor ekonomi dan faktor nonekonomi. Mayoritas faktor yang memengaruhi anak putus sekolah yaitu rendahnya kemampuan anak dalam berpikir; keluarga yang broken home; budaya; dan sistem zonasi; 2) Faktor

yang paling dominan dalam memengaruhi anak putus sekolah di Kabupaten Kebumen adalah faktor ekonomi; 3) Dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah adalah

kesulitan mencari kerja, masuk kelompok “Anak Punk” (anak bradalan), menikah usia muda dan mendapatkan penghasilan keluarga yang rendah, memperbanyak pengangguran, meresahkan masyarakat, menjadi generasi yang kurang berwawasan,

mempengaruhi kualitas pendidikan, dan melemahkan sektor ekonomi; 4) Strategi untuk menanggulangi anak putus sekolah adalah menambahkan tempat dan pengelola

pendidikan nonformal kejar paket A di lokasi/desa terpencil, menambahkan penyelenggaraan sekolah inklusi, memberdayakan aparat desa beserta darma wanitanya untuk aktif memberikan pengawasan dan berperan aktif

mencegah/mengatasi anak putus sekolah, menambahkan subsidi pembiayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu, meningkatkan pengawasan terhadap penyaluran subsidi pembiayaan pendidikan tepat sasaran, menerbitkan peraturan desa

tentang wajib belajar 9 tahun sebagai persyaratan pernikahan, sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru ditinjau ulang khususnya untuk daerah terpencil, sistem zonasi

penerimaan siswa baru agar memprioritaskan kepada lingkungan penduduk terdekat satuan pendidikan, dan keterlibatan orang tua dan masyarakat akan pentingnya pendidikan anak.

Kata kunci: faktor ekonomi, faktor nonekonomi, anak putus sekolah, strategi mengatasi

anak putus sekolah

Page 2: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

2

PENDAHULUAN Perkembangan ilmu penge-

tahuan dan teknologi, serta perubahan lingkungan di abad XXI

semakin pesat. Kondisi tersebut memunculkan adanya dominasi

peradaban yang kemudian menyebabkan benturan. Keadaan inilah yang menuntut adanya peran

dunia pendidikan untuk membangun peradaban bangsa yang didasarkan

atas jati diri bangsa. Peran strategis pemba- ngunan

bidang pendidikan untuk

mewujudkan manusia Indonesia yang memiliki jati diri dan karakter

bangsa menjadi sangat penting. Pada periode 2010-2035, Indonesia

harus melakukan investasi besar- besaran dalam bidang pengem- bangan SDM sebagai upaya

menyiapkan generasi emas tahun 2045, satu abad kemerdekaan

Indonesia. Fondasi untuk me- nyiapkan generasi emas pada tahun

2045 adalah penyelenggaraan pendidikan dasar yang berkualitas.

Pada laporan tahunan World Ekonomi Forum (WEF) tahun 2018

yang dirilis pada hari Rabu

(17/10/2018) oleh Kompas.com dinyatakan bahwa peringkat daya

saing Indonesia naik dua peringkat ke angka 45 dari 140 negara.

Indonesi hanya unggul pada unsur pangsa pasar dengan skor 81,6 atau peringkat 8 global, jika dibandingkan

dengan Negara Singapura, Malaisia, dan Thailand. Berdasarkan laporan

WEF tersebut di atas, Indonesia belum berhasil pada banyak aspek termasuk pendidikan. Tingginya

angka putus sekolah juga menjadi penyebab menurunnya indeks daya

saing bangsa. Berdasarkan Data Pokok

Pendidikan dan Laporan individu Sekolah tahun 2019, APtS di Kabupaten Kebumen pada jenjang

SD sebanyak 73 anak. Pada jenjang SMP/MTs APtS sebanyak 99 anak.

Pada tahun 2019, anak putus sekolah pada jenjang pendidikan dasar di

Kabupaten Kebumen terjadi di 20 kecamatan dari 26 kecamatan. Angka paling tinggi di kecamatan

Rowokele, yaitu sebanyak 32 anak.

Tabel 1. Jumlah Angka Putus Sekolah Pendidikan Dasar

di Kab Kebumen Tahun 2019

(Sumber: Dinas Pendidikan Kab. Kebumen)

No Kecamatan Jml. APTs

No Kecamatan Jml. APTs

No Kecamatan Jml. APTs

1 Adimulyo 0 10 Karanggayam 25 19 Petanahan 2

2 Alian 2 11 Karangsambung 30 20 Poncowarno 0

3 Ambal 3 12 Kebumen 9 21 Prembun 2

4 Ayah 1 13 Klirong 7 22 Puring 12

5 Bonorowo 0 14 Kutowinangun 1 23 Rowokele 32

6 Buayan 16 15 Kuwarasan 2 24 Sadang 1

7 Buluspesantren 1 16 Mirit 1 25 Sempor 20

8 Gombong 8 17 Padureso 2 26 Sruweng 2

9 Karanganyar 5 18 Pejagoan 7

Page 3: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

3

Faktor putus sekolah bisa disebabkan dari faktor ekonomi dan

nonekonomi. Faktor ekonomi adalah faktor yang berkaitan dengan

keuangan, sedangkan faktor non ekonomi berkaitan dengan kondisi

kehidupan yang tidak berkaitan dengan keuangan. Faktor ekonomi misalnya tingkat kemiskinan

(pemenuhan sandang, pangan, dan papan). Faktor nonekonomi misalnya

faktor geografis (tempat tinggal yang jauh dari lokasi sekolah), kecerdasan yang rendah, motivasi rendah,

lingkungan rumah tidak mendukung, dan sebagainya. Berdasarkan hasil

survei pendahuluan di kecamatan Buluspesantren dan Kebumen pada

bulan Maret 2020, faktor penyebab anak putus sekolah antara lain karena faktor ekonomi, sistem

seleksi berdasarkan zonasi, keluarga broken home, dan rendahnya

kecerdasan. Keadaan ini harus mendapatkan perhatian yang serius

dari pemerintah daerah.

