17
ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA Choirinnisa dan Rainingsih Hardjo Program Studi Ilmu Administrasi Negara Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia [email protected] Abstrak Tugas Karya Akhir ini membahas tentang proses terbentuknya suatu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pekerja Rumah Tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau menggambarkan proses terbentuknya Permenaker No.2 Tahun 2015. Teori yang digunakan untuk menjelaskan penelitian ini antara lain kebijakan publik, sektor informal dan perlindungan tenaga kerja. Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui studi literatur/dokumen dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah formulasi Permenaker ini memiliki 3 tahapan, yakni pertama masukan-masukan dari masyarakat, kedua pembuatan draft Permenaker No.2 Tahun 2015 dan ketiga disahkannya Permenaker No.2 Tahun 2015 memfokuskan kepada lembaga penyalur. Hal ini disebabkan terdapat beberapa hal yang akan sulit diterapkan jika memfokuskan kepada PRT seperti jam kerja dan upah. Upaya pemerintah dalam melindungi pekerja rumah tangga anak telah terlihat dengan adanya pelarangan dalam permenaker ini. Namun permenaker ini masih belum cukup kuat untuk melindungi PRT dan kurang partisipatif dalam pembuatannya. Kata kunci: Formulasi Kebijakan Publik, Pekerja Rumah Tangga (PRT) Analysis of the Process of Formation of Regulation No.2/2015 about Domestic Workers from the Ministry of Employment of the Republic Indonesia Abstract This minor thesis discusses about the process of formation of Regulation No.2/2015 about Domestic Workers, from the Ministry of Employment of the Republic Indonesia. This research aims to explain or describe the formation process of Permenaker 2 2015. The theories used to explain this research include public policy, the informal sector, and labor protection. The methods of this thesis using qualitative approach of data collection, using the study of literature or documents and in-depth interviews. The results of this study is the formulation of Ministry of Employmemt Regulation has three steps, the first is input from the public, the second is the drafting of Permenaker No.2/2015, and the third is legalization of Permenaker No.2/2015 that focused on the distributor of domestic workers. This is due to there are some things that would be difficult to implement if the focus to domestic workers such as working hours and wages. Government efforts to protect child domestic workers have been seen by the prohibition in this Ministrial Regulation. However this regulation from the Ministry of Employment of the Republic Indonesia is still not strong enough to protect domestic workers and less participative in the making. Key words: Policy Formulation, Domestic Workers (PRT) Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

  • Upload
    others

  • View
    16

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN

2015 TENTANG PERLINDUNGAN PEKERJA RUMAH TANGGA

Choirinnisa dan Rainingsih Hardjo

Program Studi Ilmu Administrasi Negara Departemen Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia

[email protected]

Abstrak

Tugas Karya Akhir ini membahas tentang proses terbentuknya suatu Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pekerja Rumah Tangga. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan atau menggambarkan proses terbentuknya Permenaker No.2 Tahun 2015. Teori yang digunakan untuk menjelaskan penelitian ini antara lain kebijakan publik, sektor informal dan perlindungan tenaga kerja. Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode pengumpulan data melalui studi literatur/dokumen dan wawancara mendalam. Hasil penelitian ini adalah formulasi Permenaker ini memiliki 3 tahapan, yakni pertama masukan-masukan dari masyarakat, kedua pembuatan draft Permenaker No.2 Tahun 2015 dan ketiga disahkannya Permenaker No.2 Tahun 2015 memfokuskan kepada lembaga penyalur. Hal ini disebabkan terdapat beberapa hal yang akan sulit diterapkan jika memfokuskan kepada PRT seperti jam kerja dan upah. Upaya pemerintah dalam melindungi pekerja rumah tangga anak telah terlihat dengan adanya pelarangan dalam permenaker ini. Namun permenaker ini masih belum cukup kuat untuk melindungi PRT dan kurang partisipatif dalam pembuatannya.

Kata kunci: Formulasi Kebijakan Publik, Pekerja Rumah Tangga (PRT)

Analysis of the Process of Formation of Regulation No.2/2015 about Domestic Workers from the Ministry of Employment of the Republic Indonesia

Abstract

This minor thesis discusses about the process of formation of Regulation No.2/2015 about Domestic Workers, from the Ministry of Employment of the Republic Indonesia. This research aims to explain or describe the formation process of Permenaker 2 2015. The theories used to explain this research include public policy, the informal sector, and labor protection. The methods of this thesis using qualitative approach of data collection, using the study of literature or documents and in-depth interviews. The results of this study is the formulation of Ministry of Employmemt Regulation has three steps, the first is input from the public, the second is the drafting of Permenaker No.2/2015, and the third is legalization of Permenaker No.2/2015 that focused on the distributor of domestic workers. This is due to there are some things that would be difficult to implement if the focus to domestic workers such as working hours and wages. Government efforts to protect child domestic workers have been seen by the prohibition in this Ministrial Regulation. However this regulation from the Ministry of Employment of the Republic Indonesia is still not strong enough to protect domestic workers and less participative in the making.

Key words: Policy Formulation, Domestic Workers (PRT)

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 2: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Pendahuluan Di Indonesia saat ini terdapat 10.744.887 orang yang berprofesi sebagai pekerja rumah

tangga (PRT) (gresnews.com, 2012). Hampir 90 persen pekerja rumah tangga di Indonesia

adalah perempuan (Hasil wawancara dengan Ibu Lita, Ketua Koordinator Jaringan Nasional

Advokasi PRT, 2015). Mayoritas PRT umumnya berusia di bawah 30 tahun dan berasal dari

daerah pedesaan, dimana fasilitas pendidikan dan kesempatan kerja terbatas (ILO-IPEC dalam

Hidayati, 2011). Beberapa faktor yang melatarbelakangi mengapa seseorang menjadi pekerja

rumah tangga (PRT) selain pendidikan yang rendah yaitu faktor ekonomi yang menjadi

pendorong PRT disamping itu karena alasan dan tidak mau disebut sebagai pengangguran.

