Upload
kartika-fitri-annisa
View
85
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Kartika Fitri AnnisaI0211037
1
ARSITEKTUR NUSANTARA
“Sebagai Dasar Perancangan Arsitektur Masa Kini”
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan penduduk multi etnis, dengan
bermacam-macam kebudayaan yang beraneka ragam terdapat di sini, dimana hal ini tidak
dimiliki oleh negara lain. Demikian pula dengan arsitekturnya yang disebut dengan arsitektur
Nusantara, dimana keragaman budaya juga mempengaruhi keragaman bentuk arsitektur
Nusantara. Arsitektur Nusantara memang bukanlah arsitektur tradisional, walaupun keduanya
menujuk pada sosok arsitektur yang sama yakni arsitektur yang ditumbuhkembangkan oleh
demikian banyak anak bangsa atau suku bangsa di Indonesia ini. Arsitektur Nusantara
dibangun sebagai sebuah pengetahuan yang dilandaskan dan dipangkalkan dari filsafat, ilmu
dan pengetahuan arsitektur.
Arsitektur nusantara masa lampau tidak memerlukan gambar kerja seperti arsitektur
mutakhir. Arsitek terjun langsung dalam proses hingga arsitektur terwujud. Arsitek lebih
banyak menggunakan tulisan untuk menetapkan space, from dan order. Penjelasan kepada
tukang dan pembantunya dilakukan dengan membuat diagram dan sketsa kasar. Esensi dari
fenomena ini mengakibatkan kecenderungan bahwa arsitek nusantara adalah ahli yang
menguasai kreasi pelaksanaan dan detail dari perwujudan arsitektur. Pengaturan tatanan
ruang dilakukan dengan pembagian area di dalam lahan, kemudian menetapkannya dari hal
yang paling utama (aspek spiritual) menuju sepele (aspek pelayanan/service). Sebagai Contoh
: primbon dalam arsitektur tradisional jawa menetapkan lokasi pintu masuk, sumur dan lain-
lain dengan sifat yang berdampak pada kualitas kehidupan penghuninya.
Kegiatan paling awal dari perwujudan arsitektur nusantara adalah penentuan
bahan/material arsitektur. Sebagai contoh : Rumah adat Minahasa menggunakan kayu dari
jenis pohon yang diambil dari hutan, yaitu kayu besi, linggua, jenis kayu cempaka utan atau
pohon wasian (michelia celebia), jenis kayu nantu (palagium obtusifolium), dan kayu
maumbi (artocarpus dayphyla mig). Kayu besi digunakan untuk tiang, kayu cempaka untuk
dinding dan lantai rumah, kayu nantu untuk rangka atap. Sedangkan bagi masyarakat strata
ekonomi rendah menggunakan bambu petung/ bulu jawa untuk tiang, rangka atap dan nibong
untuk lantai rumah, untuk dinding dipakai bambu yang dipecah. Bahan yang dipilih untuk
Rumah tradisional Bali adalah kayu jati dengan mempertimbangkan posisinya saat masih
Kartika Fitri AnnisaI0211037
2
menjadi pohon. Ketika digunakan sebagai tiang penyangga harus dalam posisi yang sama
bagian atas dan bawahnya.
Demikian pentingnya bahan/material dalam perwujudan arsitektur nusantara.
Pertimbangan bahan/material tersebut dapat dipergunakan sebagai kegiatan awal proses
merancang arsitektur nusantara masa kini. Pemilihan bahan/material mutakhir ditentukan
dengan berbagai pertimbangan yang nantinya dapat mendukung pencapaian kehidupan yang
lebih baik dari penghuninya. Pertimbangan pemilihan bahan bukan hanya didasarkan faktor
keawetan fisik, kenyamanan akustik dan thermal serta kemananan kesehatan saja, namun
juga perlu dipertimbangkan faktor non fisik yang berdampak terhadap baik buruknya perilaku
penghuni secara psikologis. Metoda-metoda hasil analisis arsitektur nusantara dapat
diterapkan untuk melanjutkan proses perancangan mutakhir dengan menetapkan batas lahan;
mengatur tatanan ruang; membuat tulisan, diagram dan sketsa; serta melakukan perwujudan
arsitektur. Usaha untuk melakukan proses ini sedapat mungkin didasarkan atas pertimbangan
rasional dan spiritual.
Yu Sing pada Kompas Properti (Yu Sing, 2010) mengemukakan : Seandainya nilai-
nilai dalam Arsitektur di Indonesia yang jumlahnya begitu banyak, yang mungkin paling
banyak di dunia, dapat menjadi sumber inspirasi bagi arsitektur masa kini. Ciri-ciri fisik,
makna filosofi, adaptasi terhadap iklim, material lokal, potensi alam dan ornamen-ornamen
tradisional merupakan contoh serangkaian makna lokalitas yang masing-masing kekayaannya
dapat menjadi sumber eksplorasi.
Arsitektur bukan soal bentuk fisik semata. Bila menggunakan mode pakaian sebagai
contoh, maka proses adaptasi terhadap batik pada zaman ini sudah sangat berhasil. Bahan
batik yang tradisional dapat diaplikasikan ke dalam berbagai karya pakaian dengan mode
terbaru yang begitu indah. Saat ini batik sangat dicintai oleh berbagai kalangan masyarakat,
padahal keindahan dan kekayaan batik sudah ada sejak dulu. Seperti itulah seharusnya
adaptasi nilai-nilai lokal terhadap arsitektur masa kini. Tidak harus terlihat tradisional secara
fisik, namun mengandung makna-makna lokal yang dapat ditelusuri asal muasalnya.
Eksplorasi terhadap kekayaan nilai lokalitas Indonesia ke dalam desain arsitektur masa kini,
diyakini akan dapat menghasilkan karya-karya arsitektur tingkat dunia.