Dari uraian di atas, penting kiranya dilakukan penelitian tentang

analisis faktor-faktor yang mem- pengaruhi APtS di Kabupaten

Kebumen dan strategi cara mengatasinya. Penelitian ini akan

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi APtS di Kabupaten Kebumen secara rinci dan berusaha

menemukan strategi mengatasinya.

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kombinasi (Mixed Methods) dengan menggunakan model desain sequential exploratory.

Model desain sequential exploratory adalah metode penelitian kombinasi

yang menggabungkan metode penelitian kualitatif dan kuantitatif secara berurutan, tahap pertama

penelitian menggunakan metode kualitatif dan tahap kedua

menggunakan metode kuantitatif (Sugiyono, 2013).

Gambar 2. Desain Penelitian Metode Kombinasi Sequential Exploratory Design

(Sumber: Sugiyono, 2013)

Page 4: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

4

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 15 Juni - 30 September 2020

(3,5 bulan) yang dilaksanakan di 7 kecamatan, yaitu: Rowokele,

Sempor, Karangsambung, Kebumen, Puring, Buayan, dan Karanggayam.

Teknik sampel menggunakan teknik purposive sampling dengan pertimbangan ketujuh kecamatan

tersebut adalah kecamatan yang memiliki angka putus sekolahnya

tinggi dibandingkan dengan keca- matan lain di Kabupaten Kebumen yang lain. Selain itu, penentuan

sampel juga dengan memper- timbangkan kondisi geografis daerah

pegunungan, pantai, desa, dan kota dengan dasar pemikiran memiliki

latar belakang geografis yang berbeda. Sumber data terdiri dari 144 anak putus sekolah baik di

jenjang SD maupun SMP/MTs, kepala sekolah dan guru, orang

tua/keluarga anak putus sekolah, kepala UPT Dinas Pendidikan. Cara

pengambilan data meliputi wawan- cara, observasi, studi dokumen, FGD, dan kuesioner.

Teknik uji keabsahan penelitian kualitatif dengan triangulasi teknik

dan triangulasi sumber. Sedangkan

validitas dan reliabilitas konstruk dari indikator-indikator (item-item)

pembentuk konstruk laten dianalisis dengan Confirmatory Factor Analysis (CFA). Teknik analisis data pada tahap pertama menggunakan

menggunakan model yang dikembangkan oleh Miles and Huberman yaitu data collection, data reduction, data display, and conclusions. Sedangkan pada tahap

kedua menggunakan teknik analisis Fuzzy Structural Equation Modelling (FSEM).

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Deskripsi Umum Anak Putus Sekolah

Anak putus sekolah di Kab. Kebumen memiliki rata-rata usia sekitar 13 tahun dengan usia paling

besar adalah 19 tahun dan usia paling kecil adalah 7 tahun dengan

standar deviasi sebesar 2,41. Anak putus sekolah mayoritas berasal dari

orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan lulusan SD/MI/Paket A. Berikut adalah

gambaran umum latar belakang pendidikan orang tua anak putus

sekolah.

Gambar 4. Deskripsi Latar Belakang Pendidikan Orang Tua

Anak Putus Sekolah

28%

88,09%

6,25% 4%0%

10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

Page 5: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

5

Berdasarkan gambar 4 anak putus sekolah berasal dari latar

belakang pendidikan orang tua lulusan SD/MI/Paket A yaitu sebesar

88,09%. Sedangkan sebanyak 28% berasal dari orang tua yang tidak

mengenyam pendidikan. Latar belakang pendidikan orang tua memiliki pengaruh yang tinggi

terhadap pendidikan anak. Khan, dkk (2017) menjelaskan bahwa

rendahnya pendidikan orang tua dapat menyebabkan anak putus sekolah. Dijelaskan pula oleh Putri,

dkk (2018) yang menghasilkan temuan bahwa beberapa penyebab

anak putus sekolah adalah persepsi orang tua anak putus sekolah

tentang pendidikan formal rendah dan tingkat pendidikan formal orang tua anak putus sekolah juga rendah.

2. Faktor-Faktor yang

Memengaruhi Anak Putus Sekolah

a. Faktor Ekonomi Faktor ekonomi memengaruhi

anak putus sekolah. Faktor ekonomi

yang berkaitan dengan pekerjaan orang tua/wali siswa, pendapatan/

penghasilan per bulan, beban biaya keluarga, dan kondisi geografis

wilayah tempat tinggal dapat mengakibatkan lancar / tidaknya pembayaran uang sumbangan

pembangunan dan bulanan, ter- penuhi /tidaknya pembelian alat-alat

sekolah, terpenuhi/tidaknya uang saku, dan tuntutan untuk membantu orang tua mencari nafkah. Berkaitan

dengan indikator faktor ekonomi tersebut maka anak yang putus

sekolah lebih tertarik bekerja untuk mendapatkan uang, misalnya

membantu orang tua melakukan pekerjaan mengunduh air nira/ Nderes.