Sulitnya mendapatkan pekerjaan di sektor formal karena orang tersebut tidak memiliki

keterampilan yang dibutuhkan oleh sektor formal, karena di ajak teman, dan tidak kalah

penting karena faktor rendahnya pendidikan serta alasan lainnya (batampos.co.id, 2015).

Mengingat banyak wanita yang bekerja sebagai PRT, maka diperlukan peraturan

perlindungan PRT, karena PRT di Indonesia rentan mengalami kekerasan, diskriminasi dan

eksploitasi dalam pekerjaannya. Hal ini disebabkan masih adanya kekosongan hukum yang

melindungi PRT baik di tingkat nasional dan lokal (ugm.ac.id, 2011). Aida Milasari, Wakil

Ketua Jaringan Advokasi untuk Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (JALA PRT)

mengatakan bahwa 50 persen PRT di Indonesia mengalami perlakuan kekerasan dan

pelecehan dari majikannya (nasional.tempo.co, 2014). Hal ini dibuktikan dengan grafik dari

data kekerasan terhadap PRT tahun 2012-2015.

Grafik1.1 Data Kekerasan Terhadap PRT Tahun 2012- Sept 2015

Sumber : JALA PRT, 2015

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 3: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Berdasarkan grafik di atas, banyak terjadinya kekerasan terhadap PRT yang berlangsung

sejak tahun 2012 hingga tahun 2015. Pada tahun 2012 kasus kekerasan yang terjadi pada PRT

yaitu sebanyak 327 kasus. Kemudian pada tahun 2013 terdapat 336 kasus kekerasan PRT.

Pada tahun 2014 sendiri kasus kekerasan terhadap PRT sebanyak 408 kasus, dan di tahun

berikutnya yaitu tahun 2015 terdapat 376 kasus yang terjadi di Indonesia.

Permasalahan yang banyak terjadi pada Pekerja Rumah Tangga (PRT) tidak hanya

menjadi perhatian bagi Indonesia saja melainkan juga menjadi perhatian dunia. Hal ini terlihat

dengan adanya Konvensi International Labour Organization (ILO) 189 mengenai kerja layak

bagi pekerja rumah tangga. Konvensi ini telah diadopsi oleh Indonesia sejak 16 Juni 2011.

Konvensi ini membahas mengenai perlindungan khusus kepada pekerja rumah tangga (PRT).

Konvensi ini membahas mengenai perlindungan khusus kepada pekerja rumah tangga (PRT).

Konvensi ini menetapkan standar minimal untuk pekerja rumah tangga yaitu hak-hak dasar

pekerja rumah tangga, informasi mengenai syarat dan ketentuan kerja, jam kerja, pengupahan,

keselamatan dan kesehatan kerja, jaminan sosial, standar mengenai pekerja rumah tangga

anak, standar mengenai pekerja tinggal di dalam, standar mengenai PRT migran, agen

ketenagakerjaan swasta dan penyelesaian perselisihan, pengaduan, penegakan (Kovensi ILO

189, 2011).

Lebih lanjut, mengingat bahwa mayoritas PRT di Indonesia yang didominasi kaum

perempuan. Indonesia juga mengadopsi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi

terhadap Perempuan (Convention on the Elimination of all Forms of Discrimination Against

Women - CEDAW). Indonesia telah meratifikasi konvensi tersebut melalui Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Penghapusan Segala

Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita. Konvensi CEDAW ini menetapkan secara universal

prinsip-prinsip persamaan hak antara laki-laki dan perempuan. Konvensi ini menetapkan

persamaan hak untuk perempuan, terlepas dari status perkawinan mereka, di semua bidang –

politik, ekonomi, sosial, budaya dan sipil. Konvensi mendorong diberlakukannya perundang-

undangan nasional yang melarang diskriminasi dan mengadopsi tindakan-tindakan khusus-

sementara untuk mempercepat kesetaraan de facto antara laki-laki dan perempuan, termasuk

merubah praktek-praktek kebiasaan dan budaya yang didasarkan pada inferioritas atau

superioritas salah satu jenis kelamin atau peran stereotipe untuk perempuan dan laki-laki

(Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuasn {CEDAW},

1984).

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 4: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Dengan telah diratifikasinya Konvensi CEDAW dan telah diadopsinya Konvensi ILO

189 di Indonesia, Menteri Ketenegakerjaan, Bapak Hanif Dhakiri, mengeluarkan Peraturan

Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja

Rumah Tangga (PRT) sebagai wujud peran negara/pemerintah dalam melindungi PRT.

Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 berisi mengenai kebijakan perlindungan terhadap PRT

dengan berisikan syarat-syarat untuk menjadi PRT dan syarat-syarat bagi lembaga penyalur

pekerja rumah tangga (LPPRT). Secara tidak langsung dengan terbentuknya Permenaker

Nomor 2 Tahun 2015 yang merupakan kebijakan pertama untuk melindungi pekerja rumah

tangga (PRT) di Indonesia diharapkan dapat menuntaskan permasalahan terkait pekerja rumah

tangga (PRT).

Tinjauan Teoritis

Kebijakan Publik

Birkland (2001, hal.132) mendefinisikan kebijakan sebagai pernyataan pemerintah apa

yang diperuntukkan untuk dilakukan dan tidak boleh dilakukan, seperti hukum, peraturan,

kebiasaan, keputusan atau perintah ataupun perpaduan dari kesemuanya. Kebijakan pada

intinya merupakan keputusan-keputusan atau pilihan-pilihan tindakan yang secara langsung

mengatur pengelolaan dan pendistribusian sumber daya alam, finansial, dan manusia demi

kepentingan publik, yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atau warga negara.

Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromi, atau bahkan kompetisi antara

berbagai gagasan, teori, ideologi, dan kepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik

suatu negara (Suharto, 2008, hal.3).

Definisi lainnya, menurut Charles O. Jones, istilah kebijakan (policy term) digunakan

dalam praktek sehari-hari namun digunakan untuk menggantikan kegiatan atau keputusan

yang sangat berbeda. Istilah ini sering dipertukarkan dengan tujuan (goals), program,

keputusan (decisions), standard, proposal, dan grand design (Jones, 1984, hal.25). Sementara

menurut Anderson, istilah kebijakan atau policy digunakan untuk menunjuk perilaku seorang

aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau

sejumlah aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu (Anderson, 1969, hal.4). Definisi

kebijakan lainnya datang dari Eyestone, secara luas kebijakan publik dapat didefinisikan

sebagai hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya (Eyestone, 1971, hal.18).

Menurut Thomas R. Dye ( 1975 dalam Widodo, 2007, hal.13) mengenai kebijakan

publik sebagai “whatever governments choose to do or not to do”, yang mana kebijakan

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 5: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

publik sebagai apapun yang pemerintah pilih untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.

Berkaitan dengan hal tersebut, David Easton (dalam Waluyo, 2007, hal.41) mengemukakan

bahwa kebijakan publik sebagai pengalokasiannilai-nilai secara paksa kepada seluruh anggota

masyarakat. Maksudnya dalam hal ini adalah bahwa hanya pemerintahlah yang secara sah

dapat berbuat sesuatu pada masyarakatnya dan pilihan pemerintah untuk melakukan sesuatu

atau tidak melakukan seuatu tersebut, diwujudkan dalam pengalokasian nilai-nilai kepada

masyarakat. Dye yang dikutip Young dan Quinn (2002, hal.5) memberikan definisi kebijakan

publik secara luas, yakni sebagai “a purposive course of action followed by an actors in

dealing with a problem or matter of concern.” , yang merupakan serangkaian tindakan yang

memiliki tujuan yang dilakukan oleh aktor dalam menghadapi masalah atau hal yang menjadi

perhatian. Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas yang dilakukan didalam

proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Proses analisis kebijakan ini dijalankan

agar dalam membuat suatu kebijakan dapat di implementasikan dengan baik. Kemudian

proses ini diatur menurut urutan waktu yaitu dimulai dari penyusunan agenda, formulasi

kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan.

Formulasi Kebijakan Publik

Formulasi kebijakan merupakan suatu permulaan dari kebijakan. Jones (1996, hal.38)

berpendapat bahwa formulasi berasal dari kata formula yang berarti pengembangan suatu

rencana, metode atau rumus dalam rangka menyelesaikan suatu permasalahan. Widodo (2007,

hal.43) mengemukakan, tahap formulasi kebijakan (policy formulation) ini merupakan

tahapan yang sangat penting untuk menentukan tahapan berikutnya dalam proses kebijakan

publik. Melalui sumber yang sama dikatakan manakala proses formulasi tidak dilakukan

secara tepat dan komprehensif, hasil kebijakan yang diformulasikan tidak akan dapat

mencapai tataran optimal. Artinya, dapat menjadi kebijakan tadi akan sulit

diimplementasikan, bahkan tidak dapat diimplementasikan (unimplementable).

Perumusan masalah adalah hal yang terpenting dalam proses formulasi kebijakan,

karena inti dari proses formulasi kebijakan yaitu menemukan pokok dari permasalahan. Pada

proses ini ditentukannya batas-batas kebijakan adalah menemukan pokok dari permasalahan

(Nugroho, 2004, hal. 101). Oleh karena itu, pada tahap formulasi kebijakan perlu dilakukan

analisis secara komprehensif agar diperoleh kebijakan publik yang betul-betul dapat

diimplementasikan, dan dapat mencapai apa yang menjadi tujuan dan sasarannya, dan mampu

memecahkan masalah publik yang mengemuka di masyarakat (Widodo, 2007, hal.44).

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 6: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Dalam formulasi kebijakan terdapat beberapa alternatif dalam bagaimana kebijakan-

kebijakan dirumuskan. Menurut Lester (2000, hal.94) alternatif perumusan kebijakan adalah

The Rational-Comprehensive Model, The Incremental Model, dan System Model. Berikut

penjelasan dari alternatif perumusan kebijakan tersebut.

a. The Rational-Comprehensive Model

Sebuah model yang dikenal sebagai pembuat kebijakan adalah model rasional

keseluruhan yang dimana secara utama berasumsi pada setiap individu membuat

keputusan berdasarkan perhitungan secara harga dan keuntungan yang rasional.

Pemilihan model kebijakan ini biasanya mengikuti beberapa komponen di bawah ini:

1. Pembuat kebijakan berhadapan dengan masalah yang dipisahkan dengan masalah

yang lain atau setidaknya mempertimbangkan secara penuh dalam perbandingan

kedua masalah tersebut.

2. Tujuan-tujuan, nilai-nilai atau sasaran yang memandu pembuat kebijakan yang

diklarifikasikan dan diurutkan berdasarkan kebutuhan mereka.

3. Penyiapan suatu kumpulan kebijakan alternatif yang lengkap untuk setuju dengan

masalah.

4. Konsekuensi (harga dan manfaat, keuntungan dan ketidak untungan) akan

mengikuti pemilihan setiap pemeriksaan penyelidikan.