Gambar 5. Deskripsi Anak Putus

Sekolah yang Membantu dan Tidak Membantu Bekerja

Gambar 5 menunjukkan

bahwa sebanyak 45% anak yang

putus sekolah memang berusaha bekerja untuk membantu beban

ekonomi orang tua. Sedangkan berdasarkan hasil analisis angket,

meskipun masih ada orang tua yang sebenarnya mendukung anak untuk sekolah dan melanjutkan sekolah,

namun mayoritas orang tua anak putus sekolah yaitu sebanyak

84,37% mendukung anak untuk bekerja dan membantu beban perekonomian keluarga.

Gambar 6. Deskripsi Harapan

Orang Tua ke Anak Putus Sekolah

Berdasarkan hasil analisis angket, mayoritas orang tua anak putus sekolah berprofesi sebagai

petani, buruh, pedagang, dan nelayan. Gambar 7 adalah gambaran

mata pencaharian orang tua anak putus sekolah.

45%55%

0%10%20%30%40%50%60%

Berusaha BekerjaMembantu Ortu

Tidak BekerjaMembantu Ortu

84,37%

15,63%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

Mendukung anakbekerja

Mendukung anaksekolah

Page 6: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

6

Gambar 7. Deskripsi Profesi Orang Tua Anak Putus Sekolah

Sedangkan penghasilan per-

bulan dari orang tua anak putus sekolah berkisar Rp 500.000,00 - Rp

1.000.000,00. Deksripsi penghasilan orang tua anak putus sekolah secara

lengkap dapat dilihat pada gambar 8.

Gambar 8. Deskripsi Penghasilan Orang Tua Anak Putus Sekolah

Sedangkan tanggungan anak dalam keluarga mayoritas adalah

sebanyak 2-4 anak. Berikut adalah gambaran jumlah tanggungan anak

dalam keluarga yang memiliki anak putus sekolah.

Gambar 9. Deskripsi Jumlah Tanggungan Anak dalam Keluarga

Anak Putus Sekolah

b. Faktor Nonekonomi 1) Kemampuan berpikir

Kemampuan berpikir yang rendah menyebabkan anak tersebut

tidak tertarik pada pembelajaran di sekolah. Hasil pembelajaran dan tes

selalu menunjukkan pada skore yang di bawah rata-rata dan tidak mencapai kriteria ketuntasan

minimal. kemampuan berpikir yang rendah menyebabkan anak malas

berpikir dan tidak tertarik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Ia lebih senang bebas atau

berkebun tanpa beban pikiran dibandingkan sekolah. Hasil

wawancara terhadap anak yang putus sekolah akibat kemampuan

berpikinya yang rendah dinyatakan bahwa lebih senang bermain-main dibandingkan bersekolah dan

membantu orang tua dibandingkan sekolah. Hasil wawancara terhadap

gurunya dinyatakan bahwa anak yang putus sekolah karena

kemampuan berpikir, membaca ,dan menulis yang rendah. Gambar 10 adalah deskripsi anak putus sekolah

yang tidak senang belajar memerlukan pikiran.

Gambar 10. Deskripsi Anak Putus Sekolah yang Tidak

Senang Belajar Memerlukan Pikiran

Berdasarkan gambar 10

sebanyak 59% anak putus sekolah

dikarenakan tidak senang belajar yang memerlukan pikiran.

75,18%

12,50% 17,18%

31,25%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

Petani Nelayan Pedagang Buruh

41% 42,18%

14,06%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

< 500 ribu 500 ribu-1juta

1juta-2juta

29,16%

58,33%

12,50%

0,00%

10,00%

20,00%

30,00%

40,00%

50,00%

60,00%

70,00%

<2 anak 2-4 anak >4 anak

59%41%

Anak Tidak Senang Belajar Berpikir

Anak Senang Belajar Berpikir

Page 7: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

7

Berdasarkan hasil analisis, anak yang putus sekolah karena memiliki

kemampuan berpikir yang rendah juga kurang memiliki semangat

yang tinggi untuk sekolah yaitu sebanyak 59% responden, seperti

yang dapat dilihat pada gambar 11.

Gambar 11. Deskripsi Anak Putus

Sekolah yang Tidak Semangat ke Sekolah

Simic & Krstic (2017) menyebutkan faktor dalam diri anak

menjadi salah satu penyebab anak putus sekolah seperti prestasi

akademik dan motivasi belajar yang rendah. Begitu juga dijelaskan oleh Owusu-Boateng, dkk. (2015) bahwa

anak-anak cenderung akan lebih besar putus sekolah karena

ketidakmampuan mereka untuk memenuhi standar belajar di

sekolah. Rendahnya kemampuan anak dalam berpikir membuat anak merasa minder dan tidak percaya

diri. 2) Keluarga broken home

Beberapa anak putus sekolah berasal dari orang tua yang memiliki latar belakang pendidikan lulusan

SD/MI/Paket A sehingga menye- babkan orang tua untuk bekerja lebih

keras untuk mendapatkan peng- hasilan yang lebih baik. Banyak

orang tua anak putus sekolah akhirnya merantau dan memiliki keluarga baru sehingga kurang

memberi perhatian kepada anaknya

yang ditinggalkan. Ada juga yang orang tua merantau kemudian hanya

memberi perhatian terhadap anak berupa uang. Anak ditinggal dengan

pembantu yang masih saudara atau ditinggal bersama nenek/kakek.