5. Setiap alternatif, dan konsekuensi kehadiran, dapat dikalkulasikan dan

dibandingkan dengan alternatif lain.

6. Pembuat kebijakan memilih alternatif yang memaksimalkan pencapaian tujuan,

nilai, dan sasaran mereka.

b. The Incremental Model

The Incremental Model melihat perumusan kebijakan publik sebagai kelanjutan dari

aktifitas pemerintahan yang lalu dengan hanya beberapa sedikit tambahan. Desakan

waktu, kecerdasan, dan ongkos mencegah pembuat kebijakan dari pengidentifikasian

keseluruhan alternatif kebijakan dan konsekuensi mereka. Incrementalisme merupakan

cara pandang yang kolot dalam program, kebijakan dan pengeluaran yang ada dan yang

di kenal sebagai dasar perhatiannya terkonsentrasi pada program baru dan kebijakan,

dan dalam peningkatan atau penurunan atau modifikasi dalam program atau kebijakan

yang ada. Kunci asumsi dasar dari model ini adalah pembuat keputusan tidak memiliki

kapabilitas prediksi yang cukup untuk mengetahui semua konsekuensi setiap alternatif;

Pembuat keputusan menerima keputusan yang legal dari kebijakan sebelumnya; Ongkos

yang berkurang mencegah pertimbangan yang serius terkait semua alternatif kebijakan

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 7: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

dan khususnya semua perubahan drastis dalam kebijakan; The Incremental Model

mengurangi konflik dan kemanfaatan yang pantas dalam politik; Karakteristik pembuat

keputusan sendiri lebih cocok di model tambahan, bahwa manusia bukanlah penambah

nilai atau norna, tetapi, lebih ke pemberi kepuasan, bertindak hanya sekedar memuaskan

di beberapa keperluan. Demikian, ketidak adanya nilai masyarakat yang disetujui,

sebuah kepemerintahan yang pluralis terikat pada keseluruhan kebijakan merencanakan

semua tujuan kebijakan secara spesifik.

c. System Model

System Model ini dikembangkan oleh ahli biologi dan kemudian diaplikasikan di politik

oleh David Easton. David Easton menyatakan bahwa perumusan kebijakan publik

dipengaruhi permintaan untuk kebijakan yang baru atau dukungan untuk kebijakan yang

masih berlaku. Pada intinya, model David Easton tentang perumusan kebijakan bahwa

permintaan dikonversikan oleh proses sistem politik, contohnya legislatif, pengadilan,

dan lain-lain yang menghasilkan kebijakan atau keputusan dan kebijakan ini

memberikan dampak, baik pada sistem politik dan lingkungan dimana kebijakan

tersebut belaku. Permintaan berasal dari dalam sistem seperti partai politik, atau

kelompok kepentingan, dam diluar sistem seperti ekology, ekonomi, kebudayaan, dan

demografi. Menurut Easton, dukungan terhadap kebijakan publik merupakan tindakan

yang membantu sistem politik beroperasi dan membantu sistem tersebut untuk tetap

berjalan. Dukungan diberikan dari 3 arah, yaitu komunitas politik, rezim yang berlaku,

dan pemerintahan itu sendiri. Sistem politik menghasilkan dukungan dengan cara

memenuhi permintaan dari pemerintah dan dengan sosialisasi politik. Keputusan politik

atau kebijakan publik mendapatkan dukungan ketika mereka dapat memenuhi

permintaan atau disaat mereka merasa pemerintah mendukung kepentingan mereka.

Disisi lain, ketidakmampuan pemerintah dalam mengeluarkan hasil yang memuaskan

untuk anggota suatu sistem dapat membuat permintaan untuk perubahan rezim atau

pembubaran komunitas politik.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan untuk

mendapatkan informasi-informasi atau keterangan-keterangan mengenai proses terbentuknya

Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga oleh

Kementerian Ketengakerjaan RI. Teknik pengumpulan data penelitian ini yaitu penelitian

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 8: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

lapangan dilakukan dengan studi kepustakaan dan wawancara mendalam. Dalam penelitian

ini, peneliti menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan

dengan cara wawancara mendalam dengan pegawai dari pihak Kementerian Ketenagakerjaan

RI yaitu Bapak Heri Tomson dan Bapak Hendry Wijaya serta dari pihak JALA PRT yaitu Ibu

Aida Milasari, serta data sekunder dilakukan melalui pengumpulan data dari pihak

Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia dan JALA PRT.

Hasil Penelitian

Formulasi Terbentuknya Permenaker Nomor 2 Tahun 2015

Perlindungan yang diberikan terhadap pekerja rumah tangga di Indonesia telah diatur

dalam Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015. Berikut merupakan tahap-

tahap dibentuknya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 2 Tahun 2015.

Gambar 3.1 Tahap-tahap dibentuknya Permenaker Nomor 2 Tahun 2015

Sumber : Hasil Olahan Peneliti, 2016

Masukan / rekomendasi dari masyarakat

Banyak isu-isu mengenai pekerja rumah tangga yang tersebar di beberapa daerah di

Indonesia. Isu-isu terkait pekerja rumah tangga sendiri timbul disebabkan permasalahan yang

dialami oleh PRT seperti mengenai jam kerja PRT, gaji yang rendah atau tidak dibayarkan,

kekerasan fisik, dan masih terdapat beberapa permasalahan yang menimpa pekerja rumah

tangga di Indonesia (icjr.or.id,2012). Isu mengenai jam kerja PRT, menurut data ILO

menunjukkan 45 persen PRT diseluruh dunia tak mempunyai hari libur yang cukup

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 9: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

(nasional.tempo.co,2013). Selain mengenai isu jam kerja PRT, terdapat pula isu mengenai

gaji PRT. Menurut Sayuti sebagai koordinator aksi, sekitar 25 persen PRT di Yogyakarta

tidak mendapatkan gaji yang layak (nasional.tempo.co, 2013). Isu selanjutnya mengenai PRT

yaitu kekerasan fisik yang dialami oleh PRT. Kekerasan fisik tersebut seperti menginjak kaki

PRT, menendang, menjambak rambut PRT hingga botak, bahkan sang majikan mengancam

menggunakan golok (metro.tempo.co, 2013). Kemudian terdapat isu pelecehan seksual yang

ditimpa oleh para PRT. Selama empat bulan kerja dengan majikannya, PRT tersebut

mengalami pelecehan seksual seperti diraba, difoto tanpa busana, dan lain-lain

(news.liputan6.com, 2013).