Berdasarkan hasil analisis angket, mayoritas anak yang putus sekolah tidak tinggal bersama orang tua

secara utuh. Sebanyak 57,63% anak berasal dari lingkungan keluarga

yang telah berpisah/bercerai sehingga perhatian dari orang tua sangat minim.

McMillen Kaufman & Whitener dalam Suryadi (2014: 112)

menjelaskan bahwa perhatian orang tua, hubungan orang tua yang

kurang harmonis, dan latar belakang pendidikan orang tua sehingga menyebabkan dorongan anak

bersekolah juga rendah sehingga berpotensi untuk anak putus

sekolah. Begitu juga yang dijelaskan oleh Talakua (2018) bahwa

perhatian orang tua yang kurang dan lebih banyak tercurah pada upaya untuk memenuhi kebutuhan

keluarga dapat menyebabkan anak putus sekolah.

3) Budaya dan lingkungan Kegiatan kesenian tradisional

(misalnya kuda lumping) yang dilakukan oleh masyarakat memberikan persuasi kepada anak

usia sekolah dasar untuk bergabung. Hal ini didukung oleh orang tua/wali

anak tersebut dikarenakan sebagai tontonan tanggapan yang mendapatkan uang. Selain itu ada

juga anak yang bermalas-malas lebih tertarik bermain merpati diban-

dingkan bersekolah. Selanjutnya, budaya merantau tanpa melanjutkan

atau menyelesaikan sekolah juga berpengaruh terhadap anak untuk putus sekolah. Hal ini berkaca

kepada salah seorang di daerahnya

59%41%

Anak Tidak Semangat ke Sekolah

Anak Semangat ke Sekolah

Page 8: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

8

yang sukses menjadi pengusaha di kota besar tanpa dengan

menyelesaikan / melanjutkan sekolahnya di jenjang pendidikan

dasar. Bahkan pengusaha tersebut mampu menarik beberapa karyawan

dari desanya untuk bekerja di sana. Talakua (2018) menjelaskan

bahwa budaya dan lingkungan

masayarakat berpengaruh terhadap anak putus sekolah. Mereka

beranggapan tanpa bersekolah pun anak-anak mereka dapat hidup layak seperti anak lainnya yang

bersekolah, oleh karena di desa jumlah anak yang bersekolah lebih

banyak dan mereka dapat hidup layak maka kondisi seperti itu

dijadikan landasan dalam me- nentukan masa depan anaknya. Pandangan banyak anak banyak

rejeki membuat masyarakat di pedesaan lebih banyak mengarahkan

anaknya yang masih usia sekolah diarahkan untuk membantu orang

Tua dalam mencari nafkah. 4) Sistem Zonasi

Sistem zonasi berpengaruh

terhadap anak putus sekolah tidak mendapatkan sekolah lanjutan.

Sistem zonasi memungkinkan anak pada daerah terdekat dengan

satuan pendidikan di luar daerah tidak mendapatkan kesempatan masuk. Sedangkan untuk masuk di

sekolah daerah zonasi terlalu jauh dan sulit dijangkau.

3. Faktor Dominan yang Memengaruhi Anak Putus

Sekolah Berdasarkan hasil FGD,

Wawancara, dan observasi, dapat disimpulkan bahwa faktor dominan

anak putus sekolah di Kabupaten Kebumen adalah karena

ekonomi. Faktor ekonomi berkaitan dengan biaya yang harus

ditanggung oleh orang tua untuk membiayai hidup keluarganya

berpengaruh terhadap keber- lanjutan anaknya mengikuti pendidikan di sekolah. Walaupun

bantuan pemerintah telah diberikan, tetapi kondisi yang ada untuk

kebutuhan hidup sehari-hari kurang terpenuhi sehingga anak tersebut memilih membantu orang tua

bekerja untuk mendapatkan uang. Oleh karena itu, kadang terjadi

bantuan yang diberikan kepada anak untuk biaya sekolah tidak

digunakan sebagaimana mestinya. Hal ini diperkuat oleh Badan

Pusat Statistik yang menunjukkan

bahwa di tingkat provinsi dan kabupaten terdapat kelompok

anak-anak tertentu yang paling rentan dan sebagian besar berasal

dari keluarga miskin, sehingga tidak mampu melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya (Satiti, 2019).

Dilanjutkan oleh Kurebwa & Wilson (2015) bahwa faktor ekonomi

adalah faktor yang menjadi utama penyebab anak putus sekolah;

faktor kemiskinan menjadi faktor kedua yang dominan menyebabkan anak putus sekolah. Faktor

kemiskinan memberikan dampak bagi keberlangsungan pendidikan

anak yaitu orang tua cenderung kurang memotivasi anak-anaknya untuk ke sekolah.

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dengan menggunakan

FSEM didapatkan hasil sebagai berikut.

Page 9: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

9

Gambar 12. Model CFA Sempurna

Tabel 2 menunjukkan regression weights dari masing-masing variabel berdasarkan indikator yang mengukurnya.

Tabel 2. Regression Weights dari Masing-Masing Variabel

Estimate S.E. C.R. p-value Keterangan

EK6 <--- Ekonomi 1,000

EK5 <--- Ekonomi 1,403 0,132 10,622 0,000 Signifikan

EK4 <--- Ekonomi 1,047 0,116 9,001 0,000 Signifikan

EK3 <--- Ekonomi 0,903 0,107 8,401 0,000 Signifikan

EK2 <--- Ekonomi 1,081 0,136 7,960 0,000 Signifikan

EK1 <--- Ekonomi 0,989 0,123 8,028 0,000 Signifikan

K6 <--- Keluarga 1,000

K5 <--- Keluarga 1,327 0,190 6,966 0,000 Signifikan

K4 <--- Keluarga 1,409 0,229 6,163 0,000 Signifikan

K3 <--- Keluarga 1,334 0,214 6,239 0,000 Signifikan

K2 <--- Keluarga 1,657 0,225 7,376 0,000 Signifikan

K1 <--- Keluarga 1,377 0,205 6,712 0,000 Signifikan

S6 <--- Sekolah 1,000

S5 <--- Sekolah 1,638 0,294 5,577 0,000 Signifikan

S4 <--- Sekolah 1,595 0,292 5,471 0,000 Signifikan

S3 <--- Sekolah 0,765 0,235 3,258 0,001 Signifikan

S2 <--- Sekolah 0,431 0,205 2,109 0,035 Signifikan

S1 <--- Sekolah 1,283 0,271 4,738 0,000 Signifikan

M3 <--- Masyarakat 1,000

Page 10: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

10

Estimate S.E. C.R. p-value Keterangan

M2 <--- Masyarakat 0,961 0,125 7,714 0,000 Signifikan

M1 <--- Masyarakat 1,222 0,121 10,071 0,000 Signifikan

D4 <--- FaktorDiri 1,000

D3 <--- FaktorDiri 0,894 0,057 15,615 0,000 Signifikan

D2 <--- FaktorDiri 0,797 0,062 12,811 0,000 Signifikan

D1 <--- FaktorDiri 0,735 0,064 11,564 0,000 Signifikan

M4 <--- Masyarakat 1,141 0,123 9,271 0,000 Signifikan

Berdasarkan nilai p-value maka dapat dikatakan semua nilai estimates

dari regression weights adalah signifikan secara statistika karena p-value lebih kecil dari 0,05. Tabel 3 menunjukkan output AMOS yang mengilusitrasikan covariances antar variabel yang digunakan dalam penelitian ini.

Tabel 3. Covariances Antar Variabel

Estimate S.E. C.R. p-value Keterangan

Ekonomi <--> Keluarga 0,079 0,021 3,676 0,000 Signifikan

Keluarga <--> Sekolah 0,034 0,014 2,397 0,017 Signifikan

Ekonomi <--> Sekolah 0,024 0,014 1,754 0,079 Tidak Signifikan

Ekonomi <--> Masyarakat 0,041 0,021 1,933 0,053 Tidak Signifikan

Ekonomi <--> FaktorDiri 0,046 0,029 1,579 0,114 Tidak Signifikan

Keluarga <--> Masyarakat 0,055 0,021 2,584 0,010 Signifikan

Keluarga <--> FaktorDiri 0,109 0,032 3,424 0,000 Signifikan

Sekolah <--> FaktorDiri 0,086 0,026 3,356 0,000 Signifikan

Masyarakat <--> FaktorDiri 0,173 0,039 4,474 0,000 Signifikan

Sekolah <--> Masyarakat 0,090 0,022 4,011 0,000 Signifikan

Tabel 4. Nilai Estimasi dari Korelasi Antar Variabel Penelitian Estimate

Ekonomi <--> Keluarga 0,429

Keluarga <--> Sekolah 0,278

Ekonomi <--> Sekolah 0,181

Ekonomi <--> Masyarakat 0,185

Ekonomi <--> FaktorDiri 0,144

Keluarga <--> Masyarakat 0,271

Keluarga <--> FaktorDiri 0,364

Sekolah <--> FaktorDiri 0,402

Masyarakat <--> FaktorDiri 0,482

Sekolah <--> Masyarakat 0,619

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa antar variabel penelitian yang digunakan memiliki hubungan kausalitas yang positif. Misalkan faktor ekonomi dan keluarga memiliki korelasi sebesar 0,429. Tabel 5 menunjukkan tingkatan

pengaruh dari masing-masing variabel terhadap anak putus sekolah, yang mana disajikan dalam bentuk persentase.

Tabel 5. Tingkatan Pengaruh Masing-Masing Variabel Variabel Tingkat (%)

Ekonomi 58

Faktor Diri 55 Keluarga 51

Masyarakat 50 Sekolah 47

Page 11: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

11

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa variabel ekonomi memiliki tingkat

pengaruh yang paling besar terhadap anak putus sekolah, yaitu

sebesar 58%, diikuti oleh variabel faktor diri yaitu sebesar 55% dan

variabel keluarga sebanyak 51%. Kemudian, diikuti oleh variabel masyarakat sebanyak 50%.

Sedangkan variabel sekolah diketahui memiliki pengaruh paling

kecil terhadap anak putus sekolah, yaitu sebesar 47%.

Berdasarkan pada tabel 5, diasumsikan bahwa pengaruh suatu

variabel dikatakan sedang dalam mempengaruhi anak putus sekolah

adalah 50%, maka diasumsikan pengaruh variabel yang bawah angka 50% dikatakan rendah

sedangkan jika di atas 50% maka dikatakan tinggi. Gambar berikut

mengilustrasikan kejadian tersebut.