Banyaknya isu-isu tersebut membuat banyaknya masukan dari masyarakat dan LSM

mengenai perlindungan PRT. Hal ini menjadi awal tahap dibentuknya Permenaker Nomor 2

Tahun 2015.Dalam pembuatan Permenaker no.2 tahun 2015, masukkan-masukkan yang

digunakan adalah masukkan-masukkan yang sebelumnya digunakan untuk pembuatan

Undang-Undang yang ditampung oleh JALA PRT dan dalam perumusannya tidak

mengikutsertakan LSM-LSM yang berkaitan sehingga dalam pembuatan Permenaker No.2

Tahun 2015 tidak partisipatif.

Pembuatan draft Permenaker No.2 Tahun 2015

Berdasarkan dari masukkan yang telah dijelaskan sebelumnya, pihak Kementerian

Ketenagakerjaan kemudian membuat konsep dalam bentuk draft. Pembuatan draft ini

melibatkan pihak-pihak terkait seperti Bagian Hukum dan Kerjasama Luar Negeri (HKLN)

Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja (Binapenta), Bagian Hukum dan

Kerjasama Luar Negeri (HKLN) Direktorat Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial (PHI)

dan Biro Hukum.

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 2 Tahun 2015 berlandaskan pada

Undang-Undang No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah

No.38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah

Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, serta Keputusan Presiden Nomor

121 Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja

Periode 2014-2019. Permenaker ini menggunakan beberapa peraturan sebelumnya dengan

beberapa alasan. Pada Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah,

pihak Kementerian Ketenagakerjaan menggunakan undang-undang ini dijadikan landasan

dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 disebabkan dalam melakukan pengawasan terhadap

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 10: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

lembaga penyalur didaerah-daerah yaitu provinsi yang dimana diawasi oleh kabupaten/kota.

Oleh karena itu, permenaker ini menggunakan Undang-Undang No.23 Tahun 2014 sebagai

landasannya.

Selain itu, Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 menggunakan Peraturan Pemerintah No.38

Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, dan Keputusan Presiden Nomor 121

Tahun 2014 tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja

Periode 2014-2019. Hal ini disebabkan pada Peraturan Pemerintah No.38 Tahun 2007 agar

jelas pembagian tugas dan wewenang antara provinsi dan daerah dalam permenaker ini

supaya tidak terjadi tumpang tindih wewenang. Sedangkan, pada Keputusan Presiden Nomor

121 Tahun 2014, pihak Kementerian Ketenagakerjaan menggunakannya sebagai landasan

dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 menjelaskan bahwa Kementerian Ketenagakerjaan

ini mempunyai landasan hukum di dalam pembentukannya sehingga mereka berhak membuat

permenaker.

Pembahasan draft Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 2 Tahun 2015

memfokuskan pada lembaga penyalur PRT. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal yang

menyebabkan Permenaker ini memfokuskan pada lembaga penyalur PRT, yakni jam kerja

dan tempat tinggal. Pertama adalah dari segi jam kerja. Mengenai waktu kerja, ketentuan

dalam UU Ketenagakerjaan yang terdapat dalam Pasal 77 dapat digunakan sebagai

perbandingan, yaitu:

a. 7 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 6 hari kerja dalam 1 minggu; atau

b. 8 jam 1 hari dan 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu.

Ketentuan mengenai waktu kerja ini perlu dilihat terkait adanya wacana memberlakukan

hari libur bagi PRT, dimana dalam UU Ketenagakerjaan bagi pengusaha yang

mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja harus membayar upah kerja lembur dan

harus memenuhi syarat berikut:

1. Terdapat persetujuan pekerja/buruh yang bersangkutan; dan

2. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling banyak 3 jam dalam 1 hari dan 14

jam dalam 1 minggu.

Seperti yang diketahui, PRT di Indonesia sendiri bekerja lebih dari tujuh jam sehari.

Apabila mengacu kepada UU Ketengakerjaan, jika PRT bekerja lebih dari tujuh jam maka

para pengguna PRT harus membayar uang lembur mereka dengan ketentuan yang telah

ditetapkan. Dengan begitu hal ini akan memberatkan para pengguna PRT.

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 11: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Selain mengenai jam kerja, hal yang menyebabkan pembahasan draft memfokuskan

kepada lembaga penyalur PRT yaitu tempat tinggal. Tempat tinggal ini masih berkaitan

dengan jam kerja bagi pekerja rumah tangga. Pekerja rumah tangga tidak hanya bekerja

didaerah dimana mereka tinggal, tetapi juga ada pekerja rumah tangga yang bekerja diluar

daerah. Jika pekerja rumah tangga bekerja didaerah dimana PRT tersebut tinggal maka saat

mereka telah menyelesaikan pekerjaannya mereka dapat pulang ke rumahnya, tetapi jika

pekerja rumah tangga yang bekerja diluar daerah hal ini tidak memungkinkan mereka untuk

pulang sehingga mereka membutuhkan tempat tinggal. Kemudian jika pekerja rumah tangga

yang tinggal dengan pemberi kerja tetap di anggap sebagai waktu kerja lembur. Sedangkan

menurut UU Ketenagakerjaan maksimal hanya tiga jam dalam sehari. Hal ini bertentangan

dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Dalam menjalankan pekerjaan, PRT masuk dalam

situasi pekerjaan yang tidak memiliki norma-norma hukum selayaknya pekerja formal,

sehingga tidak ada pengawasan dari instansi terkait. Oleh karena itu, Permenaker ini lebih

memfokuskan kepada lembaga penyalur PRT. Pemerintah ingin melindungi PRT dari

penyalur-penyalur yang tidak bertanggung jawab atas PRT yang telah disalurkannya.