Gambar 13. Ilustrasi pengaruh masing-masing variabel

menggunakan Fuzzy

Gambar 13 merepre-

sentasikan fungsi pengaruh variabel penelitian terhadap anak putus

sekolah dengan interval 25 sampai 75. Dari gambar di atas juga diketahui ada 3 bagian, yaitu 1)

garis liner yang turun ke bawah dengan range 25 sampai 44

merepresentasikan tingkat rendah, 2) kurva segitiga dengan range

antara 38 sampai 44

menggambarkan tingkat sedang, dan 3) garis liner yang naik ke atas

dengan interval 57 sampai 75 menggambarkan tingkatan yang tinggi. Ilustrasi ini dalam logika

fuzzy dapat didefinisikan melalui fungsi keanggotaan (membership function) sebagai berikut:

𝜇𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ(𝑋) = {

1 𝑋 ≤ 2550 − 𝑋

50 − 2525 ≤ 𝑋 ≤ 50

0 𝑋 ≥ 50

𝜇𝑠𝑒𝑑𝑎𝑛𝑔(𝑋) =

{

0 𝑋 ≤ 38𝑋 − 38

50 − 3838 ≤ 𝑋 ≤ 50

63 − 𝑋

63 − 5050 ≤ 𝑋 ≤ 63

𝜇𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖(𝑋) = {

0 𝑋 ≤ 57𝑋 − 57

75 − 3857 ≤ 𝑋 ≤ 75

1 𝑋 ≥ 75

Page 12: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

12

Dengan demikian, dapat dibuat

kesimpulan sebagai berikut: a) Faktor ekonomi yang memiliki

tingkat pengaruh di angka 58 dapat dikatakan berada di

kategori pengaruh yang tinggi karena nilai tersebut berada pada kurva segitiga dengan

interval 57 sampai dengan 63. b) Faktor diri yang memiliki tingkat

pengaruh di angka 55 dapat dikatakan berada di kategori pengaruh yang sedang karena

nilai tersebut berada pada daerah kategori sedang.

c) Faktor keluarga yang memiliki tingkat pengaruh di angka 51

dapat dikatakan berada di kategori pengaruh yang sedang karena nilai tersebut berada

pada daerah kategori sedang. d) Faktor masyarakat yang

memiliki tingkat pengaruh di angka 50 dapat dikatakan

berada di kategori pengaruh yang sedang karena nilai tersebut berada pada daerah

kategori sedang.

e) Faktor sekolah yang memiliki

tingkat pengaruh di angka 47 dapat dikatakan berada di

kategori pengaruh yang sedang karena nilai tersebut berada

pada daerah kategori sedang. -

4. Dampak yang terjadi adanya

Anak Putus Sekolah Hasil wawancara dan

observasi terhadap dampak terjadinya anak putus sekolah diantaranya sebagai berikut:

kesulitan mencari kerja, masuk kelompok “Anak Punk” (anak

bradalan), menikah usia muda dan mendapatkan penghasilan

keluarga yang rendah, mem- perbanyak pengangguran, mere- sahkan masyarakat, menjadi

generasi yang kurang ber- wawasan, mempengaruhi

kualitas pendidikan, dan mele- mahkan sektor ekonomi Berikut adalah hasil analisis

angket mengenai dampak anak putus sekolah.

Gambar 14. Dampak Adanya Anak Putus Sekolah

40,45%

72,51%

91,20%

68,17%

89,36% 87,90% 86,94%97,50% 93%

83,81%

0,00%

20,00%

40,00%

60,00%

80,00%

100,00%

120,00%

Page 13: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

13

Berdasarkan gambar 14 dampak dari anak putus sekolah

yang paling besar adalah sebanyak 97,50% responden menyatakan

anak yang putus sekolah sulit diterima prusahaan dan sebanyak

93% menyebutkan bahwa dengan adanya anak putus sekolah mempengaruhi kualitas pendidikan.

Hasil tersebut sejalan dengan pendapat Owusu-Boateng, dkk

(2015) bahwa beberapa dampak adanya anak putus sekolah adalah siswa atau anak muda yang tidak

memiliki keterampilan dan prestasi akademik karena putus sekolah

menjadi tidak layak untuk mengambil posisi yang menantang di

masyarakat dimana masyarakat menuntut untuk memiliki kepribadian yang terdidik. Bahkan ketika anak

yang putus sekolah dipekerjakan akan mendapatkan gaji yang lebih

sedikit dan akhirnya mempengaruhi perekonomian dan pendapatan.

Owusu-Boateng, dkk (2015) juga menjelaskan bahwa dengan adanya angka putus sekolah yang tinggi

menyebabkan hancurnya masa

depan kaum muda yang cerah. Khususnya bagi anak-anak yang

memiliki kecerdasan tinggi namun terkendala biaya sekolah yang tinggi

menyebabkan anak tersebut kehilangan kesempatan untuk

menjadi anak yang lebih sukses. Kulyawan, dkk (2015) menghasilkan temuan bahwa anak yang putus

sekolah selain merugikan diri sendiri juga merugikan pada orang lain

seperti melakukan pencurian, perkelahian dan pemerasan. Selanjutnya Muamalah (2017)

menghasilkan temuan tentang dampak putus sekolah yaitu akan

memperbanyak pengangguran dan menjadi beban bagi masyarakat dan

sertanya kurangnya wawasan bagi generasi penerus.

5. Strategi Mengatasi Anak Putus Sekolah

Berdasarkan hasil wawancara selama FGD Strategi

mengatasi anak putus sekolah dapat dilihat pada skema berikut ini.

Gambar 15. Model Strategi Mengatasi/Mencegah Putus Sekolah

Keterangan: Input adalah peserta didik yang yang mau masuk sekolah. Proses; proses pembelajaran yang kondusif/berkualitas dan terkontrol. Output adalah lulusan yang berkualitas dan memiliki minat untuk melanjutkan. Outcome adalah dampat output yaitu siswa diterima di jenjang berikutnya SMP/MTs.

Page 14: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

14

Beberapa hal yang perlu dilakukan dalam mengurangi anak putus

sekolah: a. Menambahkan tempat dan

pengelola pendidikan non- formal kejar paket A dan B di

lokasi/desa terpencil b. Menambahkan penyeleng-

garaan sekolah inklusi

c. Memberdayakan aparat desa beserta darma wanitanya

untuk aktif memberikan pengawasan dan berperan aktif mencegah/mengatasi

anak putus sekolah. d. Menambahkan subsidi pem-

biayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu

e. Subsidi pembiayaan untuk keluarga yang tidak mampu menyekolahkan anaknya

agar ditambahkan dari jumlah nominal yang

diterimanya. f. Meningkatkan pengawasan

terhadap penyaluran subsidi pembiayaan pendidikan tepat sasaran dan dimanfaatkan

untuk kepentingan keber- langsungan mengikuti pendi-

dikan di sekolah. g. Memberikan bimbingan

teknis atau pelatihan kepada orang tua/wali siswa putus sekolah yang tidak mampu

tentang keterampilan untuk kreatif menambahkan peng-

hasilan keluarga melaui pembuatan produk-produk home-industri.

h. Menerbitkan peraturan desa tentang wajib belajar 9 tahun

sebagai persyaratan perni- kahan. Peraturan wajib

belajar 9 tahun sangat tepat jika diberlakukan sebagai syarat menikah.

i. Sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru

ditinjau ulang khususnya untuk daerah terpencil.

Sistem zonasi untuk daerah-daerah tertentu yang

jauh dengan lokasi satuan pendidikan untuk melanjutkan ke jenjang

SMP/MTs. j. Keterlibatan orang tua dan

masyarakat akan pentingnya pendidikan anak. Pelibatan orang tua dan masyarakat

akan pentingnya pendidikan sangat diperlukan.

Penjelasan di atas sejalan dengan Arifi, dkk (2007) bahwa

untuk menerapkan strategi yang efektif diperlukan adanya partisipasi bersama antara pemerintah,

sekolah, orang tua, dan siswa. Dilanjutkan dalam Devkota & Bagale

(2015) bahwa beberapa kegiatan yang dapat mengurangi tingkat

putus sekolah di tingkat dasar adalah: program beasiswa, memperkenalkan pendidikan alter-

natif untuk anak putus sekolah, melibatkan semua pemangku

kepentingan sistem pendidikan dasar yaitu semangat bersama dari

semua pihak baik orang tua, guru, kepala sekolah, dan petugas pendidikan serta pemerintah.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan menunjukkan bahwa:

1. Faktor-faktor yang memengaruhi angkat putus sekolah di

Kabupaten Kebumen meliputi: faktor ekonomi dan faktor

nonekonomi. Mayoritas faktor yang memengaruhi anak putus sekolah yaitu rendahnya

kemampuan anak dalam berpikir;

Page 15: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

15

keluarga yang broken home; budaya; dan sistem zonasi;

2. Faktor yang paling dominan dalam memengaruhi anak putus

sekolah di Kabupaten Kebumen adalah faktor ekonomi;

3. Dampak yang terjadi adanya anak putus sekolah adalah kesulitan mencari kerja, masuk kelompok

“Anak Punk” (anak bradalan), menikah usia muda dan

mendapatkan penghasilan ke- luarga yang rendah, memper- banyak pengangguran, mere-

sahkan masyarakat, menjadi generasi yang kurang ber-

wawasan, mempengaruhi kualitas pendidikan, dan melemahkan

sektor ekonomi; 4. Strategi untuk menanggulangi

anak putus sekolah adalah

menambahkan tempat dan pengelola pendidikan nonformal

kejar paket A di lokasi/desa terpencil, menambahkan penye-

lenggaraan sekolah inklusi, memberdayakan aparat desa beserta darma wanitanya untuk

aktif memberikan pengawasan dan berperan aktif mencegah

/mengatasi anak putus sekolah, menambahkan subsidi pem-

biayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu, mening- katkan pengawasan terhadap

penyaluran subsidi pembiayaan pendidikan tepat sasaran,

menerbitkan peraturan desa ten- tang wajib belajar 9 tahun sebagai persyaratan pernikahan, sistem

zonasi untuk penerimaan siswa baru ditinjau ulang khususnya

untuk daerah terpencil, sistem zonasi penerimaan siswa baru

agar memprioritaskan kepada lingkungan penduduk terdekat satuan pendidikan, dan

keterlibatan orang tua dan

masyarakat akan pentingnya pendidikan anak.

Saran dan rekomendasi dalam penelitian adalah:

1. Keluarga/ Orang Tua: Lebih memberikan perhatian kepada

anak-anak, menjalin komunikasi yang baik dengna anak, selalu memotivasi anak untuk selalu

semangat bersekolah dan melanjutkan pendidikan ke

jenjang yang lebih tinggi, tidak membolehkan anak untuk bekerja dalam rangka mem-

bantu kebutuhan keluarga, menjalin komunikasi yang baik

dengan sekolah dan selalu mendukung serta berperan aktif

dalam program-program di sekolah.