Pada Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 ini tidak menggunakan Undang-Undang

Ketenagakerjaan. Hal ini disebabkan jika menggunakan Undang-Undang Ketenagakerjaan

maka dalam permenaker ini harus memuat peraturan mengenai jam kerja, upah, cuti dan

lembur PRT, sedangkan hal tersebut jika diatur dalam permenaker ini akan sulit. Oleh karena

itu dalam permenaker ini tidak menggunakan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Pada

pembuatan permenaker mengenai perlindungan PRT ini ada beberapa kendala yang dihadapi.

Permenaker ini tidak dapat sepenuhnya mengatur tentang PRT karena seperti yang telah

dijelaskan sebelumnya bahwa untuk mengatur jam kerja dan upah PRT itu susah untuk diatur

karena itu hanya perjanjian antara si pengguna PRT dan PRT. Kemudian untuk mengatasi

proses penyelisihan antara si pengguna PRT dan PRT akan susah diatur jika hanya

menggunakan peraturan menteri. Hal ini disebabkan dalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2015

terkait dengan sanksi yang diberikan hanya menggunakan sanksi administratif. Sanksi

administratif tersebut berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh

kegiatan usaha lembaga penyalur PRT dan pencabutan izin oleh Gubernur.

Disahkannya Permenaker No.2 Tahun 2015

Setelah menyusun draft tersebut, dibuatlah hal-hal yang akan menjadi isi dari

permenaker tersebut. Kemudian setelah semuanya setuju dengan isi dari draft permenaker

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 12: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

tersebut akan diparaf oleh Sekjen dan ditandatangani oleh Menteri Ketenagakerjaan. Setelah

draft permenaker tersebut ditandatangani, draf tersebut dikirim ke Kementerian Hukum dan

HAM untuk dimasukkan dalam berita acara negara.

Analisis Proses Terbentuknya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 2 Tahun

2015

Peraturan Menteri Ketengakerjaan RI Nomor 2 Tahun 2015 ditetapkan pada tanggal 19

Januari 2015. Peraturan menteri ini bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap

pekerja rumah tangga (PRT) dengan tetap menghormati kebiasaan, budaya, dan adat istiadat

setempat. Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 memfokuskan pada lembaga penyalur PRT

namun terdapat pula penjelasan mengenai PRT dan pengguna. Berikut merupakan rangkuman

isi dari Permenaker Nomor 2 Tahun 2015.

Tabel 3.1

Rangkuman Isi Permenaker Nomor 2 Tahun 2015

No Terkait Mengenai

1 Pekerja Rumah Tangga;

terdapat dalam Bab 2, pasal

4-8

• Persyaratan PRT. (Pasal 4)

• PRT dan Pengguna PRT wajib

membuat perjanjian kerja tertulis atau

lisan yang memuat hak dan kewajiban

yang dapat dipahami oleh kedua belah

pihak serta diketahui oleh ketua RT.

(Pasal 5 dan Pasal 6)

• Hak dan kewajiban dari PRT. (Pasal 7

dan Pasal 8)

2 Pengguna Pekerja Rumah

Tangga; terdapat dalam Bab

3, pasal 9-11

• Persyaratan Pengguna PRT. (Pasal 9)

• Hak dan kewajiban dari Pengguna PRT.

(Pasal 10 dan Pasal 11)

3 Lembaga Penyalur Pekerja

Rumah Tangga; terdapat

dalam Bab 4-6, pasal 12-27

• Lembaga Penyalur PRT yang akan

menyalurkan PRT wajib memiliki Surat

Izin Usaha Lembaga Penyalur PRT

(SIU LPPRT) dari Gubernur atau

pejabat yang ditunjuk. (Pasal 12-25)

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 13: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

• Lembaga Penyalur PRT diberi

pembinaan dan pengawasan oleh

Gubernur atau pejabat yang

ditunjuk.(Pasal 26)

• Sanksi administratif yang akan

dikenakan kepada LPPRT yang

melanggar berupa peringatan tertulis,

penghentian sementara sebagian atau

seluruh kegiatan usaha LPPRT dan

pencabutan izin. (Pasal 27) Sumber : Olahan Peneliti, 2016

Pada pekerja rumah tangga, di peraturan menteri ini berisikan mengenai persyaratan PRT

seperti memiliki dokumen identitas diri, minimal berusia 18 tahun dan mendapat izin dari

suami atau istri bagi PRT yang sudah berkeluarga. Lebih lanjut, pengguna dan PRT wajib

membuat perjanjian kerja tertulis atau lisan yang memuat hak dan kewajiban yang dapat

dipahami oleh kedua belah pihak serta diketahui oleh ketua RT. Kemudian berisikan

mengenai hak dan kewajiban dari PRT. Pada pengguna PRT, peraturan menteri ini

menjelaskan mengenai persyaratan pengguna seperti mempunyai penghasilan yang tetap,

memiliki tempat tinggal yang layak, dan sehat jasmani dan rohani. Kemudian berisikan

mengenai hak dan kewajiban dari pengguna PRT.

Pada lembaga penyalur PRT, peraturan menteri ini menuliskan bahwa lembaga penyalur

PRT yang akan menyalurkan PRT wajib memiliki Surat Izin Usaha Lembaga Penyalur PRT

(SIU LPPRT) dari Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. Jika ingin memperoleh SIU-LPPRT

harus mengajukan permohonan secara tertulis dan melampirkan beberapa copy surat-surat

penting seperti akte pendirian dan/atau perubahan badan usaha, anggaran dasar, surat

keterangan domisili perusahaan, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), bukti kepemilikan

sarana dan prasarana, bagan struktur organisasi dan personil serta rencana kerja minimal satu

tahun. SIU-LPPRT memiliki jangka waktu paling lama lima tahun dan dapat diperpanjang

untuk jangka waktu paling lama lima tahun. Lembaga penyalur PRT wajib memberikan

laporan mengenai jumlah dan data PRT yang disalurkan kepada Gubernur atau pejabat yang

ditunjuk. Kemudian Gubernur atau pejabat yang ditunjuk melaporkan jumlah LPPRT dan data

PRT di wilayahnya kepada Menteri setiap enam bulan.

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 14: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Lembaga Penyalur PRT diberi pembinaan dan pengawasan oleh Gubernur atau pejabat

yang ditunjuk. Pembinaan dan pengawasan ini meliputi pendataan jumlah LPPRT dan jumlah

PRT yang disalurkan, penertiban perizinan dan evaluasi kinerja LPPRT, pelayanan perizinan

LPPRT melalui sistem online agar mudah diakses oleh publik, penguatan jejaring pengawasan

sampai tingkat lingkungan rukun tetangga dalam rangka pembinaan dan pencegahan terhadap

timbulnya kasus kekerasan terhadap PRT serta pemberian sanksi administratif kepada LPPRT

yang melanggar ketentuan. Sanksi administratif yang akan dikenakan kepada LPPRT yang

melanggar berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau seluruh kegiatan

usaha LPPRT dan pencabutan izin.

Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 memiliki kelebihan dan kekurangan didalamnya.

Kelebihan dalam permenaker ini yakni telah adanya peraturan mengenai pelarangan

mempekerjakan pekerja rumah tangga anak. Setidaknya Pemerintah mempunyai komitmen

untuk melarang mempekerjakan anak dibawah umur 18 tahun. Walaupun sebenarnya masih

adanya pekerja rumah tangga anak. Kekurangan pada permenaker ini yaitu dalam

pembuatannya tidak partisipatif. Hal ini disebabkan pihak Kementerian Ketenagakerjaan

hanya menggunakan masukan-masukan yang sebelumnya digunakan untuk pembuatan

Undang-Undang. Pihak Kementerian Ketenagakerjaan tidak mengikutsertakan pihak-pihak

terkait yang nantinya akan merasakan langsung dampak dari kebijakan baru ini.

Seperti yang telah dijelaskan pada pembahasan draft dari Permenaker Nomor 2 Tahun

2015, Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 ini lebih memfokuskan kepada lembaga penyalur

PRT. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal sehingga memfokuskan kepada lembaga penyalur

PRT, yakni jam kerja dan upah. Berdasarkan hal tersebut, penulis berpendapat bahwa penulis

menyetujui kebijakan yang dibuat untuk melindungi PRT dalam bentuk Permenaker Nomor 2

Tahun 2015 lebih memfokuskan kepada lembaga penyalur. Jika memfokuskan kepada PRT

maka pengangguran di Indonesia akan semakin bertambah. Hal ini berkaitan dengan upah dan

jam kerja yang akan sulit untuk diatur jika permenaker memfokuskan kepada PRT. Apabila

memfokuskan kepada PRT, setidaknya dalam Permenaker akan menggunakan Undang-

Undang No.13 tahun 2003 yang mana terkait jam kerja hanya 7 hingga 8 jam dalam sehari

dan jika bekerja lebih dari jam kerja tersebut maka akan dikenakan upah lembur. Seperti yang

diketahui, PRT di Indonesia bekerja melebihi 8 jam sehari dengan begitu para pengguna PRT

harus membayar upah lembur mereka. Jika hal ini diterapkan maka banyak para pengguna

PRT akan berfikir kembali untuk menggunakan PRT sehingga terjadinya peningkatan

pengangguran.

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 15: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Namun Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 ini belum cukup kuat untuk melindungi PRT.

Hal ini dikarenakan didalam Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 hanya terdapat sanksi

admnistratif saja yaitu berupa peringatan tertulis, penghentian sementara sebagian atau

seluruh kegiatan usaha lembaga penyalur PRT dan pencabutan izin. Jika hanya dengan sanksi

administratif saja ini belum menjadi suatu produk hukum yang kuat dalam melindungi pekerja

rumah tangga. Dengan tidak adanya sanksi pidana maka tidak akan dapat menjadi alat dalam

menyelesaikan permasalah dalam perlindungan pekerja rumah tangga. Selain itu, sanksi

administratif pun dapat disepelekan oleh berbagai pihak karena hukumnya tidak terlalu kuat.

Misalnya saja lembaga penyalur A mendapatkan sanksi administratif yaitu pencabutan izin.

Hal tersebut tidak mempengaruhi dia untuk terus menjalankan penyaluran pekerja rumah

tangga. Pengusaha lembaga penyalur A ini dapat membuat lembaga penyaluran yang baru

dengan nama yang baru dan tempat yang baru dengan membuatnya ke notaris. Oleh karena

itu, permenaker ini masih dianggap kurang di dalam melindungi PRT yang menunjukkan

bahwa pemerintah belum sepenuhnya komitmen dalam melindungi PRT. Diharapkan dengan

adanya permenaker ini menjadi tahap awal untuk mencapai perlindungan PRT yang lebih baik

lagi.