2. Sekolah: Membuat lingkungan

sekolah dan kelas yang lebih menyenangkan dan ramah

anak, guru selalu memotivasi anak untuk selalu giat belajar

dan semangat sekolah sampai meneruskan ke jenjang yang lebih tinggi, tidak adanya

diskrimasi terhadap siswa yang memiliki kemampuan berbeda

khususnya anak yang memiliki kemampuan rendah, membe-

rikan pendambingan dan bimbingan yang lebih kepada anak yang memiliki potensi

putus sekolah, menjalin komunikasi yang baik dengan

dinas pendidikan, masyarakat, dan orang tua anak, serta membuat program sekolah yang

mengarah pada penguatan keluarga akan pentingnya

pendidikan anak seperti adanya program parenting, membuat

program sekolah yang dapat memotivasi anak untuk selalu semangat sekolah seperti

adanya .

Page 16: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

16

3. Masyarakat dan Pemerintah Desa: Menciptakan lingkungan

masyarakat yang aman dan ramah anak, membuat

lingkungan masyarakat yang peduli akan pendidikan dengan

selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada anak-anak untuk giat belajar dan semangat

sekolah, menerbitkan peraturan desa tentang wajib belajar 9

tahun sebagai persyaratan pernikahan, membuat program desa yang berkaitan dengan

dukungan terhadap pendidikan anak seperti mematikan TV

pada pukul 18.00-21.00 WIB, menggerakkan darma wanita

untuk aktif dalam pembe- rantasan anak putus sekolah, menjalin komunikasi yang baik

dengan dinas pendidikan setempat dan tokoh-tokoh

masyarakat dalam rangka mendukung pendidikan anak

-anak. 4. Dinas Pendidikan:

Menambahkan tempat dan

pengelola pendidikan nonformal kejar paket A di lokasi/desa

terpencil, menambahkan penye- lenggaraan sekolah inklusi,

menambahkan subsidi pem- biayaan pendidikan untuk keluarga tidak mampu, mening-

katkan pengawasan terhadap penyaluran subsidi pembiayaan

pendidikan tepat sasaran dan dimanfaatkan untuk kepentingan keberlangsungan

mengikuti pendidikan di sekolah, sistem zonasi untuk

penerimaan siswa baru ditinjau ulang khususnya untuk daerah

terpencil, sistem zonasi penerimaan siswa baru agar memprioritaskan kepada

lingkungan penduduk terdekat

satuan pendidikan, menjalin kemitraan yang baik dengan

sekolah dan pemerintah desa dalam rangka mendukung

penguatan pendidikan keluarga, memaksimalkan program

keluarga harapan dan mengefektifkan kinerja Tim Pencegahan dan Penanganan

Putus Sekolah (TP3S), selalu memperbaharaui data angka

putus sekolah. DAFTAR PUSTAKA

Arifi, S., Kryeziu, V., & Neslon, K. (2007). Student Dropout Prevention and Response. Catholic Relief Services.

BPS. (2010). Statistik Pendidikan 2009. Jakarta: BPS RI.

Devkota, S.P. & Bagale, S. (2015).

Primary Education and Dropout in Nepal. Journal of Education and Practice. Vol 6 (4): 153-357.

Khan, A., Hussain, I., Suleman, Q., Mehmood, A., & Nawab, B. (2017). Causes of Students’

Dropout at Elementary Level in Southern Districts of Khyber

Pakhtunkhwa. Research on Humanities and Social Sciences. Vol 7 (23): 20-25.

Kurebwa, M. & Wilson, M. (2015). Dropouts in the primary schools,

a cause for concern: A case of Shurugwi South Resettlements

Primary Schools 2006 to 2013. International Journal of Education and Research. Vol 3

(4): 505-514. Owusu-Boateng, W., Frank, A., &

Agyekum-Emmanuel, O. (2015). The effect of school

dropout on the lives of the youth in Akim Tafo community. Global Educational Research Journal. Vol. 3(10): 346-369.

Page 17: ANALISIS FAKTOR-FAKTOR EKONOMI DAN NONEKONOMI YANG

17

Putri, A.E., Trisnaningsih, & Nugraheni, I.L. (2018). Faktor -

Faktor Penyebab Anak Putus Sekolah Jenjang Pendidikan

Dasar. Jurnal Penelitian Geografi. Vol 6 (5).

Satiti, S. (2019). Gerakan Ayo Sekolah Di Kabupaten Bojonegoro: Peningkatan

Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan Untuk Menyongsong

Bonus Demografi. Jurnal Kependudukan Indonesia. Vol. 14 (1): 77-92

Simic, N., & Krstić, K. (2017). School factors related to dropout from

primary and secondary education in Serbia – a

qualitative research. Psihološka istraživanja, Vol. XX (1) : 51-70.

Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Kombinasi (Mixed Methods). Bandung: Alfabeta.

Suryadi. (2014). Permasalahan Dan Alternatif Kebijakan Pendidikan Indonesia. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Talakua, Y. (2018). Peran Stakeholder dalam Penanganan Anak Putus Sekolah di Kota

Ambon. Spirit Publik. Volume 13 (1): 1-16.