Kesimpulan

Proses terbentuknya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 2 Tahun 2015 memiliki 3

tahapan, yakni pertama masukan-masukan dari masyarakat, kedua pembuatan draft

Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 dan ketiga disahkannya Permenaker Nomor 2 Tahun 2015.

Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 memfokuskan kepada lembaga penyalur. Hal ini

disebabkan terdapat beberapa hal yang akan sulit diterapkan jika memfokuskan kepada PRT

seperti jam kerja dan upah. Upaya pemerintah dalam melindungi pekerja rumah tangga anak

telah terlihat dengan adanya pelarangan dalam permenaker ini. Namun permenaker ini masih

belum cukup kuat untuk melindungi PRT dan kurang partisipatif dalam pembuatannya.

Saran

Adapun saran yang peneliti rumuskan untuk Kementerian Ketenagakerjaan RI yaitu

mengingat fokus dari Permenaker Nomor 2 Tahun 2015 pada lembaga penyalur PRT

diharapkan dalam implementasinya Permenaker ini dilakukan dengan lebih baik dalam

melakukan pengawasan terhadap lembaga penyalur PRT. Jika ada perbaikan dalam

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 16: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Permenaker ini diharapkan dapat partisipatif sehingga dapat melibatkan pihak-pihak terkait

yang berdampak langsung dalam kebijakan ini.

Daftar Referensi

Buku Anderson, James. 1969. Public Policy Making. New York : Holt, Renehart, and Winston.

Birkland, Thomas A. 2001. An Introduction To The Policy Process. New York: M.E. Sharpe, Inc.

Eyestone, Robert. 1971. The Threads of Policy : A Study in Policy Leadership. Indianapolis : Bobs-Merril.

Jones, Charles O. 1984. An Introduction to The Study of Public Policy. Monterey : Books / Cole Publishing Company.

_____________. 1996. An Introduction to The Study of Public Policy. Belmont CA : Wodsworth.

Lester, James P, Joseph Stewart. 2000. Public Policy : An Evolutionary Approach. United States of America : Wadsworth.

Nugroho, Riant. 2004. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta : Gramedia.

Suharto, Edi. 2008. Kebijakan Sosial Sebagai Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta.

Waluyo. 2007. Manajemen Publik (Konsep, Aplikasi, dan Implementasinya dalam Pelaksanaan Otonomi Daerah). Bandung : Penerbit Mandar Maju.

Widodo, Joko. 2007. Analisis Kebijakan Publik. Jakarta : Bayu Media Publishing.

Young, Eoin dan Lisa Quinn. 2002. Writing Effective Public Policy Paper : a Guide of Edvisers in Central and eastern Europe. Budapest : Local Government and Public Service Reform Initiative.

Jurnal Hidayati, Maslihati Nur. 2011. Upaya Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Sebagai

Kelompok Masyarakat Yang Termarjinalkan di Indonesia. Jurnal AL-AZHAR INDONESIA SERI PRANATA SOSIAL, Vol . 1, No. 1 (Maret).

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016

Page 17: ANALISIS PROSES TERBENTUKNYA PERATURAN MENTERI

Web Admin. 2012. UU Perlindungan PRT: Kebutuhan Penting dan Mendesak bagi Pekerja

Rumah Tangga!. http://icjr.or.id/uu-perlindungan-prt-kebutuhan-penting-dan-

mendesak-bagi-pekerja-rumah-tangga/. Diakses pada 31 Januari 2016

Fitria, Apriliani Gita. 2014. Separuh PRT di Indonesia Alamin Kekerasan.

http://nasional.tempo.co/read/news/2014/02/25/173557339/separuh-prt-di-indonesia-

alami-kekerasan. Diakses pada 10 Oktober 2015.

Grehenson, Gusti. 2011. 16 Juta PRT Rentan Kekerasan, Diskriminasi dan Eksploitasi.

http://ugm.ac.id/id/berita/3847-

16.juta.prt.rentan.kekerasan.diskriminasi.dan.eksploitasi. Diakses pada 30 September

2015.

Oki. 2012. Profesi PRT miskin penghargaan, rentan kekerasan.

http://www.gresnews.com/berita/sosial/848142-profesi-prt-miskin-penghargaan-

rentan-kekerasan/0/. Diakses pada 19 November 2015.

Sihombing, Agustinus. 2015. Dilema Pembantu Rumah Tangga. http://batampos.co.id/13-01-

2015/dilema-pembantu-rumah-tangga/. Diakses pada 4 Oktober 2015.

Sufa, Ira Guslina. 2013. 10,7 juta PRT Bekerja Tanpa Perlindungan.

https://nasional.tempo.co/read/news/2013/09/02/173509312/10-7-juta-prt-bekerja-

tanpa-perlindungan. Diakses pada 31 Januari 2016

Wicaksono, Pribadi. 2013. Pembantu Rumah Tangga Tuntut Perlindungan Perda. https://nasional.tempo.co/read/news/2013/02/15/058461584/pembantu-rumah-tangga-tuntut-perlindungan-perda. Diakses pada 31 Januari 2016.

Produk Hukum dan Dokumen Negara

Peraturan Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang

Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.

Dokumen Lembaga

Konvensi ILO 189 mengenai kerja layak bagi pekerja rumah tangga

Konvensi mengenai Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Wanita

(CEDAW)

Lainnya

JALA PRT. 2015. Presentasi Data Kekerasan Terhadap PRT 2012-2015.

Analisis Proses ..., Choirinnisa, FISIP UI, 2016